jurnal akademi farmasi surabaya
TRANSCRIPT
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
iii
Journal of Pharmacy and Science Jurnal Ilmiah Ilmu Farmasi dan Sains (Kimia, Biologi, Fisika)
Volume 5, Nomor 1, Januari 2020
Journal of Pharmacy and Science yang diterbitkan sejak 2016 berisi kumpulan artikel
yang telah ditelaah dari hasil penelitian dan studi kepustakaan berbasis pengetahuan
dan terkait dengan bidang farmasi, biologi, kimia, dan kesehatan. Artikel berasal dari
penulis yang berafiliasi dengan perguruan tinggi, badan penelitian dan pengembangan,
lembaga penelitian non-departemen (LPND) atau lembaga lain yang memiliki aktifitas
dalam riset, ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap naskah yang diterima redaksi
Journal of Pharmacy and Science akan ditelaah oleh penelaah ahli dan anggota redaksi.
Journal of Pharmacy and Science terbit 2 kali dalam setahun, pada bulan Juli dan
Januari.
Alamat Redaksi:
AKADEMI FARMASI SURABAYA
Jl. Ketintang Madya 81 Surabaya Telp. (031) 828 0996
Email: [email protected] .
Kesalahan penulisan (isi) diluar tanggung jawab percetakan
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
iv
Halaman Kosong
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
v
DEWAN REDAKSI VOLUME 5 NOMOR 1
Penanggung Jawab : Dr. Abd. Syakur, M. Pd.
Pimpinan Redaksi : Prasetyo Handrianto, S.Si., M.Si.
Ketua Penyunting : Ratih Kusuma Wardani, S.Si., M.Si.
Anggota Penyunting : Djamilah Arifiyana, S.Si., M.Si.
Vika Ayu Devianti, S.Si., M.Si.
Ilil Maidatuz Zulfa, S.Farm., M.Si., Apt.
Editor/Layout : Alfian Aldianto, S. IP.
Rizky Darmawan, M.Si.
Dewi Setiowati, S.Pd.
Kesekretariatan : Suci Reza Syafira, SE.I.
Penelaah Ahli : Umarudin, S.Si., M.Si.
(Akademi Farmasi Surabaya)
Floreta Fiska Yuliarni,
(Akademi Farmasi Surabaya)
Djamilah Arifiyana, S.Si., M.Si.
(Akademi Farmasi Surabaya)
Selly Septi Fandinata, S.Farm., M.Farm., Apt.
(Akademi Farmasi Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
vi
Halaman Kosong
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
vii
DAFTAR ISI
Journal of Pharmacy and Science .................................................................. iii
DEWAN REDAKSI VOLUME 5 NOMOR 1 .................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
Efektivitas Penggunaan Oral Antidiabetes Kombinasi Glimepiride Dengan
Pioglitazone Pada Pasien Dibetes Mellitus Tipe 2 .............................................. 1
Ninik Mas Ulfa1*),
Nabila Arfiana2 ............................................................. 1
Analisis Kandungan Formalin pada Mie Basah Menggunakan Nash dengan
Metode Spektrofotometri UV-Vis ...................................................................... 7
Cicik Herlina Yulianti 1*),
Aldila Nur Safira 1 ............................................ 7
Karakteristik Kimia dan Fisik Teh Hijau Kombucha pada Waktu Pemanasan
yang Berbeda ................................................................................................... 15
Kinanti Ayu Puji Lestari1*)
, Lailatus Sa’diyah1 ...................................... 15
Pengaruh Lama Pemanasan Terhadap Nilai ALT Bakteri Teh Kombucha........ 21
Lailatus Sa’diyah1*)
, Kinanti Ayu Puji Lestari1 ...................................... 21
Pengaruh Pemberian Edukasi terhadap Pengetahuan Complementary Alternative
Medicine (CAM) Pada Penderita HIV Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota Jambi
......................................................................................................................... 25
Jelly Permatasari 1,
Indri Meirista 1.
Nadiatul Mawaddah1*).
................. 25
Pemberian POC (Pupuk Organik Cair) Air Limbah Tempe dan Limbah Buah
Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman
Pakcoy (Brassica rapa L.) ................................................................................ 29
I.A.K Pramushinta1*),
Rosalia Yulian1 ..................................................... 29
Efektivitas Ekstrak Rimpang Pacing (Costus speciosus), Daun Srikaya (Annona
squamosa L.) dan Ekstrak Kombinasinya Terhadap Penurunan Jumlah Folikel
Tersier dan Folikel De Graff Pada Mencit Betina (Mus musculus) ................... 33
Purity Sabila Ajiningrum. 1*)
, Susie Amilah. 2, Prafikka Galuh
Widyaningtyas3 ......................................................................................... 33
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
viii
Halaman Kosong
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No 1., (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
1
Artikel Penelitian
Ninik Mas Ulfa1*),
Nabila Arfiana2
1, 2 Akademi Farmasi Surabaya *) E-mail: ([email protected].)
ABSTRAK
Diabetes mellitus atau yang dikenal dengan kencing manis merupakan gangguan sindroma metabolik kronis
dari karbohidrat, lipid dan lemak yang diakibatkan dari defisisiensi insulin dalam tubuh sehingga dapat
menyebabkan hiperglikemia. Pemberian Oral Antidiabetes dan Insulin merupakan terapi farmakologi yang
dapat mengontrol kadar gula darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati efektivitas pemberian terapi
kombinasi Glimepiride dengan Pioglitazone pada pasien DM tipe 2 dengan parameter GDP dan GD2PP yang
dibandingkan nilai pre dan post. Metode penelitian ini bersifat observasional dengan pengambilan data
secara retrospektif dan data dianalisis secara deskriptif. Besar sampel sebanyak 30 pasien DM tipe 2 yang
mendapat terapi setelah 6 bulan. Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara
nilai GDP pre dan GDP post serta GD2PP pre dan GD2PP post dari analisis statistik menggunakan uji t-test
berpasangan, dengan nilai α = 0,00 lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi
Glimepiride dengan Pioglitazone efektif dalam kontrol glukosa darah pada pasien DM tipe 2.
Kata kunci: Diabates Mellitus, OAD, Glimepiride, Pioglitazone.
Effectivity of Glimepiride and Pioglitazone Combination In Type 2
Diabetes Melitus Patients
ABSTRACT
Diabetes mellitus is a disorder of chronic metabolic syndrome from carbohydrates, lipids and fats resulting
from the deficiency of insulin in the body so that it can cause hyperglycemia. Oral Antidiabetic and Insulin is
pharmacological therapy that can control blood sugar levels. This study aims to observe the effectiveness of
Glimepiride combination therapy with Pioglitazone in type 2 DM patients with fasting blood Glucose and
blood Glucose 2 hour post prandial parameters compared to pre and post values. This research method is observational with retrospective data collection and data analyzed descriptively. The sample size was 30
type 2 DM patients who received therapy after 6 months. The results showed that there were significant
differences between the value of fasting blood Glucose pre and fasting blood Glucose post and blood
Glucose 2 hour post prandial pre and blood Glucose 2 hour post from statistical analysis using paired t-test,
with a value of α = 0.00 smaller than α = 0.05. This shows that the combination of Glimepiride with
Pioglitazone is effective in blood glucose control in type 2 DM patients.
Keywords: Dibetes Mellitus, Oral Antidiabetic, Glimepiride, Piogliatzone
1. PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan
sindroma metabolik kronis dari karbohidrat, lipid
dan lemak yang diakibatkan dari defisisiensi
insulin dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan
hiperglikemia (peningkatan glukosa darah diatas
ambang normal) [1]. Defisiensi insulin ini
disebabkan karena kurangnya produksi insulin
oleh sel-sel kelenjar β-pankreas, dapat juga karena
rusaknya sel-sel kelenjar β-pankreas yang
disebabkanoleh tumor, virus, ataupun penyakit
autoimun. Selain itu juga dapat dikarenakan terjadi
resistensi reseptor insulin atau jumlah reseptor
insulin yang berkurang [1].
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
yang dilakukan oleh Kemenkes tahun 2018,
menyebutkan bahwa prevalensi DM berdasarkan
diagnosis dokter dengan penderita tertinggi
berjenis kelamin perempuan sebanyak 1,8%
sedangkan laki-laki sebanyak 1,2%. Sedangkan
hasil Riskesdas tahun 2018 pada kriteria usia,
penderita DM terbanyak pada usia manula yaitu
antara usia 55 – 64 tahun. Berdasarkan konsesnsus
Perkeni 2015 pada usia penduduk diatas 15 tahun
prevalensi DM pada tahun 2018 sebanyak 10,9 %
Efektivitas Penggunaan Oral Antidiabetes Kombinasi Glimepiride
Dengan Pioglitazone Pada Pasien Dibetes Mellitus Tipe 2
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No 1., (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
2
yang mengalami peningkatan dari jumlah penderita
DM tahun 2013 yaitu 10,3% [2].
Pengobatan DM meliputi terapi non
farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non
farmakologi berupa olahraga, diet karbohidrat dan
menjaga pola hidup sehat perlu dilakukan sebagai
tindakan pencegahan. Sedangkan untuk terapi
farmakologi meliputi pemberian oral anti diabetes
(OAD) maupun pemberian injeksi hormonalinsulin,
sangat efektif untuk menjaga normalitas glukosa
darah dan mencegah agar tidak terjadi progresifitas
penyakit DM yaitu dapat mencegah kerusakan
mikrovaskular maupun makrovaskular [3].
Pemberian OAD kombinasi pada pasien DM tipe 2
digunakan dengan tujuan untuk menurunkan kadar
glukosa darah. Golongan OAD yang dapat
menurunkan kadar glukosa darah setelah makan
adalah golongan Sulfonil urea dengan mekanisme
kerja meningkatkan sekresi insulin pada kelenjar
pankreas, salah satu contohnya adalah Glimepirid.
Penggunaan golongan Thiazolidinedion dengan
contoh obat Pioglitazone dapat berfungsi
menurunkan resistensi insulin tetapi dapat
meningkatkan retensi cairan tubuh, sehingga
kontraindikasi pada pasien gagal jantung [4].
Penggunaan kombinasi Glimepiride dengan
Pioglitazone diberikan pada pasien DM tipe 2 jika
pemberian monoterapi OAD selama 3 bulan
menghasilkan kadar HBA1C tetap 6,5% - 7,0% [5].
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka
dilakukan penelitian ini di Rumah Sakit X Wilayah
Surabaya Selatan dengan mengamati efektivitas
penggunaan OAD kombinasi Glimepiride dan
Pioglitazone dengan parameter gula darah acak
(GDA) sebelum terapi (GDA pre), GDA setelah
terapi (GDS post), dan gula darah 2 jam post
prandial (GD2PP) pre dan post terapi selama
periode penelitian berlangsung.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif observasional,
dengan pengambilan data secara retrospektif yang
dilakukan pada bulan Desember 2016 sampai
dengan Mei 2017. Data diperoleh dari dokumen
rekam medik pasien di Rumah Sakit X wilayah
Surabaya Selatan. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien DM tipe 2 yang mendapat
terapi obat Glimepiride dan Pioglitazone selama
periode penelitian yaitu Desember 2016 sampai
dengan Mei 2017. Besar sampel menggunakan
teknik total sampling. Dalam penelitian ini
diperoleh total sampel sebanyak 30 pasien yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.
Kriteria inklusi pada penelitian adalah
1. Dokumen rekam medik pasien DM tipe 2 usia
35 tahun – 70 tahun yang mendapat terapi
Glimepiride 2 mg 1xsehari 1 tablet dikombinasi
dengan Pioglitazone 15mg 1xsehari 1 tablet
2. Terdapat data laboratorium pemeriksaan GDP
dan GD2PP pre dan post secara lengkap dalam
dokumen rekam medik pasien yang
mendapatkan terapi selama 6 bulan (selama
periode penelitian)
Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini
adalah
1. Dokumen rekam medik pasien DM tipe 2 yang
mendapat terapi Glimepiride 2mg 1xsehari 1
tablet dikombinasi dengan Pioglitazone 15 mg
1xsehari 1 tablet tetapi selama periode
penelitian mengalami pergantian terapi OAD
lainnya karena pertimbangan klinis
2. Dokumen rekam medis pasien DM tipe 2 yang
tidak kontrol rutin dan putus obat ataupun
meningggal dunia.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu
GDP dan GD2PP baik pre dan post selama
penelitian diolah dengan melakukan analisis
deskriptif , kemudian dibandingkan nilai GDP pre-
post dan nilai GD2PP pre-post dengan
menggunakan analisis uji t-berpasangan (t-test).
Data GDP dan GD2PP pre diperoleh pada saat
pasien melakukan pemeriksaan kontrol gula darah
awal penelitian dimulai yaitu mulai bln Desember
2016. Untuk data GDP dan GD2PP post diperoleh
pada saat pasien setelah mendapat terapi 6 bulan
OAD kemudian dilakukan pemeriksaan pada akhir
penelitian bulan Mei 2017
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Jenis Kelamin dan Usia
Berdasarkan pengamatan penelitian,
diperoleh hasil bahwa jumlah pasien terbanyak
adalah pasien dengan jenis kelamin perempuan
sebanyak 19 pasien (63%) dan pasien dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 11 pasien (37%). Hal
ini menunjukkan bahwa populasi terbesar penderita
DM tipe 2 berdasarkan hasil penelitian ini adalah
perempuan dikarenakan jumlah penduduk
perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
Sedangkan karakteristik usia pada penelitian ini
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No 1., (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
3
diperoleh bahwa usia penderita DM tipe 2
terbanyak pada rentang usia antara 46 – 55 tahun
sebanyak 16 pasien (53 %), disusul pada rentang
usia 56 – 65 tahun sebanyak 9 pasien(30%). Hal ini
dikarenakan pada rentang usia tersebut terma-
suk dalam kategori masa lanjut usia awal menurut
Permenkes tahun 2009. Pada masa lanjut usia awal
terjadi penurunan fungsi organ tubuh, dalam hal ini
adalah penurunan kelenjar β-pankreas dalam
memproduksi insulin, ditambah juga pola hidup
dan pola makan yang kurang sehat [6]. Hasil
penelitian dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Karakteristik Jenis Kelamin dan Usia
Pasien DM tipe 2 yang mendapat terapi
Glimepiride dan Pioglitazone
Variabel n Prosentase
(%)
Jenis Kelamin
Perempuan 19 63
Laki-laki 11 37
Total 30 100
Usia (tahun)
26 – 35 1 3
36 – 45 1 3
46 – 55 16 53
56 – 65 9 30
66 – 70 3 11
Total 30 100
3.2 Profil Kadar GDP dan GD2PP pre-post
Hasil laboratorium pemeriksaan kadar gula dara
puasa (GDP) dan kadar gula darah 2 jam post
prandial (GD2PP) berdasarkan rekam medis pasien
DM tipe 2 yang mendapat terapi Glimepiride 2 mg
sehari 1 kali dikombinasi dengan pemberian
Pioglitazone 15 mg sehari 1 kali dapat dilihat pada
tabel 2 dan tabel 3 dibawah ini. Kadar GDP
diperoleh berdasarkan pemeriksaa darah saat pasien
puasa atau tidak mendapat asupan minimal selama
8 jam, dengan nilai normal glukosa < 100 mg/dl,
dan dinayatakn diabetes jika nilai glukosa > 126
mg/dl. Sedangkan untuk kadar GD2PP diperoleh
berdasarkan pemeriksaan darah saat pasien
mendapat asupan makanan yang mengandung
karbohidrat dan 2 jam kemudian diukur kadar gula
darahnya dengan nilai normal < 140 mg/dl,
dinyatakan diabetes jika kadar gula darahnya > 200
mg/dl [4]. Berikut adalah tabel profil kadar GDP
dan GD2PP dari hasil pengamatan penelitian.
Tabel 2. Profil Kadar GDP Pre-Post Pasien DM
Tipe 2 Dengan Terapi Glimepride Kombinasi
Pioglitazone Setelah 6 Bulan Terapi
Inisial
Pasien
GDP
Pre
(mg/dl)
GDP
Post
(mg/dl)
∆ GDP
(%)
Ny. SM 176 124 29,55
Ny. MR 145 128 11,72
Ny. SN 155 150 3,23
Ny. SK 215 188 12,56
Tn. SM 181 126 30,39
Ny. MR 215 111 48,37
Tn. MT 209 142 32,06
Tn. SW 150 105 30,00
Ny. TY 175 120 31,43
Tn. BM 187 102 45,45
Tn. SY 191 112 41,36
Tn. KH 241 147 39,00
Ny. WS 144 136 5,56
Tn. SL 175 113 35,43
Tn. KR 194 125 35,57
Ny. YL 191 121 36,65
Tn. SG 176 126 28,41
Tn. AN 173 98 43,35
Tn. AY 287 153 46,69
Ny. KR 203 133 34,48
Ny. AT 175 126 28,00
Ny. TM 210 141 32,86
Ny. UA 145 122 15,86
Tn. ZK 165 122 26,06
Ny.HR 170 130 23,53
Ny. WR 200 135 32,50
Ny. NA 205 125 39,02
Ny. EL 243 160 34,16
Ny. DA 195 124 36,41
Ny. IN 170 115 32,35
Rata-rata ∆ GDP 30,73
Data profil GDP pre dan post pasien diatas
menunjukkan bahwa kombinasi Glimepiride
dengan Pioglitazone dapat menurunkan kadar gula
darah puasa sebesar 30,73 %. Hal ini menunjukkan
bahwa komninasi Glimepiride dengan Pioglitazone
dapat menunrunkan kadar gula darah sebanyak
0,31 kali pada pasien DM tipe 2.
