iv. hasil dan pembahasan 4.1 gambaran umum perusahaan...
TRANSCRIPT
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan RPH-U Mitra Karya Unggas merupakan rumah pemotongan
bebek dan ayam yang terletak di Jl. Purwantoro No.05 RT 03 RW 01 Desa Tlekung Kecamatan Junrejo Kodya Batu. RPH-U ini didirikan oleh Syamsul Hadi pada tahun 2004. RPH-U ini pada awalnya hanya untuk sampingan bagi pemilik, dan kapasitas produksinya 30 ayam dan bebek per hari. Dari tahun ke tahun permintaan dan pelanggan RPH-U Mitra Karya Unggas mengalami peningkatan, sehingga kapasitas produksi saat ini mencapai rata-rata 600 ekor per hari dengan jumlah pekerja 5 orang. RPH-U Mitra Karya Unggas melakukan produksi setiap hari dalam sebulan.
Jenis ayam dan bebek yang diproduksi adalah ayam boiler muda berumur 45-60 hari dengan bobot hidup 7-9 ons dan bebek muda yang berumur sekitar 40-50 hari dengan bobot hidup 1-1,3 kg. RPH-U memperoleh unggas hidup dari para supplier di Malang dan Blitar. Pemilik memperoleh ayam dari peternak ayam langsung. Bebek diperoleh dari para supplier di Blitar(bukan peternak) dan hasil peternakan sendiri.
RPH-U memiliki konsumen yang menyebar di wilayah Malang dan Batu. Jumlah konsumen ± 40, yang terdiri dari restoran, rumah makan dan penjual kaki lima. RPH-U melayani pemotongan bagian karkas sesuai dengan permintaan pelanggan. Jenis pemotongan bagian karkas yaitu belah dada, belah tengah tanpa ceker, belah 4 bagian.
RPH-U masih menerapkan metode penyembelihan manual. Petugas penyembelihan dipilih khusus dan tetap hanya 1 orang saja. Setiap proses produksi dilakukan manual, dengan menggunakan sumber daya manusia, kecuali proses pencabutan bulu. Proses pencabutan bulu menggunakan satu mesin pencabut berbentuk silinder dengan kapasitas 12 ekor. Selama proses produksi RPH-U sangat memperhatikan kebersihan produk dan area produksi.
32
4.2 Deskripsi Produk Deskripsi produk merupakan sebuah daftar yang berisi
seluruh jenis produk akhir yang dihasilkan proses produksi. Produk yaitu sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikomunikasikan sehingga dapat memuaskan kebutuhan konsumen. Produk yang ditawarkan RPH-U Mitra Karya Unggas adalah karkas ayam dan bebek yang dipotong ke dalam berbagai bagian sesuai dengan permintaan konsumen. Produk dijual kepada konsumen dengan hitungan ekor, sehingga konsumen juga mendapatkan jeroan (tanpa usus dan jantung). Pemotongan karkas dijelaskan lebih terperinci pada subbab proses produksi bagian pemotongan karkas (39).
Menurut Apriyantono dkk. (2007), deskripsi produk mencakup nama jenis produk, pelanggan atau konsumen yang dituju serta cara penggunaan. RPH-U belum memberikan nama produk mereka secara khusus. Pelanggan atau konsumen dari RPH-U adalah restoran, depot makanan dan pedagang kaki lima. Konsumen akan mengolah karkas lebih lanjut menjadi sebuah masakan. Mayoritas konsumen mengolah produk dengan proses bakar dan goreng. Cara penggunaan produk ini yaitu konsumen harus mengolah lagi, tidak dapat dimakan langsung, karena produk yang dihasilkan adalah produk mentah yang memerlukan proses lanjutan. 4.3 Proses Produksi
Menurut Tinaprilla (2007), proses produksi merupakan subsistem agrobisnis yang berfungsi untuk menghasilkan output primer dengan kapasitas produksi berdasarkan skala usaha yang ditetapkan. Output primer merupakan produk yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi, berupa bahan mentah yang belum diolah. RPH-U Mitra Karya Unggas rata-rata memproduksi ayam dan bebek 600 ekor per hari. Hampir semua proses produksi dilakukan secara manual, hanya pada proses pencabutan bulu menggunakan mesin semi manual. Diagram alir proses produksi secara diagram alir dapat dilihat pada Gambar 4.1.
33
Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Produksi Pemotongan Ayam Sumber : Data Diolah (2015)
Penerimaan ayam hidup
Seleksi di supplier
LayakYa Tidak
Ayam sakit
dikembalikan ke
supplier
Ayam mati
dimusnahkanTransportasi ke RPH-U
Pengistirahatan ± 9 jam
Penyembelihan
Penirisan darah
Pengumpulan pada tong
± 2-3 menit
Pencelupan air panas
± 1,5 – 3 menit
Pencabutan bulu
dengan mesin
Pengeluaran jeroan
Ampela dan
hati
Usus dan
jantungDiolah pihak lain
Pembersihan
Pembersihan
Pemotongan karkas Pembersihan karkas Pengemasan Pengiriman
Penyimpanan
Air panas
Air Bulu
Air Air
kotor Air
Air
34
Secara terperinci proses produksi pemotongan ayam sebagai berikut : 1. Penerimaan Ayam Hidup
Proses penerimaan bahan baku (ayam hidup) dilakukan setiap akan dilakukan produksi. Proses penerimaan bahan baku dimulai dari proses pengambilan bahan baku dari supplier. Di tempat supplier ayam ditimbang untuk mengetahui bobot ayam sesuai dengan permintaan pihak RPH-U. Kriteria bobot hidup ayam yang diinginkan ± 7-9 ons. Setelah itu proses ke tahap seleksi dan transportasi dan berakhir pada penerimaan bahan baku di RPH-U. 2. Seleksi
Seleki merupakan proses pemilihan hewan yang sesuai dengan standar RPH-U yang dilakukan di supplier. Seleksi dilakukan langsung oleh pihak RPH-U dengan kriteria ayam hidup, sehat, tidak cacat dan bobot hidup ± 7-9 ons. Pemilihan bobot hidup ± 7-9 berdasarkan segmen pasar yang ditetapkan oleh RPH Pemeriksaan yang dilakukan tidak secara medis, tetapi dilakukan secara fisik mata dan tingkah laku ayam. Menurut Fadilah (2005), ciri ayam yang sehat yaitu ayam aktif, lincah, mata dan muka cerah (tidak mengantuk), sayap tidak jatuh dan posisi kepala terangkat dengan baik, tidak terdengar gejala napas bersuara (ngorok) atau batuk, anus bersih dan tidak ada kotoran. Ayam mati akan dimusnahkan dan ayam sakit akan dikembalikan ke supplier. Setelah proses seleksi, ayam dimasukkan ke dalam boks plastik, dengan setiap boks berisi 20-25 ekor. Jumlah setiap boks tergantung dengan waktu pengambilan siang atau malam dan jarak tempat supplier dengan RPH-U. Apabila jarak tempuh > 70 km, siang dan lama perjalanan > 1,5 jam, maka boks diisi 20 ekor. 3. Transportasi ke RPH-U
