jalan menuju sion berkata dengan keceriaan yang dipaksakan. keluarga wanlass melakukan perjalanan...

1
Juli 2017 65 ANAK-ANAK Richmond, Missouri, 2 Juni 1862 M ary, apa yang kamu lihat? Ibu tiri Mary berbicara lembut dari tempat tidur di mana dia terbaring sakit. “Pertempuran tampaknya semakin dekat,” ujar Mary, menatap keluar jendela. Perang Sipil Amerika sedang berkecamuk hanya beberapa mil jauhnya. Suara tembakan senjata telah memenuhi udara sejak pagi. Mary menoleh pada ibu tirinya. “Maaf.” Saya rasa kita tidak bisa meninggalkan rumah untuk menemui dokter.” “Mendekatlah.” Mary duduk di sisi tempat tidur dan meraih tangan ibu tirinya. “Ibu tahu ayahmu masih tidak sehat,” ibu tiri Mary berkata lirih, “tetapi kamu perlu membawa keluarga ke Sion—kakak dan adikmu, serta saudara kembarmu. Ayahmu tidak akan tenang sampai dia pergi ke Pegunungan Rocky! Berjanjilah pada ibu!” Mary tahu betapa keluarganya ingin pergi ke Salt Lake City. Setelah mereka mendengar Injil dan dibaptiskan, mereka telah meninggalkan Inggris untuk bergabung dengan Orang-Orang Suci di Sion. Tetapi apakah itu bahkan mungkin? Dia menatap sekilas ayahnya, yang duduk dengan tenang di kursinya. Tiga tahun lalu, Ayah telah menderita strok yang parah yang telah melumpuhkan sisi kiri tubuhnya. Mary menghirup nafas dalam-dalam. “Saya janji,” dia berbisik. Segera ibu tiri Mary memejamkan matanya untuk terakhir kalinya. Suatu pagi segera sesudahnya, Mary memutuskan adalah waktunya untuk memberi tahu ayahnya mengenai janjinya. “Saya tahu saya baru berusia 14,” tuturnya, “namun saya harus membawa keluarga kita ke Sion.” Dia mendengar adik kembarnya bangun. “Saya perlu pergi menyiapkan sarapan,” tuturnya. “Tetapi tolong pikirkan tentang itu.” Beberapa hari kemudian, Ayah memanggil nama Mary. “Semuanya telah diatur,” dia berkata. Ucapannya masih terbata-bata karena strok. “Saya telah menjual tanah kita dan tambang batu bara agar kita dapat membeli sebuah gerobak, beberapa lembu, sapi, dan beberapa persediaan. Sebuah rombongan gerobak segera pergi ke Barat. Mereka bukan Orang-Orang Suci Zaman Akhir, namun kita dapat melakukan perjalanan bersama mereka sejauh ke Iowa. Saat kita tiba di sana, kita dapat bergabung dengan rombongan Orang Suci yang pergi Lembah Salt Lake.” Mary memeluk ayahnya. “Terima kasih, Ayah.” Segera mereka akan pergi ke Sion! Hari-hari berlalu dengan cepat sewaktu Mary membantu menyiapkan keluarga untuk perjalanan mereka. “Semuanya akan baik-baik saja,” ujarnya dalam hati. “Segera kita akan berada di Sion.” Tetapi kemudian Ayahnya jatuh sakit. Dari cara mulutnya mencong ke satu sisi, Mary takut itu serangan strok lainnya. “Dia terlalu sakit untuk melakukan perjalanan,” dia Jalan Menuju Sion memberi tahu pemimpin rombongan gerobak. “Kami hanya perlu beberapa hari bagi dia untuk pulih.” “Kami tidak bisa menunggu,” pria itu berkata dengan tegas. Melihat wajah Mary, dia melembutkan nada suaranya. “Kamu dapat tinggal di sini sampai dia siap untuk pergi, dan kemudian kamu dapat menyusul kami.” Tanpa ada pilihan lain, Mary setuju. Satu minggu kemudian, Mary mendapati keluarganya siap untuk melakukan perjalanan lagi. “Adik kembarnya dan Sarah dapat naik lembu,” dia memberi tahu Jackson, adik lelakinya yang berusia sembilan tahun. “Ayah dapat naik dalam gerobak, dan kamu dapat menolong saya mengendalikan lembu.” “Saya takut,” Sarah berkata dengan suara lirihnya. Dia baru berusia enam tahun, dan dia terlihat mungil di atas punggung lembu yang lebar. Adik kembar yang berusia empat tahun menatap Mary dengan mata terbelalak. “Kita akan melakukan perjalanan cepat dan mengejar kelompok kita!” Mary berkata dengan keceriaan yang dipaksakan. Keluarga Wanlass melakukan perjalanan terus-menerus, selama bermil-mil, dan kemudian selama berhari-hari. Akhirnya, bahkan Mary harus mengakui kebenaran. Rombongan gerobak tidak menunggu mereka. Mary dan keluarganya harus melakukan perjalanan ke Sion sendirian. ILUSTRASI OLEH MELISSA MANWILL Oleh Jessica Larsen Berdasarkan kisah nyata

Upload: hanguyet

Post on 12-Jun-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

J u l i 2 0 1 7 65

AN

AK-A

NA

K

Richmond, Missouri, 2 Juni 1862“Mary, apa yang kamu lihat? Ibu tiri Mary berbicara

lembut dari tempat tidur di mana dia terbaring sakit.“Pertempuran tampaknya semakin dekat,” ujar

Mary, menatap keluar jendela. Perang Sipil Amerika sedang berkecamuk hanya beberapa mil jauhnya. Suara tembakan senjata telah memenuhi udara sejak pagi. Mary menoleh pada ibu tirinya. “Maaf.” Saya rasa kita tidak bisa meninggalkan rumah untuk menemui dokter.”

