ja waban pemerintah dewan perwakilan rakyat...
TRANSCRIPT
JA WABAN PEMERINTAH
TERHADAP PEMANDANGAN UMUM
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
SERIKAT PEKERJA
Jakarta, 1 Maret 2000
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera,
Yang terhormat Pimpinan dan para Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. -
- Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji dan syukur ke
hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya kita
dapat berkumpul bersama di tempat yang terhormat ini dalam
Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
untuk mendengarkan jawaban Pemerintah terhadap pemandangan
umum Fraksi-fraksi atas RUU tentang Serikat Pekerja yang telah
disampaikan pada tanggal 24 Pebruari 2000 .
. 1
Kami merasa sangat berbahagia dan mendapat kehormatan
besar karena Fraksi-fraksi telah mempelajari dengan seksama RUU
tentang Serikat Pekerja yang telah disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Demikian pula kami juga
sangat berterima kasih atas tanggapan yang kritis dan positif dari
Fraksi-fraksi terhadap keterangan Pemerintah yang kami
sampaikan di hadapan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia pada tanggal 14 Pebruari 2000.
Sebelum kami menyampaikan jawaban Pemerintah terhadap
tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Fraksi
fraksi, izinkanlah kami menyampaikan rangkuman pokok sebagai
berikut: ·
Pertama, seluruh Fraksi pada dasarnya sepakat bahwa RUU
tentang Serikat Pekerja sangat penting untuk dibahas dan
diundangkan. Bagi pemerintah hal ini berarti bahwa apa yang
menjadi tujuan · dalam menyampaikan RUU ini sejalan dengan
pemandangan umum Fraksi-fraksi beserta seluruh Anggota yang
terhormat.
Kedua, memperhatikan pemandangan umum Fraksi-fraksi yang
telah disampaikan, walaupun baru merupakan masukan yang
bersifat pokok, namun secara substansial menyangkut materi yang
cukup luas dan mendalam. Hal ini sangat membahagiakan karena
dengan demikian RUU ini dapat disempurnakan menjadi Undang
undang yang mampu menampung aspirasi masyarakat.
2
Yang terhormat Pimpinan serta ~nggota Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia.
Selanjutnya izinkanlah kami menyampaikan jawaban
terhadap tanggapan dan pertanyaan oleh Fraksi-fraksi sebagai
berikut:
1. Terdapat satu pertanyaan yang sangat mendasar tentang
keberadaan serikat pekerja yang disampaikan oleh Fraksi
Kesatuan Kebangsaan Indonesia.(F.KKI) yaitu "apa betul serikat
pekerja ada gunanya dan_ dibutuhkan".
rferhadap basil pengamatan dari F.KKI yang disampaikan oleh
anggota yang terhormat Sdr. Marcus Mali bahwa "sering terjadi
serikat pekerja malah menjadi alat atau faktor yang menambah
beba_fi}ieS(iiiisiiYiitznp;k-;;ha ;;;d;~~ti~p;ha;i-karena masih banyak serikat pekerja yang belum mampu secara optimal
~..-... -~--~ .......... ..,.,., ....... ~~...... -... -.
menj alankaD.fullg.si-yang-· sesungguhnya. Kebebasan berserika t ...___ __ _,_...,,_,,,~__,.,,,,. JO ~ 0 ~~-•-"o'•''""'""-:-'"'.l'""'~.,..........,~~,-.....,.,..,..~:t""'',~"'~'' ....... "....,~O~..,.--,--,....,....~--.--...,< ... • __ ._..._
bagi pekerja yang diwujudkan dalam pembentukan serikat
pekerja merupakan salah satu hal yang asasi bagi pekerja yang
diakui di dunia internasional.
Lebih jauh lagi serikat pekerja merupakan salah satu sarana ... ----..-_ .... __ ___.........---"-~-----··
untuk memperjuangkan kepen~ngan _ _!lal!_~esej~!~raan pekerja serta ·;-~;~judkan hub~~g~;-lndustrial yang harmonis. Hal ini
.... ·-----~- --..-..--..._.. . ..,~ ..... -. ... __ ~-----~--
sejalan dengan pendapat dari F. KKI yang menyatakan lebih
. Ianjut bahwa serikat pekerja dapat menjadi mediator sekaligus
katalisator dalam menjaga dan membina suatu hubungan kerja
yang baik, produktif dan bermartabat.
