issn 0216-9169 - · pdf filemenyebabkan berkurangnya fungsi sistem perakaran dan menyebabkan...
TRANSCRIPT
Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh
Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan
ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia,
diterbitkan secara berkala dua kali setahun
ISSN 0216-9169
Redaksi
Mohammad Irham
Pungki Lupiyaningdyah
Nur Rohmatin Isnaningsih
Conni Margaretha Sidabalok
Sekretariatan
Yulianto
Yuni Apriyanti
Alamat Redaksi
Bidang Zoologi Puslit Biologi - LIPI
Gd. Widyasatwaloka, Cibinong Science Center
JI. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911
TeIp. (021) 8765056-64
Fax. (021) 8765068
E-mail: [email protected]
Foto sampul depan :
Meloidogyne incognita - Foto: Kartika Dewi
PEDOMAN PENULISAN
Redaksi FAUNA INDONESIA menerima sumbangan naskah yang belum pernah diterbitkan, dapat
berupa hasil pengamatan di lapangan/ laboratorium atau studi pustaka yang terkait dengan fau-
na asli Indonesia yang bersifat ilmiah popular.
Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan summary Bahasa Inggris maksimum 200 kata
dengan jarak baris tunggal.
Huruf menggunakan tipe Times New Roman 12, jarak baris 1.5 dalam format kertas A4 dengan uku-
ran margin atas dan bawah 2.5 cm, kanan dan kiri 3 cm.
Sistematika penulisan:
a. Judul: ditulis huruf besar, kecuali nama ilmiah spesies, dengan ukuran huruf 14.
b. Nama pengarang dan instansi/ organisasi.
c. Summary
d. Pendahuluan
e. Isi:
i. Jika tulisan berdasarkan pengamatan lapangan/ laboratorium maka dapat
dicantumkan cara kerja/ metoda, lokasi dan waktu, hasil, pembahasan.
ii. Studi pustaka dapat mencantumkan taksonomi, deskripsi morfologi, habitat
perilaku, konservasi, potensi pemanfaatan dan lain-lain tergantung topik tulisan.
f. Kesimpulan dan saran (jika ada).
g. Ucapan terima kasih (jika ada).
h. Daftar pustaka.
5. Acuan daftar pustaka:
Daftar pustaka ditulis berdasarkan urutan abjad nama belakang penulis pertama atau tunggal.
a. Jurnal
Chamberlain. C.P., J.D. BIum, R.T. Holmes, X. Feng, T.W. Sherry & G.R. Graves. 1997. The use
of isotope tracers for identifying populations of migratory birds. Oecologia 9:132-141.
b. Buku
Flannery, T. 1990. Mammals of New Guinea. Robert Brown & Associates. New York. 439 pp.
Koford, R.R., B.S. Bowen, J.T. Lokemoen & A.D. Kruse. 2000. Cowbird parasitism in
grasslands and croplands in the Northern Great Plains. Pages 229-235 in Ecology and
Management of Cowbirds (J. N.M. Smith, T. L. Cook, S. I. Rothstein, S. K. Robinson, and
S. G. Sealy, Eds.). University of Texas Press, Austin.
c. Koran
Bachtiar, I. 2009. Berawal dari hobi , kini jadi jutawan. Radar Bogor 28 November 2009.
Hal.20
d. internet
NY Times Online . 2007.”Fossil &nd challenges man’s timeline”. Accessed on 10 July 2007
(http://www.nytimes.com/nytonline/NYTO-Fossil-Challenges-Timeline.html).
6. Tata nama fauna:
a. Nama ilmiah mengacu pada ICZN (zoologi) dan ICBN (botani), contoh Glossolepis incisus, na-
ma jenis dengan author Glossolepis incisus Weber, 1907.
b. Nama Inggris yang menunjuk nama jenis diawali dengan huruf besar dan italic, contoh Red
Rainbow&sh. Nama Indonesia yang menunjuk pada nama jenis diawali dengan huruf besar,
contoh Ikan Pelangi Merah.
c. Nama Indonesia dan Inggris yang menunjuk nama kelompok fauna ditulis dengan huruf
kecil, kecuali diawal kalimat, contoh ikan pelangi/ rainbowHsh.
