jtptunimus gdl budisantos 6052 2 bab2

20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Kusta 1. Pengertian Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Micobacterium leprae (M.Leprae). Yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi , selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan bagian atas,sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis ( Amirudin.M.D, 2000 ). Penyakit Kusta adalah penyakit menular menahun dan disebabkan oleh kuman kusta ( Mycobacterium leprae ) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh lain kecuali susunan saraf pusat, untuk mendiagnosanya dengan mencari kelainan- kelainan yang berhubungan dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit ( Depkes, 2005 ). 2. Etiologi Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium Leprae yang ditemukan oleh G.A.Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, secara morfologik berbentuk pleomorf lurus batang panjang, sisi paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 x 1-8 mikron. Basil ini berbentuk batang gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora, dapat tersebar atau dalam berbagai ukuran bentuk kelompok, termasuk massa ireguler besar yang disebut sebagai globi ( Depkes , 2007). Kuman ini hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan Cell)dan sel dari Retikulo Endotelial, waktu pembelahan sangat lama , yaitu 2-3 minggu , diluar tubuh manusia (dalam kondisis tropis )kuman kusta dari sekret nasal dapat bertahan sampai 9 hari (Desikan 1977,dalam Leprosy Medicine in the Tropics Edited by Robert C . Hasting , 1985). Pertumbuhan optimal kuman kusta adalah pada suhu 27º30º C ( Depkes, 2005).

Upload: rika-fitria

Post on 14-Apr-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 1/20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Kusta

1. Pengertian

Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman

Micobacterium leprae (M.Leprae). Yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi ,

selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan bagian atas,sistem

retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis ( Amirudin.M.D, 2000 ).

Penyakit Kusta adalah penyakit menular menahun dan disebabkan oleh kuman

kusta ( Mycobacterium leprae ) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh

lain kecuali susunan saraf pusat, untuk mendiagnosanya dengan mencari kelainan-

kelainan yang berhubungan dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang

tampak pada kulit

( Depkes, 2005 ).

2. Etiologi

Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium Leprae yang ditemukan oleh

G.A.Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, secara morfologik berbentuk pleomorf lurus

batang panjang, sisi paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 x 1-8 mikron.

Basil ini berbentuk batang gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora, dapat

tersebar atau dalam berbagai ukuran bentuk kelompok, termasuk massa ireguler besar

yang disebut sebagai globi ( Depkes , 2007).

Kuman ini hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel

saraf (Schwan Cell)dan sel dari Retikulo Endotelial, waktu pembelahan sangat lama ,

yaitu 2-3 minggu , diluar tubuh manusia (dalam kondisis tropis )kuman kusta dari

sekret nasal dapat bertahan sampai 9 hari (Desikan 1977,dalam Leprosy Medicine in

the Tropics Edited by Robert C. Hasting , 1985). Pertumbuhan optimal kuman kusta

adalah pada suhu 27º30º C ( Depkes, 2005).

Page 2: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 2/20

M.leprae dapat bertahan hidup 7-9 hari, sedangkan pada temperatur kamar dibuktikan

dapat bertahan hidup 46 hari , ada lima sifat khas :

a.M.Leprae merupakan parasit intra seluler obligat yang tidak dapat dibiakkan dimedia

buatan .

b.Sifat tahan asam M. Leprae dapat diektraksi oleh piridin .

c.M.leprae merupakan satu- satunya mikobakterium yang mengoksidasi D-Dopa ( D-

 Dihydroxyphenylalanin).

d.M.leprae adalah satu-satunya spesies micobakterium yang menginvasi dan

bertumbuh dalam saraf perifer.

e.Ekstrak terlarut dan preparat M.leprae mengandung komponen antigenik yang stabil

dengan aktivitas imunologis yang khas, yaitu uji kulit positif pada penderita

tuberculoid dan negatif pada penderita lepromatous (Marwali Harahap, 2000).