Boks plastik yang sudah berisi ayam dimasukkan ke dalam mobil pick up. RPH-U Mitra Karya Unggas memiliki transportasi sendiri. Transportasi dikhususkan untuk mengangkut barang atau bahan yang halal dengan tumpukkan boks disesuaikan dengan standar. Menurut Dirkesmas (2010), pick up atau truk yang digunakan memiliki dinding bak terbuka, sehingga aliran udara ke dalam boks akan lebih banyak. Tinggi tumpukan
35
keranjang dalam kendaraan perlu diperhatikan. Maksimum tinggi tumpukan boks untuk mobil truk (colt diesesl) adalah enam boks, sedangkan mobil pick up maksimum empat boks. Tumpukan keranjang yang terlalu tinggi berpotensi ayam mati, karena di bagian tengah boks kurang mendapat udara segar. Penyusutan berat dapat terjadi selama proses transportasi, sehingga harus memperhatikan suhu dan lama perjalanan. Ayam pedaging berumur 42 hari kehilangan berat 7 gram saat perjalanan 1,5 jam dengan suhu 22°C (Gregory, 2008). 4. Pengistirahatan
Setelah dari supplier, ayam diistirahatkan di tempat khusus. Pengistirahatan merupakan salah satu perlakuan dalam menjamin kesejahteraan hewan. Kesejahteraan hewan merupakan pilar penting dari proses keberlanjutan dalam produksi daging serta berhubungan dengan aspek kesehatan hewan, dan keamanan pangan. Pengistirahatan ayam dilakukan sebelum penyembelihan, ayam diistirahatkan selama 1 malam ± 9 jam. Proses ini bertujuan untuk mengurangi stres pada ayam selama transportasi. Perlakuan pengurangan stres pada hewan dapat menjaga kualitas karkas dan daging (Velarde et al., 2015). Selain diistirahatkan, ayam juga dipuasakan dengan hanya diberi air. Hal ini dilakukan agar isi tembolok dan usus kosong sehingga dapat menghindari keluarnya kotoran yang banyak dan terhindar dari kontaminasi. Pengistirahatan ayam dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar4.2 Pengistirahatan Ayam
36
5. Penyembelihan Proses pemotongan ayam dilakukan pada pagi hari dimulai pukul 06.00 WIB sampai selesai, setelah ayam diistirahatkan semalam. Ayam dimasukkan ke dalam boks terlebih dahulu untuk mempermudahkan petugas dalam mengambil ayam. Penyembelihan dilakukan secara manual, petugas menggunakan pisau yang tajam. Petugas memegang bagian kepala ayam dan sayap ayam dengan satu tangan. Kemudian leher ayam dihadapkan kearah kiblat dan pisau diarahkan ke leher ayam. Petugas melakukan penyembelihan secara cepat. Proses penyembelihan dapat dilihat pada Gambar4.3.
Gambar 4.3 Proses penyembelihan ayam
6. Penirisan darah Penirisan darah dilakukan setelah penyembelihan. RPH-U
tidak memberikan perlakuan khusus dalam penirisan darah. Penirisan darah hanya dilakukan pada penyembelihan ayam pesanan konsumen tertentu. Jika konsumen meminta darah maka akan dilakukan penirisan. Jika tidak ada permintaan maka darah tidak ditiriskan secara khusus. Darah dibiarkan mengalir di sekitar area tempat penyembelihan dan akan dibersihkan langsung dengan air oleh petugas. RPH-U Mitra Karya Unggas tidak memiliki perlakuan khusus dalam penirisan darah, karena
37
kurang efektif dan pemanfaatan darah tidak dapat maksimal. Penirisan darah dapat dilihat pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Penirisan darah untuk konsumen tertentu
7. Pengumpulan pada tong Ayam yang sudah disembelih dikumpulkan dan didiamkan ke dalam tong selama ± 2-3 menit. Pengumpulan pada tong bertujuan agar ayam yang sudah disembelih tidak bergerak kemana-mana dan darah tidak berceceran. RPH-U Mitra Karya Unggas memilih menggunakan tong karena tong adalah wadah yang efektif untuk pengumpulan ayam yang disembelih, dan tidak memerlukan area yang luas. Tong terbuat dari karet ban yang sangat tebal, berbentuk seperti tabung dengan dua susunan. Setiap satu tahap pemrosesan penyembelihan, tong berisi 50-60 ekor ayam. 8. Pencelupan air panas
Proses pencelupan air panas bertujuan untuk mempermudah proses pencabutan bulu. Proses ini dilakukan setelah ayam yang berada di dalam tong mati semua. Ayam sebanyak 10-12 ekor dimasukkan ke panci perebusan dan di aduk-aduk selama ± 1,5-3 menit. Selama proses ini kompor selalu dinyalakan dengan suhu air panas sekitar 65°C. Semakin panas air, maka proses pencelupan semakin singkat. Lama waktu perlu diperhatikan adalah pencelupan yang terlalu lama akan mempengaruhi hasil karkas ayam yaitu kulit karkas akan lunak dan melekat pada bulu waktu pencabutan bulu. 9. Pencabutan bulu
38
Proses pencabutan bulu menggunakan mesin pencabut semi manual. Mesin pencabut dioperasikan dengan energi listrik.Mesin pencabut ini bertipe drum plucking atau stainless dengan kapasitas 12 ekor. Mesin dilengkapi dengan jari-jari plucker yang terbuat dari karet. Selama proses pengoperasian mesin ini, mesin dan kran air dinyalakan kemudian ayam dimasukkan ke dalam drum. Air harus selalu menyala dan
mengalir dengan tekanan. Pengunaan air mengalir bertujuan untuk membasahi bulu agar bulu tidak kering dan tekanannya akan mengurangi bulu tertinggal di karet-karet. Mesin pencabutan bulu dapat dilihat pada Gambar 4.5
Gambar 4.5 Proses Pencabutan bulu
10. Pengeluaran Jeroan Pengeluaran jeroan dilakukan secara manual oleh petugas