7. Naskah dikirim secara elektronik ke alamat: [email protected]
i
KATA PENGANTAR
Fauna Indonesia edisi pertama di tahun 2013 menyambangi anda kembali dengan suatu perubahan, yaitu
majalah ini bersatu dengan induknya, Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI), bersama dengan majalah ilmiah
Zoo Indonesia di website baru Masyarakat Zoologi Indonesia (www.MZI.or.id). Adanya publikasi Fauna
Indonesia di dalam MZI berarti majalah ini kembali kepada akar organisasi yang akan menggeliat menggaungkan
potensi dan konservasi fauna di Indonesia. Pembaca pun tidak hanya akan membaca artikel-artikel menarik
dalam edisi ini namun akan mengetahui juga organisasi dan aktifitas MZI.
Pada edisi ini ada tujuh artikel yang kami persembahkan kepada pembaca yang meliputi dunia
herpetofauna, moluska, serangga dan cacing endoparasit. Hal yang menarik untuk diperhatikan pada sajian ini
adalah sebagian memaparkan segi potensi pemanfaatan dari fauna lokal Indonesia. Artikel-artikel tentu saja akan
membuka wacana yang baik bagi kita untuk menguak lebih jauh lagi tentang besarnya manfaat fauna yang berada
di sekitar kita. Nilai-nilai ekonomis yang belum banyak terungkap dapat terinisiasi dari tulisan tersebut. Kita
berharap bahwa semakin banyak tulisan yang dapat membuka potensi-potensi tersembunyi dari fauna Indonesia.
Tentu saja ini akan memperkuat pemikiran bahwa mengapa konservasi satwa perlu dilakukan karena potensi
pemanfaatannya baik untuk pangan, kesenangan dan servis ekologi sangat dibutuhkan manusia.
Selamat membaca.
Redaksi
ii
DAFTAR ISI
PENGANTAR REDAKSI ...................................................................................................................... i DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. ii VOKALISASI ANAK BUAYA MUARA Crocodylus porosus ........................................................... 1 Hellen Kurniati INFORMASI BIOLOGI DAN PEMANFAATAN KERANG KEREK (Gafrarium tumidum) ................................................................................................................................. 5 Muhammad Masrur Islami MOLUSKA BAKAU SEBAGAI SUMBER PANGAN ................................................................... 12 Nova Mujiono PELUANG EKSPLORASI KERAGAMAN KEONG DARAT DARI PULAU-PULAU KECIL DI INDONESIA ............................................................................ 17 Heryanto MELOIDOGYNE INCOGNITA PADA KENTANG HITAM (SOLENOSTEMON ROTUNDIFOLIUS) ........................................................................................... 22 Kartika dewi & Yuni Apriyanti KAJIAN BIOLOGI LEBAH TAK BERSENGAT (APIDAE : TRIGONA) DI INDONESIA ....................................................................................................................................... 29 Erniwati JENIS-JENIS KURA-KURA AIR TAWAR YANG DIPERDAGANGKAN DI BANTEN .............................................................................................................................................. 35 Dadang Rahadian Subasli
22
MELOIDOGYNE INCOGNITA PADA KENTANG HITAM
(SOLENOSTEMON ROTUNDIFOLIUS)
Kartika Dewi & Yuni Apriyanti
Museum Zoologicum Bogoriense, Bidang Zoologi, Puslit Biologi – LIPI
Summary
Meloidogyne incognita is a worldwide distributed parasitic nematode on plants. �is species causes damages on various range of
plants, including hausa potato (Solenostemon rotundifolius). �e nematodes infect the potato’s tubers and cause ulcers which
eventually decrease the harvest rate and even on the worse infection can make crop failure. �is paper will discuss the
infection of M. incognita on hausa potato in Cibinong Science Center’s farm.
PENDAHULUAN
Nematoda puru akar, Meloidogyne incognita
adalah parasit obligat yang mempunyai persebaran luas
di dunia. Keberadaannya menyebabkan kerusakan
pada berbagai jenis tanaman dan menginfeksi sekitar
1.700 jenis tanaman (Gapasin 2013, Bellafiore et al.
