jurnal farmasindo · · 2017-12-23jurnal farmasindo jurnal penelitian ilmu farmasi dan kesehatan...
TRANSCRIPT
JURNAL FARMASINDO
JURNAL PENELITIAN ILMU FARMASI DAN KESEHATAN ISSN : 2548-6667
VOLUME 2 Nomor 1, Desember 2016
i
PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG SEBAGAI SABUN HERBAL
Praptanti Sinung AN.,M.Sc (1-5)
PRODUKSI SENYAWA STEVIOSIDA DENGAN KULTUR KALUS DAUN STEVIA
(Stevia rebaudiana bertoni)
Ricky Era Liudianto.,M.Si.,Apt (7-16)
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI ALKALOID PIPERIN DARI BUAH MERICA PUTIH
(Albi fructus )
Hendra Budiman.,M.Si.,Apt (17-22)
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT
JALAN DI UDPF REGULER INSTALASI FARMASI RSUD DR. MOEWARDI
Siti Maru’fah.,M.Sc.,Apt (23-34)
COST OF ILLNESS PASIEN HEMOFILIA A DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA
Umi Nafisah.,MM.,M.Sc.,Apt (35-40)
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE (Zingiber
officinalle Rhizoma)
Aptika T.D.,M.Si (41-45)
ii
ISSN : 2548-6667
JURNAL
FARMASINDO
Penanggung Jawab:
Umi Nafisah, MM.,M.Sc., Apt
Ketua Dewan Editor
Praptanti Sinung AN.,M.Sc.
Editor Ahli
1. Hendra Budiman.,M.Si.,Apt
2. Riyan Setiyanto.,S.Farm.,Apt
Mitra Bestari
1. Dr. Haryoto.,M.Sc
(Fakultas Farmasi UMS)
2. Mufarrihah.,M.Sc.,Apt
(Fakultas Farmasi UNAIR)
Pelaksana Tata Usaha
UPPM Politenik Indonusa
Surakarta
PENGANTAR
Pembaca yang terhormat
Jurnal Farmasindo merupakan jurnal ilmiah
disiplin ilmu Farmasi dan kesehatan bersifat terbuka
yang memuat hasil penelitian. Jurnal ini diterbitkan
oleh Program studi D3 Farmasi Politeknik Indonusa
Surakarta. Jurnal akan terbit 1 kali dalam setahun,
yakni bulan Desember.
Dalam terbitan Volume 2 Nomor 1, Desember 2016 ini
memuat 6 artikel hasil penelitian. Artikel pertama
Pemanfaatan limbah kulit pisang sebagai sabun herbal
oleh Praptanti Sinung, M.Sc. Artikel kedua Produksi
Senyawa Steviosida Dengan Kultur Kalus Daun
Stevia (Stevia Rebaudiana Bertoni) oleh Ricky Era
Liudianto, M.Si., Apt. Artikel ketiga Isolasi Dan
Identifikasi Alkaloid Piperin Dari Buah Merica Putih
(Albi Fructus ) oleh Hendra Budiman, M.Si., Apt.
Artikel keempat Pengaruh Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di UDPF
Reguler Instalasi Farmasi Rsud Dr. Moewardi oleh Siti
Ma’rufah, M.Sc., Apt. Artikel kelima Cost Of Illness
Pasien Hemofilia A Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
oleh Umi Nafisah, MM., M.Sc., Apt. Artikel keenam
Isolasi Dan Identifikasi Minyak Atsiri Rimpang
Jahe(Zingiber Officinalle Rhizoma) oleh Aptika
Oktaviana T.D., M.Si.
Ketua Dewan Editor.
Ketua Dewan Editor Jurnal FARMASINDO
Sekretariat UPPM Politeknik Indonusa Surakarta.
Kampus Politeknik Indonusa Surakarta
Jl. KH. Samanhudi No 31 Mangkuyudan Surakarta
Telp : 0271-743479
Fax : 0271-743479
Email ke: [email protected]
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…......................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. .........ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................iii
PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG SEBAGAI SABUN HERBAL
(Praptanti Sinung AN, M.Sc)............................................................................................1
PRODUKSI SENYAWA STEVIOSIDA DENGAN KULTUR KALUS DAUN
STEVIA (Stevia rebaudiana bertoni)(Ricky Era Liudianto, M.Si.,Apt)...........................7
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI ALKALOID PIPERIN DARI BUAH MERICA
PUTIH (Albi fructus )(Hendra Budiman, M.Si.,Apt)...................................................17
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN
RAWAT JALAN DI UDPF REGULER INSTALASI FARMASI RSUD DR.
MOEWARDI(Siti Marufah, M.Sc.,Apt).........................................................................23
COST OF ILLNESS PASIEN HEMOFILIA A DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA
(Umi Nafisah, MM.,M.Sc.,Apt)......................................................................................35
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE (Zingiber
officinalle Rhizoma)(Aptika Oktaviana T.D., M.Si).......................................................41
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 1
PENDAHULUAN
Sabun sudah menjadi kebutuhan primer
untuk semua manusia. Sabun merupakan salah
satu sarana untuk membersihkan diri dari
kotoran, bakteri, dan kuman. Dewasa ini, sabun
tidak hanya sekedar berfungsi agar tubuh menjadi
bersih, tetapi ada beberapa sabun yang sekaligus
berfungsi untuk menjaga elastisitas kulit,
melembabkan kulit, dan memutihkan kulit.
Secara kimia, sabun merupakan garam
alkali karboksilat (RCOONa). Gugus R bersifat
hidrofobik karena bersifat nonpolar dan COONa
bersifat hidrofilik (polar). Proses yang terjadi
dalam pembuatan sabun disebut sebagai
saponifikasi (Girgis, 2003). Alkali yang
digunakan yaitu NaOH, bahan lain yang
digunakan pada pembuatan sabun mandi yaitu
tigliserida berupa minyak atau lemak, misalnya
digunakan minyak kelapa sawit, minyak biji katun
dan minyak kacang (Oluwatoyin, 2011). Pabrik
yang merupakan produsen terbesar sabun lebih
mengutamakan menggunakan bahan sintetik (non
herbal) sebagai salah satu komponen
penyusunnya, padahal bahan sintetik mempunyai
dampak negatif bagi kulit konsumen yang
mempunyai kulit sensitif. Penggunaan bahan
sintetik yang berlebihan dapat menyebabkan
iritasi atau peradangan pada kulit.
Pemanfaatan buah kulit pisang menyisakan
bahan buangan (limbah) kulit pisang. Kulit pisang
umumnya hanya digunakan sebagai pakan ternak
atau limbah organik yang merupakan sumber
pencemaran lingkungan. Diketahui jika senyawa
PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG
SEBAGAI SABUN HERBAL
PRAPTANTI SINUNG ADI NUGROHO
Program Studi D3 Farmasi Politeknik Indonusa Surakarta
Jl. KH. Samanhudi 31, Mangkuyudan, Surakarta
Abstrak
Sabun merupakan garam alkali karboksilat (RCOONa). Gugus R bersifat hidrofobik karena
bersifat nonpolar dan COONa bersifat hidrofilik (polar). Penggunaan bahan sintetik sabun dapat
berbahaya bagi kulit manusia karena dapat menyebabkan iritasi pada konsumen yang memiliki kulit
sensitif, sehingga diperlukan sebuah inovasi baru produk sabun herbal yang menggunakan bahan
aktif alami sebagai komponen penyusunnya. Kulit pisang diketahui memiliki aktivitas antioksidan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging buahnya.
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan sabun herbal menggunakan kulit pisang dan ekstrak
kulit pisang dengan variasi konsentrasi NaOH 7,2%, 10,4%, dan 13,4%. Syarat mutu sabun mandi
didasarkan pada Standar Nasional Indonesia (SNI), mencakup sifat kimiawi dari sabun mandi, yaitu
pH, kadar air, asam lemak bebas, alkali bebas, dan minyak mineral (negatif). Semakin meningkat
jumlah NaOH maka kekerasan produk sabun akan semakin meningkat. Pada pengamatan sifat fisik
dan pengujian kualitas sabun yang telah dilakukan, didapatkan data jika produk sabun yang
memenuhi standar adalah sabun kulit pisang dan sabun ekstrak kulit pisang dengan variasi NaOH
13,42%.
Kata kunci: limbah, kulit pisang, sabun herbal
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 2
antioksidan yang terdapat pada kulit pisang yaitu
katekin, gallokatekin dan epikatekin yang
merupakan golongan senyawa flavonoid (Someya
et al., 2002). Selain itu, menurut Zuhrina (2011)
dalam Supriyanti, dkk. (2015), kandungan unsur
gizi yang terdapat pada kulit pisang cukup
lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein,
kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C
dan air. Sehingga kulit pisang memiliki potensi
yang cukup baik untuk dimanfaatkan sebagai
sumber antioksidan.
Dari penjabaran di atas, penelitian dengan
memanfaatkan limbah kulit pisang sebagai bahan
pembuatan sabun herbal perlu dilakukan, dengan
mempertimbangkan keamanan sabun sesuai
Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-4085-1996
mengenai uji kualitas sabun.
METODE PENELITIAN
Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain: alat-alat gelas (Merk), kertas saring,
buret, hotplate stirrer, shoxlet, waterbath, oven,
blender, dan cetakan.
Bahan yang digunakan antara lain: kulit
pisang, NaOH, KOH, HCl, minyak VCO, minyak
kelapa, minyak zaitun, alkohol 70%, eter, KOH-
etanol, fragrance, indikator universal, indikator
PP, dan akuades.
Pembuatan Ekstrak Kulit Pisang
Pembuatan ekstrak kulit pisang dilakukan
dengan metode soxhletasi. Sebanyak 10 gram
kulit pisang diiris-iris kemudian dikeringkan
dengan oven. Setelah kering, kulit pisang
disoxhlet dengan pelarut etanol 70% sebanyak 1 L
pada suhu 70 ⁰C. Soxhletasi dilakukan selama 6-7
siklus. Hasil soxhletasi diuapkan di waterbath
hingga pelarut menguap dan hanya tersisa ekstrak
kulit pisang.
Pembuatan Sabun Kulit Pisang dengan Variasi
NaOH
Pada tahap ini dilakukan pembuatan sabun
dengan cara melarutkan NaOH dalam berbagai
macam variasi konsentrasi NaOH. Masing-masing
NaOH yang digunakan adalah 7,2%; 10,4%; dan
13,4%. NaOH dilarutkan dalam akuades.
Selanjutnya proses memanaskan VCO (Virgin
Coconut Oil), minyak kelapa, dan minyak zaitun
hingga suhunya sama dengan suhu larutan NaOH.
Minyak yang sudah panas dan larutan NaOH
diaduk menggunakan blender sampai akhir proses
saponifikasi (trace). Menambahkan bubur kulit
pisang sebanyak 5 gram ke dalam blender, lalu
mengaduk dengan blender hingga kulit pisang dan
trace tercampur rata. Parfum ditambahkan
sebanyak 0,5 gram. Sabun yang masih dalam
bentuk trace dituang ke dalam cetakan dan
disimpan selama 2 minggu.
Pembuatan Sabun Ekstrak Kulit Pisang
dengan Variasi NaOH.
Pembuatan sabun ekstrak kulit pisang
dilakukan dengan cara melarutkan NaOH dalam
berbagai macam variasi konsentrasi NaOH.
Masing-masing NaOH yang digunakan adalah
7,2%; 10,4%; dan 13,4%. NaOH dilarutkan dalam
akuades. Selanjutnya proses memanaskan VCO
(Virgin Coconut Oil), minyak kelapa, dan minyak
zaitun hingga suhunya sama dengan suhu larutan
NaOH. Minyak VCO yang sudah panas dan
larutan NaOH diaduk menggunakan hotplate
stirrer sampai akhir proses saponifikasi (trace).
Menambahkan ekstrak kulit pisang sebanyak 2
gram, lalu diaduk hingga kulit pisang dan trace
tercampur rata. Pada tahap akhir, ditambahkan 0,5
gram parfum. Sabun yang masih dalam bentuk
trace dituang ke dalam cetakan dan disimpan
selama 2 minggu.
Uji Kualitas Sabun
Uji kualitas sabun herbal kulit pisang dan ekstrak
kulit pisang ditentukan menggunakan SNI 06-
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 3
3532-1994 berupa uji pH, kadar air, kadar alkali
bebas, analisis asam lemak bebas, dan uji minyak
mineral.
Tabel. Pengujian kualitas sabun berdasarkan SNI
06-3532-1994
No. Pengujian Syarat mutu
1 pH 8-10
2 Kadar air Maksimal 15%
3 Alkali bebas Maksimal 0,1%
4 Asam lemak bebas Maksimal 2,5%
5 Minyak mineral Negatif
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sabun adalah garam alkali asam lemak
yang dihasilkan melalui reaksi asam basa. Proses
pembuatan sabun disebut saponifikasi.
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak
dan basa alkali seperti yang terlihat pada reaksi
berikut (Hicks, 1989).
Reaksi antara lemak dan alkali
menghasilkan produk sabun dan gliserol. Gliserin
atau gliserol [C3H5(OH)3] merupakan hasil
samping reaksi saponifikasi yaitu reaksi
pembentukan sabun. Gliserol adalah senyawa
gliserida yang paling sederhana, dengan hidroksil
yang bersifat hidrofilik dan higroskopik
(Sunsmart, 1998). Fungsi dari gliserol pada sabun
adalah untuk melembabkan kulit, selain itu
berfungsi untuk mengikat minyak (kotoran)
karena struktur gliserol menyerupai struktur
molekul minyak.
Pembuatan sabun kulit pisang dan sabun
ektrak kulit pisang dengan variasi konsentrasi
NaOH
Komposisi komponen bahan untuk
membuat sabun akan berpengaruh pada produk
sabun yang dihasilkan. Variasi penambahan
NaOH menyebabkan perbedaan hasil dari ketiga
sampel sabun kulit pisang dan sabun ekstrak kulit
pisang. Perbedaan dapat dilihat pada warna dan
kekerasan dari masing-masing sabun yang
dihasilkan. Adapun perbedaan fisik dari tiga
formulasi pembuatan sabun kulit pisang
ditampilkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil sifat fisik sabun kulit pisang (KP)
dan sabun ekstrak kulit pisang (EP)
Formula Warna Kekerasan Homogenitas
KP 1 Cokelat
tua
Lembek Tidak
homogen
KP 2 Cokelat
tua
Agak
keras
Tidak
homogen
KP 3 Cokelat
muda
Keras Homogen
EP 1 Cokelat
muda
Agak
keras
Homogen
EP 2 Cokelat
muda
Agak
keras
Homogen
EP 3 Putih Keras Homogen
KP 1 KP 2
CH2
asam lemak
3 NaOH +
O
C
O
O
C
O
O
C
O
CH
CH2
CH
O
OCH2
H
H
H
+
R'
R''
R
3 RC
O
ONa
alkali gliserol sabun
O
CH2
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 4
KP 3
Gambar 1. Sabun kulit pisang (KP) dengan
variasi konsentrasi NaOH
EP 1 EP 2
EP 3
Gambar 2. Sabun ekstrak kulit pisang (EP)
dengan variasi NaOH
Dari ciri-ciri yang dimiliki setiap formulasi,
semakin banyak NaOH yang ditambahkan
semakin keras sabun yang terbentuk. Penambahan
NaOH menyebabkan semakin banyak alkali yang
bereaksi dengan minyak, sehingga menambah
tingkat kekerasan produk sabun. Produk sabun
kulit pisang dan sabun ekstrak kulit pisang
disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2. Dari
pembuatan sabun kulit pisang dan ekstrak kulit
pisang, dapat dijelaskan jika fungsi NaOH adalah
meningkatkan kekerasan fisik dari produk sabun
dan menyebabkan warna sabun semakin terang.
Uji kualitas sabun kulit pisang dan sabun
ekstrak kulit pisang
Variasi konsentrasi pada produk sabun
dapat mempengaruhi pH, kadar air, kadar alkali,
kandungan asam lemak bebas, dan minyak
mineral. Banyaknya NaOH yang ditambahkan
mempengaruhi proses saponifikasi, sehingga
dapat mempengaruhi kualitas sabun. Uji kualitas
sabun kulit pisang dan sabun ekstrak kulit pisang
dapat disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil uji kualitas formulasi variasi NaOH
pada sabun kulit pisang dan sabun ekstrak kulit
pisang
Formula pH Air
(%)
Alkali
bebas
(%)
Asam
lemak
bebas
(%)
Minyak
mineral
KP 1 8 18 0,056 4 Negatif
KP 2 8 13,5 0,070 9 Negatif
KP 3 9 12 0,089 2 Negatif
EP 1 8 12 0,067 4,5 Negatif
EP 2 8 10,5 0,089 3 Negatif
EP 3 9,5 9,5 0,010 2 Negatif
Derajat keasaman (pH) merupakan salah
satu parameter kualitas sabun. Produk sabun
dengan pH sangat rendah atau sangat tinggi akan
menambah daya absorbansi kulit sehingga
menyebabkan kulit dapat mengalami iritasi.
Berdasarkan uji yang dilakukan, semua sabun
mempunyai kualitas sesuai SNI, yaitu di bawah
pH 10.
Kadar air merupakan banyaknya air yang
terkandung dalam sabun. Semakin banyak air
yang terkandung dalam sabun maka akan semakin
meningkatkan daya tengik sabun. Sabun yang
baik menurut SNI adalah sabun yang mempunyai
kadar kurang dari 15%. Pada pengujian dapat
diketahui jika semakin banyak NaOH yang
ditambahkan, maka kandungan air pada produk
sabun semakin berkurang. Dari data dapat dilihat
bahwa hanya formula1 (dengan NaOH 7,2%) dari
sabun kulit pisang yang mempunyai kadar air
yang tidak sesuai dengan standar SNI, yaitu
sebesar 18%.
Kadar alkali bebas menunjukkan bahwa
alkali dalam sabun tidak terikat sebagai senyawa.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 5
Pada pengujian yang telah dilakukan, terdapat
data bahwa semua produk sabun mempunyai
kadar alkali bebas yang masih diperbolehkan SNI,
yaitu 0,1%.
Asam lemak bebas merupakan bilangan
yang menunjukkan banyaknya NaOH yang
dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas
dalam sabun. Berdasarkan analisis data yang telah
diperoleh, didapatkan bahwa sabun kulit pisang
formula 1 dan 2 mempunyai hasil yang melebihi
ambang batas SNI, yaitu 4% dan 9%. Pada
pembuatan sabun ekstrak kulit pisang, formula 1
dan 2 juga tidak memenuhi standar SNI, karena
mempunyai kadar 4,5% dan 3%. Sehingga, dapat
dikatakan jika yang memenuhi standar pengujian
hanya produk sabun kulit pisang dan sabun
ekstrak kulit pisang formulasi 3 (NaOH 13,4%).
Minyak mineral adalah minyak-minyak
yang tidak dapat disabunkan. Pengujian kualitatif
minyak mineral positif pada sabun akan ditandai
dengan kekeruhan saat larutan disemprot dengan
air. Pada pengujian ini semua produk sabun tidak
menunjukkan adanya kekeruhan, sehingga dapat
dikatakan jika produk sabun tidak mengandung
minyak mineral.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari penelitian yang sudah dilakukan, dapat
diambil kesimpulan jika penambahan NaOH
meningkatkan kekerasan produk sabun. Pada
pengamatan sifat fisik dan pengujian kualitas
sabun yang telah dilakukan, produk sabun yang
memenuhi standar adalah sabun kulit pisang dan
sabun ekstrak kulit pisang dengan variasi NaOH
13,4%.
