issn 0216-9169 fauna indonesia · 2013. 6. 14. · fauna indonesia dalam bentuk cetak. pada tahun...

15
Fauna Indonesia ISSN 0216-9169 Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor M a s y a r a k a t Z o o l o g i I n d o n e s i a MZI Hystrix brachyura

Upload: others

Post on 29-Nov-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

FaunaIndonesia

ISSN 0216-9169

Pusat Penelitian Biologi - LIPIBogor

Mas

yara

k a t

Z o o l o g i

I n

do

ne

sia

MZ I

Hystrix brachyura

Page 2: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan

ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia,diterbitkan secara berkala dua kali setahun

ISSN 0216-9169

RedaksiMohammad Irham

Kartika DewiPungki Lupiyaningdyah

Nur Rohmatin Isnaningsih

SekretariatanYuni Apriyanti

Yulianto

Mitra BestariRenny Kurnia HadiatyRistiyanti M. Marwoto

Tata LetakKartika Dewi

R. Taufiq Purna Nugraha

Alamat RedaksiBidang Zoologi Puslit Biologi - LIPI

Gd. Widyasatwaloka, Cibinong Science CenterJI. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911

TeIp. (021) 8765056-64Fax. (021) 8765068

E-mail: [email protected]

Foto sampul depan :Hystrix brachyura - Foto : Wartika Rosa Farida

FaunaIndonesia

Page 3: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

PEDOMAN PENULISAN

1. Redaksi FAUNA INDONESIA menerima sumbangan naskah yang belum pernah diterbitkan, dapat berupa hasil pengamatan di lapangan/ laboratorium atau studi pustaka yang terkait dengan fauna asli Indonesia yang bersifat ilmiah popular.

2. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan summary Bahasa Inggris maksimum 200 kata dengan jarak baris tunggal.

3. Huruf menggunakan tipe Times New Roman 12, jarak baris 1,5 dalam format kertas A4 dengan ukuran margin atas dan bawah 2.5 cm, kanan dan kiri 3 cm.

4. Sistematika penulisan: a. Judul: ditulis huruf besar, kecuali nama ilmiah spesies, dengan ukuran huruf 14. b. Nama pengarang dan instansi/ organisasi. c. Summary d. Pendahuluan e. Isi: i. Jika tulisan berdasarkan pengamatan lapangan/ laboratorium maka dapat dicantumkan cara kerja/ metoda, lokasi dan waktu, hasil, pembahasan. ii. Studi pustaka dapat mencantumkan taksonomi, deskripsi morfologi, habitat perilaku, konservasi, potensi pemanfaatan dan lain-lain tergantung topik tulisan. f. Kesimpulan dan saran (jika ada). g. Ucapan terima kasih (jika ada). h. Daftar pustaka.

5. Acuan daftar pustaka: Daftar pustaka ditulis berdasarkan urutan abjad nama belakang penulis pertama atau tunggal. a. Jurnal Chamberlain. C.P., J.D. BIum, R.T. Holmes, X. Feng, T.W. Sherry & G.R. Graves. 1997. The use of isotope tracers for identifying populations of migratory birds. Oecologia 9:132-141

b. BukuFlannery, T. 1990. Mammals of New Guinea. Robert Brown & Associates. New York. 439 pp.

Koford, R.R., B.S. Bowen, J.T. Lokemoen & A.D. Kruse. 2000. Cowbird parasitism in grasslands and croplands in the Northern Great Plains. Pages 229-235 in Ecology and Management of Cowbirds (J. N.M. Smith, T. L. Cook, S. I. Rothstein, S. K. Robinson, and S. G. Sealy, Eds.). University of Texas Press, Austin.

c. KoranBachtiar, I. 2009. Berawal dari hobi , kini jadi jutawan. Radar Bogor 28 November 2009. Hal. 20.

d. internetNY Times Online . 2007.”Fossil find challenges man’s timeline”. Accessed on 10 July 2007 ‹http://www. nytimes.com/nytonline/NYTO-Fossil-Challenges-Timeline.html›.