2013). Penyebaran cacing yang luas disebabkan oleh
distribusi tanaman pangan dan benihnya, sedangkan
untuk skala lokal bisa disebabkan oleh pergerakan air,
tanah dan peralatan pertanian yang menyebarkan
nematoda tersebut dari lokasi satu ke lokasi yang
lainnya. Parasit tersebut dapat menimbulkan kerugian
yang besar pada tanaman dalam sistem produksi
pertanian di daerah tropis maupun sub tropis.
Kerugian yang dapat ditimbulkannya dapat mencapai
20% sampai dengan kegagalan seluruh panen
(Panggeso 2010).
Kentang hitam (Solenostemon rotundifolius)
merupakan salah satu sumber pangan alternatif di
tengah ancaman krisis pangan. Tanaman ini cocok
tumbuh di iklim tropis seperti Indonesia. Kentang
hitam mempunyai kandungan karbohidrat yang
tinggi, yaitu 33,7 gram tiap 100 gramnya, lebih tinggi
dibanding kentang biasa dan ubi jalar yang hanya 13,5
gram dan 20,6 gram (Persatuan Ahli Gizi Indonesia
dalam Silalahi, 2013). Selain itu tanaman ini juga
mempunyai indeks glikemiks (kadar gula) yang
rendah sehingga bisa dikonsumsi oleh penderita
diabetes (Anonim, 2012).
Penelitian tentang budidaya tanaman kentang
hitam dilakukan di kebun yang terletak di Cibinong
Science Center oleh peneliti dari Pusat Penelitian
Biologi-LIPI guna keberhasilan budidayanya. Salah
satu aspek dari penelitian tersebut adalah penelitian
mengenai nematoda parasit karena pada tanaman
kentang hitam kita belum tahu sampai di mana
Meloidogyne incognita dapat mempengaruhi hasil
panen.
METODE
Pengamatan siklus hidup M. incognita pada
kentang hitam dilakukan dengan pewarnaan akar dan
Fauna Indonesia Vol 12 (1) Juni 2013: 22-28
23
umbinya. Sampel diambil pada tanggal 8 Maret 2013
di kebun kentang hitam yang terletak di CSC.
Pewarnaan akar dilakukan sebagai berikut:
• Akar dipotong-potong 1-2 cm, kemudian dicuci
dengan NaOCl dengan perbandingan NaOCl :
air = 30 : 20 selama 15 menit setelah itu dicuci
dengan air mengalir dan keringanginkan
• Setelah kering ditambahkan larutan Fuchin yang
diencerkan 1 : 1 kemudian dipanaskan sampai
gelembung mendidih keluar untuk pertama kali
kemudian didinginkan.
• Setelah dingin dibilas dengan air mengalir dan
ditambahkan Glicerin pekat + HCl 3 tetes
ditunggu sampai jernih untuk dapat diamati di
bawah mikroskop.
Ekstraksi nematoda jantan dari tanah dan akar
• Untuk mendapatkan nematoda jantan yang hidup
bebas maka digunakan metode modifikasi corong
Baermann (Gambar 1) sebagai berikut:
• Tanah diambil sebanyak satu sendok makan,
sedangkan akar tanaman dipotong-potong diambil
sebanyak 100 gr dan diletakkan diatas gelas
plastik yang bawahnya sudah dipotong dan
diganti dengan kain kasa
• kemudian diletakkan di gelas lain yang berisi air,
sampai tanah menyentuh air. Setelah itu dibiarkan
selama 2 hari. Hasil yang ada digelas bawah
ditaruh di saringan 500 mesh kemudian dibilas
dengan air mengalir dan dipindahkan ke cawan
petri kecil dan diamati dengan mikroskop.
AKIBAT SERANGAN NEMATODA PADA
TANAMAN
Hasil panen kentang hitam dari kebun CSC
didapatkan bahwa umbinya terserang oleh nematoda
puru akar dalam jumlah yang banyak. Kentang hitam
yang tidak terserang nematoda akan menghasilkan
umbi yang bagus dan mulus (Gambar 2), sedangkan
yang terserang Meloidogyne umbi akan membentuk
puru akar (Gambar 3). Tingkat kerusakan pada
tanaman yang disebabkan oleh M. Incognita tergantung
pada kepadatan nematoda, kerentanan tanaman,
kondisi lingkungan seperti kesuburan, kelembaban dan
adanya organisme patogen lainnya yang mungkin
berinteraksi dengan nematoda (Gapasin 2013). Jika
sumber nutrisi di tanah melimpah, maka tanaman
tidak menunjukkan gejala sakit seperti kerdil dan daun
menguning.
