its undergraduate 18469 paper pdf

10
Jurnal Tugas Akhir 1 Studi Pengaruh Kedalaman Letak Silinder Osilasi Terhadap Kinerja Pembangkit Listrik Tenaga Vorteks dengan Uji Fisik Dhian Wahyu Permana (1) , Mukhtasor (2) , Arief Suroso (3) 1 Mahasiswa Teknik kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan - ITS Abstrak Saat ini telah banyak dikembangkan alat konversi energi yang merubah dari suatu energi kinetis menjadi energi lsitrik. Salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga arus laut (VIVACE - Vortex-Induced Vibrations for Aquatic Clean Energy). Pembangkit ini masih membutuhkan proses penelitian lebih lanjut karena berusaha untuk dijadikan sebagai salah satu alternatif penghasil energi listrik terbesar dengan rancangan biaya yang efisien. Sehingga diharapkan penelitian terbaru dapat memberikan acuan untuk mendesain alat konversi energi tersebut sesuai dengan kondisi yang ada. Oleh sebab itu, maka penelitian ini akan mencoba mengamati lebih lanjut mengenai pengaruh kedalaman letak silinder osilasi dalam kondisi steady flow, dengan memvariasikan rasio jarak dari permukaan bebas hingga ke permukaan teratas dari silinder (h/D), kecepatan arus (m/s), dan dimensi rasio (L/D) dari model. Sehingga dapat diketahui bagaimana pengaruh kedalaman terhadap amplitudo yang terjadi dan berapa amplitudo terbaik yang akan terjadi dari pengaruh kedalaman terhadap gerakan VIV tersebut berdasarkan konfigurasi terbaik dari beberapa variasi. Pelaksanaannya akan dilakukan dengan experiment di Laboratorium Hidrodinamika ITS. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, bahwa semakin dalam letak silinder osilasi maka semakin besar amplitudo rata-rata yang dihasilkan dan sebaliknya ketika diuji pada kecepatan yang semakin besar dalam satu kedalaman yang sama maka amplitudo yang dihasilkan akan semakin kecil. Hal ini disebabkan karena berbagai hal, salah satunya adalah stabilitas penegar yang mungkin belum sempurna. Kata-kata kunci : oscilating part, pengaruh kedalaman, experiment 1. PENDAHULUAN Energi yang terbarukan yang sering dibahas saat ini adalah energi arus laut. Karena energi arus laut selain selalu bisa diperbarui, juga ramah lingkungan dan arus laut juga memiliki intensitas energi kinetik yang lebih besar (bussinesnew- http://bataviase.co.id/node ). Salah satu konsep dari energi arus laut adalah VIVACE (Vortex Induced Vibrations for Aquatic Clean Energy) yang telah dikembangkan di Naval Architecture and Marine Engineering, University of Michigan, prinsip kerjanya sama dengan energi arus lainnya, yaitu memanfaatkan kecepatan arus laut lalu di ubah menjadi energi listrik lewat generator linier (Bernitsas, dkk 2007). Struktur dari VIVACE yang paling sederhana adalah terdiri dengan 1 silinder rigid dengan sistem penopang berupa elastis support. Silinder tersebut biasanya disebut dengan oscilating part yang akan dihubungkan dengan power take off system dengan menempatkannya pada daerah steady flow. VIV akan terbentuk akibat adanya arah aliran yang tidak searah dengan bidang (Bernitsas dkk,2006). Beberapa faktor yang perlu dijadikan pertimbangan untuk oscitaling part pada alat tersebut adalah Reynold Number, kecepatan arus, dan damping coeeficient, apabila hal tersebut dilihat dari struktur yang akan diterapkan. Tetapi ada beberapa faktor lingkungan disekitar oscilating part tersebut yang juga perlu dipertimbangkan antara lain pengaruh kedalaman air. Peran dari pengaruh kedalaman letak oscilating part pada VIVACE perlu diberikan perhatian khusus karena memiliki beberapa alasan : (i) Surfacing vortices akan mengganggu ekosistem di permukaan bebas. (ii) Jarak oscilating part yang dekat dengan permukaan bebas mungkin bisa menekan VIV sehingga akan mengganggu kinerja dari oscilating part itu sendiri (Bernitsas, 2007).