Page 4: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

6. Tata nama fauna: a. Nama ilmiah mengacu pada ICZN (zoologi) dan ICBN (botani), contoh Glossolepis incisus, nama jenis dengan author Glossolepis incisus Weber, 1907.

b. Nama Inggris yang menunjuk nama jenis diawali dengan huruf besar dan italic, contoh Red Rainbowfish. Nama Indonesia yang menunjuk pada nama jenis diawali dengan huruf besar, contoh Ikan Pelangi Merah .

c. Nama Indonesia dan Inggris yang menunjuk nama kelompok fauna ditulis dengan huruf kecil, kecuali diawal kalimat, contoh ikan pelangi/ rainbowfish.

7. Naskah dikirim secara elektronik ke alamat: [email protected]

Page 5: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

i

PENGANTAR REDAKSI

Perjalanan majalah Fauna Indonesia di tahun 2011 ini ditandai dengan pergantian redaksi Fauna Indonesia. Nafas baru Fauna Indonesia ini diharapkan dapat mempercepat laju penyebaran pengetahuan keanekaragaman hayati fauna Indonesia ke khalayak ramai setelah sempat terhenti di tahun 2010. Untuk mencapai hal tersebut redaksi akan mengekspansi publikasi Fauna Indonesia di ranah dunia maya sehingga para pembaca yang sulit mendapatkan edisi cetak dapat mengakses dari mana saja. Penerbitan secara online ini telah dilakukan pada edisi sebelumnya di tahun 2010 namun masih sebagai bagian dari daftar publikasi di website Puslit Biologi-LIPI.

Penerbitan secara online tidak serta merta menghentikan kita untuk menyebarluaskan Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah ini ke tangan para pembaca Fauna Indonesia. Tentu saja dengan menggunakan dua media diharapkan eksistensi Fauna Indonesia dalam mencerdaskan masyarakat Indonesia semakin nyata dan membumi.

Pada edisi ke 10(1) ini beberapa artikel yang menarik kita sampaikan kepada pembaca mulai dari Keragaman jenis kodok dan penyebarannya di area lahan basah “Ecology Park”, di kampus LIPI Cibinong, Jawa Barat, Perilaku harian induk Landak Raya (Hystrix brachyura Linnaeus, 1758) pada masa menyusui, Siklus hidup ngengat (Antheraea larissa Westwood, 1847) dari Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat, Ikan botia: maskotnya ekspor ikan hias asli Indonesia , Aspek biologi dan sistematika nudibranch, Beberapa catatan kasus sengatan ubur-ubur di Indonesia, Conservation status of Indonesian Coelacanth (Latimeria menadoensis): is a relic species worth conserved? Akhir kata, selamat membaca dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu majalah ini lahir kembali.

Redaksi

Page 6: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

ii

DAFTAR ISI

PENGANTAR REDAKSI .............................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................................... ii

KERAGAMAN JENIS KODOK DAN PENYEBARANNYA DI AREA LAHAN BASAH “ECOLOGY PARK”, DI KAMPUS LIPI CIBINONG, JAWA BARAT. ................................................... 1

Hellen Kurniati

PERILAKU HARIAN INDUK LANDAK RAYA (Hystrix brachyura LINNAEUS, 1758) PADA MASA MENYUSUI .......................................................................................................................................... 9

Wartika Rosa Farida

SIKLUS HIDUP NGENGAT (Antheraea larissa WESTWOOD, 1847) DARI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK, JAWA BARAT ......................................................................................13

Darmawan

IKAN BOTIA: MASKOTNYA EKSPOR IKAN HIAS ASLI INDONESIA ....................................17

Hadi Dahruddin

ASPEK BIOLOGI DAN SISTEMATIKA NUDIBRANCH...................................................................22

Ucu Yanu Arbi

BEBERAPA CATATAN KASUS SENGATAN UBUR-UBUR DI INDONESIA .............................30

Nova Mujiono

CONSERVATION STATUS OF INDONESIAN COELACANTH (Latimeria menadoensis): IS A RELIC SPECIES WORTH CONSERVED? ...............................................................................................37