Gambar 1 . Modifikasi corong Baermann
Gambar 2. Kentang hitam yang tidak terinfeksi oleh nematoda parsait (kentang dari kelompok tani di Kulon Progo, Yogyakarta)
Infeksi nematoda pada tanaman akan
menyebabkan hilangnya vigor dan daya tahan
terhadap kekeringan. Meloidogyne dapat memecahkan
ketahanan genetik suatu tanaman terhadap penyakit
tertentu seperti terhadap penyakit layu dan fusarium,
sehingga tanaman yang diserang nematoda rentan
terhadap penyakit lain (Sastrosuwignyo 1989). Selain
itu infeksi berat nematoda pada tanaman akan
Fauna Indonesia Vol 12 (1) Juni 2013: 22-28
24
menyebabkan berkurangnya fungsi sistem perakaran
dan menyebabkan jaringan berkas pengangkut
mengalami gangguan, akibatnya tanaman mudah layu
khususnya dalam keadaan lingkungan yang kering dan
tanaman sering menjadi kerdil, pertumbuhan
terhambat dan klorosis (Panggeso 2010).
Stolon yang akan menjadi umbi jika terinfeksi
akan gagal membentuk umbi karena disimpangkan
oleh nematoda Meloidogyne menjadi puru akar.
Nematoda akan membentuk sel transfer makanan
yang memobilisasi makanan dan memblok makanan
pada jaringan xylem dan floem yang seharusnya
diedarkan ke seluruh tanaman.
TAKSONOMI
Taksonomi Meloidogyne incognita menurut
Anonim (2013) adalah sebagai berikut:
• Kelas : Secernentea
• Sub Kelas : Diplogasteria
• Ordo : Tylenchida
• Sub ordo : Tylenchina
• Superfamili : Tylenchoidea
Gambar 3: akar kentang hitam yang membentuk puru akar (kiri), nematoda betina dari puru akar yang dibedah (kanan)
• Family : Heteroderidae
• Subfamily : Meloidogyninae
• Genus : Meloidogyne
• Spesies : Meloidogyne incognita
SIKLUS HIDUP
Mempelajari siklus hidup suatu parasit dapat
digunakan untuk memutus perkembangannya,
sehingga pencegahan dapat dilakukan sebelum
terjadinya serangan pada tanaman. M. incognita adalah
endoparasit yang bersifat menetap (sedentary
endoparasite), apabila masuk ke dalam jaringan
tanaman nematoda ini tidak akan bergerak dan
berpindah posisi. Cacing betina akan sedenter selama
hidupnya, sedangkan yang jantan hanya sedenter
selama perkembangan larvanya (Sastrosuwignyo
1989). Cacing ini bisa berkembang biak dengan cara
parthenogenesis. Cacing jantan tidak diperlukan dalam
reproduksi. Siklus hidup M. incognita dimulai ketika
cacing betina menghasilkan telur (satu ekor betina
dapat menghasilkan 300 – 400 butir telur) (Gambar
4). Telur tersebut akan membentuk sekumpulan telur
Fauna Indonesia Vol 12 (1) Juni 2013: 22-28
25
yang bergelatin. Telur berkembang dari morula,
blastula, gastrula dan menjadi berembrio. Setelah itu 4
stadia juvenile / larva (J1, J2, J3, dan J4), dan dewasa.
Juvenil 1 dan ganti kulit pertama masih di
dalam cangkang telur. Telur menetas kurang lebih
setelah 7 hari dan menjadi juvenil 2 yang bersifat
infektif dan akan masuk ke dalam akar tanaman pada
bagian perpanjangan akar dekat dengan tudung akar.