3. Patogenesis

Pada tahun 1960 Shepard berhasil menginokulasikan M.Leprae ke dalam

telapak kaki mencit yang telah diambil tymusnya dengan diikuti iradiasi (900 r ),

sehingga kehilangan respon imun sellulernya akan menghasilkan granuloma-

granuloma penuh basil yang menyeluruh, terutama di daerah yang dingin, yaitu

hidung, cuping telinga, kaki, dan ekor.Sebenarnya M.Leprae mempunyai patogenitas

dan daya invasif yang rendah, sebab penderita yang mengandung kuman jauh lebih

banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat

sebaliknya.Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dan derajat penyakit, tidak lain

disebabkan oleh respon imun yang berbeda, oleh karena itu penyakit kusta dapat

disebut sebagai penyakit imunologik, gejala-gejala klinisnya lebih sebanding dengan

tingkat reaksi selulernya daripada intensitas infeksinya ( Marwali Harahap, 2000).

4. Manifestasi Klinik dan Diagnosis

Manifestasi klinik biasanya menunjukkan gambaran yang jelas pada stadium yang

lanjut dan diagnosis cukup ditegakkan dengan pemeriksaan fisik saja .Penderita kusta

adalah seseorang yang menunjukkan gejala klinik kusta dengan atau tanpa

Page 3: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 3/20

peemeriksaan bakteriologik dan memerlukan pengobatan ( Muh.Dali Amirudin,

2000).

Untuk mendiagnosa penyakit kusta perlu dicari kelainan-kelainan yang

berhubungan dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada

kulit.Untuk itu dalam menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu mencari tanda-tanda

utama atau “Cardinal Sign,” yaitu :

1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa .

Kelainan kulit atau lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan hypopigmentasi

)atau kemerah-merahan (Eritemtous ) yang mati rasa

(anestesi ).

2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.ganggguanfungsi

saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis

perifer).gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :

a.Gangguan fungsi saraf sensoris : mati rasa.

b.Gangguan fungsi motoris :kelemahan(parese) atau kelumpuhan /paralise).

c.Gangguan fungsi saraf otonom: kulit kereing dan retak-retak.

3. Adanya kuman tahan asam didalam kerokan jaringan kulit (BTA+),

pemeriksaan ini hanya dilakukan pada kasus yang meragukan (Dirjen PP & PL

Depkes, 2005 ).

5. Klasifikasi

Setelah seseorang didiagnosa kusta, maka tahap selanjutnya menentukan

type/klasifikasi penyakit kusta yang diderita, penentuan type penyakit kusta pada

seseorang penderita disebut klasifikasi penyakit kusta.

Dalam klasifikasi menurut WHO (1982) seluruh penderita hanya dibagi dalam 2 tipe

yaitu :

Tipe Paucibacillary (PB) dan tipe Multibacillary (MB).

Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi/tipe penyakit kusta menurut WHO

adalah sebagai berikut :

Page 4: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 4/20

Tanda Utama  type PB  type MB 

Bercak kusta  Jumlah 1s/d 5  Jumlah > 5 

Penebalan saraf yang disertai

gangguan Fungsi (mati/kurang rasa / 

kelemahan otot yang dipersarafi). 

Hanya satu saja  Lebih dari

satu saraf  

Sediaan apus  BTA Neg  BTA Pos 

6. Cara Pemeriksaan Kusta

1.Cara Pemeriksaan

a.Anamnese:

1). Keluhan yang ada/kapan timbul bercak .

2). Apakah ada riwayat kontak .

3). Riwayat pengobatan sebelumnya.

b.Pemeriksaan kulit / rasa raba.

Untuk memeriksa rasa raba dengan memakai ujung kapas yang

dilancipkan kemudian disentuhkan secara tegak lurus pada kelainan kulit yang

dicurigai, sebaiknya penderita duduk pada waktu pemeriksaan .Terlebih dulu

petugas menerangkan bahwa bilamana merasa disentuh bagian tubuh dengan

kapas, ia harus menunjuk kulit yang disentuh dengan jari telunjuknya,menghitung

 jumlah sentuhan atau dengan menunjukkan jari tangan keatas untuk bagian yang

sulit dijangkau, ini dikerjakan dengan mata terbuka bilamana hal ini telah jelas,

maka ia diminta menutup matanya.Kelainan-kelainan dikulit diperiksa secara

bergantian untuk mengetahui ada tidaknya anestesi . pada telapak tangan dan kaki

memakai bolpoin karena pada tempat ini kulit lebih tebal.

c.Pemeriksaan saraf (nervus )

Peroneus, dan tibialis posterior, namun pemeriksaan yang sering diutamakan pada

saraf ulnaris, peroneus, tibialis posterior, pada umumnya cacat kusta mengikuti

Page 5: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 5/20

kerusakan pada saraf-saraf utama.