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No 1., (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
4
Tabel 3. Profil Kadar GD2PP Pre-Post Pasien
DM Tipe 2 Dengan Terapi Glimepiride
Kombinasi Pioglitazone Setelah 6 Bulan Terapi
Inisial
Pasien
GD2PP
Pre
(mg/dl)
GD2PP
Post
(mg/dl)
∆ GD2PP
(%)
Ny. SM 285 188 34,04
Ny. MR 329 223 32,22
Ny. SN 208 200 3,85
Ny. SK 309 195 36,89
Tn. SM 205 150 26,83
Ny. MR 250 187 25,20
Tn. MT 193 185 4,15
Tn. SW 250 185 26,00
Ny. TY 262 212 19,08
Tn. BM 282 208 26,24
Tn. SY 185 167 9,73
Tn. KH 300 197 34,33
Ny. WS 200 130 35,00
Tn. SL 262 163 37,79
Tn. KR 268 166 38,06
Ny. YL 200 151 24,50
Tn. SG 279 152 45,52
Tn. AN 200 143 28,50
Tn. AY 386 216 44,04
Ny. KR 310 180 41,94
Ny. AT 262 190 27,48
Ny. TM 251 216 13,94
Ny. UA 212 180 15,09
Tn. ZK 210 192 8,57
Ny.HR 200 180 10,00
Ny. WR 220 190 13,63
Ny. NA 190 175 7,89
Ny. EL 265 202 23,77
Ny. DA 300 190 36,67
Ny. IN 295 164 44,41
Rata-rata ∆ GD2PP 25,85
Berdasarkan Tabel 3 tersebut diatas, nilai rata-
rata ∆GD2PP mengalami penurunan 25,85 %
setelah 6 bulan terapi dengan OAD kombinasi
Glimepiride 2mg dan Pioglitazone 15 mg. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian kombinasi kedua
OAD tersebut dapat menurunkan glukosa darah 2
jam post prandial sebanya 0,26 kali.
3.3 Uji Efektifitas Dengan Parameter GDA Dan
GD2PP Pada Terapi Kombinasi Glimepiride
Dengan Pioglitazone
Data yang diperoleh dari hasil penelitian setelah
diketahui profil GDP pre-post dan profil GD2PP
pre-post, selanjutnya dilakukan analisis statistik
menggunakan uji paired t-test. Uji ini dilakukan
untuk membandingkan nilai GDP pre dengan GDP
post pada pasien yang mendapat kombinasi terapi
Glimepiride dengan Pioglitazon apakah ada
perbedaan yang bermakna dalam menurunkan
kadar gula darah puasa (GDP). Begitu juga pada
GP2PP pre dengan GD2PP post pada pasien
dengan terapi kombinasi Glimepiride dan
Pioglitazone juga dibandingkan nilainya, apakah
ada perbedaan yang bermakna ataukah tidak
dengan menggunakan analisis statistik uji paired t-
test. Tabel dibawah ini merupakan hasil analisis
statistik dari GDP pre-post dan GD2PP pre-post.
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Data GDP dan
GD2PP Menggunakan Kolmogorov Smirnov Dan
Shapiro-Wilk
Parameter Kolmogorov
Smirnov
Shapiro-Wilk
df Sig df Sig.
GDP Pre 30 0,200 30 0,040
GDP Post 30 0,056 30 0,043
GD2PP Pre 30 0,055 30 0,050
GD2PP Post 30 0,200 30 0,675
Berdasarkan Tabel 4 tersebut diatas menunjukkan
bahwa data GDP dan GD2PP baik pre maupun post
berdistribusi normal karena nilai α kurang dari 0,05.
Selanjutnya dilakukan analisis Uji Efektifitas terapi
kombinasi Glimepiride dosis 2 mg sehari 1 tablet
dan Pioglitazone dosis 15 mg senari 1 tablet, dengan
membandingkan nilai GDP pre dengan GDP post
dan membandingkan nilai GD2PP pre dan post
menggunakan analisis statistik uji paired t-test.
Tabel hasil uji tersebut, dapat dilihat pada Tabel 5
dibawah ini.
Tabel 5. Hasil Uji Efektifitas Terapi Kombinasi
Glimepiride dengan Pioglitazone Selama Terapi 2
Bulan Dengan Parameter GDP pre-post dan
GD2PP pre-post
Parameter Sig. (2-talled)
Pair 1 GDP pre – GDP post 0,00
Pair 2 GD2PP pre – GD2PP
post
0,00
Dari hasil analisis statitistik menggunakan uji
paired-t test pada Tabel 5 tersebut diatas
menunjukkan bahwa pada uji GDP pre
dibandingkan dengan GDP post diperoleh bahwa
nilai α kurang dari 0,05 hal ini menunjukkan bahwa
ada perbedaan yang bermakna dari penurunan nilai
GDP pre ke GDP post. Sedangkan pada uji GD2PP
pre dibandingkan dengan GD2PP post diperoleh
hasil nilai α = 0,00 artinya nilai α kurang dari 0,05
hal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna dari
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No 1., (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
5
penurunan nilai GD2PP pre ke GD2PP post.
Berdasarkan hasil analisis statistik tersebut diatas
bahwa terapi kombinasi Glimepiride dengan
Pioglitazone dapat efektif menurunkan kadar
glukosa darah pasien DM tipe 2 pada parameter
GDP dan GD2PP. Hal ini dikarenakan kedua OAD
tersebut mempunyai mekanisme kerja yang saling
mendukung yaitu dapat menstimulasi pengeluaran
insulin. Pioglitazone merupakan golongan
Thiazolidinedione yang bekerja pada agonis
Peroxisome Proliferator Activated Receptorɣ
(PPARɣ) yang dapat meningkatkan stimulasi insulin
sehingga meningkatkan uptake glukosa pada
jaringan perifer, selain itu juga Pioglitazone dapat
meningkatkan sensitivitas insulin di hati dan
jaringan adipose sehingga dapat menurunkan kadar
glukosa dalam darah baik penggunaan tunggal
maupun dikombinasi dengan OAD lain ataupun
dengan insulin dengan efek samping hipoglikemia
yang lebih kecil [7]. Selain menurunkan kadar
glukosa dalam darah, Pioglitazone juga dapat
menormalkan profil lipid pada pasien DM tipe 2
dengan menurunkan trigliserida, Free Fatty Acid dan
lipid peroksida serta dapat memperbaiki densitas
lipoprotein yang rendah [8]. Pada Glimepiride
merupakan golongan Sulfonil Urea (SU) generasi
kedua dengan mekanisme kerja mengaktivkan sel β-
pankreas, setelah Glimepiride berikatan dengan
reseptor spesifik SU, maka akan menutup kanal
kalium ATP-sensitif akibatnya insulin akan release
dari sel β-pankreas. Penelitian yang dilakukan di UK
Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada psien
DM tipe 2 yang mendapatkan terapi golongan
Sulfonil Urea termasuk Glimepiride dapat
menurunkan komplikasi makrovaskular pada
penderita DM tipe 2 sebanyak 15 %, kejadian Acute
Myocard Infarction (AMI) menurun sebanyak 16 %.
Penggunaan Glimepiride sangat direkomendasikan
intuk pasien DM tipe 2 yang diet lemak. Glimepiride
dapat menurunkan Fasting Plasma Glucosa (FPG)
dan HBA1c [8]. Pada penelitian ini kombinasi
Glimepiride 2 mg dengan Pioglitazone 15 mg yang
masing-masing diberikan sehari 1 kali efektif dalam
menurunkan glukosa darah baik GDP maupun
GD2PP. Hasil penelitian ini mendukung hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hanefeld
M, Brunetti P, dkk tahun 2004 pada investigasi
pasien DM tipe 2 sebanyak 639 selama 1 tahun
terapi kombinasi Pioglitazone 15 mg – 45mg dengan
Glimepiride 2mg – 8 mg efektif memperbaiki
HBA1c, FPG dan Fast Plasma Insulin (FPI)
dibandingkan kombinasi Metformin dengan
Glimepiride. Kombinasi Glimepiride dengan
Pioglitazone juga dapat menurunkan kadar albumin
atau kreatinin dengan rasio 15 %, sehingga aman
bagi pasien DM tipe 2 dengan gangguan fungsi
ginjal [9]. Kombinasi Glimepiride dan Pioglitazone
juga dapat menurunkan resiko kardivaskuler pada
pasien DM tipe 2 karena efek terapinya yang dapat
memperbaiki profil lemak darah dan memperbaiki
tekanan darah sistolik maupun diastolic [10].
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa kombinasi OAD Glimepiride
dengan Pioglitazone pada pasien DM tipe 2 efektif
menurunkan kadar gula darah dengan parameter
GDP pre-post dan GD2PP pre-post setelah 6 bulan
terapi pada 30 pasien DM tipe 2, dengan nilai
α=0,00 yang lebih kecil dari α tabel yaitu 0,005.
Hal ini membuktikan bahwa Glimepiride dan
Pioglitazone efektif dalam mengontrol glukosa
darah pada pasien DM tipe 2. Saran untuk
penelitian selanjutnya yaitu dilakukan penelitian
yang sama dengan mengukur kadar HBA1c pre-
post terapi 6 bulan atau 1 tahun.
5. UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih diberikan kepada Nabila
Arfiana yang telah membantu dalam pengambilan
data penelitian ini. Serta Rizki Darmawan yang telah
membantu dalam analisis data penelitian.
6. PENDANAAN
Penelitian ini tidak didanai oleh sumber hibah
manapun.
7. KONFLIK KEPENTINGAN
Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat
potensi konflik kepentingan dengan penelitian,
kepenulisan (authorship), dan atau publikasi artikel
ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dipiro J, Talbert R, Yee G, Matzke G, Wells B, Posey L. Pharmacotherapy: a
pathophysiologic approach Edisi ke-7. New York: The McGraw-Hill Companies Inc; 2008.
2. Kemenkes R.I. Hasil Utama RISKESDAS. Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2018
3. Kim JM, Kim SS, Kim JH, Kim MK, Kim TN, Lee SH, et al. Efficacy and Safety of
Pioglitazone versus Glimepiride after Metformin and Alogliptin Combination Therapy : A Randomized, Open-Label,
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No 1., (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
6
Multicenter, Parallel-Controlled Study.
Diabetes and Metabolism Journal Publish on line, July 11. 2019 : 1-11
4. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit PB Perkeni; 2015
5. Soegondo. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit : FKUI; 2011
6. Meidikayanti W, Wahyuni CU. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Pademawu. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2017;5(2):240-252
7. Dorkhan M, Frid A. A Review of Piogliatzone HCl and Glimepiride in The Treatmentof Type 2 Diabetes. Vascular and Risk Management.
2007;3(5):721-731 8. Derosa G, Salvadeo SAT. Glimepiride-
Pioglitazone Hydrochlorida in The Treatment of Type 2 Diabetes. Clinical Medicine : Therapeutics. 2009;1:835-845
9. Hanefeld M, Brunetti P, Scherenthaner GH. One year Glycemic Control with a Sulfonylurea plus Pioglitazone Versus a Sulfonylurea plus
Metformin in Patients with Type 2 Diabetes. Diabetes Care.2004;27:141-147
1. Araki T, Emoto M, Konishi T. Glimepiride increase High Density Lipoprotein Cholesterol via Increasing Adiponectin levels in Type 2 Diabetes Melitus. Metabolism. 2009;58:143-
148.
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
7
Artikel Penelitian
Cicik Herlina Yulianti 1*),
Aldila Nur Safira 1
1Akademi Farmasi Surabaya *) E-mail : ([email protected].)
ABSTRAK
Mie merupakan produk makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia karena rasanya enak,
harganya murah, dan pengolahannya mudah. Salah satu mie yang cukup banyak dikonsumsi masyarakat adalah
mie basah. Mie basah memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, mie basah tidak dapat disimpan
terlalu lama. Untuk mencegah pembusukan dan tumbuhnya jamur, produsen biasanya menambahkan bahan
tambahan pangan ke dalam proses pembuatan mie basah. Akan tetapi, masih saja dijumpai pengawet mie basah
yang tidak boleh digunakan yaitu formalin. Pada penelitian sebelumnya telah ditemukan mie basah yang
mengandung formalin dijual di beberapa kota di Indonesia. Formalin adalah bahan kimia yang berbahaya bagi
kesehatan dan juga dilarang penggunaannya sebagai bahan tambahan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya formalin pada mie basah yang dijual di pasar Wonokusumo Surabaya dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif menggunakan spektrofotometri dan reagen nash.
Tahapan-tahapan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan pembakuan larutan standar
formalin untuk menentukan panjang gelombang maksimal dan kurva kalibrasi; pembuatan reagen nash;
preparasi sampel; dan pengujian kandungan formalin pada mie basah secara kualitatif dan kuantitatif. Sedangkan
hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini adalah kadar larutan standar formalin setelah dibakukan
sebesar 34,5807 %; panjang gelombang maksimal formalin dengan reagen nash terdapat pada 412 nm, koefisien
korelasi (r) dari kurva kalibrasi sebesar 0,9992. Hasil uji kualitatif pada kelima sampel setelah ditambahkan
reagen nash dan dipanaskan menunjukkan bahwa sampel A, D, dan E tidak mengandung formalin karena tidak
terjadi perubahan warna. Sedangkan sampel B dan C mengandung formalin karena terjadi perubahan warna
menjadi kuning. Hasil uji kuantitatif terhadap sampel B dan C diperoleh kandungan rata-rata formalin pada
sampel B sebesar 257,596 mg/kg dan sampel C sebesar 320,884 mg/kg.
Kata kunci: mie basah, formalin, nash, spektrofotometri UV-Vis.
Analysis of Formaldehyde Level in Wet Noodles Using Nash and
UV-Vis Spectrophotometry Method
ABSTRACT
Noodle is a type of food that is much favoured by community, specially Indonesian, because of good taste,
cheap, and easy in processing. One of the most widely consumed noodles is wet noodles. Wet noodles have a
fairly high water content. Therefore, wet noodles cannot be stored for a long time. To prevent spoilage and mold
growth, producers usually add food additives to the process of making wet noodles. However, still found
preserved wet noodles that can not be used, example formalin. Previous research has found that wet noodles
containing formalin are sold in several cities in Indonesia. Formalin is a chemical that is harmful to health and
its use is also prohibited as a food additive. The aims of study is to determine whether there is formalin in wet
noodles sold in the Wonokusumo Surabaya market by using qualitative and quantitative analysis methods using
spectrophotometry and nash reagents. The stages of research used in this study were to standardize formalin
standard solutions to determine the maximum wavelength and calibration curves; Nash reagent manufacturing;
sample preparation; and testing the formalin content of wet noodles qualitatively and quantitatively. While the research results obtained in this study are the levels of standard solution formalin after standardized by
34,5807%; the maximum wavelength of formalin with nash reagents is at 412 nm, the correlation coefficient (r)
of the calibration curve is 0.9992. Qualitative test results on the five samples after adding reagent and heated
showed that samples A, D, and E did not contain formalin because there was no change in color. Whereas
samples B and C contain formalin because of a change in color to yellow. Quantitative test results on samples B
and C obtained an average content of formalin in sample B of 257,596 mg/kg and sample C of 320,884 mg /kg.
Keywords: wet noodles, formalin, nash, UV-Vis spectrophotometry.
Analisis Kandungan Formalin pada Mie Basah Menggunakan Nash dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
8
1. PENDAHULUAN
Siapa yang belum pernah makan mie,
kebanyakan orang baik tua, muda, maupun anak-
anak pernah makan mie. Mie banyak digemari
masyarakat karena rasanya enak, harganya murah,
dan mudah dalam pengolahannya. Dalam e-book
seri Teknologi Pangan Populer, mie berdasarkan
tahap pengolahan dan kadar airnya dibedakan
menjadi mie mentah/segar, mie basah, mie kering
mie goreng, dan mie instan. Mie basah adalah mie
mentah yang mengalami perebusan sebelum
dipasarkan dengan kadar air sekitar 52-60% [1]. Mie
basah banyak dijual di pasar dan pedagang sayur
keliling, biasanya digunakan sebagai pelengkap
bakso, lontong mie, mie kopyok dan jenis makanan
yang lain. Dengan kandungan air yang cukup
tinggi, mie basah tidak tahan lama.
Berbeda dengan mie kering yang dapat
disimpan dalam waktu lama, mie basah tidak tahan
lama karena kandungan air yang dimilikinya cukup
tinggi. Menurut Koswara (2009), apabila
pembuatan dan penyimpanannya dilakukan dengan
baik maka pada musim panas mie basah dapat
bertahan selama 36 jam. Sedangkan pada musim
hujan hanya bertahan selama 20-22 jam [1].
Penyimpanan yang lebih lama akan mengakibatkan
tumbuhnya jamur atau kapang yang ditandai
dengan munculnya lendir dan bau busuk.
Salah satu upaya meningkatkan daya tahan mie
basah adalah dengan menambahkan pengawet ke
dalam makanan. Pada kenyataannya, masih saja
dijumpai pengawet pada mie basah yang tidak
boleh digunakan yaitu formalin. Berdasarkan hasil
penelitian Hubarat (2010), sampel mie basah yang
dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan
mengandung formalin dengan kadar sebesar 33,9
mg/kg; 21,52 mg/kg dan 21,65 mg/kg [2].
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Tatriatmadja dan Rusli (2016), sampel mie basah
yang diambil di sekitar Universitas Tarumanegara
Kota Jakarta diperoleh 4 sampel mie basah yang
mengandung formalin sebesar 5,57 mg/kg; 5,99
mg/kg; 6,47 mg/kg, dan 5,28 mg/kg [3]. Mie basah
yang mengandung formalin memiliki ciri–ciri yaitu
tampak mengkilat, kenyal, tidak mudah putus, tidak
lengket, beraroma seperti obat, dan tidak mudah
busuk meskipun disimpan lebih dari dua hari [4].
Formalin merupakan bahan kimia berbahaya
karena bersifat karsinogen dan mutagenik yaitu
dapat menyebabkan perubahan sel dan jaringan
tubuh, selain itu juga korosif dan iritatif. Uap
formalin sendiri sangat berbahaya jika terhirup oleh
saluran pernafasan dan iritatif jika tertelan.
Formalin juga dapat merusak sistem saraf pada
tubuh manusia serta dapat mengganggu organ
reproduksi seperti, kerusakan testis dan ovarium,
gangguan menstruasi, dan infertilitas sekunder [5].
Berdasarkan Permenkes No. 33 Tahun 2012
menyatakan bahwa formalin dilarang digunakan
sebagai bahan tambahan pangan [6].
Pengamatan organoleptis pada sampel mie
basah saja tidak dapat memastikan mie basah yang
dikonsumsi aman dari formalin. Oleh karena itu
perlu dilakukan pengujian secara kualitatif dan
kuantitatif terhadap kandungan formalin pada mie
basah. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
mengetahui kelayakan konsumen untuk
mengkonsumsi mie basah dari berbagai pedagang
mie basah di Pasar Wonokusumo Kota Surabaya
dengan menggunakan reagen nash dengan metode
Spektrofotometri UV-Vis.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini
adalah spektrofotometer ultraviolet-visible, buret,
termometer, neraca analitik, labu ukur, gelas ukur,
beaker glass, erlenmeyer, batang pengaduk, kaca
arloji, pipet, penangas air, dan blender.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah larutan formalin 37%, mie basah, asetil
aseton, asam asetat glasial, amonium asetat, asam
fosfat, NaOH, H2SO4, H2C2O4, indikator PP,
indikator methyl red, indikator timolftalein, dan
aquadest.
