proposal penelitian judul penelitian pen

Upload: lia-kartika-parante

Post on 03-Mar-2018

297 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    1/54

    1

    PROPOSAL PENELITIAN

    JUDUL PENELITIAN:

    Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Virtual Laboratory Terhadap

    Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014

    IDENTITAS PENELITI:

    Nama : I Komang Agus Eka Putra

    NIM : 1013021087

    Jurusan : Pendidikan Fisika

    Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam memajuan dan mencerdaskan

    kehidupan bangsa sekaligus sarana membangun manusia Indonesia seutuhnya. Salah satu

    tujuan bangsa Indonesia tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu untuk mencerdaskan

    kehidupan bangsa. Undang-undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem

    pendidikan nasional tercantum secara jelas mengenai tujuan pendidikan nasional, yaitu agar

    berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

    kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

    menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Secara

    umum dapat disimpulkan pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas masyarakat

    guna menghadapi persaingan global yang semakin ketat.

    Kemajuan sebuah Negara dapat dilihat dari keberhasilan pendidikan yang dilaksanakan

    oleh suatu bangsa. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan

    pendidikan yaitu: pertama, penyempurnaan kurikulum dari Kurikulum Tingkat Satuan

    Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013. Kedua, pengalokasian anggaran pendidikan

    yang terus ditingkatkan. Ketiga, peningkatan kompetensi guru melalui sertifikasi. Keempat,

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    2/54

    2

    pengadaan dan perbaikan sarana prasarana sekolah melalui dana Bantuan Operasional

    Sekolah (BOS). Kelima, pemerataan pendidikan melalui program Sarjana Mendidik di daerah

    Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T). Melalui upaya-upaya yang telah dilakukan,

    seyogyanya tujuan pembelajaran sains dapat tercapai secara optimal.

    Belajar merupakan proses interaksi edukatif yang terikat pada tujuan, terarah pada

    tujuan, dan dilaksanakan khusus untuk mencapai tujuan (Suastra, 2009). Melalui proses

    belajar, yang diharapkan berhasil mencapai tujuan adalah peserta didik itu sendiri. Oleh

    karena itu, hal terpenting dalam interaksi belajar mengajar adalah siswa. Siswalah yang

    diharapkan berinteraksi dengan bahan ajar itu, mengolahnya, dan merefleksikannya sehingga

    tujuan instruksional yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal. Tujuan tersebut

    tercermin harapan dari sebuah proses pendidikan yang diselenggarakan Indonesia yang

    mengharapkan output dan outcome berkualitas dan memiliki daya saing tinggi kedepannya.

    Rendahnya kualitas output dan outcome siswa menunjukkan ketidakmampuan proses

    pendidikan untuk menghantarkan siswa kepada tujuan pendidikan yang telah dirancang.

    Kesenjangan ini diakibatkan oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal siswa dalam

    proses pembelajaran itu.

    Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dapat terlihat dari data hasil studi

    internasional, diantaranya: Pertama, Indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau

    education for all . Indonesia belum juga beranjak dari kategori medium atau sedang.

    Berdasarkan laporan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB

    (UNESCO) tahun 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 negara. Tahun lalu,

    Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 127 negara (Kompas, 2012).

    Kedua, hasil PISA (Program for International Student Assesment) yang

    diselenggarakan pada tahun 2009, studi ini diselenggarakan pada tahun 2000, 2003, 2006,

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    3/54

    3

    2009 dan seterusnya. Posisi Indonesia dibandingkan negara-negara lain berdasarkan studi

    PISA dapat dilihat pada Tabel 1.1

    Tabel 1.1 Posisi Indonesia Dibandingkan Negara-Negara Lain

    Berdasarkan Studi PISA

    Tahun

    Studi

    Mata

    Pelajaran

    Skor Rata-

    Rata

    Indonesia

    Skor Rata- Rata

    Internasional

    Peringkat

    Indonesia

    JumlahNegara

    Peserta

    Studi

    2000

    Membaca 371 500 39

    41Matematika 369 500 39

    Sains 393 500 38

    2003

    Membaca 382 500 39

    40Matematika 360 500 38

    Sains 395 500 38

    2006

    Membaca 393 500 48 56

    Matematika 391 500 50

    57Sains 393 500 50

    2009

    Membaca 402 500 57

    65Matematika 371 500 61

    Sains 383 500 60

    (Kemendikbud, 2011a)

    Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata skor prestasi literasi membaca, matematika,

    dan sains siswa Indonesia berada signifikan dibawah rata-rata internasional. Penelitian

    Program for International Student Assesment (PISA) tahun 2009 prestasi literasi membaca

    siswa Indonesia berada pada peringkat ke-57 dari 65 negara, literasi matematika berada pada

    peringkat ke-61 dari 65 negara, dan literasi Sains berada pada peringkat ke-60 dari 65 negara

    (Kemendikbud, 2011a).

    Ketiga, hasil TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), yang

    merupakan studi internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa sekolah menengah

    pertama, di mana skor prestasi sains siswa Indonesia pada tahun 1999 berada di peringkat ke

    32 dari 38 negara, pada tahun 2003 berada di peringkat ke 37 dari 46 negara, dan pada tahun

    2007 berada di peringkat ke 35 dari 49 negara (Kemendikbud, 2011b).

    Menurunnya prestasi belajar siswa juga terjadi di Bali yang ditunjukkan banyaknya

    siswa yang yang tidak lulus Ujian Nasional. Jumlah ketidaklulusan terbanyak di Kabupaten

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    4/54

    4

    Buleleng, Sebanyak 182 siswa SMP di Buleleng dinyatakan tidak lulus dalam Ujian Nasional

    (UN) tahun ini. Siswa yang tidak lulus ini tersebar di 31 sekolah dari 82 sekolah di Buleleng.

    Siswa ini tidak lulus karena nilai rata-rata ujian nasionalnya tidak memenuhi nilai standar

    kelulusan 5,5 yang sudah ditetapkan pemerintah (Bali Post, 2013).

    Rendahnya prestasi belajar siswa juga dibuktikan dari hasil atau laporan beberapa

    penelitian yang menunjukkan hasil bahwa pembelajaran sains belum terfokus pada

    pemahaman dan konsep sains yang sebenarnya, pengajaran didominasi oleh metode ceramah

    yang merupakan salah salah satu model pembelajaran konvensional (Agustiana & Tika,

    2013). Pembelajatan sains yang selama ini dilakukan oleh para guru masih menggunakan

    metode informatif atau konvensional, yaitu guru berbicara atau bercerita dan siswa hanya

    mendengarkan dan mencatat. Secara tradisional pembelajaran sains yang berlangsung saat ini

    dapat dikatakan lebih menekankan pada produk daripada proses-proses sains (Suastra, 2009).

    Mardana (dalam Suardana, 2012) menyampaikan bahwa masalah pada dunia

    pendidikan, khususnya dalam pembelajaran fisika adalah rendahnya pemahaman konsep dan

    prestasi belajar fisika siswa. Siswa menganggap pelajaran sains (fisika) adalah pelajaran yang

    rumit karena konsep-konsep, rumus-rumus, dan perhitungan-perhitungan yang sebagian besar

    terlepas dari pengalaman sains sehari-hari, hal tersebut berdampak pada prestasi belajar fisika

    siswa.

    Kesenjangan yang terjadi antara harapan pendidikan Indonesia dan kenyataan ini

    memerlukan solusi yang harus segera. Perlu dilakukan pengembangan pembelajaran yang

    mengutamakan keterlibatan siswa dalam proses belajar aktif melalui kegiatan-kegiatan yang

    berorientasikan pada proses sains itu sendiri (Suatra, 2009). Paham konstruktivistik

    merupakan landasan dalam perkembangan model pembelajaran modern, paham ini

    mebiasakan siswa untuk menemukan sesuatu dengan sendirinya dan bergelut dengan ide-ide.

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    5/54

    5

    Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang

    yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki

    pengetahuan tersebut (Budiningsih, 2005). Diperlukan model pembelajaran inovatif untuk

    mengatasi berbagai permasalahan pendidikan khususnya pendidikan sains. Teori belajar yang

    dikemukakan J. Bruner (dalam Dahar, 1989) adalah teori pembelajaran discovery yang

    sesuai dengan hakikat pembelajaran sains. Belajar penemuan (discovery learning)

    memberikan kebebasan siswa untuk mengembangkan pengetahuannya melalui proses

    menemukan sendiri dan melalui metode sains yang terintegrasi. Tobin (dalam Parmawati,

    2012) menyatakan bahwa salah satu model pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa

    untuk menemukan konsepnya sendiri adalah dengan model inkuiri terbimbing. Aktivitas

    dalam praktikum memiliki potensi untuk memberi peluang siswa belajar mengkontruksi

    pengetahuan sainsnya sambil bekerja. Menurut Bruner (dalam Budiningsih, 2005),

    pembelajaran yang selama ini diberikan disekolah lebih banyak menekankan pada

    perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan kemampuan berfikir intuitif.

    Padahal berfikir intuitif sangat sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang

    matematika, biologi, fisika, dan sebagainya, sebab setiap disiplin mempunyai konsep-konsep,

    prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum orang dapat belajar. Cara yang baik

    untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk

    akhirnya samapi pada kesimpulan (discovery learning).

    Pembelajaran dapat lebih efektif, efisien, menarik, dan interaktif apabila difasilitasi

    dengan media pembelajaran. Media pembelajaran sendiri banyak memanfaatkan beragam

    teknologi yang dikenal sebagai teknologi pendidikan. Penggunaan teknologi yang bersifat

    instruksional memberikan dampak positif bagi minat dan keantusiasan peserta didik dalam

    proses pembelajaran. Teknologi memang seharusnya diaplikasikan sedemikian rupa dalam

    proses pembelajaran terlebih lagi dalam pembelajaran sains di jenjang sekolah dasar

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    6/54

    6

    (Suleman et al 2013). Mengacu kepada hasil penelitian Tim Balitbang (1996) tentang Literasi

    Sains dan Teknologi, disimpulkan masih perlu melakukan usaha-usaha atau pendekatan

    belajar yang menunjang tercapainya tujuan pembelajaran sains tersebut. Sehubungan dengan

    hal itu, maka pengajaran sains disekolah seharusnya diarahkan menuju pencapaian melek

    sains dan teknologi (scientific and technology literacy) (Suastra, 2009).

