implementasi akad istishna’ pada kredit kepemilikan rumah …

21
IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) SYARIAH MAKALAH Oleh M. Daud Rhosyidy NUP. 20070913 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER LEMBAGA PENJAMINAN MUTU JUNI 2020

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA

KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) SYARIAH

MAKALAH

Oleh

M. Daud Rhosyidy

NUP. 20070913

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

JUNI 2020

Page 2: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

ii

IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA

KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) SYARIAH

MAKALAH

Diajukan kepada Lembaga Penjaminan Mutu IAIN Jember untuk dipresentasikan

dalam Seminar Diskusi Periodik Dosen

Oleh

M. Daud Rhosyidy

NUP. 20070913

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

JUNI 202

Page 3: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang … ……………………………………................... 1

B. Masalah dan Topik Pembahasan…………………………………... 1

C. Tujuan Penulisan ………………………………………………… 2

BAB II TEKS UTAMA

A. KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) Syariah………………………. 3

B. Akad Istishna’…………………………………………………….. 5

C. Landasan Hukum dan Operasional Istishna’………………………… 5

D. Rukun dan Syarat-Syarat Istishna’……………………………………. 8

E. Implimentasi Akad Istishna’ pada Kredit Kepemilikan Rumah

(KPR) Syariah...……………………………………………………

15

F. Mekanisme Akad Istishna’ pada Kredit Kepemilikan Rumah

(KPR) Syariah ..……………………………………………………

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan …………………... ………………………………….. 18

B. Saran …………. ………………………………………………….. 18

DAFTAR PUSTAKA 19

Page 4: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembiayaan adalah produk yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan baik

perbankan maupun non bank, konvensional maupun syariah. Pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut

setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Muhammad, 2014:

314).

Istilah pembiayaan pada intinya berarti I Believe, I Trust, “saya percaya” atau

“saya menaruh kepercayaan”. Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan

(trust), berarti Lembaga Keuangan Syariah selaku shahibul maal menaruh

kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan. Dana

tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan

syarat-syarat yang jelas, dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak (Rifai

& Veithzal, 2008: 19).

Implementasi akad jual beli merupakan salah satu cara yang ditempuh bank

syariah dalam rangka menyalurkan dana kepada masyarakat. Akad bank yang yang

didasarkan pada akad jual beli adalah Murabahah, Salam, dan Istishna.

(Zulkifli, 2003: 41) al-Istishna’ adalah salah satu pengembangan dari prinsip

bai’ as-salam, dimana waktu penyerahan barang dilakukan di kemudian hari

sementara pembayaran dapat dilakukan melalui cicilan atau ditangguhkan. Dengan

demikian, ketentuan al-Istishna’ mengikuti ketentuan aturan akad as-Salam.

Biasanya istishna’ dipergunakan dibidang manufaktur dan kontruksi. Akad seperti

inilah yang digunakan pada transaksi KPR syariah.

Page 5: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

2

B. Masalah dan Topik Pembahasan

Tulisan ini berupaya untuk mengetahui sejauh mana akademisi telah

memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam pembahasan:

1. Bagaimana implementasi akad istishna’ pada Kredit Kepemilikan

Rumah (KPR) Syariah

2. Bagaimana mekanisme pembayaran angsuran pada Kredit Kepemilikan

Rumah (KPR) Syariah

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendiskripsikan bagaimana implementasi akad istishna’ pada

Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Syariah

2. Untuk mendiskripsikan bagaimana mekanisme pembayaran angsuran

Kredit Kepemilikan Rumah (KPR)

Page 6: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

3

3

TEKS UTAMA

A. KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) Syariah

Pada prinsipnya, Bank Syari’ah adalah sama dengan perbankan

konvensional, yaitu sebagai instrumen intermediasi yang menerima dana dari

orang-orang yang surplus dana (dalam bentuk penghimpunan dana) dan

menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan (dalam bentuk produk

penyaluran dana). Sehingga produk-produk yang disediakan oleh Bank-bank

konvensional, baik itu produk penghimpunan dana (funding) maupun produk

pembiayaan (financing), pada dasarnya dapat pula disediakan oleh Bank-bank

Syari’ah.