2.2. Metode
Pada penelitian ini penetapan kadar larutan
standar formalin menggunakan prosedur yang
terdapat pada SNI ISO 14184-2:2015 [7]. Analisis
kadar formalin pada makanan menggunakan
metode spektrofotometri dilakukan pada kondisi
optimum yaitu dengan mencari panjang gelombang
maksimal dari standar formalin. Sebelum
melakukan pengujian kadar formalin pada sampel
maka membuat kurva linieritas larutan standar
formalin terlebih dahulu, setelah itu melakukan
pengujian baik secara kualitatif maupun kuantitatif
dengan menggunakan reagen nash.
2.3. Pembuatan Reagen Nash
Reagen nash dibuat berdasarkan prosedur yang
terdapat pada SNI ISO 14184-2:2015, yaitu dengan
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
9
melarutkan ammonium asetat sebanyak 150 g
dalam 700 mL air. Ditambahkan 3 mL asetat
glasial dan 2 mL asetil aseton, dipindahkan dalam
labu ukur 1000 mL dan diencerkan menggunakan
aquadest hingga tepat tanda batas. disimpan
terlebih dahulu dalam botol gelap selama 12 jam
sebelum digunakan [7].
2.4. Preparasi Sampel untuk Analisis Formalin
pada Sampel
Sampel Mie basah ditimbang masing-masing
sebanyak ± 5 gram, kemudian dimasukkan kedalam
erlenmeyer dan ditambahkan aquadest 40 mL dan
H3PO4 10 mL kemudian erlenmeyer ditutup dengan
aluminium foil untuk mencegah uap formalin
keluar. Panaskan selama ± 1 jam pada suhu 40 ±
2˚C sambil dikocok selama 1 menit tiap 5 menit.
Dinginkan, lalu disaring. Prosedur dilakukan
replikasi tiga kali tiap sampel. Masing-masing
filtrat selanjutnya dilakukan analisis secara
kualitatif dan kuantitatif
2.5. Analisis Secara Kualitatif dan Kuantitatif
dengan Reagen Nash
Memipet 5 mL filtrat lalu memasukkan filtrat
dalam tabung reaksi, menambahkan 5 mL pereaksi
nash lalu memanaskan dalam penangas air pada
suhu ± 40°C selama 30 menit kemudian
mendinginkan selama ± 30 menit, dan mengamati
perubahan warna yang terjadi. Hasil positif
mengandung formalin ditunjukkan dengan
terbentuknya warna kuning. Untuk analisis
kuantitatif maka dilanjutkan dengan memasukkan
larutan dalam kuvet. Absorbansinya diukur
menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang maksimal, dan dicatat serta
dihitung kadar formalinnya [8].
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini menggunakan metode
analisis kuantitatif dengan spektrofotometer karena
metode analisis ini lebih sederhana, cepat,
ekonomis dan sensitive [8]. Sedangkan alasan
pemilihan reagen nash sebagai pereaksi untuk
mendeteksi formalin dalam sampel karena reagen
nash merupakan pereaksi warna yang paling baik
untuk analisis formalin secara kuantitatif
dibandingkan dengan pereaksi asam kromatropat
dan Schryver [8].
3.1. Pembakuan Formalin
Pembakuan formalin bertujuan untuk
mengetahui kadar larutan formalin 37% yang
digunakan. Cara membakukan formalin yaitu
dengan titrasi bertingkat. Pada tahap awal
dilakukan pembakuan NaOH dengan asam oksalat
yang bertujuan untuk mengetahui normalitas
NaOH. Tahap selanjutnya dilakukan pembakuan
H2SO4 dengan NaOH yang bertujuan untuk
mengetahui konsentrasi H2SO4 dan tahap yang
terakhir adalah pembakuan formalin dengan H2SO4
yang bertujuan untuk mengetahui konsentrasi
formalin dengan tepat. Hasil pembakuan NaOH;
H2SO4, dan Formalin ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Titrasi Pembakuan NaOH, H2SO4, dan
Formalin.
Volume Hasil Pembakuan (mL)
NaOH H2SO4 Formalin
0,00 - 10,50 0,00 - 8,50 0,00 - 19,80
0,00 - 9,90 0,00 - 8,60 0,00 - 20,00
0,00 - 9,80 0,00 - 8,60 0,00 - 20,10
Dari hasil titrasi pembakuan dari Tabel 1.
diperoleh konsentrasi NaOH sebenarnya adalah
0,0198 N. NaOH perlu dibakukan terlebih dahulu
karena memiliki sifat higroskopis. Sedangkan hasil
titrasi H2SO4 diperoleh konsentrasi H2SO4 yang
sebenarnya adalah 0,0231 N. setelah itu melakukan
perhitungan kadar formalin dengan menggunakan
ketentuan pada SNI ISO 14184-2:2015 yaitu 1 mL
H2SO4 0,02 N setara dengan 0,6 mg formalin [7].
Sehingga diperoleh kadar formalin sebenarnya
sebesar 1383,228 ppm atau 34,5807 %. Kadar ini
sesuai dengan ketentuan kadar formalin dalam
farmakope Indonesia edisi III yaitu 34 - 38 % [9].
Kadar larutan standar formalin yang diperoleh
dari tahap standarisasi selanjutnya digunakan untuk
perhitungan dan pembuatan larutan baku kerja yang
akan digunakan untuk pembuatan kurva kalibrasi
serta untuk membuat konsentrasi yang diinginkan
pada tahap-tahap berikutnya
3.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal
Penentuan panjang gelombang maksimal
dilakukan menggunakan larutan standar formalin
10 ppm, yang kemudian diukur pada panjang
gelombang 400-500 nm. Berdasarkan data hasil uji
standar 10 ppm, terlihat panjang gelombang
maksimal terdapat pada 412 nm dengan absorbansi
sebesar 0,484. Hasil ini sesuai dengan literature
yaitu panjang gelombang maksimal formalin
dengan reagen nash adalah di 412 nm [8].
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
10
Gambar 1. Spektra Standar Formalin 10 ppm
3.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi berdasarkan
panjang gelombang maksimal yaitu 412 nm dengan
konsentrasi 1 ppm, 4 ppm, 7 ppm, 10 ppm, 13 ppm,
dan 16 ppm. Pada Gambar 2. Kurva kalibrasi
menunjukkan adanya hubungan antara konsentrasi
dengan absorbansi, dimana semakin besar
konsentrasi standar formalin maka semakin besar
pula absorbansi yang didapat. Dari data yang
diperoleh pada Gambar 2. didapatkan persamaan
regresi linier hubungan antara konsentrasi terhadap
absorbansi yaitu y = 0,051x-0,012. Linieritas kurva
kalibrasi dapat dilihat dengan menghitung nilai
koefisien korelasi (r), dikatakan linier jika nila r ≥
0,98. Nilai r yang diperoleh sebesar 0,9992. Harga
koefisien korelasi (r) yang mendekati nilai 1
menyatakan hubungan yang linier antara
konsentrasi dengan absorbansi yang dihasilkan.
Gambar 2. Kurva kalibrasi senyawa kompleks
formalin dan reagen nash
3.4. Preparasi sampel
Pengujian sampel mie basah yang dibeli dari 5
pedagang (A, B, C, D, dan E) dan dipreparasi
sebelum diuji. Gambar 3. adalah sampel mie basah
dari 5 pedagang (A, B, C, D, dan E).
Gambar 3. Sampel mie basah
Hasil pengamatan organoleptis dari sampel mie
basah A, D, dan E, berwarna kuning pucat, pada
saat dipegang mudah putus, dan aroma khas
tepung. Sedangkan hasil pengamatan organoleptis
dari sampel mie basah B dan C berwarna kuning
mengkilat, dan teksturnya kenyal.
Sebelum melakukan pengujian kualitatif
sampel mie basah dipreparasi terlebih dahulu
dengan menambahkan H3PO4 10 mL. Tujuan
penambahan H3PO4 adalah untuk memutuskan
ikatan antara protein dan formalin yang terdapat
pada sampel mie basah. Setelah itu melakukan
ekstraksi yaitu dengan merendam sampel dalam
pelarut air disertai dengan pemanasan pada suhu 40
°C selama 1 jam dan dilakukan pengadukan selama
1 menit setiap 5 menit, hal ini bertujuan membantu
mengeluarkan formalin dari mie basah larut ke
dalam air. Setelah itu dilakukan penyaringan
menggunakan kertas saring untuk memisahkan
sampel mie dengan pelarutnya. Hasil filtrat yang
diuji harus jernih dan tidak mengandung zat
pengotor atau partikel–partikel yang dapat
menganggu saat proses pengujian. Gambar 4.
adalah hasil filtrat yang diperoleh dari preparasi
sampel mie basah.
Gambar 4. Hasil filtrat sampel mie basah setelah
disaring
y = 0,051x - 0,0121 r = 0,9992
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
0 5 10 15 20
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi larutan formalin (ppm)
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
11
3.5. Analisis sampel secara kualitatif
Setelah melakukan preparasi diperoleh filtrat
dari masing–masing sampel. Untuk pengujian
secara kualitatif maka sebanyak 5 mL filtrat
direaksikan dengan 5 mL reagen nash. Filtrate dan
nash yang sudah dicampur harus dipanaskan
terlebih dahulu pada suhu 40 °C selama 30 menit
untuk membantu reaksi antara formalin dengan
reagen nash sehingga terbentuk senyawa kompleks
yang berwarna kuning. Perubahan warna campuran
filtrat sampel dan reagen nash sebelum dipanaskan
dan sesudah dipanaskan dapat dilihat pada Gambar
5.
Gambar 5. Hasil filtrat setelah ditambah reagen nash,
(a) sebelum dipanaskan dan (b) setelah dipanaskan
Hasil pengamatan uji kualitatif yang
ditunjukkan dari perubahan warna ke-5 filtrate
sampel mie basah setelah ditambahkan reagen nash
dan dilakukan pemanasan menghasilkan perubahan
warna yang berbeda-beda. Perubahan warna
masing-masing sampel ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil uji kualitatif sampel mie basah setelah
ditambah reagen nash
Sampel Sebelum
dipanaskan
Setelah
dipanaskan Hasil
A Tidak berwarna Tidak berwarna negatif
B Tidak berwarna Kuning positif
C Tidak berwarna Kuning positif
D Tidak berwarna Tidak berwarna negatif
E Tidak berwarna Tidak berwarna negatif
Dari Gambar 5. dan Tabel 2. dapat diketahui
hasil uji kualitatif sampel mie basah, setelah
ditambahkan reagen nash tetapi belum dipanaskan
semua larutan dari sampel A, B, C, D dan E tidak
berwarna. Sedangkan setelah dipanaskan dari
keempat sampel terjadi perubahan warna yang
signifikan dari sampel B dan C menjadi kuning,
meskipun tingkat ketajaman warna dari sampel B
dan C berbeda, hal ini menandakan pada sampel B
dan C positif mengandung formalin. Terbentuknya
warna kuning berdasarkan reaksi antara reagen
nash dengan formalin yang menghasilkan senyawa
kompleks 3,5-diasetil-1,4-dihidrolutidin (DDL) [8].
3.6 Analisis sampel secara kuantitatif
Sampel mie basah yang mengalami perubahan
warna adalah B dan C, berubah menjadi kuning.
Oleh karena itu perlu dilanjutkan pengujian untuk
mengetahui kadar formalin secara tepat dan akurat
dengan spektrofotometri visibel pada panjang
gelombang 400 - 500 nm. Gambar 6. dan 7. adalah
spektra hasil uji kuantitatif sampel B dan C dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
400 420 440 460 480 500
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
Ab
sorb
an
si
Panjang Gelombang (nm)
(a)
400 420 440 460 480 500
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
Ab
sorb
an
si
Panjang Gelombang (nm)
(b)
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
12
400 420 440 460 480 500
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
Ab
sorb
an
si
Panjang Gelombang (nm)
(c)
Gambar 6. Spektra sampel B; Replikasi 1 (a);
replikasi 2 (b); Replikasi 3(c)
400 420 440 460 480 500
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
1,6
Ab
sorb
an
si
Panjang Gelombang (nm)
(a)
400 420 440 460 480 500
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
1,6
1,8
Ab
sorb
an
si
Panjang Gelombang (nm)
(b)
400 420 440 460 480 500
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
1,6
1,8
Ab
sorb
an
si
Panjang gelombang (nm)
(c)
Gambar 7. Spektra sampel C; Replikasi 1 (a);
replikasi 2 (b); Replikasi 3 (c)
Gambar 6. dan Gambar 7. memiliki Profil
spektra yang sama, yaitu terdapat puncak di 412
nm, puncak ini menunjukkan adanya formalin dari
sampel B dan C yang berikatan dengan reagen
nash. Absorbansi tertinggi sampel B replikasi 1,2
dan 3 rata-rata sebesar 1,2 -1,3 sedangkan sampel C
replikasi 1,2 dan 3 rata-rata sebesar 1,5-1,7.
Tingginya nilai absorbansi pada kedua sampel
menunjukkan kandungan formalin yang cukup
tinggi pada kedua sampel.
Tabel 3. Hasil Uji Kuantitatif Sampel Mie Basah
Repli
kasi sam
pel
Absor-
bansi
(λ =
412)
Massa
Sampel
(gram)
Kadar
Formalin
(mg/kg)
Rata-rata
Kadar
Formalin
(mg/kg)
B
1 1,314 5,016 257,651
257,596 2 1,367 5,021 268,064
3 1,259 5,013 247,075
C
1 1,574 5,010 305,136
320,884 2 1,714 5,053 331,775
1 1,659 5,019 325,741
Tabel 3. menunjukkan pencatatan data hasil
pengolahan perhitungan kadar formalin dari sampel
B dan C yang dihitung berdasarkan nilai absorbansi
dan berat sampel. Dari Tabel 3. dapat diketahui
absorbansi sampel B pada panjang gelombang 412
nm sebesar 1,259 – 1,367. Sedangkan absorbansi
sampel C sebesar 1,574 – 1,714. Dari perhitungan
menggunakan persamaan kurva kalibrasi (Gambar
2.), dapat diperoleh kadar formalin pada sampel
mie basah B sebesar 247,075 - 268,064 mg/Kg
sedangkan kadar formalin pada mie basah C
sebesar 305,136 - 331,775 mg/Kg. Kadar formalin
pada mie basah B lebih rendah dari pada kadar
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
13
formalin pada mie basah C karena nilai absorbansi
dari sampel B lebih rendah dari pada sampel C.
Berdasarkan hasil penelitian ini ternyata kadar
rata-rata formalin pada sampel mie basah B dan C
sangat tinggi (320,884 mg/kg dan 257,596 mg/kg).
Kandungan formalin pada mie basah B dan C
sangat jauh dari batas paparan formalin yang
direkomendasikan oleh National Institute of
Occupational Safety and Health (NIOSH) yaitu
sebesar 0,016 ppm [10]. Hal ini tentu berbahaya jika
mie basah dengan kandungan formalin yang cukup
tinggi dikonsumsi oleh masyarakat terutama anak-
anak yang daya tahan tubuhnya lebih rendah
dibandingkan orang dewasa.
Mie merupakan salah-satu produk makanan
dengan bahan utamanya adalah tepung terigu.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan
mie basah antara lain tepung terigu, air, garam,
bahan pengembang, zat warna, bumbu, dan telur.
Proses pembuatan mie basah dilakukan dalam
beberapa tahap mulai dari pencampuran bahan,
pembentukan lembaran, pembentukan mie,
pengukusan, penggorengan, pendinginan serta
pengemasan [1]. Menurut Purnawijayanti (2009),
Mie basah memiliki kadar air cukup tinggi dan
kadar kalori yang rendah [11]. Sedangkan menurut
Koswara (2009) untuk meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi serta kualitas daya
simpan maka pada pembuatan mie basah
ditambahkan bahan tambahan pangan berupa
pengawet kalsium propinat untuk mencegah mie
berlendir dan munculnya jamur [1]. Selain itu,
pengawet alami yang dapat digunakan untuk
meningkatkan daya tahan mie basah adalah
chitosan, asap air tempurung kelapa dan air kelapa
[10]. Bahan tambahan pangan yang alami & tidak
berbahaya bagi kesehatan ini seharusnya menjadi
alternative bagi produsen mie basah untuk tidak
menggunakan formalin sebagai pengawet pada mie
basah yang mereka produksi.
Bahan tambahan pangan yang boleh
ditambahkan pada makanan telah diatur dalam
peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun
2012. Berdasarkan peraturan ini bahan tambahan
pangan yang dilarang digunakan salah satunya
adalah formalin [6]. Menurut Widyaningsih dan
Murtini, (2006) Selain bersifat toksit, formalin juga
bersifat karsinogenik yaitu bekerja mengacaukan
susunan protein (RNA) sebagai pembentuk DNA
dalam tubuh manusia dimana dapat memicu
pertumbuhan sel kanker. Jika setiap hari tubuh
manusia mengkonsumsi makanan yang
mengandung formalin maka kemungkinan besar
akan terkena penyakit-penyakit yang tidak
diinginkan [11].
4. KESIMPULAN & SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian uji kandungan
formalin pada sampel mie basah di Pasar
Wonokusumo Kota Surabaya dengan metode
spektrofotometri UV-Vis dapat disimpulkan
bahwa :
1. Dari 5 pedagang yang menjual mie basah di
Pasar Wonokusumo Kota Surabaya, mie basah
yang tidak mengandung formalin berasal dari 3
pedagang (sampel A, D, dan E) dan yang
mengandung formalin dari 2 pedagang (sampel
B dan C).
2. Kadar rata – rata kandungan formalin pada
sampel mie basah dari pedagang B sebesar
257,596 mg/Kg dan pedagang C sebesar
320,884 mg/Kg.
4.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dalam pengujian
kandungan formalin pada sampel mie basah
diharapkan :
1. Masyarakat lebih waspada dan berhati – hati
dalam memilih bahan makanan serta
menghindari pembelian bahan makanan yang
dicurigai mengandung bahan berbahaya bagi
kesehatan seperti formalin.