    Soeprapto (dalam Mardana, 1998) menyatakan bahwa untuk materi fisika yang sulit

    divisualisasikan dengan demonstrasi atau ekserimen biasa, maka strategi pemodelan dengan

    simulasi Komputer sebagai strategi alternative pembelajaran fisika dengan pendekatan

    proses. Salah satu bentuk teknologi yang memiliki kesesuaian dengan teori discovery

    learning adalah laboratorium virtual (virtual laboratory). Pemanfaatan laboratorium virtual

    dalam proses pembelajaran menjadikan proses pembelajaran tersebut lebih efektif dari segi

    waktu dan meningkatkan prestasi belajar siswa (Tatli & Ayas, 2013). Penelitian Bajpai

    (2013) yang berjudul Developing Concepts in Physics Through Virtual Lab Experiment: An

    Effectiveness Study menyimpulkan bahwa pembelajaran konsep efek fotolistrik melalui

    virtual laboratory lebih efektif dibandingkan dengan real lab. Studi tersebut juga

    menunjukkan penggunaan virtual laboratory dalam pembelajaran fisika lebih baik dalam

    meningkatkan pemahaman konsep siswa dibanding pembelajaran melalui real lab.

    Wijaya (2013) meneliti pengaruh model pembelajaran inkuiri berbantuan virtual

    laboratory terhadap pemahaman konsep fisika siswa kelas VIII SMP Negeri I Negara tahun

    ajaran 2012/2013. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan

    model pembelajaran inkuiri berbantuan virtual laboratory didalam pembelajaran fisika sangat

    efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep fisika dibanding model MPI dan MPK.

    Berdasarkan permasalahan dan keunggulan strategi pembelajaran berbasis inkuiri

    terbimbing dan metode laboratorium virtual yang telah diungkapkan sebelumnya, penulis

    berkeinginan untuk menganalisis model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    7/54

    7

    laboratory, maka penulis mengajukan sebuah penelitian yang berjudul Pengaruh Model

    Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Virtual Laboratory Terhadap Prestasi

    Belajar Fisika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka masalah pokok yang

    akan dicari pemecahannya melalui penelitian ini adalah Apakah terdapat perbedaan prestasi

    belajar fisika antara kelompok siswa yang belajar mengunakan model pembelajaran inkuiri

    terbimbing berbantuan virtual laboratory, siswa yang belajar menggunakan model

    pembelajaran inkuiri terbimbing dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran

    konvensional?

    1.3 Tujuan penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

    Mendeskripsikan perbedaan prestasi belajar fisika antara kelompok siswa yang belajar

    mengunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory, siswa

    yang belajar menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan siswa yang belajar

    menggunakan model pembelajaran konvensional.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Secara umum manfaat penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: (1) manfaat

    teoretis yang memberikan manfaat jangka panjang dalam pengembangan teori pembelajaran

    di sekolah, dan (2) manfaat praktis yang memberikan dampak secara langsung terhadap

    komponen-komponen pembelajaran yang dilakukan di sekolah.

    1.4.1 Manfaat Teoretis

    Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya perbedaan

    prestasi belajar fisika antara siswa yang belajar menggunakan model inkuiri terbimbing

    berbantuan virtual laboratory, model inkuiri terbimbing dan model pembelajaran

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    8/54

    8

    konvensional. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan Informasi yang jelas

    mengenai model pembelajaran inovatif inkuiri terbimbing dan media pembelajran virtual

    laboratory. Kedepannya diharapkan terjadi perubahan paradigma pembelajaran yang saat ini

    kebanyakan berpusat pada guru (teacher centered) beralih ke pembelajaran yang berpusat

    pada siswa (student centered) karena dalam penerapan model pembelajaran inkuiri

    terbimbing berbantuan virtual laboratory guru lebih banyak memposisikan diri sebagai

    fasilitator dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar

    secara mandiri, sehingga siswa menjadi subjek pembelajaran terhadap pengembangan dirinya

    sendiri.

    1.4.2 Manfaat Praktis

    Manfaat praktis yang didapatkan melalui penelitian eksperimen ini, yaitu sebagai

    berikut.

    1. Bagi siswa, Penelitian ini sangat bermanfaat karena penggunaan model pembelajaran

    inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory memfasilitasi siswa dalam aktivitas

    belajar yang lebih menekankan pada proses sains itu sendiri. Penerapan model

    pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory akan berdampak pada

    proses pembelajaran sehingga diharapkan siswa memiliki prestasi belajar yang baik.

    2. Bagi guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari

    alternatif dan inovasi model pembelajaran yang mampu meningkatkan prestasi belajar

    siswa seacara lebih optimal. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing

    berbantuan virtual laboratory diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru

    sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai motivator, fasilitator dan mediator.

    Hal ini dapat merubah gaya mengajar guru dari cara mengajar konvensional hingga

    berpusat pada siswa (student centered).

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    9/54

    9

    3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan pengalaman langsung kepada peneliti

    sebagai calon guru sains dalam mempraktekkan model inkuiri terbimbing berbantuan

    virtual laboratory sehingga nantinya dapat digunakan pada proses pembelajaran ketika

    sudah menjadi guru. Penelitian ini dapat meningkatkan rasa keingintahuan, tanggung

    jawab dan kejujuran peneliti sebagai calon pendidik yang professional

    1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Singaraja kelas VIII semester dua

    (genap) tahun pelajaran 2013/2014. Materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah getaran, gelombang dan bunyi yang merupakan bagian dari materi sains SMP kelas

    VIII semester genap di SMP Negeri 1 Singaraja.

    Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah prestasi belajar

    siswa. Variabel bebasnya (independent variable) adalah model pembelajaran yang terdiri dari

    tiga dimensi yaitu, model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory,

    model pembelajaran inkuiri terbimbing, dan model pembelajaran konvensional. Kovariat

    yang diukur sebagai kontrol statistik pengaruh variabel independent terhadap variabel

    dependentadalah prestasi belajar awal siswa yang diperoleh dari hasilpretest.

    Perbedaan kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah pada jenis perlakuan yang

    diberikan. Model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory dan model

    pembelajaran inkuiri terbimbing diterapkan pada kelas eksperimen. Pada kelas kontrol

    diterapkan model pembelajaran konvensional. Masing-masing kelas mendapatkan proporsi

    materi dan alokasi waktu yang sama dalam pembelajaran.

    1.6 Definisi Konseptual

    Definisi konseptual dalam penelitian ini adalah model pembelajaran model

    pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory, model pembelajaran inkuiri

    terbimbing, model pembelajaran konvensional, dan prestasi belajar

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    10/54

    10

    1) Model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory adalah model

    pembelajaran inkuiri terbimbing yang mengintegrasikan media virtual laboratory

    dalam proses pembelajaran. Virtual laboratory adalah eksperimen riil yang

    digantikan oleh software komputer sehingga eksperimen berlangsung dalam bentuk

    simulasi. Virtual laboratory juga dapat diartikan sebagai program komputer yang

    memungkinkan siswa menjalankan simulasi eksperimen baik aplikasi berbasis web

    maupun aplikasi dalam bentuk offline. Hal ini memberikan kesempatan yang luas

    bagi siswa untuk menjalankan aplikasi tersebut kapanpun dan dimanapun tanpa

    bergantung jam pelajaran disekolah (Bajpai, 2013).

    2) Model pembelajaran inkuiri terbimbing

    Model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih menekankan pada siswa untuk aktif

    melatih keberanian, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pengetahuannya

    sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Dewi et al 2013). Zawadzki

    (dalam Parmawati, 2012) menyatakan inkuiri terbimbing adalah proses

    pembelajaran yang beroirentasi pada penelitian untuk menghasilkan suatu

    penemuan melalui ide-ide khusus, metodologi yang spesifik serta struktur yang

    konsisten sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.

    3) Model pembelajaran konvensional

    Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang berpusat

    pada penceramah dengan komunikasi satu arah melalui penyampaian informasi

    secara lisan kepada pendengar. Model pembelajaran konvensional mengacu pada

    teori behavioristik, banyak didominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi

    pembelajaran melalui ceramah, dengan harapan siswa dapat memahaminya dan

    memberikan respon sesuai dengan yang diceramahkan. Materi yang disampaikan

    sesuai dengan urutan isi buku teks (Budiningsih, 2005).

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    11/54

    11

    4) Prestasi belajar

    Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang

    mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam

    belajar. Perubahan itu sebagai hasil dari pengalaman individu dalam belajar.

    Prestasi belajar juga berkaitan dengan kemajuan siswa dalam segala hal yang

    dipelajari disekolah dan yang menyangkut pengetahuan atau kecakapan yang

    dinyatakan sesudah hasil penilaian. (Djamarah, 1994).

    1.7 Definisi Operasional

    Definisi operasional dalam penelitian ini adalah prestasi belajar awal dan dan prestasi

    belajar siswa. Prestasi belajar awal merupakan skor yang diperoleh siswa pada semua kelas

    sampel dalam menyelesaikan tes prestasi belajar sebelum pembelajaran (pretest). Prestasi

    belajar merupakan skor yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan tes prestasi belajar

    (posttest). Tes prestasi belajar terdiri dari 20 soal pilihan ganda diperluas . Tes prestasi belajar

    pada penelitian ini mencakup aspek penalaran berdasarkan taksonomi Bloom pada ranah

    kognitif C2 (pemahaman), C3 (penerapan), dan C4 (analisis).

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme

    Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran

    seseorang. Manusia mengkonstruksi dan menginterpretasikannya berdasarkan

    pengalamannya. Konstruktivistik mengarahkanperhatian bagaimana seseorang

    mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamannya, struktur mental dan keyakinan, dan

    keyakinan yang digunakan untuk menginterpretasikan objek dan peristiwa-peristiwa.

    Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa pikiran adalah instrument penting dalam

    menginterretasikan kejadian, objek, dan pandangan terhadap dunia nyata, dimana interpretasi

    tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia (Budiningsih, 2005)

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    12/54

    12

    Tasker (dalam Suastra, 2009) menyampaikan beberapa komponen-komponen dan

    langkah-langkah dari konstruktivis dalam belajar yang dapat dirangkum sebagai berikut.

    1. Pebelajar (learner) secara aktif memilih dan mengamati beberapa masukan

    sensori dari lingkungannya

    2. Pengetahuan awal pebelajar sangat mempengaruhi stimulus mana yang akan

    diikuti atau dipilihnya.

    3. Masukan yang diperhatikan dan dipilih tidak segera mempunyai makna bagi

    pebelajar bersangkutan.