“Mendekatlah.” Mary duduk di sisi tempat tidur dan meraih tangan ibu tirinya. “Ibu tahu ayahmu masih tidak sehat,” ibu tiri Mary berkata lirih, “tetapi kamu perlu membawa keluarga ke Sion—kakak dan adikmu, serta saudara kembarmu. Ayahmu tidak akan tenang sampai dia pergi ke Pegunungan Rocky! Berjanjilah pada ibu!”

Mary tahu betapa keluarganya ingin pergi ke Salt Lake City. Setelah mereka mendengar Injil dan dibaptiskan, mereka telah meninggalkan Inggris untuk bergabung dengan Orang-Orang Suci di Sion. Tetapi apakah itu bahkan mungkin? Dia menatap sekilas ayahnya, yang duduk dengan tenang di kursinya. Tiga tahun lalu, Ayah telah menderita strok yang parah yang telah melumpuhkan sisi kiri tubuhnya.

Mary menghirup nafas dalam-dalam. “Saya janji,” dia berbisik.

Segera ibu tiri Mary memejamkan matanya untuk terakhir kalinya.

Suatu pagi segera sesudahnya, Mary memutuskan adalah waktunya untuk memberi tahu ayahnya mengenai janjinya. “Saya tahu saya baru berusia 14,” tuturnya, “namun saya harus membawa keluarga kita ke Sion.” Dia mendengar adik kembarnya bangun. “Saya perlu pergi menyiapkan sarapan,” tuturnya. “Tetapi tolong pikirkan tentang itu.”

Beberapa hari kemudian, Ayah memanggil nama Mary. “Semuanya telah diatur,” dia berkata. Ucapannya masih terbata-bata karena strok. “Saya telah menjual tanah kita dan tambang batu bara agar kita dapat membeli sebuah gerobak, beberapa lembu, sapi, dan beberapa persediaan. Sebuah rombongan gerobak segera pergi ke Barat. Mereka bukan Orang-Orang Suci Zaman Akhir, namun kita

dapat melakukan perjalanan bersama mereka sejauh ke Iowa. Saat kita tiba di sana, kita dapat bergabung dengan rombongan Orang Suci yang pergi Lembah Salt Lake.”

Mary memeluk ayahnya. “Terima kasih, Ayah.” Segera mereka akan pergi ke Sion!

Hari-hari berlalu dengan cepat sewaktu Mary membantu menyiapkan keluarga untuk perjalanan mereka. “Semuanya akan baik-baik saja,” ujarnya dalam hati. “Segera kita akan berada di Sion.”

Tetapi kemudian Ayahnya jatuh sakit. Dari cara mulutnya mencong ke satu sisi, Mary takut itu serangan strok lainnya.

“Dia terlalu sakit untuk melakukan perjalanan,” dia

Jalan Menuju Sionmemberi tahu pemimpin rombongan gerobak. “Kami hanya perlu beberapa hari bagi dia untuk pulih.”

“Kami tidak bisa menunggu,” pria itu berkata dengan tegas. Melihat wajah Mary, dia melembutkan nada suaranya. “Kamu dapat tinggal di sini sampai dia siap untuk pergi, dan kemudian kamu dapat menyusul kami.” Tanpa ada pilihan lain, Mary setuju.

Satu minggu kemudian, Mary mendapati keluarganya siap untuk melakukan perjalanan lagi. “Adik kembarnya dan Sarah dapat naik lembu,” dia memberi tahu Jackson, adik lelakinya yang berusia sembilan tahun. “Ayah dapat naik dalam gerobak, dan kamu dapat menolong saya mengendalikan lembu.”

“Saya takut,” Sarah berkata dengan suara lirihnya. Dia baru berusia enam tahun, dan dia terlihat mungil di atas punggung lembu yang lebar. Adik kembar yang berusia empat tahun menatap Mary dengan mata terbelalak.

“Kita akan melakukan perjalanan cepat dan mengejar kelompok kita!” Mary berkata dengan keceriaan yang dipaksakan.

Keluarga Wanlass melakukan perjalanan terus-menerus, selama bermil-mil, dan kemudian selama berhari-hari. Akhirnya, bahkan Mary harus mengakui kebenaran.

Rombongan gerobak tidak menunggu mereka. Mary dan keluarganya harus melakukan perjalanan ke Sion sendirian.ILU

STRA

SI O

LEH

MEL

ISSA

MAN

WILL

Oleh Jessica LarsenBerdasarkan kisah nyata