2. Pemerintah diharapkan dapat melakukan
mengawasan keamanan pangan dengan
melakukan pengecekan secara rutin terhadap
bahan pangan yang rentan diberi formalin agar
kualitas bahan pangan yang beredar di
masyarakat benar-benar layak dikonsumsi
5. UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih disampaikan penulis
kepada pihak Akademi Farmasi Surabaya yang
telah memberikan kesempatan melakukan
penelitian di laboratorium kimia farmasi dan
multipurpose sehingga penulis bisa menyelesaikan
penelitian ini dengan tepat waktu.
6. KONFLIK KEPENTINGAN
Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat
potensi konflik kepentingan dengan penelitian,
kepenulisan (authorship), dan atau publikasi artikel
ini.
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
14
7. DAFTAR PUSTAKA
1. Koswara S., 2009. Teknologi Pengolahan Mie. Diakses dari http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/Teknologi-Pengolahan-Mie-teori-dan-praktek.pdf. Pada Tanggal 20 Agustus 2019.
2. Hubarat, P. 2010. Analisa kandungan Formalin Pada Mie Basah Serta Ciri-ciri Fisik Mie Basah yang
Mengandung Formalin dan Yang Negatif Mengandung Formalin di Pasar Tradisional Medan Tahun 2010. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
3. Tatriadmadja., dan Rusli. 2016. Uji Formalin Mie Di Sekitar Universitas Tarumanegara Jakarta. J
Fakultas. Vol. 3 No. 1.
4. Cahyadi, W. 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi ke-2. Cetakan
Ke- 1, Jakarta : Bumi Aksara.
5. Sajiman, S., Nurhamidi, N., Mahpolah, S. N. 2015. Kajian Bahan Berbahaya Formalin, Boraks, Rhodamin B, dan Methalyn Yellow Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah Di Banjarbaru. J
Skala Kesehatan.Vol. 6 No. 3.
6. Permenkes. 2012. Bahan Tambahan Pangan, Jakarta.
7. Standar Nasional Indonesia. 2015. Cara Uji Kadar Formalina yang dilepas (Metode Absorbsi Uap ). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.Nash, T. (1953). The Colorimetric Estimation Of Formaldehyde by Means of the Hantzsch Reaction. London: Air Hygiene
Laboratory, Public Health Service. Halaman 416-421.Suryadi, H., Kurniadi, M., Melanie, Y. 2010. Analisis Formalin Dalam Sampel Ikan Dan Udang segar Dari Pasar Muara Angke. J Fakultas Farmasi. Universitas Indonesia. Vol. 7
No. 3.
8. Suryadi, H., Kurniadi, M., Melanie, Y. 2010. Analisis Formalin Dalam Sampel Ikan Dan Udang segar Dari Pasar Muara Angke. J Fakultas Farmasi. Universitas Indonesia. Vol. 7
No. 3.
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979.
Farmakope Indonesia III. Jakarta.
10. Wahab, R. 2012. Pengaruh Formalin Perolral Dosis Bertingkat Selama 12 Minggu Terhadap Gambaran Histopatologis Duodenum Tikus Wistas. KTI. Universitas Diponegoro: Fakultas
Kedokteran.
11. Widyaningsih, T., D., Murtini, E., S. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan.
Cetakan ke-1, Surabaya : Trubus Agrisarana,
hal. 1-20.
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
15
Artikel Penelitian
Kinanti Ayu Puji Lestari1*)
, Lailatus Sa’diyah1
1Akademi Farmasi Surabaya *) E-mail: ([email protected].)
ABSTRAK
Kombucha merupakan minuman hasil fermentasi oleh SCOBY yang memiliki banyak manfaat bagi
tubuh.Waktu fermentasi berpengaruh terhadap derajat keasaman dan sifat fisik minuman teh kombucha.
Semakin lama proses fermentasi maka diasumsikan pH dari minuman teh kombucha akan semakin rendah
sehingga perlu dilakukan proses pemanasan untuk menghentikan proses fermentasi. Selama proses
pemanasan, aktivitas mikroba akan berkurang, mencegah adanya pertumbuhan dari mikroba serta mencegah
terjadinya reaksi kimia yang tidak diinginkan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama pemanasan terhadap karakteristik fisik minuman teh kombucha
teh hijau. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik
yang meliputi nilai pH, warna, aroma dan rasa dari minuman teh kombucha setelah pemanasan pada waktu pemanasan yang berbeda. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa karakteristik warna,
aroma dan rasa mempengaruhi. Proses pemanasan teh kombucha dengan waktu tunggu 3 dan 5 menit tidak
memberikan perbedaan yang mencolok baik pada warna, aroma, maupun rasa dari teh kombucha.
Kata kunci: minuman teh kombucha, karakteristik kimia dan fisik, waktu pemanasan.
Comparison of Physical Characteristics of Kombucha Green Tea at Different Heating Times
ABSTRACT
Fermentation time affects the degree of acidity and physical properties of kombucha. The incubation period
is equal to the low pH value. The main purpose of the heating process in the food industry is for
preservation. During the heating process, microbial activity will be reduced, preventing the growth of
microbes and preventing unwanted chemical reactions. This research is an experimental study that aims to
determine the effect of heating times on the physical characteristics of kombucha green tea. This study uses a completely randomized design aimed to determine the physical characteristics including pH, color, odoris
and taste of the kombucha after heating at different heating times.there is no significant result of color,
odoris and taste of the kombucha after 3 and 5 minutes heating times.
Keywords: kombucha, chemical dan physical characteristics, heating times
1. PENDAHULUAN
Kombucha merupakan minuman fermentasi
yang berasal dari simbiosis antara yeast dan bakteri
yang disebut dengan SCOBY. Asam laktat, asam
asetat, asam glukoronat, asam usnat, asam sitrat,
asam oksalat, asam malat, asam glukonat, asam
butirat, asam nukleat, asam kondroitin sulfat, dan
asam hyaluronat merupakan kelompok asam yang
terkandung dalam minuman teh kombucha. Selain
itu, minuman teh kombucha juga mengandung
vitamin B1, B2, B6, B12, asam folat dan vitamin C,
selain beberapa asam amino essensial, dan berbagai
enzim penting [1]. Waktu fermentasi berpengaruh
terhadap derajat keasaman makanan ataupun
minuman khususnya minuman teh kombucha [2].
Semakin lama proses fermentasi maka diasumsikan
pH dari minuman teh kombucha akan semakin
rendah sehingga perlu adanya tindakan untuk
pencegahan penurunan pH dalam produksi
minuman kombcuha. Proses pemanasan merupakan
proses yang dibutuhkan dalam pengawetan
makanan dan minuman. Proses ini dapat
mempengaruhi kandungan kimia pada makanan
atau minuman [3].
Tujuan utama dari proses pemanasan dalam
industri makanan adalah untuk pengawetan. Selama
proses pemanasan, aktivitas mikroba akan
Karakteristik Kimia dan Fisik Teh Hijau Kombucha pada Waktu
Pemanasan yang Berbeda
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
16
berkurang, mencegah adanya pertumbuhan dari
mikroba serta mencegah terjadinya reaksi kimia
yang tidak diinginkan selama proses penyimpanan.
Namun proses pemanasan memungkinkan
terjadinya reaksi-reaksi fisik dan kimia yang
berdampak negatif pada kualitas produk termasuk
misalnya penurunan gizi, perubahan struktur kimia
pada kandungannya, hilangnya aroma, serta
perubahan rasa dan warna [4]. Kandungan asam
organik dalam minuman teh kombucha memiliki
banyak khasiat. Senyawa organik seperti asam
askorbat, sangat peka terhadap panas [5][6].
Dampak proses pemanasan pada kualitas produk
dapat diminimalkan dengan optimalisasi kondisi
proses pemanasan, misalnya pengguanaan waktu
yang singkat pada perlakuan panas suhu tinggi[7]
seperti pada proses pemanasan dengan prinsip
Pasteurisasi. Penelitian sebelumnya umumnya
mengkaji tentang tingkat kesukaan panelis terhadap
minuman teh kombucha yang dipengaruhi oleh
perbedaan komposisi, namun studi tentang
pengujian karakteristik kimia dan fisik kombucha
yang dipengaruhi oleh waktu pemanasan belum
dilaporkan. Berdasarka uraian tersebut, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
perbandingan karakteristik fisik teh hijau
kombucha pada waktu pemanasan yang berbeda.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah
eksperimental, karena penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui karakteristik yang meliputi nilai
pH, warna, aroma dan rasa dari minuman teh hijau
kombucha setelah pemanasan pada waktu
pemanasan yang berbeda. Perlakuan yang diberikan
dalam penelitian ini adalah waktu pemanasan yang
digunakan yaitu 3 menit dan 5 menit dengan suhu
75°C. Kontrol yang digunakan dalam penelitian ini
adalah minuman teh hijau kombucha yang tidak
dipanaskan. Jumlah seluruh perlakuan ada 3 dan
setiap perlakuan diberi ulangan sebanyak 3 kali.
2.2. Alat dan Bahan
2.3. Sampel
Kultur kombucha didapatkan dari
Laboratorium Mikrobiologi Akademi Farmasi
Surabaya. Teh yang digunakan adalah teh hijau
merek ‘Dandang’, yang didapatkan dari pasar
sekitar Akademi Farmasi Surabaya..
2.4. Prosedur Penelitian
2.4.1. Pembuatan Minuman teh kombucha
Produk minuman fermentasi kombucha
diproduksi dalam kondisi laboratorium. Teh merk
Dandang diletakkan dalam beaker glass lalu
diseduh dengan aquadest 1000 ml suhu 80°C
selama 15 menit. Teh selanjutnya disaring
menggunakan corong kaca yang dilapisi kertas
saring 2 rangkap dalam beaker glass untuk
memisahkan cairan teh dari ampasnya. Gula
sebanyak 127 gram ditambahkan dalam larutan teh,
kemudian diaduk hingga larut dengan pengaduk
kaca. Larutan teh-gula kemudian didinginkan di
suhu ruang (28°C). Teh hijau manis yang telah
mencapai suhu 22OC dimasukkan ke dalam toples
kaca bening steril. Kultur kombucha yang berupa
60 ml larutan dan 10 gram lapisan selulosa SCOBY
diinokulasikan dalam masing-masing toples kaca.
Larutan teh kombucha, selanjutnya ditutup rapat
dengan tutup toples, ditutup dengan kain gelap dan
diikat dengan tali rafia dan selanjutnya diinkubasi
selama 7 hari pada suhu ruang.
2.4.2. Proses Pemanasan Minuman teh
kombucha
Secara singkat, prosedur pemanasan yang
digunakan yaitu dengan cara minuman teh
kombucha hasil fermentasi selama 7 hari Sebanyak
400mL, dipanaskan pada suhu 75°C dengan
perlakuan lama pemanasan 3 menit dan 5 menit [8].
Kombucha setelah perlakuan dimasukkan dalam
botol steril dan dianalisis karakter fisik dan kimia..
2.4.3. Uji Karakter Fisik Minuman teh
kombucha
Uji pH Kombucha
Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH
universal. Nilai pH silanjutnya akan
dicocokkan dengan kadar pH pada etiquette
pH universal.
Uji Warna
Larutan kombucha sebanyak 5 mL
dimasukkan dalam botol sloki. Sampel dilihat
beberapa saat di bawah sinar matahari atau
pada siang hari, kemudian diberi nilai
terhadap warna dari masing-masing sampel.
Hasil uji diinterpretasikan [9] kemudian
dianalisis hasilnya.
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
17
Uji Aroma
Larutan kombucha sebanyak 5 mL
dimasukkan dalam botol sloki. Sampel di
hirup aromanya pada jarak 1 cm dari hidung
untuk mengetahui baunya. Hasil uji
diinterpretasikan [9] kemudian dianalisis
hasilnya.
Uji Rasa
Larutan kombucha sebanyak 3 mL
dimasukkan dalam botol sloki. Sebelum
sampel dirasa pada setiap sampel, terlebih
dahulu panelis meminum air mineral atau
kumur agar indra perasa menjadi netral.
Sampel diminum dan dicatat hasilnya. Hasil
uji diinterpretasikan [9] kemudian dianalisis
hasilnya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji pH Kombucha
Berdasarkan pengukuran pH diketahui bahwa
nilai pH awal dari ketiga sampel adalah 7,
sedangkan nilai pengukuran pH minuman teh
kombucha setelah melalui proses fermentasi selama
7 hari baik pada sampel yang tidak dipanaskan
maupun yang dipanaskan 3 menit dan 5 menit
adalah adalah sama yaitu pH 5 yang berarti asam.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa selama proses
fermentasi terjadi penurunan nilai pH dari
minuman teh kombucha. namun nilai pH dari
sampel kombucha yang tidak dipanaskan maupun
yang dipanaskan setelah fermentasi tidak terlihat
adanya perbedaan (Gambar 1). Berdasarkan hasil
tersebut dapat diasumsikan bahwa proses
pemanasan tidak berpengaruh terhadap pH dari
minuman teh kombucha. Penurunan pH terlihat
selama proses fermentasi. Fermentasi berpengaruh
terhadap perubahan pH dan kesukaan atau
penerimaan panelis pada munuman kombucha
[2][10].
Gambar 1. Perbandingan nilai pH minuman teh
kombucha dengan perbedaan lama pemanasan
Proses penurunan pH dari minuman teh
kombucha sebelum fermentasi dan setelah
fermentasi berkaitan dengan adanya bakteri dan
yeast yang bersimbiosis dalam minuman teh
kombucha. Mikroba tersebut menggunakan gula
yang terdapat dalam larutan kombucha untuk
melakukan metabolisme dalam masing-masing sel
yang selanjutnya akan memproduksi asam-asam
organik sebagai hasil dari metabolisme yang
dilakukan. Semakin lama proses fermentasi, maka
semakin turun juga nilai pH dalam minuman teh
kombucha. Proses pemanasan ini dilakukan untuk
menghentikan kerja mikroba dalam minuman teh
kombucha sehingga asumsinya nilai pH tidak akan
mengalami penurunan yang lebih tinggi. Dari data
tersebut dapat diketahui bahwa nilai pH juga
dipengaruhi oleh perlakuan pemanasan. Hal
tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya
[11][12] bahwa proses pemanasan tidak akan
merubah nilai pH suatu bahan. Hal tersebut terjadi
karena tidak adanya reaksi fermentasi atau lainya
yang dapat merubah nilai pH bahan. Penurunan pH
terjadi karena proses fermentasi yang telah
dilakukan selama 7 hari.
Uji Warna Kombucha
Hasil analisis hubungan antara waktu
pemanasan terhadap karakter fisik warna minuman
teh kombucha menunjukkan peningkatan nilai
warna yang berbeda. Pada minuman teh kombucha
yang tidak dipanaskan memiliki warna jingga
kecoklatan, pada minuman teh kombucha yang
dipanaskan selama 3 menit warnanya berubah lebih
gelap menjadi kecoklatan dan pada minuman teh
kombucha yang dipanaskan selama 5 menit
warnanya berubah lebih gelap menjadi kemerahan.
Suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalh
75°C selama 4 menit. Berdasarkan hasil tersebut
diketahui bahwa semakin lama proses pemanasan
maka semakin gelap pula warna dari minuman teh
kombucha diuji. Pada proses pengolahan bahan
yang memiliki kandungan gula yang tinggi seperti
minuman teh kombucha, suhu dan waktu
pemanasan mempunyai pengaruh yang nyata
terhadap perubahan profil warna [13].
0
2
4
6
hari ke-7
nil
ai p
H
Lama pemanasan
0 menit
3 menit
5 menit
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
18
Gambar 2. Perbandingan nilai uji warna
minuman teh kombucha dengan perbedaan
lama pemanasan
Perubahan warna minuman teh kombucha
semakin menjadi gelap dan memerah ini karena
adanya reaksi maillard. Reaksi maillard adalah
reaksi pencoklatan yang terjadi karena reaksi antara
gula dengan suhu tinggi. Produk yang mengalami
browning non enzimatis akibat pemanasan pada
saat pengolahana gula merah seperti reaksi
maillard ini memiliki kecenderungan warna ke arah
coklat [14]. Semakin lama proses pemanasan yang
dilakukan maka semakin gelap pula minuman teh
kombucha yang dihasilkan yang selanjutnya
mempengaruhi rasa dari minuman teh kombucha
yang diproduksi.
Uji Aroma Kombucha
Salah satu parameter uji fisik makanan adalah
aroma [15]. Minuman teh kombucha memiliki
aroma yang sangat khas dan sangat mudah dikenali.
Perlakuan pemanasan yang diberikan pada
penelitian ini diketahui tidak merubah rasa khas
dari minuman teh kombucha sampel (Gambar 3).
Gambar 3. Perbandingan nilai uji aroma
minuman teh kombucha dengan perbedaan
lama pemanasan
Hal tersebut terlihat dari sampel yang
dipanaskan selama 3 menit memiliki aroma standar
kombucha dan kombucha yang dipanaskan selama
5 menit memiliki aroma segar yang lebih menarik
perhatian untuk dikonsumsi.
Uji Rasa Kombucha
Gambar 4 memperlihatkan bahwa tidak terjadi
perbedaan rasa pada minuman teh kombucha yang
telah dipanaskan dengan minuman teh kombucha
control (sebelum dipanaskan). Rasa dari kombucha
ini dipengaruhi oleh penurunan asam yang terjadi
sebelum proses fermentasi berlangsung.
Berdasarkan analisis tersebut dapat diasumsikan
bahwa proses pemanasan tidak merubah kualitas
atau karakteristik rasa dari minuman teh kombucha.
Rasa asam ini terbentuk karena kombucha
diketahui mengandung berbagai senyawa asam
antara lain asam asetat, asam laktat, asam glukonik,
asam glukoronik, asam sitrat, asam tartarat, asam
malat, asam suksinat, asam piruvat, asam usnik,
asam askorbat, dan asam galat [2]. Selain senyawa-
senyawa asam diatas, dalam minuman teh
kombucha juga ditemukan senyawa lain yaitu
vitamin B kompleks, mineral esensial, amina
biogenik, purin, serta antibiotik.
Gambar 4. Perbandingan nilai uji rasa
minuman teh kombucha dengan perbedaan
lama pemanasan
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan sebelumnya[16] yaitu Setelah melalui
masa inkubasi atau masa fermentasi, kultur scoby
yang berada dalam minuman teh kombucha akan
membentuk senyawa-senyawa asam, antara lain
asam asetat, asam laktat, asam glukonat, glukuronat
dan enzim invertase. Enzim invertase disekresikan
oleh ragi dalam SCOBY dengan cara
menghidrolisis substrat gula menjadi monomernya,
yaitu glukosa dan fruktosa dan selanjutnya
mengubahnya menjadi etanol melalui jalur
glikolisis. Dalam kondisi anaerob, bakteri asam
asetat mengubah glukosa menjadi etanol dan
menghasilkan asam glukonat dan asam asetat.