menggunakan pisau yang tajam. Petugas membuat irisan di antara anus dan ujung tulang dada. Kemudian tangan masuk sampai rongga dada dan jeroan dikeluarkan. Jeroan diletakkan pada wadah khusus. RPH-U Mitra Karya Unggas hanya mengelola ampela dan hati ayam saja. Usus dan jantung dikelola oleh anggota keluarga lain. 11. Pembersihan
Setelah pengeluaran jeroan, karkas dibersihkan dengan air bertekanan. Pembersihan mengunakan selang yang dimasukkan ke rongga. Pembersihan ini bertujuan agar bekas-bekas darah cepat hilang. Karkas kemudian direndam dengan air sebelum pemotongan. Sebelum pembersihan, karkas disortasi dan dikelompokkan terlebih dahulu oleh pemilik sesuai
39
dengan ukuran karkas, sedang dan besar. Ukuran besar dengan berat ayam 8,5-9 ons, sedangkan ukuran sedang 7,5-8 ons. Pembersihan menggunakan air tanpa ada penambahan bahan lain. Air yang digunakan bersuhu 6°C. 12. Pemotongan karkas
Pemotongan karkas sesuai dengan permintaan konsumen. Pemilik mengelompokan karkas sesuai jumlah pesanan konsumen terlebih dahulu, kemudian petugas membagi karkas menjadi beberapa bagian. Jenis-jenis potongan bagian karkas dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 PotonganBagianKarkas
No NamaPotongan Dokumentasi Keterangan
1. Belah dada kaki panjang
Permintaan 1 konsumen daerah dinoyo Malang. Ukuran ayam besar
2. Parting 4 kaki panjang
Permintaan 2 konsumen Ukuran ayam besar
3. Parting 4
Permintaan mayoritas konsumen Ukuran ayam besar dan sedang
4. Parting 4 kaki pendek
Bagian kaki (ceker) lebih pendek sekitar 2 cm. Permintaan mayoritas konsumen Ukuran ayam besar dan sedang
5. Parting 2 pendek kaki pendek
Permintaan 1 konsumen, penyajian menjadi 4 bagian tetapi waktu pemajangan menjadi 2 bagian
Tabel 4.1 PotonganBagianKarkas (Lanjutan)
40
No NamaPotongan Dokumentasi Keterangan
6. Parting 2 pendek kaki pendek
Bagian karkas tidak ada potongan. Ukuran ayam sedang. Permintaan 2 konsumen
7. Utuh belah dada
Permintaan 1 konsumen Ukuran ayam besar
8. Parting 2 panjang
Permintaan 1 konsumen Potongan hanya untuk bebek Kaki (ceker) dibuang Ukuran bebek sedang
9. Parting 2 pendek
Permintaan mayoritas konsumen Penyajian konsumen menjadi 4 Ukuran bebek besar
Sumber : RPH-U Mitra Karya Unggas (2015)
13. Pembersihan
Setelah pemotongan karkas, pembersihan dilakukan untuk kedua kalinya sebelum pengemasan. Pembersihan dilakukan dengan melakukan perendaman. Perendaman dilakukan selama 1 menit. Petugas membersihkan darah yang masih terdapat pada karkas, dan memeriksa apakah masih terdapat bulu yang tersisa. Pembersihan ini dilakukan pada bak ember yang berisi air mengalir bersuhu 6°C tanpa ada bahan tambahan. 14. Pengemasan
Setelah proses pembersihan, karkas langsung dikemas. Pengemasan menggunakan plastik pembungkus besar berwarna merah dan sedang berwarna hitam. Kemasan merah digunakan untuk pesanan dengan jumlah lebih dari 10 ekor,
41
sedangkan kemasan hitam untuk pesanan kurang dari 10 ekor. Pada pembungkus di beri label yang bertuliskan nama konsumen agar tidak tertukar. RPH-U Mitra Karya Unggas belum memiliki kemasan secara khusus. Penampilan produk merupakan faktor penting yang meningkatkan keputusan pembelian konsumen dan warna daging kriteria utama yang mempengaruhi penerimaan konsumen. RPH-U perlu mengembangkan kemasan produk agar kualitas warna daging tetap terjaga dan meningkatkan permintaan konsumen(Kannan et al., 2014),.
Setelah pengemasan, karkas ada yang langsung dikirim dan ada yang disimpan pada freezer dengan suhu -12°C. Penyimpanan karkas secara beku sangat cocok dengan suhu -40°C selama 6-7 hari dan karkas segar pada suhu 4°C selama 6-7 hari (Patsias et al., 2008). RPH-U Mitra Karya Unggas jarang melakukan penyimpan persediaan karkas dengan jumlah banyak. Karkas yang diproses langsung dikirim kepada konsumen pada saat itu juga karena RPH-U memproduksi sesuai dengan permintaan konsumen. Biasanya RPH-U hanya menyediakan persediaan 50 ekor saja di freezer. Sistem penyimpanan, kemasan diberi tanda merah yang menunjukkan ukuran besar, kuning berukuran sedang dan biru untuk konsumen ayam Yogja. Karkas yang disimpan dalam keadaan belum dipotong menjadi beberapa bagian. Kemasan sebelum dimasukkan ke dalam freezer diberi lubang terlebih dahulu, agar air darah yang masih tersisa tidak mengendap dengan karkas dan tidak menimbulkan bau. 15. Pengiriman
Pengiriman karkas dilakukan beberapa kali selama satu hari produksi. Jika proses sesuai pesanan sudah selesai, produk langsung dikirim kepada konsumen. Pesanan langsung dikirim jika jumlah pesanan ±>50 ekor. Pengiriman menggunakan sepeda motor yang didisain secara khusus, dengan menambahkan sebuah kantong yang terbuat dari kain dan plastik untuk wadah karkas yang sudah dikemas. RPH-U memiliki dua sepeda motor sebagai transportasi pengiriman ayam dan bebek. Transportasi pengiriman tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.6.
42
Gambar 4.6 Transportasi
4.4.Sanitasi Sanitasi merupakan usaha pengendalian lingkungan
produksi, peralatan dan pekerja dalam menjaga kebersihan dan terhindar dari kontaminasi (Nasution, 2006). RPH-U Mitra Karya Unggas sangat memperhatikan kebersihan lingkungan produksi dan peralatan yang digunakan. Sanitasi di RPH-U saat ini hanya menggunakan air, belum menggunakan desinfektan khusus. Peralatan dibersihkan sebelum atau setelah digunakan dan pembersihan dilakukan tanpa menunggu semua proses selesai. Para pekerja menggunakan sepatu boots dalam menjaga kebersihan lingkungan produksi, serta diwajibkan memiliki sikap tanggap. Jika dirasa area produksi kotor, maka area tersebut harus langsung dibersihkan agar tidak menyebabkan banyak lalat yang berpotensi kontaminasi. Pembersihan menggunakan tekanan air sehingga proses produksi di RPH membutuhkan air yang banyak.