Produk pembiayaan KPR yang digunakan dalam perbankan syari’ah

memiliki berbagai macam perbedaan dengan KPR di perbankan konvensional. Hal

ini merupakan implikasi dari perbedaan prinsipal yang diterapakan perbankan

syari’ah dan perbankan konvensional, yaitu konsep bagi hasil dan kerugian (profit

and loss sharing) sebagai pengganti sistem bunga perbankan konvensional. Dalam

produk pembiayaan kepemilikan rumah ini, terdapat beberapa perbedaan antara

perbankan syari’ah dan perbankan konvensional, diantaranya adalah;

pemberlakuan sistem kredit dan sistem markup, kebolehan dan ketidak bolehan

tawar menawar (bargaining position) antara nasabah dengan Bank, prosedur

pembiayaan dan lain sebagainya (Haris, 2007: 115).

KPR merupakan salah satu produk perbankan yang disediakan bagi debitur

untuk pembiayaan perumahan. Perumahan disini bukan dalam arti rumah tempat

tinggal pada umumnya, tetapi meliputi ruang untuk membuka usaha seperti rumah

toko (ruko) dan rumah kantor (rukan), serta apartemen mewah dan rumah susun.

Melalui pembiayaan KPR, kita tidak harus menyediakan dana seharga

rumah. Cukup memiliki uang muka tertentu, dan rumah idaman pun menjadi milik

kita. Kita bisa leluasan menempatinya karena meski masih mengangsur rumah itu

sudah menjadi rumah kita sendiri.

Page 7: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

4

Dari segi pengistilahan, untuk produk pembiayaan pemilikan rumah, perlu

dipikirkan suatu bentuk pengistilahan yang relevan. Karena istilah KPR cenderung

memunculkan asumsi terjadinya kredit, padahal dalam perbankan syari’ah tidak

menggunakan sistem kredit. Untuk menghindari hal itu (tetapi tetap menggunakan

istilah KPR), beberapa Bank Syari’ah (seperti BRI Syari’ah) memaknai KPR

dengan ”Kepemilikan Rumah“. Dalam menjalankan produk KPR, Bank Syari’ah

memadukan dan menggali akad-akad transaksi yang dibolehkan dalam Islam

dengan operasional KPR perbankan konvensional. Adapun akad yang banyak

digunakan oleh perbankan syari’ah di Indonesia dalam menjalankan produk

pembiayaan KPR adalah akad murabahah dan istishna’.

KPR atau Kredit Kepemilikan Rumah merupakan salah satu jenis pelayanan

kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabah yang menginginkan pinjaman

khusus untuk memenuhi kebutuhan dalam pembangunan rumah atau renovasi

rumah. KPR sendiri muncul karena adanya kebutuhan memiliki rumah yang

semakin lama semakin tinggi tanpa diimbangi daya beli yang memadai oleh

masyarakat (Hardjono, 2008:25).

Seperti layaknya produk perbankan yang memiliki keaneka ragaman jenis,

KPR secara umum dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1) KPR Subsidi adalah suatu kredit yang diperuntukkan kepada masyarakat yang

memiliki kemampuan ekonomi menengah ke bawah. Adapun bentuk dari

subsidi ini telah diatur oleh pemerintah, sehingga tidak semua masyarakat

dapat mengajukan kredit jenis ini. Secara umum batasan yang ditetapkan oleh

pemerintah dalam memberikan subsidi adalah penghasilan pemohon dan

maksimum kredit yang diberikan.

2) KPR non Subsidi adalah suatu KPR yang diperuntukkan bagi seluruh

masyarakat tanpa adanya campur tangan pemerintah. Ketentuan KPR

ditetapkan oleh bank itu sendiri sehingga penentuan besarnya suku bunga pada

bank konvensional maupun margin pada bank syariah dilakukan sesuai dengan

kebijakan bank yang bersangkutan.

Page 8: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

5

B. Akad Istishna’

Dalam kamus bahasa arab Istishna’ berarti minta membuat (sesuatu)

(Anwar, t.t: 258). Dalam Ensiklopedi Hukum Islam Istishna’ adalah akad yang

mengandung tuntunan agar shani’ membuatkan sesuatu pesanan dengan ciri-ciri

khusus dan harga tertentu (Dahlan, 1996: 778). Istishna’ ialah kontrak atau

transaksi yang ditandatangani bersama antara pemesan dengan produsen untuk

pembuatan suatu jenis barang tertentu atau suatu perjanjian jual beli dimana barang

yang akan diperjual belikan belum ada (Rifai, 2002: 73).

