jfi (jurnal farmasi indonesia)

69

Upload: yeni-adhaningrum

Post on 08-Oct-2015

351 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

JFI (Jurnal Farmasi Indonesia)

TRANSCRIPT

  • iiiJurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan Apoteker Indonesia. Isi Jurnal mencakup semua aspek dalam ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian antara lain farmakologi, farmakognosi, fitokimia, farmasetika, kimia farmasi, biologi molekuler, bioteknologi, farmasi klinik, farmasi komunitas, farmasi pendidikan, dan lain-lain.Jurnal mengundang makalah ilmiah dari teman sejawat, baik apoteker maupun bukan apoteker yang isinya dapat memacu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian dan bidang-bidang lain yang berkaitan. Makalah dapat berupa laporan hasil penelitian atau telaah pustaka.Jurnal Farmasi Indonesia dapat diperoleh di Sekretariat PP IAI atau Redaksi Jurnal Farmasi Indonesia

    Dipersembahkan Untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kefarmasian

    di Indonesia

    Diterbitkan oleh Pengurus Pusat

    Ikatan Apoteker Indonesia

    Terbit 2 kali setahun pada bulan Januari dan Juli

    ISSN: 1412-1107 Copyright 2013 Ikatan Apoteker IndonesiaGambar cover oleh: Arry YanuarPrinting : PT ISFI Penerbitan Gambar cover: Adalah struktur Xanthin Oksidase yang diambil dari protein databank dengan kode 3EUB dengan judul Crystal Structure of Desulfo-Xanthin Oxidase with XanthinGambar struktur 3EUB diolah menggunakan Visual Molecular Dynamics (VMD), kemudian rendering dilakukan dengan POV-RAY.Harga Berlangganan:Rp. 100.000,- per tahun (2 Nomor)

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013iv

    Pemimpin Umum/Penanggung JawabDrs. M. Dani Pratomo, MM, Apt

    Wakil Pemimpin UmumDrs. Wahyudi U. Hidayat, MSc, AptKetua Dewan EditorProf. Dr. Ernawati Sinaga, MS, Apt

    Editor PelaksanaDr. Christina Avanti MSi, AptAnggota Dewan EditorProf. Dr. Shirly Kumala, MBiomed, AptProf. Dr. Eddy Meiyanto, AptProf. Dr. Daryono Hadi Tjahono, MSc, AptPharm. Dr. Joshita Djajadisastra, MS, PhD, AptDr. Umi Athijah, MS, AptDr. Arry Yanuar, MSc, AptRaymond R. Tjandrawinata, PhD, MS, MBAManajer AdministrasiDra. Chusun Hamli, MKes, Apt

    Manajer SirkulasiDrs. Azwar Daris, MKes, AptStaf Administrasi dan SirkulasiEvita Fitriani, SFarm, AptDani Rachadian, SSosSiti Kusnul Khotimah, SSos

    Desain & layoutRamli BadrudinAlamat Redaksi/PenerbitJl. Wijayakusuma No.17 Tomang - Jakarta BaratTelepon/Fax 021- 5671800

    [email protected]@gmail.comonline submission website:

    jfi.iregway.com

    Tim Redaksi

  • vJurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    K

    Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

    Ruth Elenora Kristanty, Abdul Munim, dan Katrin

    Uji Sifat Fisikokimia Mocaf (Modified Cassava Flour) dan Pati Singkong Termodifikasi untuk Formulasi Tablet

    Wira Noviana Suhery, Auzal Halim, dan Henny Lucida

    Penetapan Kadar Alkaloid Ekstrak dari Etanolik Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa- sinensis L.)

    Mimiek Murrukmihadi, Subagus Wahyuono, Marchaban, dan Sudibyo Martono

    Analisis Adverse Drug Reactions Pada Pasien Asma di Suatu Rumah Sakit, Surabaya

    Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

    Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan terhadap Waktu Perdarahan, Pembekuan,

    dan Jumlah Trombosit Darah Mencit Putih Betina Surya Dharma, Dachriyanus, dan Zikra Sartika

    Penentuan Kadar Rubraxanton pada Ekstrak Kulit Batang Garcinia spp.

    Meri Susanti, Dachriyanus, Deddy Prima Putra, dan Fatma Sriwahyuni

    Alga Merah sebagai Bahan Bakto Agar Shirly Kumala, Ros Sumarny, Rum Rachmani,

    dan Atut Ruswita

    Karakteritik Fisik dan Displacement Value Supositoria Neomicin Sulfat Berbasis PEG

    Alasen Sembiring Milala, Aditya Triaspradana, dan Andrew Pierce Boehe

    A Model of Rat Thrombocytopenia Induced by Cyclophosphamide

    Hery Kristiana, Florensia Nailufar, Imelda L. Winoto, and Raymond R. Tjandrawinata

    Petunjuk bagi Penulis

    Instructions for Authors

    Daftar Isi

    122 - 128

    129 - 137

    138 -141

    142 - 150

    151 - 158

    159 - 165

    166 -171

    172-176

    177 - 183

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013122

    Artikel Penelitian

    Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

    1 Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II, Indonesia.

    2 Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok.

    Ruth Elenora Kristanty1, Abdul Munim2, Katrin2

    ABSTRACT: The fruits of andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) are well known in North Sumatera and commonly used as seasoning for Batak traditional cuisine. Aims of this study were to determine the scavenging activity of free radi-cals and xanthine oxidase inhibitory activity from the andaliman fruit extracts after macerated gradually in petroleum ether, dichloromethane, ethyl acetate, n-butanol, and methanol. Activity assays were evaluated in vitro by using DPPH and enzyme xanthine oxidase. The results showed that n-butanol extract has me-dium antioxidant activity with IC50 values of 53.51 g/mL and methanol extract has strong antioxidant activity with IC50 values of 26.39 mg/mL. Xanthine oxidase inhibitory activity of the extract given by n-butanol and methanol are very strong with IC50 values of 3.69 g/ mL and 4.03 g/ mL.

    Keywords : antioxidant, free radical, xanthine oxidase, Zanthoxylum acan-thopodium DC.

    ABSTRAK: Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) adalah tanaman liar yang tumbuh di daerah Sumatera Utara, umumnya digunakan sebagai rempah-rempah untuk bumbu masakan tradisional masyarakat Batak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas peredaman radikal bebas dan penghambatan xantin oksidase dari ekstrak buah andaliman setelah dimaserasi secara bertingkat dengan petroleum eter, diklorometa-na, etil asetat, n-butanol, dan metanol. Pengujian aktivitas dilakukan secara in vitro menggunakan DPPH dan enzim xantin oksidase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol memiliki aktivitas antioksidan yang menengah dengan nilai IC50 sebesar 53,51 g/mL dan ekstrak metanol me-miliki aktivitas antioksidan yang kuat dengan nilai IC50 sebesar 26,39 g/mL. Aktivitas penghambatan xantin oksidase yang diberikan oleh ekstrak diklorometana, n-butanol, dan metanol sangat kuat dengan nilai IC50 sebe-sar 3,9 g/mL, 3,69 g/mL, dan 4,03 g/mL. Kata kunci: Antioksidan, radikal bebas, xantin oksidase, Zanthoxylum acan-thopodium DC.

    Korespondensi: Ruth Elenora KristantyEmail : [email protected]

  • 123Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Ruth Elenora Kristanty, Abdul Munim, dan Katrin

    PENDAHULUAN

    Radikal bebas dihasilkan secara normal di dalam tubuh oleh metabolisme sel, peradangan, atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan (1). Jika terjadi paparan radikal yang melebihi daya proteksi endogen maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen untuk mengatasi masalah-masalah seperti penyakit degeneratif (2). Kerja antioksidan dapat dibagi melalui dua mekanisme utama yaitu dengan meredam radikal bebas dan meniadakan sumber inisiasi oksidatif seperti dengan menghambat enzim (3). Penghambatan pembentukan radikal bebas melalui mekanisme penghambatan xantin oksidase dapat menurun-kan jumlah radikal bebas dan melindungi tubuh dari kerusakan jaringan (4). Berbagai macam antioksidan sintetik seperti butylated hydroxytoluene (BHT) telah dilapor-kan memiliki beberapa efek samping seperti kerusakan hati dan mutagenesis (5). Alopurinol sebagai obat sintetik yang telah lama digunakan untuk mengobati penyakit gout (6) dengan me-kanisme kerja menghambat xantin oksidase (7), juga dilaporkan memberikan banyak efek sam-ping seperti reaksi alergi pada kulit dan diare (8). Dengan demikian, diperlukan obat alternatif yang memiliki aktivitas pengobatan lebih baik dan aman, yaitu dari bahan alam atau tumbuhan. Dalam masyarakat Batak, dikenal rempah yang tergolong tanaman liar yakni andali-man (Zanthoxylum acanthopodium DC.) yang merupakan tanaman khas daerah Sumatera Utara (9,10) tetapi belum dimanfaatkan seba-gai tanaman obat. Tanaman-tanaman dari genus Zanthoxylum (bagian kulit kayu dan daun) biasanya digunakan secara luas untuk mengobati inflamasi dan rematik (8). Buah andaliman telah dilaporkan memiliki aktivitas anti inflamasi (11) dan juga telah diteliti aktivitas antioksidan ekstrak etanol buah an-daliman dalam beberapa sistem pangan (11) serta aktivitas antiradikal ekstrak etanol buah andaliman konsentrasi 200 ppm yang menunjukkan daya in-hibisi sebesar 61,81% (12). Penelitian antioksidan terhadap buah andaliman yang telah dilaporkan

    masih terbatas pada pengujian terhadap ekstrak kasar dan penelitian yang mengungkap aktivitas buah andaliman dalam menghambat xantin oksi-dase belum pernah dilaporkan sampai saat ini. METODE PENELITIAN

    Bahan UjiBuah segar andaliman diperoleh dari Kabu-paten Dairi, Sumatera Utara. Tanaman andaliman dideter-minasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian Biologi, Cibinong. Ba-gian tanaman yang digunakan sebagai simplisia adalah buah yang berwarna hijau. Buah sebanyak 13 kg disortasi, dicuci, dan dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40oC. Selanjutnya simplisia dihaluskan menggunakan blender hingga men-jadi serbuk.Bahan KimiaBahan kimia yang digunakan antara lain petro-leum eter, n-heksana, diklorometana, etil asetat, metanol, dan n-butanol teknis (Brataco Chemika, Indonesia) yang telah didestilasi, kloroform p.a, metanol p.a, dan n-heksana p.a (Merck, Jerman), air suling demineral (Brataco Chemika, Indonesia), dimetil sulfoksida atau DMSO (Merck, Jerman), Alo-purinol (Pyridam Farma, Indonesia), silika gel G-60 (Merck, Jerman), DPPH (Sigma Aldrich, Singapura), BHT (Sigma Aldrich, Singapura), Kuersetin (Sigma Aldrich, Singapura), Xantin (Sigma Aldrich, Singa-pura), Xantin oksidase (Sigma Aldrich, Singapura).EkstraksiSebanyak 3 kg serbuk simplisia buah andaliman dimaserasi secara bertingkat mulai dari pelarut petroleum eter, diklorometana, etil asetat, n-buta-nol, dan metanol, kemudian dikocok selama 6 jam dengan pengaduk mekanik. Campuran didiamkan 24 jam lalu disaring dan filtrat dikumpulkan dalam suatu wadah. Total pemakaian pelarut adalah 9 L petroleum eter, 8 L diklorometana, 8 L etil asetat, 10 L n-butanol, dan 7 L metanol. Masing-masing fil-trat diuapkan menggunakan rotavapor pada suhu

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013124

    Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari Ekstrak Buah Andaliman

    50-60C kecuali ekstrak n-butanol pada suhu 75C sehingga diperoleh ekstrak kental petroleum eter, diklorometana, etil asetat, n-butanol dan metanol, lalu ditimbang dan dihitung rendemennya terha-dap bobot simplisia awal (tabel 1).Uji Aktivitas Antioksidan EkstrakPengujian aktivitas antioksidan secara kuanti-tatif melalui peredaman radikal DPPH terhadap masing-masing ekstrak kental dilakukan meng-gunakan metode Blois (1958) yang dimodifikasi. Sebanyak 1,0 mL diambil dari masing-masing larutan uji yang telah dibuat dengan konsentrasi 10, 20, 50, 100, dan 200 ppm, dicampur dengan 1,0 mL larutan DPPH 100 g/mL dan 2,0 mL metanol p.a serta dihomogenkan dan didiamkan selama 30 menit pada suhu 37C terlindung dari cahaya. Serapan larutan diukur pada panjang gelombang 517 nm. Pengujian dilakukan duplo. Prosedur yang sama juga dilakukan terhadap BHT sebagai larutan standar dengan konsentrasi 1, 2, 4, 10, dan 16 ppm.Persentase inhibisi terhadap radikal DPPH dari masing-masing konsentrasi larutan sampel dapat dihitung dengan persamaan :