Setelah itu juvenil akan bermigrasi diantara sel dengan
kepala pada jaringan vaskuler. Akibat dari migrasi
tersebut akan menyebabkan sel mengalami kerusakan
dan jika beberapa juvenil masuk pada ujung akar maka
pembelahan sel akan berhenti dan akar tidak akan
mengalami perpanjangan lagi. Setelah itu tubuh
juvenil akan berubah membengkak menjadi besar
karena aktivitas makan yang menyebabkan
meningkatnya jumlah sel. Perubahan tersebut
diinduksi oleh sekresi saliva yang dimasukkan ke
dalam sel dan mengelilingi jaringan selama makannya
nematoda. Selama proses tersebut, jaringan xilem
akan rusak dan akar tidak akan berfungsi secara
normal. Selama proses menjadi dewasa tersebut,
nematoda mengalami pergantian kulit ke 2, 3 dan 4
secara cepat. Juvenil yang menjadi betina akan tetap
Gambar 4. Siklus Hidup M. incognita
Fauna Indonesia Vol 12 (1) Juni 2013: 22-28
26
di dalam akar dan tubuhnya semakin membengkak,
sedangkan yang akan menjadi cacing jantan kembali
menjadi bentuk cacing dan hidup bebas di tanah.
Lama siklus hidup sangat ditentukan oleh suhu, pada
29oC telur dihasilkan 19 – 21 hari setelah penetrasi.
Cacing jantan berbentuk cacing juvenil (Anonim
2013).
Penelitian mengenai lamanya siklus hidup M.
incognita pernah dilakukan pada tanaman Vigna
radiata. Pada tanaman V. radiata telur menetas
kemudian dewasa dan bertelur kembali
membutuhkan waktu 29 hari. Setelah inokulasi,
juvenil 2 dapat ditemukan pada hari ketujuh, ketiga
dan kedua belas. Juvenil ke empat jantan ditemukan
pada hari keenambelas, sedangkan betina pada hari
ketujuh belas (Data dkk.1990).
MORFOLOGI
Cacing jantan mempunyai perbedaan
morfologi dengan cacing betina. Tubuh cacing betina
berbentuk seperti buah pear/ bulat (pyriform),
sedangkan cacing jantan berbentuk seperti cacing pada
umumnya (vermiform). Panjang cacing betina
berukuran 0,4-1,3 mm dan hidupnya selalu terbenam
pada jaringan akar. Tubuhnya lembut dan tidak
membentuk kista. Leher menonjol dan lubang
ekskretori terletak anterior dari tengah bulbus dan
dekat dengan dasar stilet. Vulva dan anus terletak di
tengah sedikit menonjol dari permukaan tubuh.
Kutikel di daerah tengah membentuk pola perineal
yang merupakan ekor yang mereduksi, phasmid, garis
lateral, vulva dan anus yang dikelilingi olek garis
striasi. Pola tersebut yang menjadi karakter untuk
pembeda jenis. Sidik pantat pada M. incognita
memperlihatkan lengkung dorsal (dorsal arch)
berbentuk persegi (sudut ± 90o) (Gambar 5).
Terdapat enam glandula rektal besar yang terletak
pada bagian posterior tubuh yang menghasilkan
matrik gelatin yang dikeluarkan melalui rectum yang
akan membentuk kantong telur. Cacing betina
memiliki panjang stilet 15-17µm dengan ujung stilet
yang tajam (Eisenback & Triantaphyllou 1991).
Cacing jantan panjang dan tipis (Gambar 6).
Mempunyai ukuran 0.3-0.5 mm panjangnya. Stilet
pendek dan kokoh dengan panjang 18-24 µm dan
berakhir pada knob yang kecil. Bulbus esophagus
berkembang dengan baik. Intestin overlaping pada
bagian ventralnya. Spikula dua sama panjang dan sama
bentuk terletak dekat dengan ujung posterior. Ekor
berbentuk conoid (Gapasin 2013)
Gambar 5. Analisa sidik pantat pada nematoda betina.
Gambar 6: Meloidogyne incognita jantan
Fauna Indonesia Vol 12 (1) Juni 2013: 22-28
27
USAHA PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN MELOIDOGYNE
Secara alami (Gapasin 2013)
♦ Rotasi/ pergiliran tanaman. Tanaman yang bukan
inang M. incognita atau tanaman yang resisten
dapat ditanam pada tanah yang populasi
nematodanya sudah tinggi.
♦ Penambahan bahan organik. Pupuk kandang dari
kotoran ayam efektif untuk mengurangi jumlah
telur nematoda kurang lebih 56%.