Upload: nurw85

Post on 07-Aug-2015

32 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ITS Undergraduate 18469 Paper PDF

Jurnal Tugas Akhir

1

Studi Pengaruh Kedalaman Letak Silinder Osilasi Terhadap Kinerja Pembangkit Listrik Tenaga Vorteks dengan Uji Fisik

Dhian Wahyu Permana(1), Mukhtasor(2), Arief Suroso(3)

1Mahasiswa Teknik kelautan, 2,3Staf Pengajar Teknik Kelautan - ITS

Abstrak

Saat ini telah banyak dikembangkan alat konversi energi yang merubah dari suatu energi kinetis menjadi energi lsitrik. Salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga arus laut (VIVACE - Vortex-Induced Vibrations for Aquatic Clean Energy). Pembangkit ini masih membutuhkan proses penelitian lebih lanjut karena berusaha untuk dijadikan sebagai salah satu alternatif penghasil energi listrik terbesar dengan rancangan biaya yang efisien. Sehingga diharapkan penelitian terbaru dapat memberikan acuan untuk mendesain alat konversi energi tersebut sesuai dengan kondisi yang ada. Oleh sebab itu, maka penelitian ini akan mencoba mengamati lebih lanjut mengenai pengaruh kedalaman letak silinder osilasi dalam kondisi steady flow, dengan memvariasikan rasio jarak dari permukaan bebas hingga ke permukaan teratas dari silinder (h/D), kecepatan arus (m/s), dan dimensi rasio (L/D) dari model. Sehingga dapat diketahui bagaimana pengaruh kedalaman terhadap amplitudo yang terjadi dan berapa amplitudo terbaik yang akan terjadi dari pengaruh kedalaman terhadap gerakan VIV tersebut berdasarkan konfigurasi terbaik dari beberapa variasi. Pelaksanaannya akan dilakukan dengan experiment di Laboratorium Hidrodinamika ITS. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, bahwa semakin dalam letak silinder osilasi maka semakin besar amplitudo rata-rata yang dihasilkan dan sebaliknya ketika diuji pada kecepatan yang semakin besar dalam satu kedalaman yang sama maka amplitudo yang dihasilkan akan semakin kecil. Hal ini disebabkan karena berbagai hal, salah satunya adalah stabilitas penegar yang mungkin belum sempurna.

Kata-kata kunci : oscilating part, pengaruh kedalaman, experiment

1. PENDAHULUAN Energi yang terbarukan yang sering dibahas saat ini adalah energi arus laut. Karena energi arus laut selain selalu bisa diperbarui, juga ramah lingkungan dan arus laut juga memiliki intensitas energi kinetik yang lebih besar (bussinesnew-http://bataviase.co.id/node ). Salah satu konsep dari energi arus laut adalah VIVACE (Vortex Induced Vibrations for Aquatic Clean Energy) yang telah dikembangkan di Naval Architecture and Marine Engineering, University of Michigan, prinsip kerjanya sama dengan energi arus lainnya, yaitu memanfaatkan kecepatan arus laut lalu di ubah menjadi energi listrik lewat generator linier (Bernitsas, dkk 2007). Struktur dari VIVACE yang paling sederhana adalah terdiri dengan 1 silinder rigid dengan sistem penopang berupa elastis support. Silinder tersebut biasanya disebut dengan oscilating part yang

akan dihubungkan dengan power take off system dengan menempatkannya pada daerah steady flow. VIV akan terbentuk akibat adanya arah aliran yang tidak searah dengan bidang (Bernitsas dkk,2006). Beberapa faktor yang perlu dijadikan pertimbangan untuk oscitaling part pada alat tersebut adalah Reynold Number, kecepatan arus, dan damping coeeficient, apabila hal tersebut dilihat dari struktur yang akan diterapkan. Tetapi ada beberapa faktor lingkungan disekitar oscilating part tersebut yang juga perlu dipertimbangkan antara lain pengaruh kedalaman air. Peran dari pengaruh kedalaman letak oscilating part pada VIVACE perlu diberikan perhatian khusus karena memiliki beberapa alasan : (i) Surfacing vortices akan mengganggu ekosistem di permukaan bebas. (ii) Jarak oscilating part yang dekat dengan permukaan bebas mungkin bisa menekan VIV sehingga akan mengganggu kinerja dari oscilating part itu sendiri (Bernitsas, 2007).