Selain itu dalam kultur scoby juga ditemukan
0
1
2
3
4
5
6
hari ke-7 karak
teris
tik
warn
a
lama pemanasan
0 menit
3 menit
5 menit
0
1
2
3
4
5
hari ke-7
nil
ai p
H
Lama pemanasan
0 menit
3 menit
5 menit
0
1
2
3
4
hari ke-7
nil
ai p
H
Lama pemanasan
0 menit
3 menit
5 menit
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
19
bakteri asam laktat yang mengubah gula menjadi
asam laktat dalam larutan kultur.
Minuman teh kombucha disebut sebagai
minuman pendukung kesehatan karena minuman
ini terbukti memberikan dampak positif bagi
fisiologis tubuh manusia. Minuman teh kombucha
memiliki kandungan yang beragam yang berasal
dari adanya proses biokimia yang dilakukan oleh
kultur scoby yang terkandung di dalamnya dan
bergantung dari bahan dasar yang digunakan untuk
pembuatan minuman teh kombucha. Teh
mengandung polifenol, flavonol, katekin, kafein,
katekin galat, adenin, theobromin, theophilin, asam
galat, tanin, dan gallotannin, yang memiliki sifat
antioksidan tinggi yang mampu menangkal radikal
bebas yang ada di tubuh manusia. Menurut United
State Food and Drug Administration (FDA), teh
kombucha merupakan minuman yang aman
dikonsumsi karena telah lolos uji patogen dan uji
klinis. Tidak ditemukannya patogen berbanding
lurus dengan kadar pH yang rendah selama proses
fermentasi. Namun jika minuman teh kombucha
memiliki kadar pH yang terlalu rendah maka akan
berdampak buruk bagi tubuh, hal tersebut sesuai
dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya[17],
yang menyatakan bahwa seseorang laki-laki
berumur 22 tahun mengalami kasus hipertermia,
asidosis laktat, dan gagal ginjal akut dalam 15 jam
setelah konsumsi teh kombucha. Hal tersebut
diasumsikan dapat terjadi karena adanya
kemungkinan pembentukan jamur patogen pada pH
rendah. Selain itu pH yang terlalu rendah dapat
melukai dinding organ saluran pencernaan dan
terbawa oleh darah. Sehingga disarankan untuk
melarutkan minuman teh kombucha dengan air jika
pH akhir yang didapatkan terlalu rendah.
4. KESIMPULAN
Simpulan dari penelitian ini adalah Tidak
terdapat perbedaan yang jelas (pH, karakteristik
warna, aroma dan rasa) pada minuman teh
kombucha yang telah diberi perlakuan pemanasan
dengan waktu yang berbeda. Proses pemanasan teh
kombucha dengan waktu tunggu 3 dan 5 menit
tidak memberikan perbedaan yang mencolok baik
pada warna, aroma, maupun rasa dari the
kombucha.
8. UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada lembaga penelitian dan pengabdian
masyarakat (LPPM) Akademi Farmasi Surabaya
dan seluruh pihak Akademu Farmasi Surabaya
yang telah memberikan dukungan sehingga
penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
9. PENDANAAN
Penelitian ini didanai oleh Akademi Farmasi
Surabaya dalam skemapenelitian dosen internal.
10. KONFLIK KEPENTINGAN
Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat
potensi konflik kepentingan dengan penelitian,
kepenulisan (authorship), dan atau publikasi artikel
ini.
DAFTAR PUSTAKA
2. Naland H. Kombucha Teh Ajaib Pencegah & Penyembuh Aneka Penyakit. Jakarta : Agromedia Pustaka; 2005.
3. Lestari, KAP., Surahmaida, Darmawan, R., Sa’diyah, L. Uji Organoleptik dan Perubahan pH Minuman Kopi Aren Kombucha dari Berbagai Jenis Kopi yang dipengaruhi Lama Fermentasi. Journal of Pharmacy and Science.
Vol. 4, No.1: Januari 2019. 4. Jang G.Y., Kim M.Y., Lee Y.J., Li M., Shin Y.S.,
Lee J., Jeong H.S. Influence of Organic Acids and Heat Treatment On Ginsenoside Conversion. J Ginseng Res. 42: 532-539: 2018.
5. Qiu, J., Khalloufi, S., Martynenko, A., Van Dalen, G., Schutyser, M., & Almeida Rivera, C.
Porosity, bulk density, and volume reduction during drying: Review of measurement methods and coefficient determinations. Drying Technology, 33(14), 1684e1699. 2015.
6. Dewanto, V., Wu, X., Adom, K. K., & Liu, R. H. Thermal processing enhances the nutritional value of tomatoes by increasing total antioxidant activity. Journal of Agricultural
and Food Chemistry, 50(10), 3010e3014. 2002.
7. Jacob, K., Periago, M. J., B€ohm, V., & Berruezo, G. R. Influence of lycopene and vitamin C from tomato juice on biomarkers of oxidative stress and inflammation. British Journal of Nutrition, 99(01), 137e146. 2008.
8. Krebbers, B., Matser, A. M., Hoogerwerf, S.W., Moezelaar, R., Tomassen, M. M., & van den
Berg, R. W. Combined high-pressure and thermal treatments for processing of tomato puree: Evaluation of microbial inactivation and quality parameters. Innovative Food Science & Emerging Technologies, 4(4), 377e385 : 2003
9. Fellows, P. J. Pasteurisation. Food Processing Technology, 563–580. doi:10.1016/b978-0-
08-100522-4.00011-0. 2017.
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
20
10. Angelus, D. L. N. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Asam dan Karakteristik
Fisika (Uji Organoleptik) Pada Kombucha Teh Rimpang Alang – Alang (Imperata cilindrica). Skripsi. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta: 2018.
11. Surahmaida, Lestari, KAP. 2019. Uji Aktivitas Kombucha Teh dan Kopi Sebagai Antibakteri Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif. Journal of Pharmacy and Science.
Vol. 4, No. 2: Juli 2019. 12. Gafar, Patoni A., dan Susi Heryani.
Pengembangan Proses Pengolahan Minuman Nira Aren Dengan Teknik Ultrafiltrasi Dan Deodorisasi. Jurnal Hasil Pertanian Vol 25 (1) : 2012.
13. Hawa, L.C., Luthfi, M., Makhfudi, Y. Studi Proses Termal dalam Pengolahan Nira Siwalan
Menjadi Minuman Sinom Legen di PT.Petrokimia Gresik Jawa Timur. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. Vol. 7 No. 1, nomor 20-27: Februari 2019.
14. Akbar, R., Murtini E.S. Optimasi Suhu Dan Waktu Pemanasan Terhadap Profil Warna Minuman Sari Tebu. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.6 No.3: 48-57: Juli 2018.
15. Erwinda M.D., Susanto, W.H. Pengaruh pH Nira Tebu (Saccharum officinarum) dan Konsentrasi Penambahan Kapur Terhadap Kualitas Gula Merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.3 p.54-64, Juli 2014.
16. Irawan, SA., Ginting, S., Karo-karo, T. Pengaruh Perlakuan Fisik Dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Minuman Ringan Nira Tebu. J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.3 Th.
2015. 17. Jayabalan, R., loncar, ES., Malbasa, R., Vitas J. A
Review on Kombucha Tea—Microbiology, Composition, Fermentation, Beneficial Effects, Toxicity, and Tea Fungus. J. of Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety: 2014.
18. SungHee Kole A., Jones HD, Christensen R,
Gladstein J. A case of Kombucha tea toxicity. J Intensive Care Med. 2009 May-Jun;24(3):205-7. doi:10.1177/0885066609332963 : 2009.
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
21
Artikel Penelitian
Lailatus Sa’diyah1*)
, Kinanti Ayu Puji Lestari1
1Akademi Farmasi Surabaya *) E-mail: ([email protected].)
ABSTRAK
Kombucha adalah minuman teh yang difermentasi oleh simbiosis koloni bakteri dan yeast. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui efek lama pemanasan dalam menghambat jumlah bakteri teh kombucha paska
pemanasan. Lama pemanasan digunakan untuk menghasilkan minuman kombucha yang bebas fermentasi
berkelanjutan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan faktor yaitu lama pemanasan 3 menit
dan 5 menit kombucha pasca fermentasi. Analisis yang dilakukan meliputi nilai Angka Lempeng Total bakteri.
Berdasarkan data yang didapatkan menyatakan bahwa lama pemanasan berpengaruh terhadap perubahan nilai
Angka Lempeng Total bakteri kombucha.
Kata kunci: Kombucha, Lama Pemanasan
The Effect of Heating Duration on the Bacterial TPC in Kombucha
Tea
ABSTRACT
Kombucha is a tea drink fermented by symbiotic colony of bacteria and yeast (SCOBY). The aim of this study is
to know the effect of heating time on fermented kombucha to inhibit the growth of bacteria. Heating time is used to prevent fermentation process during storage time. This is an experimental experiment with heating time as
factor. The bacteria’s total plate count was analyzed and the result shows that hetaing time affects the ability of
bacteria’s growth.
Keywords: kombucha, heating time
1. PENDAHULUAN
Teh merupakan salah satu minuman yang
umum dan banyak dikonsumsi masyarakat
Indonesia sejak dahulu kala. Tanaman teh pertama
kali dikenalkan oleh masyarakat China lebih dari
5000 tahun sebagai obat herba [1]. Teh memiliki
kemampuan sebagai penangkal racun (detox),
penghilang alkohol, pelancar peredaran darah dan
urin, menghilangkan nyeri sendi, dan
meningkatkan resistensi tubuh dari berbagai
penyakit [2].
Minuman lain yang sudah banyak dikenal
adalah kombucha. Kombucha dihasilkan dari
proses fermentasi teh dan gula menggunakan
SCOBY (Symbiotic Colony Of Bacteria and
Yeasts). Teh kombucha memiliki banyak manfaat
antara lain: detoks tubuh, menurunkan kolesterol,
menurunkan tekanan darah, mengurangi inflamasi,
mengurangi efek obesitas, dan lain-lain [3][4][5].
Kemampuan kombucha sebagai minuman obat,
dikarenakan terdapatnya kandungan asam organik
yang terbentuk setelah proses fermentasi yaitu
asam asetat, asam laktat, asam glukonik, asam
glukuronik, etanol, dan gliserol [6];[7].
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbandingan nilai total mikroba teh kombucha setelah
pemanasan dengan lama fermentasi yang berbeda.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Alat dan bahan
Bahan yang digunakan untuk membuat minuman
Kombucha adalah teh hitam merek ‘X’yang diseduh
menggunakan air panas dan ditambahkan dengan gula
pasir lalu ditambahkan SCOBY. Adapun alat-alat yang
dibutuhkan antara lain, alat toples kaca, batang
pengaduk, termometer raksa, pH universal, panci dan
kompor.
2.2. Rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental yang menggunakan rancangan acak
lengkap dengan tujuan untuk mengetahui ALT
Pengaruh Lama Pemanasan Terhadap Nilai ALT Bakteri Teh
Kombucha
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
22
kombucha yang telah difermentasi selama 7 hari.
Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini
adalah pemanasan kombucha yaitu 3 menit, 6
menit, dan tanpa dipanaskan (sebagai kontrol).
Jumlah seluruh perlakuan ada 3 dan setiap
perlakuan diberi ulangan sebanyak 3 kali.
2.3. Proses pembuatan teh kombucha
Produk minuman fermentasi kombucha
diproduksi dalam kondisi laboratorium. Teh hitam
sebanyak 6 gram dilarutkan dalam 1 L air dan 100
gram gula dan dimasak hingga mendidih selama 15
menit. Kemudian larutan teh didinginkan di suhu
ruang (37°C), setelah itu starter SCOBY sebanyak
50 gram dan larutan SCOBY sebanyak 60 mL
dimasukkan ke dalam teh tersebut. Minuman ini
diinkubasi selama 7 hari dalam kondisi gelap dan
tertutup pada suhu ruang. Pada hari ke 7 setelah
fermentasi, kombucha dibagi dalam 3 botol dengan
masing-masing sebanyak 25 ml. Botol pertama
akan digunakan untuk perhitungan ALT teh
kombucha tanpa dipanaskan, sedangkan 2 botol
lainnya akan dipanaskan pada suhu 60°C-70°C
selama 3 menit dan 5 menit.
2.4. Perhitungan Angka Lempeng Total
Kombucha yang berusia 7 hari yang tidak
dipanaskan, dipanaskan 3 menit dan 5 menit
diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan pada media
NaCl steril hingga pengenceran 10-5. Setelah
diencerkan pada media NaCl steril dilakukan
plating di atas media NA dengan menggunakan tiga
pengenceran terakhir. Yaitu sebanyak 1 mL biakan
mikroba di NaCl diambil dan dituang di dalam
cawan petri kemudian ditambahkan media NA dan
diratakan dengan menggeser cawan petri searah
angka 8 lalu diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24
jumlah koloni yang terbentuk di atas media NA
dpat dihitung sebagai nilai Angka Lempeng Total
(ALT).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil uji organoleptik
Nilai Angka Lempeng Total (ALT) teh
kombucha didapatkan dari pengembangbiakan 3
pengenceran terakhir (10-3, 10-4, dan 10-5) teh
kombucha (tidak dipanaskan, dipanaskan 3 menit,
dan dipanaskan 5 menit) di atas media NA dan
diinkubasi selama 24 jam dengan replikasi 3 kali.
Setelah 24 jam jumlah koloni yang terbentuk di
atas NA dihitung sebagai nilai ALT teh kombucha.
Tabel 1. Nilai Angka Lempeng Total dan pH
Kombucha
Pengenc
eran
Lama Pemanasan
Hari ke-7
Tanpa
pemanasan
3 menit 5 menit
10-3
79 x 10-3 68 x 10-3 27 x 10-3
10-4
65 x 10-4 35 x 10-4 30 x 10-4
10-5
16 x 10-5 22 x 10-5 9 x 10-5
pH 5 5 5
3.1.1. Nilai Angka Lempeng Total
Berdasarkan nilai ALT pada Tabel 1
diketahui bahwa Nilai ALT pada teh kombucha
yang telah difermentasi 7 hari dan tanpa
dipanaskan pada pengenceran 10-3 menunjukkan 79
x 10-3 cfu/ml, pada pengenceran 10-4 menunjukkan
65 x 10-4
, dan pada pengenceran 10-5
menunjukkan
16 x 10-5, menunjukkan nilai ALT yang lebih tinggi
jika dibanding dengan nilai ALT pada teh
kombucha yang dipanaskan 3 menit. yaitu pada
pengenceran 10-3 menunjukkan 68 x 10-3 cfu/ml,
pada pengenceran 10-4 menunjukkan 35 x 10-4, dan
pada pengenceran 10-5 menunjukkan 22 x 10-5.
Menurunnya nilai ALT antara kombucha yang
dipanaskan 3 menit dan kombucha yang tidak
dipanaskan menunjukkan bahwa pemanasan sengan
suhu 60oC-70oC selama 3 menit dapat mengurangi
jumlah bakteri pemfermentasi untuk menghambat
terjadinya proses pembentukan biofilm SCOBY
yang berkelanjutan. kemampuan mikroba teh
kombucha dalam membentuk biofilm adalah
masalah besar ketika kombucha akan disimpan dan
diperjualbelikan [8]. Sehingga, perlu untuk
membunuh mikroba di dalam kombucha setelah
fermentasi guna untuk mencegah pembentukan
biofilm SCOBY selama penyimpanan.
Nilai ALT pada teh kombucha yang telah
difermentasi 7 hari dan tanpa dipanaskan pada
pengenceran 10-3 menunjukkan 79 x 10-3 cfu/ml,
pada pengenceran 10-4 menunjukkan 65 x 10-4, dan
pada pengenceran 10-5 menunjukkan 16 x 10-5,
menunjukkan nilai ALT yang lebih tinggi jika
dibanding dengan nilai ALT pada teh kombucha
yang dipanaskan 5 menit yaitu pada pengenceran
10-3 menunjukkan 27 x 10-3 cfu/ml, pada
pengenceran 10-4 menunjukkan 30 x 10-4, dan pada
pengenceran 10-5 menunjukkan 9 x 10-5.
Perbandingan nilai ALT pada kombucha tanpa
dipanaskan dan 5 menit menunjukkan bahwa nilai
ALT kombucha tanpa dipanaskan lebih tinggi di
setiap pengencerannya jika dibanding pemanasan
kombucha selama 5 menit. Faktor lain yang
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
23
memengaruhi tingginya nilai ALT pada kombucha
yang tidak dipanaskan juga dapat disebabkan
karena dalam kombucha yang tidak dipanaskan zat
nutrisi sebagai hasil metabolit dari starter
kombucha masih dalam keadaan yang bagus.
Sedangkan pada kombucha yang telah dipanaskan
terjadi proses pemanasan yang dapat merusak
berbagai zat nutrisi pada kombucha yang
dibutuhkan oleh bakteri asam laktat. Pemanasan
basah dapat menyebabkan denaturasi protein,
kerusakan vitamin, termasuk enzim-enzim dalam
sel [9].
Nilai ALT pada teh kombucha yang telah
difermentasi 7 hari yang dipanaskan 3 menit. yaitu
pada pengenceran 10-3 menunjukkan 79 x 10-3
cfu/ml, pada pengenceran 10-4 menunjukkan 65 x
10-4, dan pada pengenceran 10-5 menunjukkan 16 x
10-5, menunjukkan nilai ALT yang lebih tinggi jika
dibanding dengan nilai ALT pada teh kombucha
yang dipanaskan 5 menit yaitu pada pengenceran
10-3 menunjukkan 27 x 10-3 cfu/ml, pada
pengenceran 10-4 menunjukkan 30 x 10-4, dan pada
pengenceran 10-5 menunjukkan 9 x 10-5. Pada
kombucha yang dipanaskan selama 3 menit dan 5
menit juga terdapat perbedaan nilai ALT. Dimana
nilai ALT 3 menit lebih tinggi di setiap
pengencerannya jika dibanding ALT 5 menit.