    Keterangan :Q = persentase inhibisi (%)A0 = serapan kontrol (pelarut + DPPH)A1 = serapan larutan uji (pelarut + DPPH + sampel)

    Semakin kecil nilai IC50 menunjukkan semakin tinggi aktivitas antioksidannya (7). Ekstrak yang mempunyai nilai IC50 antara 10-50 g/mL adalah ekstrak dengan aktivitas antioksidan yang kuat (13). Uji Aktivitas Penghambatan Xantin Oksidase oleh EkstrakPada penelitian ini, dilakukan pengujian ak-tivitas penghambatan xantin oksidase oleh ma-sing-masing ekstrak kental dengan metode Owen dan Johns (1999) yang dimodifikasi. Pengujian sampel dilakukan duplo.Larutan yang disiapkan untuk pengujian ter-diri dari larutan xantin sebagai substrat, larutan enzim (xantin oksidase), dan larutan uji. Larutan substrat yang digunakan adalah larutan xantin 0,15 mM yang diperoleh dari pengenceran laru-tan stok 1 mM dengan menimbang 15,21 mg xantin dan diencerkan dengan air demineralisasi dalam labu ukur 100 mL. Larutan xantin oksidase 0,1 unit/mL dibuat dengan menimbang 9,09 mg xantin oksidase dan dilarutkan dengan larutan dapar fosfat sampai 10,0 mL. Larutan uji diper-oleh dengan menimbang 10,0 mg ekstrak kental dan dilarutkan dalam sedikit DMSO kemudian dilarutkan dalam dapar fosfat menggunakan labu ukur 10 ml sebagai larutan induk (1000 ppm) lalu diencerkan dengan dapar fosfat hingga diperoleh konsentrasi akhir larutan sampel sebesar 100, 50, 20, 10, 5 dan 1 ppm. Kondisi optimum pengujian mengacu pada optimasi yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu pada waktu inkubasi 40 menit, suhu 30oC, pH 7,8, dan konsentrasi substrat (xantin) 0,15 mM. Ma-sing-masing sampel sebanyak 1,0 mL dimasukkan

    No. Ekstrak Bobot ekstrak (g) Bobot Simplisia (g) Rendemen (%)

    1. Petroleum eter 100 3,332. Diklorometana 60 2,003. Etil asetat 50 3000 1,674. n-butanol 65 2,175. Metanol 30 1,00

    Tabel 1. Data Rendemen Ekstrak Buah Andaliman

    =

    100%

  • 125Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Ruth Elenora Kristanty, Abdul Munim, dan Katrinke dalam tabung reaksi terpisah dengan variasi konsentrasi tertentu. Selanjutnya ke dalamnya di-tambahkan 2,9 mL larutan dapar fosfat dan 2,0 mL xantin lalu diprainkubasi pada suhu 30oC selama 10 menit. Xantin oksidase 0,1 unit/mL sebanyak 0,1 mL ditambahkan lalu diinkubasi kembali pada suhu 30oC selama 30 menit. Setelah masa inku-basi, ke dalam campuran dengan segera ditam-bahkan asam klorida 1N sebanyak 1,0 mL untuk menghentikan reaksi dan dihomogenkan. Cam-puran larutan uji selanjutnya diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang hasil optimasi (284 nm) untuk meli-hat besarnya pembentukan asam urat yang terjadi dalam larutan uji kemudian ditentukan seberapa besar persen hambatan ekstrak yang diujikan ter-hadap xantin oksidase.Persentase hambatan xantin oksidase (XO) di-hitung dengan persamaan berikut (14): Keterangan : A = selisih serapan blanko dengan kontrol blanko (A1-A0)B = selisih serapan sampel dengan kontrol sampel (B1-B0)Nilai IC50 diperoleh melalui analisis regresi linier yang diplot antara konsentrasi sampel ter-hadap persentase hambat (1). Pengujian juga dilakukan terhadap blanko, kontrol blanko, dan kontrol sampel.Penapisan Fitokimia Terhadap ekstrak yang aktif menurut hasil uji peredaman radikal DPPH dan uji penghambatan xantin oksidase, dilakukan pemeriksaan kandung-an kimia dengan beberapa pereaksi kimia antara lain pereaksi untuk alkaloid, flavonoid, triterpe-noid/steroid, glikosida, saponin, dan tanin. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Serbuk buah andaliman dimaserasi secara bertingkat mulai dari pelarut non polar sampai dengan pelarut polar yang bertujuan untuk mem-

    peroleh ekstrak dengan rentang kepolaran yang berbeda. Diperoleh ekstrak petroleum eter dan ekstrak n-butanol dengan rendemen yang lebih besar dibandingkan ekstrak lainnya dan ekstrak metanol sebagai ekstrak dengan rendemen paling kecil.Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Andali-manPengujian aktivitas antioksidan secara kuanti-tatif terhadap masing-masing ekstrak buah anda-liman dengan metode peredaman radikal DPPH menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada pan-jang gelombang maksimum larutan DPPH yaitu

    Sampel Konsentrasi % IC50 (g/mL) inhibisi (g/mL) 200 14,92Ekstrak 100 14,61petroleum 50 8,19 220,67 eter 20 6,83 10 6,29 200 33,71Ekstrak 100 18,27 88,26diklorometana 50 11,44 20 12,12 10 12,44 200 29,91Ekstrak 100 18,34 83,50etil asetat 50 9,18 20 5,99 10 1,82 200 46,97Ekstrak 100 25,89n-butanol 50 14,43 53,51 20 8,95 10 6,27 100 47,66Ekstrak 50 24,87 26,39 metanol 20 12,71 10 7,27 16 37,09 BHT 10 26,65 4 15,22 5,52 2 9,23 1 6,87

    Tabel 2. Hasil uji antioksidan ekstrak buah andaliman

    % hambatan xantin oksidase = 1

    100%

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013126

    Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari Ekstrak Buah Andaliman

    butanol memiliki aktivitas antioksidan menengah dan ekstrak metanol memiliki aktivitas antioksi-dan yang kuat. Diduga ekstrak buah andaliman mengandung senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan. BHT sebagai antioksidan sintetik memiliki nilai IC50 5,5 g/mL yang menunjukkan bahwa senyawa standar tersebut memiliki aktivi-tas antioksidan yang sangat kuat (

  • 127Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Ruth Elenora Kristanty, Abdul Munim, dan Katrinantrakuinon, dan terpenoid kecuali saponin dan tanin. Diduga bahwa komponen yang aktif dari ekstrak n-butanol dan metanol berasal dari golo-ngan senyawa tersebut.KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan hasil pengujian aktivitas antiok-sidan ekstrak buah andaliman (Zanthoxylum ac-anthopodium DC.) melalui peredaman radikal be-bas DPPH, diperoleh nilai IC50 ekstrak n-butanol sebesar 53,51 g/mL dan ekstrak metanol sebesar 26,39 g/mL. Berdasarkan hasil pengujian peng-hambatan xantin oksidase, ekstrak n-butanol dan metanol memiliki aktivitas yang kuat dengan nilai IC50 sebesar 3,69 g/mL dan 4,03 g/mL. Perlu dilakukan isolasi lebih lanjut senyawa murni dari ekstrak n-butanol maupun dari ekstrak metanol buah andaliman (Zanthoxylum acantho-podium DC.) yang memiliki aktivitas antioksidan dan penghambat xantin oksidase.UCAPAN TERIMA KASIH

    Penelitian ini dilaksanakan di Universitas In-donesia dan dibiayai oleh beasiswa program ma-gister dari Politeknik Kesehatan Kementerian Ke-sehatan Jakarta II.

    Ekstrak yang tidak dapat larut dengan air be-bas karbondioksida P dilarutkan terlebih dahulu dengan 5 tetes DMSO (dimetil sulfoksida). Sebagai standar digunakan senyawa alopurinol. Hasil pe-ngujian menunjukkan bahwa alopurinol memiliki efek penghambatan aktivitas xantin oksidase de-ngan nilai IC50 0,02 g/mL (tabel 4). Hasil pengu-jian aktivitas penghambatan xantin oksidase oleh masing-masing ekstrak menunjukkan ekstrak n-butanol memiliki nilai IC50 paling kecil diban-dingkan ekstrak lainnya yaitu 3,69 g/mL (Tabel 3) yang menunjukkan ekstrak n-butanol memiliki kemampuan penghambatan enzim yang sangat kuat.Diduga ekstrak buah andaliman ini mengan-dung senyawa yang memiliki aktivitas pengham-bat xantin oksidase.Penapisan FitokimiaPenapisan fitokimia dilakukan terhadap eks-trak n-butanol dan metanol sebagai ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan dan penghambatan xantin oksidase. Penapisan fitokimia bertujuan untuk mengetahui keberadaan senyawa ber-da sar kan golongannya sebagai informasi a wal kandungan senyawa yang terdapat pada ekstrak aktif. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, tanin, DAFTAR PUSTAKA

    1. Langseth L. Oxidant, Antioxidant, and Disease Pre-vention. Belgium: International Life Science Insti-tute press 1995. 2. Suryanto E, Sastrohamidjojo H, Raharjo S, Trang-gono. Antiradical activity of andaliman (Zanthoxy-lum acantho-podium DC.) fruit extract. Indonesian Food and Nutrition Progress 2004; II (1): 15-19.3. Umamaheswari M, Asokkumar K, Sivashanmugam AT, Remyaraju A. In vitro xanthine oxidase inhibitory activity of the fractions of Erythrina stricta Roxb. Journal of Ethnopharmacology 2009; 124: 646-648.

    4. Lin CN, Huang AM, Lin KW, Hour TC, Ko HH, Yang SC, Pu YS. Xanthine oxidase inhibitory terpenoids of Amentotaxus formosana protect cisplatin-in-duced cell death by reducing reactive oxygen spe-cies (ROS) in normal human urothelial and blad-der cancer cells. Phytochemistry 2010; 71(1718): 21402146.5. Sahgal G, Ramanathan S, Sasidharan S, Mordi MD, Ismail S, Mansor SM. In vitro antioxidant and xan-thine oxidase inhibitory activities of methano-lic Swietenia mahagoniseed extracts. Molecules 2009; 14: 4476-4485.6. Pacher P, Nivorozhkin A, Szabo C. Therapeutic ef-

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013128

    Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari Ekstrak Buah Andalimanfects of xanthine oxidase inhibitors: renaissance half a century after the discovery of allopurinol. Pharmacology Review 2006; 58(1): 87114.7. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Basic Medical Biochemistry: AClinical Approach. Brahm UP. Bio-ki mia Kedokteran Dasar [Terjemahan] Jakarta. Buku Kedokteran EGC; 2000.8. McInnes GT, Lawson DH, Jick H. Acute adverse re-actions attributed to allopurinol in hospitalised patients. Annals of the Rheumatic Disease 1981; 40: 245-249.9. Owen P, Johns T. Xanthine oxidase inhibitory ac-tivity of northeastern North American plant reme-dies used for gout. Journal of Ethnopharmacology 1999; 64: 149-160.10. Tahir I, Wijaya K, Widianingsih D. Terapan Analisis Hansch Untuk Aktivitas Antioksidan senyawa Tu-runan Flavon/Flavonol; 2003. 11. Yanti, Pramudito, TE, Nuriasari N, Juliana K. Lemon pepperfruitextract (Zanthoxylumacanthopodium DC.) suppresses the expression of inflammatory-mediators in lipopolysaccharide-inducedmacro-phagesin vitro. American Journal of Biochemistry and Biotechnology 2011; 7(4): 176-186.12. Phongpaichit S, Nikom J, Rungjindamai N., Sakayaroj, J., Hutadilok-Towatana, N., Rukachai-sirikul, V., Kirtikara, K. Biological activities of ex-tracts from endophytic fungi isolated from gar-cinia plants. FEMS Immunology and Medical Mi-crobiology 2007; 51: 517-525.

