jipptumg--achmadarif-412-1-bab1-3

Upload: fhai-jabrix

Post on 16-Jul-2015

199 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Kebutuhan akan energi listrik khususnya daerah pengembangan cerme setiap

tahun diyakini akan terus meningkat baik sebagai sarana produksi maupun untuk perumahan. Tak dapat dipungkiri bahwa listrik merupakan sarana yang penting bagi masyarakat dewasa ini baik itu dari segi kuantitas maupun kualitas pemenuhan kebutuhan akan energi listrik serta pelayanannya kepada konsumen. Tersedianya tenaga listrik dalam jumlah tertentu, mutu yang memadai dan pada saat diperlukan akan mempengaruhi laju kecepatan pertumbuhan berbagai sektor kegiatan seperti industri, pertanian, pertambangan, kesehatan, pendidikan dan lainlain. Pembangunan sarana umum seperti pertokoan, perkantoran, hiburan dan pemukiman akan meningkatkan permintaan sumber energi listrik guna memenuhi kebutuhan akan peningkatan kebutuhan tenaga listrik dan sebagainya. Dengan dasar peramalan beban pada masa yang akan datang dapat disusun suatu pola pengembangan sistem distribusi untuk kawasan daerah pengembangan crme secara optimal baik dari segi teknis pengembangannya serta memperhitungkan juga faktor segi ekonomisnya yaitu dengan memperhatikan keandalan untuk sistem distribusi yang melayani daerah crme dan sekitarnya sehubungan dengan pertumbuhan beban sebagai akibat pertambahan penduduk serta perkembangan pembangunan pada masa yang akan datang sehingga nantinya akan mampu melayani konsumen yang ada di kawasan ini.

Maka untuk mengantisipasi hal ini perlu penafsiran akan kebutuhan tenaga listrik khususnya untuk jangka lima tahun mendatang agar penyaluran lebih fleksibel yaitu salah satunya dengan penyaluran listrik tegangan tinggi dan dengan pengembangan sistem distribusi di Gardu Induk Cerme untuk melayani daerah crme dan sekitarnya. Adapun dengan pengembangan ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal ini konsumen agar bisa memperoleh pasokan listrik sesuai dengan yang dibutuhkan dan disesuaikan dengan rencana induk daerah cerme sampai tahun 2012. Seperti telah banyak di ketahui, cerme merupakan salah satu daerah yang sedang berkembang. Terdapat banyak home industry yaitu diantaranya wirausaha dan pengrajin yang banyak dari hasil usahanya dijual di luar kota. Ini membuktikan cerme merupakan daerah yang hasil usahanya diminati dan disukai pelanggan. Ditambah lagi terdapat beberapa perusahaan berdiri tegak di daerah ini yaitu diantaranya PT. CEKA sebagai salah satu pabrik Meubel kelas menengah ke atas. Cerme merupakan daerah yang kaya akan tekstil. Terdapat diantaranya hasil kerajinan sarung tenun, kopiah, dan sebagainya. Ditambah lagi banyak terdapat tambak baik itu tambak udang ataupun tambak ikan yang tak kalah kualitasnya dengan daerah lainnya. Dengan pesatnya pembangunan sektor perumahan, komersil, publik dan industri maka dibutuhkan kecermatan dalam perhitungan taksiran kebutuhan beban yang akan datang sesuai dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya standart kehidupan dalam hal ini pengembangan sistem distribusi pada Gardu Induk Cerme untuk melayani daerah cerme dan sekitarnya. Untuk memenuhi perkembangan kebutuhan akan energi listrik tentunya diperlukan suatu analisa tentang karakteristik dari beban listrik di suatu wilayah sehingga dapat ditentukan suatu perencanaan tentang perkembangan beban tersebut.

Dengan diketahuinya besar perkembangan beban maka dapat pula memperhitungkan tentang usaha pemenuhan kebutuhan energi listrik dalam daerah tersebut dalam jangka waktu tertentu baik itu untuk jangka pendek, jangka menengah ataupun jangka panjang. Sehingga diharapkan kontinuitas pelayanannya tetap terjamin dan tidak ada lagi konsumen yang mengalami kekurangan pasokan listrik.

1.2.

Perumusan Masalah Pelaksanaan pengembangan sistem distribusi melalui melalui saluran udara

maupun bawah tanah guna memenuhi kebutuhan listrik di kota atau daerah yang sedang berkembang akan mengalami beberapa kendala yang menyangkut beberapa faktor yaitu susut distribusi, keandalan sistem, dan tingkat pelayanan pelanggan yang kurang memuaskan sehingga perlu dipikirkan solusinya. Permasalahan dalam tugas akhir adalah bagaimana mengembangkan sistem distribusi untuk kawasan daerah crme secara optimum sehingga akan didapatkan suatu pola pengembangan sistem distribusi yang sesuai dengan pertumbuhan beban, jenis beban, kapasitas feeder di kawasan pengembangan crme serta tinggi rendahnya tingkat pelayanan konsumen.

1.3.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi kebutuhan akan beban listrik yang ingin dicapai berdasarkan hasil yang diperoleh pada sistem yang telah ada pada proses sebelumnya. 2. Untuk merencanakan dan mengetahui kebutuhan tenaga listrik Gardu Induk Cerme untuk melayani daerah cerme dan sekitarnya sehingga bisa didapatkan kapasitas daya nominalnya.

3. Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan penelitian yang dapat membantu dalam perencanaan ataupun dalam pengembangan sistem distribusi melalui transmisi primer gardu induk crme dalam melayani daerah crme dan sekitarnya. 4. Disamping itu kita juga dapat memberikan peramalan tentang distribusi listrik dimasa yang akan datang dimana harapan bagi penulis tidak lagi ada yang kekurangan pasokan listrik sehingga semua kebutuhan masyarakat dalam hal ini konsumen akan pentingnya listrik terpenuhi.

1.4.

Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik kepada

peneliti, masyarakat, maupun pengambil kebijakan sebagai berikut: a. Kontribusi bagi Peneliti Selain sebagai kegiatan pelaksanaan salah satu dharma perguruan tinggi, penelitian ini juga diharapkan bisa meningkatkan profesiolisme kerja para mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmunya untuk ikut berperan serta dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan riil yang ada di lapangan. b. Kontribusi bagi pengambil kebijakan Dari penelitian ini diharapkan akan dihasilkannya suatu kebijakan pendistribusian listrik secara efektif dan efisien yang dalam pelaksanaannya dapat diketahui bagaimana pasokan tegangan listrik untuk masa mendatang. Kontribusi untuk masyarakat Dalam penelitian ini diharapkan agar pendistribusian primer gardu induk cerme dapat diantisipasi perkembangannya sehubungan dengan pertumbuhan beban sehingga kontinuitas pelayanannya tetap terjamin.

1.5.

Sistematika Penulisan Pembahasan dalam penulisan tugas akhir ini dimulai dengan peramalan beban

pada kawasan pengembangan daerah cerme yang dilayani oleh empat buah penyulang yang disuplai dari Gardu Induk Cerme. Hasil peramalan beban ini akan menjadi dasar dalam penentuan kapasitas trafo distribusi yang selanjutnya akan memberikan input pembebanan pada penentuan kapasitas penyulang apakah masih mampu menanggung beban atau tidak, keandalan sistem, voltage drop, perbaikan kinerja pelayanan serta penentuan rute dan tipe jaringan sistem distribusi yang sesuai untuk kawasan pengembangan daerah cerme, sehingga akan diperoleh suatu pola pengembangan yang dapat meningkatkan pelayanan kepada konsumen dengan optimal baik pada kondisi normal maupun bila ada gangguan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Peranan Sistem Distibusi Sistem tenaga listrik merupakan suatu sistem terpadu yang terbentuk oleh

hubungan hubungan peralatan dan komponen komponen listrik seperti generator, transformator, jaringan tenaga listrik dan beban beban tenaga listrik. Peranan utama dari suatu sistem tenaga listrik adalah menyalurkan energi listrik yang dibangkitkan oleh generator ke konsumen yang membutuhkan energi listrik. Secara garis besar suatu sistem tenaga listrik dapat dikelompokkan atas tiga bagian sub sistem :

Bagian pembangkitan meliputi : Generator pembangkit Gardu induk pembangkitan 2. Bagian penyaluran atau transmisi daya meliputi : a. Saluran transmisi b. Gardu induk c. Saluran subtransmisi 3. Bagian distribusi dan beban meliputi : a. Gardu induk distribusi b. Saluran distribusi primer c. Gardu distribusi d. Saluran distribusi sekunder e. Beban listrik atau konsumen

Gambar 2.1 Single Line Diagram Sistem Tenaga Listrik

Berdasarkan pembagian diatas, fungsi dari masing-masing sub sistem dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pembangkitan berperan sebagai sumber daya tenaga listrik dan disebut juga sebagai produsen energi. 2. Sistem transmisi berfungsi sebagai penyalur daya listrik dari pembangkit ke bagian sistem distribusi atau konsumen. 3. Sistem distribusi berperan sebagai distributor energi ke konsumen-konsumen yang membutuhkan energi tersebut. Fungsi sistem distribusi adalah menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik dari pusat suplai (GI) ke pusat-pusat atau kelompok-kelompok beban. Secara umum, baik buruknya sistem penyaluran dan distribusi tenaga listrik adalah ditinjau dari hal hal berikut ini : 1. Kontinyuitas pelayanan yang baik, tidak sering terjadi pemutusan, baik karena gangguan maupun hal hal yang direncanakan. Biasanya, kontinyuitas pelayanan terbaik diprioritaskan pada beban beban yang dianggap vital dan sama sekali tidak dikehendaki mengalami pemadaman, misalnya instalasi militer atau rumah sakit. 2. Kualitas daya yang baik, antara lain meliputi : a. Kapasitas daya yang memenuhi b. Tegangan dan frekuensi yang selalu konstan (untuk sistem AC) 3. Luasan dan penyebaran daerah beban yang dilayani harus seimbang khususnya untuk sistem tegangan AC 3 phase, faktor kesimetrian beban pada masing-masing phase perlu diperhatikan. 4. Fleksibel dalam pengembangan dan perluasan daerah beban. Pengembangan sistem distribusi yang baik tidak hanya bertitik tolak pada kebutuhan beban yang

sesaat, tetapi perlu diperhitungkan pula secara teliti kemungkinan pengembangan beban yang harus dilayani, bukan saja dalam hal perluasan daerah beban yang dilayani tetapi juga dalam penambahan kapasitas daya. 5. Kondisi dan situasi lingkungan merupakan pertimbangan dalam pengembangan sistem distribusi untuk menentukan tipe jaringan sistem distribusi mana yang sesuai untuk lingkungan yang bersangkutan, misalnya tentang konduktornya, konfigurasinya, tata letaknya dan pertimbangan dari segi estetika atau keindahannya. 6. Pertimbangan ekonomis, faktor ini menyangkut perhitungan untung rugi ditinjau dari segi ekonomis. 2.2. Stasiun Pembangkit Tenaga Listrik

Stasiun Pembangkit Tenaga Listrik adalah suatu tempat dimana suatu energi yang lain dikonversikan menjadi mekanis dan kemudian diubah menjadi energi listrik. Pemanfaaatan energi dalam pembangkitan ini ada banyak macamnya, antara lain: a. PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) b. PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) c. PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) d. PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) e. PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) f. PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap)

2.3.

Generator

Generator merupakan salah satu komponen utama di dalam stasiun pembangkit. Nama lain dari pada generator adalah alternator dan termasuk dalam kelompok mesin serempak. Mesin serempak adalah seperti sebuah generator arus bolak-balik yang digerakkan oleh turbin sebagai peralatan yang akan mengubah tenaga mekanik

menjadi elektrik. Dan sebaliknya apabila sebagai motor, mesin itu akan mengubah energi elektrik menjadi energi mekanik. Mesin serempak dapat berfungsi sebagai motor maupun generator, tanpa mengalami perubahan yang berarti dalam desain ataupun konstruksinya, sebagai generator, mesin serempak dapat dioperasikan sebagai mesin tunggal, walaupun pada umumnya digabungkan ke dalam suatu sistem interkoneksi sehingga bekerja paralel dan serempak dengan generator lain. 2.4. Gardu Induk Gardu induk merupakan salah satu komponen yang penting dalam menunjang kebutuhan listrik ke konsumen maupun yang mengatur pelayanan tenaga listrik yang didapat dari pusat pembangkit untuk disalurkan ke pusat-pusat beban. Oleh karena itu pembangunan gardu induk harus diperhatikan pula jenis beban, sebagai alternatif didirikan gardu induk terhadap lingkungan selama beroperasi serta mudahnya dalam proses pengerjaan pembangunan dan untuk pengembangan selanjutnya. Gardu induk juga harus mempunyai peralatanperalatan yang mempunyai keandalan yang tinggi sehingga kualitas tenaga yang diharapkan dapat sebaik mungkin, walaupun dengan keadaan jenis beban yang bervariasi. Disamping itu kualitas peralatan dari sistem jaringan transmisi tegangan tinggi maupun jaringan distribusi harus baik agar tidak terjadi kerugian daya listrik yang terlalu besar dan tetap berkualitas baik sampai ke konsumen. Kontinuitas pelayanan yang baik dan keandalan yang tinggi dari peralatan dan komponen serta standarisasinya harus ditetapkan dengan memperhatikan segi ekonomisnya. Penempatan peralatan direncanakan sedemikian rupa sehingga memudahkan perawatan dan operasi dapat berlangsung aman dan efektif.