Saran untuk kemajuan penelitian ini adalah
diperlukan penelitian lanjutan terhadap pengaruh
variasi kulit pisang dan ekstrak kulit pisang yang
digunakan pada pembuatan sabun, diperlukan
pengujian daya antioksidan produk sabun
menggunakan DPPH, dan penambahan pengawet
agar dapat menambah daya tahan sabun.
DAFTAR PUSTAKA
Girgis, A. Y., 2003, Production of High Quality
Castile Soap from High Rancid Olive Oil,
Gracas y Aceites, 54(3) : 226-233.
Hicks, J., 1981, Comprehensive Chemistry SI
Edition, London: The Macmillan Press Ltd.
Oluwatoyin SM., 2011, Quality Soaps Using
Different Oil Blends, Journal of Microbiology
and Biotechnology Research, 1(1), 29-34.
Someya, S., Y. Yoshiki and K. Okubo, 2002,
Food Chemistry, 79(3) : 351354.
Sunsmart, 1998, Anatomy of The Skin, J.
Cosmetics and Toiletries, SunSmart Inc., New
York,.
Supriyanti, F.M.T., Suanda, H. dan Rosdiana, R.,
2015, Pemanfaatan Ekstrak Kulit Pisang
Kepok (Musa Bluggoe) sebagai Sumber
Antioksidan pada Produksi Tahu. Seminar
Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia VII.
Universitas Sebelas Maret.
Zuhrina, 2011, “Pengaruh Penambahan Tepung
Kulit Pisang (Musa paradisiciaca) Terhadap
Daya Terima Kue Donat”, Skripsi, Program
Sarjana, Universitas Sumatera Utara : Tidak
Diterbitkan.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 6
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 7
PENDAHULUAN
Bumi Indonesia kaya akan berbagai macam
flora dan fauna yang diantaranya mengandung
metabolit-metabolit sekunder, yang memiliki efek
fisiologik, sehingga hewan atau tumbuhan yang
mengandung metabolit-metabolit sekunder dapat
dimanfaatkan sebagai obat alam. Langkah-
langkah yang tepat, bahan-bahan asal nabati
maupun hewani yang mengandung metabolit
sekunder tersebut perlu dikembangkan agar dapat
dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk upaya-
upaya kesehatan masyarakat serta untuk menuju
tercapainya kemandirian di bidang obat
(Soegihardjo, dkk., 1987).
Senyawa-senyawa kimia yang terkandung
di dalam tumbuhan merupakan sumber utama
untuk industri farmasi. Sebagian besar senyawa-
senyawa kimia tersebut berasal dari species-
species tumbuhan tropis, tetapi karena kualitas
ketersediaan dan biaya yang mahal, menyebabkan
sintesis kimiawi tidak ekonomis maka
dikembangkan teknik kultur jaringan tanaman
untuk biosintesis metabolit sekunder (Anonim,
1989).
PRODUKSI SENYAWA STEVIOSIDA DENGAN KULTUR KALUS
DAUN STEVIA
(Stevia rebaudiana bertoni)
RICKY ERA LIUDIANTO
[email protected] Program Studi D3 Farmasi Politeknik Indonusa Surakartaa
Jl. KH. Samanhudi 31, Mangkuyudan, Surakarta
Abstrak
Tanaman stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) digunakan sebagai antidiabetes, menurunkan
berat badan, antihipertensi, antimikroba, oraltonik, obat sakit pencernaan, dan antikanker. Penelitian
ini bertujuan untuk megetahui kemampuan 2,4-D dan BAP pada medium New Phalaenopsis (NP)
dalam menginduksi kalus daun Stevia dan merangsang pembentukan steviosida dalam kalus daun
Stevia serta mengetahui kadar steviosida yang terkandung di dalam kalus. Pengamatan dilakukan
pada minggu ke-4, dan juga dilakukan evaluasi kalus, pemeriksaan kandungan kimia dengan uji
kualitatif yaitu dengan KLT menggunakan fase gerak kloroform-etanol-air (15:10:1) v/v dan fase diam
Silika gel F254 yang kemudian diamati perubahan warna, menghitung Rf-nya, dan menghitung kadar
kandungan kimianya (steviosida) dengan menggunakan TLC Scanner. Hasil yang didapat dari
penelitian ini adalah waktu induksi kalus daun stevia yang tercepat diperoleh dengan perlakuan
penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D 0,5 mg/l dan BAP 0,5 mg/l, yaitu 14,8 hari dengan prosentase
keberhasilan 96%. Pada analisa steviosida dalam kalus daun stevia dengan menggunakan KLT
didapatkan senyawa steviosida dalam ekstrak kalus daun stevia berupa bercak berwarna kuning coklat
setelah disemprot dengan larutan Lieberman Burchard dan memiliki harga Rf 0,76-0,79. Pada
perhitungan kadar steviosida di dalam kalus daun stevia didapatkan kadar rata-rata 1,00 %.
Kata kunci : steviosida, kalus daun stevia, 2,4-D, BAP, media New Phalaenopsis (NP).
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 8
Stevia rebaudiana Bertoni atau Eupatorium
rebaudianum L. merupakan salah satu jenis
tanaman obat di Indonesia, yang termasuk dalam
familia Compositae / Asteraceae (Syamsuhidayat,
dkk., 1991). Budidaya tanaman ini adalah dengan
perbanyakan biji. Cara ini sangat mudah dan
menghemat biaya, namun jumlah bibit dan
hasilnya sangat sedikit serta memerlukan waktu
yang lama untuk memperolehnya. Budidaya
tanaman dengan menggunakan biji tidak akan
menjadi masalah bila untuk dikonsumsi sendiri,
tetapi jika digunakan untuk tujuan komersial,
yaitu dengan mengambil senyawa metabolit yang
dikandung dalam tanaman tersebut untuk
digunakan sebagai bahan obat, maka perbanyakan
dengan menggunakan biji kurang efektif dan
efisien. Dewasa ini telah banyak dikembangkan
cara perbanyakan vegetatif, yaitu dengan teknik
kultur jaringan tanaman atau teknik in vitro,
sehingga dapat menghasilkan ribuan calon anakan
tanaman dalam waktu yang singkat dan
mempunyai mutu yang homogen (Street, 1977).
Produksi senyawa metabolit sekunder
dengan teknik kultur jaringan tanaman sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berupa
faktor genetik di dalam kultur, dan faktor
lingkungan di luar kultur (Anonim, 1989).
Keberhasilan kultur jaringan tanaman ditentukan
oleh unsur esensial dalam jumlah dan
perbandingan yang benar dalam medium,
memenuhi sifat-sifat fisikokimia yang diperlukan
untuk pertumbuhan sel atau jaringan seperti pH.
Selain itu, juga tergantung dari umur tanaman,
ukuran eksplan, dan jenis tanaman (Street, 1977).
Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan
sebagai komponen media pertumbuhan dan
diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur
tumbuh dalam media, pertumbuhan sangat
terhambat bahkan mungkin tidak tumbuh sama
sekali (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Golongan zat pengatur tumbuh yang berpengaruh
sekali adalah auksin dan sitokinin (Wattimena dan
Gunawan, 1991). Golongan auksin yang sering
ditambahkan dalam medium adalah asam 2,4-
diklorofenoksi asetat (2,4-D), asam naftalen asetat
(NAA), asam indol asetat (IAA), asam indol
butirat (IBA), sedangkan golongan sitokinin yang
sering ditambahkan dalam media antara lain
adalah kinetin, zeatin, dan benzil amino purin
(BAP). Pembentukan kalus dan organ-organ
ditentukan oleh penggunaan yang tepat dari zat
pengatur tumbuh tersebut (Hendaryono dan
Wijayani, 1994).
Daun Stevia rebaudiana Bertoni
mengandung steviosida (4-13 % berat kering),
rebaudiosida A (2-4 %), rebaudiosida B,
rebaudiosida C (1-2 %), rebaudiosida D,
rebaudiosida E, steviolbiosida, dulkosida A (0,4-
0,7 %). Disamping itu, daun stevia juga
mengandung protein (6,2 %), lipid (5,6 %),
karbohidrat total (52,8 %), dan senyawa lain
golongan saponin, flavonoid, terpenoid,
komponen minyak menguap, pigmen, dan
polifenol (SCF, 1999). Steviosida memiliki 200-
300 kali kemanisan sukrosa (gula tebu) dan
bersifat anti diabetik sehingga dapat digunakan
penderita diabetes mellitus sebagai pemanis
alami. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, stevia dapat digunakan untuk
menurunkan kadar gula darah, menurunkan berat
badan, menurunkan tekanan darah, antimikroba,
pencegah bau mulut, obat sakit pencernaan, dan
penghalus kulit (Elkins, 1997).
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi Stevia rebaudiana Bertoni dari
penelitian ini adalah tanaman Stevia rebaudiana
Bertoni yang tumbuh di Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional, Tawangmangu, Jawa Tengah, dengan
ketinggian 1200 meter dari permukaan laut.
Sampel yang digunakan adalah daun Stevia
rebaudiana Bertoni dari tanaman yang sehat.
Pengambilan eksplan dilakukan dengan cara
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 9
mengambil daun yang masih muda terletak pada
daun yang kedua dan ketiga dari ujung tanaman.
Variabel Penelitian
Identifikasi variabel utama
Variabel utama pertama adalah zat pengatur
tumbuh yang digunakan untuk membentuk kalus
dari eksplan daun stevia, yaitu 2,4-D dan BAP.
Variabel utama kedua adalah kalus yang
dihasilkan dari eksplan daun stevia dengan teknik
kultur jaringan tanaman menggunakan media New
Phalaenopsis (NP).
Variabel utama ketiga adalah kadar
steviosida dalam kalus daun stevia yang dianalisis
menggunakan Thin Layer Chromatography
Scanner (TLC Scanner).
Definisi operasional variabel utama
Pertama, steviosida adalah senyawa
metabolit sekunder golongan glikosida diterpen
yang pada uji Kromatografi Lapis Tipis tidak
berfluoresensi dengan UV tetapi memberikan
bercak berwarna kuning kecoklatan bila
disemprot dengan pereaksi Lieberman Burchard
seperti yang ditunjukkan oleh steviosida
pembandingnya.
Kedua, zat pengatur tumbuh adalah zat
organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi
kecil dapat mendorong atau menghambat
perkembangan dan pertumbuhan dari tanaman.
Ketiga, waktu induksi kalus adalah saat
pertama kali teramati adanya gundukan kalus
secara visual. Hitungan dinyatakan dalam hari.
Keempat, kalus adalah jaringan tumor tak
terorganisir yang biasanya timbul pada luka dari
jaringan-jaringan yang telah terdeferensiasi.
Kelima, eksplan adalah bagian dari jaringan
atau organ tumbuhan yang digunakan untuk
memulai suatu kultur jaringan tanaman.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan tanaman. Sebagai sumber eksplan dipakai
daun dari Stevia rebaudiana Bertoni yang tumbuh
di daerah Tawangmangu, Jawa Tengah.
Bahan kimia. Bahan-bahan meliputi bahan kimia
penyusun media New Phalaenopsis (NP) dengan
komposisi tertulis pada lampiran 3, steviosida
standar yang bersertifikat analisis dan spesifikasi,
steviosida pembanding yang berasal dari serbuk
kering daun Stevia rebaudiana Bertoni, aquadest
steril, pH stick, etanol 96% p.a., kloroform p.a., n-
butanol p.a., metanol p.a., plat silika gel F254, fase
gerak kloroform-etanol-air (15:10:1 v/v), hormon
auksin (2,4-D), hormon sitokinin (BAP), sunclin
50 % dan etanol 70 % untuk disinfektan, Dithane
M-45 untuk antifungi dan deterjen, kalium
hidroksida 10%, asam klorida 10%, pereaksi
semprot Lieberman Burchard.
Alat
Laminair Air Flow ( LAF ), otoklaf, ruang
inkubasi yang dilengkapi dengan penerangan
lampu TL, alat soxhlet dengan vakum evaporator,
lampu UV, bejana elusi untuk KLT, dan TLC
Scanner merk Camag S/N 160602.
Metode Penelitian
Pengambilan bahan dan deskripsi tanaman
Bahan diambil dari kebun koleksi Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Obat dan Obat Tradisional, Tawangmangu, Jawa
Tengah pada bulan Juni 2009. Sebelum dilakukan
pengambilan eksplan, terlebih dahulu dilakukan
deskripsi terhadap tanaman stevia.
Pembuatan media New Phalaenopsis (NP) semi
padat
Bahan-bahan yang digunakan untuk
membuat media New Phalaenopsis (NP)
disiapkan terlebih dahulu (lampiran 3) meliputi
makronutrien, mikronutrien, sumber besi,
vitamin, mio-inositol yang kesemuanya tersedia
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 10
dalam bentuk stok. Pembuatan media dilakukan
untuk formulasi 1 liter media. Kelima macam
larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 1
liter. Ditimbang sukrosa sesuai dengan ketentuan,
dilarutkan ke dalam air suling kurang lebih 300
ml. Larutan ini ditambahkan dalam labu takar
yang berisi lima macam larutan stok tersebut yang
kemudian ditambahkan kombinasi zat pengatur
tumbuh dengan konsentrasi yang telah ditentukan.
Air suling ditambahkan dalam labu takar sehingga
volume campuran mendekati 1 liter. Campuran
kemudian digojok sampai homogen. Setelah
homogen kemudian diukur pHnya dengan
menggunakan pH stick, pH larutan dibuat antara
5,7-5,8 dengan ditambah kalium hidroksida 10 %
b/v jika terlalu asam dan asam sulfat 10 % v/v
jika terlalu basa. Jika pH telah sesuai, air suling
ditambahkan lagi ke dalam labu takar hingga
volume tepat 1 liter. Campuran kemudian dituang
ke beaker glass atau gelas piala, Agar yang sudah
ditimbang dicampurkan dan dipanaskan sambil
diaduk sampai larutan mendidih dan menjadi
jernih. Larutan media ini kemudian dibagi-bagi ke
dalam botol-botol kultur / erlenmeyer dengan
volume yang sama, ditutup rapat dengan
aluminium foil dan diberi label, kemudian
disterilkan dalam otoklaf pada suhu 1210
C
dengan tekanan 1 atm selama 15-45 menit.
Sterilisasi, penanaman eksplan, dan subkultur
kalus
Sterilisasi eksplan. Daun stevia diambil yang
masih muda kira-kira 2-3 ruas batang dari ujung
tanaman stevia, kemudian dicuci dan direndam
dalam deterjen selama 3 menit, kemudian setelah
itu dicuci dengan aquadest. Kemudian direndam
dalam 0,3 % b/v antijamur (Dithane M-45)
selama 15 menit dan dibilas dengan aquadest
steril 2 kali, lalu direndam dengan sunclin 50 %
selama 3-5 menit kemudian dimasukkan ke dalam
etanol 70 % selama 10-15 menit dan dicuci
dengan aquadest steril sebanyak 3 kali pencucian
masing-masing selama 3-5-15 menit.
Penanaman eksplan. Sebelum mulai penanaman,
alat-alat yang dibutuhkan seperti pinset steril,
skalpel steril, dan cawan petri steril dimasukkan
ke dalam Laminair Air Flow, kemudian lampu
UV dinyalakan dan udara bersih dialirkan ke
dalam Laminair Air Flow dan dibiarkan kira-kira
10-20 menit. Setelah itu, eksplan daun Stevia
yang telah siap untuk ditanam (sudah steril)
dipotong-potong dengan skalpel di dalam cawan
petri. Potongan-potongan eksplan tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam botol kultur /
erlenmeyer yang berisi media tumbuh, hingga
permukaan yang teriris bersentuhan dengan
medium. Selanjutnya, botol kultur / erlenmeyer
tersebut ditutup kembali dengan aluminium foil
dan diinkubasikan di dalam ruang inkubator
dengan suhu dan intensitas cahaya disesuaikan
dengan yang dikehendaki.
Subkultur kalus. Bila medium yang ditumbuhi
kalus terlihat akan habis atau bila ingin
memperbanyak kalus maka perlu dilakukan
subkultur dengan cara kalus yang akan
dipindahkan dikeluarkan dari medium kemudian
di potong-potong kembali. Potongan kalus
tersebut dimasukkan ke dalam botol kultur /
erlenmeyer yang berisi media tumbuh yang baru.
Proses subkultur dilakukan secara aseptis di
dalam Laminair Air Flow. Selanjutnya, ditutup
dengan alminium foil dan diinkubasi kembali.
Cara isolasi steviosida
Cara isolasi steviosida pada penelitian ini
mengacu pada buku karangan Dobberstein dan
Ahmad (1982). Adapun cara isolasinya adalah
sebagai berikut:
a. Penyarian steviosida. Serbuk kering
atau kalus daun stevia diekstraksi dengan etanol
96 % p.a. dengan menggunakan metode penyarian
dengan alat Soxhlet sampai didapatkan filtrat
yang tidak berwarna, setelah itu filtrat disaring.
Ekstrak etanol kemudian dipekatkan dengan
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 11
Determinasi Tanaman
Pengambilan Bahan
Pembuatan Media NP
Sterilisasi Media NP
Sterilisasi Eksplan
Penanaman Eksplan
Subkultur Kalus
Evaluasi Pembentukan Kalus
Isolasi Senyawa steviosida
- Penyarian
: daun dan kalus
-
Fraksinasi
: daun dan kalus
- Kristalisasi: daun
Analisis Kualitatif - Organoleptis - KLT : Rf, warna bercak
Analisis Kuantitatif - Penentuan kadar senyawa
secara spektrodensitometer
Sterilisasi Alat
Sterilisasi LAF
Prosentase keberhasilan
Saat eksplan
membentuk kalus
menggunakan vakum evaporator sehingga etanol
menguap dan diperoleh ekstrak yang kental.
b. Fraksinasi. Ekstrak kental tersebut
kemudian ditambahkan dengan 20 ml aquadest,
kemudian difraksinasi dengan pelarut nonpolar
(kloroform) sebanyak 20 ml, dikocok,
dipindahkan ke dalam corong pisah dan
didiamkan hingga terbentuk dua lapisan (lapisan
atas adalah fraksi dalam air dan lapisan bawah
adalah fraksi dalam kloroform) kemudian
dipisahkan dengan hati-hati. Proses ini dilakukan
sampai tiga kali. Fraksi air setelah dihilangkan
dari sisa-sisa kloroform kemudian ditambah
dengan 20 ml n-butanol, dikocok, dipindahkan
dalam corong pisah dan didiamkan hingga
terbentuk dua lapisan (lapisan atas adalah fraksi
butanol dan lapisan bawah adalah fraksi dalam
air). Fraksi butanol dipisahkan dari fraksi air
dengan hati-hati. Proses ini dilakukan sampai tiga
kali. Fraksi butanol yang terkumpul kemudian
dipekatkan dengan alat destilasi vakum
(evaporator).
