jp kim ia 11redhana

10
EFEKTIVITAS BKKBPA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA I Wayan Redhana Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Undiksha Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik dan efektivitas buku kerja kimia berbasis peta argumen (BKKBPA) dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa SMA pada topik laju reaksi. Untuk itu, penelitian yang dilakukan menggunakan eksperimen kuasi dengan rancangan nonequivalent control group. Subyek penelitian ini adalah siswa SMAN 3 Singaraja kelas XI. Untuk keperluan pengujian efektivitas BKKBPA dipilih dua kelas paralel, satu sebagai kelompok kontrol dan yang lain sebagai kelompok eksperimen. Hasil penelitian yang diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut sebagai berikut. Pertama, karakteristik BKKBPA meliputi antara lain: (a) pembelajaran dimulai dengan memahami uraian materi kimia yang disajikan secara argumentatif, dilanjutkan dengan pembuatan peta argumen; (b) BKKBPA menggunakan konteks budaya lokal; (c) pada pembuatan peta argumen, siswa bekerja secara kolaboratif untuk menghasilkan peta argumen yang ditranslasi dari bentuk teks; (d) pertanyaan konseptual berfungsi untuk menyelidiki pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari; (e) BKKBPA merupakan bahan ajar untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa; (f) guru bertindak sebagai fasilitator belajar bagi siswa; dan (g) pembelajaran berpusat pada siswa. Kedua, BKKBPA efektif meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Terakhir, guru dan siswa menyambut BKKBPA ini dengan positif. Katakata kunci: buku kerja kimia dan peta argument Pendahuluan Saat ini, tantangan peningkatan mutu pendidikan di segala aspek kehidupan tidak dapat ditawar lagi di era globalisasi ini. Era ini juga disebut sebagai era persaingan bebas yang berlangsung sangat ketat. Negara ber kembang, seperti Indonesia, tidak bisa meng hindarkan diri dari persaingan tersebut. Ke nyataan menunjukkan bahwa negara kita selalu tertinggal dari negaranegara lain dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini merupakan salah satu indikator rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Rendahnya kualitas pendidikan di Indo nesia dapat dilihat dari prestasi para siswa Indonesia dalam ajang internasional, misalnya pada TIMSS (the Third in International Mathematics and Science Study). Pada tahun 2007 Indonesia menduduki peringkat 36 dari 48 negara yang berpartisipasi dalam bidang Matematika dan Sains (Satria, 2009). Prestasi dalam bidang IPA pada PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2006, Indonesia menempati urutan 54 dari 57 negara (Satria, 2009). Sementara itu, pada tahun 2009 dalam ajang IChO (International Chemistry Olympiad), Indonesia meraih satu perak dan tiga perunggu (Satria, 2009). Hasilhasil di atas sejalan dengan te muantemuan penelitian yang berkaitan dengan rendahnya prestasi belajar siswa dan tingginya miskonsepsi siswa terhadap konsep konsep kimia. Redhana & Kirna (2004) mela porkan bahwa rerata miskonsepsi siswa SMA di kota Singaraja Kabupaten Buleleng pada topik struktur atom dan ikatan kimia sangat tinggi, masingmasing sebesar 57% dan 63%. Beberapa miskonsepsi siswa tersebut adalah: (1) atom dipandang sebagai bola padat yang jika dipanaskan akan mengembang; (2) dalam senyawa NaCl terdapat ikatan antara satu ion Na + dan satu ion Cl ; (3) ikatan dalam molekul HCl merupakan ikatan ion; (4) ikatan logam adalah ikatan kovalen antara atom logam yang satu dan atom logam yang lain; dan (5) pada orbital p, elektron bergerak seperti angka de lapan pada permukaan orbital. Miskonsepsi siswa juga ditemukan pada topik hidrokarbon

Upload: iwayanredhana

Post on 13-Jan-2015

537 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Jp kim ia 11redhana

EFEKTIVITAS BKK­BPA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA

I Wayan Redhana Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Undiksha

Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik dan efektivitas buku kerja kimia berbasis peta argumen (BKK­BPA) dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa SMA pada topik laju reaksi. Untuk itu, penelitian yang dilakukan menggunakan eksperimen kuasi dengan rancangan nonequivalent control group. Subyek penelitian ini adalah siswa SMAN 3 Singaraja kelas XI. Untuk keperluan pengujian efektivitas BKK­BPA dipilih dua kelas paralel, satu sebagai kelompok kontrol dan yang lain sebagai kelompok eksperimen. Hasil penelitian yang diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut sebagai berikut. Pertama, karakteristik BKK­BPA meliputi antara lain: (a) pembelajaran dimulai dengan memahami uraian materi kimia yang disajikan secara argumentatif, dilanjutkan dengan pembuatan peta argumen; (b) BKK­BPA menggunakan konteks budaya lokal; (c) pada pembuatan peta argumen, siswa bekerja secara kolaboratif untuk menghasilkan peta argumen yang ditranslasi dari bentuk teks; (d) pertanyaan konseptual berfungsi untuk menyelidiki pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari; (e) BKK­BPA merupakan bahan ajar untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa; (f) guru bertindak sebagai fasilitator belajar bagi siswa; dan (g) pembelajaran berpusat pada siswa. Kedua, BKK­BPA efektif meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Terakhir, guru dan siswa menyambut BKK­BPA ini dengan positif.