2.4.1. Persyaratan Pembangunan Gardu induk Dalam perencanaan pembangunan suatu gardu induk harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : o Konstruksi sederhana dan kuat o Operasi perawatan dan perbaikan mudah o Mempunyai keandalan yang tinggi o Fleksibel o Mempunyai derajat keamanan yang tinggi Disamping hal tersebut diatas harus pula diperhatikan : a. Adanya kecenderungan kenaikan beban sistem meliputi jumlah transformator utama, jumlah rangkaian cabang yang harus dibangun pada tahap permulaan dan beberapa kapasitas tambahan untuk perluasan yang akan datang. b. Perbandingan teknis ekonomis tentang peralatan mana yang lebih baik digunakan. c. Penentuan pemasangan sistem gardu induk dengan mengingat kualitas tenaga listrik yang dibutuhkan oleh beban. d. Memperhatikan keadaan setempat misalnya adanya kontaminasi garam, segi keindahan dan lain-lain.

2.4.2. Lokasi Gardu Induk Secara umum penentuan lokasi gardu induk harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Letak dekat dengan pusat beban dan dekat dengan jalan raya yang lebar dan kuat, sehingga tidak mengalami kesulitan dalam pengangkutan peralatan gardu induk. b. Tanahnya cukup baik dan bebas dari banjir. c. Tidak begitu dekat dengan pantai sehingga kontaminasi garamnya relatif kecil.

d. Lokasi gardu induk tidak terlalu dekat dengan perumahan penduduk dan pada saat pengoperasiannya tidak mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Disamping faktor-faktor yang mempengaruhi letak gardu induk tersebut, terdapat proses pentahapan yang dilakukan dalam rangka pemilihan lokasi gardu induk. Luas tanah yang digunakan untuk pembangunan gardu induk tergantung dari beberapa keadaan yaitu : a. b. c. d. e. Cara menata peralatan dan gedung Pemilihan hubungan rangkaian utama Jenis dari penghantar riil Arah dari saluran cabang Kapasitas gardu induk Transformator merupakan peralatan penting dalam gardu induk, oleh karena itu kapasitas gardu induk pada dasarnya ditentukan oleh kapasitas beban terpasang pada sistem yang dilayani dan ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam penentuan gardu induk.

2.4.3 Jenis Gardu Induk a. Gardu induk jenis pasangan dalam Gardu induk pasangan dalam yaitu gardu induk dimana semua peralatan tegangan tinggi seperti transformator utama, peralatan penghubung dan peralatan control semuanya di pasang di dalam gedung. Jenis pasangan dalam ini umumnya di pakai dipusat kota dimana harga tanah adalah relatif mahal dan daerah pantai karena adanya pengaruh kontaminasi garam. Disamping itu juga jenis ini memungkinkan dipakai untuk menjaga keselarasan dengan lingkungan sekitarnya, juga untuk menghindari kebakaran serta gangguan suara.

b. Gardu induk jenis pasangan luar (outdoor) Gardu induk pasangan luar yaitu semua peralatan tegangan tinggi dipasang diluar, sedangkan peralatan kontrolnya dipasang di dalam gedung. Jenis ini memerlukan tanah yang luas, biasanya konstruksi murah, dan pendinginan murah. Gardu induk ini biasanya dipakai dipinggir kota dimana harga tanah masih relatif murah. c. Gardu induk jenis pasangan setengah luar Sebagian peralatan tegangan tingginya terpasang didalam gedung. Untuk gardu induk ini dipakai bermacam-macam corak dengan pertimbangan segi ekonomis, pencegahan kontaminasi garam, pencegah gangguan suara dan lain-lain.

d. Gardu induk jenis pasangan bawah tanah Hampir semua peralatan terpasang dalam bangunan bawah tanah. Kadang-kadang yang kontrolnya juga diatas tanah dan dipasang pada pusat kota tepatnya bagian kota yang sangat ramai, kebanyakan dibangun dibawah jalan raya.

e. Gardu induk jenis mobil Diperlengkapi dengan peralatan trailer atau semacam truck dipakai pada keadaan ada gangguan di suatu gardu induk, guna pencegahan beban lebih berkala dan guna pemakaian sementara ditempat pembangunan. Tidak dipakai secara luas, melainkan sebagai transformator atau peralatan penghubung yang mudah dipindah-pindah diatas trailer untuk memenuhi kebutuhan dalam keadaan darurat. Pemilihan jenis gardu induk ini ditentukan oleh : o Kondisi tempat dimana gardu induk akan dibangun o Faktor ekonomi berdasarkan harga tanah

2.4.4. Fasilitas dan Peralatan Gardu Induk Gardu induk (GI) dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan yang diperlukan sesuai dengan tujuannya dan mempunyai fasilitas untuk operasi, serta pemeliharaannya yang diuraikan sebagai berikut : A. Transformator Utama Dipusat pembangkit, transformator dipakai untuk menaikkan tegangan yang kebanyakan digunakan transformator jenis tiga phase. Langkah menaikkan tegangan ini dilakukan, mengingat generator yang digunakan adalah bertegangan rendah atau menengah. Dengan pengubah penyadap perbedaan (on load tap changger), kemampuannya makin baik, lebih awet dan pemeliharaannya menjadi lebih mudah. Untuk menyalurkan tenaga listrik ke tempat yang jaraknya jauh maka tegangan sistem perlu dinaikkan, karena hal ini mempunyai beberapa keutungan antara lain : 1. Pada daya yang sama, apabila kita menggunakan tegangan yang lebih tinggi, maka arusnya lebih kecil. I1 dan I2 = arus sistem 2. Dengan arus I2 lebih kecil dari I1, maka kita dapat menggunakan konduktor yang lebih kecil dari sebelumnya. 3. Dengan arus yang lebih kecil, maka drop tegangan pada saluran adalah lebih kecil dari sebelumnya. 4. Kerugian daya pada saluran akan lebih kecil dari sebelumnya. 5. Pada saluran yang sama kita bisa mengirim daya yang lebih besar dari sebelumnya. Selain keuntungan, kerugian jika menaikkan tegangan sistem adalah : 1. Berbahaya bagi lingkungan sekitarnya terutama manusia atau hewan 2. Harganya lebih mahal karena konstruksi dari daya isolasi harus lebih kuat

3. Untuk tegangan yang tinggi dapat menimbulkan gangguan radio. Tabel 2.1 1 Standart Ukuran Transformator Jenis Trafo Besar Sedang Kecil Tegangan > 70 KV 30 KV 70 KV < 30 KV Daya > 10 MVA 1 MVA- 10 MVA < 1MVA

Tabel 2.2 2 Batas tegangan lebih yang diijinkan menurut SPLN 1:1978 Tegangan Normal (KV) 150 70 30 20 12 6 Tegangan yang diijinkan (KV) 157,5 72,5 31,5 21 12,6 6,3

B.

Alat Pengubah Phasa Dipakai untuk mengatur jatuh tegangan pada saluran atau pada transformator.

Dikenal ada beberapa jenis : 1. Yang berputar Kondensator sinkron Kondensator asinkron

Penggunaanya : o Untuk fasa terdahulu (leading) o Untuk fasa terbelakang (lagging) o Dapat diatur secara kontinyu o Harganya mahal dan pemeliharaannya sulit. 2. Yang stasioner12

PLN, Jawa Timur, Petunjuk Pengoperasian G.I, hal 20 Ibid, hal 21

Kondensator statis Reaktor shunt

Penggunaannya : o Banyak dipakai dengan teknik pembuatan yang telah maju. o Tegangan dapat diatur tanpa banyak kesulitan, yaitu dengan penyetelan daya reaktif secara bertingkat mengikuti perubahan atau perluasan di sistem tenaga listrik.

C.

Peralatan Penghubung

Gardu induk merupakan pusat tenaga listrik yang dihasilkan oleh pusat-pusat pembangkit. Di tempat ini dilaksanakan hubungan interkoneksi antara pembangkitpembangkit tersebut, melalui transmisi disalurkan kepada konsumen dan di distribusikan kepada konsumen. Saluran transmisi dihubungkan dengan ril (bus) melalui transformator utama. Dimana setiap saluran tersebut dilengkapi dengan Circuit Breaker (CB) dan Disconecting Switch (DS) pada sisi keluarannya. Pemutus beban ini dipergunakan untuk menghubungkan atau melepaskan beban. Jika terjadi gangguan pada saluran transmisi atau alat lain, pemutus beban itu dipakai untuk memutuskan secara otomatis. Jika saluran transmisi dan distribusi, transformator, pemutus beban dan sebagainya mengalami perbaikan dan pemeriksaan, pemisah dipakai untuk memisahkan saluran dan peralatan tadi. Pemutus beban dan pemisah dinamakan peralatan penghubung (Switchgear) C. 1. Circuit Breaker Circuit Breaker adalah saklar yang dapat digunakan untuk menghubungkan dan memutuskan arus atau daya listrik sesuai dengan ratingnya. Pada waktu pemutusan

dan penghubungan arus listrik akan terjadi busur api. Pemadaman busur api pada waktu pemutusan dapat dilakukan dengan beberapa macam bahan. Berdasarkan bahan pemadaman busur api, circuit breker dibedakan menjadi : a. Circuit breaker dengan media minyak Circuit breaker dengan banyak menggunakan minyak (Bulk Oil Circuit Breaker) Circuit breaker dengan sedikit menggunakan minyak (Low Oil Circuit Breaker)

b. Circuit breaker dengan media udara Circuit breaker dengan udara hembus (Air Blast Circuit breaker) Circuit breaker dengan menggunakan udara hampa (Vacum Circuit breaker)

c. Circuit breaker dengan menggunakan magnet (Magnetic Blowout Circuit Breaker) d. Circuit breaker dengan media gas sulfur hexaflouride (SF6)

a.

Persyaratan yang harus dimiliki oleh circuit breaker Ada beberapa macam circuit breaker yang tersedia dipasaran saat ini. Walaupun

CB CB ini berbeda dalam bentuk dan bahan peredaman busur apinya, namun pada dasarnya CB-CB ini mempunyai fungsi yang sama sebagai bagian dari sistem pengaman atau proteksi tenaga listrik. Adapun persyaratan yang harus dimiliki oleh tiap-tiap circuit breaker adalah sebagai berikut : 1) Harus mampu menutup dan di aliri arus listrik beban penuh dalam kurun waktu yang lama. 2) Dalam keadaan tertentu seperti gangguan, maka CB harus mampu bekerja secara otomatis untuk memutuskan beban normal atau beban yang berlebihan. 3) Jika ada gangguan hubung singkat circuit breaker harus memutus atau membuka secara cepat agar peralatan listrik lainnya tidak rusak.

4) Celah atau gap diantara kontak kontak CB harus mampu dan tahan terhadap tegangan rangkaian, bila kontak membuka. 5) Harus mampu dialiri arus hubung singkat sampai gangguan hilang. 6) Mampu memutuskan arus magnetisasi dari transformator atau dari jaringan serta arus pemuatan (Charging Current) 7) Mampu menahan akibat dari busur api diantara kontak-kontak circuit breaker dan gaya elektromagnetik serta panas karena hubung singkat.

b.