Page 2: ITS Undergraduate 18469 Paper PDF

Jurnal Tugas Akhir

2

2. DASAR TEORI 2.1 Vortex Induced Vibration Vortex adalah suatu aliran dimana fluida tersebut partikelnya berotasi pada aliran rotasinya terhadap titik pusatnya. Pelepasan vortexnya disebut dengan vortex shedding, yang mempunyai kecepatan transversal dan tangensialnya konstan dan bervariasi terhadap radiusnya (Indiyono, 1994). Akibat adanya vortex shedding ini, pipa yang dilalui aliran fluida terkena distribusi tekanan lokal akibat adanya tekanan tersebut, maka pipa akan bergetar atau berosilasi dengan frekuensi tertentu. Osilasi ini akan menyebabkan kelelahan dan dapat mengakibatkan kegagalan. Terjadinya VIV sendiri memilki bentuk yang berbeda untuk beberapa parameter, salah satu parameter yang berperan dalam membentuk perilaku dari VIV adalah Reynold Number. Fenomena ini digambarkan dengan bentuk aliran vortex yang terjadi tidak sama untuk setiap harga Reynolds Number. Semakin tinggi harga Reynolds Number maka aliran vortex yang terjadi semakin sedikit dan semakin tidak teratur.

Sedangkan untuk pengaruhnya terhadap kedalaman dalam pengujian fisik memakai parameter nondimensional Froude number, karena Froude Number merupakan suatu bilangan yang didasarkan pada gaya gravitasi dan gaya inersia yang bekrja pada model. Beberapa parameter yang dipakai adalah sebagai berikut Froude Number Froude Number adalah suatu rasio perbandingan antara gaya inertia dan gaya gravitasi. Bilangan ini memiliki pengaruh terhadap pengaruh permukaan bebas dengan mendasarkan bilangan tersebut berdasarkan parameter diameter dan gap yang dapat mempengaruhi besar kecilnya gaya osilasi dari oscilating part (Raghavan,2007). a. Berbasis Diameter

1 (1)

b.Berbasis Gap

(2)

Reduced Velocity Dalam percobaan yang dilakukan oleh

(Williamson dan Roshko, 1988), mereka menemukan fenomena yang unik untuk struktur stabil dengan perbedaan rasio ampltudo dan reduced velocity berdasar frekuensi osilasi, hal tersebut berakibat pada eksitasi vortex yang ada. Persamaan Reduced Velocity dituliskan sebagai berikut.

(3) 2.2 VIVACE (Vortex Induced Vibration for Aquatic Clean Energi) Faktor utama sebagai bahan energi yang digunakan adalah dari VIV yang memilki perilaku unik apabila mengenai Silinder Osilasi berupa silinder. VIV sendiri terjadi karena adanya resonansi pada struktur. Resonansi ini terjadi karena frekuensi alami struktur sama atau hampir sama dengan frekuensi vortex shedding.(Bernitsas, dkk 2007) Cara kerja VIVACE dimulai dari terjadinya VIV pada Silinder Osilasi mengakibatkan timbulnya gaya angkat sehingga silinder mulai bergerak tegak lurus terhadap arah datang arus. Gerakan osilasi tersebut terhubungkan dengan bearing yang berguna menjaga kehalusan gerakan Silinder Osilasi terhadap gear belt. Gear belt merupakan sarana transformasi dari gerakan naik turun menjadi gerakan berputar.

