its-paper-21624-2207100164-paper

6
1 Studi Pengaruh Lokasi Pemasangan Surge Arrester pada Saluran Udara 150 Kv terhadap Tegangan Lebih Switching Media Riski Fauziah, I Gusti Ngurah Satriyadi, I Made Yulistya Negara Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS Abstrak - Fenomena transien adalah output perubahan mendadak dalam rangkaian lsitrik. Secara umum waktu transien sangat singkat jika dibandingkan dengan waktu keadaan tunak. Perubahan mendadak tersebut akan mempengaruhi tegangan pada saluran transmisi yang kadangkala secara ekstrim dapat mengakibatkan kerusakan fatal pada sistem. Pengamatan dilakukan untuk mempelajari dan menganalisis tegangan lebih switching yang timbul akibat kondisi penutupan saklar. Beberapa parameter penting dapat dianalisis lebih mendetail antara lain tegangan puncak dan waktu puncak pada tiap menara. Arrester adalah peralatan yang digunakan untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat adanya tegangan transien yang berlebih. Pada studi ini akan dibuat pemodelan dan simulasi menggunakan pengangkat lunak ATP untuk menganalisis pengaruh lokasi pemasangan surge arrester terhadap tegangan lebih switching pada saluran udara 150 kV. Tujuan akhir yang ingin dicapai pada studi ini adalah untuk memperoleh lokasi paling optimal dalam metode pemasangan arrester pada menara-menara. Diambil contoh saluran transmisi dari Tandes ke Sawahan yang terdiri dari 11 menara. Dari hasil pengamatan didapatkan penggunaan satu arrester sudah efektif memotong tegangan lebih hingga 51%. Kata kunci : Transien, Tegangan Lebih Switching, ATP, Surge Arrester I. PENDAHULUAN EIRING dengan kebutuhan energi listrik yang semakin meningkat, maka diperlukan suatu sistem tenaga listrik yang bekerja optimal. Pada sistem tenaga listrik, bagian yang terpenting dari penyaluran daya adalah transmisi serta komponen dan bagian lainnya yang tidak kalah penting adalah gardu induk. Suatu sistem tenaga listrik bisa mengalami gangguan yang dapat mengakibatkan terhentinya penyaluran daya listrik. Salah satu penyebab gangguan yang mungkin terjadi adalah rusaknya sistem isolasi karena pengaruh tegangan lebih akibat operasi pensaklaran maupun akibat surja hubung. Oleh karena itu, dalam pengoperasian sistem tenaga listrik perlu perhatian khusus pada sistem proteksi terhadap tegangan lebih. Pada operasi pensaklaran (kondisi penutupan) akan menghasilkan gejala surja hubung atau transien energi listrik, yang berupa tegangan lebih transien (transients over voltage) yang dapat berupa gelombang impuls yang mempunyai muka gelombang dan ekor gelombang. Tegangan lebih surja hubung yang dihasilkan oleh operasi penutupan circuit breaker dan memiliki muka gelombang yang tajam akan mengakibatkan kegagalan isolasi peralatan listrik yang terhubung, yang mengakibatkan kerusakan pada peralatan tersebut. Tegangan ini sangat tergantung pada tegangan sistem, makin tinggi tegangan sistem yang digunakan maka makin tinggi pula tegangan transien akibat switching yang timbul. Tegangan lebih tersebut bisa merusak peralatan isolasi jika magnitude tegangannya melebihi level proteksi peralatan isolasi yang dipakai. Untuk mengurangi tegangan lebih switching ini dibutuhkan suatu letak pemasangan surge arrester yang optimal di saluran transmisi. II. SURJA HUBUNG DAN ARRESTER SURJA A. Surja Hubung Gangguan tegangan lebih pada transmisi sistem tenaga listrik biasanya disebabkan oleh dua macam tegangan surja yaitu surja petir dan surja hubung yang mempunyai amplitudo lebih besar dari nilai puncak tegangan nominalnya. Salah satu sumber tegangan lebih surja hubung adalah peristiwa pembukaan dan penutupan pemutus tenaga. Surja Hubung adalah gejala transien yang disebabkan oleh pemasukan energi(energization), pemutusan energi(de- energization) dan pemutusan disertai pemasukan kembali energi (re-energization) dari suatu rangkaian listrik. Proses pensaklaran dilakukan oleh saklar atau circuit breaker berupa operasi penutupan (closing), pembukaan (opening), dan penutupan kembali (reclosing). Operasi-operasi tersebut dikenal dengan istilah operasi switching. Kenaikan tegangan yang terjadi karena surja hubung harus diperhatikan jangan sampai menyebabkan kerusakan koordinasi isolasi peralatan pada sistem. Besarnya surja hubung dinyatakan oleh suatu factor tegangan lebih yang sesuai persamaan [1]: = √3 2 Γ— (1) Keterangan: = factor tegangan lebih fasa ke tanah = tegangan maksimum setelah switching = tegangan sistem fasa ke fasa sebelum operasi switching S