Penggunaan deterjen dilakukan jika semua proses produksi sudah selesai. Deterjen digunakan untuk mempermudah pembersihan dinding-dinding dan lantai di lingkungan produksi yang berbahan keramik dari bekas darah ayam. Penggunaan keramik bertujuan agar air tidak menggenang dan menyebabkan kontaminasi karena keramik tidak menyerap air. Lantai proses produksi dibangun agak miring menuju saluran pembuangan air. Limbah air hasil produksi dialirkan melalui
43
saluran pembuangan ke sungai. Proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Proses sanitasi lingkungan produksi
4.5.AnalisisAspekKehalalan Proses Produksi 4.5.1.TitikKritisKehalalan
Di dalam RPH-U terdapat beberapa tahap yang sangat menentukan kehalalan produk. Aspek kehalalan proses produksi perlu diperhatikan untuk menghindari ketidakhalalan produk dan mengurangi kontaminasi benda najis. Berdasarkan identifikasi titik kritis penyembelihan menggunakan pohon keputusan diperoleh titik kritis kehalalan yang terdapat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 HasilIdentifikasiTitikKritisPenyembelihan
No. DaftarPertanyaan Ya Tidak TitikKritis
1. Apakah penyembelih beragama Islam
4 - Non TK
2. Apakah penyembelih memahami dan menjalankan proses penyembelihan sesuai syari’at Islam
4 - Non TK
3. Apakah dilakukan pemingsanan - 4 Non TK 4. Apakah digunakan pisau tajam 2 2 TK 5. Apakah hewan mati sempurna dan
darah keluar sempurna 1 3 TK
6. Apakah darah/bangkai dimanfaatkan
- 4 Non TK
Sumber : Data diolah (20015)
44
Berdasarkan hasil identifikasi titik kritis kehalalan,RPH-U memiliki kekurangan dan permasalahan tahap proses produksi secara teknis. Hal tersebut ditunjukkan bahwa ada pertanyaan yang memiliki 2 jawaban dan terdapat titik kritis selama 4 kali pengamatan. Dari jawaban tersebut diketahui titik kritis kehalalan pada penyembelihan, khususnyapengunaan pisau. Penggunaan pisau merupakan titik kontrol halal, pisau harus tajam sehingga hewan tidak merasakan sakit. Ukuran pisau harus proporsional dengan ukuran leher dan tidak diasah di depan hewan agar kesejahteraan hewan terjaga (Bonne and Verbeke, 2007). Panjang pisau yang digunakan adalah 13 cm (Velarde et al., 2014). Penggunaan pisau yang kurang tajam menyebabkan 3 saluran sulit terputus semua. Jika 3 saluran ada yang tidak terputus maka tidak halal. Menurut LPPOM MUI (2012), wajib terpotong pada saat penyembelihan, tiga saluran yaitu pembuluh darah, saluran makanan dan saluran pernafasan. Hasil penggunaan pisau yang kurang tajam dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Hasil penyembelihan penggunaan pisau yang kurang
tajam
Pada pertanyaan mengenai hewan mati sempurna dan darah keluar sempurna, diperoleh hasil pilihan jawaban terisi semua dengan 1 jawaban ya dan 3 jawaban tidak, sehingga pada proses penirisan darah belum menjamin kehalalan produk. Berdasarkan pengamatan di lapang hewan diduga belum mati sempurna oleh proses penyembelihan, tetapi hewan mati
45
karena tertumpuk hewan lain. Tertumpuknya hewan lain terjadi pada saat hewan dimasukkan ke dalam tong. Tong berisi 60 ekor dalam sekali proses. Kualitas pengeluaran darah yang baik, setelah pemotongan leher baik arteri karotis dan kedua vena jugularis benar-benar dipotong aliran darah yang kuat bisa dilihat dan tidak ada halangan retraksi dinding pembuluh (Velarde et al., 2014) Petugas penyembelihan melakukan setiap proses dengan cepat, setelah hewan disembelih langsung dimasukkan tong sampai tong terisi penuh kemudian ditunggu beberapa menit sampai kondisi hewan benar-benar mati. Menurut Apriyantono (2007), hewan harus benar-benar sudah dalam keadaan mati sebelum dilakukan proses lanjutan (pencelupan air panas, pencabutan bulu dan seterusnya). Kondisi pengumpulan di tong dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Kondisi proses pengumpulan di tong yang memungkinkan
ayam mati tidak sempurna dan darah keluar tidak sempurna
4.5.2TeknikPemotonganHewan Analisis teknik pemotongan hewan dilakukan berdasarkan
12 sampel hasil pemotongan pemilik dan petugas penyembelihan dengan masing-masing sebanyak 6 ekor. RPH-U Mitra Karya Unggas belum memiliki standar teknik pemotongan hewan, sehingga teknik yang diterapkan antarpenyembelih berbeda. Teknik yang berbeda ini berdampak
46
pada hasil pemotongan tiga saluran dan pengeluaran darah. Perbandingan hasil teknik pemotongan dari petugas penyembelih dan pemilik dapat dilihat pada Lampiran 3. Kondisi tiga saluran pada sampel hasil pemotongan leher oleh pemilik terputus semua, sedangkan hasil dari petugas penyembelih pemutusan saluran belum tuntas. Hal ini dapat disebabkan karena pisau yang digunakan kurang tajam serta teknik pemotongan leher kurang tepat.
Dari masing-masing teknik pemotongan diambil beberapa sampel karkas untuk diidentifikasi fisik ciri-ciri kematian sempurna. Pengetahuan mengenai ciri-ciri kematian sempurna sangat diperlukan untuk memastikan hewan mati sebelum dilakukan penanganan atau proses selanjutnya. Menurut LPPOM MUI (2012), ciri-ciri kematian sempurna yaitu fungsi otak telah berhenti ditandai dengan hilangnya reflek pupil, reflek kelopak mata (palpebrae), reflek cubit (kejang), reflek pukul. Hasil pengamatan ciri-ciri kematian sempurna dapat dilihat pada Lampiran 4. Reflek pupil dari semua sampel hampir semua tidak terlihat, hanya sampel nomor 12 terlihat dengan jelas bola mata dan kelopak mata terbuka. Terlihatnya bola mata dan reflek pupil menandakan hewan tertegun atau tercengang (Velarde et al, 2014). Menurut Shafi (2008), hewan yang akan disembelih harus hidup pada saat penyembelihan, hewan tidak boleh tertegun, dibius atau pingsan sebelum disembelih, hewan harus benar-benar sadar.