    13. Apaya KL, Chichioco-Hernandez CL. Xanthine oxi-dase inhibition of selected Philippine medicinal plants. Journal of Medicinal Plants Research 2011; 5(2): 289-292.14. Blois MS. Antioxidant determinations by the use of a stable free radical. Nature 1958; 181:1199-1200.15. Siregar BL. Andaliman (Zanthoxylum acanthopo-dium DC.) di Sumatera Utara: Deskripsi dan Perke-cambahan. Jurnal Hayati 2002; 10(1): 38-40.16. Negi JS, Bish VK, Bhandari AK, Singh P, Sundriyah RC.. Chemical constituents and biological activi-ties of the genus Zanthoxylum: A review. African Journal of Pure and Applied Chemistry 2011; 5(12): 412-416.17. Molyneux, P The use of the stable free radical di-phenyl picryl-hydrazyl (DPPH) for estimating an-tioxidant activity. Journal of Science and Techno-logy 2004; 26(2): 211-219.18. Tensiska C, Wijaya H, Nuri Andarwulan. Aktivitas antioksidan ekstrak buah andaliman (Zanthoxy-lum acanthopodiumDC) dalam beberapa sistem pangan dan kestabilan aktivitasnya terhadap kondisi suhu dan pH. Jurnal teknologi dan industri pangan 2003; 16 (1): 29-39. 19. Vaya J, Aviram M. Nutritional antioxidants : mecha-nism of action, analyses of activities and medical applications. Current Medicinal ChemistryIm-munology, Endocrine & Metabolic Agents 2001; 1: 99-117.

  • 129Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Artikel Penelitian

    Uji Sifat Fisikokimia Mocaf (Modified cassava Flour) dan Pati Singkong Termodifikasi

    untuk Formulasi Tablet

    Wira Noviana Suhery1, Auzal Halim2, Henny Lucida2

    1 Akademi Farmasi Ranah Minang, Padang

    2 Universitas Andalas , Padang

    ABSTRACT: Utilization of cassava starch as an excipient in the tablet formulation is still very limited. Various modifications to the cassava starch has been carried out to obtain a better starch properties. The aim of this study was to examine the physi-cochemical properties of MOCAF and modified cassava starch as an excipient for tablet formulation, especially for direct compression method. MOCAF and modified cassava starch is a product of flour and cassava starch is modified mainly by lac-tic acid bacteria (Lactobacillus sp). Then the results of these modifications will be evaluated physicochemical properties, including examination of the surface shape of starch granules using SEM, thermal analysis by DTA, the pattern of starch crys-tallographic by X-ray diffraction, adsorption isotherm, and the content of amylose. The results showed that MOCAF and modified cassava starch gra nule were roughe r-occurred some holes presented distinctively- and more crystalline than Starch 1500. Meanwhile, the result of adsorption isotherms MOCAF and modified cassava starch showed a model type II of adsorption isotherms. Another results show that the amy-lose content of cassava starch modified 48 hours has the highest amylose content that is equal to 33.5714%.

    Keywords: MOCAF, Modified Cassava Starch, Lactic Acid Bacteria, Tablets

    ABSTRAK: Penggunaan pati singkong sebagai bahan tambahan dalam formulasi tablet masih sangat terbatas. Berbagai modifikasi terhadap pati singkong telah dilakukan untuk mendapatkan sifat pati yang lebih baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisikokimia MOCAF dan pati singkong termodifikasi sebagai bahan tambahan dalam formulasi tablet khususnya untuk metoda cetak langsung. MOCAF dan pati singkong termodifikasi merupakan produk tepung dan pati singkong yang dimodifikasi terutama oleh bakteri asam laktat (Lactobacillus sp). Kemudian hasil modifikasi ini akan dievaluasi sifat fisikokimianya, dianta-ranya pemeriksaan bentuk permukaan granula pati menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope), analisis panas dengan DTA, pola kristalografi pati dengan difraksi sinar X, adsorpsi isoterm, dan kadar amilosa. Hasilnya menunjukkan bah-wa MOCAF dan pati singkong termodifikasi mengalami perlubangan pada permu-kaan granulanya, dan lebih bersifat kristal jika dibandingkan dengan Starch 1500. Sementara itu, dari hasil pemeriksaan adsorpsi isoterm MOCAF dan pati singkong termodifikasi menunjukkan model adsorpsi isoterm tipe II. Hasil lainnya menun-jukkan bahwa kadar amilosa pati singkong termodifikasi 48 jam mempunyai ka-dar amilosa paling tinggi yaitu sebesar 33,5714%.Kata kunci: MOCAF, Pati Singkong Termodifikasi, Bakteri Asam Laktat, Tablet

    Korespondensi : Wira Noviana SuheryEmail : [email protected]

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013130

    Sifat Fisikokimia Mocaf dan Pati Singkong Termodifikasi untuk Formulasi Tablet

    PENDAHULUAN

    Produk olahan singkong telah banyak digu-nakan sebagai bahan baku eksipien dalam in-dustri farmasi. Diantaranya adalah pati singkong (amylum manihot) sebagai bahan pengikat dan penghancur pada formulasi tablet, maltodekstrin sebagai bahan penyalut lapis tipis tablet ataupun sorbitol, manitol dan dekstrosa pada formulasi sirup dan berbagai produk makanan dan minu-man lainnya (1,2).Berbagai teknologi pengembangan telah ban-yak dilakukan untuk menghasilkan produk yang memiliki kualitas tinggi. Salah satu pengembang-an produk dari singkong sebagai eksipien dalam bidang farmasi adalah dengan semakin ban-yaknya dilakukan modifikasi terhadap pati, mulai

    dari modifikasi secara kimia, fisika ataupun se-cara enzimatis yang bertujuan untuk mendapat-kan sifat fisikokimia yang lebih baik. Pada bidang

    pangan pun telah berhasil dilakukan modifikasi terhadap tepung singkong dengan cara fermen-tasi menggunakan bakteri asam laktat (Lacto-bacillus sp) yang umum dikenal sebagai tepung MOCAF/MOCAL (3, 4, 5, 6).Penggunaan MOCAF dalam bidang makanan telah banyak digunakan dan memberikan hasil yang memuaskan. Seperti penggunaannya dalam industri roti, mie instan, dan produk makanan lainnya sebagai bahan pengganti terigu yang dapat memberikan dampak positif dalam menu-runkan biaya produksi. Namun penggunaannya dalam bidang farmasi khususnya sebagai eksi-pien dalam formulasi tablet belum dilakukan (4).MOCAF (Modified Cassava Flour) adalah pro-duk tepung dari singkong (Manihot esculenta Crantz) yang diproses menggunakan prinsip modifikasi sel singkong secara fermentasi, teru-tama oleh mikroba bakteri asam laktat (4).Pada proses fermentasi ini akan menghasil-kan enzim pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Hal ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya vis-kositas, kemampuan gelasi, dan daya rehidrasi.

    Selain itu terjadi pula perlubangan dari granula pati MOCAF, sehingga menyebabkan permukaan yang tidak rata dari granula pati yang akan mem-perkuat ikatan antar butiran (4).Berdasarkan itulah penulis tertarik untuk menguji sifat fisikokimia MOCAF untuk formulasi tablet. Dalam penelitian ini juga akan digunakan pati singkong termodifikasi yaitu pati singkong yang difermentasi menggunakan mikroba yang sama dengan fermentasi MOCAF, sehingga dapat dibandingkan mana yang memberikan hasil yang paling baik. Sebagai pembanding akan diguna-kan pati singkong murni (amylum manihot) dan Starch 1500 yang telah lazim digunakan sebagai eksipien dalam formulasi tablet. METODE PENELITIAN

    BahanMOCAF, umbi singkong segar (Manihot escu-lenta Crantz) yang di ambil dari Gurun Panjang, Kel. Gunung Sarik Kec. Kuranji Padang. MOCAF diperoleh dari Koperasi Gemah Ripah Loh Jinawi Kabupaten Trenggalek Jawa Timur., Media, Star-ter fermentasi (Lactobacillus sp), Starch 1500, Aquadest.Cara KerjaPembuatan pati asli (amylum manihot)Lakukan sortasi pada singkong, kupas kulit-nya, cuci dengan air mengalir dan rendam selama 2 jam. Singkong (2,5 kg) yang telah direndam ke-mudian dihaluskan, suspensikan dalam 10 kali volume aquadest, stirrer selama 5 menit dan sa-ring melalui 2 lapis kain katun tipis. Filtrat didi-amkan selama 1 jam untuk mendapatkan sedi-men pati. Endapan dicuci 1 kali dengan aquadest dan dikeringkan pada 40C selama 12 jam dalam oven. Pati dihaluskan dalam lumpang untuk mencegah penggumpalan granul dan memperke-cil ukuran partikelnya (3).Pembuatan Pati Singkong Termodifikasia. Pembuatan Starter Fermentasi Siapkan chips ketela sebanyak 50 g letak-

  • 131Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Wira Noviana Suhery, Auzal Halim, dan Henny Lucidakan pada beker glass, tambahkan dengan air sebanyak kurang lebih 500 ml, semua chips singkong harus terendam, tambahkan inoku-lat mikroba (Lactobacillus sp) sebanyak 2 g dan kultur media sebanyak 7 g dan biarkan selama 24 jam. b. Proses fermentasi Semua alat disterilkan terlebih dahulu meng-gunakan autoklaf. Sebanyak 200 gram pati singkong dimasukkan kedalam erlenmeyer yang telah berisi media (50 mg) dan starter fermentasi (2 ml) dalam 500 ml aquadest yang telah disterilkan. Dilakukan fermentasi dalam shaker dengan kecepatan 120 rpm selama 48 jam dan 72 jam. Setelah proses fermentasi se-lesai, buang airnya. Cuci pati dengan aqudest sebanyak 2 kali, kemudian endapkan dan ke-ringkan pada suhu 40C selama 24 jam. Pati kemudian dihaluskan untuk memperkecil uku ran partikel.Evaluasi Sifat Fisika dan Kimia Partikel1. Analisis Swelling Power. Pati dengan konsen-trasi 1% dipanaskan pada waterbath dengan suhu 60C, selama 30 menit, kemudian di-sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit, lalu supernatan dipisahkan dari endapan. Nilai swelling power diukur dengan membagi berat endapan (pasta) dengan be-rat pati kering sebelum dipanaskan (g/g).2. Suhu gelatinisasi. Suhu dimana terjadinya pembengkakan pati secara irreversible (vis-kositas meningkat tajam) disebut dengan suhu gelatinisasi. Ditentukan dengan mem-buat kurva antara viskositas vs suhu. Suhu gelatinisasi merupakan titik potong kurva an-tara suhu dan viskositas pati.3. Densiti Benar ditentukan dengan metoda pik-no-meter (7).4. Density Nyata (n) /Bulk Density Untapped dan Densiti Mampat (m)/Bulk Density Tapped di ukur menggunakan tap volumeter (7).5. Faktor Hausner (7). Faktor Hausner (Hf) adalah perbandingan antara bobot jenis mampat (m) dengan bobot jenis nyata (n).

    6. Kompresibilitas dan Porositas (E) (8). Peme-riksaan sudut angkat (7). Sebanyak 30 gram zat uji dimasukkan ke dalam silinder dengan diameter dan tinggi tertentu. Kemudian di-letakkan di atas bidang datar yang telah di-alas dengan kertas grafik. Zat uji diratakan, silinder logam di angkat secara perlahan- la han dan tegak lurus sampai semua zat ter-tinggal. Tinggi puncak tumpukan dan diame-ternya di ukur. Sudut angkat () dihitung de-ngan persamaan:

    tg = tinggi puncak tumpukan (h)

    r7. Distribusi Ukuran partikel (7, 8).8. Distribusi ukuran partikel ditentukan dengan mikroskop inverted Zeiss Axiovert 40 CFL.9. Daya Penyerapan Air menggunakan alat En-slin (7,8).10. Adsorpsi Isoterm (7). Sejumlah serbuk dima-sukkan dalam botol timbang dan dikeringkan sampai bobot konstan didalam oven vacum, kemudian disimpan dalam desikator pada kelembaban relatif tertentu (0-100%) pada suhu konstan selama 5 hari. Untuk mendapat-kan kelembaban relatif yang diinginkan digu-nakan metode desikator dengan mengguna-kan larutan asam sulfat pekat pada konsen-trasi tertentu. Jumlah uap air yang diserap dapat ditentukan dari pertambahan berat serbuk setelah penyimpanan.11. Analisis Bentuk dan Permukaan Partikel. Bentuk dan permukaan partikel diperiksa dengan alat Scanning Electron Microscope (SEM). 12. Analisis panas dengan Differential Thermal

    Analysis (DTA).13. Difraksi X-Ray.14. Mikroskop polarisasi. Bentuk dan ukuran pati diamati dengan menggunakan Olympus BX-05 Polarized Light Microscope.15. Penetapan kadar amilosa dilakukan secara iodometri berdasarkan reaksi antara amilosa dengan senyawa iod yang menghasilkan war-na biru, kemudian diukur dengan spektrofo-tometer pada panjang gelombang 625 nm.