♦ Penggunaan tanaman antagonis. Penanaman
Tagetes erecta dan Crotolaria spectabilis pada tanah
yang sudah terinfeksi nematoda efektif untuk
melawan nematoda puru akar
Kontrol biologi
♦ Paecilomyces lilacinus, P. fumosoroseus merupakan
jamur yang dapat memparasiti telur nematoda.
Penelitian penggunaan jamur ini pada nematoda
yang menyerang ubi jalar memperlihatkan hasil
jika jamur tersebut dapat mengurangi jumlah telur
nematoda sekitar 50% (Gapasin 2013)
♦ Penelitian mengenai penggunaan bakteri endofit
untuk menginduksi ketahanan tanaman terhadap
infeksi M. incognita pernah dilakukan pada lada.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
bakteri endofit dapat menekan jumlah puru dan
populasi nematoda di dalam akar sampai 97,93%.
Keberadaan bakteri endofit dapat menginduksi
ketahanan tanaman lada secara sistemik dengan
mekanisme peningkatan kandungan asam salisilat
dan peroksidase di dalam akar (Harni & Ibrahim
2011)
Mekanik
♦ Lahan digenangi 1-2 minggu. Meloidogyne bersifat
aerob, jika digenangi maka tanah akan menjadi
anaerob dan nematoda mati.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
Prof. W. Anggraitoningsih, Erniwati & L.E.
Pudjiastuti (Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-
LIPI) yang telah membantu dalam pengambilan
sampel dan memberikan pengarahan selama penelitian,
kepada Tri Handayani (Bidang Botani, Pusat
Penelitian Biologi-LIPI) yang telah menyediakan
sampel tanaman kentang hitam. Tulisan ini dibiayai
oleh pemerintah Indonesia melalui DIPA PN 2013 di bawah
proyek “Pengendalian hama terpadu umbi prioritas”.
PUSTAKA
Anonim. 2013. Meloidogyne incognita. http://
nematology.ucdavis.edu/faculty/westerdahl/
courses/nemas/meloidogyneincognita.htm.
Diakses 11 Juni 2013
Datta, S., P. G. Trivedi & B. Tiagi. 1990.
Development of the root-knot nematode,
Meloidogyne incognita in Vigna radiata and
Cyamopsis tetragonoloba. Indian
Phytopathology 43(4):96-499
Eisenback, J.D & H.H. Triantaphyllou. 1991. Root-
Knot Nematodes : Meloidogyne Species and
Races in Manual of Agricultural Nematology.
Editor : William R. Nickel. New York. Base.
Hong Kong.
Gapasin, R. 2013. Root-knot nematode. http://
keys.lucidcentral.org/keys/sweetpotato/key/
Sweetpotato%20Diagnotes/Media/Html/
�eProblems/Nematodes/
RootKnotNematode/Root-knot.htm. Diakses
6 Juni 2013.
Harni, R. & M. S.D. Ibrahim. Potensi bakteri endofit
menginduksi ketahanan anaman lada terhadap
infeksi Meloidogyne incognita. Jurnal Littri. 17
Fauna Indonesia Vol 12 (1) Juni 2013: 22-28
28
(3): 118-123.
Panggeso, J. 2010. Analisa kerapatan populasi
nematoda parasitik pada tanaman tomat
(Lycopersicum esculentum Mill.) asal
Kabupaten Sigi Biromaru. J. Agroland 17(3):
198-204.
Sastrosuwignyo, S. 1989. Nematologi tumbuhan
jurusan hama dan penyakit tumbuhan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Silalahi, N. 2013. Kentang hitam pada tanah mineral
masam Bengkulu. http://
pertanianberkelanjutanunib.blogspot.com/200
9/05/kentang-hitam-pada-tanah-mineral-
masam.html. Diakses 21 Juni 2013.
Kartika Dewi
Museum Zoologicum Bogoriense
Bidang Zoologi, Puslit Biologi – LIPI
Gd. Widyasatwaloka, Jl. Raya Jakarta – Bogor KM. 46
Cibinong 16911
Email: [email protected]
Yuni Apriyanti
Museum Zoologicum Bogoriense
Bidang Zoologi, Puslit Biologi – LIPI
Gd. Widyasatwaloka, Jl. Raya Jakarta – Bogor KM. 46
Cibinong 16911
Email: [email protected]
Fauna Indonesia Vol 12 (1) Juni 2013: 22-28