isu etika human resources-indra gunawan 55111120045

29
ISU ETIKA HUMAN RESOURCES SERIKAT PEKERJA VS MAJIKAN Indra Gunawan 55 1111 200 45 MM UMB angkatan XX

Upload: igoeneezm

Post on 31-Jul-2015

41 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

ISU ETIKA HUMAN RESOURCESSERIKAT PEKERJA VS MAJIKAN

Indra Gunawan55 1111 200 45

MM UMB angkatan XX

MANUSIA DAN PEKERJAAN

PANDANGAN MENGENAI MANUSIA DALAM DUNIA KERJA Manusia bukan hanya bertingkah laku, manusia adalah

pribadi yang mempunyai kemampuan untuk menentukan dan mengatur tingkah lakunya.

Setiap manusia selalu membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk mendapatkan biaya hidup seseorang perlu bekerja, secara mandiri atau bekerja kepada orang lain.

ORGANISASIOrganisasi dapat didefinisikan sebagai suatu pengaturan orang-orang yang sengaja untuk mencapai tujuan tertentu.

Terdapat empat karakteristik utama dari sebuah organisasi, yaitu: Tujuan Kumpulan orang Struktur Sistem dan prosedur.

TUJUAN Setiap organisasi harus memiliki tujuan. Tujuan dicerminkan oleh sasaran-sasaran yang

dilakukan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Tiga bidang utama dalam tujuan organisasi yaitu: profitability (keuntungan),  growth (pertumbuhan), dan  survive (bertahan hidup).

Ketiganya harus berjalan berkesinambungan demi kemajuan organisasi.

KUMPULAN ORANG Jelas, tidak mungkin jika organisasi hanya terdiri

dari satu orang yang ingin mencapai tujuannya sendiri.

Dari definisi dijelaskan bahwa organisasi setidaknya terdiri dari kumpulan orang, berarti minimal dua, yang memiliki tujuan bersama.

STRUKTUR Struktur dibentuk dalam sebuah organisasi

dengan tujuan agar posisi setiap anggota organisasi dapat dipertanggungjawabkan, mengenai hak maupun kewajibannya.

Struktur dibentuk agar organisasi berjalan rapi, karena terdapat struktur komando, siapa yang berwenang dan siapa yang diberi wewenang.

SISTEM DAN PROSEDUR Karakteristik yang terakhir ini menggambarkan bahwa

sebuah organisasi diatur berdasarkan aturan-aturan yang ditetapkan bersama dan tentu saja harus dengan penuh komitmen dalam menjalankannya.

Implementasi dari sistem dan prosedur ini ialah adanya ketetapan mengenai tata cara, sistem rekrut, dan birokrasi.

Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap eksistansi suatu organisasi.

Organisasi cenderung memainkan peran menyesuaikan dengan keadaan lingkungan, entah itu demografi, ekonomi, politik, budaya, juga alam sekitar.

Jadi, kemajuan organisasi harus selaras dengan perubahan lingkungan.

BEBERAPA MANFAAT ORGANISASI Organisasi sebagai penuntun pencapaian tujuan. Pencapaian

tujuan akan lebih efektif dengan adanya organisasi yang baik. Organisasi dapat mengubah kehidupan masyarakat. Contoh

dari manfaat ini ialah, jika organisasi bergerak di bidang kesehatan dapat membentuk masyarakat menjadi dan memiliki pola hidup sehat. Organisasi Kepramukaan, akan menciptakan generasi mudah yang tangguh dan ksatria.

Organisasi menawarkan karier. Karier berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan. Jika kita menginginkan karier untuk kemajuan hidup, berorganisasi dapat menjadi solusi.

Organisasi sebagai cagar ilmu pengetahuan. Organisasi selalu berkembang seiring dengn munculnya fenomena-fenomena organisasi tertentu. Peran penelitian dan pengembangan sangat dibutuhkan sebagai dokumentasi yang nanti akan mengukir sejarah ilmu pengetahuan.