Dalam fatwa DSN-MUI, Istishna’ merupakan akad jual beli dalam bentuk

pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu

yang disepakati antara pemesan (pembeli, mushtashni’) dan penjual (pembuat,

shani’) (DSN-MUI, 2003: 36). Akad Istishna’ hampir menyerupai akad Salam,

karena Istishna’ juga menjual barang yang tidak ada, dan barang yang dibuat itu

menjadi tanggungan atas pembuat yang menjual sejak akad disempurnakan. Sama

halnya dengan definisi yang diberikan oleh (Zulkifli, 2003: 41) yaitu al-Istishna’

adalah salah satu pengembangan dari prinsip bai’ as-salam, di mana waktu

penyerahan barang dilakukan di kemudian hari sementara pembayaran dapat

dilakukan melalui cicilan atau ditangguhkan. Dengan demikian, ketentuan al-

Istishna’ mengikuti ketentuan aturan akad as-Salam .biasanya istishna’

dipergunakan dibidang manufaktur dan kontruksi.

C. Landasan Hukum dan Operasional Istishna’

Para ulama’ membahas lebih lanjut tentang keabsahan al-Istishna’. Akad

istishna’ merupakan akad yang hampir menyamai salam, karena ia juga menjual

Hukum Ekonomi Syariah Pada KPR

KONSUMEN

ISTISHNA'

DEVELOPER PROPERTY SYARIAH

Page 9: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

6

barang yang tidak ada, dan barang yang dibuat itu menjadi tanggungan atas

pembuat yang menjual sejak akad dilakukan. Mengingat jual-beli istishna’

merupakan lanjutan dari jual-beli salam maka secara umum landasan syariah yang

berlaku pada jual-beli salam juga berlaku pada jual-beli istishna’. Namun demikian,

para ulama membahas lebih lanjut keabsahan jual-beli istishna’ dengan penjelasan

berikut.

Menurut madzhab Hanafi, jual-beli istishna’ termasuk akad yang dilarang

karena bertentangan dengan semangat bai’ secara qiyas. Mereka mendasarkan pada

argumentasi bahwa pokok kontrak penjualan harus ada dan dimiliki oleh penjual,

sedangkan pada istishna’ pokok kontrak itu belum ada atau tidak dimiliki penjual.

Meskipun demikian, mazhab Hanafi menyetujui kontrak jual-beli istishna’ atas

dasar istishsan karena alasan-alasan berikut ini (Antonio, 2001: 114):

1) Masyarakat telah mempraktekkan jual-beli istishna’ secara luas dan terus

menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan jual-

beli istishna’ sebagai kasus ijma’ atau konsensus umum.

2) Di dalam syariah dimungkingkan adanya penyimpangan terhadap qiyas

berdasarkan ijma’ ulama.

3) Keberadaan jual-beli istishna’ didasarkan atas kebutuhan masyarakat.

Banyak orang seringkali memerlukan barang yang tidak tersedia di pasar

sehingga mereka cenderung melakukan kontrak agar orang lain

membuatkan barang untuk mereka.

4) Jual-beli istishna’ sah sesuai aturan umum mengenai kebolehan kontrak

selama tidak bertentangan dengan nash atau aturan syariah

Sebagian fuqaha kontemporer berpendapat bahwa jual-beli istishna’ adalah

sah atas dasar qiyas dan aturan umum syariah karena itu memang jual-beli biasa

dan si penjual akan mampu mengadakan barang tersebut pada saat penyerahan.

Demikian juga kemungkinan terjadi perselisihan atas jenis dan kualitas barang

dapat diminimalkan dengan pencantuman spesifikasi dan ukuran-ukuran serta

bahan material pembuatan barang tersebut.

c.1. Landasan Hukum Islam

Page 10: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

7

Ulama’ fiqih berpendapat, bahwa yang menjadi dasar

diperbolehkannya transaksi istishna’ adalah firman Allah yang terdapat

pada surat QS. Al-Baqarah ayat 282 di bawah ini:

أيها سم ٱلذين ي أجل م ا إذا تداينتم بدين إلى …… ٱكتبوه ى ف ءامنو

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah

tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu

menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu

menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan

menuliskannya.....” (Al-Baqarah : 282)

Dalam kaitannya ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan

ayat tersebut dengan transaksi jual-beli salam , yang dalam hal ini pun

tampak jelas dari ungkapan beliau, “Saya bersaksi bahwa salaf (salam)

yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada

kitab-Nya dan diizinkan-Nya”. Ia lalu membaca ayat tersebut di atas.

c.2. Landasan Operasional

Adapun yang menjadi landasan hukum diperbolehkannya istishna’

dalam dunia perbankan yaitu:

(1) UU No. 7/92 jo UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan

(2) Lampiran 6: SK BI No. 32/34/Sk tgl. 12/05/99 Dir BI, tentang

prinsip-prinsip Kegiatan Usaha Perbankan Syariah.