2.Tehnik Pemeriksaan Saraf .

a.Saraf Ulnaris.

Tangan kanan pemeriksa memegang lengan kanan bawah penderita

dengan posisi siku sedikit ditekuk sehingga lengan penderita rileks.

Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri pemeriksa mencari sambil

meraba saraf ulnaris di dalam sulkus nervi Ulnaris yaitu lekuken diantara

tonjolan tulang siku dan tonjolan kecil di bagian medial (epicondilus medialis ).

Dengan memberi tekanan ringan pada saraf Ulnaris sambil digulirkan dan

menelusuri keatas dengan halus sambil melihat mimik / reaksi penderita

adakah tampak kesakitan atau tidak .

b.Saraf Peroneus Communis (Poplitea Lateralis).

1).Penderita diminta duduk disuatu tempat (kursi dll ) dengan kaki dalam

keadaan rilek.

2).Pemeriksa duduk didepan penderita dengan tangan kanan memeriksa kaki

kiri penderita dan tangan kiri memeriksa kaki kanan .

3).Pemeriksa meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada pertengahan betis

bagian luar penderita sambil pelan-pelan meraba keatas sampai menemukan

benjolan tulang (caput fibula )setelah menemukan tulang tersebut jari

pemeriksa meraba saraf peroneus 1 cm kearah belakang .

4).Dengan tekanan yang ringan saraf tersebut digulirkan bergantian

kekanan dan kiri sambil melihat mimik / reaksi penderita .

c.Saraf Tibialis Posterior .

1).Penderita masih duduk dalam posisi rileks .

2).Dengan jari telunjuk dan tengah pemeriksa meraba saraf Tibialis Posterior

dibagian belakang bawah dari mata kaki sebelah dalam(maleolus medialis)dengan

tangan menyilang (tangan kiri memeriksa saraf tibialis kiri dan tangan kanan

pemeriksa memeriksa saraf tibialis posteior kanan pasien )

3).Dengan tekanan ringan saraf tersebut digulirkan sambil melihat mimik / reaksi

dari penderita.

Page 6: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 6/20

 

3. Pemeriksaan Gangguan Fungsi Saraf 

Untuk mengetahui adanya gangguan pada fungsi saraf yang perlu

diperiksa adalah Mata, Tangan, dan Kaki, Pemeriksaan Fungsi Rasa Raba dan

Kekuatan Otot. Alat yang diperlukan : ballpoin yang ringan dan kertas serta tempat

duduk untuk penderita.

Cara pemeriksaan Fungsi Saraf .

Periksa secara berurutan agar tidak ada yang terlewatkan mulai dari kepala sampai

kaki .

a. Mata

Fungsi Motorik (Saraf Facialis )

1).Penderita diminta memejamkan mata.

2).Dilihat dari depan / samping apakah mata tertutup dengan sempurna / tidak ,

apakah ada celah .

3).Bagi mata yang menutup tidak rapat, diukur lebar celahnya lalu dicatat, misal

lagofthalmus ± 3 mm, mata kiri atau kanan.

Catatan : Untuk fungsi sensorik mata(pemeriksaan kornea, yaitu fungsi saraf 

Trigeminus) tidak dilakukan dilapangan .

b.Tangan

1).Fungsi Sensorik (Saraf Ulnaris dan Medianus )

a).Posisi penderita: Tangan yang akan diperiksa diletakkan diatas meja/paha

penderita atau tertumpu pada tangan kiri pemeriksa sedemikian rupa,

sehingga semua ujung jari tersangga .

b).Menjelaskan kepada penderita apa yang akan dilakukan padanya,

sambil memperagakan dengan menyentuhkan ujung ballpoin pada

lengannya dan satu atau dua titik pada telapak tangan

c).Bila penderita merasakan sentuhan tersebut diminta untuk menunjukkan

tempat sentuhan tersebut dengan jari tangan yang lain .