    4. Pebelajar menyusun hubungan-hubungan antara masukan sensori dan gagasan-

    gagasan yang telah ada pada dirinya yang dipandang relevan.

    5. Pebelajar mengkonstruksi makna dari hubungab-hubungan antara masukan

    sensori dan pengetahuan yang telah dimilikinya.

    6. Pebelajar mungkin menguji makna-makna yang berlawanan dengan memori dan

    pegalaman yang dirasakannya.

    7. Pebelajar mungkin memasukkan konstruksi-konstruksi ke dalam salah satu

    memori dengan menghubungkannya pada gagasan-gagasan yang ada atau dengan

    cara restrukturisasi gagasan-gagasannya.

    8. Pebelajar akan meletakkan beberapa status pada konstruksi baru dan akan diterima

    atau ditolaknya.

    Suastra (2009) menyatakan bahwa guru dalam kapasitasnya sebagai fasilitator dan

    mediator mempunyai ciri-ciri: (1) menyiapkan kondisi yang kondusif bagi terjadinya proses

    pembelajaran dengan menyiapkan masalah-masalah yang menantang bagi siswa, (2) berusaha

    untuk menggali dan memahami pengetahuan awal siswa, (3) selalu mempertimbangkan

    pengetahuan awal dalam merancang dan mengimplementasikan pembelajaran, (4)

    memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide-ide yang dimiliki, (5) lebih

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    13/54

    13

    menekankan pada argumentasi atas tanggapan siswa daripada benar salahnya tanggapan

    siswa, (6) tidak melakukan upaya transfer pengetahuan kepada siswa dan selalu sadar bahwa

    pengetahuan dibangun dalam diri siswa, (7) menggunakan suatu strategi pembelajaran yang

    dapat mengubah miskonsepsi-miskonsepsi yang dibawa siswa menuju konsep ilmiah, (8)

    menyiapkan dan menyajikannya pada saat yang tepat berbagai konflik kognitif yang dapat

    mengarahkan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan ilmiah.

    Praktik pembelajaran konstruktivistik membantu pebelajar menginternalkan,

    membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru. Transformasi terjadi melalui

    kreasi pemahaman baru yang merupakan hasil dari munculnya struktur kognitif baru.

    Pemahaman yang mendalam terjadi ketika hadirnya informasi baru yang mendorong

    munculnya atau menaikkan struktur kognitif yang memungkinkan para pebelajar memikirkan

    ide-ide mereka sebelumnya (Santyasa, 2012). Pandangan konstruktivisme mampu membawa

    perubahan pembelajaran dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered)

    menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Pandangan

    konstruktivisme menekankan bahwa belajar sebagai proses pemahaman pribadi dan

    pengembangan makna dimana belajar dipandang sebagai konstruksi makna bukan sebagai

    menghafal fakta.

    2.2 Teori Belajar Penemuan

    Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari

    Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (Discovery Learning). Inti belajar

    menurut Bruner adalah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan

    mentransformasi informasi secara aktif. Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa

    yang dilakukan dengan informasi yang diterimanya, dan apa yang dilakukan manusia setelah

    memperoleh informasi yang diskrit itu untuk mencapai pemahaman. Pendekatan bruner

    terhadap belajar dapat diuraikan sebagai suatu pendekatan kategorisasi, dimana Bruner

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    14/54

    14

    beranggapan bahwa interaksi-interaksi kitadengan alam melibatkan kategori-kategori yang

    dibutuhkan bagi pemfungsian manusia. Bruner memandang bahwa belajar dengan penemuan

    adalah belajar untuk menemukan, di mana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah

    atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahannya

    (Dahar, 1989).

    Bruner menyarankan hendaknya pebelajar belajar melalui partisipasi secara aktif

    dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh

    pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka menemukan

    prinsip-prinsip itu sendiri (Trianto, 2009). Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan

    terhadap tingkah laku seseorang. Melalui teorinya yang disebut free discovery learning, ia

    mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru

    memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan susatu konsep, teori, aturan, atau

    pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya sehari-hari

    (Budiningsih, 2005).

    2.3 Model Pembelajaran Inkuiri

    Sains Menurut Pandey et al (2011) adalah kemampuan intelektual dalam

    mengumpulkan dan menganalisa data guna memecahkan suatu permasalahan. Sains sebagai

    proses, baik itu observasi, mengklasifikasi dan mengumpulkan data merupakan suatu prasarat

    dari proses sains yang terintegrasi. Pembelajaran sains berdasarkan pendekatan inkuiri adalah

    suatu strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana kelompok-kelompok siswa

    dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertayaan

    melalui suatu prosedur yang direncanakan secara jelas (Suastra, 2009). Gulo (dalam Trianto,

    2009), menyatakan inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara

    maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,

    logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    15/54

    15

    percaya diri. Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa

    secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan

    sistematis pada tujuan pembelajaran; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis

    pada tujuan pembelajaran; dan (3) mengembangkan percaya diri pada siswa tentang apa yang

    ditemukan dalam proses inkuiri.

    Inkuiri dibentuk dan meliputi discovery, karena siswa harus menggunakan

    kemampuan discovery. Dengan kata lain, inkuiri adalah salah satu perluasan proses-proses

    discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Inkuiri mengandung proses-proses

    mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan permasalahan, merancang

    eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik

    kesimpulan, mempunyai sikap-sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan

    sebagainya (Suatra, 2009).

    Trianto (2009) menyatakan bahwa untuk menciptakan kondisi pembelajran inkuiri

    yang ideal, peranan guru adalah sebagai berikut:

    1. Motivator, member rangsangan agar siswa aktif dan gairah berfikir.

    2. Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan.

    3. Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat.

    4. Administrator, bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan kelas.

    5. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

    6. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.

    7. Reward, memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.

    Pada penelitian ini tahapan pembelajaran yang digunakan mengadaptasi dari tahapan

    model pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak (dalam Trianto,

    2009). Adapun tahapan pembelajaran inkuiri seperti pada Tabel 2.1.

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    16/54

    16

    Tabel 2.1 Sintak Pembelajaran Inkuiri

    Fase Kegiatan Pembelajaran

    1. Menyajikan pertanyaan atau

    masalah

    1. Guru membimbing siswa

    mengidentifikasi masalah dan masalah

    dituliskan di papan tulis. Guru membagi

    siswa ke dalam kelompok-kelompok

    2. Membuat hipotesis 2. Guru memberikan kesempatan kepada

    siswa untuk tukar pendapat dalam

    membentuk hipotesis. Guru

    membimbing siswa dalam menentukan

    hipotesis yang relevan dengan

    permasalahan dan memprioritaskanhipotesis mana yang menjadi prioritas

    penyelidikan.

    3. Merancang percobaan 3. Guru memberikan kesempatan pada

    siswa untuk menentukan langkah-

    langkah yang sesuai dengan hipotesis

    yang akan dilakukan. Guru membimbing

    siswa untuk mengurutkan langkah-

    langkah percobaan.

    4. Melakukan percobaaan untuk

    memperoleh informasi

    4. Guru membimbing siswa untuk

    mendapatkan informasi melalui

    percobaan.

    5. Mengumpulkan dan menganalisis

    data

    5. Guru memberikan kesempatan pada tiap

    kelompok untuk menyampaikan hasil

    pengolahan data yang terkumpul.

    6. Membuat kesimpulan 6. Guru membimbing siswa dalam

    membuat kesimpulan.

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    17/54

    17

    2.4 Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

    Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided inquiry) yaitu suatu model pembelajaran

    inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas

    kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan problem

    atau masalah. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja

    kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa (Andriani, 2011). Siswa di tingkat pemula

    seperti TK, SD, dan SMP cocok diterapkan pembelajaran dengan inkuiri terbimbing, karena

    umumnya siswa-siswa pada tingkat pemula tersbut masih banyak memerlukan bimbingan

    dari guru dalam proses pembelajaran Suardana (dalam Suardana, 2012). Tanggung jawab

    siswa dalam proses eksperimen dapat dilihat dan berhubungan dengan refleksi personal anak

    tersebut dan seberapa banyak guru memberikan bimbingan (guidance) dalam proses instruksi

    (Oge & Ifeoma, 2013). Suastra (2009) menyatakan langkah-langkah dalam melaksanakan

    inkuiri terbimbing sebagai berikut.

    Tabel 2.2 Sintaks Inkuiri Terbimbing

    Fase Kegiatan Pembelajaran

    1. Elisitasi gagasan awal siswa

    (sebelum inkuiri)

    1. Guru menggali gagasan/ide awal dari

    siswa yang berkaitan dengan topic

    yang akan dibicarakan.

    2. Guru menganjurkan siswa untuk

    membuat hipotesis terkait dengan

    kegiatan yang akan dilakukan. Guru

    tidak mengomentari hipotesis siswa.

    2. Pengujian gagasan awal siswa

    (selama inkuiri)

    3. Siswa melakukan kegiatan pengujian

    terhadap hipotesis yang diajukan dan

    dipandu dengan LKS.

    4. Guru memfasilitasi selama siswa

    melakukan kegiatan inkuiri.

    3. Negosiasi makna (setelah

    inkuiri)

    5. Siswa melakuan diskusi kelas terkait

    hasil penyelidikan, kegiatan dipandu

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    18/54

    18

    Fase Kegiatan Pembelajaran

    oleh guru untuk mendiskusikan

    konsep pokok.

    4. Penerapan konsep pada situasi

    baru

    6. Siswa menerapkan konsep-konsep

    yang dimilikinya dalam situasi baru,

    misalnya pemecahan masalah, latihan

    soal, dan lain-lain.

    5. Pembuatan kesimpulan dan

    refleksi

    7. Siswa membuat kesimpulan dan hasil

    pengamatan yang telah mereka

    lakukan dan melakukan refleksi

    terhadap perkembangan belajarnya.

    2.5 Media Virtual Laboratory dalam Pembelajaran Sains.

    Criticos (dalam Santyasa, 2007) menyatakan bahwa media merupakan salah satu

    komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan.

    Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran merupakan proses

    komunikasi. Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi, guru

    (komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, siswa (komunikan), dan tujuan

    pembelajaran. Jadi, Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

    menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat,

    pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.