Berdasarkan perbandingan lama waktu pemanasan
dengan suhu yang sama juga memengaruhi jumlah
bakteri yang dibunuh setelah proses pemanasan
tersebut. Pada penelitian sebelumnya [8] pada
pemanasan teh kombucha pasca fermentasi pada
suhu 60oC selama 1 menit menunjukkan nilai ALT
10 x 10-3 cfu/ml sedangkan pada pemanasan pada
suhu 70oC menunjukkkan nilai ALT 0 x 10-3
cfu/ml. Nilai ALT tersebut juga menunjukkan
bahwa pemanasan meski hanya dilakukan selama 1
menit namun dapat membunuh dan menghambat
populasi bakteri di teh kombucha. Perbedaan nilai
ALT antara penelitian ini dan penelitian
sebelumnya [8] dapat dipengaruhi banyak faktor,
salah satunya adalah komposisi resep pembuatan
teh kombucha itu sendiri. Mikroorganisme pada
kombucha dapat dibunuh melalui perlakuan fisik
dan kimiawi. Namun yeast tidak dapat dibunuh
atau dikontrol pertumbuhannya menggunakan
perlakuan kimiawi (resistensi terhadap perservasi
secara kimiawi). Meski tidak dapat membunuh
yeast, namun pemanasan dapat melemahkan
metabolisme dan structural yeast [8].
3.2. Hasil uji pH
Berdasarkan nilai pH yang terbentuk antara kontrol
(kombucha tanpa dipanaskan) dengan yang
dipanaskan baik 3 menit dan 5 menit, tidak terdapat
pengaruh yang signifikan yaitu kesemuanya
memiliki nilai pH yang sama yaitu 5. Kesamaan
nilai pH pada ketiga sampel dapat menunjukkan
indikasi bahwa dengan pemanasan 3 dan 5 menit
dengan suhu 60oC-70oC tidak dapat merusak
kandungan asam organik dan cita rasa kombucha
yang ada yang terbentuk. Seperti yang telah
diketahui secara umum bahwa rasa asam yang
timbul di dalam kombucha sebagian bersar
merupakan kontribusi dari munculnya asam
organik, antioksidan dan vitamin C di dalam
kombucha. Pengaruh pH terhadap stabilitas
senyawa fenolik pada penelitian ini menunjukkan
bahwa senyawa fenolik seperti asam klorogenik,
asam kafeik, asam galat, flavanoids dan catechins
sensitif terhadap pH. semakin rendah pH yang
terbentuk maka stabilitasnya semakin baik [8].
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil nilai ALT yang didapat
menunjukkan bahwa pada pemanasan suhu 60oC –
70oC pada rentang waktu 3 menit dan 5 menit
berpengaruh terhadap nilai ALT yaitu nilai ALT
kombucha yang dipanaskan 3-5 menit lebih rendah
dibandingkan kombucha tanpa pemanasan.
5. UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih diberikan kepada rekan
peneliti, serta Ayu Nora S. dan Andika selaku
asisten penelitian dan mahasiswa angkatan 2017
reguler B yang telah membantu selama penelitian
hingga terselesaikannya penelitian ini.
6. PENDANAAN
Pendanaan pada penelitian ini berasal dari
dana penelitian internal Akademi Farmasi Surabaya
dan dana pribadi.
7. KONFLIK KEPENTINGAN
Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat
potensi konflik kepentingan dengan penelitian,
kepenulisan (authorship), dan atau publikasi artikel
ini.
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Hollman, P. C. H., Hertog, M. G. L., & Katan, M.
B. (1996). Analysis and health e€ ects of ¯avonoids. Food Chemistry, 57, 43±46.
2. Balentine, D. A., Wiseman, S. A., & Bouwens, L. C. (1997). The chemistry of tea ¯avonoids. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 37, 693±704.
3. Ferguson, B., & Estelle, A. (1998). Benefits ofKombucha.http://bawue.de/kombucha/benefits.htm
4. Full Circle Press (1998). Kombucha tea culture Ð The ancient reju-venating health drink. http://www.h2olily.com/insect/kombuch2.html
5. Allen, C. M. (1998). Past research on Kombucha tea. The Kombucha FAQ Part 6. Research and tests results. http://persweb.direct.ca/chaugen/kombucha_faq_part06.html
6. Blanc, P. J. (1996). Characterization of the tea fungus metabolites. Biotechnology Letters, 18, 139±142.
7. Liu, C.-H., Hsu, W.-H., Lee, F.-L., & Liao, C.-C. (1996). The isolation and identification of microbes from a fermented tea beverage,Haipao, and their interactions during Haipao fermentation. Food Microbiology, 13,
407±415. 8. Jayabalan Rasu, Marimuthu Subbaiya, dan
Thangaraj Periyasamy. 2008. Preservation of Kombucha TeasEffect of Temperature on Tea Components and Free Radical Scavenging Properties. J. Agric. Food Chem. 2008, 56, 9064–9071
9. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Penerbit
Pusat Antar Universitas, IPB. Bogor
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
25
Artikel Penelitian
Jelly Permatasari 1,
Indri Meirista 1.
Nadiatul Mawaddah1*).
1STIKES Harapan Ibu Jambi
*) E-mail: ([email protected])
ABSTRAK
HIV/AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah.
Selain pengobatan terapi konvensional, orang dengan HIV/AIDS sering menggunakan pengobatan alternatif
dan komplementer (CAM) untuk meningkatkan kualitas kesehatan. Pengobatan alternative dan
komplementer (CAM) menggunakan bahan-bahan alami, tidak hanya terbatas pada tumbuhan herbal, tetapi
juga mencakup penggunaan vitamin dan mineral alam lainnya. Dibandingkan pengobatan konvensional
pengobatan terapi CAM lebih aman untuk digunakan karena tidak menimbulkan efek samping yang serius.
Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian edukasi CAM pada ODHA di Yayasan Kanti
Sehati Sejati Kota Jambi. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental jenis one group pretest-
posttest dan merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dengan pengambilan data secara prospektif.
Didapat 35 ODHA yang menjadi responden pada penelitian ini dan terdaftar sebagai anggota di Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota Jambi. Data Hasil penelitian mengenai karakteristik demografi dan pengetahuan
CAM diperoleh dari kuisioner yang diberikan sebelum dan sesudah diberikan edukasi dan dibuktikan dengan
uji paired T test sehingga diperoleh nilai signifikansi ≤ 0,05. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh edukasi
terhadap pengetahuan CAM pada penderita HIV.
Kata Kunci : Pengobatan Alternatif dan Komplementer, CAM, HIV/AIDS
The Effect of Patient Education on the HIV Patients Knowledge
about Complementary Alternative Medicine (CAM) at Kanti Sehati Sejati Foundation, Jambi
ABSTRACT
HIV / AIDS is a public health problem that needs serious attention from the government. Besides to
conventional medicine people with HIV / AIDS often use complementary and alternative medicines (CAM)
in order to increase the quality of health. Complementary and alternative medicine (CAM) uses natural
ingredients, not only restricted to herbal plants, but also includes the use of other natural vitamins and
minerals. Compared to conventional treatments, CAM therapy is more save to use because it does not cause
serious side effects. The purpose of this study was to know what are the effects of providing CAM education
to ODHA at the Jambi Kanti Sehati Sejati Foundation. This research was a quasi-experimental one type
pretest-posttest type of research and is a type of quantitative descriptive study with prospective data
collection. There were 35 ODHA who were respondents in this study and registered as members of the Jambi Kanti Sehati Sejati Foundation. The results of research on demographic characteristics and CAM knowledge
were obtained from questionnaires that given before and after giving the education, and proved by paired T
test so that significance values ≤ 0.05 were obtained. This shows that there is the influence of education on
CAM knowledge in HIV sufferer.
Keywords: Alternative and Complementary Medicine, CAM, HIV / AIDS
I. PENDAHULUAN
Data Global HIV Statistic menunjukkan
terdapat 37,9 juta jiwa hidup dengan HIV, dengan
jumlah kasus baru sebesar 1,7 juta jiwa dan jumlah
orang yang meninggal karena AIDS sebanyak
770.000 jiwa [7]. Selain pengobatan dengan terapi
ARV sebagian Besar penderita HIV cenderung
melakukan segala usaha untuk mengobati
penyakitnya termasuk dengan menggunakan
pengobatan alternatif dan komplementer (CAM)
[1]. Terapi pengobatan Complementary Alternative
Medicine (CAM) merupakan terapi yang
menggunakan bahan-bahan alami dalam melakukan
Pengaruh Pemberian Edukasi terhadap Pengetahuan Complementary Alternative Medicine (CAM) Pada Penderita HIV
Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota Jambi
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No.1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
26
pengobatan terapi, tidak hanya berasal dari
tumbuhan herbal tetapi juga mencakup penggunaan
vitamin dan mineral alam lainnya [2].
Media edukasi yang dapat digunakan untuk
penyuluh kesehatan dapat berupa media visual,
media audio, media audiovisual dan animasi, serta
media komputer, cara ini ditujukan agar pasien
tidak bosan dalam proses pembelajaran, agar
mampu mendorong dan memotivasi pasien untuk
lebih patuh terhadap program pengobatan
danmerubah pola hidup yang tidak sehat, serta akan
membantu memperjelas materi yang akan
disampaikan, dengan adanya metode edukasi ini
penderita HIV diharapkan dapat memahami serta
mengaplikasikan edukasi yang didapat kedalam
kehidupan sehari-hari [1].
Data penelitian sebelumnya menunjukkan
hampir seluruh penderita HIV di Yayasan Kanti
Sehati Sejati di Kota Jambi menggunakan terapi
pengobatan CAM sebagai salah satu cara terapi
pengobatan HIV/AIDS, dan rata-rata pasien
merasakan efek positif yang ditimbulkan dari terapi
pengobatan CAM [5], namun karena belum adanya
dilakukan edukasi mengenai terapi CAM ini di
sana membuat peneliti tertarik untuk melakukan
peneilitian mengenai pengaruh pemberian edukasi
terhadap pengetahuan CAM pada penderita HIV
Yayasan Kanti Sehati Sejati di kota Jambi.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode Quasi
Eksperimental jenis one group pretest-posttest
yang merupakan jenis penelitian Deskriptif
Kuantitatif dengan pengambilan data prospektif [1].
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
penderita HIV Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota
Jambi. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 474
orang. Sampel penelitian merupakan bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Untuk menentukan sampel maka
diperlukan teknik pengambilan sampel atau teknik
sampling. Teknik sampling dalam penelitian ini
adalah purposive sampling [2]. Sampel dalam
penelitian ini adalah penderita HIV Yayasan Kanti
Sehati Sejati Kota Jambi yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.
1) Kriteria inklusi
a) Terdaftar menjadi anggota Yayasan
Kanti Sehati Sejati Kota Jambi
b) Bersedia menjadi responden, dengan
menandatangani inform consent
2) Kriteria eksklusi
a) Tidak Mampu berkomunikasi dengan
baik dan lancar
b) Penderita yang baru di diagnosa HIV
c) Penderita yang sudah meninggal
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dilakukan pada bulan
januari 2020 di Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota
Jambi diperoleh 35 responden orang dengan HIV
yang bersedia menjadi sampel penelitian dan
memenuhi kriteria penelitian. Karakteristik
responden dalam penelitian ini meliputi jenis Usia
dan Jenis Kelamin. Berikut adalah tabel-tabel
frekuensi orang dengan HIV di Yayasan Kanti
Sehati Sejati Kota Jambi berdasarkan karakteristik
yang diinginkan.
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan
Usia
No. Usia Jumlah (%)
1 12-16 tahun 0 0,00
2 17-25 tahun 8 22,9
3 26-35 tahun 10 28,6
4 36-45 tahun 12 34,3
5 46-55 tahun 5 14,3
Total 35 100
Berdasarkan table 2 diatas diketahui bahwa
usia yang banyak terinfeksi virus HIV adalah
rentang usia 36-45 yaitu sebanyak 12 orang dengan
persentase 34,4 %
Tabel 2. Karakteristik responden berdasarka
jenis kelamin
No Jenis
kelamin Jumlah
Persentase (%)
1 Laki-laki 28 80,0
2 Perempuan 7 20,0
Total 35 100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui
bahwa laki-laki lebih banyak terinfeksi HIV
dibandingkan perempuan yang jumlah 28 orang
dengan persentase 80 %.
Tabel 3. Pengetahuan Pasien
Perta
nyaan
Sebelum Edukasi Sesudah Edukasi
Ya Tidak Ya Tidak
N % N % N % N %
P1 6 17 29 83 33 94 2 6
P2 22 62 13 37 33 94 2 6
P3 8 22 27 77 33 94 2 6
P4 5 14 30 86 33 94 2 6
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No.1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
27
P5 5 14 30 86 31 88 4 11
P6 8 22 27 77 30 85 5 14
P7 5 14 30 86 30 85 5 14
P8 5 14 30 86 32 91 3 8
P9 30 85 5 14 35 94 0 0
P10 10 28 25 71 33 94 2 6
P11 8 22 27 77 33 94 2 6
P12 35 100 0 0 35 100 0 0
P13 4 11 31 88 34 97 1 3
P14 4 11 31 88 34 97 1 3
P15 6 17 29 82 35 100 0 0
P16 8 22 27 77 35 100 0 0
P17 22 62 13 37 35 100 0 0
P18 29 82 6 17 34 97 1 3
Rata-
rata
12,
2
34,
4
22,
7
64,
9
33,
2
94,
3 1.7 5,1
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa
rata-rata yang menjawab YA sebelum diberikan
edukasi dari 18 pertanyaan sebanyak 12,2 (34,4%)
dan yang menjawab TIDAK sebanyak 22,2
(64,9%). Setelah diberikan edukasi rata-rata yang
menjawab YA sebanyak 33,2 (94,3) dan yang
menjawab TIDAK sebanyak 1,7 (5,1%).
Tabel 4. Jumlah skor sebelum dan sesudah
diberikan edukasi.
N Mean Skor
Maksimal Skor
minimal
Sebelum edukasi
35 5.1 6 3
Setelah edukasi
35 17,31 18 15
Berdasarkan tabel diatas rata-rata skor
sebelum di berikan edukasi 5,1 dan sesusah edukasi
17,31 dengan skor maksimal sebelum edukasi 6
dan setelah edukasi 18, skor minimal sebelum
diberikan edukasi 3, sesudah edukasi 15.
Tabel 5. Uji Paired sampel T test.
No Variabel N Mean
Std.
Devi
ation
Std.
Eror Sig
1 Sebelum
edukasi 35 5.09 .981 .166
.000
2 Sesudah
edukasi 35 17.20 .797 .135
Berdasarkan tabel diatas Uji Pired T test
menunjukan angka signifikan 0.000 yang berarti
berpengaruh karena angka ≤ 0,05.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa pemberian edukasi kepada
pasien dapat meningkatkan pengetahuan pasien
mengenai terapi pengobatan CAM melalui PPT dan
ceramah terbukti berpengaruh dalam meningkatkan
pengetahuan pasien, dapat diketahui melalui uji
paired T test yang menunjukkan nilai ≤ 0,05 yaitu
0,00.
5. UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan selesainya penelitiaan ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada abang dan kakak
pengurus Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota Jambi
atas bantuan tenaga dan waktu dalam pelaksanaan
penelitian ini, sehingga terlaksana dengan baik dan
sukses.
6. PENDANAAN
Penelitian ini tidak didanai oleh sumber hibah
manapun.
7. KONFLIK KEPENTINGAN
Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat
potensi konflik kepentingan dengan penelitian,
kepenulisan (authorship), dan atau publikasi artikel
ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fresia, S. (2016). Efektivitas Pemberian Edukasi Berbasis Audiovisual dan Tutorial Tentang
Antiretroviral ( ARV ) Terhadap Kepatuhan Pengobatan pada Pasien HIV / AIDS di Klinik Teratai Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Tahun 2016. The Indonesian Journal Of Infectious Disease, 38–45.
2. Kautsar, A. P., Norika, M., & Widianto, S. (2016). Hubungan Sikap, Persepsi Dan Hambatan Terhadap Complementary and Alternative Medicine (CAM). Farmaka, 14(2).
3. Purboyekti, S. (2017). Gambaran persepsi masyarakat terhadap pengobatan komplementer dan alternatif di wilayah kelurahan pondok benda rw 013 pamulang 2.
4. Rahmawati, M. (2019). Penanggulangan HIV/AIDS Di Indonesia Dalam Ancaman RKUHP: Proyek Dampak Kriminalisasi Prilaku Beresiko Transmisi HIV/AIDS dalam RKUHP Terhadap Penanggulangan HIV/AIDS Di Indonesia. 1–98.
5. Hasina. (2019). Pengobatan Alternatif Dan Komplementer Pada ODHA Di Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota Jambi.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Data dan Informasi - Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018 (Data and Information - Indonesia Health Profil), 1–207.
7. UNAIDS. (2019). Global HIV Statistics. 1–6..
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5, No.1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
28
Halaman Kosong
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
29
Artikel Penelitian
I.A.K Pramushinta1*),
Rosalia Yulian1
1Universitas PGRI Adi Buana Surabaya *)E-mail: ([email protected].)
ABSTRAK
Dalam bidang pertanian terjadi kerusakan lingkungan termasuk kerusakan tanah karena penggunaan pupuk
kimia secara berlebihan. Limbah merupakan kasus pencemaran lingkungan yang dapat menimbulkan
permasalahan lingkungan dan memburuknya kesehatan bagi masyarakat, hal ini diakibatkan oleh limbah cair
yang didapat dari berbagai kegiatan industri, terutama pada industri pangan karena menyisakan unsur-unsur
yang langsung terbuang. Pemanfaatan berbagai limbah menjadi pupuk organik merupakan salah satu upaya
untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan. Air limbah tempe dan buah pepaya merupakan salah satu
limbah produksi yang memiliki kandungan organik tinggi juga mengandung unsur hara makro dan mikro
yang berpotensi memperbaiki struktur tanah dan membantu proses pertumbuhan tanaman. Sehingga
dibuatlah pemanfaatan limbah tersebut dalam bentuk Pupuk Organik Cair yang diaplikasikan pada tanaman
Pakcoy (Brassica rapa L.). Peneliti mengangkat judul ini dengan tujuan untuk menguji pengaruh kedua
limbah pada konsentrasi PO (0%), P1(10%), P2 (20%), dan P3 (30%) terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman pakcoy. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) kemudian dilanjutkan uji
ANOVA, uji LSD/BNT, dan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa POC air limbah tempe dan
limbah buah pepaya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pakcoy. Konsentrasi yang
memberikan hasil optimal adalah 30%.