Page 7: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 7/20

d).Tes diulangi sampai penderita mengerti dan kooperatif .

e).Penderita diminta tutup mata atau menoleh kearah berlawanan dari tangan

yang diperiksa.

f).Penderita diminta menunjuk tempat yang terasa disentuh .

g).Usahakan pemeriksaan titik tersebut acak dan tidak berurutan

h).Penyimpangan letak titik yang bisa diterima < 1,5 cm .

2). Fungsi Motorik (Kekuatan Otot)Saraf Ulnaris ,Medianus dan

Radialis .

a).Saraf Ulnaris (Kekuatan Otot Jari kelingking).

(1).Tangan kiri pemeriksa memegang ujung jari 2, 3, dan 4 tangan kanan

penderita dengan telapak tangan penderita menghadap keatas dan

posisi ektensi (jari kelingking /5 bebas bergerak tidak terhalang oleh

tangan pemeriksa .

(2).Minta penderita mendekatkan dan menjauhkan kelingking dari jari-jari

lainnya,bila penderita dapat melakukannya minta ia menahan

kelingkingnya pada posisi jauh dari jari lainnya , dan kemudian ibu jari

pemeriksa mendorong pada bagian pangkal kelingking.

Penilaian :

(a).Bila jari kelingking penderita tidak dapat mendekat atau menjauh berarti

dari jari lainnya berarti lumpuh.

(b).Bila jari kelingking penderita tidak dapat menahan dorongan pemeriksa

berarti lemah .

(c).Bila jari kelingking penderita dapat menahan dorongapemeriksa ibu jari

bisa maju dan dapat menahan dorongan ibu jari pemeriksa berarti masih

kuat.

(d).Bila masih ragu , penderita diminta menjepit sehelai kertas yang

diletakkan diantara jari manis dan jari kelingking tersebut, lalu pemeriksa

menarik kertas tersebut sambil menilai ada tidaknya tahanan / jepitan

terhadap kertas tesebut .

Page 8: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 8/20

 

Penilaian :

(e).Bila kertas terlepas dengan mudah berarti kekuatan otot lemah .

(f).Bila ada tahanan terhadap kertas tersebut berarti otot masih kuat

b).Saraf Medianus (Kekuatan Otot Ibu Jari )

(1).Tangan kanan pemeriksa memegang jari telunjuk sampai kelingking

tangan kanan penderita agar telapak tangan penderita menghadap

keatas,dan dalam posisi ekstensi .

(2).Ibu jari penderita ditegakkan keatas sehingga tegak lurus terhadap telapak 

tangan penderita (seakan-akan menunjuk kearah hidung) dan penderita

diminta untuk mempertahankan posisi tersebut.

(3).Jari telunjuk pemeriksa menekan pangkal ibu jari yaitu dari bagian batas

antara punggung dengan telapak mendekati telapak tangan .

Penilaian :

(a).Bila ada gerakan dan tahanan kuat berarti masih kuat .

(b).Bila ada gerakan dan tahanan lemah berarti sudah lemah .

(c).Bila tidak ada gerakan berarti lumpuh .

c).Saraf Radialis ( Kekuatan otot Pergelangan tangan ).

(1).Tangan kiri pemeriksa memegang punggung lengan bawah

tangan kanan penderita .

(2).Penderita diminta menggerakkan pergelangan tangan yang terkepal keatas

(ektensi ).

(3).Penderita diminta bertahan pada posisi ektensi ( keatas) lalu dengan tangan kanan

pemeriksa menekan tangan penderita kebawah kearah fleksi .

Penilaian :

(a).Bila ada gerakan dan tahanan kuat berarti masih kuat .

(b).Bila ada gerakan dan tahanan lemah berarti lemah .

(c).Bila tidak ada gerakan dan tahanan berarti lumpuh ( pergelangan tangan tidak 

Page 9: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 9/20

bisa digerakkan keatas)

.

c. Kaki

1).Fungsi Rasa Raba (Saraf Tibialis Posterior )

a).Kaki kanan penderita diletakan pada paha kiri, usahakan telapak kaki

menghadap keatas .

b).Tangan kiri pemeriksa menyangga ujung jari kaki penderita .

c).Cara pemeriksaan sama seperti pada rasa raba tangan.

d).Pada daerah yang menebal sedikit menekan dengan cekungan berdiameter 1

cm.

e).Jarak penyimpangan yang bisa diterima maksimal 2,5 cm.