Kata­kata kunci: buku kerja kimia dan peta argument

Pendahuluan Saat ini, tantangan peningkatan mutu

pendidikan di segala aspek kehidupan tidak dapat ditawar lagi di era globalisasi ini. Era ini juga disebut sebagai era persaingan bebas yang berlangsung sangat ketat. Negara ber­ kembang, seperti Indonesia, tidak bisa meng­ hindarkan diri dari persaingan tersebut. Ke­ nyataan menunjukkan bahwa negara kita selalu tertinggal dari negara­negara lain dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan tekno­logi. Ini merupakan salah satu indikator ren­dahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Rendahnya kualitas pendidikan di Indo­ nesia dapat dilihat dari prestasi para siswa Indonesia dalam ajang internasional, misalnya pada TIMSS (the Third in International Mathematics and Science Study). Pada tahun 2007 Indonesia menduduki peringkat 36 dari 48 negara yang berpartisipasi dalam bidang Matematika dan Sains (Satria, 2009). Prestasi dalam bidang IPA pada PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2006, Indonesia menempati urutan 54 dari 57

negara (Satria, 2009). Sementara itu, pada tahun 2009 dalam ajang IChO (International Chemistry Olympiad), Indonesia meraih satu perak dan tiga perunggu (Satria, 2009).

Hasil­hasil di atas sejalan dengan te­ muan­temuan penelitian yang berkaitan dengan rendahnya prestasi belajar siswa dan tingginya miskonsepsi siswa terhadap konsep­ konsep kimia. Redhana & Kirna (2004) mela­ porkan bahwa rerata miskonsepsi siswa SMA di kota Singaraja Kabupaten Buleleng pada topik struktur atom dan ikatan kimia sangat tinggi, masing­masing sebesar 57% dan 63%. Beberapa miskonsepsi siswa tersebut adalah: (1) atom dipandang sebagai bola padat yang jika dipanaskan akan mengembang; (2) dalam senyawa NaCl terdapat ikatan antara satu ion Na + dan satu ion Cl ­ ; (3) ikatan dalam molekul HCl merupakan ikatan ion; (4) ikatan logam adalah ikatan kovalen antara atom logam yang satu dan atom logam yang lain; dan (5) pada orbital p, elektron bergerak seperti angka de­ lapan pada permukaan orbital. Miskonsepsi siswa juga ditemukan pada topik hidrokarbon

Page 2: Jp kim ia 11redhana

20 Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, Volume 1, Nomor 1, April 2011, hlm. 19‐28

(Redhana et al., 2008). Miskonsepsi tersebut adalah antara lain: (1) isomer­isomer suatu senyawa hidrokarbon mempunyai sifat­sifat fisika dan sifat­sifat kimia yang sama; (2) senyawa yang paling mudah menguap adalah senyawa yang memiliki titik didih dan massa molar paling tinggi; dan (3) makin banyak cabang dalam suatu isomer, massa molekul relatifnya makin tinggi. Sementara itu, mis­ konsepsi yang ditemukan pada seorang guru kimia yang berpengalaman adalah (1) pada reaksi adisi molekul etena oleh molekul Cl2, atom Cl dalam molekul Cl2 yang bermuatan positif akan bergabung dengan atom C dalam molekul etena yang bermuatan negatif, se­ dangkan atom Cl dalam molekul Cl2 yang bermuatan negatif akan bergabung dengan atom C dalam molekul etena yang bermuatan positif.

Miskonsepsi yang dialami oleh siswa di atas menunjukkan bahwa pemahaman siswa terhadap materi kimia masih belum memuas­ kan. Pemahaman siswa terhadap materi kimia sangat berkaitan dengan keterampilan berpikir kritis/tingkat tinggi. Kurangnya pemahaman siswa terhadap materi kimia di atas tidak ter­ lepas dari pembelajaran yang berlangsung selama ini yang lebih banyak bertumpu pada penyampaian atau transfer informasi dari guru kepada siswa. Dengan kata lain, pembelajaran yang berlangsung lebih banyak menekankan pada keterampilan berpikir tingkat rendah daripada pembelajaran yang menekankan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Masih banyak guru­guru mengajarkan materi kimia dengan metode informasi dan tanya jawab. Dalam menjelaskan materi ki­ mia, guru­guru biasanya mengacu pada satu buku kimia tertentu, yaitu urutan materi yang disa­jikan oleh guru dalam pembelajaran se­ suai dengan urutan materi yang terdapat da­ lam buku yang menjadi pegangan guru dan siswa. Guru­guru, selanjutnya, memberikan latihan soal­soal yang sering diambilkan dari buku­buku tersebut. Soal­soal yang dilatihkan, umumnya, berupa soal­soal hitungan yang ter­ dapat pada bagian akhir dari suatu bab buku. Soal­soal hitungan ini sangat jauh dari dunia nyata siswa dan merupakan well­structured problems. Untuk memecahkan soal­soal ini, siswa menerapkan rumus­rumus secara algo­ ritmik. Menurut Tsapartis dan Zoller (2003), pemecahan masalah yang bersifat algoritmik memerlukan penerapan keterampilan berpikir

tingkat rendah. Kondisi di atas sejalan dengan temuan

Carlsen (dalam Rodrigues & Bell, 1995), yang menunjukkan bahwa kebanyakan guru­guru menggunakan strategi pembelajaran untuk membatasi pembicaraan siswa ketika pembe­ lajaran materi subjek yang asing bagi siswa. Guru­guru melakukan ini dengan mengajukan pertanyaan­pertanyaan untuk membatasi ke­ sempatan siswa bertanya. Guru cenderung le­ bih banyak dan lebih lama berbicara ketika membahas topik­topik yang asing bagi siswa. Sementara itu, Bassham et al. (2007) mela­ porkan bahwa kebanyakan sekolah cenderung menekankan pada keterampilan berpikir ting­ kat rendah dalam pembela­jarannya. Siswa di­ harapkan menyerap informasi secara pasif dan kemudian mengulanginya atau mengingatnya pada saat mengikuti tes. Dengan pembela­ jaran seperti ini, siswa tidak memperoleh pe­ ngalaman mengembangkan keterampilan ber­ pikir kritis, yaitu keterampilan ini sangat di­ perlukan untuk menghadapi kehidupan dan untuk berhasil dalam kehidupan (Zoller et al., 2000).