Analisis kualitatif dan kuantitatif
Analisis kualitatif. Sebelum dilakukan uji
kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis,
dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan
organoleptisnya.
Steviosida tergolong glikosida diterpen
yang larut dalam alkohol, maka steviosida
dilarutkan dulu dengan n-butanol, setelah itu
ditotolkan pada plat KLT yang menggunakan fase
diam silika gel F254 yang telah diaktifkan. Plat
KLT tersebut dielusi dengan menggunakan fase
gerak kloroform-etanol-air (15:10:1 v/v). Setelah
dielusi, komponen yang telah terpisah dengan
baik berupa bercak-bercak segera diidentifikasi
dengan pereaksi semprot Lieberman Burchard
kemudian dihitung harga Rf-nya yang
dibandingkan dengan steviosida yang berasal dari
alam yaitu dari daun stevia dan steviosida
standarnya.
Analisis kuantitatif. Pemeriksaan
kuantitatif dari kalus daun stevia dengan
menentukan kadar steviosida yang terkandung
dalam kalus daun stevia pada kombinasi hormon
yang telah ditentukan dengan metode
spektrodensitometer dengan TLC Scanner.
Demikian juga dengan steviosida pembandingnya
yang ditentukan kadarnya dengan TLC Scanner.
Setelah memperoleh kadar masing-masing, maka
dilakukan pembandingan antara kadar steviosida
pembanding dengan kadar steviosida dari kalus
daun stevia.
Alur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan media New Phalaenopsis (NP) semi
padat
New Phalaenopsis (NP) adalah media yang
tergolong baru dan digunakan khusus untuk kultur
jaringan anggrek. New Phalaenopsis (NP)
memiliki komposisi penyusun media yang hampir
sama dengan Murashige Skoog dan media New
Phalaenopsis (NP) belum pernah digunakan
untuk kultur jaringan selain anggrek, maka
penelitian ini menggunakan media New
Phalaenopsis (NP). Pada media New
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 12
Phalaenopsis (NP) mengandung garam mineral
yang cukup, termasuk di dalamnya adalah zat
pengatur tumbuh dengan konsentrasi yang cocok
sehingga dapat memenuhi kebutuhan untuk
perkembangan sel tanaman dalam kultur.
Tumbuhan yang dikulturkan secara in vitro
sering kali mengalami pencoklatan setelah
ditanam dalam media, bila hal ini terjadi maka
pertumbuhan sel akan terhambat kemudian sel
mati. Kematian sel ini dapat disebabkan oleh
oksidasi senyawa fenol pada jaringan yang dilukai
sehingga terjadi pencoklatan, untuk mencegah hal
ini agar tidak terjadi maka pada media
pertumbuhan dapat ditambahkan senyawa
penyerap fenol seperti PVP atau antioksidan,
misalnya asam askorbik, asam sitrat, dan L-sistein
hipoklorida (George & Sherington, 1984).
George & Sherington (1984) menerangkan
bahwa pertumbuhan dan morfogenik secara in
vitro dikendalikan oleh interaksi dan
keseimbangan zat pengatur tumbuh yang tersedia
dalam media. Hasil orientasi di atas
memperlihatkan bahwa kebutuhan zat pengatur
tumbuh yang terbaik dan waktu induksi kalus
yang tercepat menggunakan kombinasi 2,4-D 0,5
mg/l dan BAP 0,5 mg/l pada media New
Phalaenopsis untuk menginduksi pertumbuhan
eksplan daun stevia, sehingga untuk penelitian
selanjutnya menggunakan kombinasi dari
keduanya dengan menggunakan media New
Phalaenopsis.
Kultur jaringan dengan menggunakan media
semipadat, nilai pH dapat mempengaruhi
stabilitas media dan keberhasilan kultur jaringan.
Selama berlangsungnya penelitian beberapa kali
ditemukan kondisi seperti ini, eksplan yang
ditanam akan tenggelam dan tidak tumbuh
membentuk kalus karena area tempat
tumbuh kalus yaitu daerah irisan (jaringan yang
luka) tertutup oleh medium. Selain eksplan tidak
tumbuh, tenggelamnya eksplan juga
menyebabkan kebusukan eksplan. Wetherel
(1982) menjelaskan bahwa nilai pH menentukan
sifat gel dari akar yang kemudian diterangkan
oleh Pierik (1987) yaitu bila pH lebih rendah dari
4,5-4,8 maka medium tidak dapat membentuk gel
dengan sempurna. Wetherel (1982) lebih lanjut
menerangkan bahwa sel-sel tanaman yang
ditumbuhkan secara in vitro mempunyai toleransi
yang relatif sempit terhadap nilai pH untuk
pertumbuhannya dengan titik optimum antara 5,0-
6,0. Menurut George & Sherington (1984), jarak
efektif pH media adalah 5,7-5,8.
Sterilisasi ruang, alat, dan media
Sterilisasi alat dilakukan dengan otoklaf
pada suhu 1210 C selama 15 menit, sedangkan
untuk media dilakukan dengan otoklaf pada suhu
1210 C selama 20 menit. Peran panas pada proses
sterilisasi sangat dominan. Voight (1995)
menjelaskan bahwa mikroorganisme akan mati
pada suhu tinggi karena proteinnya mengalami
denaturasi.
Sterilisasi dengan panas lembab (uap air)
menggunakan otoklaf lebih efektif jika
dibandingkan dengan sterilisasi udara kering
(oven) sehingga untuk materi-materi yang tahan
pada suhu tinggi sebaiknya disterilisasi dengan
otoklaf. Voight (1995) menjelaskan bahwa pada
keadaan lembab, bahan akan lebih jauh cepat
menerima panas daripada keadaan kering, dengan
demikian koagulasi protein juga berlangsung
lebih cepat sebaliknya, udara panas memerlukan
periode waktu yang lebih lama untuk menembus
obyeknya.
Sterilisasi eksplan
Eksplan yang diperoleh dari lahan ataupun
rumah kaca merupakan sumber kontaminan yang
potensial. Banyak larutan yang dapat digunakan
untuk sterilisasi permukaan eksplan, namun
konsentrasi larutan dan waktu sterilisasi yang
diperlukan oleh tiap tanaman agar diperoleh hasil
sterilisasi yang optimal tidaklah sama untuk setiap
jenis eksplan. Pemilihan waktu sterilisasi dan
konsentrasi larutan untuk sterilisasi tergantung
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 13
dari kondisi masing-masing eksplan (Pierik,
1987). Waktu sterilisasi yang terlalu lama dapat
mengakibatkan kerusakan eksplan, sehingga
waktu dan konsentrasi yang tepat sebaiknya
ditentukan untuk setiap material tanaman yang
akan diteliti.
Eksplan diambil dari bagian tanaman yang
masih muda dengan menggunakan pisau yang
tajam dengan tujuan agar dapat mengurangi
jumlah jaringan yang rusak akibat pemotongan.
Proses sterilisasi permukaan eksplan sebagai
langkah pendahuluan yaitu mencuci eksplan yang
baru diambil dari lahan dengan menggunakan air
mengalir untuk menghilangkan debu dan kotoran
lain yang menempel, kemudian sebelum
disterilisasi dengan larutan fungisida atau
bakterisida, eksplan sebaiknya direndam terlebih
dahulu dengan larutan deterjen selama 5-10
menit. Pierik (1987) menjelaskan bahwa
penambahan deterjen akan menurunkan tegangan
permukaan jaringan sehingga kontak antara
desinfektan dan permukaan jaringan lebih baik.
Tabel 3. Hasil sterilisasi eksplan daun stevia
Sterilisasi
dengan larutan Hasil
Sunclin 50 %, 3
menit
Alkohol 70 %,
10 menit
Terkontaminasi jamur.
Dithane 0,3 %
b/v, 30 menit
Terkontaminasi bakteri
dan ditumbuhi jamur.
Dithane 0,3 %
b/v, 45 menit
Sunclin 50 %, 3
menit
Alkohol 70 %,
10 menit
Eksplan tumbuh dengan
baik tanpa ditumbuhi
jamur ataupun bakteri
dan tidak terjadi
pencoklatan.
Hasil sterilisasi eksplan daun stevia
menunjukkan bahwa dengan menggunakan
larutan sunclin 50 % selama 3 menit dan etanol 70
% selama 10 menit, pada eksplan daun stevia
tidak terjadi pencoklatan tetapi ditumbuhi jamur.
Hal ini terjadi karena larutan sunclin dan etanol
hanya mampu mematikan sel-sel bakteri,
sedangkan sel-sel jamur masih mampu bertahan
hidup sehingga akan tumbuh dan menyebabkan
eksplan akan mati. Pada sterilisasi eksplan dengan
menggunakan larutan Dithane 0,3 % b/v selama
30 menit, pada eksplan tidak terjadi pencoklatan
tetapi terkontaminasi bakteri dan jamur. Hal ini
disebabkan karena larutan Dithane hanya
berfungsi sebagai fungisida dan pada perlakuan
sterilisasi eksplan hanya dengan menggunakan
Dithane saja masih ditumbuhi jamur dikarenakan
waktu yang digunakan untuk sterilisasi kurang
lama. Pada sterilisasi eksplan dengan
menggunakan larutan Dithane 0,3 % b/v selama
45 menit dilanjutkan dengan larutan sunclin 50 %
selama 3 menit dan etanol 70 % selama 10 menit
mampu mensterilkan eksplan sehingga tidak
ditumbuhi jamur maupun bakteri.
Penanaman eksplan
Eksplan yang telah disterilisasi selanjutnya
dipotong-potong di atas cawan petri steril dengan
luas 1 x 1 cm2. Luas eksplan diusahakan seragam
agar diperoleh hasil pertumbuhan yang optimal.
Seabrook (1982) menjelaskan bahwa jika ukuran
eksplan lebih besar maka bahaya kontaminasi
pada mikroba jaringan juga lebih besar, tetapi jika
ukuran sangat kecil maka pertumbuhannya tidak
secepat eksplan yang lebih besar.
Penanaman eksplan harus dilakukan dengan
hati-hati dan seaseptis mungkin. Setiap kali
sebelum dan selesai digunakan, ujung pinset dan
skapel disterilkan dengan etanol 70% dan
difiksasi dengan menggunakan api dari lampu
spiritus. Hal ini dilakukan untuk mencegah
perpindahan mikroba kontaminan dari satu
eksplan ke eksplan yang lain. Botol-botol yang
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 14
telah ditanami eksplan kemudian diinkubasi
selama beberapa hari. Eksplan yang bebas dari
kontaminan akan memperlihatkan gejala-gejala
pertumbuhan yaitu dengan dimulai timbulnya
tonjolan-tonjolan di daerah irisan.
Evaluasi Kalus
Prosentase keberhasilan
Penentuan prosentase keberhasilan dilakukan
dengan menghitung jumlah eksplan yang berhasil
membentuk kalus dibagi dengan jumlah
keseluruhan eksplan yang ditanam dikalikan 100
%. Prosentase keberhasilan kultur daun Stevia
seperti tertera pada tabel 4.
Tabel 4. Prosentase keberhasilan kultur kalus
daun stevia pada medium NP
Perlakuan Jumlah
replikasi
Jumlah
eksplan
hidup
Prosentase
keberhasilan
D0B0
D0B1
D0,5B0,5
D1B0
25
25
25
25
0
22 (tunas)
24 (kalus)
21 (akar)
0 %
88 %
96 %
84 %
Keterangan :
B : Konsentrasi BAP dalam mg / liter
D : Konsentrasi 2,4-D dalam mg / liter
Eksplan yang berhasil tumbuh dengan baik
ditandai dengan tidak terjadinya kebusukan pada
eksplan, pencoklatan eksplan, atau eksplan
menjadi kering serta tidak ditumbuhi jamur atau
bakteri baik pada potongan eksplan atau pada
media sekitar eksplan. Tabel 4 menunjukkan
bahwa prosentase keberhasilan terbaik eksplan
membentuk kalus adalah 96 % pada medium NP
dengan menggunakan kombinasi hormon 2,4-D
(0,5 mg/l) dan BAP (0,5 mg/l).
Pertumbuhan dan morfogenetik sel in vitro
dikendalikan oleh interaksi dan keseimbangan zat
pengatur tumbuh yang tersedia dalam media.
Kegagalan pertumbuhan eksplan disamping
disebabkan karena tidak adanya zat pengatur
tumbuh juga disebabkan karena adanya jamur,
bakteri, dan terjadinya proses pencoklatan.
Beberapa faktor yang memicu terjadinya
kontaminasi bakteri dan jamur pada eksplan
adalah kondisi ruang pada saat penaburan serta
keterampilan pada waktu kerja.
Kondisi ruang yang steril pada saat
penaburan sangat penting namun apabila
sterilisasi ruang di sebelah ruang penabur rendah
maka akan mengurangi sterilisasi yang telah
dicapai sebelumnya. Hal ini terjadi jika terdapat
celah-celah yang memungkinkan terjadi
pertukaran udara, sehingga sebagian kontaminan
yang berada di luar ruang penabur masuk ke
dalam ruang penabur.
Waktu eksplan membentuk kalus
Pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh
2,4-D dan BAP terhadap waktu induksi kalus
daun stevia memperlihatkan gejala pertumbuhan,
yaitu mulai timbulnya tonjolan-tonjolan yang
tidak teratur pada bekas irisan. Hasil rata-rata
waktu induksi kalus menunjukkan bahwa pada
konsentrasi D0,5B0,5 memberikan waktu induksi
kalus 14,8 hari, pada konsentrasi D0B1
memberikan waktu induksi kalus 17,4 hari, dan
pada konsentrasi D1B0 memberikan waktu induksi
kalus 20,2 hari. Hal ini menunjukkan bahwa pada
pemberian 2,4-D dengan konsentrasi 0,5 mg/l dan
BAP dengan konsentrasi 0,5 mg/l mempunyai
waktu induksi lebih cepat bila dibandingkan
dengan pemberian 2,4-D dengan konsentrasi 1
mg/l saja atau pemberian BAP dengan konsentrasi
1 mg/l saja.
Auksin pada konsentrasi yang tepat
berperan dalam menstimulasi pertumbuhan sel,
tetapi auksin pada konsentrasi yang jauh lebih
tinggi daripada konsentrasi untuk mendorong
pertumbuhan maka faktor pertumbuhan ini
mengganggu metabolisme dan perkembangan dari
sel (Heddy, 1986). Mekanisme kerja pengaruh
auksin terhadap perkembangan sel dijelaskan oleh
Abidin (1987) bahwa auksin dapat meningkatkan
permeabilitas sel terhadap air menyebabkan
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 15
pengaruh tekanan pada dinding sel meningkatkan
sintesa protein, meningkatkan plastisitas, dan
pengembangan dinding sel.
Kalus berumur 4 minggu
Subkultur kalus pertama
Subkultur kalus kedua
Subkultur kalus ketiga
Gambar 5. Kalus daun stevia
Hasil Isolasi Steviosida
Hasil isolasi steviosida dari daun stevia
Penyarian steviosida.
Sebanyak 30,328 gram serbuk kering daun stevia
diekstraksi dengan etanol 96 % p.a. sebanyak satu
setengah sirkulasi dengan menggunakan metode
penyarian dengan alat soxhlet sampai didapatkan
filtrat yang tidak berwarna, setelah itu filtrat
disaring dan ekstrak etanol dipekatkan sehingga
diperoleh ekstrak yang kental berwarna hijau
kehitaman sebanyak 13,645 gram. Rendemen
yang didapat adalah 44,99 % b/b.
Fraksinasi.
Ekstrak kental yang terbentuk kemudian
ditambahkan dengan 20 ml aquadest dan
difraksinasi dengan kloroform sebanyak 20 ml
dikocok dalam corong pisah lalu didiamkan
hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan tersebut
dipisahkan satu dengan lainnya dengan hati-hati.
Proses fraksinasi ini dilakukan sampai tiga kali.
Fraksi air setelah dihilangkan dari sisa-sisa
kloroform kemudian ditambahkan dengan 20 ml
n-butanol lalu dikocok di dalam corong pisah dan
didiamkan hingga terbentuk dua lapisan. Fraksi
butanol dipisahkan dari fraksi air dengan hati-hati.
Proses ini dilakukan sampai tiga kali. Fraksi
butanol yang terkumpul kemudian dipekatkan.
Kristalisasi dan rekristalisasi.
Fraksi butanol pekat ditambah metanol p.a.
sebanyak 20 ml dan didiamkan beberapa saat
pada suhu kamar, selanjutnya didinginkan dalam
lemari pendingin selama 19 hari. Setelah
terbentuk kristal kuning selanjutnya disaring.
Kristal yang didapat dicuci dengan metanol dan
dikeringkan di dalam oven. Setelah kering, kristal
tersebut ditimbang dan diperoleh kristal sebanyak
598 mg. Rendemen kristal yang didapat adalah
1,97 % b/b.
Hasil isolasi steviosida dari kalus daun stevia
Penyarian steviosida.
Sebanyak 113,812 gram kalus basah daun stevia
diekstraksi dengan etanol 96 % p.a. sebanyak satu
setengah sirkulasi dengan menggunakan metode
penyarian dengan alat soxhlet sampai didapatkan
filtrat yang tidak berwarna, setelah itu filtrat
disaring dan ekstrak etanol dipekatkan sehingga
diperoleh ekstrak yang kental sebanyak 2,757
gram. Rendemen yang didapat adalah 2,422 % b/b
Fraksinasi. Ekstrak kental yang terbentuk
kemudian ditambahkan dengan 20 ml aquadest
dan difraksinasi dengan kloroform sebanyak 20
ml dikocok dalam corong pisah lalu didiamkan
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 16
hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan tersebut
dipisahkan satu dengan lainnya dengan hati-hati.
Proses fraksinasi ini dilakukan sampai tiga kali.
Fraksi air setelah dihilangkan dari sisa-sisa
kloroform kemudian ditambahkan dengan 20 ml
n-butanol lalu dikocok di dalam corong pisah dan
didiamkan hingga terbentuk dua lapisan. Fraksi
butanol dipisahkan dari fraksi air dengan hati-hati.
Proses ini dilakukan sampai tiga kali. Fraksi
butanol yang terkumpul kemudian dipekatkan
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada halaman depan telah disajikan
secara rinci mengenai hasil penelitian mulai dari
determinasi tanaman stevia, pengambilan bahan,
kultur jaringan tanaman sampai uji kuantitatif
steviosida yang terkandung dalam kalus daun
stevia, kendala-kendala yang dihadapi selama
melakukan penelitian dan pembahasan / analisa
terhadap hasil yang diperoleh sehingga hipotesa
yang telah didapat sebelum dimulainya penelitian
dapat dibuktikan kebenarannya meskipun
demikian masih ada sebagian kecil hipotesa yang
belum dapat dibuktikan kebenarannya melalui
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z., 1987, Dasar-dasar Pengetahuan
Tentang Zat Pengatur Tumbuh, Penerbit
Angkasa, Bandung, 3-36, 55-60.
Dobberstein, R.H. & Ahmad, M.S., 1982,
Extraction, Separation and Recovery of
Diterpene Glycosides from Stevia
rebaudiana plants, U.S., Pat, 4, 361, 697.
Elkins, R., 1997, Stevia Nature’s Sweetener,
Woodland Publishing, Inc., Pleasant
Grove, UT, 8-9, 21-23, 27.