3).Fungsi Motorik: Saraf Peroneus (Saraf Poplitea Lateralis ).

a).Dalam keadaan duduk ,penderita diminta mengangkat ujung kaki dengan tumit

tetap terletak dilantai / ektensi maksimal (seperti berjalan dengan tumit).

b).Penderita diminta bertahan pada posisi ekstensi tersebut lalu pemeriksa dengan

kedua tangan menekan punggung kaki penderita

kebawah /lantai .

Keterangan:

c).Bila ada gerakan dan tahanan kuat berarti kuat.

d).Bila ada gerakan dan tahanan lemah berarti lemah .

e).Bila tidak ada gerakan dan tahanan lumpuh (ujung kaki tidak bisa ditegakkan

keatas) 

B. Pengobatan 

1.Tujuan Pengobatan adalah ;

a.Memutus mata rantai penularan .

b.Menyembuhkan penyakit Penderita .

c).Mencegah Terjadinya cacat.

2.Regimen Pengobatan MDT(Multi Drug Therapie).

Page 10: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 10/20

WHO merekomendasikan pengobatan kusta dengan menggunakan regimen

MDT Yaitu :

a.Penderita Pauci Baciler ( PB ) lesi 2-5 Dewasa.

Pengobatan bulanan: hari pertama (dosis yang diminum didepan petugas ).

1). Satu capsul Rifampicin @300 mg ( 600 mg ).

2). Satu tab Dapson /DDs 100 mg .

Pengobatan harian : hari ke 2-28 (1 tab dapsone /DDS 100 mg 1 blister untuk 

satu bulan) lama pengobatan : 6 blister diminum selama 6-9 bulan .

b.Penderita Multi-Basiler ( MB ) Dewasa

Pengobatan bulanan :hari pertama (dosis yang diminum didepan petugas ).

1). Tiga capsul Rifampicin @300 mg ( 600 ).

2).Tiga Tablet Lampren @100 mg ( 300 ).

3). Satu tablet Dapsone @100 mg .

Pengobatan harian : hari ke 2-28 ( 1 tablet Lamprene 50 mg, 1 tablet Dapsone

 /DDS 100 mg ) 1 blister untuk satu bulan lama pengobatan : 12 blister diminum

selama 12-18 bulan .

3. Dosis MDT menurut Umur, lihat Bagan sebagai berikut :

Type PB

Jenis Obat  <5 th  5-9 th  10-14 th  >15 th  Keterangan 

Rifampicin 

Berdasarkan

Berat badan 

300 mg/bl  450 mg /bl  600 mg /bl  Minum

didepan

petugas

25 mg /bl  50 mg/bl  100 mg / 

bl 

Minum

didepan

petugas

DDS  25 mg /hr  50 mg /hr  100 mg

 /hr 

Minum

dirumah

Page 11: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 11/20

 

Type MB

Jenis Obat <5 th  5-9 th  10-14 th  >15 th 

Keteranga

Rifampicin 

Berdasar 

kan Berat

badan 

300 mg/bl  450 mg /bl  600 mg /bl  Minum

didepan

petugas

25 mg /bl  50 mg/bl  100 mg / bl  Minum

didepan

petugas

DDS  25 mg /hr  50 mg /hr  100 mg /hr  Minum

dirumah

Clofazimin  100 mg/bl  150 mg/bl  300 mg/bl  Minum

didepan

petugas

50 mg 

2x seminggu 

50 mg/2 hr  50 mg/hr  Minum

dirumah

4.Bagi anak di bawah usia 10 th dengan BB kurang ,dosis MDT diberikan

berdasarkan BB:

a.Rifampicin : 10-15 mg / kg BB.

b.DDS : 1-2 mg / kg BB.

c.Clofazimin : 1mg /kg BB.

C. Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit kusta

1. Faktor Internal.

. a.Umur.

Umur dimana kejadian penyakit kusta sering terkait dengan umur pada saat

diketemukan dari pada timbulnya penyakit, namun yang terbanyak adalah pada umur

muda dan produktif. Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi, angka kejadian

(Insidence Rate ) meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur 10-20 tahun dan

kemudian menurun Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur dengan puncak 

umur 30-50 tahun dan kemudian secara perlahan-lahan menurun.

Page 12: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 12/20

b.Jenis kelamin.

