iwan simatupang garda depan novel indonesia kontemporer 1970-an

Upload: padang

Post on 13-Apr-2018

323 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 Iwan Simatupang Garda Depan Novel Indonesia Kontemporer 1970-An

    1/11

    Iwan Simatupang: Garda Depan Novel Indonesia Kontemporer 1970-an

    Nur Fahmia

    15/378535/SA/17814

    Dalam sejarah sastra Indonesia, kita mengenal sastra Indonesia

    kontemporer. Sastra Indonesia kontemporer diartikan sebagai sastra yang hidup di

    Indonesia pada masa kini atau sastra yang hidup di Indonesia pada masa mutakhir

    atau sastra yang hidup di Indonesia pada zaman yang sama (Purba, 2012:5).

    Perkembangan sastra Indonesia kontemporer dimulai sejak angkatan 45 yang

    dianggap sebagai embrio sastra kontemporer. Seperti yang telah kita ketahui,

    angkatan 45 merupakan angkatan yang dikenal agen perjuangan nasionalisme.

    Pada tahun 1970-an, muncul nama-nama sastrawan yang meledakkan

    karya sastranya dengan gaya yang unik, salah satunya yakni Iwan Simatupang.

    Iwan Martua Dongan Simatupang atau lazim disebut dengan Iwan Simatupang

    dilahirkan di Sibolga, tahun 1928 dan meninggal pada usia 42 tahun.

    Nama Iwan Simatupang santer dibicarakan hingga sekarang. Bagaimana

    tidak, Iwan berhasil mencuatkan gaya baru dalam dunia pernovelan Indonesia.

    Kancah dunia sastra Indonesia digegerkan pada masa itu, bahkan Faruk

    menyebutkan bahwa karya-karya Iwan mengagetkan kehidupan kesusastraan kita

    secara keseluruhannya. Selanjutnya Faruk dalam esainya yang berjudul

    Merahnya-Merah Sebagai Cermin Orisinalitas Iwan, menyatakan bahwa

    sampai sekitar sepuluh tahun karya-karya tersebut diterbitkan, tidak juga habis

    pembicaraan tentangnya. Orang selalu menemukan sesuatu yang baru, baik yang

    sifatnya positif atau negatif di dalamnya. Zawawi Imron pun mengungkapkan

  • 7/26/2019 Iwan Simatupang Garda Depan Novel Indonesia Kontemporer 1970-An

    2/11

    pada 1970-an, dunia prosa Indonesia dikejutkan oleh Iwan Simatupang dengan

    novel-novelZiarah, Kering, danMerahnya Merah(1990:144).

    Antilan Purba dalam bukunya yang berjudul Sastra Indonesia

    Kontemporer mengkategorikan ketiga novel-novel Iwan Simatupang, yakni

    Ziarah, Kering, dan Merahnya Merah ke dalam kelompok novel Indonesia

    kontemporer. Kemudian, Purba mengungkapkan bahwa novel kontemporer itu

    muncul dilatarbelakangi adanya oleh suatu pergeseran nilai kehidupan secara

    menyeluruh. Persoalan kehidupan merupakan semangat munculnya sastra atau

    novel kontemporer. Demikian juga terjadi perubahan yang besar dan mendasar

    yang meliputi penulisan dan pencarian bentuk-bentuk pengucapan baru.

    Kemudian, Purba membeberkan ciri-ciri novel kontemporer Indonesia sebagai

    berikut: (1) antitokoh, (2) antialur, (3) bersuasana misteri atau gaib, (4) cenderung

    mengungkapkan transendental, sufistik, (5) cenderung kembali ke tradisi lama

    atau warna lokal (SIK, 2012:71).

    Atmosfer kebaruan karya-karya Iwan Simatupang yang begitu dahsyatnya

    tersebut hingga membuat pihak Yayasan Arus bekerjasama dengan BKKNI DKI

    Jakarta untuk mengadakan sayembara berupa penulisan esai tentang karya-karya

    Iwan Simatupang. Pembicaraan Iwan Simatupang dalam dunia sejarah sastra

    Indonesia yang tidak bermuara habisnya ini akan ditelisik lebih lanjut.