Agar serikat pekerja benar-benar dapat menjalankan fungsinya
maka perlu diatur secara jelas penerapan asas kebebasan
3
berserikat tersebut, sehingga kebebasan bagi satu pihak tidak
melanggar kebebasan pihak lainnya.
Walaupun Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 87, dan
No. 98 yang mengukuhkan kebebasan berserikat bagi pekerja,
namun konvensi tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung
operasional untuk melindungi hak berserikat. Konvensi hanya
mengatur prinsip-prinsip dasar saja, sehingga diperlukan ...... -.... ~ . .----..---·~~·---··-·~- .... --~~~ ....... .,, ~- .. :_.,_._,,._,....,..__....,.........__.~ . -~ .... ·---~---·.~ .. ·--._..~ ..... ....,~ ... ~ ...
f''' pengaturan lebih lanjut. Demikian pula sanksi-sanksi bagi -··· pelangg-aran -prinsip--dasar tersebut bel urn diatur dalam konvensi.
Untuk itulah kita perlu mengatur di dalam satu peraturan
perundang-undangan nasional yang sedang kita bahas saat ini.
2. Terhadap tanggapan dari anggota yang terhormat Sdr. Marsekal
Pertama Suwitno Adi dari Fraksi TNI/POLRI yang
mempertanyakan status Undang-undang No. 25 Tahun 1997
tentang Ketenagakerjaan dikaitkan dengan pembahasan RUU ini,
maka dapat kami sampaikan bahwa penundaan Undang-undang
No. 25 Tahun 1997 tidak berpengaruh kepada penyusunan dan
pembahasan RUU tentang Serikat Pekerja. RUU ini merupakan
penjabaran dari Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi "tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan ya~Jg layak bagi
kemanusiaan" serta Pasal 28 yang berbunyi "kefnerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang".
Dalam Undang-undang No. 25 Tahun 1997 hanya diatur prinsip
prinsip pokok dari serikat pekerja yang menurut Undang-undang
No. 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-
4
undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan harus
diperbaiki sehingga akan saling melengkapi dengan Undang
undang tentang Serikat Pekerja.
Perlu kami sampaikan pula bahwa Undang-undang No. 25 Tahun
1997 saat ini sudah dalam tahap akhir penyempurnaannya atau
penggantiannya agar dapat mengakomodasi perkembangan
masyarakat, untuk kemudian akan diajukan kembali kepada
Dewan yang terhormat dalam kesempatan pertama, sehingga
dapat diselesaikan dalam batas waktu yang ditentukan.
3. Pemerintah sependapat dengan anggota yang terhormat Sdr.
Drs. H. M. lrsyad Sudiro dari Fraksi Partai Golongan Karya
bahwa fakta yang ada di dunia ketenagakerjaan masih
mencerminkan situasi yang memprihatinkan di pihak pekerja.
Oleh karena itu melalui Undang-undang tentang Serikat Pekerja
yang sedang kita .. ~·· bahas, diharapkan dapat mendorong
tumbuhnya organisasi.~a.._y_~~J~.!Jat dan mandiri, sehingga ----- -··-----··-----~·--~.~---.....
dapat menjalankan. fungsinya sebagai sarana untuk .......... ---·~·-·--.-~,,.~,."".~"''".,J'~:·· ..... "'"'__,, ___ .....__,_ .. __ ~ .... _,~-----... ---....... ._.,~.~-"" .... ..-..·.~··-·'"'1>....,.. ... _,,._~, ........................... ,....,. ...... ~···"''''''~·--··'
meningkatkan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya. ·~--~~---------.. ---···-~------------.-.------~----~----·-·----
4. Masalah hak berserikat bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
disampaikan oleh anggota yang terhormat Sdr. H. Syahrul Azmir
Matondang dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(F.PDIP) dan anggota yang terhormat Sdr. Drs. H. Lukman
Hakim Saifuddin dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
(F.PPP).
5
Berdasarkan Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berscrikat
dan Perlindungan Hak Berorganisasi yang telah kita ratifikasi,
maka pada hakikatnya bagi PNS dijamin haknya untuk
mendirikan atau menjadi anggota serikat pekerja.