(3) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/17/PBI/2004 Bank Perkreditan

Rakyat yang melaksanan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip

Syariah

(4) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/24/PBI/2004 Bank umum yang

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah

(5) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/46/PBI/2004 tentang akad

penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan

kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, pasal.

Page 11: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

8

(6) Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 06/DSN-MUI/IV/2000

tertanggal 4 April 2000 tentang jual-beli istishna’

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 06/DSN-MUI/III/2000

tertanggal 28 Maret 2004 tentang jual-beli istishna’

D. Rukun dan Syarat-Syarat Istishna’

Adapun rukun istishna’ adalah produsen atau pembuat (shani’), pemesan

atau pembeli (mustashni’), proyek/ usaha/ barang/ usaha (mashnu’), harga

(tsaman), shighat (ijab qabul) (Arcarya, 2007: 97). Sedangkan syarat istishna’

adalah (Harahap, 2005: 183):

1) Shighat (Ijab Qabul)

a) Ijab qabul harus jelas (dinyatakan dengan ungkapan yang jelas dan pasti

maknanya) sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki.

b) Adanya kesesuaian maksud antara ijab dan qabul. Pernyatakan qabul

dipersyaratkan adanya keselarasan atau persesuaian terhadap ijab dalam

banyak hal.

c) Ijab dan qabul mencerminkan kehendak masing-masing pihak secara pasti,

tidak ragu-ragu dan tidak menunjukkan adanya unsur keraguan dan

paksaan.

d) Ijab dan qabul harus bersambung, maksudnya ijab dan qabul dilakukan

dalam satu majlis.

2) Pihak yang Berakad

a) Ridha/ kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji

b) Punya kekuasaan untuk melakukan jual-beli

c) Pihak yang membuat barang (produsen) menyatakan kesanggupan untuk

mengadakan/ membuat barang itu

3) Produsen/ Pembuat (Shani’)

a) Produsen adalah orang atau badan hukum yang ahli di dalam bidangnya

dan bertanggung jawab penuh terhadap hasil produksinya.

Page 12: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

9

b) Produsen bisa ditunjuk langsung oleh bank (pihak pertama) atau bisa juga

pilihan dari nasabah (pilihan nasabah)

4) Pemesan/ Pembeli (Mustashni’)

a) Nasabah harus cakap hukum.

b) Mempunyai kemampuan untuk membayar.

c) Pesanan yang sudah selesai wajib dibeli oleh nasabah/ pemesan.

d) Jika ada perubahan kriteria pesanan, maka harus segera dilaporkan ke bank

dan bank akan menyampaikannya kepada produsen.

e) Perubahan bisa dilakukan apabila pihak produsen dan bank menyetujui.

f) Jika terjadi perubahan kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah

akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung

nasabah.

5) Mashnu’ (Barang/Objek Pesanan)

Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 06/DSN-MUI/IV/2000,

tentang jual-beli Istishna’ khusunya pada ketetapan kedua mengenai “Ketentuan

Tentang Barang”, maka telah ditetapkan:

a) Harus jelas cirri-cirinya dapat diakui sebagai hutang

b) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya

c) Penyerahannya dilakukan kemudian

d) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan

kesepakatan

e) Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya

f) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan sejenis sesuai kesepakatan

g) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan,

pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau

membatalkan akad

6) Harga Jual (Tsaman)

a) Harga jual kepada nasabah adalah harga beli ditambah keuntungan yang

disepakati oleh penjual dan pembeli.

Page 13: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

10

b) Masa pembuatan harus jelas dan dicantumkan dalam akad

c) Dilakukan pada awal akad sebelum penyerahan barang

d) Dilakukan setelah penyerahan barang baik secara keseluruhan atau

diangsur

e) Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu

akad

7) Perselisihan

Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak maka penyelesaiannya

dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan

melalui musyawarah.