Upload: dennyyusuf

Post on 24-Oct-2015

30 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ITS-paper-21624-2207100164-Paper

1

Studi Pengaruh Lokasi Pemasangan Surge Arrester pada Saluran Udara 150 Kv terhadap Tegangan

Lebih Switching

Media Riski Fauziah, I Gusti Ngurah Satriyadi, I Made Yulistya Negara Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS

Abstrak - Fenomena transien adalah output perubahan

mendadak dalam rangkaian lsitrik. Secara umum waktu transien sangat singkat jika dibandingkan dengan waktu keadaan tunak. Perubahan mendadak tersebut akan mempengaruhi tegangan pada saluran transmisi yang kadangkala secara ekstrim dapat mengakibatkan kerusakan fatal pada sistem. Pengamatan dilakukan untuk mempelajari dan menganalisis tegangan lebih switching yang timbul akibat kondisi penutupan saklar. Beberapa parameter penting dapat dianalisis lebih mendetail antara lain tegangan puncak dan waktu puncak pada tiap menara. Arrester adalah peralatan yang digunakan untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat adanya tegangan transien yang berlebih. Pada studi ini akan dibuat pemodelan dan simulasi menggunakan pengangkat lunak ATP untuk menganalisis pengaruh lokasi pemasangan surge arrester terhadap tegangan lebih switching pada saluran udara 150 kV. Tujuan akhir yang ingin dicapai pada studi ini adalah untuk memperoleh lokasi paling optimal dalam metode pemasangan arrester pada menara-menara. Diambil contoh saluran transmisi dari Tandes ke Sawahan yang terdiri dari 11 menara. Dari hasil pengamatan didapatkan penggunaan satu arrester sudah efektif memotong tegangan lebih hingga 51%.

Kata kunci : Transien, Tegangan Lebih Switching, ATP, Surge Arrester

I. PENDAHULUAN EIRING dengan kebutuhan energi listrik yang semakin meningkat, maka diperlukan suatu sistem tenaga listrik yang bekerja optimal. Pada sistem tenaga listrik,

bagian yang terpenting dari penyaluran daya adalah transmisi serta komponen dan bagian lainnya yang tidak kalah penting adalah gardu induk. Suatu sistem tenaga listrik bisa mengalami gangguan yang dapat mengakibatkan terhentinya penyaluran daya listrik. Salah satu penyebab gangguan yang mungkin terjadi adalah rusaknya sistem isolasi karena pengaruh tegangan lebih akibat operasi pensaklaran maupun akibat surja hubung. Oleh karena itu, dalam pengoperasian sistem tenaga listrik perlu perhatian khusus pada sistem proteksi terhadap tegangan lebih.

Pada operasi pensaklaran (kondisi penutupan) akan menghasilkan gejala surja hubung atau transien energi listrik, yang berupa tegangan lebih transien (transients over voltage) yang dapat berupa gelombang impuls yang mempunyai muka gelombang dan ekor gelombang. Tegangan lebih surja hubung yang dihasilkan oleh operasi

penutupan circuit breaker dan memiliki muka gelombang yang tajam akan mengakibatkan kegagalan isolasi peralatan listrik yang terhubung, yang mengakibatkan kerusakan pada peralatan tersebut. Tegangan ini sangat tergantung pada tegangan sistem, makin tinggi tegangan sistem yang digunakan maka makin tinggi pula tegangan transien akibat switching yang timbul. Tegangan lebih tersebut bisa merusak peralatan isolasi jika magnitude tegangannya melebihi level proteksi peralatan isolasi yang dipakai. Untuk mengurangi tegangan lebih switching ini dibutuhkan suatu letak pemasangan surge arrester yang optimal di saluran transmisi.