Reflek cubit (kejang) dan reflek pukul dapat diamati pada reaksi ayam mengepakkan sayap setelah pemotongan leher. Menurut Velarde et al. (2014), unggas yang disembelih tanpa pemingsanan 100% akan mengepakkan sayap dengan waktu berlangsung 21,0 ± 1,12 s setelah pemotongan. Akibat dari kondisi tersebut adalah kondisi leher dan kondisi karkas. Pertama kondisi leher akan berwarna memerah III seperti yang ditunjukkan pada sampel 9 dan 12 yang merupakan hasil pemotongan oleh petugas. Kondisi memerah III adalah kondisi yang paling parah dari beberapa sampel, yaitu memerahnya di sekitar leher disebabkan kurang sempurnanya teknik penyembelihan sehingga hewan mengepakkan sayap dengan keras dan diduga terkena tekanan saat pengumpulan di tong.
47
Penilaian tingkat warna leher dihasilkan pada pembandingan warna leher antara beberapa sampel, lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 4.10. Kedua, kondisi karkas dari semua sampel kulit berwarna putih dan terdapat dua sampel memar yang sampel 2 bagian sayap memerah dan sampel 8 bagian pantat memerah.
Gambar 4.10 Perbandingan Warna Kondisi leher
Hasil identifikasi ciri-ciri kematian sempurna menunjukkan bahwa teknik yang diterapkan pemilik RPH-U lebih baik daripada teknik yang diterapkan oleh petugas penyembelih. Hasil pemotongan petugas penyembelih tidak teratur dan banyak saluran yang belum terputus secara tuntas. Sampel yang telah diamati rata-rata bagian leher dan sekitar kepala memerah serta pada leher masih terdapat darah di dalam saluran, hal tersebut menandakan bahwa darah keluar tidak secara sempurna.Penirisan darah atau darah yang kurang sempurna keluarnya pada proses pemotongan akan mengakibatkan warna karkas yang kemerah merahan dan lebih mudah tercemar bakteri yang akan mempengaruhi umur simpan (Soeparno, 2005).
4.5.3 Pasca Penyembelihan
Pasca penyembelihan yaitu proses lanjutan yang dapat dilakukan setelah hewan mati secara klinis, yaitu berhentinya aktivitas otak. Di RPH-U Mitra Karya Unggas belum diterapkan
48
pemeriksaan produk pasca penyembelihan, yaitu belum adanya pemisahan antara produk yang memenuhi persyaratan dan tidak memenuhi persyaratan. Pemeriksaan produk pasca penyembelihan bertujuan agar produk yang tidak sempurna dalam penyembelihan tidak diberikan kepada pelanggan. Berdasarkan hasil pengamatan selama 4 hari dengan satu kali proses penyembelihan dengan jumlah 60 ekor didapatkan hasil yang terdapat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 HasilPemeriksaanPascaPenyembelihan
No. Pemeriksaan Jumlah Produk
Ketidaksempurnaan
1. Hari pertama 5 ekor 1. 2 ekor saluran darah tidak terputus
2. 1 ekor saluran pencernaan tidak terputus
3. 2 ekor Leher belakang terpotong
2. Hari kedua 3 ekor 1. 1 ekor saluran pernafasan tidak terputus dengan tuntas
2. ekor leher belakang terpotong
3. Hari ketiga 0 ekor Tidakada 4. Hari keempat 3 ekor leher belakang terpotong
Sumber : Data Diolah (2015)
Berdasarkan Tabel 4.3 terdapat beberapa produk yang tidaksesuai dengan persyaratan kehalalan. Menurut LPPOM MUI (2012), jika terjadi ketidaksempurnaan dalam proses penyembelihan (tidak terputus tiga saluran) maka akan diperlakukan sebagai produk non halal. Proses penyembelihan dilakukan dari leher bagian depan dan tidak memeutus tulang leher, jika terjadi gagal sembelih (leher terpotong, penyembelihan dari belakang leher dan kepala terpotong), maka diperlakukan sebagai produk non halal. Karkas dan jeroan yang berasal dari ayam yang disembelih tidak memenuhi persayaratan halal maka harus diperlakukan sebagai non halal. Di RPH-U belum ada perlakuan tersebut sehingga produk tetap diberikan kepada pelanggan. RPH-U sangat memerlukan
49
perlakuan pemeriksaan pasca penyembelihan dengan pemisahan produk yang sesuai dan tidak sesuai.
4.5.4 Evaluasi Dan Perbaikan Proses Produksi Evaluasi merupakan tindakan penilaian terhadap standar
proses produksi yang telah diterapkan oleh RPH-U. Beberapa proses produksi RPH-U memerlukan adanya perbaikan untuk meningkatkan kualitas produk dan menjaga kehalalan produk. Evaluasi proses produksi dapat dilihat pada Lampiran 5. RPH-U dapat melakukan perbaikan yang telah dijelaskan sesuai dengan kemampuan.Diharapkan RPH-U lebih mengutamakan perbaikan terhadap proses produksi yang merupakan titik kritis kehalalan.
Pada penyembelihan, RPH-U dapat menambah petugas penyembelih dari pekerja yang sudah ada, penambahan bertujuan agar petugas dapat menjalankan syarat penyembelihan secara Islam tanpa merasa terikat dengan waktu dan banyaknya ayam yang disembelih. Penggunaan pisau dan teknik pemotongan harus diperhatikan, pisau diasah setiap 30 ekor. Pemilik RPH-U diharapkan menentukan standar teknik pemotongan dan seluruh petugas penyembelih menerapkannya. Penirisan darah dan pengumpulan tong, dapat diganti dengan menambah fasilitas gantungan ayam serta menyediakan tempat yang lebih luas. Jika terkendala dengan dana, RPH-U dapat hanya mengurangi jumlah ayam setiap tong dan memberi jangka waktu yang lebih lama untuk melanjutkan ke proses pencelupan air panas.
RPH-U diharapkan lebih memperhatikan kesejahteraan ayam, karena dapat mempengaruhi kualitas karkas. Jika ayam stres dan tertekan, maka pengeluaran darah tidak sempurna dan karkas akan berwarna kemerah-merahan. RPH-U diharapkan lebih memperhatikan keselamatan dan kesehatan pekerja, dengan menambahkan fasilitas meja dan kursi produksi agar pekerja tidak jongkok di lantai yang akan menyebabkan pekerja mudah merasakan lelah.