Pemerintah sependapat bahwa hak berserikat bagi PNS ini harus
dijamin, namun untuk mengaturnya bersama-sama dalam RUU
tentang Serikat Pekerja ini, banyak hal yang harus
dipertimbangkan, antara lain secara yuridis PNS telah diatur
tersendiri berdasarkan UU. No. 8 Tahun 1974 yo. UU. No. 43
Tahun 1999 yang tentunya mempunyai implikasi khusus bagi
status PNS, dibandingkan dengan "pekerj a" bias a.
Harus kita akui bahwa PNS sebagai "pelayan" masyarakat
mempunyai status dan ked~dukan yang berbeda dari "pekerja"
pada umumnya karena mempunyai fungsi dan tugas-tugas
pemerintahan dan penyelenggaraan negara bagi kepentingan
bangsa dan seluruh masyarakat.
Sejalan dengan hal itu, maka hak-hak yang terkait dalam
keserikat-pekerjaan PNS tentunya berbeda dengan serikat
pekerja di sektor swasta. Terlebih lagi apabila dikaitkan dengan
bak untuk merundingkan kesepakatan kerja bersama atau hak
untuk melakukan mogok kerja. Dalam setiap kegiatannya, PNS
harus mengutamakan kepentingan masyarakat. Berdasarkan hal
itu kami masih berpendapat bahwa "hak berserikat" bagi PNS
seyogyanya diatur tersendiri tanpa menghilangkan hakekat
kebebasan berserikat. Untuk itu kiranya kita dapat
membahasnya lebih lanjut dalam pembahasan tingkat III.
6
Secara konsepsional sesungguhnya. RlJU ini sudah melangkah
maju, karena bagi pekerja BUMN maupun BUMD telah
dipersamakan dengan pekerja di sektor swasta pada umumnya.
Kami mengharapkan kepada para Anggota yang terhormat dapat
menyetujui pemikiran untuk mengatur tentang hak berserikat
bagi PNS dalam peraturan perundangan tersendiri.
5. Azas Keterbukaan Serikat Pekerja
Tanggapan mengenai azas keterbukaan serikat pekerja
disampaikan oleh anggota yang terhormat Sdr. KH.
Khalillurrahman dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F.PKB)
dan anggota yang terhormat Sdr. H. Lukman Hakim Saifuddin
dari F.PPP. Kami sepenuhnya menyetujui pendapat F.PKB yang
menegaskan bahwa serikat pekerja tidak boleh diskriminatif,
atau hanya untuk suku atau agama tertentu, karena serikat
pekerja seharusnya menjadi sarana bagi peningkatan
kesejahteraan dan perjuangan pekerja Indonesia secara
keseluruhan.
Kami sependapat untuk menerapkan sanksi bagi pelanggaran
prinsip tersebut yang rumusannya dapat kita bahas bersama.
Atas pertanyaan dari F.PPP bahwa melalui klausula Pasal 10
tersebut Pemerintah bermaksud untuk meniadakan homogenitas
organisasi-organisasi dalam memperjuangkan nasib pekerja,
untuk itu dapat kami sampaikan bahwa Pemerintah sangat
mendukung adanya kelompok-kelompok masyarakat atau social
partner untuk memperjuangkan nasib pekerja. Namun agar
upaya tersebut lebih maksimal, maka Pemerintah berpendapat
bahwa perjuangan pekerja lebib bersifat kebersamaan sehingga
7
kiranya tidak perlu dikotak-kotakkan baik berdasarkan agama,
suku, maupun jenis kelamin. Tujuan kita semua adalah
meningkatkan kesejahteraan bersama seluruh pekerja Indonesia
beserta keluarganya sebagaimana semangat non-diskriininasi
yang tertuang dalam Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi
Dalam Pekerjaan dan Jabatan yang telah kita ratifikasi. Kiranya
hal ini selanjutnya dapat kita dalami dalam pembicaraan tingkat
III.
6. Batas Minimal Keanggotaan.
Masalah ini disampaikan oleh anggota yang terhormat Sdr. KH.
Khalillurrahman dari F.PKB, anggota yang terhormat Sdr.
Mawardi Abdullah, SE dari Fr~ksi Partai Bulan Bintang (F.PBB),
anggota yang terhormat Sdr. Marsekal Pertama TNI Suwitno Adi
dari F.TNI/POLRI, anggota yang terhormat Sdr. Wahyudi
Indrajaya dari F.Reformasi, dan Sdr. H. Syahrul Azmir
Matondang dari F. PDI P.