George, E.F. & Sherington, T.D., 1984, Plant
Propagation by Tissue Culture, Exegetics
Limited, England, 3-5, 9-11, 236, 285,
288, 541.
Gunawan, L.W., 1995, Teknik Kultur In Vitro
Dalam Holtikultura, Penebar Swadaya
Press, Jakarta, 41-47.
Heddy, S., 1986, Hormon Tumbuhan, CV.
Rajawali, Jakarta, 1-35.
Hendaryono, D.P.S. & Wijayani, A., 1994, Teknik
Kultur Jaringan Tanaman, Kanisius
Press, Yogyakarta, 115-125.
Pierik, R.L.M., 1989, In Vitro Culture of Higher
Plants, 2nd
Edition, Martinus Nijhoff
Publishers, Dorarecht, Netherlands, 50-
76, 109-126.
Seabrook, J.E.A., 1982, Laboratory Culture, in,
Staba, E.J., (Ed), Plant Tissue Culture as
A Source of Biochemicals, CRC Press
Inc., Boca Raton, Florida.
Street, H.L., 1977, Plant Tissue and Cell Culture,
2nd
Edition, University of Californication
Press, Barbely, USA, 220-250.
Soegihardjo, C.J., Pramono, S., Gunawan, D.,
1987, Seminar Nasional Metabolit
Sekunder, P.A.U. Bioteknologi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 5,
125.
Syamsuhidayat, S. & Hutapea, J.R., 1991,
Inventaris Tanaman Obat Indonesia,
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Voight, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi, UGM Press, Yogyakarta.
Wattimena & Gunawan, L.W., 1991, Bioteknologi
Tanaman, P.A.U. Bioteknologi, Institut
Pertanian Bogor, 1320-1326.
Wetherel, D.F., 1982, Pengantar Propagasi
Tanaman Secara In Vitro, diterjemahkan oleh Koensoemardiyah, Avery Publishing
Group Inc., Wayne, New Jersey
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 17
PENDAHULUAN
Piper nigri fructus adalah buah yang
belum masak yang dikeringkan dari tanaman
Piper nigrum L. Dari suku Piperaceae
(Sudarsono dkk, 1996). Dalam perdagangna Piper
nigri dibedakan 2 macam, tergantung saat panen
dan cara memprosesnya, yaitu piper nigri fructus
dan piper albi fructus. Untuk memperoleh piper
albi fructus, buah yang masak piper nigrum
difermentasi selama 2 - 3 hari dan kemudian
dikupas, setelah dikeringkan akan diperoleh buah
kering yang tidak berwarna ( Sumali W, 2008 ).
Adapun kandungan kimia piper nigri / piper albi
selain mengandung piperin 5 – 9% adalah sebagai
berikut ( Sudarsono dkk, 1996 ):
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI ALKALOID PIPERIN DARI BUAH
MERICA PUTIH (Albi fructus )
HENDRA BUDIMAN [email protected]
Program Studi Farmasi Politeknik Indonusa Surakarta
Jl. KH. Samanhudi 31, Mangkuyudan, Surakarta
Abstrak
Ada dua macam merica yang menjadi komoditi perdagangan yaitu merica hitam dan merica
putih.merica hitam diperoleh dengan memetik buah yang masih hijau, mengupasnya, difermentasi untuk
menambah rasa lada, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari, dan rasanya lebih pedas.
Sedangkan merica putih diperoleh dengan memetik biji masak merah,diremas perlahan-lahan dan
direndam dalam air, kulit dan daging buah dibuang sebelum dikeringkan di sinar matahari (Septiatin,
2008).
Aroma dan rasa pedas merica hitam paling tajam di antara semua jenis merica. Rempah ynag
bernilai tinggi ini dapat meningkatkan sekresi atau pengeluaran asam hidroklorik yang berguna
membantu untuk meningkatkan fungsi pencernaan dengan begitu kita dapat terbebas dari resiko sakit
perut, kembung, iritasi, diare, dan sembelit. Selain itu, merica hitam juga bersifat sebagai peluruh
kencing dan meningkatkan produksi keringat. Rempah ini pun memiliki efek antibakteri dan antioksidan.
Merica juga merangsang terpecahnya sel-sel lemak sehingga bisa menjaga tubuh tetap langsing.
Merica mengandung minyak atsiri, pinena, kariofilena, lionena, filandrena alkaloid piperina,
kavisina, piperitina, piperidina, zat pahit dan minyak lemak. Rasa pedas disebabkan oleh resin yang
disebut kavisin. Kandungan piperine dapat merangsang cairan lambung dan air ludah. Selain itu merica
bersifat pedas, menghangatkan dan melancarkan peredaran darah.
Piperin berupa Kristal berbentuk jarum berwarna kuning, tidak berbau, tidak berasa lama-lama
pedas, larut dalam etanol, benzene, kloroform dengan titik lebur 125-126oC (Septiatin,2008).
Piperin termasuk golongan alkaloid yang merupakan senyawa amida basa lemah yang dapat
membentuk garam dengan asam mineral kuat. Piperin bila dihidrolisis dengan KOH-etanolik yang
berlebihan dan dalam keadaan panas menyebabkan piperin terhidrolisis dan membentuk kalium
piperinat dan piperidin.
. Kata kunci : Isolasi, Identifikasi, Alkaloid Piperin, Merica Putih.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 18
Minyak atsiri berwarna kuning (berbau
aromatis), senyawa berasa pedas (Chavicine),
Amilum (karbohidrat), Protein, Vitamin B,
Resein, dan lain-lain. Piperin merupakan senyawa
kimia amida basa lemah yang dapat membentuk
garam dengan asam mineral kuat. Piperin apabila
dihidrolisis dengan KOH metanolik akan
menghasilkan kalium piperinat dan piperidin.
Piperin berasa pedas, rasa pedas ini masih
dapat dirasakan hingga pengenceran 1 : 200.000
(sudarsono dkk, 1996; Sumali W, 2008). Piperin
berupa Kristal berbentuk jarum berwarna kuning
dengan jarak lebur 129 - 130°C sedikit larut
dalam air. Larut dalam 15 bagian etanol, 36
bagian eter, asam asetat, benzene dan kloroform.
Nama lain dari lada adalah pedes (Sunda)
dan merica (Jawa). Lada dengan nama latin;
Piper Nigrum, sudah dikenal sebagai penyedap
makanan, mengatasi bau badan, rasa makanan
yang beraroma tak sedap, serta pengawet daging
(Septiatin, 2008).
Ada dua macam merica yang menjadi
komoditi perdagangan yaitu merica hitam dan
merica putih.merica hitam diperoleh dengan
memetik buah yang masih hijau, mengupasnya,
difermentasi untuk menambah rasa lada,
kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari,
dan rasanya lebih pedas. Sedangkan merica putih
diperoleh dengan memetik biji masak
merah,diremas perlahan-lahan dan direndam
dalam air, kulit dan daging buah dibuang sebelum
dikeringkan di sinar matahari (Septiatin, 2008).
Aroma dan rasa pedas merica hitam
paling tajam di antara semua jenis merica.
Rempah ynag bernilai tinggi ini dapat
meningkatkan sekresi atau pengeluaran asam
hidroklorik yang berguna membantu untuk
meningkatkan fungsi pencernaan dengan begitu
kita dapat terbebas dari resiko sakit perut,
kembung, iritasi, diare, dan sembelit. Selain itu,
merica hitam juga bersifat sebagai peluruh
kencing dan meningkatkan produksi keringat.
Rempah ini pun memiliki efek antibakteri dan
antioksidan. Merica juga merangsang terpecahnya
sel-sel lemak sehingga bisa menjaga tubuh tetap
langsing.
Merica mengandung minyak atsiri,
pinena, kariofilena, lionena, filandrena alkaloid
piperina, kavisina, piperitina, piperidina, zat pahit
dan minyak lemak. Rasa pedas disebabkan oleh
resin yang disebut kavisin. Kandungan piperine
dapat merangsang cairan lambung dan air ludah.
Selain itu merica bersifat pedas, menghangatkan
dan melancarkan peredaran darah.
Piperin berupa Kristal berbentuk jarum
berwarna kuning, tidak berbau, tidak berasa lama-
lama pedas, larut dalam etanol, benzene,
kloroform dengan titik lebur 125-126oC
(Septiatin,2008).
Piperin termasuk golongan alkaloid yang
merupakan senyawa amida basa lemah yang dapat
membentuk garam dengan asam mineral kuat.
Piperin bila dihidrolisis dengan KOH-etanolik
yang berlebihan dan dalam keadaan panas
menyebabkan piperin terhidrolisis dan
membentuk kalium piperinat dan piperidin.
Khasiat dari buah merica yaitu dapat
mengobati kaki bengkak pada ibu hamil, kolera,
nyeri haid, rematik, salesma, air mani yang encer,
dan impoten (septiatin, 2008).
SISTEMATIKA TANAMAN
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan :Plantae
Devisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum
Nama binomial: Piper nigrum L
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 19
Saring Kristal cuci dengan etanol 96 %(dingin)
Keringkan Kristal dalam almari pengering
( 40°C, 30 – 45 menit ) Kristal dievaluasi
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan:
ALAT:
Batang pengaduk, Beaker glass, Cawan porselen,
Corong, Erlenmeyer, Flakon, Gelas ukur, Kapiler,
Kompor, Lampu UV 254, Mikroskop & objek
glass, Pipet, Seperangkat alat KLT, Seperangkat
alat soxlet, Statif, Timbangan
BAHAN:
Batu didih, Benzen, Etanol , Etil asetat, H2SO4 p,
Kapas, Kertas saring, KOH etanolik 10%, Plat
silika gel GF 254, Serbuk buah merica putih
CARA KERJA
30 gram serbuk buah merica putih masukkan
dalam alat soxletasi yang telah diberi kertas saring
± 250 ml etanol, dan batu didih ekstraksi 2 – 3
jam ( kecepatan sirkulasi 4 – 5 sirkulasi perjam )
Saring dengan kertas saring, Sari dipekatkan
sampai konsistensi kental ( 2 – 3 ml)
+ 10 ml KOH etanolik 10%, aduk sampai
terbentuk endapan
Saring melalui corong dengan kapas
Sari jernih diamkan dalam almari pendingin
sampai mengkristal ( 12 – 24 jam )
GAMBAR RANGKAIAN ALAT
HASIL DAN PEMBAHASAN
Organoleptik:
Makroskopis:
Bentuk : Kristal
Warna : Putih Kekuningan
Rasa : Pedas
Bau : Menyengat
Rendemen = ∑(Kristal) x100%
∑simplisia
∑simplisia= 2,3 gram x100%
30 gram
= 7,67 %
Identifikasi dengan KLT:
Fase diam: silika Gel GF 254
Fase Gerak: Benzen : Etil asetat
( 70 : 30 )
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 20
Sampel & standart : Larutan 10 mg dalam 1
ml Metanol
Penotolan : 3 – 5 totolan ( sampel &
standart )
Deteksi : UV 254 nm
Pereaksi penampak : HCl p
: Putih kekuningan
H2SO4
: Kuning
Rf 1 = 0,8/4,6 = 0,17
Rf 2 = 1,2/4,6 = 0,26
Rf 3 = 1,7/4,6 = 0,37
Rf 4 = 2,2/4,6 = 0,47
Rf 5 = 2,8/4,6 = 0,6
Rf 6 = 3,1/4,6 = 0,67
Rf 7 = 3,6/4,6 = 0,78
Rf 8 = 4/4.6 = 0,86
PEMBAHASAN
Isolasi piperin yang terkandung dalam
piperis albi fructus, dengan metode rekristalisasi
menggunakan soxhlet. Rekristalisasi merupakan
suatu teknik pemisahan zat padat dari suatu zat
pencemar dengan cara mengkristalkan kembali
zat tersebut setelah dilarutkan dengan pelarut
yang sesuai.
Ekstraksi dilakukan dengan penambahan
pelarut etanol 96%. Pemilihan etanol 96% karena
jika yang dipakai etanol 70% di khawatirkan
banyak amilum yang akan lebih banyak ditarik
dibandingkan piperinnya, jadi piperinnya sedikit
dan pengotornya yang lebih bnayak.
Penambahan etanol sebanyak satu
setengah kali sirkulasi dengan kecepatan 4-5
sirkulasi per jam. Jika penambahan etanolnya
hanya 1x sirkulasi dikhawatirkan pada saat
pemanasan etanolnya menguap semua dan belum
tentu bisa turun jadi ekstraksi bisa berhenti.
Hasil ekstraksi kemudian disaring dengan
kertas saring, sari dipekatkan sampai konsistensi
kental ( 2 – 3 ml). Penambahan KOH-Etanolik
10% untuk memisahkan senyawa resin dengan
meminimalkan pembentukan garam, sehingga
didapatkan alkaloida yang murni.
Endapan dipisahkan dengan cara
penyaringan dengan kertas saring, yang
seharusnya disaring dengan glasswool agar filtrate
bisa tersaring. Jika digunakan kertas saring, susah
untuk mendapatkan filtratnya karena resin bersifat
lengket jadi menempel di kertas saring.
Penyaringan dengan glasswool untuk
meminimalkan kandungan resin yang ikut
tersaring, kemudian didapatkan sari yang jernih.
Sari didiamkan selama 1 malam sampai diperoleh
Kristal.
Setelah terbentuk Kristal, dicuci dengan
etanol dingin agar piperin tidak ikut larut, jadi
senyawa lain (resin dan pengotor lainnya) yang
larut lalu di oven pada suhu 40o C ( 30-45 menit ).
Identifikasi kristal piperin dengan metode
KLT menggunakan fase diam berupa Silika gel
GF 254 dan fase gerak benzen:etil asetat (70:30).
Karena serbuk buah merica putihnya kurang
bersih, sehingga hasilnya tidak maksimal.
KESIMPULAN
Rekristalisasi bertujuan untuk Isolasi dan
identifikasi senyawa alkaloid piperin dari buah
lada serta melakukan analisis kualitatif piperin
dalam sampel hasil isolasi.
Metode rekristalisasi menggunakan prinsip
perbedaan kelarutan antara pencemar dengan
zat yang akan diambil.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 21
DAFTAR PUSTAKA
Septiatin, Eatin, 2008, Apotek Hidup dari
Rempah-Rempah, Tanaman Hias, dan
Tanaman Liar, CV. Yrama Widya,
Bandung, (60,61,62).
Anonim, 2011, Piperin, available at:
http://en.wikipedia.org/wiki/Piperine,(diaks
es 3 November 2011).
Gembong Tjitrosoepomo, 2000, Taksonomi
Tumbuhan (Spermatophyta), UGM Press,
Yogyakarta, (119).
Sutarno DRS, Agung Andoko, Budidaya Lada si
Raja Rempah-Rempah, Agramedia Pustaka,
Depok.
Hariana, Arief, H, DRS, 2007, Tumbuhan Obat
dan Khasiatnya, Penebar Swadaya, Depok
(73).
Wiryowidagdo, Sumaali, Prof, 2007, Kimia dan
Farmakologi Bahan Alam, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Howard, Ansel, C, 1989, Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi, UI Press, Jakarta.
Sastrohamidjojo, Sudarsono, Hardjono, 1996,
SumberBahan Alam, UGM Press,
Yogyakarta.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 22
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 23
PENDAHULUAN
Kualitas mempunyai hubungan yang erat
dengan kepuasan pasien. Kualitas memberikan
suatu dorongan kepada pasien untuk menjalin
ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan.
Jangka panjang, ikatan seperti ini memungkinkan
perusahaan untuk memahami dengan seksama
harapan pasien serta kebutuhan mereka. Demikian
perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pasien
dimana perusahaan memaksimumkan pengalaman
pasien yang menyenangkan (Atmawati dkk, 2007)
Pertanyaan yang muncul adalah apakah
sistem pelayanan kesehatan Indonesia sudah baik
dalam menangani masalah kesehatan Indonesia.
Salah satunya permasalahan yang terjadi adalah
pelayanan kesehatan di RSUD. Untuk
meningkatkan mutu pelayanan adalah dari aspek
teknis medis yang hanya berhubungan langsung
antara pelayanan medis dan pasien saja atau mutu
kesehatan dari sudut pandang sosial dan sistem
pelayanan kesehatan secara keseluruhan,
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN
RAWAT JALAN DI UDPF REGULER INSTALASI FARMASI RSUD
DR. MOEWARDI
SITI MARUFAH
Program Studi Farmasi Politeknik Indonusa Surakarta
Jl. KH. Samanhudi 31, Mangkuyudan, Surakarta
Abstrak
Lajunya pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat yang semakin baik
menyebabkan masyarakat lebih selektif memilih jasa pelayanan medis yang akan dimanfaatkan guna
meningkatkan kualitas hidupnya. Oleh karena itu, UDPF dituntut untuk meningkatkan kualitas
pelayanan yang diberikan sehingga kepuasan pasien dapat terpenuhi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh dimensi Tangible, Reliability, Resposiveness, Assurance, Emphaty
dan Price pada kepuasan pasien.
Penelitian ini merupakan penelitiaan survey dengan menggunakan kuesioner dengan
pengambilan sampel sebanyak 322 responden. Data yang diperoleh dengan menggunakan metode
servqual (Service Quality) untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara tingkat kualitas
pelayanan yang didapatkan terhadap tingkat kualitas yang diharapkan pasien di UDPF Reguler Instalasi
Farmasi. Uji Regresi Linier untuk mengetahui apakah dimensi-dimensi kualitas berpengaruh secara
signifikan antara dimensi kualitas (Tangible, Reliability, Resposiveness, Assurance, Emphaty dan Price)
pada kepuasan pasien di UDPF Reguler Instalasi Farmasi.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa dimensi kualitas pelayanan Tangible,
Reliability, Resposiveness, Assurance, Emphaty dan Price berpengaruh secara signifikan terhadap
kepuasan pasien sebesar 38,6% sedangkan 61,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diketahui
diluar penelitian. Dimensi Assurance memberikan pengaruh paling besar terhadap kepuasan pasien di
UDPF Reguler Instalasi Farmasi dengan koefisien korelasi sebesar 0,587.
Kata kunci: Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 24
termasuk akibat-akibat manajemen administrasi,
keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan lainnya.
Kualitas pelayanan RS dapat diketahui
dari penampilan profesional personil RS,
mewujudkan efisiensi, berkompetisi secara sehat
menjalankan fungsi sosialnya dengan baik dan
efektifitas pelayanan serta kepuasan konsumen.
Kepuasan konsumen ditentukan oleh keseluruhan
pelayanan: pelayanan administrasi, peralatan
pengobatan, fasilitas dan estetika RS itu sendiri.
Ketidakpuasan pasien yang paling sering
dikemukakan adalah sikap dan perilaku petugas
RS, antara lain: pelayanan yang terlambat,
petugas yang kurang komunikatif dan informatif
terhadap pasien, aspek pelayanan yang lama di
RS, serta ketertiban dan kebersihan lingkungan
RS. Kualitas produk atau jasa, kualitas pelayanan,
harga, biaya, serta tenaga kesehatan gagal
berkomunikasi dengan pasien menduduki
peringkat tinggi dalam persepsi kepuasan pasien
di RS. Tidak jarang pasien merasa outcome tidak
sesuai dengan harapannya merasa puas karena
diberikan pelayanan dengan sikap dan perilaku
yang menghargainya (Jacobalis, 1989).