Prinsip Kerja Circuit Breaker Untuk membuka dan menutup circuit breaker adalah dengan menaikkan dan

menurunkan posisi dari kontak bergerak yang terhubung pada batang penggerak yang digerakkan oleh mekanisme penggerak. Pada proses pemutusan batang kontak penggerak yang berhubungan dengan kontak bawah bergerak ke arah kontak tetap atas sehingga kontak tetap dan kontak bergerak akan terhubung yang merupakan penghubung arus dari transmisi ke terminal bawah. Pada proses pembukaan batang kontak bergerak yang berhubungan dengan kontak tetap bawah akan meninggalkan kontak tetap atas, sehingga kontak tetap dan kontak bergerak akan terlepas yang merupakan terputusnya terminal atas dengan terminal bawah.

c.

Mengoperasikan Circuit Breaker

Saat pembukaan jaringan, CB dioperasikan terlebih dahulu baru kemudian pemisahpemisah lainnya. Sebelum pemisah dikeluarkan atau dioperasikan harus diperiksa apakah CB sudah terbuka sempurna dilihat secara visual atau dengan cara melihat petunjuk amperemeter apakah sudah menunjukkan nol.

Gambar 2.2 (a) 3 Diagram Urutan Pembukaan jaringan Keterangan : 1. Cirkuit breaker 2. Pemisah 3. Pemisah Tanah

Gambar 2.2 (b) Diagram Urutan Penutupan Jaringan Keterangan : 1. Pemisah Tanah 2. Pemisah 3. Cirkuit Breaker

Saat penutupan jaringan, circuit breaker dioperasikan setelah pemisah-pemisahnya dimasukkan terlebih dahulu. Setelah circuit breaker dimasukkan sebelumnya diperiksa apakah terjadi kebocoran isolasi (misalnya, minyak) pada circuit breaker.

C. 2. Disconnecting Switch (DS) Disconnecting Switch (DS) adalah suatu peralatan yang merupakan pasangan circuit breaker. Fungsi dari DS yaitu memisahkan tegangan suatu bagian dari sumbernya pada keadaan tidak berarus, sehingga dapat dilihat atau dipisahkan dengan pasti bagian yang hidup dengan yang tidak. Meskipun DS tidak dimaksudkan untuk memutuskan arus beban nominal maupun arus hubung singkat, akan tetapi harus memenuhi syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah : 1) Mempunyai kapasitas arus (current capacity) nominal 15 % diatas arus beban penuh. 2) Harus sanggup menahan momentary current pada waktu terjadi hubung singkat.

3

PLN Pusat, Pemutus Tenaga, Buku Petunjuk Operasi dan Pemeliharaan Peralatan, Jakarta 1984, hal 34

3) Dapat menahan timbulnya beban termis dan daya elektrodinamis yang timbul pada saat terjadi gangguan hubung singkat. Hubungan rangkaian CB dan DS adalah menempatkan CB diantara dua DS. Pada umunya hubungan CB dan DS dilaksanakan dengan interlock. Yang dimaksud dengan interlock adalah agar tidak salah pengoperasian dari dua peralatan ini. Dengan demikian DS tidak digunakan untuk memutuskan arus beban dan bekerjanya dengan urutan tertentu yaitu pembukaan DS sesudah pembukaan CB dan menutupnya CB sesudah DS ditutup. Macam-macam DS sesuai dengan fungsinya menjadi : a. Pemisah tanah (pisau pentanahan) Berfungsi untuk mengamankan peralatan dari sisa tegangan yang timbul sesudah SUTT diputuskan atau induksi tegangan dari penghantar. b. Pemisah peralatan Berfungsi untuk mengisolasikan peralatan listrik dari peralatan lain atau instalasi lain yang bertegangan.

D.

Saklar Pentanahan (ES)

Saklar pentanahan menghubungkan saluran transmisi dengan bumi. Dalam kondisi normal saklar pentanahan pada posisi terbuka dan bila saluran transmisi mengalami gangguan tanah seperti gangguan hubung singkat ke tanah, maka saklar pentanahan akan ditutup guna membebaskan tegangan pada saluran transmisi. Hal ini disebabkan masih adanya kapasitansi antara saluran dengan bumi. Saklar pentanahan ini juga dihubungkan bila terjadi pemeliharaan terhadap peralatan lain untuk menghilangkan akibat kapasitansi.

E.

Panel Hubung dan Trafo Ukur

1) Panel hubung Panel hubung (Switch Board) merupakan pusat syaraf bagi suatu gardu induk. Pada panel hubung inilah operator mengamati keadaan peralatan operasi peralatan serta pengukuran-pengukuran tegangan, arus, daya dan sebagainya. Bila terjadi gangguan, panel hubung itu akan membuka pemutus beban (CB) secara otomatis melalui relay pengaman dan memisahkan bagian yang terganggu. Karena arus dan tegangan tidak bisa diukur langsung pada sisi tegangan tinggi, maka transformator ukur mengubahnya menjadi tegangan dan arus yang rendah dan sekaligus memisahkan alat-alat ukur tadi dari sisi tegangan tinggi. Ada dua jenis transformator ukur adalah : Transformator tegangan Transformator arus Pada dasarnya cara pengukuran semacam ini adalah metode pengukuran secara tak langsung tetapi dengan cara ini setiap perubahan parameter setiap saat dapat diamati pada meter-meter tersebut.

2) Transformator arus Transformator arus adalah suatu transformator yang diletakkan dalam rangkaian listrik yang berguna sebagai peralatan ukur yang dihubungkan dengan relay pengaman dan dengan transformator arus dapat diperluas batas pengukuran suatu alat ukur. Transformator arus ini digunakan pada rangkaian listrik dengan kapasitas yang cukup besar dan untuk instalasi tegangan tinggi. Bagian primer dari transformator arus dihubungkan dengan peralatan penunjuk atau relay pengaman. Dengan demikian

untuk tegangan tinggi arus yang mengalir ke alat-alat ukur atau relay pengaman tidak lagi membahayakan peralatan ataupun operator. Belitan primer dari transformator arus terdiri dari satu atau lebih konduktor yang diparalel dan terbuat dari aluminium atau tembaga yang dirancang seperti bushing dengan lapisan-lapisan kondensator. Belitan primer ini diisolasikan dengan kertas khusus yang mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi, kekuatan dielektrik yang tinggi, kekuatan dielektrik yang kecil dan mempunyai tahanan yang baik. Sedangkan untuk belitan sekunder dari transformator arus terdiri dari kawat email ganda yang diisolasi dengan fiber glass.

Menurut tipe konstruksinya, transformator arus dibedakan menjadi : o Tipe cincin (ring type) o Tipe cor-coran cast resin (maunded cast resin type) o Tipe tangki minyak (oil tank type) 3) Transformator tegangan (PT) Pada prinsipnya transformator tegangan sama dengan transformator step down yaitu terdiri dari belitan primer dan belitan sekunder. Belitan primer dipasang pada saluran tegangan tinggi sedangkan belitan sekundernya dipasang pada tegangan rendah agar tidak membahayakan operator.

4) Arrester Arrester adalah alat proteksi bagi peralatan listrik terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh petir atau surja hubung. Alat ini bersifat sebagi by-pass di sekitar isolasi yang membentuk jalan dan mudah dilalui oleh arus kilat ke sistem pentanahan

sehingga tidak merusak isolasi peralatan listrik. By-pass ini harus sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aliran daya sistem frekwensi 50 Hz. Jadi pada kondisi normal, arrester berlaku sebagai isolator, bila timbul tegangan surja alat ini bersifat sebagai konduktor yang tahanannya relatif rendah, sehingga dapat melewatkan arus yang tinggi ke tanah. Setelah surja hilang, arrester harus dapat dengan cepat kembali menjadi isolasi. Sesuai dengan fungsinya, yaitu arrester melindungi peralatan listrik pada sistem jaringan terhadap tegangan lebih yang disebabkan petir atau surja hubung, maka pada umumnya arrester dipasang pada setiap ujung SUTT yang memasuki gardu induk. Di gardu induk besar ada kalanya pada transformator dipasang juga arrester untuk menjamin terlindungnya transformator dan peralatan lainnya dari tegangan lebih tersebut.

F.

Busbar Busbar berfungsi untuk menyalurkan dan membagi tenaga listrik ke peralatan-

peralatan lain di dalam suatu gardu induk. Konstruksi busbar bermacam-macam tergantung dari sistem hubungan rangkaiannya. Bentuk-bentuk busbar yang banyak digunakan pada GI adalah : Busbar plat (strip busbar) Busbar pipa (tubular busbar) Busbar kanal (canal busbar) Busbar bulat padat (raoun solit busbar) Busbar kawat anyam (straded busbar) Karena busbar merupakan salah satu peralatan listrik yang penting dan merupakan tempat saluran transmisi maupun saluran distribusi, maka busbar harus

kuat dalam menahan berat kawat maupun menahan tegangan yang tinggi sehingga dibutuhkan bahan-bahan yang khusus untuk membuatnya. Didalam melaksanakan pemilihan busbar harus diperhatikan beberapa faktor : 1) Pengaruh korosi 2) Pengaruh skin effect yang timbul 3) Pengaruh untuk menerima arus hubung singkat 4) Terjadinya korona terutama untuk tegangan tinggi 5) Biaya pembangunan yang tersedia Pada tabel 2.3 menunjukkan perbandingan antara beberapa tipe susunan busbar yang umum dipakai. Tabel 2.3 Perbandingan antara beberapa konfigurasi busbar Konfigurasi Keuntungan KerugianBusbar Tunggal Biaya paling murah - Keandalan kurang - Maintenance rumit - Perluasan butuh pemadaman Mirip busbar tunggal dg tambahan harga extra CB

Busbar Tunggal dengan Sectionalizer

Biaya murah

Busbar ganda dengan 1 CB

Flexible dalam pengoprasian

- Agak mahal - Gangguan CB busbar menimbulkan pemadaman Biaya paling mahal

Busbar ganda dengan 2 CB Sangat Flexible Busbar Ring Biaya agak murah Busbar ganda dengan 1 CB

Penutupan balik complex Dibutuhkan 3 CB untuk 2 feeder Flexible & sangat handal

Semua peralatan Gardu Induk dihubungkan pada dan mengelilingi rel dimana corak dari hubungan rangkaian dalam gardu induk ditentukan oleh sistem relnya. Adapun tipe sistem hubungan rangkaian rel daya yang umum digunakan dalam gardu induk antara lain : 1) Tipe Ril Tunggal

2) Tipe Rel Rangkap Standart 3) Tipe Rel Gelang

2.5.

Transmisi Saluran transmisi biasanya dibedakan dari saluran distribusi karena

tegangannya. Di Indonesia saluran transmisi mempunyai tegangan diatas 20 kv, sedangkan 20 kv termasuk saluran distribusi. Di Indonesia, kategori penentuan tegangan dibagi menjadi 4 golongan : Tegangan rendah : 127/220V, 220/380V

Tegangan menengah : 3KV, 6KV, 10KV, 20KV Tegangan tinggi : 30KV, 66KV, 150KV

Tegangan extra tinggi : 380KV, 500KV Dan saluran transmisi yang bertegangan 380KV sampai 500KV biasanya dinamakan saluran Extra High Voltage (EHV). Tegangan 66KV biasa disebut 70KV, dengan demikian maka Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) di Indonesia adalah saluran tegangan 70KV atau 150KV. Pada pembahasan lebih lanjut akan dititik beratkan pada transmisi pendek. Menurut jenis arusnya dikenal sistem arus bolak-balik (AC) dan sistem arus searah (DC). Di dalam sistem AC penaikan dan penurunan tegangan mudah dilakukan yaitu dengan transformator. Maka dari itulah dewasa ini saluran transmisi di dunia sebagian besar menggunakan sistem AC. Adapun komponen-komponen utama saluran transmisi terdiri dari : a. Menara transmisi atau tiang transmisi b. Isolator c. Kawat penghantar

d. Kawat tanah (ground wire)

A. Pemilihan Tegangan Saluran Transmisi Tegangan saluran transmisi ditentukan oleh beban dan jarak penyaluran, selain itu juga diperhitungkan terhadap rugi-rugi, antara lain : 1. Rugi-rugi daya 2. Drop tegangan 3. Effisiensi ( ) Untuk daya yang sama, maka daya guna penyaluran akan naik, oleh karena rugi-rugi transmisi turun apabila dinaikkan namun peninggian tegangan transmisi menyebabkan penaikan isolasi dan biaya peralatan gardu induk. Oleh karena itu pemilihan tegangan saluran transmisi dilakukan dengan perhitungan daya yang disalurkan, jarak penyaluran, keandalan yang sekarang ada dan yang direncanakan, kecuali itu penentuan tegangan merupakan bagian perancangan sistem secara keseluruhan. Maka tegangan yang paling ekonomis diperoleh dari rumus empiris untuk sistem tiga fasa sebagai berikut : L P + 1,6 100

V= Dimana :

4

(2.1)

V : Tegangan saluran transmisi (KV) L : Panjang saluran transmisi (Km) P : Daya yang ditransmisikan (KVA)

B. Kawat Penghantar4

Pabla AS, Abdul Hadi Ir, Sistem Distribusi Daya Listrik,Penerbit Erlangga,Jakarta 1986 Hal 189

Kawat Penghantar adalah suatu bahan listrik yang dipergunakan untuk mengalirkan arus listrik. Oleh karena itu sifat terpenting yang harus dipunyai oleh kawat penghantar adalah sifat daya hantar listrik, tensile strength dan daya hantar panas yang tinggi. Pada saluran transmisi udara biasanya kawat penghantar yang dipergunakan adalah kawat telanjang (bare wire). Dalam menentukan kawat penghantar yang akan digunakan untuk saluran transmisi harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain : 1. Kawat penghantar harus mempunyai kemampuan hantar arus yang tinggi. 2. Cukup kuat menahan gaya-gaya mekanis.