II. SURJA HUBUNG DAN ARRESTER SURJA

A. Surja Hubung Gangguan tegangan lebih pada transmisi sistem tenaga

listrik biasanya disebabkan oleh dua macam tegangan surja yaitu surja petir dan surja hubung yang mempunyai amplitudo lebih besar dari nilai puncak tegangan nominalnya. Salah satu sumber tegangan lebih surja hubung adalah peristiwa pembukaan dan penutupan pemutus tenaga. Surja Hubung adalah gejala transien yang disebabkan oleh pemasukan energi(energization), pemutusan energi(de-energization) dan pemutusan disertai pemasukan kembali energi (re-energization) dari suatu rangkaian listrik. Proses pensaklaran dilakukan oleh saklar atau circuit breaker berupa operasi penutupan (closing), pembukaan (opening), dan penutupan kembali (reclosing). Operasi-operasi tersebut dikenal dengan istilah operasi switching. Kenaikan tegangan yang terjadi karena surja hubung harus diperhatikan jangan sampai menyebabkan kerusakan koordinasi isolasi peralatan pada sistem. Besarnya surja hubung dinyatakan oleh suatu factor tegangan lebih yang sesuai persamaan [1]:

π‘˜π‘˜π‘“π‘“π‘“π‘“ = √32

Γ— πΈπΈπ‘šπ‘šπ‘šπ‘šπ‘˜π‘˜π‘šπ‘šπΈπΈ

(1)

Keterangan: π‘˜π‘˜π‘“π‘“π‘“π‘“ = factor tegangan lebih fasa ke tanah πΈπΈπ‘šπ‘šπ‘šπ‘šπ‘˜π‘˜π‘šπ‘š = tegangan maksimum setelah switching 𝐸𝐸 = tegangan sistem fasa ke fasa sebelum operasi switching

S

Page 2: ITS-paper-21624-2207100164-Paper

2

B. Fenomena Gelombang Berjalan Gejala transien yang terjadi karena adanya surja tegangan

dan surja arus akibat adanya sambaran petir pada saluran transmisi dan switching pada peralatan di gardu induk mempunyai selang waktu yang pendek. Besarnya tegangan gelombang berjalan juga tergantung pada media tempat gelombang tersebut menjalar.

Dalam mempelajari transien pada saluran transmisi tiga fasa yang berkaitan dengan masalah gelombang berjalan, saluran dapat digambarkan sebagai sebuah rangkaian induktansi dan kapasitansi. Parameter L dan C adalah induktansi dan kapasitansi saluran per satuan panjang. Bila jarak masing-masing penghantar pada suatu saluran transmisi 3 fasa tidak sama, maka GMD (Geometric Mean Distance) dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut [12]: 𝐷𝐷𝑒𝑒𝑒𝑒 = 𝑑𝑑12 Γ— 𝑑𝑑23 Γ— 𝑑𝑑31

3 (2)

Dengan 𝑑𝑑12,𝑑𝑑23,𝑑𝑑31 adalah jarak antar fasa. Harga GMD untuk penghantar berkas (bundle conductor) berbeda-beda sesuai dengan jumlah sub konduktor yang terpasang di dalam penghantar berkas.

𝐷𝐷 = π·π·π‘šπ‘š Γ— 𝑑𝑑 (3) 𝐷𝐷 = GMD dari penghantar berkas π·π·π‘šπ‘š = GMD penghantar yang membentuk berkas (diperoleh

dari tabel) 𝑑𝑑 = jarak antar penghantar dalam satu berkas penghantar

Induktansi untuk saluran tiga fasa untuk berkas dengan dua penghantar adalah:

𝐿𝐿 = 2 Γ— 10βˆ’7 ln 𝐷𝐷𝑒𝑒𝑒𝑒𝐷𝐷

𝐻𝐻/π‘šπ‘š (4)

Sedangkan harga kapasitansi antara saluran tiga fasa penghantar berkas ke netral jika π‘˜π‘˜ = 8.85 Γ— 10βˆ’12 maka : 𝐢𝐢 = 2.πœ‹πœ‹ .π‘˜π‘˜

ln𝐷𝐷𝑒𝑒𝑒𝑒𝐷𝐷

(5)

Dengan 𝐷𝐷 = βˆšπ‘Ÿπ‘Ÿ Γ— 𝑑𝑑 (6) π‘Ÿπ‘Ÿ = jari-jari penghantar yang menyusun berkas 𝑑𝑑 = jarak antar penghantar dalam satu berkas

