istishna

6
 ISTISHNA’ Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Fiqih Muamalah Dosen Pengampu : Ali Amin Isfandian. Mag Disusun Oleh : Nama : M. FATIH ALFIUM Nim : 231308024 Kelas : A SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN 2009

Upload: zilah

Post on 11-Jul-2015

121 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/11/2018 ISTISHNA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/istishna-55a23127c0b8b 1/5

 

ISTISHNA’

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Fiqih Muamalah

Dosen Pengampu : Ali Amin Isfandian. Mag

Disusun Oleh :

Nama : M. FATIH ALFIUM

Nim : 231308024

Kelas : A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) PEKALONGAN

2009

5/11/2018 ISTISHNA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/istishna-55a23127c0b8b 2/5

 

ISTISHNA’

1. Pengertian Istishna’

Istishna’ dari kata bahasa Arab, sana’ yang artinya dalam bahasa Inggris “to

manufacture” yaitu buatan atau bikinan.

Menurut istilah istishna’ adalah suatu perjanjian jual beli dengan cara memesan

 barang yang bukan komoditi atau barang pertanian tetapi barang yang dibuat dengan mesin

atau keahlian khusus si pembuat, seperti kursi, meja, almari, dan lain – lain, dimana barang

tersebut dipesan dan dibuat sesuai dengan ketentuan yang diminta oleh pembeli dengan

sertifikasi yang khusus, dibayar sebagian dimuka dan bisa dengan cicilan atau langsung

dibayar sekaligus apabila barang pesanan itu sudah selesai dan siap untuk digunakan oleh

 pembelinya.

2. Landasan Syari’ah Istishna’

Landasannya adalah ijma yakni istishna’dibolehkan atas dasar istihsan (maslahat)

karena banyak orang yang menggunakan dan membolehkannya.

Hal ini didasarkan atas Hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad

dan Thobrani “umatku tidak mungkin bersepakat atas kesesatan”.

 3. Rukun Istishna’

 – Shani (produsen)

 – Mustashni (pemesan)

 – Mashnu’ (barang)

 – Tsaman ( harga)

 – Sighat (ijab dan qobul)

4. Syarat Penting Akad Istishna’

Syarat penting pada akad istishna’ adalah pada bahan mentah atau raw material dari

 barang pesanan tersebut yang harus disediakan sendiri oleh penjualnya. Apabila bahan

mentah berasal dari si pembeli perjanjian ini tidak bisa disebut sebagai akad Istishna’

tetapi ijaroh. Apabila pesanan sudah jadi namun barang yang dipesan tidak sesuai dengan

 pesanan maka pembeli boleh menolak untuk menerima barang tersebut dan penjual harus

menggantinya dengan barang yang sesuai.

5. Fatwa Tentang Jual Beli Istishna’

1) Ketentuan Tentang Pembayaran

 – Alat pembayaran harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,

 barang atau manfaat.

 – Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.

5/11/2018 ISTISHNA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/istishna-55a23127c0b8b 3/5

 

 – Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

 

2) Ketentuan Tentang Barang

 – Harus jelas ciri – cirinya dan dapat diakui sebagi hutang.

 – Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.

 – Penyerahan dilakukan kemudian.

 – Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan

kesepakatan.

 – Pembeli (mushtashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.

 – Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.

 – Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan

memiliki hak lehiyar (hak milik) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.

 

3) Ketentuan Lain

 – Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya

mengikat.

 – Semua ketentuan dalam jual beli selama tidak disebutkan diatas berlaku pula

 pada jual beli Istishna’.

 – Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaian dilakukan melalui

Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai/selesai dengan kesepakatan melalui

musyawarah.

 

6. Hukum Akad Istishna’

Ulama’ fiqih sejak dahulu telah berbeda pendapat dalam permasalahn ini ke dalam

dua pendapat :

Pendapat pertama : Istishna’ ialah akad yang tidak benar alias batil dalam syari’ah Islam.