50
4.6 Penerapan Pemenuhan Dokumen Sistem Jaminan Halal Penerapan pemenuhan dokumen Sistem Jaminan Halal
digunakan untuk penyusunan manual SJH di RPH-U. Penerapan ini berdasarkan dokumen Halal Assurance System (HAS) 23000 mengenai Kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) dan Halal Assurance System (HAS) 23303 mengenai Pedoman Penyusunan Manual Sistem Jaminan Halal (SJH) di RPH yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
Setelah mempelajari pedoman yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI dan membandingkan prosedur di RPH-U serta analisis proses produksi terhadap aspek kehalalan. SJH dapat dibuat oleh RPH-U untuk menjaga kehalalan produk. Dokumen manual SJH dibuat sebagai pedoman penerapan SJH yang akan dilaksanakan oleh RPH-U. Hasil pengamatan pelaksanaan dokumen halal yang dipersyaratkan LPPOM MUI dapat dilihat pada Tabel 4.4. Hasil tersebut berdasarkan pengamatan peneliti dan hasil dari daftar pertanyaan mengenai SJH yang diisi oleh pihak RPH. Hasil daftar pertanyaan dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 4.4 Pemenuhan Dokumen Manual SJH Di RPH-U
No Elemen Dokumen Manual
Halal
Pelaksanaan Dokumen Manual Halal
Tertulis Belum Tertulis
1. Kebijakan halal -
2. Tim manajemen halal -
3. Pelatihan dan edukasi -
4. Fasilitas - 5. Prosedur tertulis untuk
aktivitas kritis - 6. Kemampuan telusur
( traceability) - 7. Penanganan produk yang
tidak memenuhi kriteria - 8. Internal audit -
Sumber : Data diolah (2015)
51
Berdasarkan Tabel 4.4 RPH-U belum memiliki SJH dan dokumen tertulis manual halal, sehingga perlu dibuat SJH dan disusun dokumen manual halal secara tertulis. Manual halal dibuat sebagai syarat pengajuan sertifikasi halal. Manual halal berisi elemen mengenai RPH-U dan prosedur operasional yang dilaksanakan untuk menjaga kehalalan produk. RPH-U terlebih dahulu menetapkan standar proses produksi yang konsisten untuk semua pihak yang terkait dengan proses penyembelihan. Standar ini bertujuan agar pihak yang terkait memiliki keseragaman dalam menghasilkan produk dan mengurangi ketidaksesuaian produk. Elemen dokumen manual halal dijelaskan secara terperinci sebagai berikut :
1. Kebijakan Halal Menurut LPPOM MUI (2012), manajemen puncak harus
menetapkan kebijakan halal tertulis yang menunjukkan komitmen perusahaan untuk memproduksi daging halal secara konsisten. Pemilik RPH-U menyatakan komitmen “Mitra Karya Unggas Mengutamakan Kebutuhan Konsumen Untuk Selalu Memproduksi Ayam Dan Bebek Halal Dengan Proses Produksi Yang Sesuai Syari’at Islam Dan Produk Diproduksi Dengan Menggunakan Peralatan Yang Bersih Dan Bebas Dari Najis”. Kebijakan halal ini menjadi dasar bagi penyusunan dan implementasi sistem jaminan halal yang akan diterapkan oleh RPH-U.
Pemenuhan kebijakan halal ini disesuaikan dengan persyaratan LPPOM MUI dan kondisi nyata serta prosedur yang telah diterapkan oleh RPH-U. Pemilik RPH-U memberikan penekanan kebijakan halal terhadap produk yang dihasilkan bersih dan bebas dari najis. Produk yang bersih dan bebas dari najis merupakan alat andalan RPH-U selama ini dalam menjaga kepercayaan dan meningkatan konsumen. Menurut Apriyantono (2003), produk yang sesuai persyaratan SJH adalah produk yang diproduksi tidak mengandung unsur haram diproses, disimpan, diangkut dan disajikan sesuai dengan syari’at Islam dengan tidak terkontaminasi oleh unsur haram.
Pemilik RPH-U melakukan sosialisasi dan komunikasi kebijakan halal kepada seluruh karyawan dan pihak-pihak yang
52
bekerja sama dengan RPH-U. Sosialisasi dan komunikasi untuk saat ini dilakukan dengan pemberitahuan langsung dan penempelan poster di area produksi. Penempelan poster diharapkan dapat menjadi pengingat untuk karyawan agar dalam melakukan setiap proses produksi sesuai prosedur yang telah diterapkan oleh pemilik, sehingga dapat mengurangi kesalahan-kesalahan penyembelihan yang akan menyebabkan produk tidak halal.
2. Tim Manajemen Halal RPH-U Mitra Karya Unggas memiliki pekerja sebanyak 6
orang beserta pemilik. RPH-U belum memiliki tim manajemen halal, karena RPH-U sebagai usaha skala kecil yang masih terbatas sumber daya manusianya. Tim manajemen halal terdiri dari ketua dan anggota. Anggota terdiri dari 1 petugas penyembelih dan 1 petugas proses lanjutan dari penyembelihan. Struktur tim manajemen halal dapat dilihat pada Gambar 4.11. Setiap orang memiliki tugas sesuai dengan jabatan masing-masing. Secara nyata di RPH-U Mitra Karya Unggas karyawan diberi tugas masing-masing dengan jelas. Pembagian tersebut sesuai dengan tahapan proses produksi. Pembagian tersebut yaitu 1 orang petugas penyembelih, 3 orang pada proses pembersihan sisa bulu, pengeluaran jeroan dan pengemasan, 1 orang pada pemotogan karkas.
Gambar 4.11 Struktur Tim Manajemen Halal
Petugas
Penyembelih
Anggota
Pimpinan Perusahaan
53
Tugas dan wewenang dari setiap pembagian sebagai berikut : 1. Pemilik RPH-U Mitra Karya Unggas
Pemilik RPH-U bertugas memeriksa kesehatan ayam dan bebek yang akan dipotong, mensortir dan membagi ayam dan bebek yang sudah hilang bulunya sesuai pesanan konsumen, mengecek keadaan kebersihan karkas dan sesuai dengan permintaan sebelum dilakukan pengemasan, serta membersihkan peralatan dan area produksi.
2. Petugas penyembelih Petugas penyembelih memiliki tugas melakukan tahapan proses penyembelihan, perendaman air panas, dan pencabutan bulu dengan mesin. Petugas penyembelih diwajibkan melakukan penyembelihan sesuai syari’at Islam dan membersihkan peralatan sebelum dan sesudah proses produksi. Petugas penyembelih RPH-U Mitra Karya Unggas sesuai dengan persyaratan LPPOM MUI (2012), yang menyatakan petugas penyembelih adalah :
a. Beragama Islam b. Berumur minimal 18 tahun c. Berbadan dan berjiwa sehat serta memiliki catatan
kesehatan yang baik d. Taat dalam menjalankan ibadah wajib e. Memahami tata cara penyembelihan sesuai Syari’at
Islam. 3. Petugas proses pembersihan sisa bulu, pengeluaran jeroan,
dan pengemasan. Petugas pada bagian ini bertugas membersihkan sisa bulu yang masih menempel agar lebih bersih. Kemudian melakukan pengeluaran jeroan. Jeroan dikeluarkan dan dikumpulkan menjadi satu tempat. Petugas di bagian ini memiliki kewajiban membersihkan lantai bekas sisa bulu dan peralatan yang digunakan secara langsung. Pembersihan lantai dan peralatan secara langsung agar kotoran tidak menumpuk dan tidak menimbulkan kontaminasi.