    Iwan Simatupang dengan novel-novelnya, terutama denganZiarah (1969),

    terlihat kesadaran baru tentang struktur. Novel bukan lagi semata-mata cerita, tapi

    juga persoalan cara pengungkapannya. Kekuatan sebuah novel adalah kekuatan

  • 7/26/2019 Iwan Simatupang Garda Depan Novel Indonesia Kontemporer 1970-An

    3/11

    dalam penyajiannyayang tentu saja dimungkinkan oleh kekuatan isi yang mau

    dikemukakan(Junus, 1974:91).

    Kesadaran baru dalam kelahiran novel-novel ini ternyata disadari Iwan

    Simatupang sesadar-sadarnya. Iwan merasa bahwa karya sastranya membawa ide-

    ide baru dalam dunia sastra Indonesia. Pernyataan Iwan tentang pengakuan

    kesadaran baru ini disampaikan secara tersurat kepada H.B. Jassin. Abdul Hadi

    dalam esai Surat-Surat Iwan Simatupang: Kelahiran Novel Baru menyatakan jika

    Iwan gelisah. Menurut Iwan, novelnya merupakan sebuah novel yang

    melepaskan dari semua sastra yang melapisi kepengarannya selama ini (surat

    kepada H.B. Jassin 7/9-1968) dan mencari protagonis tetap merupakan masalah

    yang utama (surat 21/10-1968).

    Ketiga novel Iwan Simatupang - Ziarah, Kering, dan Merahnya Merah

    memperlihatkan adanya perbedaan gaya baru jika dibandingkan dengan novel-

    novel sebelumnya. Menurut Umar Junus, dari ketiga novel-novel tersebut Ziarah-

    lah yang memiliki karakter terkuat, kemudian diikuti oleh Merahnya Merah, lalu

    Kering (PNNI: 1974, 91). Novel Ziarah telah berhasil memenangkan hadiah

    sastra ASEAN, sebagai novel terbaik Asia Tenggara selama sepuluh tahun sejak

    1977. Perbedaan tersebut sangat menonjol dalam bidang tokoh dan kepadatan isi

    cerita di antara novel-novel yang ada pada masa itu.

    Sejarah sastra Indonesia mencatatat salah satu kebaruan yang diledakkan

    Iwan Simatupang dalam kancah sastra Indonesia yaitu mengenai tokoh. Tokoh

    merujuk pada individu-individu yang muncul di dalam cerita (Pujiharto, 2010:43).

    Penyebutan tokoh sebagai tokoh kita tanpa adanya penyebutan nama seperti

  • 7/26/2019 Iwan Simatupang Garda Depan Novel Indonesia Kontemporer 1970-An

    4/11

    lazimnya novel-novel Indonesia- jelas merupakan suatu monumen eksperimen

    baru dalam dunia novel Indonesia. Sebuah nama yang melekat dalam penciptaan

    tokoh menjadi sesuatu yang istimewa dan memiliki arti tersendiri, namun hal ini

    ditampik oleh karya-karya Iwan.

    Dalam novelZiarah: tokoh kita, dengan huruf t kecil dan k kecil. Tokoh

    kita tersebut sebagai tokoh yang banyak dibicarakan yang berkaitan dengan

    problematika kehidupan. Tokoh kita merupakan tokoh imajinasi Iwan yang

    dahsyat, bagaimana tokoh kita bersifat seperti pahlawan dalam film Marvel.

    Pahlawan yang dimaksud seperti sosok superhero yang tetap hidup meskipun

    terjatuh dari tingkat tinggi dan walaupun tidak makan berhari-hari. Ketiadaan

    nama tokoh semakin memberikan kebebasan ruang imajinasi untuk menyelami

    karakter tokoh.

    Novel Ziarah dan Merahnya Merah tidak kita lihat kedudukan tokoh

    utama, bahkan tokoh-tokoh itu sendiri tidak penting. Tokoh-tokoh hanyalah

    orang-orang yang dikutak-katikkan oleh dunia kehidupan dan yang sekaligus juga

    memegang peranan aktif di dalamnya, (Junus: 1974:98). Selanjutnya Junus

    menyatakan adanya penonjolan peranan tokoh kita ini berkontradiksi dengan

    novel Kering, sehingga tokoh kita menjadi tokoh utama. Selain itu, Ziarah

    memiliki tokoh misteri yakni mertua pelukis dan tokoh misteri dalam Merahnya

    Merah yaitu Fifi, sedangkan novel Kering justru menampilkan bahwa tokoh

    misteri untuk kepentingan misteri itu sendiri.

