jarak aman peledakan

14
K3 DALAM PERTAMBANGAN Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) terutama di industri pertambangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting demi kelancaran kegiatan operasional sehingga timbulnya rasa aman dan nyaman bagi pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Pada prinsifnya kecelakaan kerja dapat terjadi dikarenakan oleh kondisi yang tidak aman serta kegiatan/aktifitas yang tidak aman. Dalam industri pertambangan seorang Kepala Teknik Tambang (KTT) ditunjuk sebagai penanggung jawab penuh terhadap K-3 dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Pengawas Operasional dan Pengawas Teknis. Seiring dengan pernyataan prinsip ekonomi maka munculnya dilema yang terjadi saat ini adalah dimana organisasi K-3 tersebut juga mendapatkan tugas dari pemilik perusahaan untuk menekan biaya operasional, sehingga berusaha melakukan penghematan terhadap biaya operasi, yang kenyataannya keputusan yang diambil tidak memperhatikan aspek keselamatan. Karena keputusan tersebut masih mengandung risiko tinggi tanpa melakukan pengamanan yang baik, maka mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Sebenarnya SDM K-3 harus Memahami manajemen perubahan, memiliki pengetahuan proses produksi serta mampu mengendalikan manajemen. Sehingga

Upload: heril-chahyadi

Post on 25-Jun-2015

877 views

Category:

Documents


47 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jarak Aman Peledakan

K3 DALAM PERTAMBANGAN

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) terutama di industri

pertambangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting demi

kelancaran kegiatan operasional sehingga timbulnya rasa aman dan nyaman bagi

pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Pada prinsifnya

kecelakaan kerja dapat terjadi dikarenakan oleh kondisi yang tidak aman serta

kegiatan/aktifitas yang tidak aman. Dalam industri pertambangan seorang Kepala

Teknik Tambang (KTT) ditunjuk sebagai penanggung jawab penuh terhadap K-3

dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Pengawas Operasional dan

Pengawas Teknis.

Seiring dengan pernyataan prinsip ekonomi maka munculnya dilema yang

terjadi saat ini adalah dimana organisasi K-3 tersebut juga mendapatkan tugas

dari pemilik perusahaan untuk menekan biaya operasional, sehingga berusaha

melakukan penghematan terhadap biaya operasi, yang kenyataannya keputusan

yang diambil tidak memperhatikan aspek keselamatan. Karena keputusan

tersebut masih mengandung risiko tinggi tanpa melakukan pengamanan yang

baik, maka mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Sebenarnya SDM K-3

harus Memahami manajemen perubahan, memiliki pengetahuan proses

produksi serta mampu mengendalikan manajemen. Sehingga dapat menjaga

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) dengan tetap memperhatikan prinsip

ekonomi. Manajemen keselamatan pertambangan meliputi ; menimbang dan

memperhitungkan bahaya yang potensial dimana akan membahayakan para

pekerja dan peralatan, melaksanakan dan memelihara / menjaga kendali yang

memadai termasuk kontrol pola penambangan,pendidikan dan latihan,

pemeliharaan peralatan tambang serta struktur menejemen yang ada harus

memadai untuk mengidentifikasi resiko dan penerapan kontrol.

Dalam melakukan pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada industri

pertambangan minerba-pabum (mineral, batubara dan panas bumi) kita harus

Page 2: Jarak Aman Peledakan

memahami perubahan lingkungan, memiliki Sistem Managemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (SMK-3) yang terintegrasi, memiliki kebijakan dan strategi

K3 yang menciptakan SDM berbudaya K3 khususnya di departemen operasi dan

perlu adanya rotasi jabatan di antara SDM Operasi, K3 dan Perawatan untuk

mendapatkan SDM yang kompeten.