PEKERJA Pekerja atau buruh adalah seseorang yang bekerja

kepada orang lain dengan mendapatkan upah. Sedangkan tenaga kerja berdasarkan ketentuan pasal 1

angka 2 UU no. 13 tahun 2003 adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

POTENSI MASALAH Jumlah tenaga kerja yang tersedia di Indonesia tidak seimbang

dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Terlebih lagi dari sebagian besar tenaga kerja yang tersedia adalah yang berpendidikan rendah atau tidak berpendidikan sama sekali. Mereka kebanyakan adalah unskillabour, sehingga posisi tawar mereka adalah rendah.

Keadaan ini menimbulkan adanya kecenderungan majikan untuk berbuat sewenang- wenang kepada pekerja / buruhnya.

Buruh dipandang sebagai obyek. Buruh dianggap sebagai faktor ektern yang berkedudukan sama dengan pelanggan pemasok atau pelanggan pembeli yang berfungsi menunjang kelangsungan perusahaan dan bukan faktor intern sebagai bagian yang tidak terpisahkan atau sebagai unsur konstitutip yang menjadikan perusahaan

POTENSI MASALAH

Majikan dapat dengan leluasa untuk menekan pekerja / buruhnya untuk bekerja secara maksimal, terkadang melebihi kemampuan kerjanya.

Misalnya majikan dapat menetapkan upah hanya maksimal sebanyak upah minimum propinsi yang ada, tanpa melihat masa kerja dari pekerja itu. Seringkali pekerja dengan masa kerja yang lama upahnya hanya selisih sedikit lebih besar dari upah pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun.

Majikan enggan untuk meningkatkan atau menaikkan upah pekerja meskipun terjadi peningkatan hasil produksi dengan dalih bahwa takut diprotes oleh perusahaan – perusahaan lain yang sejenis.

SERIKAT PEKERJA Posisi pekerja yang lemah dapat diantisipasi

dengan dibentuknya serikat pekerja/serikat buruh yang ada di perusahaan .

Diharapkan dengan adanya serikat pekerja di perusahaan dapat mewakili dan menyalurkan aspirasi pekerja, sehingga dapat dilakukan upaya peningkatan kesejahteraan pekerja.

Dengan kata lain serikat pekerja/buruh diharapkan dapat sebagai wadah pekerja dalam memperjuangkan haknya.

UU SERIKAT PEKERJA

Keberadaan serikat pekerja saat ini lebih terjamin dengan diundangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh (Lembaran Negara Tahun 2000 No. 131, Tambahan Lembaran Negara No. 3898).

Sebelum adanya UU No. 21 Tahun 2000, kedudukan serikat pekerja secara umum dianggap hanyalah sebagai kepanjangan tangan atau boneka dari majikan, yang kurang menereskan aspirasi anggotanya.

KEBEBASAN BERSERIKAT DAN BERKUMPUL BAGI BURUH Alinea ketiga dari Pembukaan UUD 1945 yaitu negara

melindungi segenap bangsa dan negara Indonesia. Ketentuan ini dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 27 UUD 1945 yaitu setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Setiap warga negara berhak atas penghasilan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Buruh adalah bagian dari bangsa Indonesia, sehingga berhak pula untuk dilindungi dan mendapatkan penghidupan yang layak.

Salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah bagi buruh adalah adanya jaminan atas kebebasan berserikat dan berkumpul dalam suatu wadah serikat buruh / pekerja. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta menyampaikan pendapat merupakan hak dasar yang dimiliki oleh warga negara dari suatu negara hukum demokratis yang berkedaulatan rakyat.

FUNGSI SERIKAT PEKERJA DALAM PENINGKATAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Hubungan industrial antara majikan dn buruh atau dengan pemerintah terjadi di tingkat perusahaan atau di tingkat industri. Di negara demokratis, kebebasan berserikat dijamin, kepentingan buruh diwakili oleh serikat buruh. Hubungan industrial ini bersifat universal artinya di semua negara, meskipun dengan derajat kemajuan yang berbeda.

Hubungan industrial yang aman, harmonis dan dinamis diperlukan untuk menjamin ketenangan kerja dan kelangsungan usaha yang produktif. Inti hubungan industrial itu adalah perundingan bersama antara majikan dan serikat buruh untuk mencapai kesepakatan kerja bersama yang kemudian harus dilkasanakan dan dipatuhi oleh semua pihak.