Pendapat ini dianut oleh para pengikut mazhab Hambali dan Zufar salah seorang tokoh

mazhab Hanafi. (Al Furu’ oleh Ibnu Muflih 4/8, Al Inshaf oleh Al Murdawi 4/300, Fathul

Qadir oleh Ibnul Humaam 7/114 & Al Bahrur Raa’iq oleh Ibnu Nujaim 6/185)

Ulama’ mazhab Hambali melarang akad ini berdalilkan dengan Hadits Hakim bin Hizam

radhiallahu ‘anhu :

ال تبع ما ليس عند ك

“Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” (Riwayat Ahmad,

Abu Dawud, An Nisa’I, At Tirmizy, Ibnu Majah, As Syafi’I, Ibnu Jarud, Ad Daraquthny,

Al Baihaqy 8/519 dan Ibnu Hazem)

Pada akad istishna’ pihak ke – 2 yaitu produsen telah menjual barang yang belum ia

miliki kepada pihak pertama, tanpa mengindahkan persyaratan akad salam. Dengan

5/11/2018 ISTISHNA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/istishna-55a23127c0b8b 4/5

 

demikian, akad ini tercakup oleh larangan dalam hadits di atas. (Al Furu’ oleh Ibnu Muflih

14/18 & Al Bahrur Raa’iq oleh Ibnu Nujaim 6/185.)

Sebagaimana mereka juga beralasan : Hakikat istishna’ ialah menyewa jasa

 produsen agar ia mengolah barang miliknya dengan upah yang disepakati. (Fathul Qadir 

oleh Ibnul Humaam 7/114).

Pendapat kedua : Istishna’ adalah salah satu bentuk akad salam, dengan demikian akad

ini boleh dijalankan bila memenuhi berbagai persyaratan akad salam. Dan bila tidak 

memenuhi persyaratan salam, maka tidak dibenarkan alias batil. Ini adalah pendapat yang

dianut dalam mazhab Maliki & Syafi’i. (Mawahibul Jalil oleh Al Hatthab 4/514, Al

Muqaddamat Al Mumahhidaat 2/193, Al Muhazzab oleh As Syairozi 1/297, Raudhatut

Thalibin oleh An Nawawi 4/26.)

Ulama’ yang berfatwa dengan pendapat kedua ini berdalilkan dengan dalil – dalil

yang berkaitan dengan akad salam.

Bila demikian adanya, berdasarkan pendapat kedua ini, maka dapat disimpulkan

 bahwa bila pihak 1 (pemesan) tidak mendatangkan bahan baku, maka berbagai persyaratan

salam harus dipenuhi.

Akan tetapi bila pihak 1 (pemesan) mendatangkan bahan baku, maka yang terjadi

adalah jual/sewa jasa dan bukan salam, maka berbagai persyaratan pada akad sewa jasaharus dipenuhi, diantaranya yang berkaitan dengan tempo pengkerjaan, dan jumlah upah.

Pendapat ketiga : Istishna’ adalah akad yang benar dan halal, ini adalah pendapat

kebanyakan ulam’ penganut mazhab Hanafi dan kebanyakan ulama’ ahli fiqih zaman

sekarang. (Al Mabsuth oleh As Sarakhsi 12/138, Fathul Qadir oleh Ibnul Humaam 7/114,

& Al Bahrur Raa’iq oleh Ibnu Nujaim 6/185, Suq Al Auraaq Al Maaliyah Baina As

Sayari’ah Al Islamiyyah wa An Nuzhum Al Wad’iyyah oleh Dr Khursyid Asyraf Iqbal

448.)

7. Proses Pembiayaan Istishna’

2) Negosiasi danakad Istishna

3) Bayar Dimuka,dicicil

Prudusen(shani)

4) ProduksiSesuai pesanan

Pembeli(mustashni’)

Barang(mashnu)

1) Pesanan denganspesifikasi

5) kirim

5/11/2018 ISTISHNA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/istishna-55a23127c0b8b 5/5

 

8. Bentuk Jual Beli Istishna’

a. Objek istishna’ selalu barang yang harus diproduksi.

 b. Harga dalam akad istishna’ tidak harus dibayar penuh dimuka

melainkan dapat juga dicicil atau dibayar di belakang.

c. Istishna’ akad dapat diputuskan sebelum perusahaan mulai

memproduksi.

d. Waktu penyerahan barang bagi istishna’ merupakan keharusan

meskipun waktu penyerahan tidak harus ditentukan dalam akad istishna’, pembeli

dapat menentukan waktu penyerahan maksimum yang berarti bahwa jika perusahaan

terlambat memenuhinya, pembeli tidak terikat untuk menerima barang dan membayar 

harganya.