    Virtual laboratory adalah sebuah simulasi komputer yang memungkinkan fungsi-

    fungsi penting dari laboratorium riil untuk dilaksanakan pada computer. Mosterman et al

    (dalam Mulyono, 2011). Terdapat dua konsep utama virtual laboratory yaitu, eksperimen riil

    digantikan oleh komputer sehingga eksperimen berlangsung dalam bentuk simulasi

    (eksperimen virtual), dan eksperimen laboratorium dapat digambarkan sebagai virtual ketika

    eksperimen tidak dikontrol oleh manipulasi langsung peralatan laboratorium, tetapi dengan

    alat komputer. Virtual laboratory menggabungkan sumber daya teknologi, software yang

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    19/54

    19

    dapat digunakan kembali, bersifat otomatis sepanjang dengan konsep pelatihan yang benar

    dan dapat mengaktifkan hands-on pelatihan yang dapat dikirim ke siapa saja, di mana saja,

    dan kapan saja. Greenberg (dalam Mulyono, 2011).

    Bajpai (2013) menyampaikan bahwa virtual laboratory dikembangkan untuk

    memenuhi kebutuhan siswa dalam pelaksanaan discovery itu sendiri, mengingat peralatan

    laboratorium yang lumrah digunakan disekolah memiliki beberapa keterbatasan. Singh

    (2013) menyatakan Virtual yang dimaksud adalah eksperimen yang dilakukan oleh pebelajar

    yang tidak terbatas hanya dilakukan di laboratorium di sekolah, namun laboratorium yang

    telah terintegrasi ke dalam teknologi atau dikomputerisasi memungkinkan siswa

    mengaksesnya dimana saja.

    Lal et al (dalam Babateen, 2013) menyampaikan perbandingan antara pembelajaran

    berbasis laboratorium konvensional di sekolah dengan pembelajaran berbasis laboratory

    virtual ke dalam Tabel 2.3

    Tabel 2.3 Pembelajaran berbasis laboratorium konvensional dan pembelajaran

    laboratory virtual

    No. Karakteristik pembelajaran

    laboratorium konvensional

    Karakteristik pembelajaran Virtual

    Labs

    1 Lingkungan belajar yang

    cenderung tertutup

    Fleksibel dan lingkungan belajar

    yang cenderung lebih terbuka

    2 Buku dan guru sebagi sumber

    utama pengetahuan

    Pembelajaran bergantung dari

    sumber yang bervariasi

    3 Terpisah antara teori dan praktek,

    dan antara kenyataan dan imajinasi

    Merupakan integral antara teori

    dan praktek aspek dalam situasi

    virtual yang dibuat senyata

    mungkin.

    4 Pendidikan formal yang telah

    terstandarisai

    Memungkinkan pembelajaran yang

    berkesinambungan baik secara

    formal maupun informal

    5 Pembelajaran dalam kelas besar Pembelajaran dalam kelas kecil

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    20/54

    20

    No. Karakteristik pembelajaran

    laboratorium konvensional

    Karakteristik pembelajaran Virtual

    Labs

    maupun individu

    6 Menggunakan metode tradisional

    dalam pembelajaran

    Menggunakan medode yang

    bervariasi dalam pembelajaran

    7 Perbedaan individu tidak

    dianjurkan

    Diperbolehkan terjadinya

    perbedaan individu dalam proses

    pembelajaran

    8 Partisipasi lebih didominasi oleh

    guru

    Partisipasi positif dan aktif dari

    guru dan siswa

    9 Metode lebih cenderung verbal

    (ceramah)

    Metode pembelajaran lebih

    bervariasi

    Alaydarous et al (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Virtual Nuclear Laboratory for

    E-Learning menyampaikan struktur umum yang terdapat dalam simulasi virtual laboratory

    yang digambarkan sebagai berikut.

    Gambar 2.1 Struktur Umum Simulasi Virtual Laboratory

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    21/54

    21

    2.6 Model Pembelajaran Konvensional

    Model pembelajaran konvensional mengacu pada teori behavioristik, di mana guru

    berperan sebagai pusat informasi (teacher centered). Menurut teori behavioristik belajar

    adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan

    respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal

    kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara

    stimulus dan respon. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang

    berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Factor lain yang juga

    dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah factor penguatan (reinforcement).

    Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons (Budiningsih, 2005).

    Burrowes (dalam Warpala, 2007) menyampaikan pembelajaran konvensional

    menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk

    merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan

    sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut

    dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran

    berpusat pada guru, (2) terjadipasive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) ada

    kelompok-kelompok kecil, tetapi bukan kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis.

    Secara umum, langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik

    yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya (dalam Budiningsih, 2005) dapat digunakan

    dalam merancang pembelajaran. Langkh-langkah tersebut meliputi: (1) menentukan tujuan-

    tujuan pembelajaran, (2) menganalisis lngkungan kelas yang ada saat ini termasuk

    mengidentifikasi pengetahuan awal siswa, (3) menentukan materi pembelajaran.(4) memecah

    materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokuk bahasan,

    topik, dan lain sebagainya, (5) menyajikan materi pembelajaran (6) memberikan stimulus,

    dapat berupa: pertanyaan baik lisan maupun tertulis, tes/kuis, latihan, atau tugas-tugas, (7)

    mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa, (8) memberikan

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    22/54

    22

    penguatan/reinforcement, (9) memberikan stimulus baru, (10) mengamati dan mengkaji

    respons yang diberikan siswa, (11) memberikan penguatan lanjutan atau hukuman, (12)

    evaluasi hasil belajar.

    2.7 Prestasi Belajar

    Prestasi balajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang

    dikembangkan melalui mata pelajaran yang lazimnya ditunjukan dengan nilai yang diberikan

    oleh guru. Gunarso (dalam Sunarto, 2012) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah

    usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.

    Prestasi dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar, prestasi

    belajar juga merupakan hasil perubahan pencapain siswa dalam ranah kognitif. Fungsi

    prestasi belajar bukan saja untuk mengetahui sejauh mana kemajuan siswa setelah

    menyelesaikan suatu aktivitas, tetapi yang lebih penting adalah sebagai alat untuk memotivasi

    setiap siswa agar lebih giat belajar, baik secara individu maupun kelompok (Djamarah,

    1994).

    Menurut Slameto (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa

    dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi,

    1) faktor jasmani berupa kesehatan dan cacat tubuh, 2) faktor psikologis berupa inteligensi,

    perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan, 3) faktor kelelahan berupa

    kelelahan jasmani kelelahan rohani. Faktor ekstern meliputi faktor keluarga, faktor sekolah,

    dan faktor masayarakat.

    2.8 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan

    Penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini yang bekaitan

    dengan inkuiri terbimbing dan virtual laboratory adalah sebagi berikut:

    1. Penelitian yang dilakukan Suleman et al (2013) Role of Instructional Technology in

    Enhancing Students Educational Attainment in General Science at Elementary Level in

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    23/54

    23

    District Karak (Pakistan) menunjukkan bahwa siswa pada kelompok eksperimental

    yang belajar berbantuan Instructionla Technology cenderung memiliki perhatian dan

    ketertarikan dalam proses belajar dibanding kelompok kontrol yang belajar melalui

    metode konvensional. Instructional Technology yang diterapkan pada penelitian ini

    menunjukkan hasil yang lebih positif dalam meningkatkan prestasi belajar dan motivasi

    siswa pada kelompok eksperimen dibanding kelas control. Penelitian ini berkaitan dengan

    pengaplikasian Instructional Technology dalam proses pembelajaran. Teknologi yang

    diterapkan memberikan dampak positif bagi kelas eksperimen dibanding kelas kontrol.

    Hal ini menunjukkan siswa memiliki etertarikan dan respons positif terhadap

    pengaplikasian media teknologi dalam pembelajarannya. Kedepannya pembelajaran harus

    memanfaatkan media pembelajaran yang lebih kreatif dan tentunya memanfaatkan media

    teknologi untuk meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa.

    2. Tatli dan Ayas (2013) dalam penelitiannya yang berjudul effect of a Virtual Chemistry

    laboratory on students Schievement menyimpulkan bahwa pengembangan dan

    pemanfaatan teknologi laboratorium virtual lebih efektif dalam meningkatkan prestasi

    belajar dan ketrampilan laboratorium siswa dibandingkan proses pembelajaran melalui

    real laboratory. Penelitian ini memanfaatkan media VCL (Virtual Chemistry Laboratory),

    media ini memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran. Hal positif yang dapat diambil

    dari penelitian ini adalah pemanfaatan media virtual laboratory dapat meningkatkan

    prestasi belajar dan lebih efektif disbanding pembelajaran real laboratory. Dalam

    penelitian in juga disampaikan beberapa kelebihan mengenai penggunaan virtual

    laboratory yang cenderung lebih mudah dipahami dan fleksibel dalam pelaksanaannya.

    3. Bajpai (2013) melakukan penelitian yang berjudul Developing Concept in Physics

    Through Virtual Lab Experiment: An Effectiveness Study. Berdasarkan tes pemahaman

    konsep fisika siswa, diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran yang memanfaatkan

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    24/54

    24

    virtual lab lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa dibanding

    pembelajaran melalui real lab. Penelitian ini juga memberikan kejelasan mengenai

    pentingnya memanfaatkan media berbasis teknologi dalam pembelajaran terutama yang

    berkaitan dengan virtual laboratory. Hal tersebut didasarkan pada hasil yang dicapai pada

    penelitian ini. Pemanfaatan virtual laboratory memungkinkan siswa belajar lebih aktif

    dan lebih antusias karena visualisasi dari media ini ditampilkan dengan menarik.

    4. Penelitian yang dilakukan Singh (2013) berjudul Virtual Learning Environment for Next

    Generation in Electronics & Telecommunications Courses menyimpulkan bahwa

    pemanfaatan VLE(Virtual Learning Environment) memberikan hasil yang serupa dengan

    proses pembelajaran konvensional yang harus melakukanfacr to face. Sedangkan melalui

    VLEpembelajaran tidak terbatas ruang dan waktu. Analisa yang dilakukan oleh peneliti

    menunjukkan VLE dapat diterapkan untuk materi yang lebih rumit sekalipun, bahkanakan

    menghasilkan pemahaman siswa yang lebih baik kedepannya. Penelitian ini jelas

    menekankan bahwa pemanfaatan teknologi virtual memang untuk generasi kedepan yang

    tentunya memerlukan literasi sains dan teknologi.