Conni M. Sidabalok

Page 7: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

1

FaunaIndonesia

Mas

yara

k a t Z o o l o g i I nd

on

esia

MZ I

Summary

Eleven frog species of 4 families (Bufonidae, Microhylidae, Ranidae and Rhacophoridae) were found in wetland area of “Ecology Park”, LIPI Campus, Cibinong. The species consisted of two species of Bufonidae (Bufo biporcatus and B. melanostictus), two species of Microhylidae (Kaloula baleata and Microhyla achatina), six species of Ranidae (Fejervarya cancrivora, F. limnocharis, Occidozyga lima, Rana chalconota, R. erythraea and R. nicobariensis) and one species of Rhacophoridae (Polypedates leucomystax). All frog species in “Ecology Park” were non-forest species, they had ability to live in man made habitat. Among eleven frog species, O. lima, R. erythraea and R. nicobariensis were found dominant in the area. However occurrences of the three species had strong association with vegetation type of the habitat.

Pendahuluan

Danau di dalam area Ecology Park Kampus LIPI Cibinong merupakan danau buatan. Danau ini terletak pada posisi 060 29’ 40.2” LS, 1060 51’ 06.3” BT. Keliling danau ini lebih kurang 800 meter, dengan ketinggian tempat 165 meter dari permukaan laut (dpl). Danau buatan ini merupakan lahan basah dan habitat dari beberapa jenis amfibia kelompok Anura atau kodok yang telah beradapatasi dengan lingkungan buatan manusia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Mei-November 2009, di area lahan basah sekitar danau ini didapatkan 11 jenis kodok yang yang terbagi dalam 4 suku, yaitu suku Bufonidae, Microhylidae, Ranidae dan Rhacophoridae. Suku Bufonidae terdiri dari 2 jenis, yaitu Bufo biporcatus dan B. melanostictus, sementara untuk suku Microhylidae terdiri dari 2 jenis, yaitu Kaloula baleata dan Microhyla achatina. Suku Ranidae terdiri dari 6 jenis, yaitu Fejervarya cancrivora, F. limnocharis, Rana chalconota, R. erythraea, R. nicobariensis dan Occidozyga lima, dan suku Rhacophoridae hanya terdiri dari 1 jenis, yaitu Polypedates leucomystax. Dari 11 jenis yang didapat, 3 jenis dijumpai melimpah, yaitu O. lima, R. erythraea dan R. nicobariensis. Jenis R. erythraea adalah jenis yang paling melimpah. Kelimpahan

ketiga jenis tersebut berasosiasi kuat dengan vegetasi lahan basah yang tumbuh di dalam dan sekitar danau. Kodok R. erythraea adalah jenis yang berasosiasi sangat kuat dengan vegetasi lahan basah dan sangat mendominasi area danau. Keberadaan kodok ini mengalahkan jenis-jenis kodok lain yang umumnya sangat berlimpah dijumpai pada ekosistem lahan basah, seperti persawahan, kolam permanen dan kolam tidak permanen. Jenis-jenis kodok yang umum dijumpai berlimpah pada lahan basah buatan manusia seperti persawahan adalah Fejervarya cancrivora, F. limnocharis dan Microhyla achatina. Sebelas jenis yang dijumpai di area Ecology Park termasuk jenis kodok non hutan, yaitu kehadirannya kerap dijumpai pada habitat buatan manusia (Inger dan Stuebing, 1989; Inger dan Lian, 1996). Kesebelas jenis itu juga dijumpai di dalam hutan primer dataran rendah Taman Nasional Ujung Kulon (ketinggian tempat 0-500 meter dpl), tetapi dalam jumlah yang sedikit sekali (Kurniati dkk, 2000). Kodok-kodok tersebut menjadi kelompok jenis non hutan karena habitat buatan manusia menjadi habitat favoritnya (Inger & Lian, 1996).