Kepuasan pasien adalah kebutuhan
mendasar bagi penyedia layanan kesehatan.
Kepuasan pasien hanya dapat tercapai dengan
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
pasiennya. Pelayanan yang baik sering dinilai
oleh konsumen secara langsung dari karyawan
sebagai orang yang melayani atau disebut juga
sebagai produsen jasa, karena itu diperlukan
usaha untuk meningkatkan kualitas sistem
pelayanan yang diberikan agar dapat memenuhi
keinginan dan meningkatkan kepuasan pasien
(Kotler, 2005).
Pada dasarnya pelayanan rumah sakit
diperlukan setiap orang untuk keperluan
kesehatannya, maka diharapkan kualitas
pelayanan yang baik dapat menumbuhkan dan
mempengaruhi keputusan dan kepercayaan pasien
untuk menggunakan jasa layanan kesehatan
RSUD Dr.Moewardi salah satunya.
Menurut Parasuraman dalam Lupiyoadi,
2001 dimensi kualitas jasa (SERVQUAL) meliputi
Tangible, Reability, Responsiveness, Assurance,
dan Emphaty. Karena dari kelima dimensi
tersebut terdapat kepentingan relatif yang
berbeda-beda, serta menganalisis kepuasan
pasien, dimana ekspektasi merupakan
harapanyang dimiliki pasien tentang rumah sakit
yang dikunjungi dengan kenyataan yang
didapatkan pasien saat membeli obat di rumah
sakit.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu
tentang kualitas pelayanan kesehatan berpengaruh
pada kepuasanpasien antara lain:
1. Hasil penelitian Achmad pada tahun 2010
dengan judul “Analisis Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas
III di Rumah SakitUmum Daerah Pandan
Arang Kabupten Boyolali”, menujukkan
variabel Tangible, Responsiveness,
Reliability, Assurance, dan Emphty
berpengaruh secara signifikan terhadap
kepuasan pasien rawat inap kelas III di
Rumah Sakit.Variasi dalam kepuasan pasien
rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum
Daerah PandanArang Kabupaten Boyolali
dijelaskan oleh variabel Tangible,
Responsiveness, Reliability, Assurance, dan
Emphaty sebesar 97% dan selebihnya sebesar
3% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak
terakomodasi dalam model penelitian
(gangguan-error).
2. Hasil penelitian Rahmulyono (2008) dengan
judul “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan
terhadap Kepuasan Pasien Puskesmas Depok
1 di Sleman”, menunjukkan variabel
reliability, responsiveness, assurance,
emphaty dan tangible berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan pasien dapat
dijelaskan oleh variabel reliability,
responsiveness, assurance, emphaty dan
tangible sebesar 46, 4%, sisanya sebesar 53,
6% dipengaruhi oleh variabel variabel lain
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 25
yang tidak terakomodasi dalam model
(gangguan-error).
3. Hasil penelitian Khasanah (2010) dengan
judul “Analisa Pengaruh Kualitas Pelayanan
terhadap Kepuasan Konsumen RS St.
Elisabeth Semarang” menunjukkan reability,
reponsiveness, assurance, emphatydan
tangible berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan konsumen di RS St. Elisabeth
Semarang. Variasi dalam kepuasan terhadap
loyalitas 71,6% sisanya sebesar 28,4% di
pengaruhi oleh variabel-variabel lain.
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap
kepuasan pasien yaitu bahwa kualitas pelayanan
sangat mempengaruhi keputusan dalam
pengambilan sikap. Hal yang menarik untuk
diteliti adalah bagaimana kualitas pelayanan yang
diberikan tenaga medis dan non medis di UDPF
Reguler Instalasi Farmasi RSUD Dr. Moewardi,
apakah sudah memuaskan harapan pasien. Tidak
dipungkiri bahwa masyarakat memiliki keputusan
penilaian terhadap kualitas dan kinerja jasa pada
tiap-tiap rumah sakit, yang tentu saja berbeda.
Berdasarkan latar belakang tersebut guna
dapat meneliti lebih dalam sudut pandang
kualitas pelayanan, kepuasan pasien dan nilai
maka saya merasa tertarik untuk mengajukan
Penelitian. Judul yang dipilih tentang
“PENGARUH KUALITAS PELAYANAN
TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT
JALAN DI UDPF REGULER INSTALASI
FARMASI RSUD Dr. MOEWARDI”, dengan
menggunakan dimensi tangible, reliability,
responsiveness, assurance, emphaty dan price.
METODE PENELITIAN
Uraian Metode Penelitian
Populasi
Populasi adalah sekelompok subjek yang
hendak dikenai generalisasi hasil penelitian
(Azwar, 2004). Wilayah generalisasi tersebut
terdiri atas : objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karekteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004). Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien rawat jalan atau pendampingnya
yang mendapat pelayanan informasi obat di
UDPF Reguler Instalasi Farmasi RSUD Dr.
Moewardi tahun 2014.
Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karekteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiyono, 2004). Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagian pasien rawat jalan
atau pendampingnya yang mendapat pelayanan
informasi obat di UDPF Reguler Instalasi Farmasi
RSUD Dr. Moewardi yang terpilih dan bersedia
mengisi alat penelitian yang berupa angket atau
kuesioner tanpa paksaan dari pihak peneliti tahun
2014.
Variabel Penelitian
Variabel merupakan suatu atribut dari
sekelompok objek yang diteliti, mempunyai
variasi yang berbeda antara satu dan lainnya
dalam kelompok tersebut (Sugiono, 1997).
Tabel 1. Indikator variabel penelitian
Sumber dari (Lupiyoadi, 2006), (Supriyono,
1991), (Tjiptono, 2002).
Variabel
Penelitian
Definisi
Operasional Indikator
Bukti fisik
(X1)
Kemampuan
suatu
perusahaan
dalam
menunjukkan
eksistensinya
kepada pihak
eksternal.
1. Fasilitas fisik
2. Penampilan
pegawai
3. Perlengkapan
dan
peralatan
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 26
Keandalan
(X2)
Kemampuan
suatu
perusahaan
untuk
memberikan
pelayanan
sesuai dengan
yang
dijanjikan
secara akurat.
1. Pelayanan
yang sama
untuk semua
pasien tanpa
kesalahan
2. Sikap yang
simpatik
3. Ketepatan
waktu
Daya
tanggap
(X3)
Suatu
kebijakan
untuk
membantu dan
memberikan
pelayanan
yang cepat
dan tepat
kepada pasien,
dengan
menyampaika
n informasi
yang jelas.
1. Pelayanan
yang cepat
dan tepat
2. Pemberian
informasi
yang jelas
Jaminan
dan
kepastian
(X4)
Pengetahuan,
kesopansantun
an, dan
kemapuan
para pegawai
perusahaan
untuk
menumbuhkan
rasa percaya
para pasien
kepada
perusahaan.
1. Kredibilitas
2. Keamanan
3. Sopan santun
Empati (X5) Memberikan
perhatian yang
tulus dan
bersifat
individual atau
pribadi yang
diberikan
kepada para
1. Perhatian
secara personal
2. Memahami
kebutuhan
secara spesifik
3. Memiliki
waktu
pengoperasian
pasien dengan
berupaya
memahami
keinginan
pasien.
pelayanan
yang nyaman
bagi pasien
Harga jual
(X6)
Jumlah
moneter yang
dibebankan
untuk satu unit
usaha kepada
pembeli atau
jasa yang
dijual.
1. Penetapan
harga jual
2. Penyesuaian
harga jual
3. Perubahan
harga
Kepuasan
pasien (Y)
Merupakan
evaluasi purna
dimana
alternatif yang
dipilih
sekurang-
kurangnya
memberikan
hasil atau
melampaui
harapan
pasien.
1. Kesesuain
harapan
2. Minat
pembelian
ulang
3. Kesedian
untuk
merekomenda
si
Klasifikasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini meliputi :
a. Variabel bebas. Variabel bebas (independent)
dalam penelitian ini terdiri dari Tangible,
Reliability, Responsiveness, Assurance,
Emphaty, dan Price.
b. Variabel terikat. Variabel terikat (dependent)
kepuasan pasien terhadap rumah sakit Dr.
Moewardi Surakarta.
Definisi Operasional Variabel
Dimensi Tangible adalah persepsi
pasien terhadap aspek-aspek nyata yang bisa
dilihat dan diraba, meliputi peralatan medis yang
lengkap, fasilitas fisik gedung yang bersih dan
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 27
nyaman, penampilan pegawai yang rapi dan
bersih serta lokasi yang strategis.
Dimensi Reliability adalah persepsi
pasien terhadap rumah sakit dalam mewujudkan
jasa sesuai dengan yang telah dijanjikan, meliputi
ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk
semua pasien tanpa kesalahan dan keakuratan
penanganan /pengadministrasian dokumen.
Dimensi Responsiveness adalah persepsi
pasien terhadap keinginan dalam menyediakan
jasa /pelayanan yang dibutuhkan pasien meliputi
kesedian pegawai dalam membantu pasien dengan
cepat dan kejelasan informasi waktu penyampaian
jasa.
Dimensi Assurance adalah persepsi
pasien terhadap sumber daya yang dimiliki rumah
sakit dalam memberikan pelayanan yang sesuai
dengan standar, meliputi pengetahuan,
kemampuan, dan sifat dapat dipercaya para
petugas di rumah sakit.
Dimensi Emphaty adalah persepsi pasien
terhadap kemudahan pelayanan, keramahan,
komunikasi, dan kemampuan memahami
kebutuhan konsumen, meliputi perhatian khusus
kepada pasien, komunikasi yang baik dan
kemudahan dalam menjalin relasi.
Dimensi Price adalah persepsi pasien
terhadap harga diturunkan dari interpretasi
mereka terhadap perbedaan harga (secara nyata
dan tidak langsung), dan interpretasi mereka
terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan
isyarat yang ditunjukkan oleh harga secara
kontekstual.Kepuasan Pasien adalah persepsi
pasien tentang pelayanan di rumah sakit meliputi :
Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance,
Emphaty, dan Price (Kotler dalam Lupiyoadi,
2001).
Gambar 6. Skema Jalannya Penelitian
Orientasi
permasalahan
Pembuatan
proposal
Pengambilan
sampel try out
penelitian
Uji validitas
dan reliabilitas
Kuesioner
yangvalid dan
reliabel
Pengumpulan
data penelitian
Analisis data
Uji asumsi
dasar
Uji
normalit
as
Uji
linieritas
Uji asumsi
klasik
regresi
Uji
multikoline
aritas
Uji
heteroskeda
stisitas
Uji
autokorelasi
Pembahasa
n
Kesimpulan
dan saran
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 28
Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data pada penelitian
ini adalah pedoman observasi terstruktur dengan
metode kuesioner.
Pengumpulan data digunakan dengan
menggunakan: Pengamatan (observasi),
pengamatan dilakukan untuk mendapatkan data
lingkungan internal yang meliputi sumber daya
manusia, sarana prasarana, kinerja pelayanan.
Alat pengumpulan data adalah pedoman observasi
tidak terstruktur.
Koesioner dilanjutkan untuk pasien yang
sudah mendapatkan pelayanan farmasi. Salah
satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak
dijadikan sebagai acuan adalah model
kesenjangan kualitas jasa dengan metode servqual
(servive quality) yang dikembangkan oleh
Parasuraman, Zeithaml dan Bery (Kotler dan
Keller,2006). Servqual dikembangkan atas adanya
perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi
pasien atas layanan jasa yang nyata mereka terima
(perceived service) dengan layanan yang mereka
harapkan (expected srvice).
Metode servqual dikembangkan oleh
Parasuraman 1990. Cara menyatakan bahwa
harapan, kepuasan pasien dan kualitas layanan
mempunyai hubungan yang dapat diukur dari
kualitas pelayanannya (service quality), kepuasan
pasien dihitung dengan membandingkan prediksi
dan persepsi dari pasien. Kuesioner yang disebar
nantinya akan terdapat penilaian pasien terhadap
dua bagian penting yaitu ekspektasi dan persepsi
pasien. Ekspektasi adalah yang memuat
penyataan-pernyataan untuk mengetahui dengan
pasti harapan umum (ekspektasi) dari pasien
terhadap sebuah jasa dan persepsi adalah yang
memuat pernyataan-pernyataan untuk mengukur
pandangan pasien terhadap rumah sakit dengan
kategori tertentu.
Tanggapan pasien dinyatakan dengan
skala Likert, yaitu tentang skala nominal 4 untuk
sangat setuju dan skala nominal 1 untuk sangat
tidak setuju sebagai berikut : Sangat Setuju (4),
Setuju (3), Tidak Setuju (2), Sangat Tidak Setuju
(1).
Skala Likert adalah skala yang memuat
tentang pernyataan yang menunjukkan tingkat
persetujuan atau ketidaksetujuan responden.
Tabel 2. Skala Pengukuran Menurut Likert
Skala Pernyataan positif
Sangat setuju
Setuju
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
4
3
2
1
Teknik Sampling
Penelitian ini menggunakan metode
teknik pengambilan sampel yang tidak
memberikan peluang yang sama bagi setiap
anggota populasi untuk dipilih sebagai sampel
(non probability). Teknik pengambilan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling yaitu teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu.
Pasien yang dijadikan sampel harus
memenuhi kriteria inklusi yang meliputi:
1. Pasien rawat jalan atau pendampingnya
yang menerima pelayanan farmasi di
UDPF Reguler Instalasi Farmasi RSUD
Dr. Moewardi.
2. Pasien rawat jalan yang proaktif dan
dapat berkomunikasi dengan baik.
3. Pasien rawat jalan yang mau dijadikan
responden dalam penelitian.
4. Pasien yang pernah menerima pelayanan
farmasi lebih dari 1 kali.
Pasien yang dijadikan sampel harus
memenuhi kriteria exklusi yang meliputi:
a. Pasien yang tidak bisa membaca.
b. Bukan merupakan pasien rawat jalan.
c. Pasien yang belum pernah mendapatkan
pelayanan kesehatan.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 29
Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara
survey langsung di lapangan. Data diperoleh
langsung dari responden melalui kuesioner yang
memuat sejumlah pernyataan yang akan
dibagikan kepada responden di UDPF Reguler
Instalasi Farmasi RSUD Dr. Moewardi pada
tahun 2014.
Berdasarkan masalah yang diuraikan dan
tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, maka
jenis data yang diperlukan adalah data primer
yang meliputi: Data tentang karekteristik
responden. Data ini meliputi : jenis kelamin,
usia, pendidikan, dan pekerjaan responden.
Data tentang penilaian pelayanan di
rumah sakit. Data yang terdiri dari persepsi dan
harapan konsumen tentang bukti fsik, keandalan,
daya tanggap, jaminan kepastian, kepedulian, dan
harga jual terhadap pasien.
Analisis dan Interpretasi Data
Pengukuran dapat menentukan layak
tidaknya suatu instrumen pengukur dapat
digunakan. Berdasarkan hal itu, perlu dilakukan
pengujian terhadap validitas dan reliabilitasnya
(Saifuddin, 2003). Analisis validitas, validitas
adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur benar-benar dapat mengukur
apa yang perlu di ukur. Analisis reliabilitas,
reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan
sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau
diandalkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelanggan dalam penelitian ini adalah
pasien atau keluarga yang mewakili pasien yang
telah mendapatkan pelayanan kefarmasian dari
UDPF Reguler Instalasi Farmasi RSUD Dr.
Moewardi. Data penelitian diperoleh dari
menyebar kuesioner tentang kepuasan pasien atau
keluarga mewakili pasien terhadap kualitas
pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat jalan
di UDPF Reguler Instalasi Farmasi RSUD Dr.
Moewardi.
Uji Validitas
Penelitian ini menggunakan uji validitas
untuk mengukur ketepatan suatu itemdalam
kuesioner atau skala, apakah item-item pada
kuesioner tersebut sudah tepat dalam mengukur
apa yang diukur. Uji validitas dan uji reliabilitas
dalam penelitian ini dilakukan terhadap ketujuh
dimensi kualitas pelayanan yang terdiri tangible
(bukti fisik), reliability (kehandalan),
responsiveness (daya tanggap), assurance
(jaminan), emphaty (empati), price (harga jual),
dan kepuasan pasien di UDPF Reguler Instalasi
Farmasi RSUD Dr. Moewardi. Setiap dimensi
terdiri dari lima butir pernyataan alat ukur
kuesioner, sehingga total alat ukur kuesioner
terdapat 35 butir. Penilaian langsung terhadap
koefisien korelasi bisa digunakan batas nilai
minimal korelasi 0,2407 untuk uji coba 30
responden. Teknik pengujian yang digunakan
untuk uji validitas pada program SPSS version17
yaitu dengan Corrected Item-Total Correlation.
Hasil uji validitas dari butir-butir
pernyataan kuesioner adalah sebagai berikut:
a. Alat ukur kuesioner dimensi tangible,
hasil validitas kuesioner sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil uji validitas dimensi tangible
Varia
bel
Butir
perny
ataan
r-hitung r-tabel Keter
angan
Dime
nsi
Tangi
ble
1
2
3
4
5
0,493
0,651
0,636
0,342
0,544
0,2407
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 30
Hasil uji validitas dimensi tangible berdasarkan
tabel 5 dapat diketahui bahwa lima butir
pernyataan memiliki nilai r-hitung lebih besar dari
r-tabel (0,2407) maka demikian semua butir
pernyataan tersebut dikatakan valid dan dapat
digunakan untuk pengujian sampel.
b. Alat ukur kuesioner dimensi reliability,
hasil validitas kuesioner sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil uji validitas dimensi reability
Sumber: Data primer yang diolah (2014)
Hasil uji validitas dimensi reliability
berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa
lima butir pernyataan memiliki nilai r-hitung
lebih besar dari r-tabel (0,2407) maka
demikian semua butir pernyataan tersebut
dikatakan valid dan dapat digunakan untuk
pengujian sampel.
c. Alat ukur kuesioner dimensi responsiveness,
hasil validitas kuesioner sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil uji validitas dimensi responsiveness
Hasil uji validitas dimensi responsiveness
berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa lima
butir pernyataan memiliki nilai r-hitung lebih
besar dari r-tabel (0,2407) maka demikian semua
butir pernyataan tersebut dikatakan valid dan
dapat digunakan untuk pengujian sampel.
d. Alat ukur kuesioner dimensi assurance,
hasil validitas kuesioner sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil uji validitas dimensiassurance
Hasil uji validitas dimensi assurance berdasarkan
tabel 8 dapat diketahui bahwa lima butir
pernyataan memiliki nilai r-hitung lebih besar dari
r-tabel (0,2407) maka demikian semua butir
pernyataan tersebut dikatakan valid dan dapat
digunakan untuk pengujian sampel.
e. Alat ukur kuesioner dimensi emphaty, hasil
Validitas kuesioner sebagai berikut:
Tabel 9. Hasil uji validitas dimensi emphaty
Hasil uji validitas dimensi emphaty berdasarkan
tabel 9 dapat diketahui bahwa lima butir
pernyataan memiliki nilai r-hitung lebih besar dari
r- tabel (0,2407) maka demikian semua butir
pernyataan tersebut dikatakan valid dan dapat
digunakan untuk pengujian sampel.
f. Alat ukur kuesioner dimensi price, hasil
validitas kuesioner sebagai berikut:
Varia
ble
Butir
perny
ataan
r-
hitung r-tabel
Keteran
gan
Dimen
si
Reliab
ility
1
2
3
4
5
0,538
0,413
0,460
0,284
0,428
0,2407
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Variable
Butir
perny
ataan
r-
hitung
r-
tabel
Keter
angan
Dimensi
responsiv
eness
1
2
3
4
5
0,652
0,346
0,450
0,655
0,578
0,2407
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Variable
Butir
pernya
taan
r-
hitung
r-
tabel
Keterang
an
Dimensi
Assurance
1
2
3
4
5
0,473
0,522
0,294
0,665
0,333
0,2407
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Varia
ble
Butir
perny
ataan
r-
hitung
r-
tabel
Keter
angan
Dimen
si
Emph
aty
1
2
3
4
5
0,617
0,668
0,592
0,401
0,592
0,2407
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 31
Tabel 10. Hasil uji validitas dimensi price
Variab
le
Butir
pernyataan
r-
hitung r-tabel Ket.