E. Implementasi akad istishna’ pada Kredit Kepemilikan Rumah (KPR)

Syariah

Adapun ketentuan pelaksanaan akad Istishna’ secara garis besar dalam

produk KPR Syariah adalah sebagai berikut:

1. Fitur dan Syarat Pembiayaan

1) Nama Produk : KPR Syariah (tipe 54 dan 70)

2) Peruntukan : Perorangan atau Badan Usaha

3) Tujuan :

a) Kredit Konsumer untuk pembangunan/ kontruksi atau pengadaan rumah

yang terletak di dalam kawasan real estate

b) Kredit produktif untuk investasi/ pembangunan (konstruksi)/ project

financing atau pengadaan barang (good in process) antara lain untuk

pembangunan/ konstruksi ruko (rumah toko), rukan (rumah kantor), dan

lain sebagainya.

4) Akad Pembiayaan : Istishna’, akad yang dimaksudkan adalah istishnâ

yang berupa jual beli, bukan istishnâ’ yang berupa ijarah

5) Syarat Kredit KPR Syariah :

a) Pegawai Swasta & Pegawai Negri

(1) Foto Copy KTP (Suami & Istri)

Page 14: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

11

(2) Foto Copy Surat Nikah

(3) Foto Copy Kartu Keluarga

(4) Foto Copy NPWP

(5) Foto Copy Surat Agunan

(6) Foto Copy Surat Keterangan Kerja

(7) Slip Gaji

(8) Pas Photo 3x4 (Suami & Istri)

b) Wiraswasta/ Pengusaha

(1) Foto Copy KTP (Suami & Istri)

(2) Foto Copy Surat Nikah

(3) Foto Copy Kartu Keluarga

(4) Foto Copy NPWP

(5) Foto Copy SIJP & TDP

(6) Foto Copy Surat Agunan

(7) Foto Lokasi Usaha

(8) Surat Keterangan Usaha dari Kelurahan

(9) Laporan Keuangan Usaha

(10) Pas Photo 3x4 (Suami & Istri)

2. Perjanjian antara Konsumen dan Developer

Apabila syarat yang tersebut di atas sudah lengkap maka konsumen dan

pihak developer melakukan ta’aruf dan berujung pada perjanjian dengan cara

mengisi formulir SPKB dan Formulir Aplikasi Kredit.

3. Jangka Waktu

Baik Kredit consumer maupun kredit produktif untuk pembangunan

konstruksi memberikan jangka waktu yang sama yakni 5-10 tahun.

Di bawah ini adalah data hasil dokumentasi tentang implementasi akad jual

beli istishna’ (Ketentuan Pokok Hukum Syara’ Tentang Al-Istishnâ’) pada produk

KPR Syariah :

a. Istishnâ’ yang dimaksudkan adalah istishnâ yang berupa jual beli, bukan

istishnâ’ yang berupa ijarah

Page 15: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

12

b. Istishnâ’ adalah jual beli sesuatu yang dideskripsikan berada dalam

tanggungan yang proses pembuatannya berlangsung dari penjual atau

orang lainnya -Sale in the form of a contract for manufacture- (Rawwas

Qal’ah Ji, Mu’jam Lughah al-Fuqaha’). Istishnâ dalam pengertian lainnya

adalah akad pembelian langsung sesuatu yang termasuk apa yang harus

dibuat/dirakit/dibentuk/dibangun (yushna’u shun’an) yang mengharuskan

penjual menyerahkannya dalam bentuk yang sudah jadi dibuat dengan

bahan-bahan yang berasal darinya dengan spesifikasi yang spesifik dan

dengan harga tertentu (Dr. Muhammad Ahmad az-Zarqa, ‘Aqd al-Istishnâ

wa mudâ Ahammiyatihi fî al-Istitsmârât al-Mu’âshirah).

c. Istishnâ’ merupakan salah satu bentuk jual beli yang hukumnya boleh.