Keragaman jenis dan penyebarannya

Dari pengamatan selama 7 bulan (Mei-

KERAGAMAN JENIS KODOK DAN PENYEBARANNYA DI AREA LAHAN BASAH “ECOLOGY PARK”, KAMPUS LIPI CIBINONG, JAWA BARAT

Hellen KurniatiBidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI

Fauna Indonesia Vol 10(1) Juni 2011 : 1-8

Page 8: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

2

November 2009) didapatkan 4 suku dari bangsa Anura di area lahan basah Ecology Park, yaitu suku Bufonidae, Microhylidae, Ranidae dan Rhacophoridae. Kategori kelimpahan individu setiap jenis yang dijumpai mengikuti Buden (2000). Klasifikasi, kelimpahan, ekologi dan penyebaran masing-masing anggota jenis dipaparkan di bawah ini:

I. Suku Bufonidae Dijumpai 2 jenis kodok dari suku Bufonidae dengan klasifikasi sebagai berikut:

Kerajaan (Kingdom) : AnimaliaFilum (Phylum) : ChordataKelas (Class) : AmfibiaBangsa (Ordo) : AnuraSuku (Family) : BufonidaeMarga (Genus) : BufoJenis (Species) : 1. Bufo biporcatus Gravenhorst, 1829 2. Bufo melanostictus Schneider, 1799

1. Bufo biporcatus Gravenhorst, 1829 Jenis kodok B. biporcatus bersifat semi-akuatik.

FAUNA INDONESIA Vol 10(1) Juni 2011: 1-8

Gambar 1. Bufo biporcatus dan penyebarannya di lahan basah “Ecology Park” yang ditandai oleh titik-titik warna merah (Foto: H. Kurniati; Sumber peta: Google Earth).

Gambar 2. Bufo melanostictus dan penyebarannya di lahan basah “Ecology Park” yang ditandai oleh titik-titik warna merah (Foto: H. Kurniati; Sumber peta: Google Earth).

Gambar 3. Kaloula baleata dan penyebarannya di lahan basah “Ecology Park” yang ditandai oleh titik-titik warna merah (Foto: H. Kurniati; Sumber peta: Google Earth).

Page 9: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

3

Jenis ini dijumpai cukup banyak di area lahan basah di sekitar danau,dan terdengar bersuara ramai pada waktu malam bulan purnama sehabis hujan (Gambar 1). Kodok ini jarang dijumpai pada kondisi lingkungan yang kering dan langit tanpa cahaya bulan karena tertutup awan atau bulan gelap. Berdasarkan hasil monitoring, kodok dewasa kerap dijumpai di bagian tanah basah pada waktu bulan purnama dan kelembaban udara rendah (63%). Adapun, pada kondisi tidak ada sinar bulan dan kelembaban udara tinggi (94%), kodok dewasanya lebih memilih bagian perairan yang terdapat banyak tumbuhan air. Pada tempat tersebut, kodok jantan kerap bersuara memanggil betina, sedangkan anakannya lebih sering dijumpai di bagian tepi danau yang berumput. Suara yang dikeluarkan kodok jantan khas untuk jenis ini, yaitu “kekkekkekkek-kekkekkekkek–kekkekkekkek” cukup keras. Jantan lebih bersifat invidualis, yaitu tidak membentuk kelompok dalam bersuara memanggil betina. Penyebaran kodok B. biporcatus cukup merata di sekitar danau (Gambar 1). Jenis ini tidak memilih tipe vegetasi tertentu di sekitar danau sebagai tempat jantan berbunyi memanggil betina. Semua tipe vegetasi lahan basah yang rimbun yang terdapat di sekitar danau dapat menjadi tempat jantan untuk bersuara memanggil betina.

2. Bufo melanostictus Schneider, 1799

Jenis kodok ini bersifat terrestrial, yaitu lebih menyukai daerah yang lebih kering. Jenis kodok ini tidak banyak dijumpai di lokasi sekitar danau (Gambar 2), karena jenis ini lebih sering dijumpai di daerah tanah kering berumput yang berada sekitar 10 meter dari batas perairan danau. Anakan B. melanostictus kerap dijumpai di habitat tanah basah berumput. Kehadiran kodok ini di tempat ini tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Waktu malam sehabis hujan atau kondisi kering jenis ini tetap dijumpai sedikit. Selama waktu pengamatan (Mei-November 2009), belum pernah terdengar jantan bersuara; hanya individu betina yang kerap dijumpai aktif di bagian tepi danau. Penyebaran B. melanostictus tidak merata di area lahan basah sekitar danau (Gambar 2). Kodok ini kerap dijumpai di area yang terbuka dan banyak ditumbuhi rumput Axonopus compressus. Pada malam hari kodok ini banyak dijumpai di luar area lahan basah Ecology Park, yaitu di sekitar gedung-

gedung yang kondisi lingkungannya kering.