Berdasarkan pr1ns1p kebebasan berserikat yang dianut dalatn
Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948, maka RUU tidak menetapkan
batas minimal jumlah pekerja untuk dapat membentuk serikat
pekerja atau mendirikan federasi serikat pekerja. Kehendak
untuk menjadi, atau tidak menjadi anggota serikat pekerja
diserahkan sepenuhnya kepada pekerja yang bersangkutan atau
serikat pekerja yang bersangkutan dalam hal ingin membentuk
federasi atau konfederasi serikat pekerja.
Namun untuk mempertajam kepastian kiranya :f.la_l..ini selanjutnya
dapat kita bahas dalam pembicaraan tingkat III.
8
7. Masalah Keanggotaan.
Masalah keanggotaan berkaitan erat dengan masalah
pendaftaran yang disampaikan oleh F.PPP, F.PDI P, dan F.PBB.
Dapat kami jelaskan bahwa pendaftaran serikat pekerja hanya
merupakan kegiatan administratif semata-mata, bukan
merupakan suatu pengakuan. Apabila suatu serikat pekerja
tidak didaftar, tidak ada masa.~~ah dengan keberadaannya,
namun ada hal-hal tertentu yang tidak dapat -dinikmatinya,
seperti menjadi pihak dal~m ~p,enyu~~nan dan p_erundingan . ., ··~· .,~,~..., . .-,~ .•. ,~....._,.~,-~'""'!"~-"'~1, .. ~,~...,.,; .~, ~' I ·'
perjanjian kerja bersama.
Melalui mekanisme pendaftaran ini juga diharapkan ada
kej elasan j umlah anggota serikat pekerj a yang sebenarnya.
Dengan demikian dapat dibindari adanya keanggotaan ganda
serta dapat dihindari berkembangnya serikat pekerja yang hanya
memiliki papan nama atau kop surat saja sebagaimana yang
dikhawatirkan oleh. anggota yang terhormat Sdr. Wahyudi
lndrajaya dari Fraksi Reformasi. Mengenai perumusannya
kiranya dapat kita pertajam dalam pembicaraan tingkat III.
Sanksi terhadap instansi Pemerintah yang tidak dapat memenuhi
kewajibannya untuk tnendaftar serikat pekerja sebagaimana
ntestinya, sudah diatur dalam Undang-undang No.5 Tahun 1986
tentang PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara).
8. Tanggapan terhadap pengaturan tentang hak dan kewajiban
serikat pekerja disampaikan oleh anggota yang terhormat Sdr.
Mawardi Abdullah, SE dari F.PBB, anggota yang terhormat
9
Sdr. H. Syahrul Azmir Matondang dari F.PDI P, anggota yang
terhormat Sdr. Drs. Wahyudi Indrajaya dari F. Reformasi, dan
anggota yang terhormat Sdr. KH. Khalillurrahman dari F.PKB.
Kami memahami apabila ada kehendak untuk mengatur
kewajiban serikat pekerja terhadap pihak di luar serikat pekerja,
terutama apabila pihak luar tersebut adalah masyarakat.
Kepentingan masyarakat memang harus dilindungi sehingga
mereka tidak dirugikan oleh aktivitas serikat pekerja.
Untuk itu, Pemerintah selalu terbuka untuk melakukan
pembahasan mengenai hal tersebut. Demikian juga apabila ada
hak-hak serikat pekerja yang masih perlu dituangkan dala1n
Rancangan Undang-Undang ini, sebagai upaya untuk lebih
melindungi serikat pekerja dan kegiatannya, kiranya dapat
dibahaslebih mendalam dalam pembicaraan tingkat III.
9. lstilah "Pekerja".
Anggota yang terhormat lbu Prof. Dr. Astrid Susanto Sunario
dari Fraksi Partai Demokrasi Kasih Bangsa (F.PDKB)
mengusulkan istilah ''pekerj a" untuk dig anti dengan "tenaga
kerja". Istilah "tenaga kerja" merupakan definisi penduduk usia
kerja baik mereka yang bukan angkatan kerja (sekolah, atau
mengurus rumah tangga, dll.) maupun angkatan kerja
(penganggur atau orang yang bekerja). Sementara serikat
"pekerja'' adalah organisasi yang menghimpun tenaga kerja yang
bekerja dalam hubungan kerja, atau mereka yang bekerja pada
pihak lain.