Dianggap bahwa saluran ideal yang berarti tidak ada rugi-rugi, maka resistansi R dan G diabaikan. Maka impedansi saluran (Ξ©/m) dan kecepatan gelombang berjalan (m/Β΅s) adalah sebagai berikut :

𝑍𝑍 = 𝐿𝐿𝐢𝐢 (7)

𝑣𝑣 = 1√𝐿𝐿𝐢𝐢

(8)

C. Arrester Surja Arrester merupakan alat pelindung berfungsi melindungi

peralatan tenaga listrik terhadap tegangan lebih abnormal yang terjadi karena sambaran petir (flash over) dan karena surja hubung (switching surge) di suatu jaringan dengan cara membatasi surja tegangan lebih yang datang dan mengalirkannya ke tanah.

Bila surja datang ke gardu induk arrester bekerja melepaskan muatan listrik serta mengurangi tegangan abnormal yang akan mengenai peralatan dalam gardu induk. Sebuah arester harus mampu bertindak sebagai insulator, mengalirkan beberapa miliampere arus bocor ke tanah pada tegangan sistem dan berubah menjadi konduktor yang sangat baik yaitu mengalirkan ribuan ampere arus surja ke tanah, memiliki tegangan yang lebih rendah daripada tegangan withstand dari peralatan ketika terjadi tegangan lebih, dan menghilangkan arus susulan yang mengalir dari sistem melalui arester (power follow current) setelah surja petir atau surja hubung berhasil didisipasikan. Pada kondisi normal arrester berlaku sebagai isolasi tetapi bila timbul surja arrester berlaku sebagai konduktor yang berfungsi melewatkan aliran arus yang tinggi ke tanah. Setelah arus hilang, arrester harus dengan cepat kembali menjadi isolator. Dalam menentukan rating lightning arester, yang perlu diketahui antara lain adalah tegangan tertinggi sistem dan koefisien pentanahan. Tegangan tertinggi sistem umumnya diambil 110 % dari harga tegangan nominal sistem. Tegangan pengenal lightning arester diperoleh dari tegangan rms fasa ke fasa x 1,10 x koefisien pentanahan. Pada sistem yang diketanahkan langsung, koefisien pentanahannya = 0,8. Sedangkan sistem yang tidak diketanahkan langsung, koefisien pentanahannya = 1,0. [2]

III. PEMODELAN SALURAN TRANSMISI 150 KV

A. Lokasi Penempatan Arrester Arrester ditempatkan dengan jarak tertentu dari peralatan

yang dilindungi untuk memperoleh kawasan perlindungan yang lebih baik. Jarak arrester dengan peralatan yang dilindungi berpengaruh pada besarnya tegangan yang tiba pada peralatan. Jika jarak arrester terlalu jauh maka tegangan yang tiba pada peralatan melebihi tegangan yang dapat dipikulnya. Hal ini dapat dijelaskan dengan konsep gelombang berjalan berikut ini :

Gambar 1 Gelombang Berjalan dan Pantulannya[6]

Keterangan: 𝑒𝑒𝑓𝑓 = Gelombang tegangan yang datang 𝑖𝑖𝑓𝑓 = Gelombang arus yang datang π‘’π‘’π‘Ÿπ‘Ÿ = Gelombang tegangan yang dipantulkan π‘–π‘–π‘Ÿπ‘Ÿ = Gelombang arus yang dipantulkan 𝑒𝑒𝑓𝑓 = Gelombang tegangan yang diteruskan 𝑖𝑖𝑓𝑓 = Gelombang arus yang diteruskan Maka didapatkan tegangan yang diteruskan adalah 𝑒𝑒𝑓𝑓 = 𝑒𝑒𝑓𝑓

2𝑍𝑍2𝑍𝑍1+𝑍𝑍2

(9) dan tegangan yang dipantulkan diperoleh:

Page 3: ITS-paper-21624-2207100164-Paper

3

π‘’π‘’π‘Ÿπ‘Ÿ = 𝑒𝑒𝑓𝑓𝑍𝑍2βˆ’π‘π‘1𝑍𝑍1+𝑍𝑍2

(10) Jika Z2 adalah transformator, maka Z2 = ∞, maka tegangan yang diteruskan pada terminal transformator adalah: 𝑒𝑒𝑓𝑓 = 2𝑒𝑒𝑓𝑓 (11) terminal transformator pada pantulan pertama dapat dinyatakan sebagai berikut: 𝑉𝑉𝑓𝑓 = π‘‰π‘‰π‘šπ‘š + 2 Γ— 𝑙𝑙/𝑣𝑣 Γ— πœ†πœ† (12) dimana : 𝑙𝑙 = jarak maksimal arrester dengan peralatan (m) 𝑉𝑉𝑓𝑓 = tegangan pada terminal transformator π‘‰π‘‰π‘šπ‘š = tegangan percikan arrester (kV) πœ†πœ† = kecuraman muka gelombang tegangan surja