    5. Bakar et al (2013) dalam penelitiannya yang berjudul An Effective Virtual Laboratory

    Approach for Chemistry kesimpulan dari penelitian ini ialah pemanfaatana virtual

    laboratory dalam sangat dianjurkan karena ditemukan bahwa siswa yang belajar

    menggunakan virtual laboratory memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa

    yang belajar memalui metode konvensional. Penelitian ini memberikan gamabaran

    bagaimana pemanfaatan virtual laboratory secara efektif meningkatkan prestasi belajar

    siswa. hal ini kembali berkaitan dengan kertertarikan dan kelebihan yang dimiliki

    pembelajaran yang memanfaatkan media virtual laboratory. Pada era globalisasi seperti

    ini pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran bukan merupakan hal yang tabu untuk

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    25/54

    25

    dilaksanakan, melainkan merupakan sebuah solusi dan keharusan dalam upaya

    peningkatan prestasi belajar siswa.

    6. Penelitian yang dilakukan Wijaya (2013) berjudul Pengaruh Model Pembelajaran

    Inkuiri Berbantuan Virtual Laboratory terhadap Pemahaman Konsep Fisika Siswa Kelas

    VIII SMP Negeri I Negara Tahun Ajaran 2012/2013. Berdasarkan hasil penelitian ini,

    dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri berbantuan virtual

    laboratory didalam pembelajaran fisika sangat efektif dalam meningkatkan pemahaman

    konsep fisika dibanding model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran

    konvensional. Siswa dalam kelompok eksperimen yang belajar berbantuan virtual

    laboratory menunjukkan hal yang positif dibanding MPI dan MPK. Hal ini

    menunjukkan pemanfaatan virtual laboratory dalam pembelajaran bisa dijadikan solusi

    kedepannya dan dapat merubah paradigm pembelajaran kea rah student centered terlebih

    lagi pemanfaatan media pembelajaran dalam bentuk teknologi dapat meningkatkan

    literasi siswa di bidang teknologi.

    7. Mattehew dan Kenneth (2013) dalam penelitiannya memperoleh kesimpulan bahwa siswa

    yang belajar dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing memliki skor prestasi belajar

    lebih baik dibanding siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional.

    Penelitian yang dilakukan Mattehew dan Kenneth (2013) berkaitan tentang inkuiri

    terbimbing. Inkuiri terbimbing memberikan dampak yang positif terhadap kelompok

    eksperimen dibanding kelompok kontrol. Hal ini mengindikasikan siswa yang belajar

    secara discovery dapat membentuk pengetahuannya sendiri melalui proses discovery itu

    sendiri.

    8. Penelitian yang dilakukan oleh Suardana (2012) pada siswa kelas VIIIc SMP Negeri 1

    Amlapura tahun pelajaran 2011/2012 menunjukkan bahwa penerapan model

    pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    26/54

    26

    IPA (Fisika). Suardana (2012) melakuakn penelitian terhadap siswa kelas VIII SMP

    Negeri 3 Singaraja tahun pelajaran 2011/2012. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa

    terdapat perbedaan yang signifikan dari pemahaman konsep sains antara siswa yang

    belajar dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing bermuatan local genius, siswa

    yang belajar dengan model model pembelajaran inkuiri terbimbing, dan siswa yang

    belajar dengan model pembelajaran reguler. Pemahaman konsep siswa yang belajar

    melalui model pembelajaran reguler menunjukan hasil paling rendah dibandingkan

    dengan pemahaman konsep siswa yang belajar dengan model pembelajaran inkuiri

    terbimbing bermuatan local genius dan inkuiri terbimbing.

    2.9 Kerangka Berpikir

    Pendidikan adalah cerminan kekuatan suatu bangsa, bangsa yang maju selalu

    mengutamakan pendidikan warga negaranya. Melalui pendidikan suatu bangsa dapat

    mengembangkan berbagai sektor yang dibutuhkan dalam kelangsungan bangsa baik itu

    teknologi, ekonomi, industri dan lain sebagainya. Pendidikan mempersiapkan sumber daya

    manusia untuk bersaing dan menjalankan kehidupan dengan baik karena pendidikan sendiri

    bukan hanya berkaitan dengan kecerdasan secara integensi tapi juga bagaimana membentuk

    sikap dan moral dari pebelajar.

    Globalisasi menuntut sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di

    bidang sains dan teknologi. Namun, pendidikan Indonesia tampaknya masih banyak

    tertinggal dengan negara-negara maju di dunia. Kurang mampunya sistem pendidikan

    Indonesia untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas ditenggarai

    diakibatkan oleh sistem pembelajaran yang diterapkan belum menyentuh hakikat pendidikan

    sains yang mementingkan proses guna mencapai suatu produk atau hasil dari pembelajaran

    tersebut.

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    27/54

    27

    Pemerintah Indonesia sendiri telah merancang beberapa kebijakan yang ditujukan

    untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia baik dari pembaharuan kurikulum

    hingga saat ini kurikulum terbaru kurikulum 2013, meningkatkan profesionalisme guru

    melalui program sertifikasi, hingga pembenahan sarana prasarana dan pemerataan

    pendidikan. Namun, segala upaya yang telah dilakukan pemerintah belum sepenuhnya

    membuahkan hasil maksimal. Kesenjangan itu terjadi mulai dari pendidikan di tingkat dasar

    hingga perguruan tinggi yang memang belum maksimal dalam mengelola dan menjalankan

    proses pendidikannya.

    Guru sebagai fasilitator memegang peranan penting dalam proses pembelajaran.

    Sebagai penentu alur dalam proses pendidikan di dalam kelas, guru bertanggung jawab

    langsung terhadap kualitas pembelajaran di dalam kelas. Namun, fakta dilapangan masih

    terdapat proses pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) dimana, dalam

    menjalankan proses pembelajaran dikelas guru mengajar melalui metode ceramah tanpa

    memperhatikan karakteristik pebelajar itu sendiri. Guru kurang melibatkan siswa dalam

    proses pembelajaran. Hal ini berakibat siswa hanya menerima stimulus langsung dari guru,

    padahal hendaknya guru memfasilitasi siswa dalam pengembangan pengetahuannya sendiri

    dan bukan hanya memberikan informasi secara langsung sepanjang pembelajaran dikelas.

    Metode dan model pembelajaran yang selama ini digunakan belum mampu

    melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Faham konstruktivistik diharapkan

    mampu memberikan penjelasan bagaimana seharusnya pembelajaran itu dilakukan. Faham

    konstruktivistik sendiri merupakan suatu faham dimana menganggap pebelajar adalah subjek

    dari proses pembelajaran itu sendiri, pebelajar membentuk konstruksi pengetahuannya sendiri

    dari pengetahuan awal yang mereka miliki.

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    28/54

    28

    Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan hakikat sains

    yaitu sains adalah proses dan produk. Proses yang dimaksud adalah konstruksi pengetahuan

    pembelajar dibentuk melalui proses sains yang melibatkan penemuan atau eksperimen.

    Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang dalam prosesnya melibatkan siswa

    secara utuh (student centered), guru disini bertugas sebagai fasilitator. Namun, dalam

    praktiknya masih terdapat berbagai kendala dalam proses pembelajaran menggunakan model

    pembelajaran inkuiri yaitu: (1) proses memerlukan waktu yang panjang, (2) ketersediaan alat

    laboratorium yang kurang memadai, (3) terkadang alat-alat di laboratorium kurang mampu

    merepresentasikan beberapa marteri dalam fisika sehingga siswa sulit untuk memahaminya,

    (4) ekperimen yang dilakukan di laboratorium kurang fleksibel karena pelaksanaannya pada

    jam tertentu dan di sekolah.

    Pembelajaran dapat lebih efektif, efisien, menarik dan interaktif apabila difasilitasi

    dengan media pembelajaran. Media pembelajaran sendiri banyak memanfaatkan beragam

    teknologi yang dikenal sebagai teknologi pendidikan. Salah satu bentuk teknologi yang

    memiliki kesesuaian dengan teori discovery learning adalah laboratorium virtual (virtual

    laboratory). Model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory berarti

    dalam proses inkuiri terbimbing akan diterapkan suatu media pembelajaran berupa virtual

    laboratory. Model pembelajaran yang dikombinasikan dengan media elektronik ini diprediksi

    akan meningkatkan prestasi belajar fisika siswa, mengingat keunggulan dari inkuiri

    terbimbing dan laboratorim virtual yang disampaikan sebelumnya.

    Virtual laboratory memiliki beberapa kelebihan dibanding pembelajaran real lab

    maupun model pembelajaran konvensional. Virtual laboratory cenderung lebih fleksibel

    dalam penggunaannya. Terlebih lagi siswa lebih antusias dalam pembelajaran yang

    melibatkan teknologi didalamnya, seperti penggunaan simulasi maupun media pembelajaran

    berbasis teknologi lainnya. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti hendak meneliti pengaruh

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    29/54

    29

    model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory terhadap prestasi

    belajar siswa.

    2.10 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini yaitu terdapat perbedaan prestasi belajar

    fisika antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing

    berbantuan virtual laboratory, siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran inkuiri

    terbimbing dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.

    Gambar 2.2 Diagram Alir Kerangka Berpikir

    1.Siswa menerima

    pengetahuan dari guru atau

    orang lain

    2. Pembelajaran bersifat

    teoretis & abstrak3. Teacher centered

    4. Guru sebagai sumber

    informasi

    5.Siswa pasif dalam

    pembelajaran

    6. Suasana belajarsangat

    membosankan

    7.Ceramah, diskusi

    Pembelajaran Fisika di Sekolah

    Paradi ma tradisional Paradigma Konstruktivis

    MPK MPIT+VL

    1. Siswa membangun

    oengetahuannya secara

    mandiri

    2. Pembelajaran lebih nyata

    dengan melibatkan siswadalam penemuan

    3. Student centered

    4. Guru sebagai fasilitator

    dan mediator

    5. Siswa aktif dalam

    pembelajaran

    6. Suasana belajar

    menyenangkan

    7. Discover

    Prestasi Belajar Fisiska

    Virtual

    laboratory

    pada

    pembelajaran

    MPIT

    Fleksibel dan

    lingkungan belajar

    lebih terbuka

    Pembelajaran lebih

    menarik

    Cenderung Negatif Cenderung Positif

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    30/54

    30

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1 Jenis Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment). Desain ini

    mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol

    variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2013).