    Menurut Abdul Hadi, tokoh yang diciptakan Iwan adalah manusia yang

    sedang mempertaruhkan dirinya sebagai nilai terakhir yang perlu diuji

  • 7/26/2019 Iwan Simatupang Garda Depan Novel Indonesia Kontemporer 1970-An

    5/11

    kemampuannya dalam suatu keadaan baru, keadaan tepi terakhir kemanusiaan

    sendiri. Novel yang melibatkan diri dengan berbagai permasalahan masa kini

    (1985:46).

    Iwan sendiri pernah menulis dalam esainya yang dimuat dalam buku

    kumpulan esainya Kebebasan Pengarang dan Masalah Tanah Air terbitan

    Kompas mengenai tokoh. Ia mengkritisi pengarang-pengarang dengan

    melontarkan pertanyaan: berapa banyak pengarang, atau calon-calon pengarang

    lainnya yang keburu mati tanpa kunjung menemu tokohnya, gayanya? Menurut

    Iwan, siapa yang berkata soal tokoh dan gaya ini, dalam hubungan tata letak

    (volgorde) dan hierarginya, adalah soal remeh saja, soal formil saja, pada

    hakikatnya mengatakan sesuatu yang revolusioner dan menjanjikan suatu

    persoalan prinsipiil baru dalam kesusastraan.

    Masih dalam esai Iwan yang sama, tampak bahwa Iwan terpikat dan

    terpengaruhi oleh gaya pengarang roman seperti Samuel Becket. Iwan mengutip

    simpulan Becket jika tokoh tak diperlukan lagi, yang penting adalah situasi. Tanpa

    tokoh, tanpa manusia, situasi semakin padat dirasakan. Situasi inilah yang

    membuat kita apriori solider dengan tiap jenis derita, tanpa ada manusia yang

    berkaok-kaok meminta perhatian kita. Situasi inilah drama, tragedi, komedi,

    segalanya. Ia telah mengusir tokoh-tokoh dari dalam sastra dan teater modern.

    Jalan cerita yang ditawarkan Iwan Simatupang dalam novel-novelnya

    membawa sebuah dunia baru, dunia ala Iwan Simatupang. Iwan

    mengesampingkan kepentingan tokoh dengan mengutamakan dunia (kehidupan).

  • 7/26/2019 Iwan Simatupang Garda Depan Novel Indonesia Kontemporer 1970-An

    6/11

    Kehidupan yang kacau dengan banyak pergolakan yang kontras, perpindahan dari

    satu fase ke fase yang lain. Kekacauan ini bersifat kompleks pada Ziarah dan

    Merahnya Merah.

    Kekacauan dunia yang dilukiskan Iwan sebagai hasil dari apa yang

    ditangkapnya usai melihat fenomena sosial masyarakat. Novel-novel Iwan sebagai

    suatu karya sastra yang merepresentasikan keadaan sosial sesuai dengan pendapat

    Eagleton. Karya sastra secara sosiologis adalah refleksi masyarakat yang

    dipengaruhi kondisi sejarah (Eagleton, 1983:5).

    Ketika novelnya terbit ke permukaan dunia pada dasawarsa 1970-an, pada

    masa itulah terjadi krisis dimana-mana. Krisis struktur dan politik menjamur serta

    mulai meradang di kalangan masyarakat. Iwan kemudian merekam fenomena

    pengalaman batin dirinya ke dalam tulisan-tulisannya. Rekaman fenomena Iwan

    semacam bentuk kesaksian tentang masa di mana dan bagaimana di dia hidup di

    sekelilingnya. Dari kesaksian Iwan, F. Widyastanto menjuluki Iwan sebagai

    hamba sejarah yang baik (1985:70).

    Ketiga novel-novel secara garis besar memiliki kesatuan dan kepadatan

    dunia imajinasi Iwan. Kekompleksan novel-novel Iwan pernah dianalisis oleh

    Dami N. Toda dalamNovel Baru Iwan Simatupang.