(kV/ΞΌs) 𝑣𝑣 = kecepatan merambat tegangan surja (m/ ΞΌs)

B. Model Surge Arrester Arrester umumnya tidak dapat bekerja jika ada

gangguan fasa ke tanah di satu tempat dalam sistem, oleh karena itu rating tegangan penangkap petir harus lebih tinggi dari tegangan fasa sehat ke tanah. Rating tegangan arrester dapat dicari dengan persamaan dibawah ini: 𝑉𝑉𝑅𝑅 = Tegangan rms fasa ke fasa x 1.10 x koefisien

pentanahan Maka untuk sistem tegangan 150 kV, rating arrester yang

dipakai adalah : a. sistem yang ditanahkan secara langsung :

𝑉𝑉𝑅𝑅 = (150 π‘₯π‘₯ 1.1 π‘₯π‘₯ 0.8) = 132 π‘˜π‘˜π‘‰π‘‰

b. sistem yang tidak ditanahkan secara langsung : 𝑉𝑉𝑅𝑅 = (150 π‘₯π‘₯ 1.1 π‘₯π‘₯ 1.0) = 165 π‘˜π‘˜π‘‰π‘‰

Studi yang dilakukan diasumsikan sistem tenaga listrik ditanahkan secara langsung dan arrester yang digunakan pada kasus ini yaitu arrester jenis Metal Oxide Varistor (MOV).

C. Model Saluran Transmisi Udara 150 kV Saluran transmisi yang dipakai untuk dimodelkan adalah

saluran transmisi 150 kV pada GIS Tandes dengan jurusan Tandes – Sawahan dimana terdapat 11 menara transmisi. Data transmisi terpasang dan hasil pengukuran tahanan pentanahan serta spesifikasi dari menara transmisi terdapat pada tabel berikut ini.

Tabel 1 Data Transmisi PT. PLN (Persero) P3B Region Jawa Timur dan Bali UPT Surabaya

Gardu induk –Jurusan

Transmisi Terpasang

Teg (kV)

Route (m) Jenis MM2/

MCM Nom. (Amp)

Tandes - Sawahan 150 3200 ACSR 2 x 340 1480

IV. SIMULASI DAN ANALISIS

A. Pemodelan Saluran Transmisi

Gambar 2 Pemodelan Saluran Transmisi dengan Arrester

Pemodelan dalam studi ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ATP. Pemodelan dibagi menjadi pemodelan saluran transmisi tanpa beban, pemodelan saluran transmisi tanpa beban dengan dua buah arrester, dan pemodelan saluran transmisi berbeban. Pada pemodelan saluran transmisi tanpa beban dan berbeban akan dianalisis ketika saluran transmisi tanpa pemasangan arrester dan dengan pemasangan satu arrester. Sedangkan pada pemodelan saluran transmisi tanpa beban dengan dua arrester akan dianalisis dan dibandingkan dengan hasil pemodelan saluran transmisi tanpa beban dengan satu arrester. Saluran transmisi dimodelkan sebagai single busbar dengan menggunakan LCC (Line Constant) 3 phasa yang memiliki 11 menara, yakni menara ke-0 (menara dengan jarak terdekat dengan sumber switching) berurutan hingga menara ke-10 (menara dengan jarak terdekat dengan peralatan). Menara tersebut di dalam pemodelan ditandai dengan probe voltage yang diberi nama v_0, v_1, v_2, v_3, v_4, v_5, v_6, v_7, v_8, v_9, dan v_10. Kemudian time switch dimodelkan sebagai circuit breaker dengan tclosed = 0.04 s. Untuk mengetahui tegangan lebih sementara pada saluran udara akibat sumber switching, dilakukan pengukuran tegangan puncak pada tiap menara, yang ingin dilihat tegangan yang terukur adalah tegangan puncak fasa ke tanah serta dilakukan pengukuran waktu puncak pada tiap menara.