Kata kunci: Pupuk Organik Cair, limbah, air limbah tempe, buah pepaya, pakcoy
The Use of Tempe Wastewater OLF (Organic Liquid Fertilizer) and Papaya Fruits Waste (Carica papaya L.) on The Growth and
Productivity of Pakcoy Plant (Brassica rapa L.)
ABSTRACT
In agriculture there is environmental damage including soil damage due to excessive use of chemical
fertilizers. Waste is a case of environmental pollution which can cause environmental problems and
deteriorating health for the community, this is caused by liquid waste obtained from various industrial
activities, especially in the food industry because it leaves elements that are immediately wasted. Utilization of various wastes into organic fertilizer is an effort to overcome the problem of environmental pollution.
Tempe wastewater and papaya’s fruit is one of the waste production has a high organic contains macro and
micro nutrient elements that potentially improve to soil structure and help the process of plant growth. That
the usage on Liquid organic fertilizer applied at the Pakcoy (Brassica rapa L.). This study aims to prove the
effect of both waste, the PO (0%) concentration as control, P1(10%), P2(20%), and P3(30%) against the
growth and productivity of Pakcoy. This research uses a completely randomized design (RAL) then
continued with ANOVA test, LSD test, and Duncan test. The result showed that the POC of tempe wastewater
and papaya fruit waste affected the growth and production of pakcoy plants. The concentration that gives
optimal result is 30%.
Keywords: Liquid organic fertilizer, compost, tempe wastewater, papaya fruit, pakcoy
1. PENDAHULUAN
Limbah secara umum merupakan kasus
pencemaran lingkungan yang dapat menimbulkan
permasalahan lingkungan dan memburuknya
kesehatan bagi masyarakat, hal ini diakibatkan oleh
limbah cair yang didapat dari berbagai kegiatan
industri, terutama pada limbah industri pangan
karena dalam prosesnya masih menyisakan unsur-
unsur penting dibuang ke lingkungan. Pemanfaatan
berbagai limbah menjadi pupuk organik merupakan
salah satu upaya untuk mengatasi masalah
Pemberian POC (Pupuk Organik Cair) Air Limbah Tempe dan Limbah Buah Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Pertumbuhan
dan Produktivitas Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.)
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
30
pencemaran lingkungan, dengan bahan organiknya
yang tinggi, limbah dapat bertindak sebagai sumber
organik makanan oleh pertumbuhan mikroba.
Peningkatan aktivitas organisme dan
mikroorganime tanah dalam menguraikan bahan
oganik merupakan pengaruh bahan organik
terhadap sifat biologis tanah [1].
Pupuk cair merupakan pupuk yang berbentuk cair.
Pupuk cair mudah disiapkan dan sangat berguna
untuk banyak hal, termasukpembenihan, tumbuhan
kecil, tanaman buah-buahan dan tanam-tanaman
besar lainnya [3].
Air limbah tempe dan buah pepaya adalah
salah satu limbah pangan yang memiliki kandungan
organik tinggi dan juga terdapat unsur hara makro
dan mikro yang berpotensi untuk dijadikan pupuk
organik. Perlunya dilakukan penelitian ini untuk
mengetahui potensi limbah-limbah di sekitar kita
yang terbuang dengan sia-sia dengan cara
memanfaatkan air limbah tempe dan limbah buah
pepaya sebagai pupuk organik. Dengan ini,
diharapkan air limbah tempe dan limbah buah
pepaya dapat berpengaruh signifikan terhadap
produksi tanaman pakcoy hingga dapat
dimanfaatkan para petani sayur.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan 2 jenis tahap
dengan 2 jenis penelitian. Tahap I adalah proses
pembuatan pupuk organik cair dan pengujian unsur
hara pada pupuk tersebut yang merupakan jenis
penelitian deskriptif, karena tidak terdapat variabel
yang digunakan. Pengujian pupuk organik cair dari
air limbah tempe dan limbah buah pepaya
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kandungan unsur hara yang terdapat di dalamnya
sudah sesuai atau belum dengan standar baku mutu
pupuk organik cair. Pada tahap II memuat tentang
uji coba pupuk organik cair terhadap respon
pertumbuhan pakcoy. Di dalam tahap ini terdapat
variabel bebas, variabel terikat, dan variabel
kontrol. Cara kerja: Pepaya diiris-iris kemudian
diblender kemudian dicampur dengan air limbah
tempe, gula, dan EM4 diaduk hingga rata. Semua
bahan difermentasi di dalam tong selama 30 hari.
Dilanjutkan uji kadar N, P, K di laboratorium Balai
Riset dan Standardisasi Industri Surabaya.
Sampel yang digunakan sebanyak 24 tanaman
pakcoy (Brassica rapa L). Varietas pakcoy
(Brassica rapa L.) diseleksi secara acak dari biji
yang disemai setelah tumbuh 2 minggu lalu
dipindahkan ke dalam polybag besar dan dibagi 6
buah untuk kelompok kontrol 18 buah untuk
kelompok perlakuan yang disiram dengan pupuk
organik cair berbahan baku air limbah tempe, dan
limbah buah pepaya dengan konsentrasi yang
berbeda dengan 1 kelompok kontrol dan yang 3
kelompok perlakuan dengan 6 ulangan.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
pemberian POC berbahan baku air limbah tempe
dan limbah buah pepaya. Indikator variabel bebas
yaitu perlakuan berbagai dosis : P0 (0%), P1
(10%), P2 (20%), P3 (30%). Perbandingan antara
limbah temped an Limbah papaya sebesar 1:1.
Sedangkan variabel terikatnya adalah pertumbuhan
dan produksi yaitu tinggi tanaman, jumlah daun,
berat basah tanaman pakcoy (Brassica rapa L.).
Variabel kontrol yaitu media tanam, waktu
penyiraman, dan ukuran polybag. Analisis data
yang digunakan adalah Uji F, Uji LSD/BNT (Beda
Nyata Terkecil), dan Uji Duncan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pertumbuhan Tanaman Pakcoy
Dalam penelitian ini parameter yang diteliti
pada pertumbuhan tanaman Pakcoy ada dua yaitu
tinggi tanaman dan jumlah daun yang diamati
secara kuantitatif.
1.Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun
Gambar 1 Diagram rata-rata tinggi tanaman
sawi pakcoy (Brassica rapa L.) setelah diberi
perlakuan POC berbahan baku air limbah
tempe dan limbah buah pepaya.
Berdasarkan dari Gambar 1 rata-rata tinggi
tanaman pakcoy setelah di berikan POC dari bahan
baku air limbah tempe dan limbah buah papaya
pada konsentrasi 0%; 10%; 20%; 30% mengalami
kenaikan seiring dengan peningkatan konsentrasi
POC sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi yang diberikan pada tanaman
pakcoy maka semakin tinggi pula tanaman tersebut.
17,21 ±
(1,36)
23,26 ±
(0,92)
27,7 ±
(0,95)
33,45 ±
(1,23)
0
10
20
30
40
0% 10% 20% 30% TIN
GG
I TA
NA
MA
N P
AK
CO
Y
KONSENTRASI POC
Rata-rata tinggi tanaman pakcoy
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
31
Rata-rata jumlah daun tanaman pakcoy pada
perlakuan P0 dengan konsentrasi 0% sebesar 12
helai pada perlakuan P1 dengan konsentrasi 10%
sebesar 14 helai pada perlakuan P2 dengan
konsentrasi 20% sebesar 18 helai pada perlakuan
P3 dengan konsentrasi 30% sebesar 21 helai,
sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan
kenaikan konsentrasi juga berpengaruh terhadap
jumlah daun pada tanaman pakcoy.
Peningkatan konsentrasi POC pada tinggi
tanaman dan jumlah daun pada tanaman pakcoy
disebabkan karena unsur hara dalam pupuk organik
cair dari bahan baku air limbah tempe yang
dibutuhkan untuk perbanyakan jumlah daun
digunakan dalam takaran yang sesuai dan dapat
merangsang pertumbuhan tanaman sawi pakcoy.
Peningkatan perbanyakan jumlah daun disebabkan
oleh adanya pembesaran dan pembelahan sel.
Dalam pertumbuhan jumlah daun sangat
memerlukan unsur hara seperti nitrogen dan fosfor.
Unsur hara yang dibutuhkan ini terdapat pada
pupuk organik cair dari bahan baku air limbah
tempe dan limbah buah pepaya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Mufida (2013) [2], bahwa unsur
yang dapat merangsang pertumbuhan vegetatif
(warna hijau) seperti daun yang sangat berguna
dalam proses fotosintesis adalah nitrogen. Dengan
penyerapan hara nitrogen akan dapat meningkatkan
pembentukan dan pertumbuhan daun pada
tanaman. Tersedianya unsur nitrogen dalam jumlah
yang cukup bagi tanaman akan memperlancar
proses metabolisme tanaman dan memengaruhi
pertumbuhan organ-organ seperti daun, batang dan
akar pada tanaman.
Sedangkan menurut Lingga dan Marsono
(2003) [3] nitrogen berperan sangat penting dalam
proses pembentukan protein lemak dan senyawa
lain-lainnya serta merangsang pertumbuhan
tanaman seperti batang, cabang, daun, dan akar.
Kalium juga berfungsi dalam memperkuat tubuh
tanaman agar daun, bunga, buah tidak mudah gugur
dan merupakan sumber kekuatan bagi tanaman
dalam menghadapi kekeringan dan penyakit,
kalium juga berperan membantu pembentukan
protein dan karbohidrat.
2. Berat Basah
Gambar 2 Diagram rata-rata berat basah
tanaman sawi pakcoy (Brassica rapa L.) setelah
diberi perlakuan pupuk organik cair dari air
limbah tempe dan limbah buah pepaya.
Rata-rata berat basah tanaman di atas pada
perlakuan PO dengan konsentrasi 0% sebesar
74,83 gram pada perlakuan P1 dengan konsentrasi
10% sebesar 196,6 gram pada perlakuan P2 dengan
konsentrasi 20% sebesar 260,5 gram pada
perlakuan P3 dengan konsentrasi 30% sebesar
420,1 gram.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan
bahwa pada perlakuan P3 dengan konsentrasi 30%
memperlihatkan hasil yang terbaik untuk parameter
berat basah tanaman dengan rata-rata 420,1 g. Hal
ini dikarenakan terdapat kandungan unsur hara
nitrogen pada POC dimana nitrogen sendiri dapat
meningkatkan perbandingan protoplasma terhadap
dinding sel dan dapat mengakibatkan bertambah
besar ukuran sel dengan dinding sel yang tipis,
keadaan ini mengakibatkan daun banyak
mengandung air.
Air merupakan salah satu faktor yang
menentukan proses pertumbuhan tanaman.
Tanaman membutuhkan CO₂ dari udara dan air dari
tanah untuk membentuk gula dan karbohidrat
dalam proses fotosintesis serta sebagai pelarut
unsur hara sehingga unsur hara dapat diserap oleh
akar tanaman [4].
3. Kadar NPK
Tabel 1. Komposisi unsur hara N,P dan K pada
pupuk organik cair dari air limbah tempe dan
limbah buah pepaya.
74,83 ±
(2,31)
196,6 ±
(2,16)
260,5±
(3,78)
420,1±
(9,28)
0
100
200
300
400
500
0% 5% 10% 15% BER
AT
BA
SAH
SA
WI
PA
KC
OY
KONSENTRASI POC
Rata-rata berat basah pakcoy
Parameter Hasil
Analisis
Kriteria
N % 0,27
P % 0,01
K % 0,21
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
0% 10% 20% 30%
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
32
Tabel 1 menunjukkan bahwa unsur hara N, P dan K
pada pupuk organik cair dari air limbah tempe dan
limbah buah pepaya berturut-turut yaitu unsur hara
N sebesar 0,27%, P sebesar 0,1%, K sebesar
0,21%. Adapun kriteria menurut standar baku mutu
hara tanah (Hadjowigeno, 2003) menunjukkan
bahwa kadar N termasuk kategori tinggi (>0,10);
kadar P kategori sangat tinggi (>0,035) dan kadar
K kategori sangat tinggi (>0,06). Karena tingginya
unsur hara N,P dan K yang terkandung
didalamnya ,berdasarkan kriteria komposisi unsur
hara di atas, pupuk organik cair ini dapat digunakan
untuk diaplikasikan pada tanaman [5].
Tingginya unsur hara N, P dan K pada
pupuk organik cair dikarenakan bahan yang
digunakan mengandung unsur hara makro maupun
mikro yang dibutuhkan tanaman. Kesuburan tanah
mengindiksikan ketersediaan unsur hara yang
dibutuhkan tanaman. Tanaman memerlukan unsur
hara makro diantaranya N, P dan K.
Hal ini dapat diketahui bahwa pupuk organik cair
berbahan baku air limbah tempe dan limbah buah
pepaya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman sawi pakcoy (Brassica rapa L.).
4. KESIMPULAN
Terdapat pengaruh pemberian pupuk organik
cair air limbah tempe dan limbah buah pepaya
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
pakcoy (Brassica rapa L.). Konsentrasi yang
memberikan pengaruh paling optimal adalah 30%.
5. UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada rekan-rekan peneliti atas
masukan serta saran dan bersedia membantu
penelitian dan penyusunan jurnal ini.
6. PENDANAAN
Artikel ini merupakan hasil penelitian mandiri
dan tidak mendapatkan hibah dana dari pihak
manapun.
7. KONFLIK KEPENTINGAN
Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat
potensi konflik kepentingan dengan penelitian,
kepenulisan (authorship), dan atau publikasi artikel
ini
DAFTAR PUSTAKA
1. Hardianto, R. 2005. Dukungan Teknologi Organic
Dalam Pengembangan Tanaman Pangan dan
Holtikultura Di Kawasan Selatan Jawa Timur.
http:/www.bptpjatimdeptan.go.id/templates/du
kungantanama pangan dan Hortikultura. Htm.
Diakses 7 November 2018.
2. Hardjowigeno, S, 2003. Ilmu Tanah. Jakarta:
AkademikaPressindo.
3. Lingga, P dan Marsono. 2003. Petunjuk
Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.
4. Mufida, L. 2013. Pengaruh Penggunaan
Konsentrasi FPE ( Fermented Plant Extrac )
Kulit Pisang Terhadap Jumlah Daun. Kadar
Klorofil dan Kadar Kalium Pada Tanaman
Seledri (Apiumgraveolens). Semarang: IKIP
PGRI Semarang.
5. Norhasanah. 2011. Pengaruh pupuk organik.
Jakarta: Penebar Swadaya
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
33
Artikel Penelitian
Purity Sabila Ajiningrum. 1*)
, Susie Amilah. 2, Prafikka Galuh Widyaningtyas
3
1 Staf Pengajar Prodi Biologi FMIPA Universitas PGRI Adi Buana Surabaya 2 Dosen Prodi Biologi FMIPA Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
3 Mahasiswa Prodi Biologi FMIPA Universitas PGRI Adi Buana Surabaya *) E-mail: ([email protected].)
ABSTRAK
Salah satu cara menanggulangi pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali adalah dengan penggunaan
kontrasepsi melalui program Keluarga Berencana (KB). Kontrasepsi yang beredar kebanyakan merupakan
kontrasepsi sintetis yang memiliki risiko terhadap kesehatan pemakainya. Kontrasepsi lain yang dapat
digunakan sebagai alternative dengan efek samping tidak berbahaya yaitu memanfaatkan tanaman obat yang
mengandung senyawa antifertilitas. Beberapa tanaman yang mengandung senyawa antifertilitas yaitu srikaya
(Annona squamosa L.) dan pacing (Costus speciosus (Koen.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh ekstrak rimpang pacing, ekstrak daun srikaya dan ekstrak kombinasinya terhadap jumlah folikel
tersier dan folikel de graff pada mencit betina. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan
Metode analisis uji F (anova) satu arah dengan percobaan rancangan acak lengkap (RAL). Penurunan jumlah
folikel tersier terbaik adalah pada pemberian ekstrak daun srikaya pada dosis 250 mg/kg BB. Pada folikel de
graff, paling efektif adalah pada pemberian ekstrak daun srikaya dosis 250 mg/kg BB dan pemberian ekstrak kombinasi ekstrak rimpang pacing dan daun srikaya yaitu pada pemberian dosis 125:125 mg/kg BB.
Penurunan jumlah folikel tersier dan folikel de graff juga dapat disebabkan karena adanya kandungan bahan
aktif yang ada didalam rimpang pacing dan daun srikaya. Penurunan jumlah folikel pada tiap-tiap perlakuan
juga dipengaruhi banyaknya dosis yang diberikan sehingga semakin banyak jumlah dosis yang diberikan,
maka semakin sedikit jumlah folikel yang terbentuk.
Kata kunci : antifertilitas, folikel de graff, folikel tersier, ekstrak rimpang pacing, ekstrak daun srikaya
The Effectivity of Pacing Rhizome Extract (Costus speciosus),
Srikaya Leaves Extract (Annona squamosa L.) and Its Combination on the Decrease of Tertiary and de Graff Follicles Number of
Female Mice (Mus Musculus)
ABSTRACT
One way to deal with uncontrolled population growth is by using contraception through the family planning
program. the existing contraceptives are mostly synthetic contraceptives that have risks. another alternative
that can be used as contraception with harmless side effects is to use medicinal plants that contain
antifertility compounds. some plants that contain antifertility compounds are srikaya (annona squamosa l.)
and pacing (costus speciosus (koen.). this study aims to determine the effect of pacing rhizome extract,
srikaya leaf extract and its combination extract on the number of tertiary follicles and de graff follicles in
female mice. this is an experimental study using a one-way f (anova) test analysis method with a complete
randomized design trial. the best reduction in the number of tertiary follicles and de graff follicles is at a
dose of 250 mg/kg and and the combination extract of pacing rhizome extract and srikaya leaf are at a dose
of 125: 125 mg/kg. the decrease in the number of tertiary follicles and de graff follicles can also be caused by the presence of active ingredients in the pacing and srikaya leaves. decreasing the number of follicles in
each treatment is also influenced by the dose given, so the more the number of doses given, the less the
number of follicles formed.
Keywords: antifertility, de graff follicles, tertiary follicles, pacing rhizome extract, srikaya leaves extract.