C. Karakteristik Listrik Saluran Transmisi C.1 Parameter Saluran Tahanan, induksi, kapasitansi dan konduktansi bocor dari saluran transmisi dinamakan parameter saluran. Untuk saluran transmisi pendek harga kapasitansi dan konduktansi bocor dapat diabaikan karena nilainya yang terlalu kecil. a. Tahanan (resistansi) Resistansi adalah suatu besaran yang menyatakan adanya hambatan dari bahan penghantar dalam menyalurkan arus listrik Di dalam sebuah konduktor (kawat pengahantar) diberikan oleh : 1 5 ......(2.2) R= A Dimana :

= resistivitas (ohm.mm2)l = panjang kawat (m) A = luas penampang (mm2)5

Zuhal, Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya,Gramedia, Jakarta, 1989, Hal. 155

Dengan menggunakan persamaan berikut ini :

Rt2 M + t 2 = ................................................................................(2.3) Rt1 M + t1Dimana : Rt1 = resistansi DC pada temperatur t1 Rt2 = resistansi DC pada temperatur t2 M = konstanta dan berbagai type kawat pengahantar (untuk ACSR = 228,1) Dengan mengetahui besar Rdc, maka Rac dapat dicari dengan memakai persamaan berikut : RtAC = K. Rt2 ohm/km ..2.4) K = konstanta

Harga K dapat dicari dengan tabel berikut : Tabel 2.4.6 Skin EffectX 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 1,2 1,3 K 1,00000 1,00000 1,00001 1,00004 1,00013 1,00032 1,00067 1,00124 1,00212 1,00340 1,00519 1,00758 1,01071 1,01470 X 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 K 1,01969 1,02582 1,03323 1,04205 1,05240 1,06440 1,07816 1,09375 1,11126 1,13069 1,15207 1,17538 1,20056 X 2,7 2,8 2,9 3,0 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 3,6 3,7 3,8 3,9 K 1,22753 1,25620 1,28644 1,31809 1,35102 1,38504 1,41999 1,45570 1,49202 1,52879 1,56587 1,60314 1,64051

Harga x dapat dicari dengan : X = 0,050133

Rt2 (2.5)

.f

Dimana : f = frekwensi listrik (Hz)

= permeability = 1 untuk non magnetic material6

Sherwin H Wrigt, C F Hall, Characteristic Aerial Lines, Transmission & DistributionReferrence, 1952

b. Induktansi Induktansi kawat tiga fasa pada umumnya berlainan untuk masing-masing kawat. Namun, karena perbedaanya kecil maka nilai induktansi yang ditransposisikan dapat digunakan bila ketidakseimbangannya tidak terlalu besar. Untuk susunan kawat seperti tertera pada gambar, reaktansi induktif urutan positif dari saluran yang ditransposisikan dinyatakan sebagai berikut : S (/mile)..... (2.6) GMR

XL = 0,004657.f.log10 Dimana, f = frekwensi

S = geometric mean distance = 3 Dab Dbc Dcd r K

GMR = geometric mean radius = r = jari-jari K= konstanta

Oleh karena itu maka induktansinya dapat dihitung : r L = l + 0,4605.log10 S (mH/km).(2.7) Dimana, l = induktansi karena fluks magnet dalam kawat = 0,05 untuk kawat dengan penampang bulat ( = 1)

Harga-harga l untuk kawat lilit tertera dalam tabel 2.5. Induktansi urutan negatif sama dengan induktansi urutan positif. Tabel 2.5. Nilai l untuk kawat lilit 7

7

Dr. Artono Arismunandar, MA. Sc, Teknik Tenaga Listrik, PT. Pradya Paramita, 1995, hal 54

Kawat lilit tak magnetik7 lilit 19 lilit 37 lilit 61 lilit Baja 1 Aluminium 6

A.C.S.R.Baja 7 Aluminium 30 Baja 7 Aluminium 54

0,0641 0,0555

0,0529 0,0517

0,1140

0,0411

0,0435

C. 2. Karakteristik Penyaluran Daya a. Saluran Transmisi Jarak Pendek Oleh karena pengaruh kapasitansi dan konduktansi bocor dapat diabaikan, pada saluran transmisi pendek (kurang dari 20 30 km), maka saluran tersebut dapat dianggap sebagai rangkaian impedansi yang terdiri dari tahanan dan induktansi seperti pada gambar : R Es XL IR Cos Er

Gambar 2.3 Rangkaian ekivalen untuk saluran transmisi pendek Dengan demikian maka impedansi Z dan admitansi Y dinyatakan oleh : Z = R + jX ..(2.8) Dimana, R = tahanan kawat X = reaktansi kawat = 2 f L Bila kondisi pada ujung penerimaan maka hubungan antara tegangan dan arus dinyatakan oleh : Es = Er + IR cos r + lX sin r .(2.9) Dengan regulasi tegangan : Es Er I = (Rcos r + Xsin r) ...(2.10) Er Er Dimana, Es = tegangan pada pangkal pengirim Er = tegangan pada pangkal penerima R = jumlah tahanan saluran X = jumlah reaktansi saluran

Cos r = faktor daya pada ujung penerima Sin r = faktor-daya buta pada ujung penerima. Sebaliknya, bila kondisi pada titik pengiriman diketahui maka, Er = Es (IR cos r + lX sin r) ......(2.11) b. Hilangnya Daya Tahanan Hilangnya daya tahanan untuk saluran tiga fasa tiga kawat untuk saluran transmisi yang pendek dinyatakan dengan persamaan : Pl = 3 I2 Rl .(2.12) Dimana, Pl = hilang daya tahanan (W) R = tahanan kawat per fasa (/km) l = panjang saluran (km) c. Effisiensi Transmisi Effisiensi saluran transmisi adalah perbandingan daya yang diterima dengan daya yang disalurkan. Pr Pr

= Ps x 100% = Pr + P x 100% .......(2.13) HDimana, Pr = daya yang diterima (KW) Ps = daya yang dikirim (KW) PH = daya yang hilang (KW) d. Jatuh Tegangan Jatuh tegangan pada saluran transmisi adalah selisih antara tegangan pada pangkal pengirim dan tegangan pada ujung penerima tenaga listrik. Pada saluran bolak-balik besarnya tergantung dari impedansi dan admitansi saluran serta pada beban dan faktor daya. Jatuh tegangan reaktif dinamakan regulasi tegangan dan dinyatakan oleh :

Vs - Vr x 100% .(2.14) Vr dimana, Vs = tegangan pada pangkal pengirim Vr = tegangan pada ujung penerima Untuk transmisi jarak pendek regulasi tegangan hanya sampai 1 5 % saja. Untuk memungkinkan regulasi yang kecil, saluran transmisi dioperasikan pada tegangan yang konstan pada ujung penerima dan pangkal pengirim tanpa dipengaruhi oleh beban. Bila tegangan pada titik penerima turun, karena naiknya beban maka dipakai pengatur tegangan dengan beban (On Load Voltage Regulator), guna memungkinkan tegangan sekunder yang konstan meskipun tegangan sekunder berubah-ubah.

2.6. Relay Arus Lebih Relay arus lebih adalah relay yang prinsip kerjanya berdasarkan adanya kenaikan arus yang melewatinya, jadi relay tersebut akan bekerja apabila arus yang dideteksi sesuai atau lebih besar dari settingnya untuk mengendalikan pemutus tenaga. 2.6.1 Prinsip kerja relay arus lebih Bila karena suatu hal sehingga harga arus beban naik melebihi harga yang diizinkan, maka harga arus yang mengalir pada kumparan sekunder trafo arus juga akan naik melebihi harga arus operasi (operation current) sehingga relay bekerja. Dengan kata lain bahwa kontak C akan bekerja bila arus sama atau melebihi arus setting, seperti ditunjukkan dalam persamaan berikut :

Ir > Ip

Dimana, Ir : arus relay Ip : arus setting

Sedangkan kontak T akan bekerja juga sehingga menghasilkan time delay yang akan menyalakan sinyal s sebagai indikator. Tripping coil akan bekerja dan menyebabkan CB terbuka. Kerja relay ini ditandai dengan menutupnya rangkaian relay. Karena merupakan suatu rangkaian tertutup, maka dengan adanya sumber tegangan arus searah maka kumparan pemutus (TC) akan menarik kontak CB, sehingga CB terbuka maka digunakan lampu indikator atau signal s yang dipasang diantara setting relay dan kumparan pemutus dari pengaman relay. Karena arus jala-jala sangat besar sehingga tidak mungkin dipakai untuk menggerakkan relay secara langsung. Arus sekunder dari trafo arus adalah yang di deteksi oleh relay. 2.7 Trafo Distribusi Trafo distribusi merupakan peralatan utama dari gardu distribusi yang berfungsi merubah tegangan dari tegangan menengah (20 kv) menjadi tegangan rendah (127/220 V atau 220/380 V). Trafo distribusi yang digunakan oleh PLN untuk melayani beban langganan listrik adalah trafo distribusi yang mudah dibeli dipasaran. Terdapat beberapa produksi trafo distribusi satu fase maupun tiga fase produsen PT. Bambang Djaja dengan kapasitas dayanya mulai dari 25 KVA, 50 KVA, 100 KVA dan 160 KVA untuk pasangan satu tiang sedangkan untuk trafo distribusi yang lebih besar dari 250 KVA dengan konstruksi gardu beton. Kapasitas daya trafo distribusi merupakan daya yang dapat dilayani oleh trafo distribusi secara terus menerus tanpa

melampaui kenaikan temperatur yang telah ditentukan menurut jenis isolasi yang digunakan pada trafo distribusi tersebut. Daya keluar yang dapat diberikan oleh trafo dalam pelayanan tanpa menyebabkan pemburukan isolasi dapat lebih besar dari rating dayanya, hal ini tergantung dari karakteristik perancangan dan kondisi kerja pada suatu waktu tertentu. Trafo distribusi mempunyai rating tegangan, rating frekuensi dan rating daya. Pemilihan rating tegangan dan frekuensi disesuaikan harga tegangan dan frekuensi dari sistem, sedangkan pemilihan kapasitas daya yang digunakan harus berdasarkan beban yang ada sekarang, beban pada masa yang akan datang dan kemungkinan bekerja di atas rating. Suatu trafo distribusi mempunyai kemampuan maksimum untuk dibebani sampai lebih dari harga ratingnya. Berdasarkan pengalaman PLN, suatu trafo distribusi yang digunakan oleh PLN mampu dibebani sampai dengan 120 % dari kapasitas untuk waktu yang sesaat saja. 2.8 Sistem Operasi SUTM 20 KV dengan Memakai Automatic Vacum Switch (AVS) Automatic Vacum Switch yang disingkat AVS atau disebut juga sebagai sectionalizer dan kalau di-indonesiakan menjadi sakelar seksi otomatis (SSO) adalah sebuah alat pemutus yang secara otomatis membebaskan seksi-seksi yang terganggu dari suatu sistem distribusi atau dengan kata lain dapat melokalisir gangguan pada seksi yang terganggu sehingga seksi yang normal tetap mendapatkan suplai tenaga listrik. AVS atau SSO ini yang dipasang di PLN Distribusi Jawa Timur merupakan AVS dengan prinsip pendeteksi tegangan. Pemasangan AVS pada jaringan SUTM 20 KV harus dilengkapi dengan pemasangan recloser (pemutus balik otomatis) dan Fault Section Indicator (FSI) di setiap penyulang atau feeder yang terpasang AVS, sehingga sewaktu terjadi gangguan

di penyulang maka setelah PMT (Pemutus Tenaga) 20 kv di penyulang trip membuka karena adanya recloser yang menyebabkan secara otomatis PMT penyulang tersebut masuk kembali (reclose) sesuai settingnya. Untuk recloser dibagi atas dua setting, yaitu : 1. Reclose I dengan setting 60 detik 2. Reclose II dengan setting 180 detik Sedangkan jika terjadi gangguan di penyulang pada seksi pertama (dekat GI) dan bersifat permanent maka setelah reclose II bekerja langsung final trip (pemutus mengunci). AVS ada yang electric dan non electric, untuk yang electrical dinamakan VS dimana konstruksinya manual.