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013132

    Sifat Fisikokimia Mocaf dan Pati Singkong Termodifikasi untuk Formulasi TabletKadar amilosa dihitung berdasarkan persa-maan kurva standar amilosa.HASIL DAN PEMBAHASAN

    Berdasarkan hasil analisis sifat fisika dan ki-mia partikel masing-masing bahan baku didapat-kan sifat yang berbeda dari masing-masing ba-han baku seperti yang terlihat pada Tabel 1. Hasil pemeriksaan kompresibilitas dan faktor Hausner bahan baku menunjukkan bahwa masing-masing bahan baku mempunyai sifat alir sedang sampai buruk. Sifat ini juga ditunjang oleh faktor Haus-ner masing-masing partikel yang berkisar an-tara 1,2401 - 1,4413. Dari hasil yang diperoleh Starch 1500 yang memiliki harga faktor Hausner dan kompresibilitas yang paling kecil, sedangkan MOCAF memiliki harga faktor Hausner dan kom-presibilitas yang paling besar. Sementara pati ter-modifikasi 72 memiliki nilai faktor Hausner dan kompresibilitas yang lebih kecil daripada pati singkong. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya fermentasi terdapat perbaikan dari sifat

    alir pati singkong walaupun tidak sebaik Starch 1500. Sedangkan MOCAF memiliki harga fak-tor Hausner dan kompresibilitas yang besar, hal ini disebabkan oleh adanya komponen selain pati (serat) yang terdapat didalam MOCAF yang mengakibatkan adanya pengaruh terhadap sifat aliran dan kemampuan termampatkannya. Hal ini juga didukung oleh hasil pemeriksaan sudut ang kat bahan baku yang menunjukkan bahwa pati singkong dan MOCAF mempunyai sifat alir yang kurang baik (sudut angkat 30-40). Semen-tara pati termodifikasi dan Starch 1500 mempu-nyai sifat alir yang baik (sudut angkat 25-30)(7,9). Kadar amilosa pati singkong, MOCAF, pati singkong termodifikasi 48 jam, pati singkong

    termodifikasi 72 jam, Starch 1500 berkisar an-tara 17,3571% - 33,5714%. Hasil ini menun-jukkan bahwa kadar amilosa tertinggi dimiliki oleh pati termodifikasi 48 jam, hal ini disebab-kan karena aktivitas bakteri yang optimal pada lama fermentasi 48 jam (awal fase stationer). Kemungkinan besar bahwa peningkatan yang tampak pada kandungan amilosa pati singkong termodifikasi disebabkan oleh intensifikasi dari

    Tabel.1. Hasil pemeriksaan sifat fisika dan kimia partikel pati singkong, MOCAF, pati singkong termodifikasi, dan Starch 1500

    No ParameterPati

    SingkongMOCAF Pati Modifikasi 48 Pati Modifikasi 72

    Starch 15001 Densiti benar (g/ml) 1,4954 1,4733 1,5316 1,4857 1,51582 Densiti nyata (g/ml) 0,4651 0,4081 0,5000 0,5714 0,64513 Densiti mampat (g/ml) 0,6451 0,5882 0,6896 0,7547 0,80004 Faktor Hausner 1,3870 1,4413 1,3792 1,3207 1,24015 Kompresibilitas (%) 27,9026 30,6188 27,4942 24,2877 24,01176 Porositas (%) 35,7696 40,1751 32,6455 28,8483 23,41337 Sudut Angkat () 38,75 31,05 29,74 29,12 28,078 Kandungan air (%) 14,56 8,91 11,44 13,08 6,389 Swelling power (g) 5,998 7,909 6,605 6,657 9,44210 Kadar Amilosa (%) 24,9285 17,3571 33,5714 26,1428 28,785711 Suhu gelatinisasi (C) 59,17 53,36 60,91 60,54 58,47

  • 133Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Wira Noviana Suhery, Auzal Halim, dan Henny Lucida

    a. Starch 1500 b. Pati Singkong c. MOCAF

    d. Pati modifikasi 48 jam e. Pati modifikasi 72 jam

    Gambar 2. Diaftogram Sinar X(A.b = pati singkong; B.b = Starch 1500; C.b = Mocaf; D.d = Pati termodifikasi)

    Gambar 1. Foto SEM

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013134

    Sifat Fisikokimia Mocaf dan Pati Singkong Termodifikasi untuk Formulasi Tablet

    warna biru oleh fraksi linier yang dihasilkan oleh enzim/hidrolisis asam amilopektin pada daerah amorf dari granula pati selama fermentasi. Kadar amilosa ini akan berkaitan dengan berbagai sifat pati (3, 10, 11, 12).Hasil pemeriksaan swelling power pati sing-kong, pati termodifikasi, MOCAF dan Starch 1500 menunjukkan bahwa Starch 1500 memiliki nilai swelling power yang paling tinggi yaitu 9,442 g, MOCAF; 7,909 g, pati termodifikasi 72 jam; 6,657

    g, pati termodifikasi 48 jam; 6,605 g; pati singkong 5,998 g. Nilai swelling power berkaitan dengan si-fat amilosa yang terkandung dalam pati. Semakin tinggi kadar amilosa pada pati maka semakin ren-dah nilai swelling power yang dimilikinya (8, 13).Hasil pemeriksaan temperatur gelatinisasi menunjukkan bahwa temperatur gelatinisasi tertinggi dimiliki oleh pati termodifikasi 48 jam

    yaitu 60,91C, diikuti oleh pati termodifikasi 72 jam (60,54C), pati singkong (59,17C), starch

    1500 (58,47C) dan MOCAF (53,36C). Hasil ini menunjukkan sifat gelatinisasi suatu pati, artinya semakin rendah temperatur gelatinisasi maka akan semakin cepat suatu pati mengalami proses gelatinisasi, demikian pula sebaliknya sehingga dari sifat ini kita bisa mengetahui kisaran suhu aman untuk perlakuan bahan baku pati (10).Hasil foto SEM (Scanning Electron Microscope) pada MOCAF, pati termodifikasi 48 dan 72 jam memperlihatkan adanya perubahan struktur dari permukaan granula pati (perlubangan) yang di-hasilkan pada proses fermentasi. Namun jumlah banyaknya granula pati yang dilubangi bervariasi antara MOCAF, pati termodifikasi 48 jam dan pati

    termodifikasi 72 jam. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaaan waktu fermentasi antara MOCAF, pati termodifikasi 48 jam dan pati ter-modifikasi 72 jam. Dimana dari hasil foto SEM

    terlihat bahwa pati termodifikasi 48 jam meng-hasilkan perlubangan pati yang lebih banyak

    a. Starch 1500 b. Pati Singkong c. MOCAF

    d. Pati modifikasi 48 jam e. Pati modifikasi 72 jam Gambar 3. Foto Mikroskop Polarisasi

    jam jam

  • 135Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Wira Noviana Suhery, Auzal Halim, dan Henny Lucida

    Gambar 4. Kurva adsorpsi isoterm

    Gambar 5. Daya penyerapan air

    Kurva Adsorpsi Isoterm

    02468

    101214161820222426283032343638404244464850

    0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

    Kelembaban relatif (%)

    Jum

    lah u

    ap ai

    r yan

    g di

    sera

    p (%

    )

    MOCAFPati 48 jamPati 72 jamPati singkongStarch 1500

    Kurva Daya Penyerapan Air

    0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0,7

    0,8

    0,9

    0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

    Waktu (menit)

    Jum

    lah

    air

    yan

    g d

    iser

    ap (

    ml)

    Ibuprofen

    Pati singkong

    MOCAF

    Pati modifikasi 48jamPati modifikasi 72jamStarch 1500

    Kurva Adsorpsi Isoterm Kurva Daya Penyerapan Air

    Kelembaban Relatif (%) Waktu (menit)

    Jum

    lah

    Uap

    yan

    g di

    sera

    p (%

    )

    Jum

    lah

    Air y

    ang

    dise

    rap

    (ml)

    MOCAFPati 48 JamPati 72 JamPati SingkongStarch 1500

    Kurva Adsorpsi Isoterm

    02468

    101214161820222426283032343638404244464850

    0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

    Kelembaban relatif (%)

    Jum

    lah u

    ap ai

    r yan

    g di

    sera

    p (%

    )

    MOCAFPati 48 jamPati 72 jamPati singkongStarch 1500

    Kurva Daya Penyerapan Air

    0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0,7

    0,8

    0,9

    0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

    Waktu (menit)

    Jum

    lah

    air

    yan

    g d

    iser

    ap (

    ml)

    Ibuprofen

    Pati singkong

    MOCAF

    Pati modifikasi 48jamPati modifikasi 72jamStarch 1500

    Kurva Adsorpsi Isoterm Kurva Daya Penyerapan Air

    Kelembaban Relatif (%) Waktu (menit)

    Jum

    lah

    Uap

    yan

    g di

    sera

    p (%

    )

    Jum

    lah

    Air y

    ang

    dise

    rap

    (ml)

    IbuprofenPati SingkongMOCAFPati Modifikasi 48 jamPati Modifikasi 72 jamStarch 1500

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013136

    Sifat Fisikokimia Mocaf dan Pati Singkong Termodifikasi untuk Formulasi Tabletdan jelas dibandingkan dengan MOCAF dan pati termodifikasi 72 jam. Ini disebabkan karena pati

    termodifikasi 48 jam merupakan saat optimum dari aktivitas mikroba (berada pada awal fase stasioner). Sementara pada pati termodifikasi 72 jam aktivitas bakteri sudah mulai menurun (fase kematian). Sedangkan pada MOCAF karena pro-ses fermentasi dilakukan pada singkong bukan langsung pada pati maka hasil perlubangan pati akibat aktivitas mikroba pun menjadi berkurang. Dari beberapa penelitian sebelumnya fermentasi pati singkong dengan bakteri asam laktat akan menghasilkan sejumlah lubang dangkal dengan diameter yang besar (4, 6, 14).Dari diaftogram spektrum sinar X terlihat bahwa antara pati singkong, MOCAF, pati ter-modifikasi 48 jam telah terjadi perubahan pola

    kristalografinya. Hal ini juga didukung dari hasil pemeriksaan analisis panas menggunakan Dif-ferential Thermal Analysis (DTA) yang menunjuk-kan bahwa pada pati singkong memperlihatkan adanya puncak pada temperatur 153,8C. Puncak ini diidentifikasikan sebagai temperatur leleh pati singkong dengan terjadi penurunan tem-peratur (endoterm). Sementara MOCAF dan pati termodifikasi 48 jam memperlihatkan terjadinya penurunan puncak pada temperatur 151,8C dan 146,1C dengan terjadi penurunan temperatur (endoterm). Hasil ini menunjukkan bahwa ada-nya perubahan yang terjadi akibat adanya proses fermentasi pada pati singkong. Sementara Starch 1500 memperlihatkan pola amorf pada diafto-gram spektrum sinar X dan menunjukkan adanya puncak pada temperatur dan 154,2C dengan ter-jadi penurunan temperatur (endoterm). Hasil ini disebabkan karena starch 1500 telah mengalami gelatinisasi sebagian sehingga telah kehilangan bentuk kristalnya.Pada hasil foto mikroskop polarisasi menun-

    jukkan adanya daerah terang (kristal) pada gra-nula pati. Pada pati singkong termodifikasi 48 dan 72 jam terlihat banyaknya daerah terang (kristal) yang menunjukkan bahwa dengan ada-nya fermentasi menggunakan bakteri asam lak-tat terdapat peningkatan jumlah daerah kristal dibandingkan dengan pati singkong. Hal ini dise-babkan karena adanya peningkatan amilosa dari pati termodifikasi 48 dan 72 jam. Sementara pada starch 1500 yang merupakan pati terpre-gelatinisasi sebagian terlihat sedikitnya granula pati yang memiliki daerah terang (kristal) yang disebabkan karena proses gelatinisasi, yang me-nyebabkan sebagian granula pati pecah sehingga kehilangan daerah kristal (10, 15).Hasil pemeriksaan adsorpsi isoterm MOCAF, pati termodifikasi 48 dan 72 jam, pati singkong dan starch 1500 menunjukkan adsorpsi isoterm tipe II. Dimana pada kelembaban relatif antara 0-40% telah terjadi penyerapan monolayer. Pada kelembaban relatif 40%-60% telah terjadi pe-nyerapan multilayer, dan pada kelembaban rela-tif 60%-100% terjadi kondensasi kapiler. Artinya bila semua pati ini akan diformulasi dalam bentuk tablet maka harus disimpan dibawah kelembab-an 60% untuk mencegah terjadinya kondensasi kapiler yang akan menyebabkan tablet mengem-bang pada waktu penyimpanan (7).KESIMPULAN DAN SARAN

    MOCAF dan pati singkong termodifikasi de-ngan menggunakan bakteri asam laktat (Lac-tobacillus sp) sebagai starter fermentasi dapat menghasilkan pati dengan perubahan bentuk pada permukaan granulanya, disertai dengan pe-rubahan sifat fisikokimia yang lebih baik dari pati singkong.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Loftsson, T., Duchene, D. Cyclodextrins and their pharmaceutical applications. International Jour-nal of Pharmaceutics 329. 2007: 1-11.2. Anwar, Effionora. Pemanfaatan maltodekstrin da-ri pati singkong sebagai bahan penyalut lapis tipis tablet. Makara Sains. 2002.6.(1).