Untuk memperbaiki keterampilan berpi­ kir kritis siswa, reformasi pendidikan perlu dilakukan. Reformasi yang dimaksud bukan­ lah menyangkut perubahan konten kurikulum, melainkan perubahan pedagogi, yaitu per­ geseran dari pengajaran tradisional (keteram­ pilan berpikir tingkat rendah) ke pembelajaran yang menekankan pada keterampilan berpikir kritis/tingkat tinggi (Tsapartis & Zoller, 2003; Lubezky et al., 2004). Ini meru­pakan esensi dari reformasi pembelajaran saat ini.

Untuk mencapai harapan di atas, yaitu peningkatan keterampilan berpikir kritis sis­ wa, perlu dikembangkan suatu bahan ajar dan strategi implementasinya yang memungkin­ kan siswa memperoleh kesempatan­kesem­ patan berlatih menggunakan keterampilan ber­ pikir kritis selama pembelajaran. Keteram­ pilan berpikir kritis adalah keterampilan yang dapat dipelajari. Dengan demikian, keteram­ pilan ini dapat diajarkan (Nickerson et al., 1985; Winocur, 1985; Halpern, 1999; Garratt et al., 2000; Robbins, 2005; Eichhorn, n. d.; Thomas & Thorne, n. d.). Buku kerja kimia berbasis peta argumen (selanjutnya disebut BKK­BPA) di­harapkan mampu meningkat­ kan berpikir kritis siswa.

Page 3: Jp kim ia 11redhana

Redhana, Efektivitas BKK‐BPA dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa 21

Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eks­

perimen kuasi. Rancangan penelitian yang digunakan adalah nonequivalent control group design. Populasi dari penelitian ini adalah sis­wa kelas XI di SMAN 3 Singaraja Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, yang ter­ diri dari dari tiga kelas. Untuk keperluan pengujian efek­tivitas BKK­BPA diperlukan dua kelas paralel. Untuk itu, dipilih dua kelas sebagai sampel penelitian, yang masing­ma­ sing jumlahnya 42 orang, satu kelas sebagai kelompok kontrol dan kelas yang lain sebagai kelompok eksperimen. Pada kelompok ekspe­ rimen diterapkan BKK­BPA, sedangkan pada kelompok kontrol diterapkan buku “Cerdas Belajar Kimia untuk SMA Kelas XI” (selan­ jutnya dise­but buku kimia saja) karangan Sutresna (2007), yang diterbitkan oleh Grasin­ do Media Pratama Bandung. Alasan pemi­ lihan buku kimia ini adalah guru­guru kimia banyak menggunakan buku ini sebagai buku pegangan. Penelitian dilakukan pada topik laju reaksi.

BKK­BPA yang dibuat mengandung dua kolom, yaitu kolom pertama memuat materi kimia (laju reaksi) yang disajikan secara ar­ gumentatif dan kolom kedua merupakan tem­ pat kosong untuk menuliskan peta argumen oleh siswa. Penyajian materi kimia secara ar­ gumentatif menggunakan konteks budaya lo­ kal. Strategi penerapan BKK­BPA adalah se­ bagai berikut. 1) Guru menginformasikan standar kompe­

tensi, indikator pencapaian kompetensi, indikator keterampilan berpikir kritis, dan tujuan pembelajaran.

2) Guru membagi siswa ke dalam kelom­ pok­kelompok belajar yang anggotanya terdiri dari 4­5 orang.

3) Guru menjelaskan kajian singkat tentang argumen dan peta argumen.

4) Guru memberikan contoh pembuatan peta argumen berdasarkan argumen yang disa­jikan.

5) Guru menugaskan siswa mempelajari uraian materi kimia yang disajikan secara argumentatif dalam BKK­BPA.

6) Guru membimbing kelompok sisa yang mengalami kesulitan dalam membuat peta argumen.

7) Guru melaksanakan diskusi kelas untuk membahas peta argumen. Salah satu ke­ lompok ditugaskan menyajikan peta ar­

gumen dalam diskusi kelas. 8) Kelompok lain diminta tanggapannya ter­

hadap peta argumen yang dibuat oleh salah satu kelompok.

9) Apabila ditemukan kekeliruan terhadap peta argumen yang dibuat, guru mem­ bimbing siswa memperbaiki peta argu­ men yang keliru.

10) Guru mengajukan pertanyaan­pertanyaan konseptual untuk mengevaluasi pema­ haman siswa terhadap konsep, prinsip, teori, dan hukum­hukum yang telah dipe­ lajari.

11) Guru menugaskan siswa melakukan per­ cobaan untuk memverifikasi konsep, prin­sip, teori, atau hukum­hukum yang telah dipelajari.

12) Siswa menerapkan materi yang telah di­ pelajari pada situasi baru yang menuntut penalaran tingkat tinggi melalui peme­ cahan masalah. Sementara itu, penerapan buku kimia

dilakukan sebagai berikut. 1) Guru membuka pelajaran dengan me­

nyampaikan standar kompetensi, kompe­ tensi dasar, indikator pencapaian kompe­ tensi, dan tujuan pembelajaran.

2) Guru menjelaskan materi kimia berikut rumus­rumus yang menyertainya sesuai dengan urutan materi yang terdapat da­ lam buku, sambil mengajukan perta­ nyaan­pertanyaan berkaitan dengan pe­ mahaman konsep dan meminta contoh kepada siswa.

3) Guru memberikan contoh soal berikut penyelesaiannya.

4) Guru menugaskan siswa mengerjakan beberapa soal yang terdapat pada bagian akhir dari suatu bab buku pada topik laju reaksi.

5) Guru menugaskan beberapa orang siswa menuliskan solusi terhadap soal­soal di papan tulis.