Page 3: ITS Undergraduate 18469 Paper PDF

Jurnal Tugas Akhir

3

Gambar 1 Skema Design dari VIVACE

(Vortexhydroenergy, 2007)

2.3 Qualification test Tahapan-tahapan qualification test ini termasuk kalibrasi peralatan, post-test calibration dan decay test dimana test-test tersebut dilakukan untuk mengetahui periode natural osilasi dari sebuah oscilating part serta redamannya yang terjadi baik untuk model yang tak tertambat (free-floating) maupun untuk model yang tertambat. Termasuk di dalam test ini adalah verification test, dimana test ini dilakukan untuk menjamin kondisi dari sistem evakuasi yang digunakan telah dapat mewakili bagian yang sama dalam kondisi lingkungan yang sama. 2.4 Calibration

Semua sensor analog harus di-kalibrasi sebelum dilakukan percobaan. Respon dari sensor diatur sedemikian rupa sesuai dengan beban yang sedang diukur. Tujuan dari dilakukannya proses kalibrasi ini adalah untuk menjamin sensor-sensor yang terpasang bekerja secara baik dan mempunyai fungsi linier terhadap proses pengukuran yang dilakukan. 2.5 Verification Test Test ini dilakukan pada model oscilating part untuk menjamin gerakan yang terjadi pada saat ditest menggambarkan kejadian sebenarnya. Biasanya pada tes ini, model oscilating part dikenai beberapa macam tipe kondisi alam yang mungkin terjadi pada saat oscilating part beroperasi nanti.

2.6 Model Skala Tujuan utama membuat skala model adalah untuk menghadirkan kondisi oscilating part dengan keadaan sebenarnya. Untuk dapat memprediksi gerakan oscilating part dari model test maka skala antara model sesungguhnya dan model laboratorium harus ditentukan. Untuk mengukur gerakan sebagai beban silinder, model bentuk silinder dipilih yang secara geometri sama dengan skala penuh dari oscilating part tersebut. yang diketahui rasionya adalah λ (Bathacarya.R, 1978) yaitu konstan:

(4) 2.7 Displacement Tranducer Displacement Tranducer merupakan sebuah alat pengukuran untuk mengukur amplitudo dari gerakan yang ditimbulkan oleh sebuah benda yang bergerak naik turun. Cara kerja alat ini cukup mudah, yaitu mengadopsi sistem katrol dengan beban sebagai gaya pengembali. Hal tersebut terlihat dengan beban yang dihubungkan dengan benang yang menempel pada Displacement Tranducer ke alat yang akan di uji coba untuk mencari simpangan gerakan. 3. METODOLOGI 3.1 Identifikasi Parameter Data-data yang digunakan bersumber dari jurnal VIVACE converter (Bernitsas, dkk 2006) dan penyesuaian terhadap fasilitas laboratorium diantaranya adalah: Parameter Silinder Osilasi : a) Panjang =1,15 m b) Diameter = 0,12 m c) Aspek Rasio = 9,54 d) Massa Rasio = 1.45 e) Konstanta Pegas = 20 N/m Parameter Lingkungan : a) Percepatan Gravitasi = 10 m/s2 b) Suhu air = 300 C

Page 4: ITS Undergraduate 18469 Paper PDF

Jurnal Tugas Akhir

4

c) Kecepatan Arus = 0,16 ; 0,24 ; 0,32 ; 0,40 ; 0,48 m/s

d) Massa jenis fluida = 995,7 kg/m3 e) Froude Number = 0,7 – 1,5 3.2 Konfigurasi Model Konfigurasi yang dilakukan pada penelitan ini terdapat 6 konfigurasi berdasarkan kedalaman. Dimulai dari gap rasio (h/d) 5,5 – 0,5.

Gambar 2 Skema dari Jarak Permukaan

Bebas ke Oscilating Part (Raghavan,2007)

3.3 Pembuatan Model Setelah mendapatkan data geometri dan variasi yang dibutuhkan maka dilakukan pemodelan struktur dari penegar dan Silinder Osilasi. Rancangannya dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3 Rancangan Model

Rancangan model in telah disesuaikan dengan kondisi sebenarnya melalui perhitungan pemodelan fisik dan numerik beserta keadaan lingkungan laboratorium. 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Ruang Lingkup

Berikut merupakan data laboratorium sebagai data awal sebelum melakukan percobaan : a. Dimensi Laboratorium Hidrodinamika Panjang Kolam = 50 m Lebar Kolam = 3 m Kedalaman Kolam = 2 m Jarak dari lengan ke permukaan kereta =

0,57 m b. Dimensi Lengan Model

Panjang Lengan = 2,07 m Panjang tangan =1,5 m Lebar tangan = 4 m Jarak antar tangan dalam 1 lengan = 1,7 cm