  • 137Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Wira Noviana Suhery, Auzal Halim, dan Henny Lucida3. Numfor, F. A., Walter, W. M., Jr., Schwartz, J. Physi-cochemical changes in cassava starch and flour associated with fermentation: Effect on textural properties. Starch/starke 47. (3,S) 1995: 86-91.4. Subagio, A. Produk bakery dengan singkong. Food Review Indonesia. 2008.3 (8).5. Juheini. Iskandarsyah. Animat, J.A., Jenny. Penga-ruh kandungan pati singkong terpregelatinasi ter-hadap karakteristik fisik tablet lepas terkontrol

    teofilin. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2004.I (1): 21-26.6. Chinsamran, K., Piyachomkwan, K., Santisopasri, V., Sriroth, K. Effect of lactic acid fermentation on physico-chemical properties of starch derived from cassava, sweet potato and rice. Kasetsart Uni-versity.7. Halim, A. Penelitian Terhadap Daya Penyerapan Air Beberapa Tepung yang Digunakan dalam Bi-dang Farmasi. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. No. 6. III. Universitas Andalas. 1991: 578-579.

    8. Voight R, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diter-jemahkan oleh Soendani Noerono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1994.9. Swarbrick .J. Encyclopedia Of Pharmaceutical Tech-nology. Volume 6. Third Edition. Informa Health-care USA . New York. 2007.10. Winarno, F.G. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta. 1984.11. Oates, C. G. Towards an Understanding of Starch Granule Structure and Hydrolysis. Review. Trends in Food Science and Technology. 1997. 8: 375-382 12. Planchot, V., Colonna, P., Gallant, D.J., and Bouchet, B. Extensive degradation of native starch granules by -amylase from Aspergillus fumigatus. J. Cereal Sci. 1995: 21.13. Troy, B.D. Remington The Science and Practice of Pharmacy. 21 edition. Lippincott Williams & Wilkins. United States of America. 2005.14. Parija, S.C. Tetxbook of Microbiology & Immunology. Elsevier. India. 2009.15. Chaplin, M. Starch. http// : www.sbu.ac.uk. 2002.

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013138

    Penetapan Kadar Alkaloid Ekstrak dari Etanolik Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa- sinensis L.)

    ABSTRACT: Kembang sepatu flower (Hibiscus rosa-sinensis L.) was fractional-ly used as expectorant. Based on Bioassay Guided fractionation, an active frac-tion was separated, and the fraction was identified is Alkaloid was the major compound based on TLC analysis. Viscosity value measured by viscometer was used as a Bioassay model of expectorant activity in vitro and acetyl cysteine was used as positive control. Alkaloid content determination of the ethanolic extract was measured by TLC-Densitometric compared with standard curve of isolated alkaloid as the selected marker (Y=12,1360X+2901,4474). The alka-loid content in the ethanolic extract was determined as 2.35 0,67 %.

    Keywords: alkaloid, ethanolic extract, Hibiscus rosa-sinensis L.

    ABSTRAK: Bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) secara tradi-sional digunakan sebagai peluruh dahak. Berdasarkan atas Bioassay Gui-ded Fractionation, fraksi aktif berhasil dipisahkan dan alkaloid merupa-kan kandungan utama fraksi. Oleh karena itu alkaloid digunakan sebagai sen yawa penanda (marker) ekstrak etanol Hibiscus rosa-sinensis L. Nilai viskositas digunakan sebagai model untuk aktivitas peluruh dahak, dengan asetil sistein sebagai kontrol positif. Selanjutnya penetapan kadar alkaloid dalam ekstrak etanol dilakukan secara KLT-Densitometri (n=5), kadar al-kaloid dibandingkan dengan kurva baku dari alkaloid (marker) hasil isolasi (Y=12,1360X+2901,4474). Kadar alkaloid dalam ekstrak etanol kembang se-patu (Hibiscus rosa-sinensis L.) sebagai 2,35 0,67 %. Kata kunci: alkaloid, ekstrak etanolik, kembang sepatuFakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

    Artikel Penelitian

    Mimiek Murrukmihadi, Subagus Wahyuono,Marchaban, dan Sudibyo Martono

    Korespondensi:Mimiek MurrukmihadiEmail : [email protected]

  • 139Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Mimiek Murrukmihadi, Subagus Wahyuono, Marchaban, dan Sudibyo Martono

    PENDAHULUAN

    Herbal merupakan obat alternatif yang telah dimanfaatkan oleh nenek moyang. Salah satu yang digunakan adalah bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.), sebagai peluruh da-hak (1). Untuk mendapatkan efek yang konsis-ten, ekstrak harus terstandar dan dapat menja-di referensi material bagi peningkatan produk herbal Indonesia (2). Murrukmihadi menyatakan bahwa didalam ekstrak bunga kembang sepatu terdapat alkalo-id dapat digunakan sebagai marker untuk stan-dar produk bunga kembang sepatu (3). Senya-wa marker dapat sebagai senyawa aktif, pe-nanda analitik maupun penanda negatif. Bunga kembang sepatu dilaporkan dapat digunakan sebagai obat batuk (4), sehingga alkaloid dalam kembang sepatu dapat digunakan sebagai mar-ker/senyawa penanda. Penetapan kadar suatu senyawa dapat dila-kukan dengan mengukur kerapatan noda dari senyawa yang bersangkutan dan telah dipisah-kan dengan cara kromatografi lapis tipis deng-an menggunakan KLT-Densitometer. Penam-pakan noda menunjukkan hasil positif alkaloid dengan munculnya noda berwarna jingga-ke-coklatan pada lempeng KLT ketika ditampak-kan denagn pereaksi Dragendorff. (5). METODE PENELITIAN

    BahanBunga kembang sepatu dikoleksi dari Ta-man Graha Sabha Pramana, Universitas Gadjah Mada, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan di-identifikasi di Bagian Biologi Farma-si, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada pada bulan September sampai dengan Oktober tahun 2008. Bunga kembang sepatu dicuci dan dikeringkan dengan oven yang temperaturnya diatur antara 40-50 0C. Bunga kering diserbuk dan disimpan di almari es (40C) sampai saat un-tuk diekstraksi.

    Metode 1. Ekstraksi untuk Penetapan Kadar AlkaloidEkstraksi isolat untuk penetapan kadar dilaku-kan berdasarkan penelitian yang sudah dilaku-kan (6). 2. Penentuan kadar alkaloidPenentuan kadar alkaloid dilakukan secara KLT-Densitometri yang meliputi 2 langkah se-bagai berikut:a. Pembuatan kurva baku alkaloid Pembuatan kurva baku alkaloid dilakukan dengan cara 390 mg isolat kering dilarutkan dalam metanol 1 mL (larutan stok), kemu-dian dibuat seri konsentrasi 24, 49, 98, 130, dan 293 g/L, dengan volume penotolan 15 L. Cara pembuatannya yaitu, dari laru-tan stok diambil 751 L dilarutkan dalam metanol sampai 1 mL, sehingga didapat konsentrasi 293 g/L (dalam 15 L berisi 293x15=4395 g). Dari larutan ini diambil 500 L dilarutkan dalam metanol sampai 1 mL, kemudian diambil 667 g/L dilarut-kan dalam metanol sampai 1 mL, sehingga didapat konsentrasi 130 g/L (dalam 15 L berisi 130x15=1950 g). Kemudian di-ambil 500 L dilarutkan dalam metanol sampai 1 mL, didapat konsentrasi 98 g/L (dalam 15 L berisi 98x15=1470g). Dari larutan ini diambil 500 L dilarut-kan dalam metanol sampai 1 mL, didapat konsentrasi 49 g/L (dalam 15 L berisi 49x15=735g). Terakhir diambil 500 L dari larutan tersebut kemudian diencerkan dengan metanol sampai 1 mL, sehingga di-dapat konsentrasi 24 g/L (dalam 15 L berisi 24x15=360 g).b. Penentuan alkaloid dalam ekstrak etanolik Penentuan alkaloid dilakukan dengan cara menimbang ekstrak etanol 3 g dilarutkan dalam 1 mL metanol dan ditotolkan pada pelat KLT sebanyak 5 kali replikasi deng-an volume masing-masing 10 L. Setelah pengembangan pelat KLT, bercak yang di-peroleh diukur dengan KLT-Densitometer untuk mendapatkan AUC.

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013140

    Kadar Alkaloid Ekstrak dari Etanolik Bunga Kembang Sepatu

    Analisis HasilData luas area yang didapatkan dari isolat di-buat persamaan regresi linier sebagai persama-an kurva baku. Persamaan garis kurva baku : Y = a+bx, dengan Y = AUC, X = kadar isolat (g/15L). Harga AUC sampel kemudian dimasukkan ke da-lam persamaan garis kurva baku, maka didapat-kan kadar dari masing-masing sampel (persen kadar alkaloid dalam ekstrak). HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pembuatan kurva baku Penentuan panjang gelombang dilakukan pada scanning panjang gelombang 200-700 nm untuk senyawa alkaloid dan memberikan maks pada 200 nm. Tabel 1 menunjukkan kadar isolat versus AUC hasil densitometri untuk kurva baku ekstrak.

    Kenaikan konsentrasi atau kadar isolat ter-tentu sebanding dengan kenaikan nilai AUC pada densitometer. Hal ini sesuai dengan apa yang di-dapat, semakin tinggi kadar isolat, semakin besar AUC (Tabel 1). Setelah dilakukan perhitungan se-cara regresi linier, maka didapat persamaan garis regresi linier sebagai kurva baku alkaloid yaitu Y =12,1360 X + 2901,4474 dengan r = 0,9939. Li-nieritas merupakan salah satu parameter untuk menilai kesahihan metode analisis dengan meli-hat nilai hubungan respon dari berbagai konsen-trasi zat baku pada suatu kurva baku yang dilihat sebagai nilai koefisien korelasi (r).

    Penetapan kadar alkaloid dalam ekstrak etanolSampel ekstrak sebesar 3 g dilarutkan da-lam metanol sampai 1 mL, sehingga didapatkan konsentrasi 3 mg/L. Sebanyak 10 L ditotolkan (n=5) pada plat silika gel F254 (Merck) tebal 0,25 mm sebanyak lima replikasi. Kemudian plat KLT

    Tabel 1. Nilai Kadar Isolat vs AUC hasil densitometri untuk kurva baku ekstrakNo Kadar baku (g/L) Kadar baku dala 15 L AUC1 24 360 9928,62 49 735 12034,43 98 1470 18605,24 130 1950 24416,75 293 4395 57654,4Keterangan : Persamaan garis regresi kurva baku adalah Y =12,1360 X + 2901,4474 r = 0,9939, X = kadar alkaloid (g/ 15L), Y = AUC

    Tabel 2. Nilai Kadar alkaloid dalam sampel ekstrak etanolik No Kadar (mg/10L) AUC Kadar (%)1 30 21725,7 3,452 30 16560,2 2,503 30 12729,6 1,804 30 15516,2 2,315 30 12156,1 1,70X 2,35SD 0,67

  • 141Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Mimiek Murrukmihadi, Subagus Wahyuono, Marchaban, dan Sudibyo Martonodikembangkan dengan fase gerak etil asetat:me-tanol (1:5 v/v).Karena bercak yang diharapkan tidak ter-deteksi dengan UV 254 maupun 366 nm, maka bercak ditandai pada tepi plat sesuai dengan KLT isolat yang telah dilakukan sebelumnya dan dideteksi dengan pereaksi semprot Dragendorff. Bercak yang telah ditandai atau sesuai Rf dengan Dragendorff ditentukan AUC (luas dibawah kur-va) pada maks 200 nm menggunakan KLT-Densi-tometer. Nilai AUC sampel ekstrak etanolik bunga kem-bang sepatu dengan kadar 30 mg/ 10L. Nilai AUC replikasi sampel memenuhi rentang nilai AUC pada

    isolat yaitu pada 9928,6 hingga 57654,4 (Tabel 2). Tabel 2 menunjukkan bahwa dalam ekstrak etanolik bunga kembang sepatu terdapat alkaloid yang dapat diisolasi dan sebagai senyawa penan-da dengan kadar sebesar 2,35 0,67 %. KESIMPULAN

    Bunga kembang sepatu memiliki kandungan alkaloid yang dapat diisolasi dan dapat dijadikan sebagai senyawa penanda. Kadar alkaloid dari ekstrak etanolik bunga kembang sepatu adalah 2,35 0,67 %.DAFTAR PUSTAKA

    1. Anonim. Tanaman Obat Indonesia. Jilid I. Departe-men Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 1985.2. Eye. Memodernkan Obat Tradisional dari Tanaman.