Dengan memperhatikan karakter-karakter lingkungan pertambangan

maka pengelolaan program K3 pertambangan umum tidak mungkin dilakukan

secara “super ficial”, bahkan untuk dapat mencakup seluruh karakter tersebut

serta untuk mendapatkan kinerja K3 yang tinggi maka pengelolaan K3 harus

dilakukan secara bersistem. Sistem menejemen K3 di lingkungan pertambangan

umum berkembang seiring dengan perkembangan industri itu sendiri, utamanya

setelah masuknya swasta asing. Dalam peraturan perundangan sub-sektor

pertambangan umum tidak secara eksplisit disebut adanya sistem menejemen

K3, namun dalam prakteknya seluruh perusahaan pertambangan umum telah

menerapkan dengan berbagai variasinya. Khusus untuk beberapa perusahaan

swasta asing ada yang langsung mengadopsi sistem menejemen K3 yang ada di

negara asalnya atau dari negara lain, seperti nasional occupational safety agency

( NOSA) dari afrika selatan, international safety rating (ISR), international Loss

control institute (ILCI) dari amareika, dan beberapa sistem yang dikembangakan

di austrlia. Dengan demikian perusahaan pertambangan umum tidak di wajibkan

untuk hanya menerapkan satu model sistem menejemen K3 yang seragam.

Sistem K3 negara lain yang diterapkan di indonesia, umumnya hanya

menekankan pengaturan dan pengawasan internal di dalam unit organisasi

perusahaan dan tidak menjelaskan bagaimana korelasi sistem manejemen K3

tersebut dengan pengawasan dan pembinaan dari sisi pemerintah ( inspektur

tambang ).

K3 Dalam Peledakan

Page 3: Jarak Aman Peledakan

Beberapa perusahaan pertambangan yang melakukan peledakan untuk

menghasilkan fragmentasi batuan overburden, dan menggunakan Nonel sebagai

inisiasi systemnya tentu tidak asing dengan istilah misfire. Hal ini berhubungan

dengan system Nonel yang tidak mempunyai kontrol terhadap misfire kecuali

dengan melakukan penyambungan secara benar dan final check dengan teliti.

Dengan kata lain, proses kontrol dilakukan secara fisik oleh seorang juru ledak.

Berbeda bila menggunakan system elektrik ataupun system dengan teknologi

muktahir yakni elektronik, misfire dengan mudah dapat dicegah bahkan sebelum

blasting mechine ditekan. Kedua system ini memiliki alat untuk mendeteksi

apakah sambungan antara surface delay dengan surface delay atau dengan

inhole delay telah tersambung dengan benar. Jadi, pada kedua metode ini,

misfire yang disebabkan oleh human error tidak tersambung- bisa dicegah sedini

mungkin. Adapun bila misfire terjadi pada system ini, boleh jadi dikarenakan oleh

hal lain, seperti kegagalan detonator, atau terjadinya kerusakan (putus) setelah

pengecekan atau analisa akhir dilakukan. Mengapa misfire harus dicegah?

Misfire yang terjadi mengakibatkan dua hal penting. Pertama berhubungan

dengan keselamatan kerja, misfire sangat berbahaya bila terjadi dan tidak

diketahui, apalagi bila misfire tidak ditemukan. Bahayanya adalah apabila Nonel,

detonator, atau booster terkena oleh alat gali, atau dozer yang mungkin tengah

bekerja di lokasi hasil suatu peledakan. Tentu saja fatality dan kerusakan berat

pada alat adalah potensi paling tinggi bila lubang misfire meledak dengan

sendirinya akibat gesekan, hantaman dari bucket atau blade alat berat tersebut.

Kedua adalah proses loss -kehilangan waktu produktif-, karena dengan

terjadinya misfire maka alat-alat produksi harus tetap berhenti bekerja

menunggu proses hingga juru ledak dapat mengontrol lubang-lubang misfire

tersebut. Keputusan untuk penembakan kedua pada lubang-lubang misfire,

tentu semakin menambah hilangnya waktu produksi. Dan bila dihitung, maka

dalam semingu, satu bulan, atau setahun, maka kehilangan waktu tidaklah

sedikit jumlahnya.