Jenis kelamin, kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan, menurut catatan

sebagian besar negara didunia kecuali dibeberapa negara di Afrika menunjukkan

bahwa laki-laki lebih banyak terserang dari pada wanita. Relatif rendahnya kejadian

kusta pada wanita kemungkinan karena faktor lingkungan atau biologi seperti

kebanyakan pada penyakit menular lainnya laki-laki lebih banyak terpapar dengan

faktor resiko sebagai akibat gaya hidupnya.

c.Daya tahan tubuh seseorang.

Daya tahan tubuh seseorang, apabila seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah

akan rentan terjangkit bermacam-macam penyakit termasuk kusta, meskipun

penularannya lama bila seseorang terpapar kuman penyakit sedangkan imunitasnya

menurun bisa terinfeksi, misalnya: kurang gizi/malnutrisi berat, infeksi, habis sakit

lama dan sebagainya.

d. Etnik/suku.

Etnik/suku, kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan distribusi dapat

dilihat karena faktor geografi. Namun jika diamati dalam satu negara atau wilayah

yang sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena

perbedaan etnik. Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada

etnik Burma dibandingkan etnik India, situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal

yang sama, kejadian lepromatosa lebih banyak pada etnik cina dibandingkan etnik 

Melayu atau India, demikian pula kejadian di Indonesia, etnik Madura dan Bugis lebih

banyak menderita kusta dibandingkan etnik Jawa dan Melayu .

2. Faktor Ekternal.

a.Kepadatan hunian

Penularan penyakit kusta bisa melalui droplet infeksi atau melalui udara, dengan

penghuni yang padat maka akan mempengaruhi kualitas udara, hingga bila ada

anggota keluarga yang menderita kusta maka anggota yang lain akan rentan tertular

namun kuman kusta akan inaktif bila terkena cahaya matahari, sinar ultra violet yang

Page 13: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 13/20

dapat merusak dan mematikan kuman kusta.

Kepadatan hunian yang ditetapkan oleh Depkes (2000), yaitu rasio luas lantai seluruh

ruangan di bagi jumlah penghuni minimal 10 m2/orang. Luas kamar tidur minimal 8

m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur ,

kecuali anak dibawah umur 5 tahun.

Kondisi rumah didaerah yang padat penghuninya juga sangat berpengaruh terhadap

status kesehatan seseorang , oleh karena itu didalam membuat rumah harus

memperhatikan persyaratan sebagai berikut :

1). Bahan bangunan memenuhi syarat :

a).Lantai tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan,

karena lantai yang lembab merupakan sarang penyakit.

b).Dinding tembok adalah baik, namun bila didaerah tropis dan ventilasi

kurang lebih baik dari papan .

c).Atap genting cocok untuk daerah tropis, sedang atap seng atau esbes tidakcocok 

untuk rumah pedesaan karena disamping mahal juga menimbulkan suhu panas

di dalam rumah.

2).Ventilasi cukup, yaitu minimal luas jendela /ventilasi adalah 15 % dari luas Lantai

, karena ventilasi mempunyai fungsi menjaga agar udara di ruangan rumah selalu

tetap dalam kelembaban (humidity) yang optimum .

Kelembaban yang optimal (sehat ) adalah sekitar 40 – 70 % kelembaban yang

lebih dari 70 % akan berpengaruh terhadap kesehatan penghuni rumah

Kelembaban udara didalam ruangan naik terjadinya proses penguapan cairan dari

kulit dan penyerapan .

Kelembaban yang tinggi akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan

bakteri patogen(bakteri penyebab penyakit).

3).Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak kurang, dimana cahaya

Matahari ini dapat diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting kaca,suhu

udara yang ideal didalam rumah adalah 18–30°C.Suhu optimal pertumbuhan

bakteri sangat bervariasi, Mycobacterium Leprae tumbuh optimal pada

Page 14: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 14/20

suhu37°C.Paparan sinar matahari selama 5 menit dapat membunuh

Mycobacterium Leprae.Bacteri ini tahan hidup pada tempat gelap, sehingga

perkembangan bacteri lebih banyak dirumah yang gelap.