    Republika. 23 November 2007 cit. 2007.3. Murrukmihadi, M. Aktivitas Mukolitik Ekstrak eta-nolik dan Fraksi Aktif Bunga Kembang Sepatu (Hi-biscus rosa-sinensis L.) pada Mukus Usus Sapi secara In Vitro. Laporan Penelitian Program Hibah Peneli-tian Berkualitas Prima Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 20094. Dalimartha, S. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Ungaran : Trubus Agriwidya. 1999.

    5. Anonim. Memodernkan Obat Tradisional dari Tana-man.http://www.kimia.lipi.net/index.php?pilihan=

    berita&id=58. 1 Juli 2009. 6. Murrukmihadi, M. Isolasi dan Penetapan Kadar Alkaloid Dalam Ekstrak Etanolik, Fraksi Tidak la-rut Etil Asetat dan Fraksi Hasil VLC Dalam Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.). Disam-paikan pada Kongres Ikatan Apoteker Indonesia di Manado. 2011.7. Anonim. Parameter Standar Umum Ekstrak Tum-buhan Obat. Cetakan Pertama. Departemen Kesehat an Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawa-san Obat dan Makanan Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. Jakarta. 2000: 3, 9-11.

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013142

    Analisis Adverse Drug Reactions pada Pasien Asma di Suatu Rumah Sakit, Surabaya

    Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

    ABSTRACT: Asthma is a chronic inflammatory disease of the respiratory tract. Treatment of asthma can lead to ADRs (adverse drug reactions), which can aggra-vate asthma symptoms. The purpose of this study was to analyze the incidence of ADRs in patients with asthma. The study design is divided into retrospective studi-es, for hospitalized patients and cross-sectional with purposive sampling to outpa-tient. Any actual ADRs that occurred was calculated using the Naranjo probability scale. The number of hospitalized patients were 60 people and outpatients were 22 people. The number of ADRs that occur were 39 cases, consisted of 36 cases of ADRs in hospitalized patients with asthma and 3 cases of ADRs in outpatient asthma patients. Drug groups most involved in ADRs was B2-agonist group. Naranjo scale calculations on ADRs that occurred that the possibility of ADRs. The most common ADRs are in asthma therapy, so it takes the role of pharmacists in monitoring ADRs in asthma treatment to prevent and minimize the occurrence of ADRs.

    Keywords: asthma, naranjo scale, hospitalized patient, outpatient

    ABSTRAK: Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada saluran pernafasan. Pengobatan asma dapat menyebabkan terjadinya ADRs (adverse drug reactions), yang dapat memperburuk gejala asma. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa ADRs pada pasien asma. Desain penelitian dibagi menjadi dua, yaitu retrospektif, untuk data pasien rawat inap serta cross-sectional untuk data pasien rawat jalan. Setiap ADRs aktual yang terjadi dihitung probabilitasnya dengan naranjo scale. Jumlah pasien rawat inap sebanyak 60 orang dan rawat jalan sebanyak 22 orang. Jumlah ADR yang terjadi sebanyak 39 kasus, terdiri dari 36 kasus ADRs pada pasien asma rawat inap dan 3 kasus ADRs pada pasien asma rawat jalan. Kelompok obat yang paling banyak terlibat dalam ADRs pasien asma adalah golongan B2-agonis, aminofilin, kortikotseroid, dan antikolonergik. ADRs yang paling sering terjadi adalah pada terapi asma, oleh karena itu dibutuhkan peran farmasis dalam memonitor kemungkinan terjadinya ADRs secara rutin terhadap pengobatan pasien asma dapat digunakan untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya ADRs.Kata kunci: asma, naranjo scale, pasien asma rawat inap, pasiena asma rawat jalanFaculty of Pharmacy, University of Surabaya, Indonesia

    Artikel Penelitian

    Korespondensi: Amelia LorensiaEmail : [email protected]

  • 143Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

    PENDAHULUAN

    Latar BelakangAsma adalah gangguan inflamasi kronik sa-luran pernafasan, yang menyebabkan episode berulang dari wheezing, sesak, chest thightness, dan batuk. WHO menyatakan sebesar 15 juta jiwa mengalami disability-adjusted life years (DALYs) per tahunnya disebabkan asma, mewakili 1% dari total beban penyakit global (1). Pada terapi asma, pasien dapat mengalami adverse drug reac-

    tions (ADRs), karena pasien asma memiliki risiko lebih besar terhadap perkembangan asma, kare-na pasien asma dapat mengalami serangan asma akibat penggunaan obat lain (2), atau mengalami ADR akibat penggunaan jangka panjang dari pe-ng obatan asma. Laporan dari Pusat Pharmacovigilance Dae-rah di Rumah Sakit Universitas Inha, Korea Se-latan, selama 4 bulan, menyatakan bahwa dari 228 pasien asma, terdapat 25 kasus ADRs yang terjadi pada 19 pasien asma. ADRs yang biasanya terjadi adalah glukokortikosteroid inhalasi yang dikombinasikan dengan long-acting beta-2 ago-nist (LABA) (63.2%), theobromine (10.5%), LABA oral (10.5%), doxofylline (5.3%), acetylcysteine (5.3%), dan montelukast (5.3%). Keparahan dari ADRs yang terjadi pada sebagian besar sampel tergolong ringan (68.5%), dan tidak ada ADRs parah yang terjadi. Frekuensi ADRs berbeda ber-dasarkan status kontrol asma pasien (3).Dalam penanganan terapi pasien asma, farma-sis berperan dalam pelaksanaan proses phar-maceutical care untuk meningkatkan terapi obat yang komplek dan nilai signifikan dari obat yang berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas aki-bat penggunaan obat (4), karena pharmaceutical care dapat memberi dampak positif pada out-comes terapi asma (5,6,7,8,9). Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan penelitian ini adalah menganalisa kejadian ad-verse drug reactions (ADRs) pada terapi asma di suatu rumah sakit di Surabaya, pada pengobatan asma rawat inap dan rawat jalan, dengan menggu-nakan naranjo scale untuk mengetahui probabili-

    tas ADRs yang terjadi disebabkan oleh obat, dan bukan karena faktor lain. Data ADRs yang didapat dapat digunakan oleh farmasis dalam pharma-ceutical care sebagai data untuk monitoring pe-ngobatan pasien asma sehingga dapat mencegah dan meminimalkan terjadinya ADRs pada terapi pasien asma.TINJAUAN TEORI

    AsmaThe National Asthma Education and Preven-

    tion Program (NAEPP) mendifinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronik dari saluran pernafasan dimana banyak sel dan elemen selular yang berperan. Pada individu dengan asma, inflamasi menyebabkan episode berulang dari wheezing, sesak, chest thightness, dan batuk (1,10).Eksaserbasi asma merupakan episode dari peningkatan progresif pada sesak nafas, batuk, wheezing, chest tightness, atau kombinasi. Te-rapi utama eksaserbasi meliputi pemberian berulang bronkodilator inhalasi aksi cepat, glukokortikosteroid sistemik, dan oksigen (1, 10). Pada asma kronis, pengobatannya dapat diklasifikasikan sebagai reliever dan controller (1). Pengobatan untuk asma kronis dibagi dalam 5 stage dengan kombinasi reliever dan controller sesuai dengan Tabel 1.Adverse Drug Reactions (ADRs)WHO mendefinisikan adverse drug reactions (ADRs) adalah respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, maupun terapi (11). ADRs dibagi menjadi 2 yaitu: (1) Reaksi tipe A (augmented), yaitu reaksi yang dapat diperkirakan sebelumnya dan bergantung pada dosis obat; dan (2) Reaksi tipe B (bizzare), reaksi yang terjadi tidak berhubungan dengan respon farmakologi, seringkali terjadi karena faktor imunologi dan farmakogenetik. Reaksi tipe

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013144

    Adverse Drug Reactions pada Pasien Asma

    Perhitungan

    Score pada Naranjo

    Ya Tidak N/A

    Tabel 2. Perhitungan Naranjo Scale (15)No. Pertanyaan

    1. Apakah pasti telah ada laporan mengenai ADRs tersebut sebelumnya?2. Apakah ADRs muncul setelah obat yang dicurigai tersebut diberikan?3. Apakah ADRs membaik saat obat dihentikan / diberi antagonis spesifiknya?4. Apakah ADRs makin parah jika dosis dinaikkan/ membaik jika dosis diturunkan?5. Apakah ada penyebab ADRs tersebut selain karena obat?6. Apakah ADRs tersebut muncul saat diberikan placebo?7. Apakah kadar obat dalam darah termasuk kadar toksik?8. Apakah ADRs muncul lagi saat obat diberikan kembali?9. Apakah pasien pernah mengalami ADRs sejenis saat menggunakan obat/ golongan obat tertentu?10. Apakah ADRs tersebut didukung dengan bukti yang meyakinkan?

    1 0 02 -1 01 0 01 0 0-1 2 0-1 1 01 0 02 -1 01 0 01 0 0

    B ini tidak berhubungan dengan dosis obat yang diberikan, dan meskipun kasus ini jarang terjadi namun dapat menyebabkan penyakit yang serius atau bahkan kematian (12). Waktu kejadian, pola penyakit, dan hasil investigasi, dan rechallenge dapat membantu kausalitas untuk memprediksi kejadian ADR pada pasien (13). Pada penelitian ini tidak dapat diketahui jenis dari ADR yang terjadi, dikarenakan keterbatasan data yang diperoleh dari rekam medik.