Sedangkan dimensi OP dapat dilihat pada bagian 3.1. 4.2 Assembling Model Assembling model meliputi beberapa

pekerjaan antara lain:

• Pemotongan

• Pengelasan

• Penghalusan

• Pengeboran

• Coating

• Finishing Assembling

pada bagian ini diperlukan keahlian serta keuletan dalam bekerja sehingga pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan baik. 4.3 Pelaksanaan Experiment a) Pemasangan Holder b) Set Up Kereta Running c) Set Up Displacement Tranducer d) Pemasangan OP berdasarkan konfigurasi

kedalaman. e) Running

Page 5: ITS Undergraduate 18469 Paper PDF

Jurnal Tugas Akhir

5

Gambar 4 Proses Pemasangan Holder pada

Kereta

Gambar 5 Trim Meter sebagai Analog Control

4.4 Kalibrasi Strip Chart a) Strip Chart

Alat yang akan merecord dengan jelas gerakan osilasi dari oscilating part yang akan di uji dengan merubah gerakan tersebut ke data sebaran amplitudo melewati kertas skala atau kertas grafik dapat disebut dengan Strip Chart. Hal ini digunakan karena memudahkan memindah data real menuju data sebaran fisik.

b) Pelaksanaan Kalibrasi

Kalibrasi dalam pelaksanaanya lebih dititik beratkan pada matching antara

simpangan yang terjadi sesungguhnya dengan yang ada pada strip chart.

Caranya adalah

Gambar 6 Contoh Penunjukan Chart pada saat ditarik sebesar 5 cm

Gambar di atas mencoba menjelaskan bahwa saat displacement tranducer ditarik sebesar 5 cm, pencatatan strip chart akan bergerak ke kanan atau yang mewakili pergerakan simpangan ke bawah sebesar 33,5 kotak. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa 5 cm pada gerakan naik turun oscilating part akan terbaca sebesar 33,5 mm pada strip chart. 5 cm = 33,5 kotak 1 kotak = 1 mm maka, 5cm (displacement tranducer) = 33,5 mm (strip chart).

4.5 Analisa Hasil Setelah mendapatkan output numerik dari hasil plotting, maka langkah selanjutnya berupa pengolahan data dapat segera dikerjakan. Pengolahan data dilakukan dalam 3 parameter amplitudo, yaitu amplitudo maksimal (Amax), amplitudo rata-rata (Arms), dan amplitudo minimum (Amin).

Gambar 7 Kurva regresi Amplitudo rata-rata(Arms) Berbanding dengan Depth Rasio

(h/D) pada Kecepatan 0,16 m/s

0 33,5

Page 6: ITS Undergraduate 18469 Paper PDF

Jurnal Tugas Akhir

6

Tampak pada gambar tersebut bahwa

semakin dalam penempatan Silinder Osilasi maka semakin besar amplitudo rata-rata yang terjadi. Walaupun, apabila dilihat titik letak sebaran data, terjadi 2 titik hasil yang masih berada dalam satu kawasan dibawah kurva regresi yaitu pada depth rasio (h/D) 0,5 dan 3,5 dengan nilai Arms masing-masing secara berurutan adalah 2,51 cm dan 3,47 cm.

Gambar 8 Kurva regresi Amplitudo rata-rata(Arms) Berbanding dengan DepthRasio

(h/D) pada Kecepatan 0,24 m/s

Grafik Arms diatas (gambar 8), menggambarkan bahwa pada kondisi kecepatan 0,24 m/s amplitudo rata-rata yang terjadi adalah linear positif, yang menandakan bahwa semakin kedalam letak OP maka semakin besar nilai amplitudonya. Kurva regresi tersebut melihatkan bahwa nilai amplitudo pada depth rasio (h/D) 5,5 adalah yang paling tinggi dengan besarnya mencapai 4,89 cm tinggi walaupu pada kedalaman sebelumnya yaitu kedalaman 54 cm nilainya mengalami penurunan dan nilainya mencapai 3,69 cm.