    3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

    3.2.1 Populasi

    Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai

    kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

    kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah

    seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Singaraja tahun 2013/2014. Kelas VIII SMP Negeri 1

    Singaraja terdiri dari 10 kelas yaitu kelas VIIIA1, VIIIA

    2, VIIIA

    3, VIIIA

    4, VIIIA

    5, VIIIA

    6,

    VIIIA7, VIIIA

    8, VIIIA

    9dan VIIIA

    10. Dari 10 kelas yang ada hanya 8 kelas yang dirandom

    karena dua kelas merupakan kelas unggulan yaitu kelas VIIIA1

    dan VIIIA10

    . Jumlah

    keseluruhan populasi disajikan pada Tabel 3.1.

    Tabel 3.1 Distribusi Sumber Populasi Penelitian

    No. Sumber Populasi Jumlah Siswa

    1 Kelas VIIIA2

    24

    2 Kelas VIIIA 24

    3 Kelas VIIIA 24

    4 Kelas VIIIA 24

    5 Kelas VIIIA 24

    6 Kelas VIIIA7

    24

    7 Kelas VIIIA 24

    8 Kelas VIIIA 24

    Total 192

    (Sumber: SMP Negeri 1 Singaraja, 2013)

    3.2.2 Sampel

    Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

    tersebut (Sugiyono, 2013). Pemilihan sampel yang digunakan sebagai kelas eksperimen dan

    kelas kontrol dilakukan dengan cara group random sampling. Teknik ini digunakan sebagai

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    31/54

    31

    teknik pengambilan sampel karena individu-individu pada populasi telah terdistribusi ke

    dalam kelas-kelas sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pengacakan terhadap

    individu-individu dalam populasi. Teknik group random samplingjuga memberikan peluang

    yang sama bagi seluruh anggota populasi untuk menjadi sampel.

    Teknik random sampling dilakukan dengan cara manual yaitu dengan sistem undian.

    Cara pengambilan kelas sampel dalam sistem undian tersebut adalah ketiga kelas yang

    muncul dalam undian langsung dijadikan kelas sampel. Ketiga kelas tersebut akan dirandom

    lagi untuk menentukan satu kelas kontrol dan dua kelas eksperimen. Ketiga kelas yang telah

    terpilih dari proses random pertama kemudian dirandom kembali untuk menentukan kelas

    yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory

    (MPIT+VL), model pembelajaran inkuiri terbimbing (MPIT) dan kelas yang menggunakan

    model pembelajaran konvensional (MPK). Berdasarkan hasil pengundian diperoleh sampel

    untuk masing-masing perlakuan seperti Tabel 3.2

    Tabel 3.2 Sampel Penelitian pada Masing-masing Perlakuan

    Model Pembelajaran Kelas Jumlah

    siswa

    MPIT+VL VIII A 24

    MPIT VIII A 24

    MPK VIII A 24

    Total sampel 72

    3.3 Desain Penelitian

    Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam merencanakan dan

    melaksanakan percobaan. Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan

    eksperimen one way pretest-posttest nonequivalent control group design yang ditunjukkan

    pada Gambar 3.1.

    (Diadaptasi dari Sugiyono, 2013)

    Gambar 3.1 Rancangan eksperimen one way pretest-postttest

    nonequivalent control group design

    O5 X3 O6

    O3 X2 O4

    O1 X1 O2

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    32/54

    32

    Keterangan:

    O1, O3, O5 : Pengamatan awal pada kelas eksperimen dab kelas kontrol

    sebelum perlakuan

    O2, O4, O6 : Pengamatan akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

    setelah diberi perlakuan.

    X1 : Kelompok eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran

    inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory

    X2 : Kelompok eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran

    inkuiri terbimbing

    X3 : Kelompok kontrol diberi perlakuan model pembelajaran

    konvensional.

    3.4 Variabel Penelitian

    Variabel yang diselidiki dalam penelitian ini adalah pengaruh variabel bebas

    (independent) terhadap satu variabel terikat (dependent). Terdapat tiga variabel dalam

    penelitian ini, yaitu variabel bebas (independent), variabel terikat (dependent), dan variabel

    kontrol. Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran yang meliputi tiga

    dimensi, yaitu model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory, model

    pembelajaran inkuiri terbimbing, dan model pembelajaran konvensional. Variabel terikat

    yang diteliti pada penelitian ini adalah prestasi belajar fisika siswa. Sementara yang menjadi

    variabel kontrol dalam penelitian ini adalah prestasi belajar awal siswa. Hubungan antar

    variabel tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.2.

    Gambar 3.2 Hubungan antara variabel-variabel penelitian

    Prestas Belajar Siswa

    Prestasi Belajar Awal

    SiswaModel Pembelajaran:

    1. Model Pembelajaran Inkuiri

    Terbimbing Berbantuan Virtual

    Laboratory2. Model Pembelajaran Inkuiri

    Terbimbing

    3. Model Pembelajaran Konvensional

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    33/54

    33

    3.5 Prosedur Penelitian

    Tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan pada penelitian ini, dapat dipaparkan

    sebagai berikut.

    Tabel 3.3 Prosedur PenelitianNo Tahapan Uraian kegiatan

    1 Orientasi 1) Mengadakan penjajagan ke SMP Negeri 1 Singaraja

    sekaligus minta izin kepada kepala sekolah untuk

    mengadakan penelitian di sekolah tersebut.

    2) Melakukan koordinasi dengan guru fisika kelas VIII untuk

    mengetahui karakteristik siswa.

    3) Meminta silabus yang digunakan di sekolah tersebut.

    2 Merancang

    instrumen

    penelitian

    1) Mempersiapkan instrumen penelitianpre-testdanpost-test

    sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan.

    2) Validasi pada instrumen penelitian dilakukan dengan uji

    validitas isi dan uji coba instrumen.

    3) Mengadakan konsultasi dengan ahli (dosen pembimbing)

    berkaitan dengan instrumen yang telah dibuat.

    3 Observasi awal 1) Mengadakan penarikan sampel dengan teknik simple

    random sampling dari populasi yang telah ditentukan

    hingga diperoleh sampel yang terdiri atas dua kelas yaitu

    satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol.

    2) Mengobservasi kegiatan belajar mengajar di kelas yang

    dijadikan kelas kontrol dan kelas eksperimen.

    4 Uji coba instrumen 1) Melaksanakan uji coba instrumen penelitian di SMP

    Negeri 1 Singaraja.

    5 Revisi instrumen 1) Menganalisis hasil uji coba instrumen.

    2) Melaksanakan bimbingan dengan dosen pembimbing

    terkait dengan hasil uji coba instrumen.

    3) Melakukan revisi terhadap instrumen, berdasarkan

    masukan dari dosen pembimbing.

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    34/54

    34

    No Tahapan Uraian kegiatan

    7 Merancang

    perangkat

    pembelajaran

    1) Membuat RPP dan LKS berdasarkan langkah-langkah dari

    masing-masing strategi pembelajaran.

    2) Melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing terkait

    dengan perangkat pembelajaran yang telah dirancang.

    8 Mengadakan tes

    awal (pre-test)

    1) Mengadakan observasi dan tes awal (pretest) pada kelas

    kontrol maupun pada kelas eksperimen. Pemberian tes

    awal ini bertujuan untuk mengetahui prestasi belajar fisika

    siswa sebelum mendapat perlakuan.

    2) Tes awal yang diberikan berupa tes prestasi belajar fisika

    yang berupa 20 butir tes pilihan ganda diperluas.

    9 Memberikan

    perlakuan

    1) Menerapkan model pembelajaran pada setiap kelas

    eksperimen dan kontrol.

    9 Mengadakan tes

    akhir (post-test)

    1) Mengadakan observasi dan tes akhir (posttest)pada kelas

    kontrol maupun pada kelas eksperimen. Pemberian tes

    akhir ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi

    pembelajaran peta konsep terhadap prestasi belajar fisika

    siswa.

    2) Tes akhir (posttest) yang diberikan sama dengan soal pada

    tes awal (pretest).

    10 Analisis data dan

    pengujian hipotesis

    1) Menganalisis data hasil penelitian.

    2) Menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

    3) Melakukan bimbingan dengan dosen terkait dengan hasil

    analisis data.

    11 Penyelesaian

    Laporan (Skripsi)

    1) Melakukan pembahasan dan membuat simpulan serta saran

    untuk melengkapi laporan (skripsi).

    2) Melakukan bimbingan dengan dosen mulai dari BAB I s/d

    BAB V dan lampiran skripsi.

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    35/54

    35

    3.6 Perlakuan Penelitian

    Penelitian ini melibatkan tiga kelompok belajar, yaitu dua kelas eksperimen dan satu

    kelas kontrol. Kelas eksperimen, satu kelas diberikan perlakuan model pembelajaran inkuiri

    terbimbing berbantuan virtual laboratory dan satu kelas diberikan perlakuan model

    pembelajaran inkuiri terbimbing. Kelas kontrol diterapkan model pembelajaran konvensional.

    Rancangan materi dan alokasi waktu perlakuan untuk kelompok eksperimen dan kelompok

    kontrol disajikan pada Tabel 3.4

    Tabel 3.4 Rancangan Materi dan Alokasi Waktu Perlakuan

    Masing-masing Perlakuan

    No Materi Indikator Alokasi

    Waktu

    1 Getaran dan

    gelombang

    1. Mendeskripsikan pengertian getaran 2 kali

    pertemuan

    6 40

    menit)

    2. Mengidentifikasi berbagai contoh getaran dalam kehidupan

    sehari hari.

    3. Menentukan periode dan frekuensi suatu getaran

    4. Menentukan hubungan antara periode dan frekuensi

    5. Menjelaskan pengertian gelombang dan sifat-sifat

    gelombang

    6. Membedakan karakteristik antara gelombang transversal

    dengan gelombang longitudinal serta contohnya dalam

    kehidupan sehari-hari.

    2 Cahaya 1. Mengidentifikasi penyebab timbulnya bunyi dan

    karakteristik gelombang bunyi

    3 kali

    pertemuan

    (12 40

    menit)

    2. Mendeskripsikan jenis bunyi berdasarkan frekuensinya

    yaitu infrasonik, audiosonik, ultrasonik.

    3. Menjelaskan pengertian resonansi

    4. Menunjukkan gejala resonansi dalam kehidupan sehari-hari

    5. Mendeskripsikan pengertian cepat rambat gelombang

    bunyi.

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    36/54

    36

    No Materi Indikator Alokasi

    Waktu

    6. Membedakan cepat rambat bunyi dengan cahaya

    7. Menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi cepat

    rambat bunyi.