2.9

Load Break Switch (LBS) Pemutus beban yang dalam bahasa inggris disebut load break switch terdiri

dari sakelar udara dan sekering tegangan menengah yang dipasang secara seri seperti ditunjukkan gambar dibawah ini. Sakelar udara dilengkapi dengan relay primer dan berfungsi untuk melokalisir gangguan sehingga pemutus beban akan memutus beban lebih. Sedangkan sekering berfungsi untuk memutus arus gangguan. Mekanisme sekering adalah sedemikian sehingga apabila salah satu sekering putus maka sakelar udara akan membuka ketiga fase dimana hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi keadaan yang tidak simetris dalam penyediaan tenaga listrik melalui pemutus beban akibat putusnya satu atau dua buah sekering. Dari SUTM atau Kabel Tanah Relay Primer

Mekanisme Pembuka Sakelar Udara

Sekering Lebur Ke Trafo Distribusi Gambar 2.4 Pemutus beban terdiri dari relay primer, sakelar udara dan sekering lebur Pemutus beban banyak dipakai dalam jaringan distribusi primer 20 kv untuk melindungi trafo distribusi. Dibandingkan dengan penggunaan sekering lebur pemutus (fuse cut out) yang banyak dipakai sebagai pengaman trafo. Penggunaan pemutus beban dapat menghindarkan keadaan pemberian tegangan menengah yang tidak simetris seperti telah diuraikan diatas. LBS konstruksinya sederhana dan non electric. Pada saluran udara tegangan menengah 20 kv sering digunakan juga penutup balik dan sekering lebur bersamasama untuk keperluan pengamanan. Penutup balik digerakkan oleh relay dengan karakteristik tertentu sedangkan sekering lebur mempunyai karakteristik sendiri oleh karenanya perlu koordinasi antara kedua alat ini. Pada gambar 2.5 dibawah menggambarkan sebuah feeder (penyulang) distribusi 20 kv yang keluar dari GI dan mempunyai cabang yang menggunakan sekering lebur.

PMT GI SUTM 20 KV 150 / 20 KV Sekering

Saluran Utama

Saluran Cabang

Gambar 2.5 SUTM 20 KV Dengan Penutup Balik pada Saluran Utama dan Sekering Lebur pada Saluran Cabang Apabila terjadi gangguan pada saluran cabang, PMT saluran utama yang ada di GI harus segera di trip, jangan sampai didahului oleh putusnya sekering lebur yang ada di saluran cabang. Waktu untuk trip ini yang terdiri dari waktu bekerjanya relay dan waktu bekerjanya PMT diperkirakan 0,15 detik. Jadi harus dipilih sekering lebur yang dalam waktu 0,15 detik dilalui arus gangguan belum melebur (bekerja). Setelah PMT trip kemudian ada waktu tunda yang menyebabkan gangguan bisa lenyap. Misalnya waktu tunda diambil selama 1 detik dan dalam 1 detik ini penyebab gangguan hilang maka setelah PMT masuk kembali maka keadaan menjadi normal kembali. Hal ini terasa sebagai gangguan temporer. Tetapi apabila gangguan yang terjadi adalah gangguan permanent dan terjadi di saluran cabang di belakang sekering lebur, maka setelah waktu tertunda tersebut diatas habis dan PMT masuk kembali diharapkan kali ini sekering lebur bekerja terlebih dahulu atau putus mendahului PMT masuk kembali. Pada daerah kawasan crme struktur jaringan yang sering digunakan adalah jaringan radial baik itu yang biasa ataupun dengan bercabang seperti radial pohon. Dikarenakan di daerah kawasan tersebut masih jauh dari keramaian dan masih layak menggunakan jaringan yang sederhana.

2.10

SISTEM DISTRIBUSI

2.10.1 Sistem Distribusi Primer Sistem Distribusi Primer adalah penyaluran dan pendistribusian tenaga listrik dari pusat suplai (GI) ke pusat-pusat atau kelompok beban. Sistem distribusi berperan sebagai distributor energi ke konsumen konsumen yang membutuhkan energi tersebut. Dalam sistem distribusi primer terdapat diantaranya proses penyaluran

primer yaitu melalui kabel bawah tanah dan melalui udara. Sistem saluran transmisi merupakan sarana untuk menyalurkan tenaga listrik yang dibangkitkan dari pusat pembangkitan yang kemudian disalurkan ke tempat-tempat pemakaian tenaga listrik atau konsumen. Karena letak dari pusat pembangkit listrik tersebut pada umumnya sangat jauh dari konsumen pemakai energi listrik maka dengan sendirinya penyaluran tenaga listrik akan mengalami kerugian. Kerugian yang sangat besar akan mengakibatkan penurunan arus listrik yang disalurkan dari arus nominalnya, hal ini disebabkan berbagai masalah yang menimbulkan kerugian pada saluran. Oleh karena itu diusahakan untuk menekan kerugian daya listrik seminimal mungkin dengan cara memperkecil arus penyaluran dan mempertinggi tegangan pada saluran transmisi pada gardu induknya. Oleh karenanya pemilihan tegangan transmisi dilakukan dengan perhitungan biaya peralatan untuk tegangan tertentu. Serta tegangan-tegangan yang sekarang ada dan perencanaan mendatang, kecuali penentuan tegangan harus dilihat dari segi standarisasi peralatan yang ada. Penentuan tegangan merupakan bagian dari perencanaan sistem secara keseluruhan. Meskipun tidak jelas menyebutkan keperluannya sebagai tegangan transmisi.

2.10.2. Sistem Distribusi Sekunder Sistem distribusi sekunder adalah jaringan tegangan rendah yang mempunyai tegangan 110/220 volt atau 220/380 volt yang langsung dihubungkan kepada konsumen. Peralatan suatu jaringan sistem distribusi sekunder adalah : a) Papan pembagi pada trafo distribusi Papan pembagi pada trafo distribusi berfungsi untuk menghubungkan sisi tegangan rendah trafo distribusi dengan hantaran tegangan rendah, banyaknya

papan pembagi ini tergantung pada susunan trafo distribusi dengan phase yang digunakan. b) Hantaran tegangan rendah Hantaran ini menyalurkan daya dari papan pembagi sampai ke titik penyambungan konsumen. Hal yang perlu diperhatikan pada hantaran tegangan rendah ini adalah kemampuan penyaluran daya dan rugi rugi tegangan pada hantaran tersebut. Hantaran tegangan rendah dapat menggunakan kabel maupun saluran udara. c) Sambungan langganan Sambungan langganan menyalurkan daya dari hantaran tegangan rendah kepada konsumen. Hantaran sambungan langganan ini dapat berupa kawat udara atau kabel tanah. Pemilihan jenis hantaran sambungan ini biasanya ditentukan berdasarkan pertimbangan ekonomis, keadaan tempat atau gedung, besar beban pada konsumen dan pertimbangan keamanan. Untuk langganan yang cukup besar, sambungan biasanya dalam tiga phase dengan kabel tanah atau kabel udara, dimana phase yang dihubungkan tersebut diusahakan agar menanggung beban yang seimbang. d) Peralatan meteran pada langganan Peralatan meteran pada langganan diantaranya adalah CB dan KWH meter. KWH meter merupakan titik terakhir dari sistem distribusi dan fungsinya adalah untuk mengukur pemakaian energi listrik oleh konsumen. 2.11. KLASSIFIKASI SALURAN DISTRIBUSI 2.11.1 Saluran Distribusi Ditinjau dari Letak Saluran Pada jaringan primer utama hantaran yang digunakan dapat dibagi dalam dua macam yaitu :

A.

Saluran Udara (over head line) Saluran udara adalah saluran transmisi yang menyalurkan tenaga listrik

melalui kawat-kawat konduktor yang tergantung pada tiang transmisi dengan perantara isolator-isolator. Kerugian dari saluran transmisi ini adalah : Mudah menimbulkan gangguan; Mudah terkena gangguan dari luar; Memakan tempat; Dipandang dari segi estetika kurang baik.

B.

Saluran Bawah Tanah 8 Saluran bawah tanah adalah saluran transmisi yang menyalurkan tenaga listrik

melalui kabel-kabel yang terdapat di bawah tanah sebagai penyalurnya. Saluran bawah tanah merupakan alternatif solusi sebagai penyalur tenaga listrik karena mayoritas penyalurannya melalui saluran udara, dimana penyaluran melalui saluran udara dipandang dari segi estetika dirasa kurang baik dan mudah menimbulkan gangguan. Saluran bawah tanah lebih baik digunakan pada daerah-daerah dimana kerapatan bebannya relatif tinggi dan mementingkan keandalan sistem yang tinggi pula seperti pusat kota. 2.11.2 Konfigurasi Letak Kabel Saluran Pada saluran transmisi terdapat beberapa macam konfigurasi letak kabel saluran seperti berikut ini : Konfigurasi Horizontal Konfigurasi Vertical Konfigurasi Delta atau sama sisi

8

(Yusra Sabri, Arsitektur & Pengembangan Jaringan Distribusi PLN ITB, 1992)

Konfigurasi Hexagonal Pemilihan dalam menentukan konfigurasi dari suatu saluran transmisi

tergantung dari beberapa faktor yaitu : Biaya yang tersedia Faktor keamanan Lokasi pemasangan saluran transmisi Faktor keandalan

2.12. Model Peramalan Dalam analisa peramalan pertumbuhan beban disini akan mencoba untuk menggunakan metode regresi linier dan hasilnya dapat dibandingkan, sebagai sarana pembelajaran dan komparasi metode yang lebih efektif dan efisien dalam penentuan dimasa depan. Model yang digunakan dalam metode DKL 3.01 untuk menyusun prakiraan adalah model sektoral dan model ini adalah model yang dikembangkan oleh PLN. Prakiraan kebutuhan tenaga listrik model sektoral digunakan untuk menyusun prakiraan kebutuhan tenaga listrik pada tingkat wilayah / distribusi. Metodologi yang digunakan pada model sektoral adalah metode gabungan antara kecenderungan ekonometri dan analitis. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung kebutuhan listrik adalah dengan mengelompokkan pelanggan global atau menjadi dalam empat sektor yaitu sektor rumah tangga, sektor komersil, sektor publik dan sektor industri.

2.12.1 Model Regresi 9 Salah satu metode peramalan yang dapat digunakan untuk mengamati tingkat hubungan antar faktor yang mempengaruhi suatu besaran tertentu adalah model

9

Irawan Deny ST, Kuliah PKDST, Fakultas Teknik Prodi Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Gresik, 2006.

kausal. Salah satu model dari metode ini adalah model regresi. Model regresi adalah suatu model matematik yang memanfaatkan data masa lalu untuk menganalisa bentuk formulasi suatu variable terhadap variabel yang lain, yang dapat digunakan dalam memprediksi pola kejadian dimasa yang akan datang. Ada beberapa kategori regresi, diantaranya adalah regresi linier.