Dasarnya adalah perbuatan Rasul SAW dimana Beliau pernah memesan

dibuatkan cincin dan bangku, persetujuan Rasul saw atas praktek istishnâ

yang dilakukan oleh para sahabat, dan ijmak sahabat.

d. Sebagai jual beli, terhadap Istishnâ’ berlaku hukum-hukum jual beli

secara umum disertai dengan ketentuan-ketentuan khusus tentangnya.

e. Rukun Istishnâ’ ada tiga:

1) Al-‘aqidân (dua pihak yang berakad) yaitu al-mustashni’ (yang

memesan barang) atau pembeli dan ash-shâni’ (pembuat) atau

penjual. Kedua pihak haruslah pihak yang secara syar’iy sah

melakukan tasharruf.

2) Ijab dan qabul, dalam hal ini harus ada suka sama suka diantara

kedua pihak, adanya kesatuan majelis dan keterpautan antara ijab

dan qabul.

3) Al-‘ma’qûd ‘alayh (obyek akad) yaitu barang yang dipesan untuk

dibuat (al-mustashna’ fîhi atau al-mashnû’).

f. Syarat Khusus Istishnâ’ terkait al-mustashna’ fîhi atau al-mashnû’:

1) Harus dijelaskan spesifikasinya dengan sejelas-jelasnya sehingga

bisa menghilangkan perselisihan.

2) Berada dalam tanggungan penjual (ash-shâni’) untuk dia serahkan

kepada pembeli (al-mustashni’) setelah jangka waktu tertentu yang

Page 16: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

13

disepakati. Semua spesifikasi atau sifat yang bisa menyebabkan

perbedaan nilai atau harga, maka harus disebutkan dalam detil

spesifikasi barang itu.

3) Barang itu (al-mashnû’) harus merupakan barang shinâ’ah, yaitu

yang melalui proses pembuatan, perakitan, pembentukan atau

pembangunan. Jadi barang yang dijual dalam istishnâ’ adalah barang

jadi hasil proses pembuatan, perakitan, pembentukan atau

pembangunan dari satu atau lebih bahan baku.

4) Bahan untuk membuat barang tersebut berasal dari penjual (ash-

shâni’). Sebab jika bahan berasal dari al-mustashni’, akad tersebut

menjadi akad ijarah sebab obyek akadnya adalah hanya berupa kerja

saja.

g. Dalam akad Istishnâ’, tempo waktu penyerahan barang harus disepakati

dengan jelas.

h. Harga istishnâ’ boleh dibayarkan di awal pada saat akad, boleh dibayar

sekaligus pada saat penyerahan barang, boleh sebagian di awal dan

dilunasi pada saat penyerahan barang, dan boleh juga dibayar secara kredit

setelah penyerahan barang baik sekaligus atau dengan angsuran. Hal itu

dikecualikan dari pengharaman jual beli utang dengan utang. Dasarnya

adalah adalah riwayat al-Bukhari dan Muslim tentang pemesanan cincin

oleh Rasul saw yang kemudian diikuti oleh para sahabat dimana hal itu

menunjukkan bahwa akad al-istishnâ’ tersebar luas di Madinah. Mereka

melangsungkan akad al-istishnâ’ berdasarkan yang biasa mereka lakukan.

Syara’ tidak membatasi tata cara pembayarannya. Ini menunjukkan bahwa

syara’ menyetujui akad istishnâ’ yang tersebar di tengah penduduk

Madinah dan syara’ tidak menambah hukum-hukum baru.

i. Jika akad istishnâ’ sempurna, maka akad tersebut bersifat mengikat kedua

pihak, dengan ketentuan:

1) Keduanya berhak membatalkannya selama belum berpisah majelis.

2) Jika sudah berpisah majelis, keduanya tidak boleh membatalkan akad,

baik barang belum atau sedang dibuat, kecuali atas persetujuan pihak

Page 17: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

14

lain. Jika terjadi dharar yakni kerugian finansial pada salah satu pihak

– pihak yang tidak membatalkan akad-, maka pihak yang dirugikan

itu boleh menuntut ganti rugi.

j. Penjual (ash-shâni’) wajib menyerahkan barang sesuai spesifikasi yang

disepakati pada waktu yang disepakati.

k. Pada saat barang diserahkan, pembeli (al-mustashni’) memiliki hak khiyâr

ar-ru’yah. Yaitu ketika melihat barang jika ia mendapati ketidaksesuaian

dengan spesifikasi yang disepakati maka ia memiliki pilihan:

1) Menerima barang tersebut, atau

2) Menolak menerima barang tersebut dan meminta penjual untuk

menyerahkan barang sesuai spesifikasi yang disepakati, dan

memberikan tambahan tempo waktu kepada penjual. Dalam hal ini,

pembeli tidak boleh tetap menerima barang dan meminta kompensasi

finansial atas ketidaksesuaian barang dengan spesifikasi, sebab jika

begitu artinya terlah terjadi dua jual beli dalam satu jual beli dan itu

adalah haram.