    8. Menjelaskan terjadinya pemantulan bunyi

    9. mengidentifikasi jenis-jenis pemantulan bunyi, dampaknya

    dalam kehidupan sehari-hari beserta pemanfaatannya

    3.7 Perangkat Pembelajaran

    Penelitian ini menggunakan perangkat pembelajaran yang berupa Rencana

    Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). RPP dan LKS

    dikembangkan dari silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). RPP dan LKS

    disusun untuk masing-masing model pembelajaran yang digunakan.

    3.7.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

    Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan dalam penelitian ini

    merupakan perwujudan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual

    laboratory (MPIT+VL), model pembelajaran inkuiri (MPIT), dan model pembelajaran

    konvensional (MPK). Secara umum langkah-langkah yang ditempuh dalam mengembangkan

    RPP adalah: (1) menganalisis materi pelajaran, (2) menetapkan standar kompetensi, (3)

    menetapkan kompetensi dasar, (4) menetapkan indikator pembelajaran, (5) menetapkan

    materi pelajaran, (6) merancang kegiatan pembelajaran, dan (7) menyusun alat evaluasi

    pembelajaran untuk mengukur pencapaian indikator pembelajaran.

    3.7.2 Lembar Kerja Siswa

    Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam penelitian ini digunakan untuk memfasilitasi

    Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diterapkan. LKS ini dikembangkan

    berdasarkan RPP untuk masing-masing model pembelajaran.

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    37/54

    37

    3.8 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

    Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti di dalam mengumpulkan

    data. Instrument penelitian digunakan untuk mengukur nilai variable yang diteliti (Sugiyono,

    2013). Instrumen yang digunakan adalah tes prestasi belajar fisika siswa. Tes prestasi belajar

    yang digunakan pada saat pre-test dan pos-ttest adalah sama. Skor minimal dari masing-

    masing butir tes prestasi belajar adalah 0 (nol) dan skor maksimalnya adalah 4. Prosedur

    pengembangan tes prestasi belajar, yaitu: (1) mengidentifikasi standard kompetensi, (2)

    menidentifikasi kompetensi dasar, (3) merumuskan indikator pembelajaran yang harus

    dicapai berdasarkan kompetensi dasar, (4) menyususn secara terpadu kisi-kisi tes prestasi

    belajar, (5) menentukan criteria penilaian, (6) penulisan butir-butir tes, (7) uji ahli, (8) uji

    lapangan, (9) analisis hasil uji lapangan, (10) revisis butir-butir tes, (11) finalisasi instrument.

    Tes prestasi belajar yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa tes pilihan ganda

    diperluas. Penggunaan tes pilihan ganda diperluas menuntut siswa berpikir tentang alasan

    mengapa memilih jawaban benar (Santyasa, 2006). Jumlah butir soal yang digunakan adalah

    20 butir dari 30 butir soal yang diuji cobakan. Kriteria penilaian tes prestasi belajar tipe

    pilihan ganda diperluas menggunakan rubrik dengan rentangan skor 0-4 yang disajikan pada

    Tabel 3.5.

    Tabel 3.5 Rubrik asesmen extended respon tipe pilihan ganda diperluas

    Skor Kriteria

    4 Menjawab benar, menunjukkan alasan yang benar disertai bukti-bukti,

    prinsip, formula, atau perhitungan

    3 Menjawab benar dan menunjukkan alasan yang benar, namun kurang

    lengkap2 Menjawab benar, tetapi tidak menunjukkan alasan, atau menunjukkan

    alasan yang salah atau miskonsepsi

    1 Menjawab, tetapi salah atau miskonsepsi

    0 Tidak menjawab

    (Santyasa, 2006)

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    38/54

    38

    Teknik pengumpulan data menggunakan tes prestasi belajar fisika. Data prestasi

    belajar awal diperoleh dengan menggunakan pretest. Data prestasi belajar setelah siswa

    mendapatkan perlakuan untuk kelas kontrol dan eksperimen diperoleh dengan menggunakan

    posttest. Skor hasilpretestmerupakan prestasi belajar awal siswa sebelum pembelajaran dan

    skor hasil posttestberupa prestasi belajar siswa setelah mendapat perlakuan. Tes yang

    digunakan pada saat pretest dan posttest adalah tes yang sama. Instrumen dan teknik

    pengumpulan data yang meliputi jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data,

    instrumen, validitas instrumen, dan waktu penyebaran instrumen disajikan pada Tabel 3.6.

    Tabel 3.6 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

    No. Jenis DataSumber

    Data

    Teknik

    Pengump

    ulan Data

    InstrumenValiditas

    InstrumenWaktu

    1 Skor Hasil

    Tes Prestasi

    belajar awal

    siswa

    Siswa Tes Tes

    prestasi

    belajar

    Validitas isi,

    konsistensi

    internal

    butir,

    reliabilitas,

    daya beda,

    tingkat

    kesukaran.

    Sebelum

    perlakuan

    2 Skor Hasil

    Tes Prestasi

    belajar siswa

    Siswa Tes Tes

    prestasi

    belajar

    Validitas isi,

    konsistensi

    internal

    butir,

    reliabilitas,

    daya beda,

    tingkat

    kesukaran.

    Setelah

    perlakuan

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    39/54

    39

    3.9 Validasi Perangkat Pembelajaran dan Uji Coba Instrumen Penelitian

    Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini berupa tes

    prestasi belajar. Arikunto (2009) menyatakan semua jenis instrumen sebelum digunakan

    perlu diyakinkan bahwa memang sudah baik sehingga apabila digunakan untuk

    mengumpulkan data akan menghasilkan data yang betul. Itulah sebabnya sebelum digunakan

    instrumen harus diujicobakan.

    Instrumen evaluasi harus diuji coba, dan bila perlu harus diuji coba beberapa kali,

    agar persyaratan validitas, reliabilitas, dan persyaratan instrumen lainnya dapat dipenuhi

    dengan baik (Candiasa, 2010). Oleh karena itu, instrumen yang digunakan untuk

    mengumpulkan data dalam penelitian ini diujicobakan terlebih dahulu. Pengujian terhadap

    instrumen penelitian meliputi uji validitas isi, uji konsistensi internal butir, realibilitas tes,

    daya beda butir, dan tingkat kesukaran butir.

    Perangkat pembelajaran yang meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan

    Lembar Kerja Siswa (LKS) juga divalidasi. Rancangan perangkat pembelajaran berbeda

    untuk masing-masing kelas karena masing-masing kelas mendapatkan perlakuan model

    pembelajaran yang berbeda.

    3.9.1 Validitas Isi Perangkat Pembelajaran

    Menurut Candiasa (2010) validitas isi menyangkut isi dan format instrumen.

    Pertanyaan yang mesti terjawab dari konsep validitas isi antara lain: 1) seberapa ketepatan

    instrument, 2) apakah instrument sudah mengukur variabel yang akan diukur, 3) seberapa

    ketepatan butir tes mewakili sampel materi, dan 4) sebarapa ketepatan format instrumen.

    Langkah yang dilakukan dalam menguji validitas isi perangkat pembelajaran adalah

    dengan mempertimbangkan dua orang ahli isi yaitu dua orang dosen pembimbing pada

    bidang studi yang sama yang memiliki kualifikasi dan pengalaman kerja yang cukup.

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    40/54

    40

    Pertimbangan ahli isi dianggap telah refresentatif sebagai dasar pertimbangan untuk

    memutuskan bahwa RPP dan LKS yang dikembangkan telah memenuhi validitas isi. Proses

    validasi perangkat pembelajaran dilakukan melalui konsultasi dengan dosen pembimbing.

    Hasil bimbingan yang berupa masukan-masukan baik dari segi kedalaman isi, sistematika

    penulisan, maupun tata bahasa selanjutnya direvisi agar layak digunakan.

    3.9.2 Validitas Isi Instrumen Penelitian

    Validitas isi artinya kejituan daripa suatu tes ditinjau dari isi tes tersebut. Suatu tes

    dikatakan valid, apabila materi tes tersebut merupakan bahan-bahan yang representative

    terhadap terghadap bahan-bahan yang diberikan (Nurkancana & Sunartana, 1990). Validitas

    isi ditegakkan pada langkah telaah dan revisi butir pertanyaan atau butir pernyataan,

    berdasarkan pendapat profesional (professional judgment) para penelaah.

    Penelaah sebagai ahli isi dan ahli desain instrumen dalam penelitian ini adalah dua

    orang dosen pembimbing. Pertimbangan-pertimbangan yang diberikan oleh penelaah

    dianggap telah refresentatif sebagai dasar pertimbangan untuk memutuskan bahwa instrumen

    tes prestasi belajar yang dikembangkan telah memenuhi validitas isi.

    Proses validasi instrumen tes prestasi belajar adalah sebagai berikut. (1) Instrumen

    yang telah dirancang dikonsultasikan dengan dosen pembimbing yang ditunjuk. (2) Hasil

    bimbingan yang berupa masukan-masukan baik dari segi kedalaman isi, sistematika

    penulisan, maupun tata bahasa selanjutnya direvisi. (3) Hasil revisian kemudian

    dikonsultasikan kembali sampai instrumen penelitian yang dimaksud layak digunakan

    sebagai uji coba.

    3.9.3 Indeks Daya Beda

    Indeks daya beda butir diperlukan untuk mengetahui apakah tes yang dipergunakan

    mampu membedakan siswa yang memang bisa menjawab soal dengan baik dan yang tidak

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    41/54

    41

    bisa menjawab. Persamaan yang dipakai untuk menghitung indeks daya beda butir (Santyasa,

    2005) adalah sebagai berikut.

    minmax ScoreScoreN

    LHIDB

    dengan:

    H = jumlah skor kelompok atas (KA),

    L = jumlah skor kelompok bawah (KB),

    N = jumlah respon pada KA dan KB,

    Scoremax = skor tertinggi butir,

    Scoremin = skor terendah butir.

    Rentangan IDB yang dapat dijadikan acuan (Santyasa, 2005) adalah sebagai berikut.

    a) 0,00 < IDB 0,20berarti sangat rendah,

    b) 0,20 < IDB 0,40 berarti rendah,

    c) 0,40 < IDB 0,60 berarti sedang,

    d) 0,60 < IDB 0,80 berarti tinggi,

    e) 0,80 < IDB 1,00berarti sangat tinggi.

    Item tes yang memungkinkan untuk tes standar dan dapat digunakan dalam penelitian

    ini adalah item tes yang mempunyai IDB > 0,20 (Santyasa, 2005).