2.12.2 Regresi Linier Pendekatan kuadrat terkecil yang paling sederhana adalah persamaan garis lurus terhadap suatu himpunan {(x1,y1), (x2,y2), (x3,y3), (xn,yn)}, yang persamaan matematisnya adalah : y = a0 + a1 x + E..(2.15) Dimana a0 dan a1 adalah koefisien yang masing masing mewakili perpotongan dan E adalah sisa (ketidaksesuaian antara nilai y dan nilai yang diramalkan oleh persamaan linier. Untuk mengatasi kelemahan regresi dari besarnya sisa, maka cara yang digunakan adalah meminimkan jumlah kuadrat sisa Sr = er 2 = ( yi - 0 xi ) 2 (2.16)n l=1 l=1 n

Untuk menentukan nilai-nilai dari a0 dan a1, maka persamaan diatas didiferensialkan terhadap masing-masing koefisien : Sr = 2 ( yi a0 xi ) a1 Sr ............(2.17) = 2 ( yi a0 xi ) xi a1 Dengan menetapkan kedua persamaan diatas sama dengan nol, maka akan diperoleh Sr yang minimum. Dan setelah melihat bahwa e0 = na0, maka kedua persamaan diatas menjadi : na0 + xi a1 = yi

xi a0 + xi 2 a1 = xi yi (2.18) Dengan menyelesaikan kedua persamaan tersebut diatas maka diperoleh : n xiyi xi yi .(2.19) n xi ( xi )2 2

a1 =

eleminasi persamaan nilai a1 ini kedalam persamaan diatas akan menghasilkan :

a0 = y a1 x .(2.20)dimana y dan x masing-masing adalah rata-rata dari nilai y dan x.

2.12.3. Regresi Linier Berganda Perluasan regresi berganda yang berguna adalah kasus dimana y berupa fungsi linier dari dua variable atau lebih, seperti dalam persamaan dibawah ini : y = a0 + a1 x1 + a2 x2 + E.......................(2.21) Seperti pada regresi linear, nilai-nilai koefisien yang terbaik adalah ditentukan dengan cara menetapkan jumlah kuadrat-kuadrat sisa sehingga : Sr = (yi - a0 - a1 x1i - a2 x2i)2 .........(2.22) Dan dengan mendifferensialkan terhadap tiap-tiap koefisien, maka : Sr = 2 ( yi a0 a1 x1i a2 x2i) a0 Sr = 2 ( yi a0 a1 x1i a2 x2i) x1i a1 Sr = 2 ( yi a0 a1 x1i a2 x2i) x2i a2 ................................................(2.23)

Koefisien-koefisien yang menghasilkan jumlah kuadrat sisa minimum diperoleh dengan menetapkan turunan-turunan parsial sama dengan nol, sehingga jika dimasukkan dalam sebuah matrix menjadi :

n x1i x2i

x1i x1i2 x1i x2i

x2i x1i x2i x2i2

a0 a1 a2=

yi x1i yi .(2.24) x2i yi

Untuk penggunaan dengan lebih banyak variable maka : y = a0 + a1 x1 + a2 x2 + ...+ amxm + E....(2.25) Selanjutnya dengan cara yang sama seperti diatas didapatkan penyelesaian berupa matrix : n x1i x2i .. xmi 2.13 x1i x1i2

x2i x1i x2i .

.. ..

xmi x1i xmi x2i xmi .. xmi2

a0 a1 a2 am=

yi x1i yi x2i yi ...(2.26) . xmi x2i

x1i x2i ..

x2i2 . .

xmi x1i xmi x2i

Load Density (Kepadatan Beban) Kepadatan beban adalah angka yang berfungsi sebagai indikator seberapa

besar kepadatan suatu daerah terbebani. Pembebanan trafo optimum jika tidak melebihi 80 % kapasitas trafo. Daerah yang mempunyai load density yang tinggi memerlukan segera tindak lanjut agar tidak terjadi over load kapasitas karena permintaan energi atau pertumbuhan beban tidak dapat dihindari. Upaya tersebut bisa dilakukan dengan Uprating kapasitas trafo, penambahan trafo ataupun pemindahan sebagian beban ke lokasi dengan load density yang lebih rendah, tergantung kepada bermacam faktor, antara lain perhitungan peramalan kebutuhan jaringan distribusi dan ketersediaan dana. Load Density dirumuskan : T P

LD =

.(2.27)

Dimana : LD : Load Density T : KVA Pelanggan

P : Jumlah Pelanggan Tersambung

2.14.

Kebijakan Pengembangan Distribusi Fokus pengembangan dan investasi sistem distribusi secara umum diarahkan

pada 5 hal yaitu : perbaikan tegangan pelayanan, perbaikan SAIDI dan SAIFI, penurunan susut teknis dan rehabilitasi jaringan yang tua dan perluasan jaringan untuk pelayanan baru dan perbaikan sarana pelayanan. Sedangkan untuk pemilihan teknologi : jenis tiang (beton, besi atau kayu), jenis saluran (SUTM, SUTET), sistem jaringan (radial, loop, atau spindle), perlengkapan (menggunakan recloser atau tidak), kemungkinan tidak dibahas dengan detail dalam tugas akhir ini melainkan ditentukan oleh estimasi proyek dan manajemen unit atas analisis dan pertimbangan keekonomian jangka panjang dan optimasi yang maksimal.

2.15. MACAM-MACAM JARINGAN DISTRIBUSI 2.15.1 Jaringan Distribusi Radial Bentuk jaringan ini merupakan bentuk dasar paling sederhana, banyak digunakan dan murah. Dinamakan radial karena saluran ini ditarik secara radial dari suatu titik yang merupakan sumber dari jaringan dan dicabang cabangkan ke titik titik beban yang dilayani seperti terlihat pada gambar 2.6. Catu daya berasal dari satu titik sumber dan karena adanya pencabanganpencabangan tersebut, maka arus beban yang mengalir di sepanjang saluran menjadi

tidak sama sehingga luas penampang konduktor pada jaringan bentuk radial ini ukurannya tidak sama karena arus yang paling besar mengalir pada jaringan yang paling dekat dengan gardu induk. Sehingga saluran yang dekat dengan gardu induk ini ukuran penampangnya relatif besar dan dan saluran cabang cabangnya makin ke ujung dengan arus beban yang lebih kecil sehingga ukuran konduktornya lebih kecil pula. Spesifikasi dari jaringan bentuk radial ini adalah : a. Bentuknya sederhana b. Biaya investasinya relatif murah c. Kualitas pelayanan dayanya relatif kurang baik, karena rugi tegangan dan rugi daya terlalu besar pada saluran. d. Kontinyutas pelayanan daya kurang terjamin sebab antara titik sumber dan titik beban hanya ada satu alternatif saluran sehingga bila saluran tersebut mengalami gangguan maka akan mengalami black out secara total. Untuk melokalisir gangguan pada bentuk radial ini biasanya dilengkapi dengan peralatan pengaman berupa fuse, sectionalizer, recloser atau alat pemutus beban lainnya, tetapi fungsinya hanya membatasi daerah yang mengalami pemadaman total, yaitu daerah saluran sesudah atau dibelakang titik gangguan selama gangguan belum teratasi.

GI GD 1

2 3

30 31

32

Gambar 2.6 Jaringan Distribusi Radial 10

Ada beberapa bentuk modifikasi dari bentuk jaringan distribusi radial antara lain : A. Radial Pohon Bentuk ini merupakan bentuk yang paling dasar, dimana satu saluran (mainfeeder) dibentang menurut kebutuhan, selanjutnya dicabangkan dengan saluran cabang (lateral feeder) dan lateral feeder ini dicabang-cabangkan lagi dengan sub lateral feeder (anak cabang). Sesuai dengan kerapatan arus yang ditanggung masing-masing saluran, ukuran main feeder adalah terbesar, ukuran lateral adalah lebih kecil dari main feeder dan ukuran sub lateral adalah yang terkecil.

Gambar 2.7. Jaringan Radial Pohon 11

B. Radial dengan Pusat Beban

10 11

SPLN, keandalan pada sistem distribusi 20 kv & 6 kv, Jakarta 1985, hal 11 Nono Moelyono W, Pengantar Sistem Distribusi Tenaga Listrik, Hal 11

Metode ini mensuplai daya dengan menggunakan main feeder yang disebut express feeder langsung ke pusat beban dari titik pusat beban ini disebar dengan menggunakan back feeder secara radial seperti tampak pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Jaringan Radial dengan Pusat Beban 12

2.15.2

Jaringan Sistem Distribusi Loop Jaringan ini merupakan bentuk tertutup disebut juga jaringan ring. Pada

jaringan ini memungkinkan titik beban dari dua arah feeder sehingga kontinuitas pelayanan lebih terjamin dan kualitas dayanya menjadi lebih baik, dikarenakan drop tegangan dan rugi daya pada saluran menjadi lebih kecil. Pada jaringan ini mempunyai kualitas dan kontinuitas pelayanan daya yang lebih baik, tetapi biaya investasinya lebih mahal, karena memerlukan pemutus beban yang lebih banyak dan cocok digunakan pada daerah beban yang padat dan memerlukan keandalan tinggi.12

Ibid, hal 11

Gambar 2.9. Jaringan Distribusi Loop 13

2.15.3 Jaringan Sistem Distribusi Spindle Struktur ini merupakan perluasan dari struktur jaringan radial, dimana jumlah saluran keluar dari rel tegangan menengah diperbanyak yang semuanya akan bertemu pada satu tempat yang disebut Gardu Refleksi yang hanya berfungsi sebagai gardu hubung. Selain dari itu disediakan satu atau dua saluran yang langsung menuju ke gardu refleksi. Pada kondisi normal saluran ini tidak dibebani tetapi tetap dalam kondisi bertegangan. Jaringan ini bertujuan untuk meningkatkan keandalan dan kualitas sistem dan biasanya terdiri dari maksimum 6 feeder dalam kondisi dibebani, dan satu feeder dalam keadaan kerja tanpa beban. Saluran dari 6 feeder yang beroperasi dalam keadaaan berbeban dinamakan Working Feeder atau saluran kerja, sedangkan satu saluran yang dioperasikan tanpa beban dinamakan Express Feeder seperti pada gambar. Fungsi Express Feeder dalam hal ini selain sebagai cadangan pada saat13

Turan Gonen, Electrical Power Distribution System Engineering Mc Graw Hill Book Company, hal 230

terjadi gangguan pada salah satu Working Feeder, juga berfungsi untuk memperkecil drop tegangan pada sistem distribusi bersangkutan pada keadaan beroperasi normal. Dalam hal ini Express Feeder dioperasikan tanpa beban. GI PMT Gardu Distribusi

Express Feeder

Gardu Hubung Gambar 2.10. Bentuk Jaringan Spindle 14

Spesifikasi Jaringan Spindle : 1. Kontinyuitas penyaluran tenaga listrik cukup terjamin dan pemisah saluran yang terganggu tidak mengganggu kontinyuitas penyaluran tenaga listrik. 2. Kualitas tegangan lebih baik, rugi daya pada saluran relatif kecil. 3. Fleksibel dalam mengikuti pertumbuhan dan perkembangan beban. 4. Memerlukan biaya investasi yang cukup mahal. 5. Memiliki gardu refleksi. 6. Pada kondisi normal karakteristik sama dengan jaringan radial biasa. Apabila jaringan spindle mengalami gangguan maka kondisi jaringan spindle seperti diperlihatkan pada gambar dibawah ini.

14

SPLN 59 : 1985, Op. Cit, Hal 12.

2 1TT / TM

0 a 3 b

Gambar 2.11. Jaringan Spindle Setelah Gangguan 15

Bila terjadi gangguan pada salah satu saluran spindlenya misal antara gardu a) dan gardu b) akan mengisolir gangguan tersebut. Kebutuhan daya gardu a) tetap disalurkan melalui saluran biasa, sedangkan untuk gardu b) akan disalurkan melewati express feeder. Dengan demikian seluruh beban tetap dapat dilayani tanpa mengalami pemutusan. Sistem ini cocok untuk melayani kota-kota besar dengan beban tersebar dimana-mana. Bila satu atau dua gardu distribusi lainnya terletak terlalu jauh dan tidak ekonomis untuk membuat suatu saluran spindle baru, maka gardu-gardu tersebut dapat pula disuplai dari gardu distribusi pada saluran spindle yang telah ada, maka gardu distribusi ini disebut sebagai gardu satelit. Sebagaimana tampak pada gambar berikut ini :

PMTTT / TM

Sal. Express

Gardu Distribusi

15

Yusra Sabri, Arsitektur & Pengembangan Jaringan Distribusi, PLN ITB, 1991, Hal 2

Gambar 2.12. Gardu Satelit pada Sistem Spindle 16

2.16

DASAR PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI Pengembangan sistem distribusi dimaksudkan untuk memperoleh suatu pola

pelayanan yang optimal. Maka dari itu pengembangannya harus dilakukan secara sistematis yang akan memberikan sejumlah alternatif yang dapat mengkaji akibatnya secara langsung berhubungan dengan keandalan teknis dan ekonomis. Tujuan umum dari pengembangan sistem distribusi ini adalah untuk mendapatkan suatu fleksibilitas pelayanan yang optimum yang mampu dengan cepat mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan energi listrik yang dikarakteristikkan oleh makin tingginya konsumsi energi listrik dan kerapatan beban yang harus dilayani. Adapun faktor-faktor lain yang dapat menjadi input terkait dalam pengembangan sistem distribusi ini antara lain : pola penggunaan lahan pada regional tertentu, faktor ekologi dan faktor geografi. Pengembangan sistem distribusi ini harus memberikan gambaran besarnya beban pada lokasi geografis tertentu, sehingga dapat ditentukan dengan baik letak dan kapasitas gardu induk distribusi yang melayani areal tersebut dengan

mempertimbangkan susut energi, keandalan teknis dan investasi konstruksi. Pengembangan sistem distribusi ini dapat dilakukan dalam periode jangka panjang. Pengembangan jangka panjang harus selalu diaktualisasikan dan dikoordinasikan dengan pengembangan jangka menengah dan dikoreksi oleh perkembangan jaringan distribusi kondisi eksisting. Efektifitas pengembangan sistem distribusi makin diperlukan bila dikaitkan dengan makin tingginya investasi terhadap energi, peralatan dan tenaga kerja. Disamping itu pengembangan yang baik akan16

Ibid hal 5

memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan sistem distribusi. Kondisi ini disebabkan pada kenyataannya sistem distribusi merupakan ujung tombak dari pelayanan energi listrik karena langsung berhubungan dengan konsumen. Sedangkan adanya gangguan pada sisi transmisi ataupun sisi pembangkit belum tentu menyebabkan terjadinya proses interupsi disisi konsumen.