B. Hasil Simulasi dan Analisis untuk Saluran Transmisi Tanpa Beban

Gambar 3 Respon Tegangan Puncak Setelah Switching

Dari Gambar 3 di atas merupakan gambar kurva respon kondisi sistem normal dengan tegangan puncak 122.474 kV yang diberi sumber switching. Ketika circuit breaker diclosed pada saat t=0.04 s terjadi tegangan lebih yang berbahaya bagi peralatan. Dari hasil pengamatan dapat diambil nilai rata-rata tegangan puncak di menara sebesar 241.911 kV dan waktu puncak rata-rata di tiap menara adalah 40.0201 ms.

Page 4: ITS-paper-21624-2207100164-Paper

4

Gambar 4 Pemodelan Saluran Transmisi Tanpa Beban dengan Arrester Dipasang pada Menara ke-10

Untuk mengurangi tegangan lebih switching tersebut pemasangan arrester dilakukan pada berbagai macam lokasi. Pemasangan arrester dimulai dari menara ke-0 berturut-turut digeser hingga menara ke-11. Pemasangan dilakukan mulai dari menara ke-0 (probe voltage v_0), yakni menara yang paling dekat dengan sumber switching hingga menara yang paling dekat dengan peralatan, yaitu menara ke-10 (probe voltage v_10). Pengubahan lokasi pemasangan arrester ini dimaksudkan supaya mendapatkan lokasi pemasangan arrester dengan perlindungan yang paling optimal.

Gambar 5 Grafik Tegangan Puncak terhadap Kondisi Pemasangan Arrester untuk Saluran Transmisi Tanpa Beban

Dilihat dari hasil simulasi keseluruhan untuk tegangan puncak pada tiap menara dengan kondisi lokasi pemasangan arrester yang berbeda-beda, didapatkan nilai tegangan puncak rata-rata terendah pada pemasangan arrester di menara ke-9, yakni sebesar 138.238 kV. Sedangkan tegangan puncak rata-rata terbesar adalah pada pemasangan arrester pada menara ke-0, yakni 237.351 kV. Berdasarkan Gambar 5, tidak dipasangnya arrester menyebabkan tegangan lebih yang masuk ke peralatan menjadi lebih tinggi dan berbahaya untuk peralatan. Hal ini dikarenakan tidak adanya peralatan yang memotong tegangan lebih dan meneruskannya ke tanah. Oleh sebab itu, metode pemasangan satu arrester digunakan untuk mengurangi tegangan lebih supaya tegangan yang masuk ke peralatan tidak berbahaya. Dari hasil pengamatan dapat ditunjukkan bahwa semakin dekat lokasi pemasangan arrester terhadap peralatan maka semakin kecil pula tegangan lebih yang akan masuk pada peralatan. Jika arrester dipasang terlalu jauh dengan peralatan maka perlindungan arrester terhadap tegangan lebih menjadi rendah.

Gambar 6 Grafik Waktu Puncak terhadap Kondisi Pemasangan Arrester untuk Saluran Transmisi Tanpa Beban

Dari hasil simulasi keseluruhan untuk waktu puncak pada tiap menara dengan kondisi lokasi pemasangan arrester yang berbeda-beda, didapatkan nilai waktu puncak rata-rata terendah pada pemasangan arrester di menara ke-5, yakni sebesar 40.0159 ms. Sedangkan waktu puncak rata-rata terbesar adalah pada pemasangan arrester pada menara ke-10, yakni 40.058 ms. Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa arrester membutuhkan waktu dalam melakukan kinerjanya dan dapat ditunjukkan bahwa semakin dekat jarak arrester dengan peralatan, maka waktu yang diperlukan untuk arrester melakukan kinerja semakin besar.

C. Hasil Simulasi dan Analisis Pemodelan Saluran Transmisi Menggunakan Dua Arrester

Dengan metode pemasangan dua buah arrester, yakni satu arrester dipasang tetap pada lokasi terdekat dengan sumber switching, yakni pada menara ke-0 yang ditandai dengan probe voltage v_0 dan satu arrester lainnya dipasang berpindah berturut-turut mulai dari menara ke-1 (probe voltage v_1) bergeser hingga menara ke-10 (probe voltage v_10) pada lokasi terdekat dengan peralatan. Dari hasil pengamatan pemasangan metode dua buah arrester untuk tegangan puncak tiap menara didapatkan tegangan puncak rata-rata terendah pada pemasangan arrester di menara ke-9, yakni 136.786 kV dan tegangan puncak rata-rata tertinggi di menara ke-1 adalah sebesar 215.815 kV. Sedangkan waktu puncak rata-rata terbesar adalah pada pemasangan arrester pada menara ke-10, yakni 40.0559 ms dan waktu puncak rata-rata terendah pada menara ke-5 sebesar 40.0158 ms. Berikut ini hasil grafik hubungan perbandingan antara kondisi saat tanpa adanya pemasangan arrester, pemasangan satu arrester, dan pemasangan dengan dua arrester.