Hubungan industrial diartikan sebagai suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang meliputi pengusaha, pekerja dan pemerintah.  Pengertian itu memuat semua aspek hubungan kerja yang terdiri dari:

1. para pelaku : pekerja, pengusaha, pemerintah;2. kerjasama : manajemen-karyawan;3. perundingan bersama : perjanjiankerja, kesepakatan kerja

bersama. Peraturan perusahaan;4. kesejahteraan: upah, jaminan social, pensiun, keselamatan

dan kesehatan kerja, koperasi, pelatihan kerja;5. perselisihan industrial : arbitrase, mediasi, mogok kerja,

penutupan perusahaan, pemutusan hubungan kerja

KEBEBASAN BERSERIKAT DAN BERKUMPUL DALAM PRAKTIK HUBUNGAN INDUSTRIAL (SERIKAT PEKERJA VS MAJIKAN)

• Kenyataan yang ada dalam proses berlangsungnya suatu hubungan industrial tidak seperti yang diharapkan. Majikan sering menempatkan buruh pada posisi yang rendah, sebagai faktor ekstern yang kurang diperhatikan. 

• Dalam praktik, masih adanya keengganan menerima keberadaan serikat pekerja di lingkungan perusahaan sebagai mitra sejajar dan masih banyaknya pengusaha yang berpendirian  “Saya yang berkuasa di rumah saya” (Herr im Haus) seperti sikap raja-raja perusahaan baja pada awal lahirnya perjanjian perburuhan (KKB) di Jerman walaupun didesak dengan ketentuan-ketentuan yang disertai sanksi pidana.

KASUS KASUS LAIN(

HTTP://WWW.SOLOPOS.COM/2012/KLATEN/BUNTUT-MOGOK-40-KARYAWAN-PT-SCE-KLATEN-DIBERHENTIKAN-186717)BUNTUT MOGOK: 40 Karyawan PT SCE Klaten Diberhentikan Sebanyak 40 karyawan PT SC Enterprises (SCE), Prambanan, Klaten tidak dipekerjakan kembali sebagai tenaga kontrak di

perusahaan garmen tersebut. Merekamerupakan pengurus dan anggota serikat pekerja (SP) yang diketuai oleh Ebo Budiyanto yang lebih dulu diberhentikan dari pekerjaannya.

Pemberhentian kerja terhadap 40 karyawan PT SCE itu disesalkan Sekretaris Konfederasi Konggres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Jogja, Akbar Rewako.

Menurutnya, penghentian kerja besar-besaran itu dilakukan pada Jumat dan Sabtu (11&12/5) lalu atau tepat dua hari setelah Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) menggelar mediasi yang mempertemukan manajemen dengan perwakilan buruh.

“Dalam surat yang diterima buruh, mereka diberhentikan bekerja karena sudah habis masa kontraknya dan demi efisiensi perusahaan,” kata Akbar kepada solopos.com, Jumat (18/5/2012).

Akbar menilai pemberhentian kerja terhadap 40 karyawan itu merupakan bentuk pemberangusan kebebasan berserikat. Menurutnya, alasan pemberhentian kerja yang disampaikan manajemen PT SCE tidak berdasar. Terdapat sejumlah karyawan yang diberhentikan kendati masa kontraknya akan habis pada Juli dan Agustus mendatang.

“Kalau itu demi efisiensi, mengapa sekarang perusahaan juga menyelenggarakan training untuk merekrut karyawan baru,” tukas Akbar.

General Manager PT SCE, Hadi Suyanto saat ditemui wartawan di kantornya menegaskan bahwa penghentian kerja terhadap 40 karyawan tersebut dilatarbelakangi habisnya masa kontrak dan demi efisiensi perusahaan.

“Penghentian kerja itu tidak ada hubungannya dengan aktivitas mereka selaku pengurus maupun anggota serikat pekerja,” ujar Yanto.

Menurut Yanto, sejak terjadi aksi mogor kerja yang diikuti ribuan karyawan, PT SCE mengalami kerugian besar. Sejumlah produk yang diekspor tidak bisa memenuhi target. Selain itu, pengirimkan barang juga sering terlambat karena belum terpenuhinya kuota pesanan.

Akibatnya, tingkat kepercayaan perusahaan rekanan di luar negeri terhadap PT SCE menurun sehingga mereka mengurangi kuota pesanan. “Kalau orderan sepi, mau tidak mau kami harus melakukan efisiensi di tubuh perusahaan,” papar Yanto.