Dimen
si
Price
1
2
3
4
5
0,302
0,650
0,657
0,388
0,416
0,2407
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Hasil uji validitas dimensi price berdasarkan tabel
10 dapat diketahui bahwa lima butir pernyataan
memiliki nilai r-hitung lebih besar dari r-tabel
(0,2407) maka demikian semua butir pernyataan
tersebut dikatakan valid dan dapat digunakan
untuk pengujian sampel.
Uji Reliabilitas
Tabel 12. Hasil uji reliabilitas alat ukur
kuesioner
No Alat ukur
pertanyaan
Cronbac
h’s Alpha
Reliabilit
as Kritis
Keterang
an
1
2
3
4
5
6
7
Tangible
Reliability
Responsiven
ess
Assurance
Emphaty
Price
0,750
0,663
0,764
0,695
0,792
0,718
0,764
0,6
0,6
0,6
0,6
0,6
0,6
0,6
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Hasil uji reliabiltas di atas menyatakan
bahwa nilai Cronbach’s Alpha untuk harapan
yang terdiri dari dimensi tangible, reliability,
responsiveness, assurance, emphaty, dan price
masing-masing memiliki Cronbach’s Alpha
sebesar 0,750; 0,663; 0,764; 0,659; 0,792; dan
0,718 dimana nilai positif lebih besar dari 0,6
sehingga dinyatakan bahwa alat ukur kuesioner
dimensi-dimensi kualitas pelayanan dinyatakan
reliabel dan dapat digunakan untuk penelitian
selanjutnya.
Untuk perhitungan reliabilitas juga
menyatakan bahwa nilai Cronbach’s Alpha untuk
kepuasan pasien di UDPF Reguler Instalasi
Farmasi adalah sebesar 0,764 dimana nilainya
positif dan lebih dari 0,6 sehingga dinyatakan
bahwa alat ukur kuesioner untuk kepuasan pasien
di UDPF Reguler Instalasi Farmasi dinyatakan
reliabel dan dapat digunakan untuk penelitian
selanjutnya.
Rumus yang digunakan untuk
menghitung sampel (s) dari populasi yang sudah
diketahui jumlahnya dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Q . P . 1 - N d
Q . P . N . s
22
2
Diketahui
N = 4280
s = jumlah sampel 2 = dengan dk = 1, taraf kesalahan 5% =
3,481
P = Q = 0,5 (50%) merupakan proporsi
populasi
d = 0,05
0,5 x 0,5 x 481,3 1 -4280 05,0
0,5 x 0,5 x 4280 x 481,3 s
2
322 56775,11
3724,67
87025,06975,10
3724,67 s
Berdasarkan hasil perhitungan sesuai
dengan rumus penentuan jumlah sampel maka
diperoleh s = 322, sehingga sampel yang
digunakan untuk penelitian adalah 322 responden.
A. Deskripsi Responden
Responden pada pengambilan data
tentang kepuasan pasien yaitu pasien rawat jalan
di UDPF Reguler Instalaasi Farmasi RSUD Dr.
Moewardi sebanyak 322 responden.
Jenis Kelamin Responden
Salah satu karakteristik populasi dapat
diketahui melalui jenis kelamin responden.
Distribusi jenis kelamin responden dapat dilihat
pada tabel 13.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 32
Tabel 13. Distribusi Responden Menurut Jenis
Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
(%)
Laki-Laki 97 30,2
Perempuan 225 69,8
Jumlah 322 100
Dari data di atas dapat diketahui bahwa
jumlah responden perempuan lebih banyak
dibanding responden laki-laki dengan jumlah
responden sebanyak 225 orang dengan persentase
69,8% sedangkan responden laki-laki berjumlah
97 orang dengan persentase 30,2% dari jumlah
322 responden di UDPF Reguler Instalasi
Farmasi. Ini menunjukkan bahwa kemungkinan
lebih banyak perempuan yang lebih perduli
tentang masalah kesehatan yang dialaminya atau
perempuan lebih memiliki waktu luang dirumah.
Usia Responden
Karakteristik pasien juga dapat dilihat
dari penggolongan usia responden. Distribusi
responden berdasarkan usia dapat dilihat pada
tabel 14.
Tabel 14. Distribusi Responden Menurut Usia
Umur (tahun) Frekuensi Persentase
(%)
17-25 58 18,1
26-35 107 33,2
36-45 84 26,1
>45 73 22,6
Jumlah 322 100
Jumlah responden yang digunakan pada
penelitian ini sebanyak 322 orang dan dari
klasifikasi berdasarkan usia dapat dilihat bahwa
usia paling banyak adalah pasien yang berusia
sekitar 26-35 tahun yang berjumlah 107
responden atau sebesar 33,2% dapat dikarenakan
pasien golongan usia tersebut lebih
memperhatikan kesehatan yang sangat penting
untuk alasan pekerjaan. Responden dengan
jumlah paling sedikit adalah responden yang
berusia 17-25 tahun sejumlah 58 responden
dengan persentase 18,1% dapat disebabkan pasien
usia tersebut lebih banyak waktunya untuk belajar
di sekolah ataupun pasien tidak begitu peduli
memperhatikan kesehatannya.
Pekerjaan Responden
Distribusi responden berdasarkan
pekerjaan responden dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15. Distribusi Responden menurut pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
PNS 18 5,6
Pegawai Swasta 131 40,7
Petani 28 8,7
Pelajar/Mahasis
wa
49 15,2
Pedagang 18 5,6
Lain-lain 78 24,2
Jumlah 322 100
Berdasarkan data dari 322 responden,
didapat bahwa responden paling banyak adalah
pegawai swasta dengan persentase 40,7%
dikarenakan orang yang bekerja ditempat
usahanya sendiri dapat meninggalkan
pekerjaannya tanpa ijin dari kepala kantor dan
sejumlah 78 responden atau 24,2% mempunyai
pekerjaan yang lain selain PNS, petani,
pelajar/mahasiswa, dan pedagang.
Pendidikan Terakhir Responden
Salah satu karakteristik populasi dapat dilihat dari
distribusi tingkat pendidikan terakhir responden
dalam tabel 16:
Tablel 16. Jumlah dan Persentase Responden
Menurut Pendidikan
Pendidikan Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
SD 39 12,1
SMP 85 26,4
SMA 136 42,2
Akademi/Diploma 17 5,3
Sarjana 45 14,0
Jumlah 322 100
Sumber : Data primer yang telah diolah (2014)
Berdasarkan data diatas dapat dilihat
bahwa responden terbanyak adalah responden
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 33
dengan tingkat pendidikan SMA dengan
persentase 42,2% dan responden paling sedikit
adalah tingkat Akademi/Diploma dengan
persentase 5,3%. Banyaknya responden SMA
dimungkinkan karena sudah mengertinya
masyarakat dengan peranan dan fungsi UDPF
Instalasi Farmasi di sekitarnya.
Hasil Analisis Data
Data dalam penelitian ini dianalisis
dengan metode linier sederhana dan analisis linier
berganda dalam upaya membuktikan hipotesis
penelitian. Analisis dilaksanakan dengan SPSS
version 17. Hasil analisis dapat di deskripsikan
sebagai berikut:
Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk
mengetahui apakah populasi data berdistribusi
normal atau tidak. Uji ini biasanya digunakan
untuk mengukur data berskala ordinal, interval,
atau pun rasio. Normalitas variabel-variabel
pengganggu ini dapat dilihat pada diagram
normal P-P plot of regression standardized
residual berikut:
Sumber: Data primer yang telah diolah (2014)
Variabel-variabel pengganggu akan
dinyatakan terdistribusi secara normal atau
mendekati normal bila gambar distribusi dengan
titik-titik data yang menyebar di sekitar garis
diagonal dan penyebaran titik-titik data searah
mengikuti garis diagonal. Terlihat dalam diagram
P-P plot of regression standardized residual di
atas, data tersebar disekitar dan mengikuti arah
garis diagonal, sehingga dapat disimpulkan
variabel-variabel pengganggu. terdistribusi secara
normal dengan demikian syarat normalitas bagi
model regresi terpenuhi.
Hasil Uji Linearitas
Uji linieritas, bertujuan untuk
mengetahui apakah dua variabel mempunyai
hubungan yang linier atau tidak secara signifikan.
Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat
dalam analisis korelasi atau regresi linier.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan data penelitian yang telah
dianalisis maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Secara parsial assurance, dan price
berpengaruh secara signifikan terhadap
kepuasan pasien sedangkan tangible,
reliability, responsiveness dan emphaty tidak
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
pasien rawat jalan di UDPF Reguler Instalasi
Farmasi RSUD Dr. Moewardi.
2. Secara simultan tangible, reliability,
responsiveness, assurance, emphaty, dan
price berpengaruh secara signifikan terhadap
kepuasan pasien rawat jalan di UDPF
Reguler Instalasi Farmasi RSUD Dr.
Moewardi.
3. Berdasarkan hasil perhitungan analisis
regresi dapat diketahui nilai Adjusted R
Square sebesar 0,386. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel kepuasan pasien di UDPF
Reguler Instalasi Farmasi ditentukan oleh
Tangible, Reliability, Responsiveness,
Assurance, Emphaty, dan Price sebesar
38,6% dan selebihnya 61,4% dijelaskan oleh
variabel lain diluar yang belum diketahui
karena diluar penelitian.
Saran
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 34
Berdasarkan analisis data dan
kesimpulan, maka untuk pengembangan data dan
peningkatan kepuasan pasien di UDPF Reguler
Instalasi Farmasi penulis memberikan saran
sebagai berikut:
1. Untuk UDPF Reguler Instalasi Farmasi
RSUD Dr. Moewardi interval yang rendah
dan sedang harap ditambah kualitasnya
menjadi interval yang kuat.
2. Hasil positif yang sudah diraih harus
dipertahankan dan ditingkatkan kualitasnya.
3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini
dikembangkan dengan indikator lain sesuai
kondisi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Atmawati, Rustika dan Wahyudin.2007.“Analisa
Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap
Kepuasan Konsumen pada Matahari
Departement Store di Solo Grand Mall” .
Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Azwar , Saifudin 2004. Metode Penelitian.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar Azwar, S.
(2004) . Metode penelitian. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Azwar, Saifudin 2003.Sikap Manusia. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.
Jacobalis, 1989. Menjaga Mutu Pelayanan Rumah
Sakit. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSI).
Kotler, P. Dan K. L. Keller. 2009.Manajemen
Pemasaran Edisi Ketiga Belas Jilid 2
(Terjemahan). Jakarta : Erlangga.
Kotler, P & Keller, K L 2006, Marketing
Management 12e, Pearson Internasional
Edition, USA.
Kotler, Philip.2005.Manajemen Jasa. PT .Indeks.
Jakarta..
Lupiyoadi, Rambat Dan A. Hamdani. 2006.
Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta:
Salemba Empat.
Lupiyoadi, Rambat.2001.Manajemen Pemasaran
Jasa.Salemba Empat.Jakarta.
Sugiyono .1997. Statistika II.Bandung : Transito.
Sugiyono .2004. Statiska Untuk Penelitian
Bandung : CV. Alfabeta.
Sugiyono .2009. Metode Penelitian Kuantitatif
dan Kualitatif .CV .Alfabeta :Bandung.
Tjiptono, Fandy (2000) . Managemen Jasa
.Yogyakarta : Andi Offset.
Tjiptono, F., 2002. Managemen Jasa, Edisi II.
Cetakan ketiga, Penerbit Andi Offset,
Yogyakarta.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 35
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit yang
membutuhkan biaya yang tinggi dan
membutuhkan rentang waktu pengobatan
yang panjang serta secara komplikasi dapat
membahayakan jiwa adalah hemofilia.
Hemofilia merupakan penyakit kelainan
pendarahan yang diturunkan, yaitu ketika
pasien mengalami pendarahan maka akan sulit
untuk dihentikan. Frekuensi angka kejadian
hemofilia adalah sekitar 1 berbanding 10.000
angka kelahiran, dimana angka kejadian
hemofilia A lebih banyak daripada hemofilia
B, yaitu sekitar 80-85% dari total populasi
hemofilia (Srivastava dkk., 2013). Menurut
Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia
Indonesia jumlah penderita hemofilia di
Indonesia telah mencapai dua puluh ribu
orang, dengan rasio angka kejadian hemofilia
1:10.000 pada tahun 2012
Ada kemungkinan pasien telah meninggal
sebelum terdiagnosis (Pusat Data dan
Informasi - Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2015).
Penderita hemofilia membutuhkan
pengobatan sepanjang hidup dengan
menggunakan faktor pembekuan darah untuk
mengelola frekuensi kejadian pendarahan dan
menurunkan resiko kerusakan sendi (serta
kerusakan organ potensial lainnya) yang
membutuhkan pembedahan dan atau
mengakibatkan mobilitas yang terbatas.
Pencegahan pendarahan dengan menggunakan
faktor konsentrat menjadi pedoman standar
dalam pengobatan hemofilia (O’Mahony dkk.,
2010).
Hemofilia merupakan penyakit yang
berbiaya tinggi, tidak hanya dari sisi biaya
langsungnya saja (biaya pengobatan) tetapi
COST OF ILLNESS PASIEN HEMOFILIA A
DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA
UMI NAFISAH
Program Studi D3 Farmasi Politeknik Indonusa Surakarta
Jl. KH. Samanhudi 31, Mangkuyudan, Surakarta
Abstrak
Hemofilia merupakan salah satu penyakit katastropik, suatu penyakit yang berbiaya
tinggi yang secara komplikasi dapat membahayakan jiwa serta membutuhkan rentang waktu
pengobatan yang panjang. Dalam studi cost of illness dilakukan pengukuran beban ekonomi
dari suatu penyakit pada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya penyakit
hemofilia berdasarkan perspektif rumah sakit dan mengetahui adanya pengaruh inhibitor
terhadap biaya penyakit. Penelitian ini merupakan penelitian analitik noneksperimental. Data
yang digunakan diambil secara retrospektif dari rekam medik pasien hemofilia selama periode
September 2014 – Agustus 2015 dan dari bagian keuangan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Studi ini dilakukan berdasarkan perspektif rumah sakit dengan pendekatan prevalensi. Analisis
deskriptif, digunakan untuk memaparkan besar total biaya penyakit hemofilia, komponen-
komponen biaya yang menyusun dan memiliki kontribusi terbesar pada biaya penyakit hemofilia
Estimasi biaya rawat jalan selama satu tahun pada pasien hemofilia A tanpa inhibitor adalah
Rp 213.033.935,85 ± 116.829.978,92, hemofilia A ringan dengan inhibitor 57,6 BU Rp.
443.233.667,00 , hemofilia A berat dengan inhibitor 23,36 BU Rp. 348.179.400,00. Biaya
Penyakit Hemofilia A dengan inhibitor lebih tinggi dibandingkan tanpa inhibitor.
Kata Kunci : Cost of Illness, perspektif rumah sakit, hemofilia A, inhibitor.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 36
juga dari segi biaya tidak langsung (Zhou
dkk., 2015). Biaya pertahun pada penderita
hemofiia termasuk didalamnya adalah biaya
konsentrat faktor dan fasilitas kesehatan yang
digunakan, pada pasien hemofilia dengan
inhibitor membutuhkan biaya paling tinggi
dibandingkan dengan pasien hemofilia tanpa
inhibitor (Armstrong dkk., 2014). Rata-rata
biaya penderita hemofilia dengan inhibitor
lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan
penderita hemofilia tanpa inhibitor (Guh dkk.,
2012).
Analisis biaya penyakit (cost of
illness) merupakan suatu bentuk evaluasi
beban ekonomi dari suatu penyakit meliputi
seluruh sumber daya pelayanan kesehatan
yang dikonsumsi dan untuk menghitung
berapa jumlah maksimum yang dapat dihemat
ketika suatu penyakit dapat diatasi. Analisis
biaya penyakit (cost of illness) dapat
memberikan gambaran kepada pembuat
keputusan pada suatu keadaan dimana
pengeluaran tidak sesuai dengan biaya riil dan
dapat digunakan untuk merencanakan
kebijakan cost containment, karena studi ini
memberikan gambaran kepada pembuat
keputusan secara menyeluruh dan lebih
penting lagi komponen biaya utama
(Andayani, 2013; Segel, 2006).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
analitik noneksperimental dengan rancangan
penelitian cross sectional. Data yang
digunakan diambil secara retrospektif yang
berasal dari rekam medik pasien hemofilia
selama periode September 2014 – Agustus
2015 dan dari bagian keuangan di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Cakupan biaya dalam
studi yang dilakukan adalah biaya medik
langsung. Studi ini dilakukan berdasarkan
perspektif rumah sakit sebagai penyedia
layanan kesehatan, dengan menggunakan
pendekatan prevalensi.
Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah
seluruh populasi pasien hemofilia di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta periode bulan
September 2014 – Agustus 2015 yang
memenuhi kriteria inklusi penelitian.
Kriteria inklusi subyek penelitian
meliputi :
1. Semua pasien rawat jalan hemofilia A
2. Pasien hemofilia dengan atau tanpa
inhibitor
3. Pasien hemofilia dengan data rekam
medik dan data pembiayaan yang
lengkap.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah : Pasien dengan penyakit HIV-AIDS.
Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rekam medik pasien dan
rincian biaya medik langsung selama
pengobatan untuk mengetahui biaya
perawatan pasien hemofilia di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta periode September 2014
– Agustus 2015.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah :
a. Lembar pengumpul data pasien
hemofilia yang berisi karakteristik
pasien, meliputi nomor rekam
medis, jenis kelamin, umur, tipe
hemofilia, adanya inhibitor, cara
pembayaran, kelas perawatan, lama
perawatan.
b. Lembar pengumpul data biaya
pengobatan pasien hemofilia,
meliputi biaya administrasi, biaya
jasa pelayanan medik, biaya
tindakan medik, biaya penunjang
medik, biaya obat dan barang medik,
biaya akomodasi (kelas dan lama
rawat inap).
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 37
Variabel Penelitian
1. Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah biaya medik langsung
2. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah umur pasien, jenis kelamin,
tipe hemofilia, tingkat keparahan dan
adanya inhibitor pada hemofilia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dilakukan di
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.