Page 4: Jarak Aman Peledakan

Beberapa tambang-tambang di Indoensia ataupun Australia, masih

menggunakan metode yang biasa disebut final check. Metode ini adalah proses

pengecekan sambungan antara inhole delay dan surface delay sebelum

penembakan (firing) dilakukan. Final check dilakukan oleh satu orang atau lebih,

dilakukan dengan berjalan dari baris pertama hingga baris terakhir, mengamati

sambungan secara satu persatu. Cara ini cukup effektif bila pelakunya

mengerjakannya dengan tenang, teliti, dan benar. Karena kelalaian dalam

mengamati sambungan akan berakibat misfire. Juga cara ini cukup efektif bila

dilakukan pada jumlah sambungan atau jumlah lubang yang tidak terlalu banyak

(100 - 300 lubang). Bagaimana bila lubang ledak berjumlah lebih dari 600 lubang

atau lebih? Data misfire yang disebabkan oleh kegagalan sambungan

(unconnected human error) di tambang batubara terbesar di Kaltim menunjukan:

pada tahun 2005 telah terjadi 8 kali misfire dari sekitar 400.000 sambungan

(1:50.000) dan akhir Agustus 2006 terjadi 9 kali misfire dari 350.000 sambungan

(1:38.888). Data misfire ini relatif bagus bahkan bila dibandingkan dengan

tambang-tambang di luar negeri yang menggunakan Nonel system yang sama.

Namun demikian hasil continous improvement menunjukan bahwa misfire akibat

kegagalan sambungan masih bisa diperkecil atau bahkan ditiadakan. Metode

baru pun telah dibuat dan diterapkan sejak September 2006 di tambang

tersebut. Metode ini tidak berbeda dengan metode sebelumnya, hanya

prinsipnya saja yang berubah.

Pertama, pengecekan sambungan dilakukan oleh orang yang melakukan

penyambungan itu sendiri. Tidak dibebankan kepada orang yang melakukan final

check seperti pada metode sebelumnya. Konsekuensinya, orang yang melakukan

penyambungan haruslah seorang juru ledak yang kompeten dan

bertanggungjawab penuh terhadap sambungan yang dibuatnya. Sambungan

harus 100% benar sebelum ia melanjutkan untuk menyambung pada lubang

berikutnya.

Page 5: Jarak Aman Peledakan

Kedua, memberi tanda pada sambungan sebagai identifikasi bahwa

sambungan telah dilakukan dengan benar dan agar mudah dikenali siapa yang

melakukannya. Tanda ini meggunakan pita warna. Bila ada tiga orang yang

melakukan penyambungan, maka digunakan pita dengan warna berbeda untuk

masing-masing orang. Ini sangat membantu pada proses investigasi bila misfire

terjadi. Akan mudah diketahui siapa yang melakukan penyambungan di lubang

tersebut. Jelas ini berbeda dengan metoda sebelumnya dimana tidak mudah

untuk mengetahui siapa yang melakukan sambungan sebelumnya bila misfire

terjadi.

Ketiga, final check dengan hanya melihat pita warna pada sambungan dan

meletakkan pita warna yg berbeda pada lubang yang telah dilewatinya sebagai

tanda bahwa orang kedua telah melihat lubang tersebut telah disambung.

Keuntungannya adalah juru ledak dapat melakukan final check dengan cepat dan

mudah. Bila juru ledak melihat lubang tanpa pita warna, berarti sambungan

belum ada dan dia bisa melakukan sambungan pada lubang tersebut. Oleh

karena itu, berapapun jumlah lubang yang akan diledakan, juru ledak akan

dengan mudah melakukan final check tanpa terjadi dua kali atau lebih

pengecekan pada satu lubang ledak.