6) Guru meminta tanggapan siswa berkaitan dengan solusi yang telah dibuat oleh te­ mannya.

7) Guru menugaskan siswa melaksanakan praktikum sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam buku untuk memverifikasi konsep, prinsip, teori, dan hukum­hukum yang telah dipelajari.

8) Guru memberikan pekerjaan rumah de­ ngan menugaskan siswa mengerjakan soal­soal lainnya yang terdapat pada ba­

Page 4: Jp kim ia 11redhana

22 Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, Volume 1, Nomor 1, April 2011, hlm. 19‐28

gian akhir dari suatu bab buku pada topik laju reaksi. Instrumen yang digunakan pada pene­

litian ini terdiri dari pedoman penilaian ahli (untuk mengumpulkan data berkaitan dengan validitas BKK­BPA dan tes keterampilan ber­ pikir kri­tis), tes keterampilan berpikir kritis berbasis konten kimia (untuk mengumpulkan data berkaitan dengan keterampilan berpikir kritis siswa), pedoman wawancara (untuk me­ ngumpulkan data berkaitan dengan pendapat guru), pedoman observasi (untuk mengum­ pulkan data berkaitan dengan keunggulan­ke­ unggulan dari BKK­BPA), dan angket terbuka dan tertutup (untuk mengumpulkan data ber­ kaitan dengan pendapat siswa). Tes kete­ rampilan berpikir kritis dibuat dari indikator­ indikator keteram­pilan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Ennis (1985).

BKK­BPA dan tes keterampilan berpikir kritis yang telah dibuat kemudian divalidasi oleh tiga orang ahli (2 orang dosen dan 1 orang guru). Dua orang dosen sebagai vali­ dator ma­sing­masing memiliki keahlian dalam bidang konten kimia dan pembelajaran. Sementara itu, pemanfaatan guru sebagai validator dimak­sudkan untuk memperoleh masukan­masukan berkaitan dengan kela­ yakan implementasi BKK­BPA dan tes ke­ terampilan berpikir kritis di lapangan. Tes yang telah direvisi berdasar­kan masukan­ masukan ahli kemudian diuji coba untuk me­ nentukan validitas, reliabilitas, daya beda, dan indeks kesukarannya.

Data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif terdiri dari: (1) karakteristik BKK­BPA; (2) keung­ gulan­ke­unggulan BKK­BPA; dan (3) tang­ gapan guru dan siswa dari angket terbuka ter­ hadap BKK­BPA. Data kualitatif ini dianalisis secara des­kriptif. Di lain pihak, data kuan­ titatif berupa tanggapan siswa terhadap BKK­ BPA dari ang­ket tertutup dan skor tes kete­ rampilan berpikir kritis siswa. Data tangapan siswa dari angket tertutup dianalisis dengan membandingkan rerata persentase siswa yang memilih sangat setuju dan setuju terhadap rerata persentase siswa yang memilih tidak setuju dan sangat tidak setuju. Tanggapan atau respon siswa dikatakan positif jika rerata per­ sentase siswa yang memilih sangat setuju dan setuju lebih tinggi daripada rerata persentase siswa yang memilih tidak setuju dan sangat tidak setuju. Sementara itu, perolehan kete­

rampilan berpikir kritis siswa dihitung dari skor gain ternormalisasi (g), dengan rumus (Hake dalam Savinainem & Scott, 2002):

g =

keterangan: g = gain ternormalisasi, Spre = skor pretes, Spos = skor postes, dan Smak = skor mak­simum

Uji beda rerata g ( ) antara kelompok kontrol dan eksperimen menggunakan statistik inferensial. Jika g pada masing­masing kelom­ pok berdistribusi normal dan varians antar kedua kelompok homogen, maka digunakan uji t untuk independent samples. Sebaliknya, jika g pada masing­masing kelompok tidak berdistribusi normal dan/atau varians antar kedua kelompok tidak homogen, maka digu­ nakan uji Mann Whitney. Semua uji beda menggunakan SPSS versi 17 pada taraf signi­ fikansi 5%. H0 ditolak, jika nilai sig. (p­value) lebih besar dari 0,05 (nilai α).

Hasil Penelitian Karakteristik BKK­BPA BKK­BPA yang diterapkan dalam penelitian ini memiliki karakteristik sebagai berikut. 1) Pembelajaran dimulai dengan memahami

uraian materi kimia yang disajikan secara secara argumentatif, yang dilanjutkan den­ gan pembuatan peta argumen.

2) Penyajian materi menggunakan konteks budaya lokal.

3) Pada pembuatan peta argumen, siswa be­ kerja secara kolaboratif menghasilkan peta argumen yang ditranslasi dari bentuk teks.

4) BKK­BPA ini merupakan bahan ajar untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis.

5) Pertanyaan konseptual berfungsi untuk me­ nyelidiki pemahaman siswa terhadap mate­ ri kimia.

6) Praktikum yang dilaksanakan bertujuan untuk memverifikasi dan memperdalam konsep, prinsip, teori, dan hukum­hukum yang dipelajari.

7) Guru bertindak sebagai fasilitator belajar bagi siswa (guide on the side).

8) Pembelajaran berpusat pada siswa (stu­ dents­centered).

9) Pembelajaran menekankan pada tanggung jawab belajar siswa.