2.16.1 Langkah-langkah pengembangan Sistem Distribusi 17 Pada pengembangan sistem distribusi untuk daerah Cerme maka perlu diperhatikan langkah-langkah pengembangannya yang dimulai pada uraian kegiatan, data yang diperlukan dan analisa yang diperlukan untuk menyelesaikan langkahlangkah pengembangan. a. TAHAP I 1. Mencari daftar tunggu konsumen serta besarnya beban konsumen untuk perkiraan beban. 2. Mengetahui tata guna lahan dan perkembangan kebutuhan beban konsumen. 3. Menentukan lokasi dan melakukan perhitungan perkiraan beban. b. TAHAP II 1. Menganalisa terhadap fasilitas sistem distribusi yang ada yaitu feeder dan trafo distribusi. Apakah masih mampu menanggung pertumbuhan beban untuk suatu kurun waktu pengembangan tertentu. Disini dilakukan analisa untuk menentukan beban lebih feeder, beban lebih trafo distribusi dan drop tegangan. 2. Mengumpulkan data peta sistem distribusi yang sudah ada dilengkapi dengan data fasilitas beban feeder serta beban trafo distribusi. c. TAHAP III17

PLN Distribusi Jawa Timur, langkah-langkah Pengembangan Sistem Distribusi.

1. Menyusun pengembangan sistem jaringan distribusi yang mencakup suatu kurun waktu tertentu. Menyusun jadwal beroperasinya feeder baru serta pengembangan investasi yang ada yaitu untuk periode pengembangan jangka panjang (10 tahun). 2. Pengembangan jangka panjang harus diketahui hasil prakiraan beban, jaringan sistem distribusi yang ada dan alternatif route feeder baru. 3. Pemilihan route feeder baru, tingkat tegangan sistem distribusi sehingga menghasilkan pengembangan yang optimal.

d. TAHAP IV 1. Melakukan studi detail terhadap hasil pengembangan jaringan jangka panjang yaitu 10 tahun dengan hasil pengembangan tahap III sebagai dasar pengembangan. 2. Meninjau kembali pengembangan yang diperoleh pada Tahap III. 3. Pengembangan global perluasan jaringan distribusi dari peta jaringan distribusi yang sudah ada. 4. Melakukan pengalihan beban, pemilihan tipe konduktor serta pola operasi yang optimal.

Penjelasan secara lengkap dalam langkah-langkah pengembangan sistem distribusi adalah sebagai berikut : a. Untuk memperkirakan kebutuhan listrik diperlukan data mengenai : 1. Energi / KWh jual 2. Data pelanggan 3. Populasi penduduk 4. PDRB Dari data diatas kemudian dilakukan analisa terhadap :

1. Jumlah calon konsumen 2. Kebutuhan daya / konsumen 3. Jarak dari jaringan distribusi terdekat 4. Daya yang akan disambung

b. Melakukan survey terhadap : 1. Kebutuhan daya yang diperlukan 2. Kemampuan jaringan apakah sesuai kebutuhan beban Kemudian dilakukan analisa terhadap : 1. Beban Feeder 2. Beban trafo distribusi c. Melakukan evaluasi terhadap : 1. Beban Feeder 2. Beban trafo distribusi Kemudian melakukan analisa terhadap : 1. Perkiraan beban feeder 2. Perkiraan beban trafo distribusi 3. Perkiraan terhadap drop tegangan d. Menggambar secara detail untuk route jaringan sistem distribusi serta penentuan tipe jaringan sistem distribusi berdasarkan tingkat kepentingan pelayanan konsumen.

2.16.2 Faktor-faktor Dasar Pengembangan Sistem Distribusi Tahap awal yang harus diperhatikan dalam proses pengembangan sistem distribusi ini berkaitan dengan minimisasi cost jaringan subtransmisi, gardu induk,

jaringan primer, trafo distribusi dan susut energi tanpa harus menurunkan kriteria teknis yang diperlukan.

a.)

Data Beban Pertumbuhan beban pada suatu areal geografis tertentu merupakan faktor

penting yang mempengaruhi pengembangan sistem distribusi. Dalam hal ini pengetahuan terhadap laju pertumbuhan beban atau respon sistem terhadap kondisi demikian merupakan titik tolak proses pengembangan sistem distribusi tersebut. Berdasarkan pada kondisi itu, maka terdapat tiga buah skala waktu yang

dipergunakan dalam proses pengembangan sistem distribusi ini yaitu jangka pendek (3 tahun), Jangka menengah (5 tahun), jangka panjang (10 tahun). Idealnya, proses pengembangan sistem distribusi ini harus mampu memperkirakan beban-beban mendatang dengan detail sampai ke konsumen. Pada gambar 2.13 memberikan gambaran faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses peramalan beban. Faktor ekonomi seperti laju kenaikan GNP, data demografi dan tata penggunaan lahan serta pengembangannya merupakan data-data input dalam proses peramalan beban, sedangkan output peramalan beban tersebut dapat berupa kerapatan beban yang dinyatakan dalam KVA persatuan luas layanan sistem distribusi energi listrik untuk skala jangka panjang, dan bila peramalan dilakukan dalam rangka jangka pendek maka diperoleh output yang lebih detail dan dinyatakan dengan besaran kerapatan beban KVA persatuan luas layanan yang diasosiasikan dengan koordinat grid atau luasan yang diminati. Dengan berdasarkan pada besarnya kerapatan beban pada masing-masing grid tersebut dapat ditentukan pula pola pelayanan dan lintasan jaringan distribusi serta area layanan masing-masing transformator distribusinya.

Gambar 2.13. Faktor-faktor yang mempengaruhi peramalan beban18

b.)

Pengembangan Gardu

Gambar 2.14 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan gardu 19

18

Yusra sabri,Konsep Rancangan Sistem Distribusi dan Peramalan Beban, 1991, hal .6. ibid hal. 7.

19

Seperti halnya peramalan beban maka pengembangan gardu juga di pengaruhi oleh beberapa faktor dasar yang dominan, kondisi jaringan distribusi, jaringan sub transmisi, konfigurasi merupakan faktor yang mendampingi pertumbuhan beban dan kerapatan beban dalam proses penentuan pengembangan gardu atau melakukan konstruksi gardu baru.

c.)

Pemilihan Letak Gardu Letak gardu di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti jarak dari pusat beban,

jarak dari jaringan sub transmisi yang ada dan adanya batasan-batasan seperti tersedianya lahan, investasi yang harus di gunakan dan aturan penggunaan lahan. Lokasi ideal gardu mengikuti pandangan sebagai berikut : a. Lokasi gardu tersebut sebanyak mungkin melingkupi sejumlah pusat beban dalam area pelayanannya sehingga meminimisasi investasi yang digunakan. b. Pemilihan letak gardu harus mampu memberikan akses yang baik untuk incoming saluran substranmisi dan outgoing feeder primer. c. Lokasi gardu harus mempunyai ruangan yang cukup untuk pengembangan di masa yang akan datang. d. Pemilihan lokasi gardu tidak bertentangan dengan aturan tata guna lahan. e. Pemilihan lokasi gardu sedemikian sehingga meminimisasi jumlah konsumen yang terpengaruh terhadap adanya gangguan. f. Faktor faktor lainnya, seperti kemudahan instalasi dan lain lain. Di samping faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan letak gardu tersebut, terdapat juga proses pentahapan dalam rangka pemilihan lokasi gardu. Proses pemilihan diberikan dalam gambar 2.15 dan 2.16

Gambar 2.15 Prosedur pemilihan lokasi gardu 20

Gambar 2.16 Faktor-faktor yang berpengaruh pada lokasi gardu 21

d.)

Pemilihan Level Tegangan Feeder Primer Faktor faktor dasar dalam menentukan level tegangan feeder primer adalah

sebagai berikut :

20 21

ibid, hal. 9 ibid, hal .10.

Gambar 2.17 Faktor yang mempengaruhi pemilihan level tegangan primer 22

e.)

Pembebanan Feeder Primer Pembebanan feeder primer didefinisikan sebagai pembebanan feeder tersebut

pada kondisi beban puncak dan diukur di sisi gardu. Faktor faktor yang mempengaruhi desain pembebanan feeder tersebut adalah : a. Rapat beban feeder tersebut b. Pola pembebanan pada feeder tersebut c. Laju pertumbuhan beban pada feeder d. Keperluan reserve capacity untuk kondisi darurat e. Keperluan kontinuitas pelayanan f. Keperluan terhadap keandalan atau kualitas pelayanan g. Level tegangan pada feeder primer tersebut h. Tipe dan cost konstruksi i. Lokasi dan kapasitas gardu gardu distribusi f.) Pemilihan Rute Lintasan Feeder Primer Pemilihan rute feeder sangat penting dalam pengembangan sistem distribusi agar didapat hasil yang optimal dan seekonimis mungkin. Sedangkan faktor faktor

22

ibid, hal .10.

yang berpengaruh terhadap pemilihan rute feeder primer dapat dilihat pada gambar 2.18 berikut.

Gambar 2.18. Faktor yang berpengaruh terhadap lintasan feeder primer 23

g.)

Jumlah Feeder Jumlah feeder juga menentukan upaya memberikan pelayanan tenaga listrik

yang optimal dan merata. Faktor faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan jumlah feeder primer keluar adalah tampak seperti gambar berikut.

Gambar 2.19 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah feeder keluar 24 h.) Pemilihan Ukuran Konduktor Ukuran konduktor erat kaitannya dengan kerugian daya dalam penyaluran tenaga listrik, karena semakin besar luas penampang konduktor maka akan semakin kecil kerugian dayanya. Demikian juga sebaliknya bila ukuran konduktor kecil maka kerugian dayanya semakin besar. Tetapi konduktor yang dipilih haruslah mempunyai

23 24

ibid, hal .11. ibid, hal .12

karakteristik listrik yang baik artinya memiliki tahanan rendah meskipun ukurannya besar. Namun hal ini dibatasi oleh karakteristik mekanik (berat konduktor dan kuat tarik) dari konduktor itu. Faktor faktor yang berpengaruh terlihat pada gambar 2.20 di bawah ini.

Gambar 2.20. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan ukuran konduktor 25

i.)

Faktor faktor Investasi Secara umum sistem distribusi itu dikembangkan dengan berdasarkan pada

minimisasi biaya investasi tetapi keandalan teknis sistem distribusi tersebut masih dipenuhi. Adapun faktor investasi yang mempengaruhi pengembangan sistem distribusi seperti gambar 2.21 berikut.

Gambar 2.21. Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi total pengembangan sistem distribusi 2625 26

ibid, hal .11. ibid, hal .14.