10
Dari anggota yang terhormat Sdr. Drs. H. Lukman Hakim
Saifuddin dari F.PPP dipertanyakan istilah "pekerja" dan
istilah "buruh". Istilah ini memang mempunyai arti yang sam a,
namun Pemerintah menggunakan istilah "pekerja" dengan
pertimbangan bahwa dalam Penjelasan resmi Pasal 2 UUD
1945, digunakan istilah serikat "sekerja" bukan serikat
"buruh", dis am ping adanya efek psikologis dari istilah "buruh".
RUU ini dimaksudkan untuk mencakup pekerja di kalangan
BUMN dan BUMD yang kemungkinan merasa kurang "pas"
dengan istilah "buruh".
Di sisi lain istilah "pekerja" sudah memasyarakat sehingga
apabila digunakan istilah "buruh" perlu disosialisasikan
kembali untuk menghilangkan keengganan dari berbagai
kelompok masyarakat yang dapat menghambat gerakan serikat
pekerja itu sendiri. Sebagai tambahan, organisasi
ketenagakerjaan · dunia, menggunakan istilah "worker"
(pekerja) bukan "labour" (burub) bahkan Konvensi ILO No. 87
Tahun 1948 yang mendasari RUU ini juga menggunakan istilah
"worker" walaupun nama organisasi itu International Labour
Organisation, karena organisasi tersebut didirikan pada tahun
1919. Konvensi-konvensi ILO yang baru sudah tidak lagi
menggunakan istilah "labour".
Namun demikian RUU tidak membatasi bahwa organisasi
terse but harus menggunakan nama a tau istilah "pekerja".
Dalam RUU ini ditambahkan bahwa organisasi pekerja dapat
menggunakan istilah lain selain "pekerja", sepanjang
mempunyai fungsi dan tujuan yang sama dengan serikat pekerja
11
yang diatur dalam RUU ini. Sehingga organisasi pekerja dapat
menggunakan 'istilah "buruh'', "karyawan", atau "pegawai",
sebagaimana dalam dunia internasional sering digunakan
isti1ah "labour", "worker" atau "employee".
10. Asas dan Landasan Serikat Pekerja.
Menyangkut asas dan landasan serikat pekerja sebagimana usul
yang diungkapkan oleh anggota yang terhormat Sdr. Wahyudi
Indrajaya dari F. Reformasi dan Sdr. Mawardi Abdullah, SE
dari F. PBB agar asas dan landasan yang diatur dalam Pasal 4
dan Pasal 5 agar disatukan saja karena mempunyai makna yang
sama, kiranya dapat dipertimbangkan dalam pembahasan
selanjutnya.
Pemerintah berpendapat bahwa keharusan serikat pekerja
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 merupakan penegasan
bahwa seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara harus
berada di bawah naungan Pancasila dan UUD 1945. Dalam hal
ini karena yang diatur adalah organisasi pekerja bukan
organisasi politik maka orientasinya lebih terfokus kepada
kesejahteraan.
11. Terhadap pemikiran tentang kebebasan berserikat bagi pekerja
informal yang disampaikan oleh F.PKB, dapat kami sampaikan
bahwa dalam RUU ini tidak dibedakan antara sektor formal
dan sektor informal. Yang jelas selama seseorang bekerja pada
orang lain, maka ia mempunyai status sebagai pekerja yang
haknya untuk berserikat diatur dalam RUU ini. Namun
demikian di dalam pembahasan nanti dapat kita dalami lebih
lanjut usul dari anggota yang terhormat.
12
12. Pengaturan serikat pekerja bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKl)
di luar negeri yang diusulkan oleh anggota yang terhormat
Sdr. KH. Khalillurrahman dari F.PKB, perlu didalan1i iebih
lanjut. Pemerintah menyadari posisi TKI yang rentan di luar
negeri dan berusaha untuk terus meningkatkan upaya
perlindungan bagi mereka. Selain itu harus kita sadari bahwa
TKI harus pula tunduk pada peraturan ketenagakerjaan di
negara TKI bekerja. Peraturan ketenagakerjaan . di berbagai
negara berbeda-beda, ada negara yang melarang tenaga kerja
asing di negaranya membentuk serikat pekerja. Untuk dapat
meningkatkan upaya perlindungan TKI di luar negeri usulan
tersebut dapat kita pertajam pada pembicaraan tingkat III,
tentang berbagai kemungkinan pengorganisasiannya.