Page 5: Jp kim ia 11redhana

Redhana, Efektivitas BKK‐BPA dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa 23

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji Beda antara Kelompok Kontrol dan Eksperimen pada Topik Laju Reaksi

Ind. Kelompok kontrol Kelompok eksperimen

Var. p x x Dist. x x Dist. 1 0,34 0,47 0,09 TN 0,28 0,70 0,49 TN H 0,00 (Sig) 2 0,36 0,60 0,22 TN 0,36 0,74 0,57 TN H 0,01 (Sig) 3 0,44 0,76 0,48 TN 0,38 0,84 0,67 TN H 0,04 (Sig) 4 0,18 0,56 0,37 TN 0,11 0,80 0,77 TN TH 0,00 (Sig) 5 0,29 0,51 0,25 TN 0,31 0,68 0,51 N H 0,00 (Sig) 6 0,27 0,53 0,30 TN 0,32 0,67 0,47 N H 0,01 (Sig) 7 0,22 0,52 0,29 TN 0,21 0,67 0,50 TN H 0,01 (Sig) 8 0,35 0,59 0,24 TN 0,37 0,82 0,64 TN H 0,00 (Sig)

Total 9,29 17,32 0,36 N 8,78 22,66 0,63 N H 0,00 (Sig)

Gambar 1. Perbandingan antara kelompok kontrol dan eksperimen. Keterangan: 1) Ind. = indikator; x = rerata pretes; x = rerata postes; = rerata gain

ternormalisasi; Dist. = distribusi; Var. = varians; N = normal; TN = tidak normal; H = homogen; TH = tidak homogen; p = probabilitas; dan Sig. = signifikan. 2) Indikator: 1 = mengidentifikasi kriteria untuk mempertimbang­ kan jawaban yang mungkin; 2 = mengidentifikasi atau memformulasikan pertanyaan; 3 = menentukan ide utama; 4 = mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan; 5 = menarik kesimpulan atau membuat hipotesis; 6 = menerapkan prinsip utama; 7 = mengidentifikasi dan menangani hal yang tidak relevan; 8 = menentukan sinonim, klasifikasi, rentangan, ungkapan yang ekuivalen, operasional, atau contoh dan noncontoh, dan total = keseluruhan indikator

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1 2 3 4 5 6 7 8 Total

Kontrol

Eksperimen

Efektivitas BKK­BPA dalam Meningkat­ kan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

Efektivitas BKK­BPA dalam meningkat­ kan keterampilan berpikir kritis siswa dapat diketahui dengan membandingkan antara

siswa pada kelompok eksperimen (penerapan BKK­BPA) dan siswa pada kelompok kon­ trol (penerapan buku kimia). Hasil uji t (kese­ luruhan indikator) dan uji Mann Whitney (in­ dikator 1­8) ditunjukkan pada Tabel 1. Per­

Page 6: Jp kim ia 11redhana

24 Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, Volume 1, Nomor 1, April 2011, hlm. 19‐28

bandingan kelompok eksperimen dan kon­ trol untuk masing­masing indikator dan kese­ luruhan indikator dapat ditunjukkan pada Gambar 1.

Dari Tabel 1 tampak bahwa terda­pat perbedaan yang signifikan antara kelom­ pok eksperimen dan kelompok kontrol pada masing­masing indikator dan keseluruhan in­ dikator. kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Ini menunjuk­ kan bahwa BKK­BPA lebih efektif mening­ katkan keterampilan berpikir kritis siswa pada topik laju reaksi daripada buku kimia yang biasa digunakan oleh guru kimia.

Dari Gambar 1 tampak bahwa pening­ katan keterampilan berpikir kritis siswa tert­ inggi pada kelompok eksperimen dan kontrol masing­masing terjadi pada indikator 4 (mengidentifikasi alasan yang tidak dinya­ takan) dan 3 (menentukan ide utama). Semen­

tara itu, peningkatan keterampilan berpikir kritis terendah pada kelompok eksperimen dan kontrol masing­masing terjadi pada indi­ kator 6 (menerapkan prinsip utama) dan 1 (mengidentifikasi kriteria untuk memper­ timbangkan jawaban yang mungkin).

Keunggulan dari BKK­BPA BKK­BPA mempunyai keunggulan­ke­

unggulan sebagai berikut. Penerapan BKK­ BPA dapat memberikan kesempatan kepada siswa berlatih mengembangkan keterampilan berpikir kritis selama pembelajaran. Melalui pembuatan peta argumen, siswa menganalisis klaim utama atau kesimpulan, kemudian mengidentifikasi premis­premis yang men­ dukung klaim utama. Siswa juga meng­ identifikasi premis­premis yang mendukung kopremis (argumen kompleks). Dengan demi­ kian, siswa akan berpikir secara terstruktur

Tabel 2. Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran yang Diikuti

No. Pernyataan Pilihan (%) STS TS S SS

1. Pembuatan peta argumen dapat menantang berpikir secara kritis 0 4 70 26

2. Pertanyaan­pertanyaan konseptual dapat membantu memahami materi kimia 0 4 74 22

3. Guru memberikan bimbingan dalam membuat peta argumen 1 0 60 39

4. Guru memberi membimbing dalam memahami materi kimia 0 0 57 43

5. Pembelajaran mendorong terjadinya kerja sama dengan siswa lain dalam kelompok 0 3 70 27

6. Pembelajaran dapat meningkatkan tanggung jawab belajar 1 4 72 23

7. Pembelajaran dapat mendorong terjadinya penyampaian pendapat dalam diskusi kelas dan diskusi kelompok

0 7 69 24

8. Pembelajaran dapat mendorong terjadinya partisipasi aktif dalam pembelajaran 0 12 75 13

9. Saya menjadi lebih kritis dalam mempelajari materi kimia 0 14 66 20

10. Saya dapat mengikuti pembelajaran dengan baik 0 10 78 12 11. Saya tertarik dengan mata pelajaran kimia 1 7 64 28 12. Suasana kelas dalam pembelajaran kimia sangat

menyenangkan 1 5 50 44

13. Pembelajaran kimia seperti yang telah dilaksanakan agar terus dipertahankan 2 11 39 48

Rerata 0,5 6,2 64,9 28,4 Perbandingan 6,7 93,3

Page 7: Jp kim ia 11redhana

Redhana, Efektivitas BKK‐BPA dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa 25

dan sistematis dalam memahami materi laju reaksi.