Gambar 9 Kurva regresi Amplitudo rata-rata(Arms) Berbanding dengan DepthRasio

(h/D) pada Kecepatan 0,32 m/s

Tampak diawali pada depth rasio (h/D) 0,5 besar amplitudo rata-ratanya mencapai 3,19 cm dan berbeda dengan sebelumnya ketika memasuki kedalaman 18 cm atau depth rasio (h/D) 1,5 yang mengalami kenaikan nilai maka pada kondisi ini amplitudo rata-ratanya mengalami penurunan sedikit saja hingga mencapai selisih nilai sebesar 0,15 cm. Yang berarti nilai ampitudo rata-rata pada kedalaman itu adalah 3,04 cm. Kemudian mengalami kenaikan lagi saat berada di kedalaman 42 cm dengan pencapaian nilai hingga 3,77 cm.

Gambar 10 Kurva regresi Amplitudo rata-rata(Arms) Berbanding dengan DepthRasio

(h/D) pada Kecepatan 0,40 m/s

Page 7: ITS Undergraduate 18469 Paper PDF

Jurnal Tugas Akhir

7

Gambar 10 di atas menggambarkan hasil uji untuk amplitudo rata-rata pada kecepatan 0,40 m/s. Seperti tampak pada gambar terlihat menunjukkan bahwa kurva regresi menghasilkan kurva linear positif yang berarti semakin kedalam posisi Silinder Osilasi maka semakin besar nilai amplitudo rata-rata yang terjadi. Seperti yang terlihat pada depth rasio (h/D) 0,5 nilai amplitudo rata-ratanya sebesar 1,64 cm kemudian naik pada kedalaman 18 cm dikisaran 2,54 cm.

Gambar 11 Kurva regresi Amplitudo rata-rata(Arms) Berbanding dengan DepthRasio

(h/D) pada Kecepatan 0,48 m/s

Jika melihat kurva regresi diatas, hampir sama seperti pada 4 kondisi sebelumnya yang memiliki trend linear positif bahwa semakin dalam letak posisi Silinder Osilasi maka akan menambah nilai amplitudo yang dihasilkan. Tampak diawali pada depth rasio (h/D) 0,5 besar amplitudo rata-ratanya mencapai 1,30 cm dan ketika memasuki kedalaman 18 cm atau depth rasio (h/D) 1,5 mengalami kenaikan nilai amplitudo sebesar 0,53 cm. Yang berarti nilai ampitudo rata-rata pada kedalaman itu adalah 1,83 cm. Kemudian mengalami penurunan hingga berada di kedalaman 54 cm dengan pencapaian nilai hingga 1,03 cm. 4.6 Analisa Hasil Untuk Seluruh Kondisi

Sesuai dengan hasil yang telah didapat dari variasi kondisi yang sudah dilakukan,

maka langkah selanjutnya adalah membandingkan seluruh kondisi tersebut dalam satu rangkaian untuk melihat secara jelas perbedaan yang terjadi dari seluruh kondisi tersebut. Kombinasinya adalah sebagai berikut :

Tabel 1 Hasil AMAX Untuk Seluruh Kondisi

Depth Rasio (h/D)

Kecepatan (m/s)

0,16

0,24 0,32 0,40 0,48 0,50 4,25 4,52 5,47 2,47 1,96 1,50 6,93 6,60 5,97 4,61 2,75 2,50 5,64 6,13 5,45 2,96 2,93 3,50 7,42 7,42 5,91 3,64 2,93 4,50 6,63 4,81 5,12 3,98 2,40 5,50 7,46 7,36 7,29 4,64 4,63

Tabel 2 Hasil ARMS Untuk Seluruh Kondisi Depth Rasio (h/D)

Kecepatan (m/s)

0,16

0,24 0,32 0,40 0,48 0,50 2,51 3,15 3,19 1,65 1,30 1,50 3,67 4,11 3,04 2,54 1,83 2,50 3,47 3,62 3,13 1,74 1,68 3,50 3,47 3,69 3,77 1,74 1,32 4,50 4,41 3,69 3,16 1,82 1,03 5,50 5,06 4,89 4,33 2,67 2,95

Tabel 3 Hasil AMIN Untuk Seluruh Kondisi Depth Rasio (h/D)