4).Luas bangunan rumah cukup, yaitu luas lantai bangunan rumah harus cukup sesuai

dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan

penghuninya akan menyebabkan berjubel ( over crowded ) .Rumah yang terlalu

padat penghuninya tidak sehat , sebab disamping menyebabkan kurangnya

konsumsi O² juga bila salah satu anggota keluarganya ada yang sakit infeksi akan

mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.Kepadatan hunian ditentukan

dengan jumlah kamar tidur dibagi dengan jumlah penghuni ( sleeping density)

dinyatakan baik bila kepadatan lebih atau sama dengan 0,7; cukup bila kepadatan

antara 0,5–0,7; dan kurang bila kepadatan kurang dari 0,5.

Didaerah pantura kabupaten Pekalongan tingkat kepadatan hunian lebih tinggi

dibanding bagian selatan sehingga angka prevalensi lebih besar.

Untuk wilayah kecamatan Tirto pada Tribulan II th 2010 tercatat 13/10.000

penduduk (Data Dinkes Kabupaten Pekalongan, 2010 ). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa orang yang rentan ( susceptible) akan terpapar dengan

penderita kusta menular lebih tinggi pada wilayah yang kepadatan hunian lebih

tinggi.

b. Perilaku

Pengertian perilaku menurut skiner ( 1938 ) merupakan respon atau reaksi

seseorang tehadap stimulus ( rangsangan dari luar ), dengan demikian perilaku

terjadi melalui proses :

Stimulus Organisme Respons, sehingga teori Skiner disebut juga teori S-

O-R Sedangkan pengertian Perilaku Kesehatan ( health behavior ) menurut Skiner

adalah Respon seseorang terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan

sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit ( kesehatan

) seperti lingkungan, makanan dan minuman yang tidak sehat, dan pelayanan

kesehatan .

Page 15: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 15/20

Secara garis besar perilaku kesehatan dibagi dua, yakni :

1).Perilaku sehat (healty behavior )

Yang mencakup perilaku-perilaku(overt dan covert behavior )dalam mencegah

penyakit ( perilaku preventif ) dan perilaku dalam mengupayakan peningkatan

kesehatan ( perilaku promotif ), contoh:

Makan makanan bergizi, olah raga teratur, mandi pakai sabun mandi, menjaga

kebersihan rumah dan lingkungan, tidak memakai handuk atau pakaian secara

bergantian, bila ada kelainan dikulit seperti panu atau bercak kemerahan yang

tidak gatal, kurang rasa atau mati rasa segera ke Puskesmas atau petugas

kesehatan barang kali itu tanda awal penyakit kusta sehingga lebih mudah

disembuhkan dari pada yang sudah terlambat datang, karena kebanyakan pasien

datang sudah stadium lanjut sehingga pengobatan lebih sulit dan resiko cacat

lebih besar.

2).Perilaku orang yang sakit (health seeking behavior ), perilaku ini mencakup

tindakan yang diambil seseorang bila sakit atau terkena masalah untuk 

memperoleh kesembuhan, misalnya pelayanan kesehatan tradisional seperti :

dukun, sinshe, atau paranormal, maupun pelayanan modern atau profesional

seperti : RS, Puskesmas, Dokter dan sebagainya( Soekidjo Notoatmodjo, 2010 ).

Becker ( 1979 ) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan, dan membagi

menjadi tiga, yakni :

1. Perilaku Sehat (healhty behavior)

Perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan

meningkatkan kesehatan, misalnya :

a.Menjaga kebersihan kulit dengan mandi memakai sabun mandi.

b. tidak memakai handuk atau pakaian secara bergantian, karena akan

menyebabkan bermacam-macam kelainan kulit termasuk kusta.

c.Bila ada kelainan dikulit seperti panu atau bercak kemerahan yang tidak gatal,

kurang rasa atau mati rasa segera ke Puskesmas atau petugas kesehatan barang

kali itu tanda awal penyakit kusta sehingga lebih mudah disembuhkan.

Page 16: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 16/20

d.Makan makanan bergizi, teratur berolahraga serta cukup istirahat.

e.Perilaku dan gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan.

2. Perilaku Sakit(illness behavior)

Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang untuk 

mencari penyembuhan , misal ke Puskesmas, RS dan sebagainya.

3. Perilaku peran orang sakit(the sick role behavior)

Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran(roles), yang

mencakup hak-haknya(rights), dan kewajiban sebagai seorang sakit(obligation).