BKK­BPA juga membantu guru menge­ lola pembelajaran dengan baik, yaitu pem­ belajaran berlangsung lebih aktif dan kon­ dusif. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru menjadi lebih terstruktur dan terarah pada tu­ juan, yaitu peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa. Di samping itu, guru termotivasi mempelajari berbagai sumber informasi agar dapat mem­ bimbing siswa dalam proses pemecahan ma­ salah, dan bahkan guru terinspirasi membuat program pembelajaran inovatif yang sejenis.

Tanggapan Guru dan Siswa terhadap BKK­BPA Tanggapan Guru

Tanggapan guru terhadap BKK­BPA adalah buku kerja ini dapat membantu mereka menciptakan interaksi edukatif dalam kegiatan belajar mengajar. Pada interaksi ini siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran. Ke­ aktifan siswa ini didukung oleh adanya dis­ kusi kelompok yang membahas materi laju reaksi dan melatih keterampilan berpikir kritis siswa melalui pembuatan peta argumen. BKK­BPA dapat membantu guru membuat kaitan antara konten atau materi yang dipe­ lajari dan aplikasinya dalam kehidupan sehari­ hari siswa, dalam hal ini konteks budaya bu­ daya lokal. BKK­BPA juga dapat membim­ bing guru dalam menggali ide­ide siswa, me­ ningkatkan keterampilan siswa dengan meng­ analisis, mensintesis, dan mengevaluasi argu­ men, dan mengarahkan siswa agar sampai pada pemahaman yang lebih baik.

Selain itu, BKK­BPA yang diterapkan dapat memberikan manfaat bagi guru, antara lain: 1) memperoleh pengalaman baru dalam mengelola pembelajaran; 2) dapat mengemas pembelajaran yang memudahkan siswa bela­ jar; dan 3) BKK­BPA dapat memberikan ins­ pirasi pada guru untuk merancang program pembelajaran yang dapat mendorong siswa berpikir lebih kritis. Masih menurut guru, ke­ lebihan dari BKK­BPA ini adalah: 1) siswa lebih mudah dalam memahami materi kimia; 2) siswa dapat mengkonstruksi dan mengi­ dentifikasi konsep­konsep yang dipelajari; 3) terjadinya peningkatan aktivitas belajar siswa, 4) bertambahnya wawasan siswa dalam me­ mahami materi kimia dengan adanya materi

yang dikaitkan dengan konteks budaya lokal; dan 5) siswa belajar lebih terarah. Namun demikian, BKK­BPA ini masih ada kele­ mahan, menurut guru, yaitu implementasi BKK­BPA ini memerlukan cukup banyak waktu. Saran­saran yang diberikan oleh guru adalah: 1) pada awal materi dalam BKK­BPA sebaiknya dibuat peta argumen dengan pola yang sederhana; dan 2) penggunaan konteks budaya lokal dalam materi perlu ditambah.

Tanggapan Siswa Tanggapan siswa terhadap BKK­BPA

yang dikumpulkan melalui angket tertutup dapat disajikan pada Tabel 2. STS, TS, S, dan ST berturut­turut adalah sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat tidak setuju.

Tanggapan siswa di atas sejalan dengan hasil­hasil yang diperoleh dari angket terbuka, yaitu: 1) pembelajaran memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis; 2) siswa dapat mengetahui bahwa materi ki­ mia yang dipelajari dapat dikaitkan dengan kehidupan sehari­hari, seperti misalnya bu­ daya lokal; 3) siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran; 4) kerja sama siswa di dalam kelompok meningkat; 5) materi kimia menjadi mudah dipelajari dan lebih lama di­ ingat; 6) pembelajaran dapat memperluas wa­ wasan siswa; 7) suasana belajar lebih santai dan menyenangkan; 8) siswa dapat berko­ munikasi dengan lebih baik; dan 9) adanya pertanyaan­pertanyaan konseptual dalam BKK­BPA dan pembuatan peta argumen da­ pat siswa meningkatkan pemahaman terhadap materi kimia. Siswa menyarankan agar BKK­ BPA ini terus dipertahankan untuk menga­ jarkan materi kimia lainnya.

Pembahasan Hasil­hasil yang diperoleh dalam

penelitian ini menunjukkan bahwa BKK­BPA ( = 0,63) lebih baik meningkatkan keteram­ pilan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan buku kimia yang biasanya digunakan oleh guru­guru kimia ( = 0,36). Efektivitas BKK­BPA dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa disebabkan oleh beberapa alasan.

Pertama, pada BKK­BPA disajikan mate­ ri kimia secara argumentatif. Penyajian materi kimia secara argumentatif ini dilakukan de­ ngan menguraikan suatu klaim yang kemu­ dian didukung oleh sejumlah premis (alasan,

Page 8: Jp kim ia 11redhana

26 Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, Volume 1, Nomor 1, April 2011, hlm. 19‐28

bukti, fakta, data, dan sebagainya). Kondisi ini akan memungkinkan siswa memahami materi kimia secara lebih mendalam dan bermakna.

Kedua, setelah mempelajari uraian materi kimia, siswa selanjutnya berusaha melakukan analisis dan evaluasi terhadap argumen yang terdapat dalam uraian materi kimia tersebut. Berdasarkan analisis dan evaluasi ini, siswa kemudian mensintesis argumen dalam bentuk peta argumen. Menurut Oswald (2007), pem­ buatan peta argumen akan memungkinkan: (1) penyajian argumen menjadi sangat efisien, yaitu peta argumen dapat meringkaskan bebe­ rapa halaman dari suatu uraian yang kompleks ke dalam peta tunggal; (2) tayangan dari struktur argumen dapat ditampilkan dengan jelas, yaitu argumen ditranslasi dari bentuk teks ke dalam bentuk peta yang merupakan praktik keterampilan berpikir kritis yang sa­ ngat baik; dan (3) masing­masing kopremis dapat ditunjukkan secara eksplisit, yaitu peta argumen akan memacu siswa mengiden­ tifikasi asumsi yang tidak dinyatakan dan meminta bukti untuk masing­masing kompo­ nen argumen.