Data terakhir dengan melaksanakan medote baru ini menunjukan hanya

terjadi sekali misfire dari 187.000 sambungan. Misfire yang terjadipun dapat

dengan mudah dideteksi siapa pelaku penyambungan dan dengan demikian

mudah pula untuk melakukan langkah-langkah perbaikan, baik terhadap pelaku

ataupun system itu sendiri.

Jarak Aman Peledakan

Sebuah makalah yang dibuat oleh peneliti dari US Mine Safety and Health

Administration pada tahun 2001 menunjukkan bahwa terdapat empat kategori

utama kecelakaan kerja yang berhubungan dengan peledakan, yaitu (1)

keselematan dan keamanan lokasi peledakan; (2) batu terbang atau flyrock, (3)

Page 6: Jarak Aman Peledakan

peledakan premature (premature blasting) dan (4) misfre (peledakan mangkir).

Kasus yang terjadi di Adaro merupakan salah satu jenis kecelakaan kerja yang

ditenggarai disebabkan oleh arah peledakan (keselamatan peledakan) dan

terkena batuan hasil peledakan yang dapat dikategorikan sebagai flyrock (pada

jarak yang dekat). Ini merupakan situasi yang masuk akal karena seorang juru

ledak memang berada di daerah yang paling dekat dengan pusat kegiatan

peledakan.

Hal ini merupakan salah satu contoh perlunya pengetahuan yang lebih

mendalam dalam hal blasting management system (system pengaturan atau

pengontrolan peledakan) terhadap semua yang terlibat di dalam kegiatan

peledakan. Dalam suatu peledakan terdapat banyak hal-hal yang harus

diperhatikan untuk mendapatkan hasil peledakan sesuai dengan yang diinginkan

oleh tambang yang bersangkutan. Batuan yang diledakkan dalam hal ini bisa

berwujud batu bara itu sendiri dan batuan penutup (overburden and

interburden). Dalam tambang emas kita mempunyai istilah waste (sampah) dan

ore (bijih emas) yang harus diledakkan untuk memudahkan pengangkutan dan

pencucian atau proses permurnian bahan galian yang ditambang.

Kegiatan peledakan di tambang merupakan salah satu kegiatan yang

dianggap mempunya resiko cukup tinggi. Tapi bukan berarti kegiatan tersebut

tidak dapat dikontrol. Proses pemgontrolan kegiatan ini dapat dimulai dari

proses pencampuran ramuan bahan peledak, proses pengisin bahan peledak ke

lubang ledak, proses perangakain dan proses penembakan. Dalam kasus ini yang

memegang peranan penting adalah kontrol terhadap proses penembakan. Ada

beberapa hal yang perlu dilakukan adalah sebagi berikut.

Desain peledakan.

Bagian ini memegang peranan penting dalam mengurangi kecelakaan

kerja yang berhubungan dengan aktivitas peledakan. Rancangan peledakan yang

Page 7: Jarak Aman Peledakan

memadai akan mengidentifikasi jarak aman; jumlah isian bahan peledak per

lubang atau dalam setiap peledakan; waktu tunda (delay period) yang diperlukan

untuk setiap lubang ledak atau waktu tunda untuk setiap baris peledakan; serta

arah peledakan yang dikehendaki. Jika arah peledakan sudah dirancang

sedemikian rupa, juru ledak dan blasting engineer harus berkordinasi untuk

menentukan titik dimana akan dilakukan penembakan (firing) dan radius jarak

aman yang diperlukan. Ini perlu dilakukan supaya juru ledak memahami potensi

bahaya yang berhubungan dengan broken rock hasil peledakan and batu terbang

(flyrock) yang mungkin terjadi.

Training kepada juru ledak.