II. Suku Microhylidae

Dijumpai 2 jenis kodok dari suku Microhylidae dengan klasifikasi sebagai berikut:Kerajaan (Kingdom) : AnimaliaFilum (Phylum) : ChordataKelas (Class) : AmfibiaBangsa (Ordo) : AnuraSuku (Family) : MicrohylidaeMarga (Genus) : Kaloula MicrohylaJenis (Species) : 1. Kaloula baleata (Muller, 1836) 2. Microhyla achatina Tschudi, 1838

1. Kaloula baleata (Muller, 1836)

Jenis kodok K. baleta bersifat akuatik penuh, jarang sekali dijumpai keluar dari perairan. Kodok ini jarang dijumpai di area lahan basah di sekitar danau (Gambar 3). Habitat yang disukai adalah perairan tenang, sedikit tanaman air dengan kedalaman sekitar 40 cm dan dasar perairan berupa lumpur. Betina kodok ini pernah dijumpai berada di atas tanaman Eleocharis dulcis yang tumbuh di tepi danau, sekitar 30 cm di atas permukaan air. Penyebaran K. baleata di tempat ini sangat sempit, yaitu pada bagian danau yang tidak ditumbuhi tanaman air, tepatnya perairan di bawah jembatan yang berdasar lumpur (Gambar 3). Keberadaan jantan kodok ini paling mudah diketahui setelah hujan deras. Kodok jantan mengelurkan suara yang khas” kung-kung-kung-kung” yang sangat keras.

2. Microhyla achatina Tschudi, 1838

Jenis kodok M. achatina bersifat semi-akuatik. Kelimpahan jenis ini pada lahan basah sekitar danau termasuk jarang (Gambar 4). Habitat yang disukainya adalah perairan dangkal dengan rumput-rumputan yang rendah (Kurniati, 2003; Kurniati, 2006). Kodok ini dapat dijumpai mulai dari dataran rendah 0 meter dpl sampai ketinggian 1200 meter dpl (Kurniati dkk, 2000; Kurniati 2006). Pada lahan basah sekitar danau, jenis ini kerap dijumpai pada tempat di mana tumbuhan rumput Axonopus compresus dan Leerxia hexandra tumbuh subur yaitu di bagian utara jembatan kayu.Umumnya jantan akan mengelurkan suara setelah hujan. Suara yang dikeluarkan mirip dengan suara jangkrik, yaitu” triiit-triiit-triiit-triiit” yang tidak terlalu keras.

KURNIATI - KERAGAMAN JENIS KODOK DI KAMPUS LIPI CIBINONG, JAWA BARAT

Page 10: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

4

Gambar 4. Microhyla achatina dan penyebarannya di lahan basah “Ecology Park” yang ditandai oleh titik-titik warna merah (Foto: H. Kurniati; Sumber peta: Google Earth).

Gambar 5. Fejervarya cancrivora dan penyebarannya di lahan basah “Ecology Park” yang ditandai oleh titik-titik warna merah (Foto: H. Kurniati; Sumber peta: Google Earth).

Gambar 6. Fejervarya limnocharis dan penyebarannya di lahan basah “Ecology Park” yang ditandai oleh titik-titik warna merah (Foto: H. Kurniati; Sumber peta: Google Earth).

Gambar 7. Occidozyga lima dan penyebarannya di lahan basah “Ecology Park” yang ditandai oleh titik-titik warna merah (Foto: H. Kurniati; Sumber peta: Google Earth).