2.17

Model Pengembangan Sistem Distribusi Secara umum pengembangan sistem distribusi melibatkan beberapa faktor

penting pada masing-masing sub problem pengembangan sistem distribusi tersebut. Dengan demikian, maka pengembangan sistem distribusi berkaitan dengan sejumlah variabel dan sejumlah persamaan matematis serta kriteria pembatas yang dispesifikasi oleh sistem distribusi tersebut. Model-model matematis yang berkembang untuk memberi solusi terhadap masing-masing sub problem pengembangan sistem distribusi ini merupakan modelmodel yang berpola pembatas, model model yang berkembang yaitu : 1. Model Lokasi Gardu Optimum. 2. Model Penentuan Kapasitas Optimum Trafo. 3. Model optimasi transfer beban antara gardu dengan pusat beban 4. Menurut optimasi ukuran dan lintasan feeder. Semua model yang berkembang tersebut mempunyai fungsi dan tujuan meminimalisasi investasi pada pengembangan sistem distribusi. 2.18 BEBAN SISTEM TENAGA LISTRIK

2.18.1 Representasi Beban Sistem Tenaga Listrik Secara umum beban yang dilayani oleh sistem distribusi tenaga listrik ini dibagi dalam beberapa sektor meliputi sektor perumahan, komersial, pelayanan umum, dan industri. Masing-masing sektor mempunyai karakteristik yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan konsumsi energi pada masing-masing konsumen pada sektor tersebut. Karakteristik beban atau pola pembebanan pada sektor perumahan ditunjukkan oleh adanya fluktuasi konsumsi energi listrik yang cukup besar. Hal ini disebabkan konsumsi energi listrik tersebut dominan pada malam hari. Untuk beban

pada sektor komersial dan publik mempunyai karakteristik yang hampir sama, hanya pada sektor komersial akan mempunyai beban puncak yang lebih tinggi pada malam hari. Dengan diketahuinya besar beban sistem tenaga listrik yang akan dilayani, akan dapat ditentukan kemampuan maksimum main feeder jaringan distribusi yang akan dikembangkan. Karena hal ini sangat berpengaruh pada ukuran feeder yang akan digunakan. Semakin besar daya yang harus disalurkan untuk menanggung beban, ukuran konduktor feeder yang digunakan juga harus semakin besar. Ini terlihat dari persamaan dibawah ini : P = 3 V I Dimana : P = Daya yang disalurkan (Volt Ampere) V = Tegangan nominal (Volt)

I = Arus yang mengalir pada feeder (Ampere) Jika penyaluran daya semakin besar dan tegangan dianggap konstan maka arus yang lewat feeder akan bertambah besar juga. Tetapi karena penghantar bersifat resistif dan untuk ukuran induktansi diabaikan maka akan terjadi rugi daya sebesar I2R dan drop tegangan sebesar IR pada feeder. Supaya rugi daya dan drop tegangan pada feeder ini bisa dikurangi, yang mengakibatkan feeder menjadi panas maka dibutuhkan konduktor yang besar agar mampu dilewati arus yang besar dan panjang saluran kalau bisa dibuat sependek mungkin untuk menekan harga R (tahanan) konduktor saluran yang ada. L R = A27

27

Zuhal, Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya,Gramedia, Jakarta, 1989, Hal. 155

dimana : R = Tahanan feeder ( )

= Koefisien resistivitas ( m)L = Panjang feeder (m) A = Luas penampang feeder (m2)

Dimana harga R (tahanan) tersebut berubah menurut suhu konduktor feeder. Rt = Ro ( 1 + (t-to) )

dimana : Rt = Nilai tahanan pada suhu t Ro = Nilai tahanan pada suhu to

= koefisien suhuJika beban untuk suatu area atau kawasan terlalu besar dan area tersebut cukup luas sehingga membutuhkan suatu feeder yang panjang maka untuk mengembangkan jaringannya maka beban tersebut perlu dibagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil masing-masing dilayani oleh sebuah feeder supaya bisa mengimbangi atau menekan drop tegangan agar tidak melebihi 5 % dari tegangan nominal. Untuk itulah perlu diadakan optimasi atau perhitungan tentang kemampuan MVAKM penyulang terhadap besar MVA beban yang akan ditanggungnya supaya tidak terjadi pembebanan lebih diatas kapasitas maksimum penyulang, yang mengakibatkan penyulang menjadi sangat panas dan akhirnya lama kelamaan bisa putus.

MVAKM Feeder MVA Beban

Panjang feeder (PH) =

28

Kemampuan feeder dalam menanggung beban dapat diketahui dari perbandingan panjang feeder (PH) dari hasil pembagian MVAKM Feeder terhadap MVA beban seperti persamaan diatas dengan panjang feeder (PR) yang akan dikembangkan atau direncanakan. Jika PH ternyata lebih panjang dari PR maka feeder ini mampu untuk digunakan menanggung beban tersebut. Begitu juga sebaliknya jika ternyata PH < PR maka penyulang tidak mampu menanggung beban.

Untuk melakukan perhitungan terhadap kapasitas kilometer saluran dapat dihitung menurut persamaan : 29 V 3 = I . Z . L . Fd

dimana : V = Drop tegangan maksimum I = Arus beban Z = Impedansi saluran atau feeder Fd = Faktor distribusi arus V = Tegangan nominal L = Panjang feeder Untuk mengetahui tahun jenuh pada penghantar yang dibebani dihitung dengan rumus berikut : MVA max = MVA awal (1 + Rb)M Dimana : MVA max = Beban jenuh = MVAKM Panjang feeder

28 29

Diktat perhitungan Konduktor jaringan sistem distribusi PLN, 1986, hal 4E. ibid, hal. 9E

MVA awal = Beban awal (MVA) Rb = Laju kenaikan beban per tahun M = Tahun jenuh

Rumus itu dapat disederhanakan menjadi : log M = MVAKM Panjang feeder . MVA awal Log (1 + Rb) 2.18.2 Beban Listrik Kawasan Pengembangan Daerah Cerme Data beban terpasang untuk kawasan pengembangan daerah cerme ini didapatkan data dari PT. PLN APJ Gresik untuk studi pengembangan ini, besar beban terpasang diambil pada tahun pengembangan terakhir yaitu akhir semester I tahun 2007. Sedangkan untuk menghitung besarnya kenaikan permintaan akan tenaga listrik untuk beberapa tahun yang akan datang pada suatu kawasan dapat digunakan persamaan sebagai berikut : DF = BP BT30

dimana : DF = Demand Factor BP = Beban Puncak (MVA) BT = Beban Terpasang (MVA) Sehingga perkiraan besarnya tenaga listrik yang harus disediakan pada gardu induk cerme sampai tahun 2012 : DF x Beban terpasang ( MVA )

30

Turan Gonen, Op. Cit, Hal. 41.

Beban ini merupakan beban terbesar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sehingga jika pada perhitungan beban pada tahun 2012 kemampuan atau kapasitas maksimum main feeder dalam mensuplai beban pada tahun-tahun sebelumnya yang relatif lebih kecil adalah lebih baik dan handal. Dalam tugas akhir ini kawasan pengembangan daerah cerme dibagi menjadi empat area beban lintasan feeder/penyulang yaitu : a) Area lintasan penyulang Ambeng-ambeng Meliputi daerah duduk sampeyan dan sekitarnya yang terdiri dari 23 kelurahan. b) Area lintasan penyulang Bunder Meliputi daerah kelurahan dahan rejo, banjarsari, bunder dan sekitarnya. c) Area lintasan penyulang Morowudi Meliputi kelurahan dadapkuning, morowudi dan sekitarnya yang terdiri dari 10 kelurahan. d) Area lintasan penyulang Ngabetan Meliputi kelurahan ngabetan, cerme kidul, cerme lor dan sekitarnya yang terdiri dari 15 kelurahan. Dimana masing-masing beban di setiap area tersebut masih dibagi menjadi beberapa bagian lagi namun kapasitas feeder mempunyai output yang sama dimana setiap bagian tersebut dilayani oleh sebuah feeder beban. Maksud dari pembagian ini adalah supaya dalam keadaan normal feeder lebih andal dan mampu untuk menanggung beban untuk jangka waktu yang panjang dan lama. Sedangkan sumber untuk menyuplai beban tersebut diambilkan dari Gardu Induk Cerme yang terletak di jalan raya banjarsari, desa banjarsari. Letak gardu ditentukan sedemikian rupa sehingga pelayanan jaringan dan penyaluran tenaga listrik bisa optimum.

Keandalan dari sistem distribusi adalah berbeda-beda untuk setiap area tergantung jenis beban yang dilayani pada lingkup area tersebut. Misalnya untuk daerah yang sebagian besar bebannya merupakan beban rumah tangga yang tidak begitu membutuhkan keandalan yang tinggi, sedangkan area yang banyak terdapat perkantoran dan perniagaan membutuhkan keandalan sistem yang lebih baik. Untuk itulah diperlukan penyesuaian antara panjang feeder yang direncanakan, ukuran feeder yang akan digunakan dengan besarnya MVA beban yang ditanggungnya agar dihasilkan keandalan yang cukup baik sehingga pelayanan dan penyaluran tenaga listrik bisa optimum. Didalam peramalan pengembangan sistem distribusi untuk kawasan pengembangan daerah Cerme, peramalan beban merupakan bahan masukan yang sangat penting di dalam menentukan langkah-langkah pengembangan sistem distribusinya. Di Gresik terdapat 10 Gardu Induk dengan total ada 46 penyulang yang tersebar di daerah kawasan gresik. Pada Gardu Induk Cerme terdapat 7 penyulang namun hanya 4 penyulang yang dihubungkan ke distribusi dimana terpasang masingmasing penyulang Morowudi, Ngabetan, Bunder dan Ambeng-ambeng dengan 2 penyulang yang standby dan 1 penyulang digunakan sendiri dimana pada masingmasing penyulang dilengkapi dengan relay arus lebih dan relay arus hubung singkat sebagai sistem proteksi. Di Gardu Induk Crme terdapat 1 buah Trafo dengan kapasitas 150/20 KV dan beban yang terpasang adalah 30 MVA dimana konsumsi energi yang terpakai sampai tahun ini adalah sekitar 60%. Jadi masih cukup dan belum diperlukan penambahan beban untuk beberapa tahun kedepan dan masih mampu menanggung pertumbuhan beban. Dimana, penambahan beban dilakukan jika konsumsi energi pemakaian melebihi dari 80%.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah mengutamakan observasi lapangan, wawasan, ketrampilan tentang tata cara mengolah data menjadi bahan yang dapat dijadikan pegangan dan acuan. Adapun langkah-langkah yang di tempuh dalam menyelesaikan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Studi literatur mengenai perkembangan pertumbuhan penduduk, karakteristik dan pertumbuhan beban serta pertumbuhan kebutuhan energi listrik pada gardu induk crme untuk melayani daerah cerme dan sekitarnya. 2. Pengumpulan dan pengolahan data terkait dengan laju pertumbuhan beban dan populasi penduduk. 3. Meneliti dan menentukan data (analisis data) yang di perlukan dalam peramalan kebutuhan energi listrik pada gardu induk cerme untuk melayani daerah cerme dan sekitarnya. 4. Perencanaan kebutuhan beban listrik yang terkait dengan laju pertumbuhannya berdasarkan observasi di lapangan. 5. Pengembangan sistem distribusi untuk daerah kawasan cerme dan sekitarnya (keandalan sistem, susut distribusi dan perbaikan pelayanan) 6. Tahap pemeriksaan akhir mengenai kebutuhan listrik dan tinggi rendahnya tingkat pelayanan terhadap konsumen pada gardu induk cerme untuk melayani daerah cerme dan sekitarnya. 7. Kesimpulan dan hasil penelitian.

3.2 Flowchart Kegiatan Penelitian Dari permasalahan yang dihadapi diatas, dibuatlah algoritma penyelesaian masalah yang tersaji dalam flowchart berikut ini :

Mulai

Studi literatur (pertumbuhan penduduk, karakteristik pertumbuhan beban, pertumbuhan kebutuhan energi pada gardu induk crme)

Pengumpulan data (populasi penduduk, beban terpasang, jumlah pelanggan PLN, konsumsi energi, jumlah perhitungan transfer energi)

Data Cukup

Tidak

Ya

Pengolahan data (populasi penduduk, beban terpasang, jumlah pelanggan PLN, konsumsi energi, jumlah perhitungan transfer energi)

Menganalisa data yang diperlukan dalam peramalan kebutuhan energi listrik pada gardu induk cerme.

Perencanaan pengembangan sistem distribusi (keandalan sistem, perbaikan pelayanan pelanggan, susut distribusi dll.)

Tidak Hasil Cukup

Ya Hasil Penelitian

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1. Flowchart Kegiatan Penelitian