Hal ini sangat penting dilakukan, karena sumber daya ini memegang

peranan penting untuk menerjemahkan keinginan insinyur tambang yang

membuat rancangan peledakan. Hal ini sudah diatur dalam Keputusan Menteri,

yang mengharuskan setiap juru ledak harus mendapatkan training yang memadai

dan hanya petugas yang ditunjuk oleh Kepala Teknik Tambang yang

bersangkutan yang dapat melakukan peledakan. Juru ledak dari tambang

tertentu tidak diperbolehkan untuk melakukan peledakan di tambang yang lain

karena karakterisktik suatu tambang yang berbeda-beda.

Prosedur kerja yang memadai.

Prosedur kerja atau biasa disebut SOP (Safe Operating Procedure) ini

memegang peranan penting untuk memastikan semua kegiatan yang

berhubungan dengan peledakan dilakukan dengan aman dan selalu mematuhi

peraturan yang berlaku, baik peraturan pemerintah maupun peraturan di

tambang yang bersangkutan. Prosedur ini biasanya dibuat berdasarkan

pengujian resiko (risk assessment) yang dilakukan oleh tambang tersebut

sebelum suatu proses kerja dilakukan. Prosedur ini mencakup keamanan bahan

peledak, proses pengisian bahan peledak curah, proses perangakaian bahan

Page 8: Jarak Aman Peledakan

peledak , proses penembakan (firing) termasuk jarak aman dan clearing daerah

disekitar lokasi peledakan. Jarak aman pada suatu peledakan (safe blasting

parameter) saat ini memang tidak mempunyai standard yang dibakukan,

termasuk tambang-tambang di Australia. Di dalam Keputusan Menteri-pun, tidak

dijelaskan secara detail berapa jarak yang aman bagi manusia dari lokasi

peledakan. Hal ini disebabkan oleh setiap tambang mempunyai metode

peledakan yang berbeda-beda tergantung kondisi daerah yang akan diledakkan

dan tentu saja hasil peledakan yang dikehendaki. Akan tetapi bukan berarti

setiap juru ledak boleh menentukan sendiri jarak aman tersebut. Keputusan

mengenai keselamatan khususnya jarak aman tersebut berada pada seorang

Kepala Teknik Tambang yang ditunjuk oleh perusahaan setelah mendapat

pengesahan dari Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang. Di tambang-tambang

terbuka di Indonesia, jarak aman terhadap manusia boleh dikatakan hampir

mempunyai kesamaan yaitu dalam kisaran 500 meter. Dari mana jarak ini

diperoleh? Jelas seharusnya dari hasil risk assessment (pengujian terhadap

resiko) yang telah dilakukan di tambang-tambang tersebut. Risk assessment ini

tidak saja berbicara secara teknik peledakan dan pelaksaannya, namun perlu juga

dimasukkan contoh-contoh hasil perbandingan dari tambang-tambang yang ada

baik di dalam ataupun luar negeri. Jarak aman dari hasil risk assessment inilah

yang seharusnya menjadi acuan bagi pembuatan prosedur kerja dalam lingkup

pekerjaan peledakan di lapangan. Walaupun ada beberapa tambang yang

membuat standard yang lebih kecil dari 500 meter; tapi hal itu diperbolehkan

sepanjang risk assessment sudah dilakukan dan sudah disetujui oleh Kepala

Teknik Tambang yang bersangkutan. Biarpun tidak menutup kemungkinan

terjadinya pelanggaran terhadap jarak aman dari peledakan, akan tetapi seorang

juru ledak yang kompeten semestinya akan mentaati aturan dan prosedur kerja.

Pelanggaran prosedur kerja akan berakibat fatal, baik bagi diri dia sendiri, teman

kerja maupun ada perusahaan tempat dia bekerja.

Page 9: Jarak Aman Peledakan

TUGASTEKNIK PELEDAKAN

Page 10: Jarak Aman Peledakan

“ K3 DALAM PERTAMBANGAN KHUSUSNYA DIBIDANG PELEDAKAN “

Oleh : Heril ChahyadiNo. Mhs : D 621 07 028

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGANJURUSAN TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2010