3) Menolak barang tersebut dan meminta kembali harga yang sudah

dibayarkan, dan artinya akad istishnâ’ tersebut batal.

4) Setelah point c tersebut, dimungkinkan untuk dilakukan jual beli yang

baru atas barang tersebut, namun tidak ada hubungannya dengan akad

istishnâ’ yang sudah dibatalkan.

l. Jika penjual (ash-shâni’) meninggal dunia sebelum barang itu selesai,

maka pemesan (al-mustashni’) memiliki khiyar. Yaitu antara menerima

diberikan barang dari pembuat (ash-shâni’) lainnya atau membatalkan

akad tersebut.

m. Jika pembeli (al-mustashni’) meninggal dunia sebelum barang diserahkan

maka harus dilihat. Jika barang belum dibuat oleh penjual (ash-shâni’)

maka kelanjutan akad istishna’ tersebut diserahkan kepada penjual apakah

tetap dilanjutkan atau dibatalkan. Jika barang sedang dalam proses

pembuatan atau sudah selesai dibuat tetapi belum diserahkan, maka ahli

waris pembeli wajib mengambil alih tanggungjawab pembeli.

Page 18: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

15

F. Mekanisme Pembayaran Angsuran pada Kredit Kepemilikan Rumah

(KPR) Syariah

Sebelum masuk pada mekanisme pembayaran penulis menyajikan tentang

dengan ketentuan dan syarat-syarat jual beli Istishnâ’ yang termaktub dalam pasal-

pasal di bawah ini:

1. Pasal 1 (Ketentuan Umum)

1) Jual beli Istishnâ’ ini dijalankan mengikuti hukum-hukum syariah Islam.

2) Ketentuan pokok hukum syara’ tentang Istishnâ’ yang termaktub pada

bagian awal yaitu pada pemaparan tentang implementasi akad istishna’

merupakan satu kesatuan dan bagian tak terpisahkan dari pasal ini dan

dimaksudkan untuk dijadikan rujukan.

2. Pasal 2 Tentang RUMAH TINGGAL (RUMAH)

1) Pembeli dan Penjual telah sepaham bahwa RUMAH termasuk barang

shinâ’ah (manufaktur).

2) Pembeli dan Penjual telah menyepakati RUMAH memiliki spesifikasi

yang secara rinci tercantum dalam addendum sebagai satu kesatuan dari

dokumen akad Istishnâ’ ini.

3. Pasal 3 (Harga dan Total Kewajiban Finansial)

Pada bagian ini tertulis tentang harga dan kewajiban finansial pembeli. Seperti

“Pembeli dan Penjual telah menyepakati harga Istishnâ’ atas RUMAH adalah

senilai Rp,…….- “.

4. Pasal 4 tentang Penyerahan RUMAH TINGGAL (RUMAH) dan Hak Khiyar

1) Penerima pesanan sebagai penjual (ash-shâni’) wajib menyerahkan

RUMAH kepada Pemesan sebagai pembeli (al-mustashni’) sesuai

spesifikasi yang tercantum dalam addendum, selambat-lambatnya 6

(enam) bulan setelah pelunasan uang muka.

2) Pada saat penyerahan RUMAH, Pembeli memiliki hak khiyar ru’yah

dengan ketentuan:

a) Jika RUMAH telah sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam

addendum, Pembeli tidak boleh menolaknya.

Page 19: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

16

b) Jika RUMAH tidak memenuhi spesifikasi yang tercantum dalam

addendum, maka Pembeli bisa memilih satu diantara opsi berikut:

(1) Menolak barang tersebut dan meminta penjual untuk

menyerahkan barang sesuai spesifikasi yang disepakati, dan

memberikan tambahan tempo kepada penjual. Dalam hal ini,

Pembeli tidak boleh menerima barang dan meminta kompensasi

finansial, sebab jika begitu artinya telah terjadi dua jual beli

dalam satu jual beli yang diharamkan oleh syara’.

(2) Menolak barang tersebut dan meminta kembali harga yang sudah

dibayarkan, dan dengan itu akad istishnâ’ tersebut batal.