Ketiga, pertanyaan konseptual yang dia­ jukan setelah siswa mempelajari uraian materi kimia bertujuan untuk menyelidiki pema­ haman siswa terhadap materi kimia. Siswa akan dapat mengetahui materi kimia mana yang belum dipahami dan materi mana yang telah dipahami dengan baik. Dengan demi­ kian, siswa akan mempelajari kembali materi yang belum dipahami dengan baik tersebut.

Keempat, praktikum yang dilaksanakan bertujuan untuk memverifikasi dan memper­ dalam konsep, prinsip, teori, dan hukum­ hukum yang dipelajari. Dengan demikian, sis­ wa akan menjadi lebih yakin dengan apa yang telah dipahami, jika pendapatnya sejalan dengan hasil­hasil praktikum. Sebaliknya, siswa akan menjadi ragu jika pendapatnya tidak sejalan dengan hasil­hasil praktikum. Hal ini akan mendorong siswa untuk menguji kembali pendapatnya dengan mempelajari materi kimia kembali.

Terakhir, pemecahan masalah pada akhir pembelajaran bertujuan untuk melatih siswa mengaplikasikan konsep, prinsip, teori, dan hukum­hukum yang telah dipahami. Jika sis­ wa tidak dapat memecahkan masalah yang di­ hadapi, siswa akan tertantang untuk mempe­ lajari materi kembali sehingga pemahaman siswa terhadap materi kimia akan dapat di­

tingkatkan. Dari hasil­hasil yang dicapai tampak

bahwa siswa yang memperoleh kesempatan berlatih membuat peta argumen akan dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Temuan­temuan ini sejalan dengan temuan­ temuan dari beberapa peneliti (lihat misalnya van Gelder, 2003; Twardy, 2004; Ostwald, 2007; Bassham et al., 2008; Lau & Chan, 2009). Secara khusus, van Gelder (2003) me­ ngungkapkan bahwa peta argumen dapat me­ ningkatkan kemampuan siswa mengartiku­ lasikan, memahami, dan mengkomunikasikan penalaran sehingga dapat memacu keteram­ pilan berpikir kritis siswa. Menurut Ostwald (2007), peta argumen merupakan cara trans­ paran dan efektif untuk menyajikan argumen dan membuat operasi keterampilan berpikir kritis menjadi lebih jelas sehingga mengha­ silkan perkembangan keterampilan berpikir kritis yang lebih cepat. Sementara itu, Bassham et al. (2008) menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis sangat berkaitan dengan alasan, yaitu mengidentifikasi alasan, mengevaluasi alasan, dan memberikan alasan. Ini merupakan esensi dari argumen (keteram­ pilan berpikir kritis).

Penggunaan konteks budaya lokal, seper­ ti kayu bakar dipotong menjadi ukuran­ukuran yang lebih kecil agar lebih mudah terbakar ketika menanak nasi, akan memudahkan siswa memahami pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi. Di samping itu, siswa akan dapat mengetahui keterkaitan antara konten yang dipelajari dan konteks (aplikasi konten dalam kehidupan sehari­hari). Dengan demikian, sis­ wa akan lebih mudah memahami konsep­kon­ sep, prinsip­prinsip, teori­teori, dan hukum­ hukum karena siswa sudah membawa sejum­ lah pengalaman yang berkaitan dengan materi kimia. Kondisi ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Penggunaan konteks budaya lokal da­ lam pembelajaran kimia akan menjadikan pembelajaran yang dilakukan oleh guru men­ jadi sangat kaya dan bermakna dengan pe­ ngalaman siswa. Keadaan ini akan membang­ kitkan minat dan motivasi belajar siswa serta menumbuhkan rasa ingin tahu siswa tentang kaitan antara budaya lokal dan materi kimia yang sedang dipelajari. Tumbuhnya minat dan motivasi belajar ini akan mendorong siswa mempelajari sumber­sumber informasi secara mendalam, dan bahkan mencari sumber­sum­ ber informasi yang lain. Dorongan motivasi

Page 9: Jp kim ia 11redhana

Redhana, Efektivitas BKK‐BPA dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa 27

ini akan mengakibatkan siswa mempunyai konsentrasi yang tinggi dalam mempelajari materi kimia. Akhirnya, siswa akan dapat memahami materi kimia secara mendalam. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Baker & Taylor (1995) dan Cobern & Aikenhead (1996). Penggunaan konteks buda­ ya lokal dalam pembelajaran kimia mirip de­ ngan pembelajaran kontekstual. Konteks yang dimaksud adalah budaya lokal.

Penutup Berdasarkan hasil­hasil yang diperoleh

pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) BKK­BPA memiliki karakteristik: (1) ma­

teri kimia disajikan secara argumentatif dan dilanjutkan dengan pembuatan peta ar­ gumen; (2) BKK­BPA merupakan alat un­ tuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis; (3) pembelajaran berlangsung secara kolaboratif; (4) pertanyaan konseptual ber­ fungsi untuk menelusuri pemahaman kon­ sep siswa; dan (5) guru berperan sebagai fasilitator.

2) BKK­BPA efektif meningkatkan keteram­ pilan berpikir kritis siswa daripada buku kimia yang biasa digunakan oleh guru kimia, baik untuk masing­masing indikator maupun untuk keseluruhan indikator.