    Tiga novel Iwan (Merahnya Merah, 1968, Ziarah 1969, Kering 1972)

    ditandai satu tema pokok yang sama, yakni: kegelandangan. Kegelandangan

    itu bukanlah satu cita rasa material, tetapi mendukung bersusun-susun pertanyaan

    tentang kesunyian hidup ini (hlm. 18).

    Jika dihayati lebih dalam, sebenarnya problematika kehidupan dan dunia

    dalam novel-novel Iwan bersifat universal dan relevan pada masa depan sesudah

    novel-novelnya terbit. Imajinasi Iwan membahas tentang mimpi-mimpi

  • 7/26/2019 Iwan Simatupang Garda Depan Novel Indonesia Kontemporer 1970-An

    7/11

    humanisme dengan segala kekacauan kehidupannya. Penggarapan imajinasi Iwan

    tersebut maka disalurkan melalui media sebentuk tokoh, tokoh yang menjadi

    perantara imajinasi liar Iwan. Seperti yang dibahas pada bagian sebelumnya, Iwan

    menciptakan sebentuk tokoh dengan tidak wajar. Ketidakwajaran ini

    disampaikan Iwan dalam sebuah artikel Sinar Harapan yang dicatat pada esai

    Sides Sudyarto D.S.

    Tokoh-tokohnya tidak lagi tokoh-tokoh yang tidak dari darah, daging,

    keringat, dan air mata kekinian. Mimpi-mimpinya tidak lagi semata tentang takit

    terhadap peri, raksasa, jin-jin yang berseliweran sekitar beringin di alun-alun ataukuburan seorang wali: tetapi mimpi-mimpi dengan goresan-goresan positif dari

    suatu futurologi yang diilhami oleh nasionalisme dan humanisme yang rendah hati

    dan beriman.

    Gagasan Iwan di atas dapat kita lihat dan kita rasakan dengan jelas ketika

    membaca novel-novelnya. Pada masa krisis tersebut, Iwan membicarakan

    futurologi yang berarti ilmu tentang masa depan (KBBI, 2008:421). Seolah-olah

    Iwan membuat ramalan tentang kekacauan kehidupan manusia di masa depan.

    Kepekaan tinggi yang Iwan miliki membuat karyanya berbobot. Latar

    belakang Iwan yang demikian pelik, nampaknya menjadi salah satu faktor

    kepedulian Iwan terhadap kehidupan. Iwan kentara sekali bahwa selama hidupnya

    ia menjadi seorang observer kehidupan. Amran Tasai merangkum tragedi Iwan

    Simatupang menjadi tiga, yakni: (1) tragedi gagalnya Iwan sekolah kedokteran,

    (2) tragedi pindahnya agama Iwan dari Islam ke Katolik, dan (3) meninggalnya

    istri Iwan, kondisi kesedihan Iwan ini membuat kesehatan memburuk (1985: 95-

    101).

    Korrie Layun Rampan berpendapat jika komitmen Iwan dengan masalah

    sosial masyarakatnya cukup besar, dan sebenarnya itulah yang dikemukakannya

  • 7/26/2019 Iwan Simatupang Garda Depan Novel Indonesia Kontemporer 1970-An

    8/11

    dalam karya-karyanya yang avant garde, yang memang mendahului namanya

    (1985:35).

    Kegiatan membaca dan meresapi sastra kontemporer dibutuhkan suatu

    keterampilan khusus. Tidak semua orang awam mampu memahami bacaan Iwan

    Simatupang dalam satu kali baca, sehingga dapat dimungkinkan perlu membaca

    beberapa kali untuk memahaminya. Aktivitas proses pemahaman novel-novel

    Iwan Simatupang yang penuh imajinatif tersebut kiranya kita perlu suatu

    pengetahuan sistem kode. Pengetahuan dibutuhkan karena sifat sastra yang

    imajinatif, untuk memahami sebuah karya sastra seseorang dituntut mempunyai

    pengetahuan tentang sistem kode, seperti kode bahasa, kode budaya, dan kode

    sastra (Teeuw, 1978: 331).

    Ditemukan pula sisi-sisi yang anti-mainstream dalam novel-novel Iwan

    Simatupang, maka hal-hal yang menyimpang, yang aneh, yang mengejutkan, yang

    terdapat dalam cipta sastra dinaturalisasikan, dikembalikan kepada sesuatu yang

    dikenal, dipahami supaya komunikatif (Siti Sundari, 1985:1). Proses naturalisasi

    karya sastra terhadap realita pun memerlukan waktu dan kecakapan tersendiri.