FAUNA INDONESIA Vol 10(1) Juni 2011: 1-8

Page 11: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

5

III. Suku Ranidae

Dijumpai 6 jenis kodok dari suku Ranidae dengan klasifikasi sebagai berikut:Kerajaan (Kingdom) : AnimaliaFilum (Phylum) : ChordataKelas (Class) : AmfibiaBangsa (Ordo) : Anura Suku (Family) : RanidaeMarga (Genus) : Fejervarya Occidozyga RanaJenis (Species) : 1.Fejervarya cancrivora Gravenhorst, 1829 2.Fejervarya limnocharis Boie, 1835 3. Occidozyga lima (Gravenhorst, 1829) 4. Rana chalconota (Schlegel, 1837) 5. Rana erythraea (Schlegel, 1837) 6. Rana nicobariensis (Stoliczka, 1870)

1. Fejervarya cancrivora Gravenhorst, 1829

Jenis kodok F. cancrivora bersifat semi-akuatik. Kelimpahan jenis ini di area lahan basah sekitar danau sangat jarang. Habitat utama kodok ini adalah area persawahan yang ditumbuhi tanaman padi (Oryza sativa) (Inger dan Lian, 1996; Kurniati, 2003). Di area lahan basah Ecology Park kodok ini dijumpai di dalam perairan danau yang banyak terdapat tanaman O. rufipogon atau dikenal dengan nama Padi Air. Berdasarkan pengamatan dari sumber suara khas yang dikeluarkan individu jantan, habitat kodok ini di area lahan basah danau ini sangat terbatas, yaitu hanya pada 2 tempat yang banyak ditumbuhi Padi Air (Gambar 5). Suara individu jantan sangat keras “geg-geg-geg-geg-geg-geg”yang biasanya berasal dari pulau kecil yang berada di dalam danau (lihat Gambar 5). Karena banyak dijumpai di area persawahan, maka kodok ini dikenal dengan nama Kodok Sawah dan dagingnya umum dikonsumsi manusia.

2. Fejervarya limnocharis Boie, 1835

Jenis kodok F. limnocharis bersifat semi-akuatik. Kodok ini dijumpai jarang di area lahan basah Ecology Park. Jenis ini dijumpai pada tipe habitat yang sama dengan jenis F. cancrivora, yaitu lahan basah yang banyak ditumbuhi rumput-rumputan. Habitat utama jenis ini adalah perairan yang terdapat hamparan rumput (Inger dan Stuebing, 2005; Kurniati dkk, 2000); tapi jenis ini kerap dijumpai melimpah di area persawahan di mana jenis F. cancrivora jarang dijumpai (Kurniati, 2003).

Di area ini, kodok tersebut dijumpai pada hamparan rumput Axonopus compressus yang terdapat di tepi danau dan di pulau kecil di bagian tengah danau (lihat Gambar 6). Keberadaan kodok ini dicirikan dari suara khas yang dikeluarkan individu jantan “chriip-chriip-chriip-chriip-chriip“ Jenis ini juga termasuk umum dikonsumsi manusia.

3. Occidozyga lima (Gravenhorst, 1829)

Jenis kodok O. lima bersifat akuatik penuh, jarang sekali kodok ini berada di daratan untuk waktu yang lama. Jenis ini di lokasi lahan basah Ecology Park banyak dijumpai, terutama pada habitat perairan yang banyak terdapat tanaman yang terapung di atas permukaan air (Gambar 7). Kodok ini menyukai habitat perairan dangkal yang banyak ditumbuhi teratai dan ganggang air Hydrylla verticillata serta dengan dasar perairan berlumpur. Pada malam hari kodok ini jarang sekali terlihat aktif berenang dan melompat, umumnya mereka lebih suka berdiam diri dengan memendamkan badannya ke dalam air, hanya matanya berada di permukaan air. Pada malam hari di dalam danau ini, individu jantan jenis ini terdengar mengeluarkan suara yang cukup keras di atas daun teratai yang tumbuh sekitar 5 meter dari tepi perairan.