KASUS MARSINAHMarsinah (lahir 10 April 1969 – meninggal 8 Mei 1993 pada umur 24 tahun) adalah seorang aktivis dan buruh pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama tiga hari. Mayatnya ditemukan di hutan di Dusun Jegong Kecamatan Wilangan, Nganjuk, dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat. Berikut ini, kilas balik kronologinya:

1. Tanggal 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh.

2. Tanggal 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.

3. Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.

4. Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.

5. Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993, dengan kondisi sangat mengenaskan. Vaginanya, tulang panggul, dan lehernya hancur. Perutnya luka tusukan sedalam 20 cm. Sekujur tubuh memar serta lengan dan tangan lecet.

KILAS BALIK KRONOLOGI PENYELIDIKAN DAN PENYELESAIAN TERHADAP KASUS PENCULIKAN DAN PEMBUNUHAN MARSINAH

Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah.

Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V Brawijaya.

Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap.

Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah.

Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.

Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI.

Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya. Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".

Tahun 1994, dibentuk Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KASUM). KASUM adalah komite yang didirikan oleh 10 LSM. KASUM merupakan lembaga yang ditujukan khusus untuk mengadvokasi dan investigasi kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah oleh Aparat Militer. KASUM melakukan berbagai aktivitas untuk mendorong perubahan dan menghentikan intervensi militer dalam penyelesaian perselisihan perburuhan. Munir menjadi salah seorang pengacara buruh PT. CPS melawan Kodam V/Brawijaya atas tindak kekerasan dan pembunuhan terhadap Marsinah.

Pada tahun 2000, kasus Marsinah dibuka lagi. DNA Marsinah yang diperiksa di Australia sudah diserahkan ke Puslabfor dan hasilnya DNA tersebut sama dengan bercak darah Marsinah yang ditemukan di rumah Direktur PT. CPS Yudi Susanto. Akan tetepi hasilnya berbeda dengan hasil test DNA yang dilakukan oleh mabes POLRI.

Tahun 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri menyetujui rencana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mengusut kasus Marsinah. Dalam perjalanan, ternyata Komnas HAM mengalami kesulitan. Sekjen Komnas HAM Asmara Nababan mengakui adanya sejumlah kendala dalam mengungkap kembali kasus tewasnya Marsinah. Kesulitan tersebut antara lain disebabkan kasus Marsinah sudah pernah disidik dan disidangkan (nedis in idem).

Tahun 2010, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengungkap kasus pembunuhan aktivis buruh pabrik, Marsinah. Hingga saat ini komnas HAM masih berupaya untuk cari celah dalam penyelesaian masalah ini.Karena kasus yang sulit diselesaikan dan terbelit-belit dengan kisah yang sangat tragis maka kisahnya pun menjadi bahan pembicaraan di dunia seni. Oleh Slamet Raharjo, Kisah Marsinah diangkat menjadi sebuah film oleh Slamet Rahardjo, dengan judul "Marsinah (Cry Justice)" (imdb.com). 

SOLUSI PEMECAHAN??Kesepakatan Kerja Bersama Dasar adalah hubungan industrial Pancasila berpandangan bahwa antara

pekerja dan pengusaha terdapat hubungan yang bersifat kekeluargaan dan gotong royong;

Mereka bebas melakukan perundingan dan memeuat perjanjian asal saja, tetapi memeperhatikan kepentingan yang lebih luas yaitu masyarakat, bangsa dan negara;

Dibuat melalui musyawarah untuk mufakat, tidak melalui kekuatan tawar menawar tetapi yang diperlukan sifat yang keterbukaan, kejujuran dan pemahaman terhadap kepentingan semua pihak. Kehadiran serikat pekerja dalam rangka meningkatkan kerjasama dan tanggung jawab bersama;

Hasilnya adalah suatu kesepakatan yang merupakan titik optimal yang bisa dicapai menurut kondisi yang ada, dengan memperhatikan kepentingan semua pihak.

INSIGHT.. Bekerja adalah hak setiap manusia dewasa sebagai upaya

menjaga derajat kemanusiaan dan memenuhi kebutuhan hidup.