    Tidak heran, jika novel-novel Iwan Simatupang menduduki posisi istimewa dalam

    dunia novel Indonesia.

    Tidak dapat dipungkiri bahwa novel-novel Iwan dirasa cenderung berbau

    filsafat. Iwan ibarat filsuf, seorang pemikir mengenai dunia di sekelilingnya.

    Adapun makna simbol-simbol terselip dalam karya-karyanya, sehingga pembaca

    seperti memecahkan suatu kode rahasia yang Iwan berikan melalui kontemplasi

    ataupun perenungan.

  • 7/26/2019 Iwan Simatupang Garda Depan Novel Indonesia Kontemporer 1970-An

    9/11

    Eksperimen Iwan Simatupang terhadap novel membuka para sastrawan

    untuk melakukan hal yang gila. Terbitnya novel-novel Iwan Simatupang

    merupakan perkembangan yang luar biasa. Menurut Umar Junus, novel yang

    berhasil hampir mendekatiZiarah danMerahnya Merah adalah novel Haryadi S.

    Hartowardoyo berjudul Orang Buangan (1971). Novel ini bersifat padat dan

    terdapat persoalan yang kompleks.

    Umar Junus setuju untuk menyebut novel Ziarah merupakan pusat

    perkembangan novel Indonesia. Sastrawan-sastrawan lain kemudian menerbitkan

    novel kontemporer seperti Putu Wijaya, Budi Darma, Umar Kayam dan novelis

    muda seperti Ayu Utami (Purba, 2012:7).

    Ibarat raksasa, novel-novel yang dihasilkan Iwan Simatupang begitu

    megah penuh dengan konsep garda depan (avant garde). Novel-novel tersebut

    lahir di masa kritis kondisi sosial dan ekonomi Indonesia. Iwan menapakkan jejak

    pemikirannya, demikian seperti terawangan jauh ke masa depan, melalui cerita-

    ceritanya yang dianggap sebagai pembaharu sastra Indonesia masa itu (1970-an).

    Pembicaraan tidak habis tentangnya, novel-novelnya mengandung kesan

    penemuan baru setiap kali dibaca, melalui imajinasi antitokoh dan kepadatan

    dunia kacau yang digambarkan olehnya. Tidak seperti novel populer masa kini

    yang terkesan sekali habis, rasanya kita kekurangan novel-novel penuh

    renungan seperti novel Iwan Simatupang. Meskipun kita juga sadari bahwa

    kebesaran novel-novel Iwan Simatupang belum terkalahkan hingga sekarang.

    Tetapi, kita perlu membaca dan mempelajari apa saja yang dilakukan dan

    ditulisnya, sebuah tanda bahwa manusia dikepung carut-marutnya dunia.

  • 7/26/2019 Iwan Simatupang Garda Depan Novel Indonesia Kontemporer 1970-An

    10/11

    Daftar Pustaka

    Junus, Umar. 1974. Perkembangan Novel-Novel Indonesia. Kuala Lumpur:

    ____________Universiti Malaya.

    Purba, Antilan. cet. ke-2. 2012. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta:

    ____________Graha Ilmu.

    Pujiharto. 2012. Pengantar Teori Fiksi. Yogyakarta: Ombak.

    Rampan, Korrie Layun. ed. 1985.Iwan Simatupang Pembaharu Sastra Indonesia.

    ____________Jakarta: Yayasan Arus.

    Simatupang, Iwan. 2004. Kebebasan Pengarang dan Masalah Tanah Air. Jakarta:

    ____________Kompas.

    Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

  • 7/26/2019 Iwan Simatupang Garda Depan Novel Indonesia Kontemporer 1970-An

    11/11

    IWAN SIMATUPANG:

    GARDA DEPAN NOVEL INDONESIA KONTEMPORER 1970-AN

    Dibuat untuk memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah Sejarah SastraIndonesia

    Disusun oleh :

    Nur Fahmia

    15/378535/SA/17814

    PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

    UNIVERSITAS GADJAH MADA

    YOGYAKARTA

    2016