13. Pemerintah sependapat dengan anggota yang terhormat Sdr. Ir.
H. Amaruddin Djajasubita dari Fraksi Perserikatan Daulatul
Ummah (F.PDUM), mengenai perlunya pengaturan yang tegas
tentang penyelesaian perselisihan antar serikat pekerja. Dengan
lahirnya banyak serikat pekerja bukan tidak mungkin timbul
perselisihan diantara mereka. Walaupun disadari bah'"ra
perselisihan antar serikat pekerja merupakan masalah intern
serikat pekerja, namun apabil~.- tidak dise-esaikan secara baik
akan ber.dampak negatif bagi pihak ketiga, baik pengusaha
maupun masyarakat pada umumnya.
Berkaitan dengan hal itu terhadap usulan dari Fraksi PDUlVl
untuk menyempurnakan Pasal 42 dan Pasal 43 RUU dapat ka1ni
sampaikan bahwa perselisihan an tar serikat pekerj a harus
diselesaikan secara bipartit, dan apabila gagal maka
penyelesaian dilakukan melalui mekanisme "peradilan
ketenagakerj aan".
13
Peradilan ketenagakerjaan ini juga merupakan lembaga untuk
menyelesaikan perselisihan industrial pada umumnya yang akan
diatur melalui undang-undang tersendiri.
Tanggapan mengenai peradilan ketenagakerjaan ini juga kami
tujukan kepada yang terhormat Sdr. Drs. l\1arcus l\1ali dari F.
KKI. Kami memahami pendapat dari F.KKI bahwa
penyelesaian melalui jalur peradilan sering kali panjang dan
berlarut-Iarut. Oleh karena itu Pemerintah bermaksud
mengatur bahwa jalur peradilan ini hanya merupakan salah
satu alternatif penyelesaian perselisihan. Pembahasan lebih
mendalam tentang peradilan ketenagakerjaan ini akan dapat
kita lakukan pada saat kita membahas RUU Penyelesaian
Perselisihan Industrial yang segera akan diajukan Pemerintah
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
14. Hak mogok dan penutupan perusahaan (lock out) yang
disampaikan oleh anggota yang terhormat Sdr. Marcus Mali
dari F.KKI memang tidak diatur dalam RUU ini. Pengaturan
mogok dan penutupan perusahaan (lock out) akan dituangkan
dalam RUU tentang Penyelesaian Perselisihan Industrial, dan
RUU tentang Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan.
Pertimbangan kami adalah bahwa mogok dan penutupan
perusahaan (lock out) merupakan salah satu akibat dari suatu
perselisihan industrial dan harus dihentikan apabila
perselisihan tersebut sudah ditangani oleh lembaga peradilan
ketenagakerjaan. Prinsip-prinsip tentang mogok dan lock-out
diatur pula dalam RUU tentang Pembinaan dan Perlindungan
Ketenagakerjaan sebagai undang-undang yang akan
memayungi seluruh peraturan ketenagakerjaan.
14
Yang terhormat Pimpinan serta Anggota Dewan Per,vakilan
Rakyat Republik Indonesia,
Demikianlah jawaban Pemerintah secara singkat atas
pemandangan umum Fraksi-fraksi DPR-RI. Jawaban ini belum
dapat mencakup materi secara mendalam karena baru merupakan
jawaban terhadap tanggapan-tanggapan yang bersifat umum. Oleh
karena itu, pendalaman materi dapat dilakukan dalam pada tahapan
pembahasan ·selanjutnya.
Kami ingin menekankan kembali, bahwa kesempurnaan
undang-undang ini sungguh merupakan dambaan kita bersama.
Oleh karena itu, marilah kita membahas materi undang-undang ini
secara seksama dengan memanfaatkan waktu pembahasan sesuai
jadual dengan sebaik-baiknya. Kesemua itu tidak lain untuk
kepentingan bangsa dan negara yang kita cintai.
Akhirnya sekali lagi kami mengucapkan terima kasih kepada
Pimpinan dan seluruh Anggota Dewan, atas perhatian yang
diberikan dalam pembahasan RUU Serikat Pekerja ini.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
15