(3) Setelah ketentuan di atas tersebut, dimungkinkan untuk dilakukan

jual beli yang baru atas barang tersebut, namun tidak ada

hubungannya dengan akad istishnâ’ yang sudah dibatalkan.

5. Pasal 5 tentang Pembatalan Akad dan Ganti Rugi

1) Setelah akad ini disepakati, kedua pihak baik Pembeli maupun Penjual

tidak boleh membatalkan akad, baik barang belum dibuat atau sedang

dibuat, kecuali atas persetujuan pihak lain.

2) Jika terjadi dharar yakni kerugian finansial pada salah satu pihak maka

pihak yang dirugikan boleh menuntut ganti rugi.

3) Besarnya kerugian dan ganti rugi ditetapkan melalui kesepakatan diantara

Pembeli dan Penjual.

4) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan besarnya kerugian dan ganti rugi,

maka penentuan kerugian dan ganti rugi tersebut dipercayakan kepada

pihak ketiga yang disepakati oleh Pembeli dan Penjual.

5) Setelah pembayaran diterima, pihak Penjual harus memberikan kwitansi

pembayaran angsuran / tabel cicilan kepada Pembeli berikut total angsuran

yang sudah dibayarkan dan sisa kewajiban yang harus dibayarkan.

Page 20: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

18

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Implementasi akad istishna’ pada Kredit Kepemilikan Rumah (KPR)

Syariah dilakukan setelah konsumen melakukan proses ta’aruf yakni

meliputi, pengajuan permohonan, mempelajari syarat-syarat transaksi

kemudian ditetapkan layak oleh pihak developer sampai pada yang terakhir

yaitu membayar tanda jadi (mengurangi uang muka). Istishnâ’ yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah jual beli sesuatu yang dideskripsikan

berada dalam tanggungan yang proses pembuatannya berlangsung dari

penjual.

2. Mekanisme pembayaran angsuran pada Kredit Kepemilikan Rumah (KPR)

Syariah sebagai berikut:

a. Kewajiban konsumen membayar angsuran adalah terhitung sejak

konsumen melakukan ta’aruf dan dianggap layak dalam pengajuan

permohonannya, membayar uang sebagai tanda jadi (mengurangi uang

muka). Uang muka dapat di angsur selama 6 kali maksimal 30 hari sejak

dilakukan pembayaran tanda jadi.

b. Besarnya angsuran ditentukan oleh uang muka dikurangi tanda jadi,

dibagi jumlah bulan, dan atau sesuai kesepakatan.

c. Pembayaran harga dilakukan secara kredit dengan angsuran selama

jangka waktu yang telah disepakati

B. Saran

1. Mengenai harga agar dipertimbangkan kembali, yakni memgeluarkan

produk dengan membangun property yang dapat dijangkau oleh lebih

banyak segmen kelas masyarakat.

2. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat dalam bentuk edukasi melalui

seminar ataupun workshop tentang RIBA ataupun transaksi yang

mengandung unsur keharaman, dengan demikian diharapkan dapat

menambah kesadaran masyarakat tentang bagaimana cara bermuamalah

yang sesuai dengan syariat Islam.

Page 21: IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA’ PADA KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH …

19

DAFTAR PUSTAKA

Arcarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

(2007)

Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah: dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema

Insani Press (2001)

Dahlan, Abdul Azis. Ensiklopedi Hukum Islam. Cet-I. Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve (1996)

Harahap, Sofyan Syafri, dkk. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPEE Usakti

(2005)

Hardjono. Mudah Memiliki Rumah Lewat KPR. Jakarta: PT. Pustaka Grahatama

(2008)

Haris, Helmi. Pembiayaan Kepemilikan Rumah (Sebuah Inovasi Pembiayaan

PerbankanSyari’ah). Jurnal Ekonomi Islam (2007)

Muhamad. Manajemen Dana Bank Syariah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

(2014)

Rifai, Moh. Konsep Perbankan Syari’ah. Semarang: Wicaksana (2002)

Rifai, Veithzal dan Andria Permata. Islamic Financial Management: Teori,

Konsepdan Aplikasi Panduan Praktis untuk lembaga Keuangan, Nasabah,

Praktisi, dan Mahasiswa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. (2008)

Zulkifli, Sunarto. Panduan Praktis Panduan Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul

Hakim (2003)