Sardjito Yogyakarta pada pasien penderita
hemofilia A dengan kode ICD-10 D-66
mempunyai jumlah pasien yang memenuhi
kriteria inklusi sejumlah 22 pasien.
Berdasarkan jenis kelamin, pasien penderita
hemofilia adalah laki-laki (100%).
Pengelompokan penderita hemofilia
berdasarkan umur pasien, didapatkan pasien
penderita hemofilia A dengan usia < 15 tahun
berjumlah 9 orang (40,91%), sedangkan usia
> 15 tahun berjumlah 13 pasien (59,09).
Karakteristik pasien berdasarkan
tingkat keparahan penyakit, pasien yang
menderita hemofilia A ringan dengan kadar F
VII antara 5 – 40 IU/dl berjumlah 2 orang
(9,09%), hemofilia A sedang dengan kadar F
VII antara 1 – 5 IU/dl berjumlah 12 orang
(54,55%), dan hemofilia A berat dengan kadar
F VII < 1 IU/dl berjumlah 8 orang (36,36%).
Jumlah penderita hemofilia dengan inhibitor
sebanyak 2 pasien (5,71%), yaitu dari
kelompok pasien dengan hemofilia A ringan
dan hemofilia A berat.
Tabel 1. Karakteristik Pasien Penderita
Hemofilia di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode September 2014 –
Agustus 2015
Karakteristik
Pasien
Jumlah
Pasien Persentase
Total
Pasien
Jenis Kelamin
Laki-laki 22 100 22 Perempuan 0 0
Umur Pasien
< 15 tahun 9 40,91 22
> 15 tahun 13 59,09
Tingkat
Keparahan
Ringan 2 9,10
22 Sedang 12 54,54
Berat 8 36,36
Inhibitor
Ringan 1 50
2 Sedang 0 0
Berat 1 50
Biaya Penyakit Hemofilia
Besaran direct medical cost pada cost
of illness pasien hemofilia rawat jalan
merupakan hasil perhitungan dari biaya
administrasi, biaya pelayanan medik, biaya
tindakan medik, biaya penunjang medik, serta
biaya obat dan barang medik dari setiap
episode perawatan untuk sekali rawat jalan
pasien hemofilia selama satu tahun. Dalam
penelitian ini, diasumsikan bahwa pasien
hemofilia melakukan kontrol rutin
penyakitnya setiap bulan, sehingga jika
terdapat data pasien hemofilia yang tidak rutin
melakukan kontrol maka data yang diperoleh
akan dibagi dengan jumlah bulan pasien
melakukan kontrol dan dikalikan dengan 12
bulan, kecuali untuk biaya penunjang medik
(laboratorium) tidak dikalikan dengan 12
bulan.
Berdasarkan tabel 2, estimasi biaya
administrasi yang merupakan biaya untuk
keperluan administrasi pasien termasuk
didalamnya biaya pendaftaran pasien.
Estimasi biaya jasa pelayanan medik yang
meliputi biaya konsultasi dan biaya pelayanan
dokter. Estimasi biaya tindakan medik
merupakan sejumlah biaya yang timbul dari
tindakan tenaga medis dalam perawatan
pasien, meliputi biaya tindakan operatif dan
non operatif. Biaya tindakan medik yang
timbul pada pasien hemofilia adalah
kemoterapi, perawatan luka kompleks,
transfusi, bedah orthopedi, fisioterapi
(rehabilitasi medik), injeksi, dan premedikasi.
Estimasi biaya penunjang medik merupakan
sejumlah biaya untuk keperluan penegakan
diagnosa terhadap penyakit hemofilia yang
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 38
meliputi pelayanan patologi klinik
(pemeriksaan darah lengkap otomatis,
pemeriksaan faktor VIII dan faktor IX, Ppt,
Aptt), dan pelayanan radiodiagnostik.
Estimasi biaya obat dan barang medik
merupakan biaya yang terkait dengan
penggunaan obat, alat kesehatan dan barang
medik.
Tabel 2. Estimasi Biaya Medik Langsung
Penyakit Hemofilia Tipe A Rawat Jalan Selama
Satu Tahun di RSUP Dr. Sardjito Periode
September 2014 – Agustus 2015 Komponen
Biaya
n Rata-rata
(Rp)
SD
Persentase (%)
Hemofilia A Ringan
Administrasi 1 316.800 0 0,22
Pelayanan
medik
1 1.728.000 0 1,20
Tindakan medik 1 312.000 0 0,22
Penunjang
medik
1 175.000 0 0,12
Obat dan barang
medik
1 141.319.320
0 98,24
143.851.120 100
Hemofilia A Ringan dengan Inhibitor
Administrasi 1 528.000 0 0,12
Pelayanan
medik
1 2.720.000 0 0,61
Tindakan medik 1 430.667 0 0,10
Penunjang
medik
1 900.000 0 0,20
Obat dan barang
medik
1 438.655.000
0 98,97
443.233.667 100
Hemofilia A Sedang
Administrasi 1
2
264.801 64.268 0,14
Pelayanan medik 1
2
1.381.579 377.253 0,73
Tindakan medik 6 2.160.086 2.748.364 1,14
Penunjang medik 3 1.356.333 1.632.022 0,72
Obat dan barang
medik
1
2
183.708.438 102.154.722 97,27
188.871.237 100
Hemofilia A Berat
Administrasi 7 380.076 92.566 0,14
Pelayanan medik 7 1.903.275 492.285 0,70
Tindakan medik 4 6.329.977 6.674.091 2,34
Penunjang medik 5 1.107.700 962.461 0,41
Obat dan barang
medik
7 261.151.862 138.161.435 96,41
270.872.890 100
Hemofilia A Berat dengan inhibitor
Administrasi 1 544.000 0 0,16
Pelayanan medik 1 2.600.000 0 0,75
Tindakan medik 1 13.822.000 0 3,97
Penunjang medik 1 175.000 0 0,05
Obat dan barang
medik
1 331.038.400 0 95,07
348.179.400 100
Pada penyakit hemofilia, biaya obat dan
barang medik merupakan biaya yang
persentasenya paling tinggi dibandingkan
dengan biaya yang lain, dimana biaya obat
dan barang medik pada pasien penderita
hemofilia berada pada 95,07% sampai dengan
98,97%. Hasil penelitian Kodra dkk (2014)
menunjukkan bahwa obat yang merupakan
direct health care costs mengambil persentase
terbesar yaitu 98,14% pada pasien hemofilia.
Pada pasien hemofilia A berat dan hemofilia
B berat, biaya untuk faktor pembekuan darah
lebih dari 90% dari total biaya pengobatan
(Rocha dkk., 2015).
Tabel 3. Rata-rata Biaya Medik Langsung
Penyakit Hemofilia A Dalam Satu Bulan
Periode September 2014 – Agustus 2015
Tipe
Hemofilia
N Rata-rata (Rp) SD
Ringan 1 12.008.010,00 0
Ringan
dengan
inhibitor
1 37.000.916,67 0
Sedang 12 15.825.795,35 8.361.372,22
Berat 7 22.389.994,05 11.320.039,75
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 39
Berat
dengan
Inhibitor
1 29.014.950,00 0
Tabel 4. Perbedaan Estimasi Biaya Selama
Satu Tahun Penyakit Hemofilia A Tanpa
Inhibitor dan Hemofilia A Dengan
Inhibitor Pasien Rawat Jalan
Tipe
Hemofilia
N Rata-rata
(Rp)
SD
Hemofilia A
tanpa
inhibitor
20 213.033.935,85 116.829.978,92
Hemofilia A
dengan
inhibitor
2 395.706.533,50 67.213.516,77
Estimasi biaya pada pasien hemofilia
A tanpa inhibitor dengan pasien hemofilia A
dengan inhibitor (tabel 4) menunjukkan
bahwa biaya penyakit pasien hemofilia A
dengan inhibitor lebih tinggi dibandingkan
dengan biaya penyakit pasien hemofilia A
tanpa inhibitor. Biaya yang lebih tinggi pada
pasien hemofilia A dengan inhibitor
disebabkan karena kadar konsentrat faktor
yang diperlukan lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien hemofilia A tanpa inhibitor.
Hasil penelitian Rocha dkk (2015),
terdapat perbedaan yang signifikan (p-value
= 0,03) pada total biaya antara pasien
hemofilia dengan inhibitor dan pasien
hemofilia tanpa inhibitor. Biaya pada pasien
dengan inhibitor lebih tinggi (€134,032)
dibandingkan dengan pasien tanpa inhibitor
(€40,138). Hasil penelitian yang lain
menunjukkan bahwa konsumsi obat-obat anti
hemofilia pada pasien dengan inhibitor secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan
pasien tanpa inhibitor (p-value = 0,02),
dimana konsumsi obat-obatan untuk pasien
dengan inhibitor adalah 3,110 ± 1,997
euros/kg/tahun dan konsumsi obat-obatan
untuk pasien tanpa inhibitor adalah 1,626 ±
1,684 euros/kg/tahun (Nerich dkk., 2008).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hemofilia merupakan penyakit yang
mempunyai beban biaya tinggi. Rata-rata
biaya hemofilia A tanpa inhibitor rawat jalan
dalam satu tahun adalah Rp. 213.033.935,85
± 116.829.978,92, hemofilia A ringan dengan
inhibitor 57,6 BU Rp. 443.233.667,00,
hemofilia A berat dengan inhibitor 23,36 BU
Rp.348.179.400,00. Biaya penyakit hemofilia
dengan inhibitor lebih tinggi daripada
hemofilia tanpa inhibitor. Rata-rata biaya pada
pasien hemofilia A dengan inhibitor adalah
Rp. 395.706.533,50 ± 67.213.516,77 dan
hemofilia A tanpa inhibitor adalah
Rp. 213.033.935,85 ± 116.829.978,92.
Saran
Bagi rumah sakit perlu dilakukan
evaluasi mengenai pelayanan terhadap pasien
hemofilia terutama pada pemberian obat-
obatan hemofilia (konsentrat faktor).
Pengambilan konsentrat faktor yang berulang
perlu dipertanyakan kepada pasien penderita
hemofilia. Hal ini disebabkan karena pasien
benar-benar membutuhkan konsentrat faktor,
karena aktivitas fisik pasien penderita
hemofilia, karena penyimpanan obat yang
tidak tepat sehingga konsentrat faktor rusak,
atau disebabkan oleh faktor yang lain. Selain
itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai biaya penyakit hemofilia di rumah
sakit lain, untuk dapat dilakukan
perbandingan dengan di RSUP dr. Sardjito
Yogyakarta.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 40
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, T.M., 2013. Farmakoekonomi
Prinsip Dan Metodologi. Bursa Ilmu,
Yogyakarta.
Guh, S., Grosse, S.D., McALISTER, S.,
Kessler, C.M., dan Soucie, J.M., 2012.
Healthcare expenditures for males with
haemophilia and employer-sponsored
insurance in the United States, 2008.
Haemophilia, 18: 268–275.
Kodra, Y., Cavazza, M., Schieppati, A.,
Santis, M.D., Armeni, P., Arcieri, R.,
dkk., 2014. The Social Burden and
Quality of Life of Patients with
Haemophilia in Italy. Blood Transfus, 12:
.
Nerich, V., Tissot, E., Faradji, A., Demesmey,
K., Bertrand, M.A., dan Lorenzini, J.L.,
2008. Cots-of-illness study of severe
haemophilia A and B in five French
haemophilia treatment centres. Pharm
World Sci, 30: 287–292.
O’Mahony, B., Noone, D., dan Tolley, K.,
2010. An Introduction To Key Concepts
In Health Economics For Hemophilia
Organizations. World Federation Of
Hemophilia, , Hemophilia Organization
Development 11: .
Pusat Data dan Informasi - Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia', , 2015.
URL:
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/article
/view/15042000001/hari-hemofilia-
sedunia.html (diakses tanggal 14/9/2015).
Rocha, P., Carvalho, M., Lopes, M., dan
Araújo, F., 2015. Costs and utilization of
treatment in patients with hemophilia.
BMC Health Services Research, 15:
Srivastava, A., Brewer, A.K., Mauser-
Bunschoten, E.P., Key, N.S., Kitchen, S.,
Llinas, A., dkk., 2013. Guidelines for the
management of hemophilia.
Haemophilia, 19: e1–e47.
Zhou, Z.-Y., Koerper, M.A., Johnson, K.A.,
Riske, B., Baker, J.R., Ullman, M., dkk.,
2015. Burden of illness: direct and
indirect costs among persons with
hemophilia A in the United States.
Journal of Medical Economics, 18: 457–
465.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 41
PENDAHULUAN
Jahe atau zingiber officinale merupakan
salah satu tanaman berupa tumbuhan rumpun
berbatang semu. Jahe adalah tanaman rimpang
yang sangat populer dikalangan masyarakat
baik sebagai bahan rempah dapur ataupun
bahan obat.
Jahe dipekirakan berasal dari asia
pasifik yang penyebarannya mulai dari India
hingga wilayah cina. Dari India, jahe mulai
dijadikan sebagai bahan rempah untuk
diperjualbelikan yang jangkauan
pemasarannya hingga wilayh asia tenggara,
jepang, tiongkok, hingga wilayah timur
tengah.
Jahe masuk kedalam suku temu-temuan
(Zingiberaceae), nama imiah jahe berasal dari
bahasa yunani zingiberi yang diberikan oleh
seseorang bernama William Roxburgh.
Tanaman Ini masih satu famili dengan temu-
temuan lainnya semisal temu hitam (curcuma
aeruginosa), kencur (Kaempferia galanga),
temu lawak (Cucuma xanthorrizha), lengkuas
(Languas galangal), dan sebagainya.
Klasifikasi Dan Ciri Umum Tanaman Jahe:
Klasifikasi Ilmiah
Divisi : Spermatophyta.
Sub-divisi : Angiospermae.
Kelas : Monocotyledoneae.
Ordo : Zingiberales.
Famili : Zingiberaceae.
Genus : Zingiber.
Species : Zingiber officinale
Nama Daerah :
beeuing (Gayo), jahe (Sunda), bahing (Batak
Karo), halia (Aceh), jahi (Lampung), sipodeh
Minangkabau), jhai (Madura), lain jae (Jawa
dan Bali), melito (Gorontalo), dsb
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI
RIMPANG JAHE(Zingiber officinalle Rhizoma)
APTIKA OKTAVIANA T. D [email protected]
Program Studi D3 Farmasi Politeknik Indonusa Surakarta
Jl. KH. Samanhudi 31, Mangkuyudan, Surakarta
INTISARI
Jahe atau zingiber officinale merupakan salah satu tanaman berupa tumbuhan
rumpun berbatang semu. Jahe adalah tanaman rimpang yang sangat populer dikalangan
masyarakat baik sebagai bahan rempah dapur ataupun bahan obat. Memanfaatan jahe oleh
manusia yaitu pada bagian rimpangnya. Rimpang jahe mengandung minyak asitri dimana
didalamnya terkandung beberapa senyawa seperti Zingeron, seskuiterpen, oleoresin,
zingiberen, limonen, kamfena, sineol, zingiberal, sitral, felandren, dan borneol. Selain itu,
terdapat juga damar, pati, vitamin A, B, C, senyawa flavonoid dan polifenol, serta asam
organik seperti asam malat dan asam oksalat.
Pada umumnya minyak atsiri mempunyai titik didih lebih rendah dari air, sehingga
dapat dipisahkan dengan destilasi air. Pada prinsipnya minyak atsiri akan menguap duluan
dan akan mengembun karena adanya pendinginan. Suhu selama proses destilasi diusahakan
dibawah 100 C , agar air tidak ikut menguap. Minyak atsiri sebagai cairan opaque, bau khas,
aromatic, rasa tergantung dari beberapa komponen minyak atsiri, umumnya tidak
berasa.
Kata kunci : Isolasi, Identifikasi, Minyak Atsiri, Jahe
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 42
Ciri Umum Tanaman Jahe :
Tanaman yang bisa bertahan hidup di daerah
tropis dan dikenal memiliki rasa pedas dan
hangat pada rimpangnya ini, memiliki
beberapa ciri umum yang mudah dikenali,
yaitu :
Tanaman sejenis herba, tumbuh tegak
dengan ketinggian pohon antara 30-60
cm.
Akar berbentuk serabut dengan warna
putih kotor. Rimpang tebal dan agak
melebar, tumbuh bercabang-cabang.
Warna rimpang kuning pucat. Bagian
dalam berserat agak kasar, warna
kuning muda dengan bagian ujung
berwarna merah muda. Rimpang
memiliki aroma khas dan rasa pedas.
Rimpang dapat dibedakan menjadi
tiga bagian sesuai dengan ukuran dan
warna yang dimiliki yaitu : Jahe besar
(jahe gajah/jahe badak), jahe kecil
(jahe emprit), dan jahe merah (jahe
sunti).
Batang pohon semu, beralur dan
memiliki warna hijau.
Daun tunggal dan berwarna hijau tua,
tangkai daun berbulu halus, helai
daun berbentuk lanset, bagian tepi
rata dan bagian ujung runcing serta
pangkal daun tumpul. Panjang daun
antara 20-40 cm dan lebar antara 2-4
cm.
Bunga berupa malai tumbuh dari
dalam tanah berbentuk tongkat atau
bundar telur, panjang malai berkisar
antara3,5-5 cm dengan lebar 1,5-1,75
cm. Gagang bunga hampir tidak
berbulu dengan panjang sekitar 25
cm, sisik pada bunga berjumlah 5-7
buah, berbentuk lanset. Letaknya
berdekatan, panjang sisik 3-5 cm.
mahkota bunga berbentuk tabung 2 –
2,5 cm dengan helai agak sempit,
memiliki bentuk tajam, warna kuning
kehijauan, panjang sekitar 1,5 – 2,5
mm dengan lebar 3 – 3,5 mm, bibir
berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik
berwarna putih kekuningan, panjang
12 – 15 mm ; kepala sari berwarna
ungu, dengan panjang 9 mm, tangkai
putik berjumlah 2.
Buah berbentuk bulat hingga bulat
panjang, berwarna coklat sedang biji
berbentuk bulat dengan warna hitam.
Tanaman jahe yang nama ilmiahnya Zingiber
officinale Rosc, telah lama dikenal dan
tumbuh baik di Negara kita. Jahe merupakan
salah satu rempah-rempah penting yang
rimpangnya sangat luas dipakai. Sifat khas
jahe disebabkan karena adanya minyak atsiri
dan oleo resin jahe. Kandungan minyak atsiri
dalam jahe kering sekitar 1-3 %. Komponen
utama minyak atsiri jahe terdiri atas gingerol
dan zingiberen, shagaol, minyak atsiri dan
resin. Pemberi rasa pedas dalam jahe yang
utama adalah zingerol/pada umumnya jahe
dipakai sebagai pencampur beberapa jenis
obat yaitu sebagai obat batuk, mengobati luka
luar dan dalam, melawan gatal(umbinya
ditumbuk halus), untuk mengobati gigitan
ular,dan candy/permen.