4. Rana chalconota (Schlegel, 1837)

Jenis kodok R. chalconota bersifat semi-akuatik. Kodok ini di area Ecology Park terutama di sekitar danau dijumpai sangat jarang. Habitat yang disukai jenis ini di daerah sekitar Taman Nasional gunung Halimun adalah kolam ikan yang ditumbuhi tanaman air (Kurniati, 2003). Pada area lahan basah Ecology Park, kodok ini dijumpai pada habitat yang sama dengan R. chalconota dan R. erythraea, yaitu bagian tepi perairan yang terdapat rumpun campuran antara Leerxia hexandra dan Eleocharis dulcis. Selama 7 bulan pengamatan, jenis ini hanya dijumpai pada dua tempat yang berdekatan (lihat Gambar 8). Pada habitat ini, R. chalconota kerap dijumpai pada bagian tepi perairan, duduk di atas daun-daun rumputan sekitar 10 cm di atas permukaan air. Pada kondisi banjir, kodok ini kadang kala dijumpai pada area daratan yang ditumbuhi rumput A. compressus, dengan jarak paling jauh sekitar 1 meter dari tepi perairan. Selama pengamatan, individu jantan belum terdengar mengeluarkan suara untuk memanggil betina.

KURNIATI - KERAGAMAN JENIS KODOK DI KAMPUS LIPI CIBINONG, JAWA BARAT

Page 12: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

6

Gambar 8. Rana erythraea dan penyebarannya di lahan basah “Ecology Park” yang ditandai oleh titik-titik warna merah (Foto: H. Kurniati; Sumber peta: Google Earth).

Gambar 9. Rana chalconota dan penyebarannya di lahan basah “Ecology Park” yang ditandai oleh titik-titik warna merah ( (Foto: H. Kurniati; Sumber peta: Google Earth).

Gambar 10. Rana nicobariensis dan penyebarannya di lahan basah “Ecology Park” yang ditandai oleh titik-titik warna merah (Foto: H. Kurniati; Sumber peta: Google Earth).

Gambar 11. Polypedates leucomystax dan penyebarannya di lahan basah “Ecology Park” yang ditandai oleh titik-titik warna merah (Foto: H. Kurniati; Sumber peta: Google Earth).

FAUNA INDONESIA Vol 10(1) Juni 2011: 1-8

Page 13: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

7

5. Rana erythraea (Schlegel, 1837)

Jenis kodok R. erythraea bersifat semi-akuatik dan semi arboreal. Pada area lahan basah Ecology Park, jenis ini paling banyak dijumpai dan hampir mendominasi seluruh tipe mikro habitat yang terdapat di sekitar danau (Gambar 9). Mikro habitat yang paling disukai jenis ini (bila dilihat dari jumlah individu terbanyak dalam 10 meter panjang transek) adalah rawa yang terdapat rumpun campuran antara L. hexandra dan E. dulcis yang sudah tumbuh lebih dari 1 m. Distribusi horizontal jenis ini pada area lahan basah dapat mencapai 10 m ke arah darat dari tepi perairan dan 2 m dari tepi perairan ke arah air di mana terdapat tanaman air, seperti teratai dan gulma air; sedangkan distribusi vertikal antara 0 sampai 1,5 m dari atas tanah. Selama 7 bulan pengamatan, jumlah individu betina dewasa dijumpai sangat sedikit, sedangkan jantan sangat berlimpah. Suara individu jantan kodok ini tidak keras dan dikeluarkan pendek-pendek, yaitu “crip-crip-crip-crip”. Kodok ini bersuara baik dalam kondisi bulan gelap maupun purnama.

6. Rana nicobariensis (Stoliczka, 1870)

Jenis kodok R. nicobariensis bersifat semi-akuatik dan semi arboreal. Jenis ini di area Ecology Park jumlahnya paling banyak kedua setelah R. erythraea (Gambar 10). Pada lahan basah daerah ini, kodok ini menyukai mikro habitat berupa tumbuhan rumput-rumputan atau tumbuhan yang menyerupai rumput yang sudah tumbuh tinggi, seperti L. hexandra, E. dulcis dan O. rufipogon. Jenis ini jarang sekali dijumpai pada hamparan rumput A. compressus. Selama 7 bulan pengamatan, jenis ini hanya dijumpai pada bagian tepi danau, tidak pernah dijumpai berada di bagian dalam danau yang terdapat tanaman Teratai dan gulma air. Distribusi vertikal kodok ini pada mikro habitat yang disukainya mencapai 50 cm dari permukaan tanah. Jenis ini jarang sekali ditemukan pada area daratan terbuka ataupun di atas perairan terbuka. Selama 7 bulan pengamatan belum pernah dijumpai individu betina, hanya jantan yang kerap dijumpai. Keberadaan individu jantan paling mudah diketahui melalui suara khas yang sangat keras, yaitu ”kik-kik-kik-kik” Jantan bersuara siang dan malam di tempat persembunyiannya di dalam rumpun padat L. hexandra, E. dulcis dan O. rufipogon, sehingga kodok ini cukup sukar dilihat.