4. Petugas pemotongan karkas Petugas ini hanya berwenang dalam pemotongan karkas saja setelah jeroan dikeluarkan dan dibersihkan. Petugas
54
membagi karkas sesuai dengan pesanan konsumen. Petugas harus benar-benar memperhatikan kebersihan karkas.
3. Pelatihan dan Edukasi Pelatihan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku dari semua personel yang terlibat dalam aktivitas kritis. RPH-U Mitra Karya Unggas harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan. Prosedur pelaksanaan pelatihan berisi tujuan/target, jadwal, peserta, materi, dan dokumentasi. Pelatihan terdiri dari pelatihan internal dan pelatihan eksternal. Materi pelatihan internal meliputi HAS 23000 dan disesuaikan dengan sasaran pelatihan RPH-U yang telah disiapkan oleh pihak RPH-U. Materi pelatihan eksternal mengenai HAS 23000 (persyaratan sertifikasi halal) dengan trainer dari LPPOM MUI.
Edukasi adalah pembinaan yang dilakukan secara internal untuk menumbuhkan kesadaran bagi semua pihak yang terlibat dalam aktivitas kritis dalam menerapkan SJH. Edukasi dilakukan melalui penyebaran leaflet, majalah dinding, poster, memo internal atau bentuk lain yang dapat dilakukan RPH-U. RPH-U dapat melakukan edukasi dengan pemasangan poster. Pemasangan poster merupakan pilihan yang efektif dan efisien mengingat RPH-U masih dalam taraf pembuatan SJH untuk memperoleh sertifikat halal. Poster dapat berisikan gambar 3 saluran hewan yang harus terpotong dan langkah-langkah melakukan penyembelihan secara halal. Poster dapat dilihat pada Lampiran 7.
4. Fasilitas
Fasilitas produksi adalah semua lini produksi dan perlatan pembantu yang digunakan untuk menghasilkan produk. Fasilitas mencakup semua fasilitas yang digunakan dalam proses produksi sejak penyiapan bahan, proses utama hingga penyimpanan produk. Fasilitas produksi tidak boleh digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk halal dan produk non halal. Hasil pengamatan di tempat produksi RPH-U Mitra Karya Unggas menunjukkan bahwa fasilitas produksi terletak
55
jauh dari kemungkinan terkontaminasi bahan haram seperti peternakan, kandang, atau tempat penjualan hewan yang diharamkan (babi). Sekitar lokasi RPH-U tidak terdapat peternakan babi karena lokasi berada di tengah-tengah pemukiman yang penduduknya mayoritas berprofesi petani dan peternak unggas. Denah Lokasi RPH-U Mitra Karya Unggas dapat dilihat pada Lampiran 8.
Fasilitas fisik berupa bangunan, tata ruang, tempat produksi, sanitasi serta pengolahan limbah sebagian belum memenuhi kondisi yang dipersyaratkan dalam SJH LPPOM MUI. Tata ruang RPH-U masih belum terpisah antara tempat proses pengeluaran jeroan, penyembelihan dan pengolahan karkas, semua proses tersebut dilakukan pada satu area yang hanya diberi penyekat dinding pendek dan jarak. Ruang produksi RPH-U dapat dilhat pada Gambar 4.12
Gambar 4.12 Lokasi proses produksi
5. Prosedur Tertulis Untuk Aktivitas Kritis Prosedur tertulis aktivitas kritis adalah seperangkat tata
cara kerja yang dibakukan untuk menggendalikan aktivitas kritis. Berdasarkan Tabel 4.4RPH-U belum memiliki prosedur tertulis aktivitas kritis. Menurut LPPOM MUI perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis dan harus disosialisasikan ke semua pihak yang terlibat dalam aktivitas kritis. Aktivitas kritis merupakan aktivitas pada rantai produksi yang dapat mempengaruhi status kehalalan
56
produk. Hasil pengamatan RPH-U memiliki aktivitas kritis pada proses penyembelihan, dan penirisan darah, sehingga RPH-U perlu membuat SOP (Standart Operating Procedure) penyembelihan. SOP tersebut akan mempermudah para pekerja dalam melaksanaan produksi halal secara konsisten. Prosedur tertulis aktivitas kritis dievaluasi efektifitasnya setahun sekali, hasil evaluasi tersebut disampaikan ke pihak yang bertanggung jawab terhadap setiap aktivitas kritis yaitu untuk dilakukan tindakan koreksi.
6. Kemampuan Telusur (Traceability)
Kemampuan telusur (traceability) merupakan kemampuan telusur produk yang disertifikasi berasal dari hewan yang memenuhi kriteria halal dan diproduksi di fasilitas produksi yang memenuhi kriteria bebas dari kontaminasi bahan haram. Menurut Premysis (2011), sistem traceability harus dapat mengidentifikasi bahan baku yang diperoleh dari pemasok langsung dan jalur distribusi produk akhir. Pencatatan harus disimpan dalam jangka waktu yang telah ditentukan berdasarkan berlakunya sertifikat halal yaitu ± 2 tahun, sehingga penilaian sistem memungkinkan penanganan produk yang berpotensi tidak aman dan pada saat terjadi penarikan produk. RPH-U harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur produknya. Prosedur tersebut harus menjamin produk yang disertifikasi berasal dari hewan yang disembelih sesuai persyaratan halal. RPH-U dapat membuat pencatatan daftar jumlah hewan yang berasal dari supplier dengan mengikut sertakan identitas supplier. RPH-U juga dapat membuat prosedur yang berisi pengaturan pencatatan penyembelihan selama produksi, memberikan penjelasan kondisi hewan dan produk, serta melakukan pencatatan fasilitas yang digunakan.
7. Penanganan Produk Yang Tidak Memenuhi Kriteria RPH-U Mitra Karya Unggas belum memiliki standar produk
yang tidak memenuhi kriteria dari segi kehalalan. Hal tersebut dikarenakan belum adanya perlakuan khusus mengenai pemisahan antara produk hasil penyembelihan yang sesuai dan
57
tidak sesuai belum dilakukan. Banyak permasalahan hasil penyembelihan yang kurang diperhatikan oleh pihak RPH-U, antara lain permasalahan pada pemotongan 3 saluran yang wajib terpotong masih ada salah satu saluran tidak terpotong, dan produk tersebut tetap diberikan kepada konsumen. Menurut LPPOM MUI, perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang tidak memenuhi kriteria produk halal dan menggunakan fasilitas yang tidak memenuhi kriteria. Produk yang tidak memenuhi kriteria tidak dijual ke konsumen yang mempersyaratkan produk halal dan produk yang terlanjur dijual harus ditarik.