050

100150200250300

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Teg

anga

n Pu

ncak

[kV

]

Tanpa Arrester Menara ke-1

Menara ke-5 Menara ke-10

39.6

39.8

40

40.2

40.4

40.6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Wak

tu P

unca

k [m

s]

Tanpa Arrester Menara ke-1

Menara ke-5 Menara ke-10

Page 5: ITS-paper-21624-2207100164-Paper

5

Gambar 7 Grafik Perbandingan Tegangan Puncak terhadap Kondisi Pemasangan Arrester

Gambar 8 Grafik Perbandingan Waktu Puncak terhadap Kondisi Pemasangan Arrester

Mengacu pada Gambar 7 dan Gambar 8 menunjukkan bahwa penggunaan satu buah arrester sudah efektif dan tidak perlu lagi memasang dua buah arrester. Hal ini dikarenakan perbedaan hasil yang tidak seberapa dibandingkan dengan pemasangan satu arrester mengingat biaya penggunaan arrester yang terbilang mahal. D. Hasil Simulasi dan Analisis Saluran Transmisi Berbeban

Pemodelan dilakukan dengan menambah beban yang dipasang pada sisi akhir saluran transmisi. Beban tersebut dimodelkan dengan menggunakan beban 3 fasa R sebesar 101.351Ξ©. Pemodelan dimaksudkan untuk mengamati tegangan puncak pada tiap menara akibat switching ketika circuit breaker diclosed 0.04 s ketika kondisi saat berbeban penuh).

Gambar 9 Respon Tegangan Puncak Saat Kondisi Saluran Transmisi Berbeban

Dari Gambar 9, menunjukkan bahwa saat saluran transmisi dibebani dengan beban full load sebesar 101.351Ξ©, tegangan lebih switching meningkat dibandingkan ketika saluran transmisi tidak berbeban. Didapat dari hasil pengamatan tegangan puncak tertingginya mencapai 267.76 kV dan dapat diambil nilai tegangan puncak rata-rata pada tiap menara sebesar 248.69 kV. Sedangkan waktu puncak rata-rata di tiap menara adalah 40.0265 ms. Selanjutnya, arrester dipasang pada berbagai macam lokasi, yakni arrester dipasang mulai dari menara ke-0 berturut-turut digeser hingga menara ke-11. Pemasangan dilakukan mulai dari menara yang paling dekat dengan sumber switching hingga menara yang paling dekat dengan peralatan.

Gambar 10 Grafik Tegangan Puncak terhadap Kondisi Pemasangan Arrester Kondisi Saluran Transmisi Berbeban

Didapatkan nilai tegangan puncak rata-rata terendah pada pemasangan arrester di menara ke-10, yakni sebesar 143.75 kV. Sedangkan tegangan puncak rata-rata terbesar adalah pada pemasangan arrester pada menara ke-0, yakni 251.41 kV.

050

100150200250300

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Teg

anga

n Pu

ncak

[kV

]

Tanpa Arrester Dengan 1 Arrester

Dengan 2 Arrester

39.98

40

40.02

40.04

40.06

40.08

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Wak

tu P

unca

k[m

s]

Tanpa Arrester Dengan 1 Arrester

Dengan 2 Arrester

050

100150200250300

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Teg

anga

n Pu

ncak

[kV

]

Tanpa Arrester Menara ke-1

Menara ke-5 Menara ke-10

Page 6: ITS-paper-21624-2207100164-Paper

6

Gambar 11 Grafik Waktu Puncak terhadap Kondisi Pemasangan Arrester Kondisi Saluran Transmisi Berbeban

Didapatkan nilai waktu puncak rata-rata terbesar adalah pada pemasangan arrester pada menara ke-2, yakni 40.058 ms.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan Dari hasil simulasi tegangan puncak dengan ATP dapat

dilihat respon tegangan puncak untuk tiap kawat fasa bila terjadi switching dan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada saluran transmisi tanpa beban tanpa dipasang arrester, menunjukkan respon tegangan puncak dan waktu puncak yang mirip pada tiap menara sehingga dapat diambil tegangan puncak rata-rata 241.11 kV dan waktu puncak rata-rata 40.0201 ms. Nilai ini tidak berbeda jauh, yakni hanya 1.56 % perbedaan perhitungan manualnya dengan metode diagram Lattice.