IV. Suku Rhacophoridae

Dijumpai 1 jenis kodok dari suku Rhacophoridae dengan klasifikasi sebagai berikut:Kerajaan (Kingdom) : AnimaliaFilum (Phylum) : ChordataKelas (Class) : AmfibiaBangsa (Ordo) : AnuraSuku (Family) : RhacophoridaeMarga (Genus) : PolypedatesJenis (Species) : Polypedates leucomystax (Gravenhorst, 1829)

Polypedates leucomystax (Gravenhorst, 1829)

Jenis kodok P. leucomystax bersifat arboreal, yaitu suka berdiam pada pohon, tetapi tetap tidak pernah jauh dari perairan. Kodok ini jarang dijumpai pada area lahan basah Ecology Park (Gambar 11), mereka kerap dijumpai di luar area Ecology Park. Selama 7 bulan pengamatan, jenis ini dijumpai pada habitat rawa yang terdapat rumpun campuran L. hexandra dan E. dulcis yang dekat dengan area yang ditumbuhi tanaman kayu. Kehadiran individu jantan mudah diketahui dari suara khas yang dikeluarkan, yaitu “koak-koak-koak-koak” yang sangat keras. Jantan biasanya bersuara memanggil betina dari atas pohon.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih kepada Program Insentif Bagi Peneliti dan Perekayasa DIKTI-LIPI tahun 2009 yang telah mendanai seluruh kegiatan penelitian ekologi dan keragaman jenis kodok di lahan basah Ecology Park Kampus LIPI Cibinong. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Wahyu Tri Laksono dan Saiful yang telah membantu kegiatan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Buden, D.W. 2000. The Reptiles of Pohnpei, Federal States of Micronesia. Micronesica 32 (2): 155-180.

Inger, R.F & T.F. Lian. 1996. The Natural History of Amfibians and Reptiles in Sabah. Natural History Publication (Borneo). Kota Kinabalu. v+101 pp

Inger R.F & R.B. Stuebing. 1989. Frogs of Sabah. Sabah Park Publication No. 10. Kota Kinabalu.

KURNIATI - KERAGAMAN JENIS KODOK DI KAMPUS LIPI CIBINONG, JAWA BARAT

Page 14: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

8

129 pp.

Inger R.F & R.B. Stuebing. 2005. Frogs of Borneo. Natural History Publication (Borneo). Kota Kinabalu. vii+201 pp.

Kurniati, H. 2003. Amphibians and Reptiles of Gunung Halimun National Park. Research Center for Biology-LIPI and Nagao Natural Environment Foundation-NEF. Cibinong, iii+134 pp.

Kurniati, H. 2006. The Amphibians Species in Gunung Halimun National Park, West Java, Indonesia. Zoo Indonesia 15 (2): 107-120.

Kurniati H, W. Crampton, A. Goodwin, A. Lockett & A. Sinkins. 2000. Herpetofauna Diversity of Ujung Kulon National Park : An Inventory Results in 1990. Journal of Biological Researches 6 (2) : 113-128.

FAUNA INDONESIA Vol 10(1) Juni 2011: 1-8

Page 15: ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia · 2013. 6. 14. · Fauna Indonesia dalam bentuk cetak. Pada tahun 2011 ini dengan bantuan dari Puslit Biologi-LIPI, kita dapat menghadirkan majalah

Nomor Penerbitan ini dibiayai oleh : “Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia”

Pusat Penelitian Biologi - LIPI2011