Menurut Becker Perilaku peran orang sakit ini antara lain :

a.Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.

b.Tindakan untuk mengenal dan atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat

untuk memperoleh kesembuhan.

c.Melakukan kewajiban sebagai pasien untuk mematuhi nasihat dokter/perawat .

d.Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhan

( Soekidjo Notoatmodjo, 2010 )

c. Sosial Ekonomi

Menurut WHO(2005) menyebutkan bahwa sekitar 90 % penderita kusta

menyerang kelompok sosial ekonomi lemah atau miskin, sosial ekonomi rendah akan

menyebabkan kondisi kepadatan hunian yang tinggi buruknya lingkungan selain itu

masalah kurang gizi dan rendahnya kemampuan untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan yang layak juga menjadi problem bagi golongan yang sosial ekonominya

rendah.

Dengan garis kemiskinan yang pada dasarnya ditentukan untuk memenuhi

kebutuhan pangan utama, maka rumah tangga yang tergolong miskin tidak akan

mempunyai daya beli yang dapat di gunakan untuk menjamin ketahanan pangan

keluarganya. Pada saat ketahanan pangan mengalami ancaman (misal pada saat

Page 17: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 17/20

tingkat pendapatan mendekati suatu titik dimana rumah tangga tidak mampu

membeli kebutuhan pangan ) maka status gizi dari kelompok rawan pangan akan

terganggu.

Kriteria Rumah Tangga Miskin Versi( BPS 2008)

1). Luas Lantai bangunan kurang dari 8 m2 per orang, lantai dari tanah

2). Dinding rumah dari bambu, kayu kualitas rendah atau tembok tanpa plester.

3). Tidak memiliki jamban atau menggunakan jamban bersama.

4). Rumah tidak dialiri listrik dari PLN.

5). Sumber air minum dari sumur atau mata air tak terlindungi, sungai, air hujan.

6). Hanya sanggup makan dua kali sehari atau sekali sehari.

7). Hanya mengkonsumsi daging, ayam, dan susu seminggu sekali.

8). Hanya sanggup membeli baju sekali setahun.

9). Pendidikan terakhir kepala keluarga SD/tidak tamat SD

11).Sumber penghasilan kepala rumah tangga petani dengan luas lahan 0,5

hektar buruh tani , nelayan, buruh bangunan, dengan penghasilan < Rp.600 ribu

perbulan ( UMR Kabupaten Pekalongan Rp.810.000 sesuai SK gubernur Jateng no

561.4/69/2010 tentang UMK kab/kota).

12).Tidak punya tabungan atau barang dengan nilai jual dibawah Rp.500 ribu seperti

ternak, motor, dan lain-lain.

Interpretasi:

Kategori sangat miskin : skore 12 kriteria.

Kategori miskin : skore 6 – 10 kriteria.

Kategori mendekati miskin : skore 5– 6 kriteria

Page 18: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 18/20

 

D. Kerangka Teori

Kerangka Teori (Rebecca Harmsen dan Betty B.Gallucci, 2006 )

E. Kerangka Konsep.

1.Ekternal.

a.Kepadatan hunian.

b.Perilaku.

c.Sosial ekonomi.

1. Internal

a.Umur.

b.Jenis kelamin.

c. Etnik / suku.

d.Daya tahan tubuh. 

KUSTA

TIPE PB/MB

Page 19: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 19/20

 

F. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas ( Independen ) atau variabel

mempengaruhi dan variabel Terikat(dependen) atau variabel yang dipengaruhi .

1.Variabel bebas (Independen)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Faktor ekternal dan faktor Internal resiko

penyakit Kusta.

2.Variabel terikat (dependen)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian Penyakit Kusta tipe PB/MB.

G. Hipotesis

Ada hubungan faktor Kepadatan Hunian, Perilaku kesehatan dan Sosial ekonomil

dengan penderita penyakit kusta di kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan.

1.Ekternal.

a.Kepadatan hunian.

b.Perilaku.

c.Sosial ekonomi.

KUSTA

TYPE PB /MB

Page 20: Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

7/27/2019 Jtptunimus Gdl Budisantos 6052 2 Bab2

http://slidepdf.com/reader/full/jtptunimus-gdl-budisantos-6052-2-bab2 20/20