    3.9.4 Indeks Kesukaran Butir

    Indeks kesukaran butir menyatakan tingkat kesukaran dari tiap-tiap butir soal dilihat

    dari jumlah responden yang menjawab dengan benar dan salah. IKB dihitung dengan

    persamaan (Santyasa, 2005) sebagai berikut.

    minmax

    min

    2

    2

    ScoreScoreN

    ScoreNLHIKB

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    42/54

    42

    dengan:

    H = jumlah skor kelompok atas (KA),

    L = jumlah skor kelompok bawah (KB),

    N = jumlah respon pada KA dan KB,

    Scoremax = skor tertinggi butir,

    Scoremin = skor terendah butir.

    Rentangan IKB yang dapat dijadikan acuan (Santyasa, 2005) adalah sebagai berikut.

    a) 0,00 < IKB 0,20berarti sangat sukar,

    b) 0,20 < IKB 0,40 berarti sukar,

    c) 0,40 < IKB 0,60 berarti sedang,

    d) 0,60 < IKB 0,80 berarti mudah,

    e) 0,80 < IKB 1,00berarti sangat mudah.

    Secara umum, butir yang ditoleransi sebagai tes standar adalah yang memiliki 0,30 IKB

    0,70 (Santyasa, 2005).

    Derajat kesukaran tes adalah kemampuan tes tersebut dalam menjaring banyaknya

    subyek peserta tes yang dapat menjawab dengan benar. Soal yang baik adalah soal yang tidak

    terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Persamaan yang digunakan untuk menentukan tingkat

    kesukaran butir untuk tes politomi yaitu sebagai berikut (Candiasa, 2010).

    in

    max min

    (2 )

    2 ( )

    H L N SIKB

    N S S

    Keterangan:

    H = jumlah skor kelompok atas (KA)

    L = jumlah skor kelompok bawah (KB)

    N = banyak peserta tes

    Smax = skor tertinggi butir

    Smin = skor terendah butir

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    43/54

    43

    Penggolongan tingkat kesukaran soal setelah dilakukan analisis dengan persamaan

    yaitu IKB = 0,00 0,30 maka butir tergolong sukar; 0,31 0,70 maka butir tergolong sedang;

    0,71 1,00 maka butir tergolong mudah. Butir dengan rentangan indeks kesukaran 0,3

    sampai dengan 0,7 ditolerir sebagai butir tes yang patut dipilih (Candiasa, 2010).

    3.9.5 Konsistensi Internal Butir

    Konsistensi butir berkenaan dengan tingkatan atau derajat yang menunjukkan

    seberapa jauh butir dapat mengukur secara konsisten apa yang seharusnya diukur. Suatu item

    dikatakan konsisten apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total.

    Kesejajaran antara konsistensi internal dengan skor total dapat diartikan sebagai korelasi

    sehingga untuk mengetahui konsistensi internal digunakan rumus korelasi (Arikunto, 2005).

    Indeks korelasi butir total dapat dihitung dengan formulaproduct moment dengan persamaan

    sebagai berikut (Candiasa, 2010).

    2222))((

    YYNXXN

    YXXYNrxy

    Keterangan:

    rxy = indeks korelasi butir-total

    N = jumlah sampel

    X = skor butir

    Y = skor total

    Klasifikasi yang digunakan sebagai dasar pengujian konsistensi internal pada butir tes

    yaitu indeks korelasi (rxy) dibandingkan dengan harga rtabel dengan taraf signifikan 5%. Jika rxy

    > rtabel maka terdapat korelasi yang signifikan antara skor butir dengan skor total yang artinya

    butir bersangkutan dinyatakan valid.

    3.9.6 Konsistensi Internal Tes (Reliabilitas)

    Tes dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan

    berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    44/54

    44

    ketepatan. Reliabilitas tes ditentukan menggunakan persamaanAlpha Cronbach yaitu sebagai

    berikut (Candiasa, 2010).

    2

    11 21

    ( 1)

    i

    t

    nr

    n

    dimana

    22

    2

    ( 1)b

    k X X

    k k

    dan

    22

    2

    ( 1)t

    k Y Y

    k k

    Keterangan:

    2

    i : jumlah varians skor tiap-tiap butir

    2

    t : varians total

    n : jumlah butir yang valid

    X : skor butir Y : skor total

    k : jumlah responden

    Sebagai kriteria derajat reliabilitas tes dapat digunakan kriteria yang dibuat oleh

    Guilford (dalam Candiasa, 2010) sebagai berikut. 1) r11 0,20 derajat reliabilitas sangat

    rendah; 2) 0,20 r11 0,40 derajat reliabilitas rendah; 3) 0,40 r11 0,60 derajat reliabilitas

    sedang; 4) 0,60 r11 0,80 derajat reliabilitas tinggi; 5) 0,80 r11 1,00 derajat reliabilitas

    sangat tinggi. Tes dengan indeks reliabilitas berada pada kategori sedang, tinggi, dan sangat

    tinggi ditoleransi untuk diterima sebagai tes yang relatif baku. Rancangan validasi perangkat

    pembelajaran dan uji coba instrumen penelitian disajikan dalam Tabel 3.7

    Tabel 3.7 Rancangan Validasi Perangkat Pembelajaran dan Uji Coba

    Instrumen Penelitian

    Perangkat

    Pembelajaran

    dan Instrumen

    Penelitian

    Uji Coba Dasar Estimasi

    Rencana

    Pelaksanaan

    Pembelajaran

    (RPP)

    Validitas isi Dua orang dosen pembimbing

    Lembar Kerja

    Siswa (LKS)

    Validitas isi Dua orang dosen pembimbing

    Tes Prestasi

    Belajar

    Validitas isi Dua orang dosen pembimbing

    IndeksDaya Kriteria: IDB > 0,20

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    45/54

    45

    Perangkat

    Pembelajaran

    dan Instrumen

    Penelitian

    Uji Coba Dasar Estimasi

    beda (IDB)

    Indeks

    KesukaranButir (IKB)

    Kriteria: 0,3 IKB 0,7

    Konsistensi

    internal butir

    Membandingkan indeks korelasi

    dengan rtabelReliabilitas Koefisien Alpha Croncbach dengan

    kriteria: 0,40 r 0,1

    3.10 Teknik Analisis Data

    Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu, analisis

    deskriptif dan analisis kovarian (ANAKOVA) satu jalur. Analisis deskriptif digunakan untuk

    menganalisis skor rata-rata dan standar deviasi, sedangkan ANAKOVA digunakan untuk

    menguji hipotesis yang diajukan.

    3.10.1 Teknik Analisis Deskriptif

    Teknik analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan persentase, nilai rata-rata

    dan simpangan baku. Persentase yang dideskripsikan adalah persentase prestasi belajar fisika

    sebelum dan setelah perlakuan. Nilai rata-rata simpangan baku yang dideskripsikan adalah

    nilai rata-rata simpangan baku hasil tes prestasi belajar awal (pretest) dan hasil tes prestasi

    belajar siswa setelah perlakuan (posttest). Nilai rata-rata dan simpangan baku prestasi belajar

    awal dan restasi belajar siswa setelah perlakuan dideskripsikan dengan mengacu pada norma

    absolut skala lima. Nurkancana dan Sunartana (1990) menjelaskan langkah yang ditempuh

    dalam mengkonversikan skor mentah menjadi skor standar dengan menggunakan norma

    skala lima adalah sebagai berikut:

    1. Mencari skor maksimal ideal (SMI) dari tes yang diberikan.

    Skor maksimal ideal adalah skor yang mungkin dicapai apabila semua item dapat

    dijawab dengan benar.

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    46/54

    46

    2. Membuat pedoman konversi.

    Pedoman konversi yang digunakan dalam mengubah skor mentah menjadi skor

    standar dengan norma absolut adalah didasarkan atas tingkat penguasaan terhadap

    bahan yang diberikan. Pedoman konversi yang umum digunakan dalam norma

    absolut skala lima adalah sebagai berikut:

    Tabel 3.8 Pedoman Konversi Norma Absolut Skala Lima Hasil Observasi

    Tingkat

    PenguasaanSkor mentah Skor standar Kualifikasi

    90% - 100% 72 - 80 A Sangat Baik

    80% - 89% 64 - 71 B Baik

    65% - 79% 52 - 63 C Cukup

    55% - 64% 44 - 51 D Kurang

    0% - 54% 0 - 43 E Sangat Kurang

    (diadaptasi dari Nurkancana & Sunartana, 1990)

    3.10.2 Teknik Analisis Kovarian (Anakova)

    Analisis kovarian (ANAKOVA) pada dasarnya sama dengan analisis varian

    (ANAVA), hanya saja dalam model ANAKOVA terdapat variable numeric kovariabel.

    Variable numeric dimasukkan sebagai kovariabel dengan tujuan untuk menurunkan error

    variance, dengan jalan menghilangkan pengaruh variabel tersebut. ANAKOVA merupakan

    kombinasi anatara analisis regresi dengan analisis varian. ANAKOVA mempersyaratkan

    pemenuhan asumsi normalitas sebaran data, homogenitas varians, linieritas dan keberartian

    regresi antara kovariabel dengan variabel terikat (Candiasa, 2011).

    1. Pengujian Normalitas Sebaran Data

    Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data prestasi

    belajar fisika siswa dari kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran

    inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory, model pembelajaran inkuiri

    terbimbing dan model pembelajaran konvensional telah berdistribusi normal.

    Candiasa (2011) menyatakan bahwa normalitas sebaran data mengunakan statistik

    Kolmogorov Testdan Shapiro-Wilks Test. Kriteria pengujian data memiliki sebaran

  • 7/26/2019 Proposal Penelitian Judul Penelitian Pen

    47/54

    47

    distribusi normal jika bilangan signifikansi (sig.) yang dihasilkan lebih besar dari

    taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05.

    2. Uji Homogenitas Varian

    Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data prestasi belajar

    fisika siswa antara kelompok siswa yang belajar dengan model inkuiri terbimbing

    berbantuan virtual laboratory, model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model

    pembelajaran konvensional memiliki varians yang homogen. Candiasa (2011)

    menyatakan bahwa uji homogenitas varians antar kelompok juga digunakan untuk

    meyakinkan bahwa perbedaan yang terjadi pada uji hipotesis benar-benar terjadi

    akibat adanya perbedaan dalam kelompok. Uji homogenit