Memanfaatan jahe oleh manusia yaitu
pada bagian rimpangnya. Rimpang jahe
mengandung minyak asitri dimana
didalamnya terkandung beberapa senyawa
seperti Zingeron, seskuiterpen, oleoresin,
zingiberen, limonen, kamfena, sineol,
zingiberal, sitral, felandren, dan borneol.
Selain itu, terdapat juga damar, pati, vitamin
A, B, C, senyawa flavonoid dan polifenol,
serta asam organik seperti asam malat dan
asam oksalat.
Pada umumnya minyak atsiri
mempunyai titik didih lebih rendah dari
air,sehingga dapat dipisahkan dengan destilasi
air.Pada prinsipnya minyak atsiri akan
menguap duluan dan akan mengembun karena
adanya pendinginan.Suhu selama proses
destilasi diusahakan dibawah 100 C,agar air
tidak ikut menguap. Minyak atsiri sebagai
cairan opaque, bau khas aromatic, rasa
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 43
tergantung dari beberapa komponen minyak
atsiri. Umumnya tidak berasa.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan:
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain: Alat-alat gelas, Corong pisah,
Erlenmeyer, Kapiler, Lampu UV 254nm,
Pipet tetes, Seperangkat alat destilasi minyak
atsiri, Seperangkat alat KLT.
Bahan yang digunakan antara lain: Aquadest,
Asam asetat, Butanol, Etil asetat, Daun
sereh, Geraniol PK, Heksana, Rimpang
jahe, Silika Gel GF 254, Sitral PK.
CARA KERJA
UJI KLT:
Gambar rangkaian alat:
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 44
HASIL DAN PEMBAHASAN
ORGANOLEPTIS
a.Makroskopis
Bentuk:larutan
Warna :tak berwarna
Rasa:pedas
Bau:khas jahe
RENDEMEN
Minyak atsiri yang
diperoleh:∑(ekstrak/kristal) x100%
∑simplisia
:0.1mx100%
200
:0.05%
IDENTIFIKASI KLT
Fase diam :silica gel GF 254
Fase gerak :heksana: etil
Asetat (7:3)
Jarak totol 1:2,1 cm
Jarak totol 2:0.9cm
Rf :2.1/5.4 =0.38
Rf2 :0.9/5.4 =0.16
PEMBAHASAN
Destilasi adalah suatu proses
pemurnian yang didahului dengan penguapan
senyawa cair dengan cara memanaskannya
kemudian mengembunkan uap yang
terbentuk. Prinsip dasar dari destilasi adalah
perbedaan titik didih dari zat zat cair dalam
campuran cair tersebut sehingga (senyawa)
yang memiliki titik didih terendah akan
menguap lebih dahulu, kemudian apabila
didinginkan akan mengembun dan menetes
sebagai zat murni(destilat).
Pemisahan minyak atsiri yang
terdapat dalam jahe dengan cara destilasi,
dimana dilakukan pendestilasian dengan
destilator selama 3-4 jam sampai didapatkan
minyak atsiri jahe. Pada percobaan kali ini
pada saat destilasi sangat lama karena terdapat
beberapa masalah yaitu kondensor yang
digunakan salah dan harus diganti, setelah
diganti kemudian terdapat masalah dimana
aliran api terlalu besar dan akhirnya air dalam
labu alas bulat naik dan akhirnya Erlenmeyer
yang harusnya menampung minyak atsiri
telah tercampur dengan air yang lumayan
banyak,akhirnya erlenemeyer diganti yang
baru dan proses mengulang dari awal karena
sudah terdapat air yang mengkontaminasi
Erlenmeyer yang berisi minyak atsiri.
Akhirnya minyak atsiri yang
didapatkan hanya 0.1 ml, padahal seharusnya
minyak astiri yang terkandung dalam
simplisia sekitar 1-3%, dan dalam percobaan
kali ini hanya didapatkan kandungan minyak
atsiri sebanyak 0.05%,hal ini disebabkan
karena banyak permasalahan dan human error
yang menyebabkan kadar minyak atsiri terlalu
sedikit.
Kromatografi lapis tipis merupakan
salah satu analisi kulaitatif dari suatu sampel
yang ingin dideteksi dengan memisahkan
komponen komponen sampel berdasarkan
perbedaan kepolaran.
Prinsip kerjanya adalah berdasarkan
adsorbs dan partisi,dimana sampel akan akan
berpisah berdasarkan perbedaan kepolaran
antara sampel dengan pelarut yang digunakan.
Prinsip pemisahan noda adalah
berdasarkan kepolarannya sehingga
menghasilkan kecepatn yang berbeda beda
saat terpartisi dan terjadilah pemisahan.Untuk
memisahkan nodanya dengan sebaik baiknya
maka digunakan kombinasi eluen non polar
dengan yang polar.
Pada percobaan kali ini dilakukan
isolasi minyak atsiri pada rimpang
jahe,dimana jahe harus dirajang dengan
ketebalan lebih kurang 2-3mm,karena jika
terlalu tebal akan susah mimyak atsiri yang
keluar dari rajangan jahe ketika
didestilasi.dilakukan destilasi air dimana
nantinya uap minyak atsiri akan mengembun
dan didapatkan filtrate yaitu minyak atsiri,
Seharusnya didapatkan kadar minyak
atsiri sebesar 1-3% dalam jahe kering namun
pada kenyataanya kadar minyak atsiri yang
didapatkan hanya 0,1 ml.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 45
Pada pemeriksaan kedua dengan cara
KLT(Kromatografi Lapis Tipis)dengan
prinsip teknik pemisahan berdasarkan dengan
adanya perbedaan kecepatan
rambat.kromatografi dalam percobaan kali
dibuat dengan sampel minyak atsiri sebagai
hasil destilat.penyiapan larutan pengembang
dengan menggunakan campuran antara
heksana:etil asetat dengan perbandingan
volume 7:3.
Fase geraknya adalah campuran
heksana dan etil asetat sedangkan fase diam
adalah plat silica. pada saat penotolan
diusahakan agar titik penotolan sekecil
mungkin guna mencegah pelebaran dan juga
hasilnya akan lebih efisien. pada saat lempeng
silica sudah dimasukkan chamber diamati
sampai permukaaan pengembang naik hingga
batas ujung lempeng.
Karena pelarut tersebut polar
sedangkan minyak astiri non polar sehingga
membutuhkan waktu yang agak lama sampai
semuanya terelusi,setelah larutan pengembang
naik baru kemudian dihitung nilai
Rfnya.kromatografi lapis tipis adalah teknik
pemisahan berdasarkan perbedaan kecepatan
rambat.dalam minyak atsiri yang terkandung
dalam jahe mengandung banyak zat.
KESIMPULAN
Kandungan minyak atsiri rimpang jahe
(Zingiber officinalle Rhizoma) 0.05%.
Hasil Rf yang dihasilkan yaitu:
Rf1:0.38
Rf2:0.16
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1975. Materia Medika Indonesia,
Jilid 1, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta
Anonim,1977, Materia Medika Indonesia,
Jilid II, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta
Anonim,2013, Farmakope Herbal Indonesia,
Edisi I, Suplemen III, Kementrian
Kesehatan RI, Jakarta.
Vogel.1990. Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semimikro.
Jakarta: PT Kalman media.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 46
FORMAT PENULISAN ARTIKEL
JURNAL FARMASINDO
Jurnal FARMASINDO adalah jurnal yang mengkaji dan mempublikasikan
berbagai bidang ilmu, terbit secara berkala satu kali setahun (Desember). Jurnal
FARMASINDO berisi artikel hasil penelitian, hasil kajian pustaka dan pengabdian
masyarakat yang belum pernah diterbitkan oleh jurnal atau majalah ilmiah lain.
1. Artikel hasil penelitian: Berisi artikel mengenai hasil penelitian orisinal
dalam berbagai bidang ilmu, selanjutnya disebut artikel penelitian.
2. Artikel hasil penelaahan: merupakan hasil penelaahan, atau hasil kajian
pustaka mengenai berbagai bidang ilmu, selanjutnya disebut artikel ilmiah.
3. Artikel hasil pengabdian masyarakat, merupakan hasil pengabdian
masyarakat dalam berbagai bidang kegiatan.
Format Penulisan
1. Artikel Penelitian: Judul, Abstrak dan kata kunci, Pendahuluan: Berisi
latar belakang, masalah, tujuan, rencana pengembangan, harapan tentang
aplikasi hasil penelitian, dan landasan teoritis, Metode Penelitian: Berisi
metode yang digunakan, tempat dan waktu, populasi dan sampel, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data, Hasil dan Pembahasan: Hasil
dapat disajikan dalam bentuk tekstular, tabular, atau grafikal. Berikan
kalimat pengantar untuk menjelaskan tabel atau gambar tetapi tidak
mengulang apa yang telah ditampilkan dalam tabel/gambar. Pembahasan
berisi penjelasan hasil-hasil penelitian yang ditemukan dan argumentasi
yang mendukung, Kesimpulan: Berisi pernyataan singkat, padat, dan
relevan dengan hasil penelitian, Saran: Dapat dicantumkan apabila memang
diperlukan berkaitan dengan hasil penelitian dan dipandang berguna bagi
perbaikan atau pengembangan lebih lanjut, Ucapan Terima Kasih: Dapat
dicantumkan apabila memang diperlukan, khususnya pada para profesional
yang membantu pelaksanaan penelitian, penyusunan makalah, termasuk
pemberian dukungan, teknis, dana, dan dukungan umum dari suatu institusi,
Daftar Pustaka.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 47
2. Artikel Ilmiah: Judul, Abstrak dan Kata Kunci, Pendahuluan: Berisi latar
belakang, masalah tujuan, rencana pengembangan dan harapan tentang
aplikasinya, Tinjauan Pustaka: berisi tentang teori atau kerangka konsep yang
dijadikan landasan berpikir, Pembahasan: berisi pemaparan dan argumentasi
tentang materi yang dibahas. Dapat dicantumkan tabel/gambar yang diperlukan.
Kalimat penjelas tabel/gambar tidak mengulang apa yang telah disajikan dalam
tabel/gambar. Apabila dianggap saling menjelaskan, tinjauan pustaka dan
pembahasan dapat digabung dengan judul pembahasan, Kesimpulan: Berisi
pernyataan singkat, padat dan relevan dengan hasil pembahasan artikel, Saran:
dapat dicantumkan apabila memang diperlukan berkaitan dengan hasil
pembahasan dan dipandang berguna bagi perbaikan atau pengembangan lebih
lanjut, Daftar Pustaka.
3. Artikel Pengabdian Masyarakat, Judul, Abstrak dan kata kunci,
Pendahuluan: Berisi latar belakang, masalah, tujuan, rencana pengembangan,
harapan tentang aplikasi hasil pengabdian, dan landasan teoritis, Metode
Pelaksanaan: Berisi metode yang digunakan, tempat dan waktu, populasi dan
sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data, Hasil dan
Pembahasan: Hasil dapat disajikan dalam bentuk tekstular, tabular, atau
grafikal. Berikan kalimat pengantar untuk menjelaskan tabel atau gambar tetapi
tidak mengulang apa yang telah ditampilkan dalam tabel/gambar. Pembahasan
berisi penjelasan hasil-hasil pengabdian yang ditemukan dan argumentasi yang
mendukung, Kesimpulan: Berisi pernyataan singkat, padat, dan relevan dengan
hasil penelitian, Saran: Dapat dicantumkan apabila memang diperlukan
berkaitan dengan hasil penelitian dan dipandang berguna bagi perbaikan atau
pengembangan lebih lanjut, Ucapan Terima Kasih: Dapat dicantumkan apabila
memang diperlukan, khususnya pada para profesional yang membantu
pelaksanaan pengabdian, penyusunan makalah, termasuk pemberian dukungan,
teknis, dana, dan dukungan umum dari suatu institusi.
Penulisan Artikel
Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, abstrak ditulis dalam bahasa
Inggris atau bahasa Indonesia. Panjang tulisan 7 – 10 halaman dalam format dua kolom.
Isi artikel termasuk tabel/gambar harus diketik satu spasi pada kertas A4, menggunakan
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 48
huruf Times New Romance (11pt). Margin pengetikan kiri 3,0 cm kanan 2,0 cm, atas
3,0 cm dan bawah 2,5 cm.
Judul
Dibuat singkat, jelas dan informatif diawali dengan kata benda (bold 14 pt). Di bawah
judul dicantumkan nama penulis (bold dan italic 12pt), nama dan alamat lembaga
(italic 11pt). Nama penulis tidak disertai gelar akademik. Untuk artikel hasil
pemikiran dan editorial, dianjurkan agar jumlah penulis dibatasi sampai 2 orang.
Abstrak dan Kata Kunci
Abstrak dibuat dalam bahasa Inggris/Indonesia dengan jumlah maksimal 200 kata
(italic 12 pt). Artikel hasil penelitian harus berisi permasalahan, tujuan, metode
penelitian, hasil utama, dan kesimpulan utama. Kata kunci termasuk bagian dari
abstrak, dan dicantumkan di bawah abstrak.Tetapkan 3 – 5 buah kata atau free.
Penulisan Rujukan
Rujukan yang dijadikan landasan teoritis atau tinjauan pustaka ditulis dengan urutan
nama belakang pengarang, tahun terbit, halaman yang dikutip, Contoh:
Kleden (1999: 156) menegaskan bahwa Bhineka Tunggal Ika rupanya mempunyai
makna yang lebih dalam dari yang sering diduga: dia mengakui heteregonitas etnis,
budaya, agama, dan ras, tetapi menuntut persatuan dalam komitmen politik.
Bhineka Tunggal Ika rupanya mempunyai makna yang lebih dalam dari yang sering
diduga: dia mengakui heteregonitas etnis, budaya, agama, dan ras, tetapi menuntut
persatuan dalam komitmen politik (Kleden, 1999: 156).
Catatan kaki
Rujukan tidak menggunakan catatan kaki. Catatan kaki dapat digunakan untuk
memberi definisi atau menjelaskan konsep dari istilah atau kata yang dianggap
penting. Dalam artikel catatan kaki ditulis dengan nomor. Catatan kaki juga dapat
digunakan untuk menjelaskan singkatan dalam tabel. Contoh:
1 Mindsift merupakan kesadaran intelektual yang menjadi awal bagi upaya
reformasi bidang pendidikan.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 49
Penulisan Ilustrasi
Ilustrasi bersifat alat bantu, dibuat untuk menjelaskan sesuatu. Ilustrasi dapat berupa
tabel dan gambar. Berikan kalimat pengantar untuk menampilkan tabel atau gambar
tetapi tidak mengulas apa yang telah ditampilkan dalam tabel atau gambar.
Tabel dan gambar diberi judul, judul tabel ditempatkan di atas tengah dan dicetak
tegak dan judul gambar ditempatkan di bawahnya, disusun menurut urutan penyajian
dan pembahasan dalam teks dan tidak ada tambahan tulisan lain.
Tabel
Tabel dibuat dan disiapkan dalam halaman terpisah dari teks dan diberi nomor urut
mengikuti angaka arab. Disediakan tiga garis horizontal, yaitu dua pada bagian atas
(judul kolom) dan pada penutup tabel. Garis vertikal tidak ditampilkan. Data sejenis
dikelompokkan dalam satu tabel. Jika tidak mewakili satu halaman, data dibuat dalam
tabel yang berurutan dimulai dengan nomor urut baru.
Sistem penulisan satuan peubah ditabulasikan dalam tanda kurung. Untuk
menunjukan pengaruh utama atau interaksi, diberikan simbol * atau ** untuk P <
0.05 atau P > 0.01. Bila ada singkatan dalam tabel, jelaskan singkatan tersebut dalam
catatan kaki. Bila tabel hasil kutipan, dicantumkan sumbernya di bawah tabel.
Gambar
Gambar meliputi grafik, foto, diagram, bagan, peta, denah, dan gambar lainnya.
Gambar diberi nomor sesuai urutan dalam teks, mengikuti angka arab dicetak pada
halaman terpisah. Gambar harus jelas posisi atas dan bawahnya. Gambar yang tidak
langsung kelihatan mana atas dan mana bawah ditunjukkan di margin gambar
tersebut dengan pensil. Simbol – simbol yang digunakan dalam gambar dijelaskan
dalam judul tetapi tidak dicantumkan di dalam gambar. Beri judul sumbu x dan y
serta satuannya. Grafik dicetak hitam putih. Kontras gambar seperti hasil foto
langsung atau mikrograf harus jelas dan huruf berkualitas laser.
Daftar Pustaka
Daftar pustaka ditulis menurut abjad. Acuan yang tidak diketahui pengarangnya
ditulis dengan sebutan Anonimus. Penulisan nama pengarang dimulai dari nama
belakang.
Buku: nama pengarang, tahun terbit, judul buku, jilid/edisi (bila ada), kota
terbit, nama penerbit.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 50
Contoh:
Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Penerbit Penanda Media.
Karangan dalam buku: nama pengarang, tahun terbit, judul karangan, nama
editor, judul buku, jilid/edisi (bila ada), kota terbit, nama perbit, halaman.
Contoh:
Husein, Martani. 1992. Tantangan Marketing Menghadapi Era Globalisasi, di dalam
ramelan (Ed). Manajemen Indonesia Memasuki Era Globalisasi. Jakarta: Pustaka
Binaman Pressindo, Hlm. 183 – 202.
Jurnal/Majalah Ilmiah: nama pengarang, tahun terbit, judul karangan (tidak
diberi tanda petik), nama jurnal, volume, kota dan bulan terbit, halaman.
Contoh:
Suryanto. 2002. Etika dalam Pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, Di dalam
Majalah Ragam : Pengembangan Humaniora. 2: 42-50. Semarang, Maret 2002.
Karangan yang dibawakan dalam pertemuan ilmiah, dan sejenisnya: nama
pengarang, tahun, judul karangan,nama pertemuan ilmiah, atau judul laporan
ilmiah, tanggal, kota tempat pertemuan.
Contoh:
Kusumanegara, Moelyono. 2002. Perana Dosen Kewarganegaraan di Abad XXI,
Makalah disampaikan pada Penataran Dosen Kewarganegaraan se-Jabotabek, 19
Desember 2002. Jakarta: Aula Sudirman MAKODAM JAYA.
Website: nama pengarang, tahun, judul karangan, nama website/e-mail,
halaman. Bila tidak ada nama pengarang cantumkan nama institusi atau kata
internet.
Contoh:
Pudjiastutik, Titik. 2002. Katalogisasi Naskah-naskah Nusantara Koleksi Fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya UI, [email protected]., Desemer 2002.
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. 2002. Katalogisasi Naskah-naskah
Nusantara Koleksi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, www.Ipui.or.id.,
Desember 2002.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 2, Desember 2016 51
Pengiriman Artikel
Kirimkan sebuah artikel asli berupa soft copy. Tulis nama file dan gunakan
program Microsoft Word 1997/2003/2007. Artikel yang dikirim untuk Jurnal
Farmasindo harus disertai data tentang penulis dan surat pengantar yang
ditandatangani penulis, dan dikirimkan kepada:
Ketua Dewan Editor Jurnal Farmasindo
Sekretariat UPPM Politeknik Indonusa Surakarta.
Kampus Politeknik Indonusa Surakarta
Jl. KH. Samanhudi No 31 Mangkuyudan Surakarta
Telp : 0271-743479
Fax : 0271-743479
Email ke: [email protected]