Kecepatan (m/s)

0,16

0,24 0,32 0,40 0,48 0,50 0,76 2,24 1,93 0,41 0,73 1,50 2,80 3,71 1,05 0,30 0,12 2,50 2,34 2,82 1,32 0,92 0,14 3,50 3,26 2,75 1,91 0,55 1,78 4,50 2,83 2,12 2,90 1,50 0,07 5,50 2,52 3,95 2,07 2,67 1,16

Page 8: ITS Undergraduate 18469 Paper PDF

Jurnal Tugas Akhir

8

Depth Rasio (h/D)

0 1 2 3 4 5 6

Ampl

itudo

RM

S (c

m)

0

2

4

6

8

10

Kecepatan 0,16 m/sKecepatan 0,24 m/sKecepatan 0,32 m/sKecepatan 0,40 m/sKecepatan 0,48 m/s

Gambar 12 Regresi dari Amplitudo RMS terhadap Depth Rasio (h/D) untuk berbagai

Variasi Kecepatan

Dari gambar 4.31 dapat dilihat bahwa fenomena yang sama terjadi pada seluruh kecepatan arus yang diujikan. Fenomena yang sama itu adalah trend dari regresi linearnya, dimana semakin ke kanan nilai semakin keatas. Hal yang berbeda adalah besarnya amplitudo OP pada masing-masing kecepatan arus. Hal ini terjadi karena, makin besar kecepatan arus, gaya yang mengenai OP juga semakin besar. Tetapi pada gambar di atas hasil amplitudonya terbalik dengan teori yang ada ,yaitu semakin cepat arus yang diberikan pada OP maka nilai amplitudo rata-ratanya semakin turun. Seperti yang terlihat bahwa ketika kecepatan arus 0,16m/s amplitudo rms tertingginya adalah 5,06 cm meupakan yang paling tinggi diantara kecepatan arus yang lain. Hal ini bisa terjadi dimungkinkan oleh berbagai hal, salah satu diantaranya adalah stabilitas dari struktur penegar yang memang tidak dihitung, sehingga mengakibatkan resonansi dari OP itu sendiri dan menyebabkan terjadi benturan gentaran antara penegar dengan OP.

Dapat diambil kesimpulan bahwa pada rentang h//D=0,5 hingga h/D=5,5 adalah semakin besar kedalaman letak OP, maka amplitudo OP dengan L = 115 cm dan D = 12 cm juga semakin besar.

Setelah menganalisa tiap-tiap kondisi yang sudah dilakukan maka langkah

selanjutnya kita coba membandingkan hasil Arms/D dengan Froude Number berbasis diameter yang selanjutnya disebut FrD, karena untuk pengaruhnya terhadap kedalaman maka digunakan FrD sebagai pembanding karena erat kaitannya dengan gravitasi dan pembentukan dan memberikan wawasan lebih lanjut mengenai modifikasi permukaan bebas.

Gambar 13 Grafik Perbandingan ARMS/D

terhadap Froude Number

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh diameter OP dan kecepatan akan memberikan dampak pada pembentukan amplitudo saat diletakkan pada berbagai kedalaman. Dampak tersebut terlihat jelas ketika diplot dengan Froude number pada kecepatan aliran yang semakin tinggi, sehingga bilangan Froude memberikan wawasan lebih lanjut tentang modifikasi permukaan bebas. Bila bilangan Froude berada dalam kisaran 0,3-0,45 ,akan menghasilkan gangguan permukaan signifikan yang dipengaruhi oleh besarnya diameter. Oleh karena gangguan permukaan tersebut maka akan memodifikasi aliran di sekitar silinder sehingga cukup memberikan getaran, terutama pada bagian atas silinder. Hal ini menyebabkan depth rasio memiliki pengaruh terhadap besarnya amplitudo yang terjadi. 5. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