Efektivitas Ekstrak Rimpang Pacing (Costus speciosus), Daun
Srikaya (Annona squamosa L.) dan Ekstrak Kombinasinya Terhadap Penurunan Jumlah Folikel Tersier dan Folikel De Graff
Pada Mencit Betina (Mus musculus)
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
34
I. PENDAHULUAN
Pertumbuhan penduduk yang masih tinggi di
Indonesia menjadi salah satu ancaman yang harus
diperhatikan. Untuk menanggulangi pertumbuhan
penduduk tersebut maka diperlukan suatu
pengendalian salah satunya dengan penggunaan
kontrasepsi melalui program Keluarga Berencana
(KB). Kontrasepsi yang beredar kebanyakan
merupakan kontrasepsi sintetis yang memiliki
risiko terhadap kesehatan pemakainya.
Kontrasepsi sintetis diketahui memiliki efek
samping seperti menstruasi yang tidak teratur,
alergi, obesitas dan pendarahan diluar siklus
menstruasi. Alternatif lain yang dapat digunakan
sebagai kontrasepsi dengan efek samping tidak
berbahaya yaitu memanfaatkan tanaman obat yang
mengandung senyawa antifertilitas. Tanaman obat
diketahui memiliki kelebihan yaitu efek
sampingnya relatif kecil dan komponen dalam satu
bahan memiliki efek yang saling mendukung [1]
[2].
Senyawa antifertilitas adalah senyawa yang
dapat mencegah kesuburan dengan mengganggu
beberapa mekanisme reproduksi normal pada pria
maupun wanita [2][3]. Beberapa tanaman yang
mengandung senyawa antifertilitas yaitu srikaya
(Annona squamosa L.) dan pacing (Costus
speciosus (Koen.). Daun Srikaya dapat digunakan
sebagai antiradang, antelmentik, astringen,
antifertilitas dan zat pemicu pematangan bisul dan
antitumor [4][5]. Hasil skrining fitokimia yang
dilakukan oleh penelitian terdahulu (Dewi, 2015)
diperoleh hasil bahwa daun pacing mengandung
flavonoid, saponin, tannin, steroid, triterpenoid dan
glikosida dan hasil pengujian efek antifertilitas
ekstrak etanol daun pacing menunjukkan bahwa
pada dosis 100 mg/kg BB dan dosis 200 mg/kg BB
pemberian ekstrak seminggu sebelum kopulasi dan
pada pemberian seminggu sebelum kopulasi
sampai seminggu setelah kopulasi memiliki efek
antifertilitas [6].
Penelitian terdahulu juga telah membuktikan
bahwa ada pengaruh pemberian ekstrak rimpang
pacing, ekstrak daun srikaya dan ekstrak
kombinasinya terhadap jumlah folikel primer dan
sekunder pada mencit. Penurunan jumlah folikel
primer dan sekunder terbaik adalah pada
pemberian ekstrak Rimpang Pacing dosis 250
mg/kg BB [7]. Maka dari itu, penelitian ini
merupakan penelitian lanjutan untuk mengetahui
pengaruh ekstrak rimpang pacing dan daun
srikaya terhadap jumlah folikel tersier dan folikel
de graaf pada mencit betina.
2. METODE PENELITIAN
2.5. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Biologi
Dasar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
2.6. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain bak plastik, tempat makan dan minum mencit,
alat pencekok oral, timbangan analitik, alat destilasi,
alat bedah, mikroskop, mikrotom, cover glass dan
object glass. Bahan yang digunakan adalah ekstrak
daun srikaya dan ekstrak rimpang pacing, mencit
betina, alkohol 80%, etanol 80%, kloroform, kapas
dan reagen pewarna untuk histologi.
2.7. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental
menggunakan Metode analisis uji F (ANOVA) satu
arah dengan percobaan rancangan acak lengkap
(RAL). Untuk membandingkan angka rata-rata dari
hasil perlakuan dan menentukan perlakuan mana
yang menimbulkan perbedaan nyata di bandingkan
dengan perlakuan kontrol maka dilakukan Uji LSD.
2.8. Pengambilan Sampel
2.4.1 Pemberian Ekstrak Rimpang Pacing dan
Ekstrak Daun Srikaya
Penelitian ini menggunakan mencit betina
sebanyak 45 ekor mencit normal dengan rentang usia
2,5-3 bulan dan berat 25-30 gram. Pemberian dosis
ekstrak perlakuan yang digunakan adalah 0 mg/kg
BB, 100 mg/kg BB, 150 mg/kg BB, 200 mg/kg BB,
250 mg/kg BB dan dosis 0:0 mg/kg BB, 50:50 mg/kg
BB, 75:75 mg/kg BB, 100:100 mg/kg BB, 125:125
mg/kg BB. Dosis diberikan yaitu dengan 15
perlakuan meliputi 3 kelompok sebagai kontrol dan
12 kelompok diberi konsentrasi berbagai ekstrak
yang diberikan secara oral dengan menggunakan alat
pencekok oral (sonde) sebanyak 0,5 ml dan masing-
masing perlakuan diulang 3 kali ulangan.
Ekstrak daun srikaya, ekstrak rimpang pacing
serta kombinasi keduanya dilarutkan dengan aquades
dan didiamkan selama 24 jam. Ekstrak di berikan
secara oral dengan menggunakan sonde dengan
volume tidak melebihi intragestik mencit (0,5 ml).
Ekstrak diberikan pada mencit sebanyak satu kali
setiap hari yaitu pagi hari pukul 08.00-12.00 WIB
selama 25 hari dengan dosis yang telah dihitung
sesuai dengan berat mg/kg BB mencit. Pada hari ke-
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
35
26, seluruh mencit dibius dengan eter atau kloroform,
dibedah dan diambil ovariumnya untuk dibuat
preparat mikroanatomi.
2.4.2 Pembuatan Preparat Histologi Ovarium
Mencit
Tahap pertama yaitu ovarium difiksasi pada
larutan formalin 10% selama 1 jam, diulang
sebanyak 2 kali pada larutan yang berbeda. Setelah
melakukan filtrasi di lanjutkan dengan dehidrasi.
Tahap kedua yaitu ovarium yang sudah difiksasi
kemudian didehidrasi pada larutan etanol 70%
selama 1 jam, kemudian dipindahkan pada larutan
etanol 80% dan 95% sebanyak 2 kali dan dalam
etanol absolut selama 1 jam dan diulang sebanyak
2 kali pada etanol absolut yang berbeda. Setelah
didehidrasi dilanjutkan dengan tahap ketiga yaitu
proses clearing (penjernihan) untuk menarik kadar
etanol dengan menggunakan larutan xylene I
selama 1,5 jam dan dilanjutkan ke larutan xylene
II selama 1,5 jam. Tahap keempat dilanjutkan
dengan proses embedding. Pada proses ini
ovarium dimasukkan ke dalam cetakan dan
diinfiltrasi dengan menuangkan paraffin yang
dicairkan pada suhu 600C, kemudian paraffin
dibiarkan mengeras dan dimasukkan ke dalam
freezer selama ± 1 jam. Setelah proses embedding,
dilanjutkan dengan proses sectioning
(pemotongan). Ovarium yang sudah mengeras
dilepaskan dari cetakan dan dipasang pada
mikrotom kemudian dipotong setebal 5 micron
dengan pisau mikrotom. Hasil potongan
dimasukkan ke dalam water bath bersuhu 400C
untuk merentangkan hasil potongan. Hasil
potongan kemudian diambil dengan objek glass
dengan posisi tegak lurus dan dikeringkan.
2.4.3 Pewarnaan
Hasil potongan diwarnai dengan Hematoxilin
Eosin (pewarna HE) yang dilakukan dengan
beberapa tahap yaitu: Tahap pertama merendam
preparat dalam larutan xylene I selama 10 menit,
kemudian larutan xylene II dan etanol absolute
selama 5 menit. Setelah itu rendam dalam larutan
etano 96% dan 50% selama 30 detik dan running
tap water selama 5 menit. Tahapan dilanjutkan
dengan merendam preparat dalam meyer
hematoshirin selama 1-5 menit, kemudian rendam
lagi dalam running tap water selama 2-3 menit.
Selanjutnya preparat direndam dalam pewarna
eosin selama 1-5 menit. Lalu dimasukkan lagi
dalam etanol 75% selama 5 detik dan etanol
absolut selama 5 detik diulang 3 kali pada etanol
absolut yang berbeda. Selanjutnya preparat
direndam dalam larutan xylene III selama 5 menit,
kemudian dipindahkan dalam xylene IV selama 5
menit dan terakhir dipindahkan ke dalam xylene V
selama 10 menit. Preparat diangkat dan
dikeringkan dan ditutup menggunakan deckglass.
Setelah diwarnai proses dilanjutkan dengan
mounting (perekatan). Sediaan yang telah diwarnai
kemudian ditutup pengamatan sediaan dan
mikroanatomi ovarium mencit diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 400 kali (10 x 40).
Parameter yang diamati meliputi jumlah folikel
tersier dan folikel de graaf.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan Tabel 1, terjadi penurunan
jumlah folikel tersier dan folikel de graff pada 45
mencit yang telah diberi ekstrak rimpang pacing,
daun srikaya pada dosis 100 mg/kg BB, 150 mg/kg
BB, 200 mg/kg BB, dan 250 mg/kg BB, sedangkan
pada ekstrak kombinasi pada dosis 50:50, 75:75,
100:100, 125:125. Penurunan jumlah folikel tersier
terbaik adalah pada pemberian ekstrak daun srikaya
pada dosis 250 mg/kg BB. Penurunan jumlah folikel
de graff terbaik adalah pada pemberian ekstrak daun
srikaya dosis 250 mg/kg BB dan pemberian ekstrak
kombinasi antara rimpang pacing dan daun srikaya
pada pemberian dosis 125:125 mg/kg BB.
Tabel 1. Rata-rata folikel tersier dan folikel
de graff
Jenis
Ekstrak
Konsen
trasi
mg/kg
BB
Rata-
rata
Folikel
Tersier
Rata-
rata
Folikel
De Graff
Ekstrak
Rimpang
Pacing
0 12 4
100 11 3,33
150 5 2,33
200 4 1,66
250 3,66 1,33
Ekstrak
Daun
Srikaya
0 12 4
100 7,66 2,33
150 6 1,66
200 3,66 1
250 3 1
Kombinasi
Ekstrak
0 12 4
50:50 10 2
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
36
Rimpang
Pacing dan
Ekstrak
Daun
Srikaya
75:75 7,33 1,66
100:100 5,33 1
125:125 5 1
Tabel 2. Analisis Uji Anova Folikel Tersier
Tabel 3. Analisis Uji Anova Folikel De Graff
Hasil uji Anova pada tabel 2 dan tabel 3
menunjukkan bahwa ekstrak rimpang pacing,
ekstrak daun srikaya dan ekstrak kombinasinya
berpengaruh signifikan (P<0,05) terhadap jumlah
folikel tersier mencit (Mus musculus). Hasil uji
beda LSD pengaruh ekstrak rimpang pacing, daun
srikaya dan ekstrak kombinasinya menunjukkan
signifikan terhadap jumlah folikel tersier dan
folikel de graaf pada mencit.
Turunnya jumlah folikel dapat melalui
mekanisme penghambatan produksi dan sekresi
hormon FSH, LH dan estrogen maupun melalui
mekanisme gangguan secara langsung pada sel target
yaitu dapat berupa rusaknya membran sel, degenerasi
dan apoptosis serta gangguan pada proses
pembelahan. Selain itu, penurunan jumlah folikel
pada tiap-tiap perlakuan juga dipengaruhi banyaknya
dosis yang diberikan. Semakin banyak dosis yang
diberikan, maka semakin sedikit jumlah folikel yang
terbentuk. Hal ini juga dibuktikan pada penelitian
sebelumnya, bahwa folikel tersier tidak mampu
berkembang sampai pada tahap folikel de graff
karena disebabkan oleh pemberian dosis yang terlalu
besar sehingga menyebabkan ovulasi tidak terjadi [8].
Penurunan jumlah folikel tersier juga dapat
disebabkan karena adanya kandungan bahan aktif
yang ada didalam rimpang pacing dan daun srikaya.
Daun srikaya (Annona squamosa L.) mengandung
senyawa flavonoid, fenolik, saponin, triterpenoid,
steroid dan alkaloid [7][9]. Flavonoid dapat
menghambat enzim aromatase yang berfungsi
mengkatalisis androgen menjadi estrogen, sehingga
ketika enzim aromatase dihambat maka jumlah
estrogen meningkat. Konsentrasi estrogen yang
meningkat ini akan memberikan efek umpan balik
negatif ke hipofisis untuk menekan sekresi FSH dan
LH sehingga akan menghambat perkembangan
folikel [8][10].
Bahan aktif lain pada daun srikaya yaitu
triterpenoid yang dapat menyebabkan terjadinya
penurunan jumlah folikel tersier menuju ke folikel de
graff. Triterpenoid menyebabkan efek antifertilitas
sehingga terjadi gangguan hormonal, yaitu gangguan
pada FSH dan LH. Folikel yang tidak berkembang
dapat disebabkan karena adanya gangguan pada jalur
hipotalamus hipofisa sehingga sekresi GnRH
mengalami gangguan dan mempengaruhi
pembentukan, perkembangan dan pematangan folikel
[8][11].
Menurunnya jumlah folikel de graff
menunjukkan adanya kematian sel-sel granulosa
sehingga mengganggu terjadinya proses
folikulogenesis yang menyebabkan folikel
mengalami atresia dan folikel atresia dapat terjadi di
berbagai tahap perkembangan folikel [2][12][13].
Berdasarkan hal tersebut, dapat diasumsikan bahwa
penurunan jumlah folikel yang matang diakibatkan
karena adanya kandungan ekstrak rimpang pacing
dan ekstrak daun srikaya yang menyebabkan
terjadinya folikel atresia pada tahap perkembangan
folikel, sehingga jumlah folikel de graff mengalami
penurunan. Hal ini
4. KESIMPULAN
Ekstrak rimpang pacing, ekstrak daun srikaya
dan ekstrak kombinasinya berpengaruh signifikan
terhadap jumlah folikel tersier dan folikel de graff
pada mencit (Mus musculus). Penurunan jumlah
folikel tersier terbaik adalah pada pemberian ekstrak
ANOVA
Folikel.Tersier
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Between
Groups
477.244 14 34.089 4.62
0
.000
Within
Groups
221.333 30 7.378
Total 698.578 44
ANOVA
Folikel.De.Graff
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Between
Groups
55.244 14 3.946 2.08
9
.044
Within
Groups
56.667 30 1.889
Total 111.911 44
Journal of Pharmacy and Science
Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558
37
daun srikaya pada dosis 250 mg/kg BB. Penurunan
jumlah folikel de graff terbaik adalah pada
pemberian ekstrak daun srikaya dosis 250 mg/kg BB
dan pemberian ekstrak kombinasi antara rimpang
pacing dan daun srikaya pada pemberian dosis
125:125 mg/kg BB.
5. UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih kepada rekan-rekan peneliti atas
masukan, saran dan telah bersedia membantu
penelitian dan penyusunan jurnal ini.
6. PENDANAAN
Penelitian ini adalah penelitian skema
pengembangan yang didanai oleh Universitas PGRI
Adi Buana Surabaya melalui Penelitian Hibah Adi
Buana tahun 2018/2019.
7. KONFLIK KEPENTINGAN
Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat
potensi konflik kepentingan dengan penelitian,
kepenulisan (authorship), dan atau publikasi artikel
ini.
DAFTAR PUSTAKA
10. Katno. Tingkat manfaat, keamanan dan efektifitas tanaman obat dan obat tradisional. Karanganyar: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2008.
11. Alfian MAJ, Sitasiwi AJ, Djaelani MA. Efek antifertilitas ekstrak air biji pepaya (Carica
papaya L.) terhadap jumlah dan diameter folikel de graaf mencit (Mus musculus) Betina. Jurnal Pro-Life. 2018; 5(1): 476-486.
12. Dabhadkhar DK, Thakare VG, Zade VS, Charjan AP, Dhore MM, Deosthale SM. Review on some ethnobotanical plants having antifertility activity in female albino rats. Int. Res J. of Science and Engineering. 2015; 3 (2): 43 – 46
13. Djajanegara I, Wahyudi P. Pemakaian sel hela dalam uji sitotoksisitas fraksi kloroform dan etanol ekstrak daun annona squamosa. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2009; 7(1): 7-11.
14. Laili NDH, Nofianti T, Sari FI. Uji antifertilitas ekstrak etanol daun srikaya (Annona squamosa L.) terhadap mencit putih betina bunting galur swiss webster. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. 2016; 15 (1): 51-55.
15. Dewi N. P. Uji efek antifertilitas ekstrak etanol daun pacing (Cheilocostus speciosus (J. Koenig) C.D. Specht) pada mencit betina (skripsi). Universitas Sumatera Utara; 2015.
16. Ajiningrum PS, Amilah S, Widyaningtyas PG. Potensi Ekstrak Rimpang Pacing (Costus speciosus), Daun Srikaya (Annona squamosa L.) dan Kombinasinya Terhadap Jumlah Folikel
Primer dan Sekunder Pada Mencit Betina (Mus musculus). Prosiding Sminar Nasional Hasil
Riset dan Pengabdian II; 18 Oktober 2019;
Surabaya, Indonesia. Indonesia: Universitas PGRI Adi Buana Surabaya; 2019.
17. Hasfita Y. Pengaruh ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L.) urban) dosis tinggi terhadap histologi dan berat ovarium mencit (Mus musculus) betina (skripsi). Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang; 2013.
18. Rusmiati. Pengaruh ekstrak metanol kulit kayu durian (Durio zibethius murr) pada struktur mikroanatomi ovarium dan uterus mencit (Mus musculus L) Betina. Jurnal Sains dan Terapan Kimia. 2010; 4 (1): 29-37
19. Adimunca C. Kemungkinan pemanfaatan ekstrak buah pare sebagai bahan kontrasepsi pria. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran. 1996;
112:12-14. 20. Limbong T. Pengaruh ekstrak ethanol kulit batang
pakettu (Ficus superba Miq) terhadap folikulogenesis ovarium mencit (Mus musculus) (tesis). Universitas Airlangga Surabaya; 2003.
21. Bender DA. Free Radicals an Antioxidant Nutrients. New York: Mc Graw Hill Lange, 2009.
22. Tilly JL, Tilly KL. Inhibitors of Oxidative Stress Mimic the Ability of Follicle-Stimulating
Hormone to Suppress Apoptosis in Cultured Rat Ovarian Follicles. Endocrinology. 1995; 136 (1): 242-252.