Negara dan masyarakat harus menjamin hak setiap manusia untuk bekerja dan tidak membedakan hak tersebut antara satu dengan yang lain.

Penerapan codetermination atau kotak saran adalah sangat sejalan dengan Firman Allah SWT dalam QS An Nahl ayat 71 yaitu: “Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki agar mereka sama merasakan rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari rahmat Allah.

Akhirnya perlu kita renungkan kembali akan hadist Rasullallah SAW yaitu Berikanlah upah seorang buruh sebelum kering

keringatnya dan beritahukanlah upahnya sewaktu dia bekerja. 

SEKIAN TERIMA KASIH

HTTP://WWW.GOOGLE.CO.ID/SEARCH?HL=ID&Q=DEMO+SERIKAT+PEKERJA&BTNK=&UM=1&IE=UTF-8&TBM=ISCH&SOURCE=OG&SA=N&TAB=WI&EI=XKM3T9B4K87JRAFSODZPBW&BIW=1024&BIH=515&SEI=5KM3T-EYDCPWRQE8QRHQBW

HTTP://ACHMADFARIYANTO.BLOGSPOT.COM/2011/03/KASUS-MARSINAH-JANGAN-DILUPAKAN.HTML

ASIKIN, ZAENAL, 2002, DASAR-DASAR HUKUM PERBURUHAN, RAJA GRAFINDO PERKASA, JAKARTAJJ. H BRUGGINK ALIH BAHASA ARIF SIDARTA,REFLEKSI TENTANG HUKUM,1996, CITRA ADITYA BAKTI, BANDUNG. DEPARTEMEN P & K, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA,1989, BALAI PUSTAKA, JAKARTA. FRANS MAGINS SUSENO, ETIKA, POLITIK, PRINSIP-PRINSIP MORAL DASAR MODERN, 1999, GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA, JAKARTA. ILO, 1998, KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN TERHADAP HAK BERORGANISASI DAN HAK UNTUK BERUNDING BERSAMA, JAKARTA INTERNATIONAL UNION OF FOOD AND ALLIED WORKER’S ASSOCIATIONS, BUKU PEGANGAN UNTUK SERIKAT BURUH. MANSUR EFFENDI, 1994 HAK ASASI MANUSIA, DIMENSI, DINAMIKA DALAM HOKUM NASIONAL DAN INTERNASIONAL, GHALIA INDONESIA, JAKARTA. PHILIPUS M HADJON, 1994, PERLINDUNGAN HUKUM DALAM NEGARA HUKUMPANCASILA , MAKALAH DISAMPAIKAN PADA SYMPOSIUM TENTANG POLITIK, HAK ASASI DAN PEMBANGUNAN HOKUM DALAM RANGKA DIES NATALIS XL/ LUNGSRUM VIII, UNIVERSITAS AIRLANGGA 3 NOVEMBER 1994. -------, 1987, PERLINDUNGAN HOKUM BAGI RAKYAT DI INDONESIA, BINA ILMU, SURABAYA. RAJAGUKGUK, HP, 2000, PERAN SERTA PEKERJA DALAM PENGELOLAAN PERUSAHAAN (CO-DETERMINATION),MAKALAH.SENTANOE KERTONEGORO, 1999, GERAKAN SERIKAT PEKERJA, (TRADE UNIONISM), STUDI KASUS INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA INDUSTRI, YAYASAN TENAGA KERJAINDONESIA, JAKARTA. -------, HUBUNGAN INDUSTRIAL, HUBUNGAN ANTARA PENGUSAHA DANPEKERJA (BIPARTID) DAN PEMERINTAH (TRIPARTID), 1999, YAYASAN TENAGA KERJA INDONESIA, JAKARTA. -------. KEBEBASAN BERSERIKAT ( FREEDOM OD ASSOCIATION), 1999, YTKI, JAKARTA. IMAN SOEPOMO,1992, PENGANTAR HUKUM PERBURUHAN, DJAMBATAN, JAKARTA AL QUR’AN UNDANG-UNDANG, NO.13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (LN. TAHUN 2003, NO. 39, TLN, NO. 4279). UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. (LN TAHUN 2004 NO. 6, TLN NO. 4356).

PUSTAKA PENDUKUNG