Page 9: ITS Undergraduate 18469 Paper PDF

Jurnal Tugas Akhir

9

1. Pada Silinder Osilasi yang telah di uji dengan rentang rasio kedalaman antara h/D=0,5 hingga 5,5 ,nilai h/D berbanding lurus dengan amplitudo. Hal ini memiliki arti bahwa semakin dalam letak Silinder Osilasi maka semakin besar nilai ARMS yang dihasilkan, tetapi berbanding terbalik dengan kecepatan arus. AMAX tertinggi terjadi pada h/D=5,5 dengan arus 0,16 m/s sebesar 7,46 cm. Sedangkang AMIN terendah terjadi pada h/D=4,5 dengan arus 0,48 m/s sebesar 0,07 cm. Untuk rasio amplitudo, ARMS/D, maksimum terjadi pada h/D=5,5 dengan arus 0,16 m/s sebesar 0,422. Sedangkan, Arms/D minimum terjadi pada h/D=0,5 dengan arus 0,48 m/s sebasar 0,108. Sehingga dapat diperjelas bahwa kedalaman letak OP berbengaruh terhadap amplitudo yang terjadi.

2. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, maka bisa didapatkan hasil konfigurasi terbaik dalam installasi pembangkit listrik tenaga vorteks dalam kawasan laut dangkal berdasarkan letak kedalamannya dengan skala laboratorium, yaitu menggunakan Silinder Osilasi berukuran Diameter 12 cm dan Panjang 115 cm pada depth rasio h/D 5,5 atau sama dengan kedalaman 66 cm saat kecepatan sebesar 0,16 m/s, yang besar amplitudo rata-ratanya adalah 5,06 cm

5.2 Saran

Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya yang lebih baik antara lain:

1. Melakukan pengujian dengan variasi yang lebih banyak agar tingkat ketelitian penelitian lebih baik.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk sistem penegar dan elastis support supaya kestabilan dapat terjaga.

3. Penelitian dilanjutkan hingga mengetahui frekuensi yang terjadi pada setiap kondisi atau variasi yang sudah ditentukan agar diketahui banyaknya kejadian dalam satu

kondisi uji dan peyesuaian untuk pemilihan generator.

4. Penelitian dilanjutkan hingga system power take off. Nantinya akan didapatkan jumlah tenaga listrik yang akan dihasilkan silinder yang diuji.

5. Perlu diperhatikan kesesuain laboratorium sehingga kendala-kendala dan kesalahan baik teknis maupun non-teknis dapat dicegah

DAFTAR PUSTAKA BussinesNew.http//Bataviase.co.id/node/2484

17. Accessed at August 26th

2010. Bathacarya,R.(1978).Dynamic Of

MarineVehicles. Maryland. John Wiley & Sons Incorporation.

Bernitsas, M. M., Y. Ben-Simon, K. Raghavan, and E. M. H. Garcia (2006, Jun). The VIVACE converter: model tests at high damping and Reynolds number around 105. In Proceedings of OMAE2006, Number OMAE06-92652. 25th International OMAE Conference.

Bernitsas, M. M., Raghavan, K., and Maroulis, D. (2007). Effect of Free Surface on VIV for Energy Harnessing at 8×103 <Re< 1.5×105 .Proceedings of the International Conference on Offshore Mechanics and Arctic Engineering - OMAE San Diego.

Carberry, J. (2002). Wake States of a Submerged Oscillating Cylinder and of a Cylinder beneath a Free-Surface. Ph.D. thesis, Monash University. Australia, Clayton.

Engineeringtoolbox.www.engineeringtoolbox.com/strouhal-numberd_582.html. Accessed at August 24

th 2010.

Laksono, Bagus P. (2010). Analisis Perubahan Dimensi Pada Oscilating Part untuk Pembangkit Listrik Tenaga Vorteks. Tugas Akhir Jurusan Teknik Kelautan Surabaya.

Indiyono, Paul, 2004, Hidrodinamika Bangunan Lepas Pantai, SIC, Surabaya.

Page 10: ITS Undergraduate 18469 Paper PDF

Jurnal Tugas Akhir

10

Raghavan, K. (2007). Energy Extraction from a Steady Flow Using Vortex Induced Vibration. A dissertation submitted in partial fulfillmentof the requirements for the degree of Doctor of Philosophy

Reichl, P. (2001). Flow Past a Cylinder Close to a Free Surface. Ph. D. thesis, Monash University.

VortexHydroEnergy.http://www.vortexhydroenergy.com/. Accessed at August 26

th

2010.