    Respon obat tergantung dari setiap individu, yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor se-perti penyakit, genetik, dan faktor lingkungan dan variabilitas dalam respon target obat (respon farmakodinamik) atau respon idiosinkrasi (14).Naranjo ScaleSalah satu cara untuk menghitung kemung-kinan terjadinya ADRs adalah dengan cara naran-jo scale. Ada beberapa pertanyaan pada naranjo

    Tabel 1. Terapi pada Asma Kronis (1) Step 1 Step 2 Step 3 Step 4 Step 5

    Asthma education Environmental control

    As needed rapid-acting 2-agonist As needed rapid-acting 2-agonist

    Select one Select one Add one or more Add one or both

    Controller options

    Low-dose inhaled ICS* Low-dose ICS plus long-acting 2-agonist Medium-or high-dose ICS plus long-acting 2-agonist Oral glucocortico steroid (lowest dose)Leukotriene modifer U Medium-or high-dose ICS Leukotriene modifer Anti-IgE treatmentLow-dose ICS plus leukotriene modifer Sustained release theophylineLow-dose ICS plus sustained release theophyline

  • 145Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

    scale yang dapat dilihat pada Tabel 2.Penafsiran nilai total :Lebih dari 9 : definite ADR (pasti ADR)Antara 5-8 : probable ADR (kemungkinan be-sar ADR)Antara 1-4 : possible ADR (kemungkinan ADR)0 : doubtful ADR (bukan ADR)Keterangan :N/A : not available (tidak dapat diterap-kan pada situasi tsb/tidak diketa-hui)METODE PENELITIAN

    Jenis PenelitianMetode penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu crossectional non experimental untuk data pasien rawat jalan dan secara retrospektif untuk data pasien rawat inap di rumah sakit.Populasi dan Sampel PenelitianPopulasi penelitian pada asma rawat inap adalah pasien asma yang pernah menjalani rawat inap di rumah sakit selama bulan November 2008-November 2010. Dan sampel penelitian adalah semua populasi. Populasi penelitian pada pasien asma rawat jalan adalah pasien asma yang menjalani rawat jalan di Klinik Penyakit Dalam Adi Husada Undaan Wetan Surabaya. Selama pe-riode November 2010 sampai dengan Januari 2011 (3 bulan). Sampel penelitian adalah pasien asma yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu beru-sia 18 tahun dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian.Teknik Pengambilan Sampel PenelitianTeknik pengambilan sampel pada pasien as-ma rawat inap adalah semua sampel penelitian adalah populasi penelitian. Dan teknik pengambil-an sampel pada pasien asma rawat jalan adalah purposive sampling sesuai dengan kriteria inklusi. Perhitungan perkiraan jumlah sampel peneli-

    tian pada pasien asma rawat jalan dengan Persa-maan 1 (16):

    dimana:n = jumlah sampel minimal yang diperlukan d = limit dari error atau presisi absolut (25%)Z1-2

    = nilai Z tabel 1,96 (tingkat kepercayaan 95%)p = proporsi pasien asma (p=0,5) Jadi besar sampel penelitian dalam penelitian ini adalah 18 orang pasien asma yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

    Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Teknik pengumpulan data pada data pasien asma rawat inap dengan menggambil data dari rekam medis pasien yang telah ada sebelumnya. Sedangkan pada data pasien asma rawat jalan dengan melakukan wawancara secara langsung, disertai dengan pengamatan terhadap pasien. Untuk melengkapi data yang diperoleh dilaku-kan juga konsultasi singkat dengan dokter dan perawat yang menangani serta dari rekam medik pasien. Data informasi pengobatan pasien yang telah dikumpulkan kemudian dianalis menggu-nakan pustaka dan dijabarkan secara deskriptif. Kemudia setiap ADRs aktual yang terjadi dihitung probabilitasnya dengan menggunakan naranjo scale.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Karakteristik Sampel PenelitianJumlah sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang, terdiri dari 22 orang pasien laki-laki dan 38 orang adalah pasien perempuan. Jumlah sam-pel penelitian pada asma rawat jalan sebanyak 22 orang, terdiri dari 10 orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Stage asma ditentukan berdasarkan

    n = ()

    (1)

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013146

    Adverse Drug Reactions pada Pasien Asmapengobatan rawat jalan yang diterima pasien saat diwawancara oleh peneliti, berdasarkan Global Initiative for Asthma tahun 2011. Dari hasil pene-litian terlihat variasi stage asma yang dialami sam-pel penelitian (tabel 3). Sampel penelitian paling banyak berada pada stage 1 (68,18%), 13,64% pada stage 3; 9,09% pada stage 2; 9,09% tidak diketahui; dan 0% pada stage 4 dan 5. Dua orang sampel penelitian digolongkan sebagai stage asma yang tidak diketahui karena pengobatan yang di-gunakan tidak dapat digolongkan berdasarkan Global Initiative for Asthma tahun 2011.

    Kejadian ADRs pada Pasien Asma dan Outcomes Klinis yang TerjadiJumlah ADR yang terjadi pada pasien asma se-banyak 39 kasus yang terdiri dari 36 kasus ADRs pada pasien asma rawat inap (asma akut) dan 3 kasus ADRs pada pasien asma rawat jalan (asma kronis) (tabel 4).ADR yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh obat terapi asma dan obat non terapi asma. Kelompok obat terapi asma yang pa-ling banyak menyebabkan terjadinya ADRs adalah golongan B2-agonis (10 kasus ADRs yang terdiri

    Tabel 3. Data Demografi dan Karakteristik dari Sampel Penelitian Pada Pasien Asma Rawat Inap dan Asma Rawat Jalan Variabel Asma Rawat Inap Asma Rawat Jalan (n=60) (n=22) Jenis Kelamin - Laki-laki 22 10 - Perempuan 38 12 Usia (tahun) - Usia terkecil 20 19 - Usia tertua 82 70 - Rata-rata 35,10 Lama menderita asma (tahun) - < 1 2 1 - 2 - 5 3 5 - 6 - 10 6 1 - 11 - 20 10 10 - > 20 4 5 - Tidak diketahui 34 Lama dirawat di rumah sakit (hari) - < 5 35 - 6 - 10 23 - > 10 2 Penyakit penyerta yang didapat - Bronkitis kronis 6 dari 60 - Sinusitis 1 dari 60 - Diabetes melitus tipe 2 9 dari 60 - CVD (cardiovascular disease) 11 dari 60 - Infeksi saluran pernapasan atas 7 dari 60 - Infeksi lain 10 dari 60 - Gastritis 8 dari 60 - Gangguan fungsi hati 2 dari 60 - Gangguan fungsi saraf 3 dari 60 Stage pengobatan asma kronis (Global Initiative for Asthma, 2011) - Stage 1 15 - Stage 2 2 - Stage 3 3 - Tidak diketahui 2

  • 147Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

    Tabel 4. Kejadian ADRs Pada Pasien Asma Rawat Inap dan Asma Rawat Jalan

    Jenis DRPs Total

    Asma Rawat Inap a. Adverse drug event (non allergic) 3 b. Adverse drug event (allergic) 0 c. Toxic adverse drug-event 0 Asma Rawat Jalan a. Adverse drug event (non allergic) 36 b. Adverse drug event (allergic) 0 c. Toxic adverse drug-event 0

    TOTAL 39

    Tabel 5. Kelompok Obat yang Terlibat dalam ADRs yang dialami Pasien Asma Rawat Inap dan Rawat Jalan Golongan ADRs pada Asma Rawat Inap ADRs pada Asma Rawat Jalan Obat yang terlibat ADRs yang terjadi TOTAL ADRS yang terjadi TOTAL dalam ADRs Xanthin - Aminofilin menyebabkan hipotensi 1 9

    - Aminofilin menyebabkan hipertensi 2

    - Aminofilin menyebabkan kemerahan kulit 1

    - Aminofilin/Theofilin menyebabkan Takikardi 4

    - Aminofilin menyebabkan mual 1

    Kortikosteroid - Metilprednisolon menyebabkan hipotensi 1 5 - Metilprednisolon menyebabkan hipertensi 2 - Fluticasone menyebabkan hipertensi 1 - BUdesonide dan metilprednisolon (duplikasi), 1 menyebabkan hipertensi B2 Agonis - Salbutamol menyebabkan efek hipotensi 2 7 - Salbutamol menyebabkan mulut kering 2 - Salbutamol menyebabkan efek takikardi 3 - Salbutamol menyebabkan pusing - Terbutalin menyebabkan hipokalemia 1 - Fenoterol menyebabkan hipokalemia 1 B2 Agonis + - Salbutamol + Iprapropium (Combiven) 1 3 Antikolinergik menyebabkan hipertensi - Salbutamol + Iprapropium (Combiven) 2 menyebabkan takikardi Antikolinergik - Ipraptropium menyebabkan hipertensi Alis- 1 3 Penghambat kiren (Rasilez) menyebabkan gatal-gatal di - 1 Losartan menyebabkan kelelahan 1 Renin Opioid seluruh tubuh Adrenalin - Codein menyebabkan konstipasi 1 - Epinefrin menyebabkan dada terasa berdebar 1 Diuretik - Furosemide menyebabkan hipokalemia 2 4 - Furosemide menyebabkan gatal-gatal di selu- 1 ruh tubuh - Furosemide menyebabkan hipotensi 1 Antibiotik - Cefpirome menyebabkan gatal-gatal di seluruh 1 2 tubuh - Ceftriaxone menyebabkan sakit kepala 1

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013148

    Adverse Drug Reactions pada Pasien Asmadari 2 kasus pada asma rawat inap dan 2 kasus pada asma rawat jalan), kemudian kelompok aminofilin (9 kasus pada asma rawat inap), kor-tikosteroid (5 kasus pada asma rawat inap), dan antikolonergik (3 kasus pada asma rawat inap) (tabel 5).Kelompok obat non-terapi asma yang menye-babkan terjadinya ADR sebanyak 13 kasus. Ke-lompok obat yang paling banyak menyebabkan terjadinya ADR adalah diuretik (4 kasus pada rawat inap), antibiotik (2 kasus pada asma rawat inap), dan penghambat renin (1 kasus pada asma rawat inap dan 1 kasus pada asma rawat jalan) (tabel 5). Golongan xanthin menyebabkan efek hipotensi atau hipertensi, karena meningkatkan tingkat katekolamin, yang menstimulasir reseptor 2 adrenergik vaskular dengan penurunan resis-tensi pembuluh darah perifer. Vasodilatasi perifer dan hipotensi terjadi pada toksisitas teofilin signifikan. Intraseluler pergeseran hasil kalium dalam hipokalemia (17). Xanthin menye-babkan kemerahan kulit, akibat sensitif terhadap ethylenediamine salt dalam aminofilin (18). Takikardi yang disebabkan oleh xanthin karena relaksasi otot polos saluran pernafasan dan juga mencegah sel mast di sekitar bronkus untuk melepaskan senyawa bronkokonstriksi seperti histamin dan bradikinin, yang dapat menyebabkan bronkospasmodik. Kondisi ini dapat menyebabkan kontraksi pada jantung dan menurunkan tekanan darah di arteri paru. Manfaat bronkodilator xanthine dalam pengobatan asma sering dibatasi oleh efek samping mual muntah. Mekanisme emesis kemungkinan dengan penghambatan satu atau lebih bentuk PDE (phosphodiesterase) bukan dari antagonisme adenosin (19).Kortikosteroid menyebabkan peningkatan tekanan darah, dengan menyebabkan retensi Na+, air dan peningkatan ekskresi K+ yang dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi dan hipokalemia (19). Hal ini menjadi perhatian pada pasien asma yang juga mendapat terapi antihipertensi karena efek hipo-kalemia akan menjadi semakin parah (20).

    B2-agonis dapat memperparah hipokalemia karena memiliki efek hipokalemia. Hipertensi dilaporkan juga pernah terjadi pada 1% pasien yang pernah memakai salbutamol pada dosis normal (20). ADR berupa pusing yang ditimbulkan oleh Salbutamol kemungkinan diakibatkan oleh efek relaksasi otot polos dari Salbutamol, karena stimulasi reseptor 2. Reseptor 2 tidak hanya terdapat di saluran pernafasan namun juga terdapat di otot tulang dan pembuluh darah jantung. Stimulasi yang berlebihan terhadap reseptor 2 (terutama yang terdapat pada otot polos pembuluh darah jantung) akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang ada di jantung sehingga dapat menyebabkan tekanan darah turun, salah satu manifestasinya adalah pusing.Ipratropium bromida dapat menyebabkan vasodilatasi sehingga terjadi penurunan tekanan darah yang cukup tajam dan dihasilkan efek hipotensi. Sebagai mekanisme kompensasi, tubuh kita akan meningkatkan denyut jantung sehingga muncul efek takikardia, selain itu ada pula pengaruh dari potensiasi reseptor 2 di jantung oleh pemakaian salbutamol (20). Dari 60 orang pasien asma, 40% diantaranya menggunakan kombinasi ipratropium bromida dan salbutamol, hal inilah yang membuat perlunya pengawasan yang lebih terhadap pemakaian kombinasi ini. ADRs yang teramati pada pemakaian ipratropium bromida dan salbutamol adalah ADRs tipe A, yang dapat diprediksi.Hipokalemia dan hipotensi dapat disebabkan karena furosemide, yang merupakan loop diuretic yang mensekresi secara aktif melalui sistem transpor asam organik nonspesifik kedalam lumen dari ascending limb pada loop henle, menyebabkan penurunan reabsorbsi natrium dengan kompetisi pada chloride site pada Na+-K+-2Cl cotransporter. Medullary hyper-tonicity dikurangi, sehingga menurunkan abilitas ginjal untuk mereabsorbsi air (21,22). Furosemide juga dapat menyebabkan gatal-gatal yang merupakan reaksi alergi di kulit (22).Epinefrin menyebabkan dada terasa berdebar,

  • 149Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijayadikarenakan epinefrin menstimulasi reseptor dari 1, 2-, 1-, dan 2-adrenergik (21). Losartan merupakan antagonis non peptide, kompetitif dan selektif dari reseptor Angiotensin II. Me-kanisme kerja losartan yaitu berikatan secara reversible dengan reseptor AT1 dan AT2 dan dengan memblok efek vasokonstriksi dan sekresi aldosteron dari Angiotensin II (21). Kelelahan yang muncul akibat penggunaan Losartan di-mungkinkan karena efek inhibisinya terhadap sekresi aldosteron. Jika sekresi aldosteron menu-run terlalu besar, keseimbangan cairan dan elek-trolit akan terganggu dan manifestasi yang sering muncul antara lain kelelahan (23). Codein untuk terapi batuk pada asma akut da-pat menyebabkan konstipasi, karena codein yang merupakan opioid memberikan efek pada otot polos yang dapat berkaitan dengan menurunnya otot polos di usus sehingga menyebabkan kon-stipasi (24).