3) Tanggapan guru terhadap BKK­BPA sa­ ngat positif, yaitu BKK­BPA dapat: (1) membimbing guru dalam menggali ide­ide siswa; (2) memberikan pengalaman baru bagi guru dalam mengelola pembelajaran; dan (3) bertambahnya wawasan siswa da­ lam memahami materi kimia dengan ada­ nya materi yang dikaitkan dengan konteks budaya lokal.

4) Menurut siswa, BKK­BPA dapat mening­ katkan: (1) pemahaman terhadap materi kimia; (2) keterampilan berpikir kritis; dan (3) keaktifan selama pembelajaran. Siswa berharap agar BKK­BPA terus diperta­ hankan untuk mengajarkan materi kimia.

Daftar Rujukan Baker, D. & Taylor, P. C. S. (1995). The

Effect of culture on the learning of science in non­western countries: The result of an integrated reseach peview. Journal Science education, 17(6). 695­ 704.

Bassham, G., Irwin, W., Nardone, H., &

Wallace, J. M. (2007). Critical thinking: A student’s introduction. 2 nd Edition. Singapore: McGraw­Hill Company, Inc.

Bassham, G., Irwin, W., Nardone, H., & Wallace, J. M. (2008). Critical thinking: A student’s introduction. 3 nd Edition. New York: McGraw­Hill Company, Inc.

Cobern, W. W. & Aikenhead, G. S. (1996). Cultural aspects of learning science. Tersedia pada: http://wmich.edu/slcsp/ 121.htm. Diakses pada tanggal 14 Januari 2008.

Eichhorn, R. (n.d.). Developing thinking skills: Critical Thinking at the army management staff college. Tersedia pada: http://www.au.af.mil/au/awc/ awcgate/ army/critical/roy.htm. Diakses pada tang­ gal 14 Januari 2008.

Ennis, R. (1985). Curriculum for critical thin­ king. Dalam A. L. Costa (Eds). De­ veloping minds: A resource book for tea­ ching thinking. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum De­ velopment.

Garratt, J., Overton, T., Tomlinson, J., & Clow, D. (2000). Critical thinking exer­ cises for chemists. Active Learning in Higher Education. 1(2). 152­167.

Halpern, D. F. (1999). Teaching for critical thinking: Helping college students de­ velop the skills and dispositions of a critical thinker. New Directions for Tea­ ching and Learning. 80. 69­74.

Lau, J. & Chan, L, (2009). Argument map­ ping. Tersedia pada: http://philoso phy.Hku.hk/think/ arg/arg.php. Diakses pada tanggal 15 Februari 2009.

Lubezki, A., Dori, Y. J., & Zoller, U. (2004). HOCS­promoting assessment of stu­ dents’ performance on environment­re­ lated undergraduate chemistry. Chemistry Education Research and Practice. 5(2). 175­184.

Nickerson, R. S., Perkins, D. N., & Smith, E. E. (1985). The teaching of thinking. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Ostwald, J. (2007). Argument mapping for critical thinking. Tersedia pada: http:// www.Jostwald.com/argumentmapping/os twaldhandout.pdf. Diakses pada tanggal 15 Februari 2009.

Redhana, I W., Suardana, I N. & Maryam, S. (2008). Model perubahan konseptual

Page 10: Jp kim ia 11redhana

28 Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, Volume 1, Nomor 1, April 2011, hlm. 19‐28

pada pembelajaran kimia di SMA Negeri 4 Singaraja (Studi Kasus pada Pem­ belajaran Kimia). Laporan penelitian tidak diterbitkan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Redhana, I W. & Kirna, I M. (2004). Iden­ tifikasi miskonsepsi siswa SMA terhadap konsep­konsep kimia. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Robbins, S. (2005). The path to critical thin­ king. Tersedia pada: http://hbswk. hbs. edu/archive/4828.html. Diakses pada tanggal 8 September 2006.

Rodrigues, S. & Bell, B. (1995). Chemically speaking: A description of student­tea­ cher talk during chemistry lessons using and building on students’ experiences. International Journal of Science Edu­ cation. 17(6). 797­809.

Satria, D. (2009). UN seperti IELTS/TOEFL. Tersedia pada: http://www.mail­archive. com/forum­pembaca­kompas@yahoo groups.com/msg100286.html. Diakses pada tanggal 13 Desember 2009.

Savinainen, A. & Scott, P. (2002). The force concept inventory: A tool for monitoring student learning. Physics Education. 39 (1), 45­52.

Sutresna, N. (2007). Cerdas Belajar Kimia untuk SMA Kelas XI. Bandung: Grasindo Media Pratama.

Thomas, A. & Thorne, G. (n.d.). Higher order thinking–it’s HOT. Tersedia pada: http//: www.cdl.org/resource­library/ articles/ highorderthinking.php. Diakses pada tanggal 14 Januari 2008.

Tsapartis, G. & Zoller, U. (2003). Evaluation of higher vs. lower­order cognitive skills­ type examination in chemistry: Impli­ cations for university in­class assessment and examination. U.Chem. Ed. 7. 50­57.

Twardy, C. R. (2004). Argument maps im­ prove critical thinking. Tersedia pada: http:// www. csse. monash. edu. au/ ~ ctwardy/Papers/reasonpaper.pdf. Diakses pada tanggal 8 September 2006.

Van Gelder, T. (2003). Enhancing deli­ beration through computer­supported ar­ gument visualization. Dalam P. A. Kirschner, S. Buckingham Shum, & C. Carr (Eds). Visualizing argumentation. London: Springer­Verlag.

Winocur, S. L. (1985). Developing lesson plans with cognitive objectives. Dalam A. L. Costa (Eds). Developing mind: A resource book for teahing thinking. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Zoller, U., Ben­Chaim, D., & Ron, S. (2000). The disposition toward critical thinking of high school and university science students: An interintra isreaeliitalian study. International Journal of Science Education. 22(6). 571­582.