RPH-U dalam pembuatan SJH harus memperhatikan penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria dan membuat prosedur tersebut. Prosedur penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria harus didokumentasikan dan disosialisasikan kepada seluruh pekerja.RPH-U dapat membuat form bukti penanganan bahan dan produk dengan elemen isi meliputi tanggal penanganan, nama produk, tanggal produksi, jumlah, temuan ketidaksesuaian, analisis penyebab, tindakan dan diberi tanda tangan pembuat dan pemilik. Prosedur ini dapat membantu mempermudah jika terdapat pelanggan yang komplain.
8. Internal audit Berdasarkan Tabel 4.4 audit internal belum tertulis dan
belum terbentuk, sehingga perlu dibuat audit internal. Audit internal merupakan audit yang dilakukan oleh tim manajemen halal untuk menilai kesesuaian SJH dengan persyaratan sertifikasi halal MUI. Dalam rencana penerapan SJH, RPH-U Mitra Karya Unggas melakukan audit internal secara terjadwal setiap enam bulan sekali. Prosedur tertulis audit internal terlebih dahulu dibuat dengan berisikan tujuan, ruang lingkup, jadwal, auditor, alat bantu audit (misalnya daftar pertanyaan/check list) dan pelaporan (LPPOM MUI, 2012). Pemilik RPH akan menunjuk salah satu pekerja atau pihak dari luar untuk menjadi auditor. Persyaratan auditor halal internal adalah kompeten dan independen terhadap pihak yang diaudit. Menurut Estuti (2005), audit internal dilakukan oleh auditor halal internal yang Muslim
58
dan telah mengikuti pelatihan auditor internal halal yang diadakan oleh LPPOM MUI. RPH-U Mitra Karya Unggas merupakan perusahaan kecil yang tidak mempunyai pengalaman yang cukup dalam penerapan SJH dan menghadapi keterbatasan sumberdaya, maka audit internal dilakukan oleh ketua yang sudah mengikuti pelatihan. Audit dilakukan dengan cara memeriksa pelaksanaan seluruh prosedur operasional dan mengisi form seperti pada Lampiran 9.
4.7 Penyusunan Manual Halal Setelah pengamatan prosedur operasional RPH-U dan penerapan dokumen SJH, dilakukan penyusunan manual halal. Manual halal merupakan persyaratan yang harus dimiliki perusahaan yang belum pernah melakukan sertifikasi halal. Peneliti terlebih dahulu memahami penyusunan manual SJH dengan melalui studi pustaka yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI. Dalam penyusunan manual halal, hal yang harus dipahami antara lain :
1. Karaketristik Manual Halal Manual SJH dibuat terpisah dari dokumen manual sistem
lain. Manual halal harus disusun sesuai dengan proses bisnis perusahaan, sehingga isi manual halal SJH harus mencerminkan kebijakan dan prosedur yang secar riil berlaku di RPH-U dalam penerapan SJH. Isi manual halal berdasarkan kemampuan sistem manajemen di RPH-U untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Menurut Ramadhani (2006), suatu manual akan memberi manfaat maksimal bagi organisasi jika manual tersebut sesuai dengan kebutuhan organisasi yang akan menggunakan manual. Berdasarkan hasil wawancara, pemilik RPH-U berkeinginan melakukan sertifikasi halal. Pemilik mendapatkan informasi bahwa untuk saat ini pemerintah mewajibkan setiap usaha memiliki setifikat halal. Sertifikat halal juga berguna untuk pengembangan usaha.
Berdasarkan hasil observasi lapang, RPH-U Mitra Karya Unggas sudah menerapkan persyaratan dasar sanitasi fasilitas fisik dan bangunan RPH, tetapi dalam operasional masih belum
59
ada standar yang pasti mengenai proses produksi halal. Meskipun pemilik sudah mengetahui operasional produksi secara halal, tetapi para pekerja masih menggunakan apa yang mereka yakini benar. Pemilik kurang ada ketegasan dan pengaturan sistem dalam operasional. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya sosialisasi dan pelatihan dari pihak luar (pemerintah) dan keterbatasan modal untuk melengkapi fasilitas dan keterbatasan sumber daya manusia. Permintaan produk RPH-U selama ini melebihi kemampuan sumber daya manusianya untuk meyediakan produk tersebut serta RPH-U memiliki keterbatasan modal untuk menambah pekerja.
2. Format Manual Halal
Dalam penerapan SJH, tidak ada cara baku yang dapat berlaku, sehingga dalam penulisan manual SJH dan penerapannya ditentukan sendiri cara yang sesuai dengan kebutuhan RPH-U. Berdasarkan cara penulisannya, ada 3 format manual halal yang dapat dipilih oleh perusahaan yaitu format bebas, kuesioner atau template (LPPOM MUI, 2014). Setiap format yang akan dipilh sudah disediakan contoh oleh LPPOM MUI. Format yang digunakan oleh RPH-U Mitra Karya Unggas adalah berbentuk template. Format tersebut hanya diperuntukkan bagi usaha kecil yang tidak mempunyai pengalaman yang cukup dalam penerpan sistem dan menghadapi keterbatasa sumber daya. Template manual halal telah disiapkan oleh LPPOM MUI dan dapat diisi oleh pemilik usaha. Template manual halal dapat diunduh di www.e-lppommui.org. Template tersebut dapat diisi dan ditambahkan sesuai dengan kebutuhan RPH-U.
3. Menulis Manual Halal
Berdasarkan sistem yang sudah dibuat dan diterapakan oleh RPH-U Mitra karya Unggas, dilakukan penulisan rencana penerapan SJH. Penulisan manual halal dipastikan sudah memenuhi kriteria SJH. Kriteria SJH didapatkan dari studi literatur pedoman penyusunan manual (HAS 23301) dan pedoman pemenuhan kriteria SJH di Rumah Potong Hewan (HAS 23103) yang disusun oleh LPPOM MUI. Penulisan draft
60
manual halal berdasarkan pengamatan di lapang, serta perbaikan operasional dan pengembangan dokumen pelaksanaan SJH. Bentuk tulisan draft manual halal RPH-U Mitra Karya Unggas dapat dilihat pada Lampiran 10. Manual halal berisi ulasan singkat penjabaran penerapan dokumen SJH yang telah dijabarkan pada subbab 4.6.