2. Lokasi pemasangan arrester pada kondisi saluran transmisi tanpa beban yang paling optimal adalah lokasi pemasangan arrester pada menara ke-9, didapat bahwa tegangan puncak rata-rata mencapai 138.24 kV.

3. Metode pemasangan satu arrester sudah efektif daripada menggunakan 2 buah atau lebih karena dengan pemasangan satu arrester dapat memotong tegangan hingga Β±51 %.

4. Pada saluran transmisi berbeban tanpa dipasang arrester, menunjukkan respon tegangan puncak dan waktu puncak yang mirip pada tiap menara sehingga dapat diambil tegangan puncak rata-rata 248.69 kV dan waktu puncak rata-rata 40.0265 ms.

5. Lokasi pemasangan arrester pada kondisi saluran transmisi berbeban yang paling optimal adalah lokasi pemasangan arrester pada menara ke-10, didapat bahwa tegangan puncak rata-rata mencapai 143.75 kV.

B. Saran Saran yang dapat diberikan untuk studi pengaruh

pemasangan lokasi surge arrester pada saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 150 kV adalah penerapan metode

pemasangan arrester diaplikasikan pada sistem double busbar atau diterapkan pada saluran tegangan ekstra tinggi agar dapat menjadi pembanding dengan hasil analisis yang telah dilakukan pada studi ini..

DAFTAR PUSTAKA

[1] Arismunandar A, β€œTeknik Tenaga Listrik, jilid III Gardu Induk”, Jakarta, Pradnya Paramita, 1979.

[2] Hutauruk, T.S., β€œGelombang Berjalan dan Proteksi Surja”, Jakarta, Erlangga, 1989.

[3] Hutauruk, T.S., β€œTransmisi Daya Listrik”, Erlangga, Jakarta, 1985.

[4] IEEE Publication Lightning Arrester Part 1: Non-Linear Type Arrester for AC system, 1978.

[5] Kadir, Abdul, β€œTransmisi Tenaga Listrik”, UI-Press, Jakarta, 1998.

[6] L. Tobing, Bonggas., β€œPeralatan Tegangan Tinggi”,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.

[7] Mahmudsyah, S., ”Diktat Kuliah Teknik Tegangan Tinggi : Petir dan Permasalahannya” ,Surabaya, ITS, 2005.

[8] Marsudi, Djiteng., β€œPembangkitan Energi Listrik”, Jakarta, Erlangga, 2005.

[9] PT. PLN (P3B) Persero Region Jawa Timur dan Bali. [10] Seyedi,H., Sanaye-Pasand M., dan Dadashzadeh, M. R.

"Application of Transmission Line Surge Arresters to Reduce Switching Overvoltages," IPST, Montreal, Canada,2005.

[11] SPLN 121 , β€œKonstruksi Saluran Udara 20 kV, 150 kV dan 500 kV dengan Tiang Beton/Baja”, PT. PLN (PERSERO), 1996.

[12] Yanto Husodo, Budi., β€œDiktat Kuliah Analisa Sistem Tenaga Listrik I :Parameter Saluran Transmisi”, Pusat Pengembangan Bahan Ajar-UMB,Jakarta.

[13] Zoro, Reynaldo, β€œInduksi dan Konduksi Gelombang Elektromagnetik Akibat Sambaran Petir pada Jaringan Tegangan Rendah”, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia, 2009.

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama Media Riski Fauziah lahir di Surabaya pada tanggal 28 September 1989. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikannya di bangku SDN Simomulyo 2 Surabaya pada tahun 1995-2001. Ia melanjutkan ke SMP Negeri 1 Surabaya hingga tahun 2004 dan lulus dari SMA Negeri 2 Surabaya pada tahun 2007, penulis melanjutkan pendidikannya di Institut

Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Jurusan Teknik Elektro, Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga. Penulis yang merupakan salah satu asisten di LIPIST (B.204).Penulis dapat dihubungi di alamat email [email protected].

40

40.01

40.02

40.03

40.04

40.05

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tag

anga

n Pu

ncak

[kV

]

Tanpa Arrester Menara ke-1

Menara ke-5 Menara ke-10