    Perhitungan Naranjo Scale terhadap Kejadian Adverse Drug Reactions (ADRs) yang Terjadi pada Pasien AsmaADRs pada pasien asma rawat inap dan ra-wat jalan yang bersifat aktual akan dihitung menggunakan naranjo scale untuk menilai 39 kasus ADRs yang terjadi. Berdasarkan ha-

    sil penelitian, obat-obat yang menimbulkan ADRs aktual yang dinilai dengan naranjo scale, semuanya bernilai 4, yang berarti memiliki ke-mungkinan ADR. KESIMPULAN DAN SARAN

    ADRs yang terjadi pada pasien asma rawat inap dan rawat jalan dalam penelitian menunjukkan bahwa kejadian ADR yang terjadi sebagian besar berasal dari pengobatan asma pasien, walaupun dengan outcomes klinis ADRs yang cenderung ringan.Berdasarkan hasil penelitian, maka perlunya peran farmasis dalam memonitor kemungkinan terjadinya ADRs secara rutin terhadap obat-obatan yang digunakan pasien asma baik pada pasien asma rawat jalan maupun selama dirawat di rumah sakit. Serta peran farmasis dalam menyediakan informasi bagi tenaga kesehatan lainnya mengenai penggunaan obat-obatan bagi pasien. Penelitan selanjutnya dalam menilai outcomes DRPs diperlukan waktu pengamatan yang lebih lama untuk mengetahui apakah outcomes terse-but dalam jangka panjang, serta jumlah sampel penelitian yang lebih besar. DAFTAR PUSTAKA

    1. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management & Prevention [Update]; 2011.2. Cukic V, Ustamujic A, Lovre V. Adverse Drug Reac-tions in Patients with Bronchial Asthma. Mat Soc Med 2010; 22(2): 99-100.3. Kim CW, Cho JH, Jung EH, Lee HK. Adverse Drug Re-actions to Anti-Asthmatics In Patients with Bron-chial Asthma. a Meeting of The World Allergy Or-ganization: A World Federal of Allergy, Asthma, & Clinical Immunology Societies; 2011.4. Berenguer B, La Cassa C, de La Matta MJ, Martin-Calero MJ. Pharmaceutical Care: Past, Present and Future. Curr Pharm Des. 2004; 10(31): 3931-46.

    5. Abdelhamid E, Awad A, Gismallah A. Evaluation of a Hospital Pharmacy-Based Pharmaceutical Care Services for Asthma Patients. Pharmacy Practice 2008; 6(1): 25-32.6. American Pharmacist Association. Principle of Practice for Pharmaceutical Care. AphA Pharma-ceutical Care Guidelines Advisory Commitee; 2005. 7. American Society of Health-System Pharmacists. ASHP Guidelines on a Standardized Method for Pharmaceutical Care. Am J Health-Syst Pharm 1996; 53, 17136.8. Cipolle R, Strand L, Morney P. Pharmaceutical Care Practice. McGrawHill: United States; 1998. p. 76-80.9. Farris KB, Fernandez-Llimos F, Benrimoj SI. Phar-maceutical care in community pharmacies: Prac-

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013150

    Adverse Drug Reactions pada Pasien Asmatice and research from around the world, Ann Pharmacothe rapy 2005; 39:539-41.10. Asthma Management Handbook. National Asthma Council Australia; 2006.11. Prest MS, Kristianto FC, Tan CK. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, Dalam Aslam M, Tan CK, Pra-yitno A, ed, Farmasi Klinis: Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, PT Elex Media Komputindo, Jakarta; 2003. p. 101-107.12. Lee A, Beard K. Adverse Drug Reactions, Churchill Li vingstone, London; 2006.13. Edwards IR, Aronson JK. Adverse Drug Reactions: Definitions, Diagnosis, and Management. Lancet 2000; 356(9237):1255-9.14. Shastry BS. Pharmacogenetics and the concept of indivi-dualized medicine. The Pharmacogenomics Journal 2006; 6: 1621.15. Naranjo CA, Busto U, Sellers EM, Sandor P, et al. A method for estimating the probability of adverse drug reactions. Clin Pharmacol Ther 1981; 30: 239 245.16. Lemeshow S. Besar Sampel dalam Penelitian Kese-hatan. Yogyakarta. Gajah Mada University Press; 1997. p. 55.17. Chan TY, Gomersall CD, Cheng CA, Woo J. Overdose

    of methyldopa, Indapamide and Theophylline Re-sulting in Prolonged Hypotension, Marked Diure-sis and Hypokalaemia in An Elderly Patient, Phar-macoepidemiol Drug Saf. 2009;18(10): 977-9.18. Brunton LL, Goodman LS, Blumenthal D, Buxton I, Goodman and Gilmans manual of pharmacology and therapeutics, 11th ed. McGraw-Hill Professio-nal; 2006.19. Ralph E. Howell, William T. Muehsam and Wil-liam J. Kinnier. Mechanism for the emetic side effect of xanthine bronchodilators. Life Sciences 1990; 46(8).20. McEvoy G, Snow E, Miller J, et al. American Society of Health System Pharmacists. Bethesda; 2008.21. Anderson P. Handbook Of Clinical Drug Data. Mc-graw-Hill Companies 2002; 10.22. Lacy C, Armstrong L, Goldman M, Lance L. Drug In-formation Handbook: A Comprehensive Resource for all Clinicians and Healthcare Professionals. Lexi-Comp Inc, United States 2006; 14. 23. National Endocrine and Metabolic Diseases Infor-maton Service: A Service. The Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. NIH; 2005.24. Sweetman S. Martindale: The Complete Drug Refe-rence. USA. Edition. Pharmaceutical Press 2009; 36.

  • 151Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

    Artikel Penelitian

    Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan terhadap Waktu Perdarahan dan Pembekuan serta Jumlah

    Trombosit Darah Mencit Putih Betina

    Surya Dharma, Dachriyanus, dan Zikra Sartika

    Jurusan Farmasi, Fakultas MIPAUniversitas Andalas Padang

    ABSRACT: The effect of aethanolic extract of mahakaan,s (Gynura pseudochina (L) DC tuber on shortening bleeding and coagulation time and trombocytes cell of the white female mice has been studied. The overal doses used were 30,100 and 300 mg/kg BW. The effect was observed on, 1st, 7th, 14th and 21th days by using the modified cutting tail method, slide method and using hemositometer. As a comparator used vitamin K with dose of 0,026 mg/20g BW was given. The result indicated that the extract has ability to shorten bleeding and coagulation time at all doses, and the dose of 300 mg/kg BW showed a stronger effect on shortening bleeding time compared to vitamin K 0,026 mg/20g BW (p0,01).

    Keywords : Gynura pseudochina (L.) DC), bleeding time, coagulation time, and level of thrombocyt

    ABSTRAK: Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak etanol umbi tanaman mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) terhadap kemampuannya mempersingkat waktu perdarahan, pembekuan darah serta mengamati jumlah sel trombosit darah mencit putih betina. Dosis yang digunakan pada penelitian ini adalah 30, 100 dan 300 mg/kb BB dan pengaruhnya diamati pada hari ke 1, 7, 14 dan 21. Metoda yang digunakan adalah metoda pemotongan ekor yang dimodifikasi, metoda slide dengan menggunakan alat hemositometer. Sebagai pembanding digunakan vitamin K pada dosis 0,026 mg/20g BB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol dari umbi mahakaan mampu mempersingkat waktu perdarahan dan pembekuan darah secara signifikan apa-bila dibandingkan dengan vitamin K pada dosis 0,026 mg/20 g BB, dan efeknya akan lebih baik terlihat pada dosis 300 mg/kg BB (p0,1).Kata kunci : Gynura pseudochina (L.) DC), waktu perdarahan, waktu koagulasi, dan level trombosit

    Korespondensi: DachriyanusEmail : [email protected]

  • Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013152

    Pengaruh Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan terhadap Waktu Pendarahan

    PENDAHULUAN

    Pada saat ini kita kembali kepada pengobatan alternatif yaitu dengan menggunakan tanaman obat yang sudah banyak diketahui khasiatnya. Tanaman ini biasanya digunakan untuk pencega-han dan pengobatan penyakit (1). Kecenderung-an minat penggunaan obat tradisional kini makin meningkat, karena bentuk sediaan yang didu-kung oleh kemajuan teknologi saat ini, disamping itu harganya dapat dijangkau dan keamanannya juga dapat terjamin (2). Gynura sp termasuk ke dalam golongan famili Asteraceae, sering digu-nakan oleh masyarakat untuk pengobatan alter-natif. Tanaman ini banyak tumbuh di pekarangan rumah dan juga tumbuh di beberapa kawasan hu-tan di Indonesia. Kandungan kimia dari tanaman ini adalah benzoquinon (Quinoid), carryophyllen oksida (seskuiterpen), diosgenin (sapogenin), stigmasterol (steroid), adenin (alkaloid), querce-tin (flavonoid) (3).Salah satu spesies tanaman yang banyak di-gunakan untuk obat adalah Gynura pseudochina (L.) DC), yang dikenal dengan nama daerah ma-hakaanUmbi dari tanaman ini digunakan untuk meng hentikan perdarahan (luka teriris, batuk da-rah, muntah darah, mimisan, perdarahan sehabis melahirkan, luka bakar), demam, membersihkan racun, tulang patah (fraktur) (4).Sebagai obat luka umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC), masih banyak digunakan, disamping itu belum ada suatu penelitian yang melaporkan bahwa tanaman ini berkhasiat untuk menghentikan perdarahan, pembekuan darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Ekstrak etanol dari umbi tanaman ini di uji terhadap proses hemostasis dan pembekuan da-rah, vitamin K digunakan sebagai pembanding pada penelitian ini. Vitamin K memiliki peranan dalam proses hemostasis dan pembekuan darah terhadap faktor II (protrombin), faktor VII (pro-konvertin), faktor IX (Christmas) dan faktor X (Stuart-Prower), bekerja sebagai koenzim pada gama karboksilasi rantai samping asam glutamat.

    Hasil karboksilasi akan mempermudah pengikat-an ion kalsium yang diperlukan untuk memben-tuk kompleks dengan fosfolipid (5).Waktu perdarahan menggunakan metoda pe-motongan ekor yang dimodifikasi (6), waktu pem-bekuan darah menggunakan metoda Slide Hep-ler (1962), dan penghitungan jumlah trambosit menggunakan alat hemositometer (7). METODOLOGI PENELITIAN

    Alat, bahan dan hewan Alat yang digunakan pada penelitian ini ada-lah : perkolator, alat destilasi, rotary evaporator, lumpang dan alu, tabung reaksi, plat tetes, pipet tetes, krus, oven kaca arloji, timbangan analitik, gelas ukur, jarum oral, timbangan hewan, gun-ting, kertas saring, stopwatch, gelas objek, cover glass, hemositometer dan mikroskop. Bahan yang digunakan adalah ekstrak etanol umbi mahakaan, hewan percobaan mencit putih betina galur DDY Japan berumur 8-12 minggu dengan bobot badan 20-30 gram.Sebelum digunakan hewan di aklimatisasi se-lama seminggu dan mencit putih yang digunakan adalah mencit sehat, tidak mengalami perubah-an berat badan yang berarti (deviasi maksimal 10%) dan secara visual menunjukkan perilaku yang normal (8). Bahan kimia lain yang digu-nakan adalah etanol 96%, air suling, kloroform, kloform ammonia, asam sulfat pekat, asam sulfat 2 N, reagen Meyer, larutan besi (III) klorida pekat, serbuk Mg, Na CMC, larutan asam oksalat 1% dan vitamin K (Kimia Farma).Metoda PenelitianBahan uji ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC), larutan Na CMC 1%, sebagai kontrol dan vitamin K diberikan secara peroral kepada hewan percobaan dengan volume pemberian obat 1% dari berat badan selama 21 hari. Pengamatan dilakukan pada hari ke 1, 7, 14, dan 21, dan 60 menit setela