isolasi sosial%20ii.pdf

22
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Isolasi Sosial 1.1 Definisi Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008). Berikut beberapa pengertian isolasi sosial yang dikutip dari Pasaribu (2008). Menurut Townsend, isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam bagi dirinya. Kelainan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu berpartisipasi dalam suatu kuantitas yang tidak cukup atau berlebih atau kualitas interaksi sosial tidak efektif. Menurut Depkes RI penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap. Menurut Carpenito, Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Menurut Rawlins & Heacock, isolasi sosial atau menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan. Universitas Sumatera Utara

Upload: vianna-queen

Post on 05-Dec-2014

96 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

isolasi sosial

TRANSCRIPT

Page 1: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Isolasi Sosial

1.1 Definisi

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami

penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain

disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak

mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).

Berikut beberapa pengertian isolasi sosial yang dikutip dari Pasaribu

(2008). Menurut Townsend, isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang

dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan

mengancam bagi dirinya. Kelainan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana

seorang individu berpartisipasi dalam suatu kuantitas yang tidak cukup atau

berlebih atau kualitas interaksi sosial tidak efektif. Menurut Depkes RI penarikan

diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian

maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat

sementara atau menetap. Menurut Carpenito, Isolasi sosial merupakan keadaan di

mana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau

keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu

untuk membuat kontak. Menurut Rawlins & Heacock, isolasi sosial atau menarik

diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang

lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan

dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

Menurut Dalami, dkk. (2009), isolasi sosial adalah gangguan dalam

berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang

mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan

lingkungan.

1.2 Etiologi

Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut

Stuart & Sundeen (1998), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang

penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang

mungkin mempengaruhi antara lain yaitu:

1.2.1 Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:

1.2.1.1 Faktor Perkembangan

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu

dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan

menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama

yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan

orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari

ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat

menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat

mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di

kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak

tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.

Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam

berhubungan terdiri dari:

Universitas Sumatera Utara

Page 3: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

a. Masa Bayi

Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan

biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak,

akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat

penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di

kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa

percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan

orang lain pada masa berikutnya.

b. Masa Kanak-Kanak

Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri,

mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan

dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau

terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus,

aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat

menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua

harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari

dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat

ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,

berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.

c. Masa Praremaja dan Remaja

Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan

teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk

mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat.

Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi

Universitas Sumatera Utara

Page 4: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan

kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang

tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan

keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan

tertekan maupun tergantung pada remaja.

d. Masa Dewasa Muda

Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan

interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai

dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima

perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap

untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai

pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah

saling memberi dan menerima (mutuality).

e. Masa Dewasa Tengah

Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak

terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk

mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri.

Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan

yang interdependen antara orang tua dengan anak.

f. Masa Dewasa Akhir

Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan

fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau

peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain

Universitas Sumatera Utara

Page 5: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat

dipertahankan.

1.2.1.2 Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk

mengembangkan gangguan tingkah laku.

a. Sikap bermusuhan/hostilitas

b. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak

c. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk

mengungkapkan pendapatnya.

d. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,

hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi

kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara

terbuka dengan musyawarah.

e. Ekspresi emosi yang tinggi

f. Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang

membuat bingung dan kecemasannya meningkat)

1.2.1.3 Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor

pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena

norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak

produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

1.2.1.4 Faktor Biologis

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden

tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang

Universitas Sumatera Utara

Page 6: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot

apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi

kembar dizigot persentasenya 8%.

Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,

penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat

menyebabkan skizofrenia.

1.2.2 Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh

faktor internal maupun eksternal, meliputi:

1.2.2.1 Stresor Sosial Budaya

Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,

terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang

yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,

dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.

1.2.2.2 Stresor Biokimia

a. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta

tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

b. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan

dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim

yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan

indikasi terjadinya skizofrenia.

c. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien

skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat

Universitas Sumatera Utara

Page 7: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan

hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.

d. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik

diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.

1.2.2.3 Stresor Biologik dan Lingkungan Sosial

Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi

akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.

1.2.2.4 Stresor Psikologis

Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan

individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim

dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi

masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe

psikotik.

Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego

tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal

dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk

mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan

ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu

terhambat.

Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai

usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang

mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing

tingkah laku adalahsebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 8: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

a. Tingkah laku curiga: proyeksi

b. Dependency: reaksi formasi

c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi

d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial

e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi

f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan

regrasi.

1.3 Tanda dan Gejala

Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat

ditemukan dengan wawancara, adalah:

a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain

b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain

c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain

d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

f. Pasien merasa tidak berguna

g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

2. Ketidakmampuan Bersosialisasi

Menurut World Health Organization (WHO, 1989) ketidakmampuan

bersosialisasi (social disability) adalah ketidakmampuan individu dalam

melakukan hubungan sosial secara sehat dengan orang-orang di sekitarnya.

Karena ketidakmampuan mereka untuk bersosialisasi, beberapa individu memiliki

masalah untuk menjalani hidup bersama dengan individu normal. Mereka sulit

Universitas Sumatera Utara

Page 9: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

untuk melakukan semua aktivitas seperti yang dilakukan oleh individu normal

yang ada di sekitarnya (Purba, 2009)

Menurut Kuntjoro (1998 dikutip dari Purba, 2009) menjelaskan bahwa

kemunduran sosial atau ketidakmampuan bersosialisasi adalah ketidakmampuan

individu untuk bersikap dan bertingkah laku yang dapat diterima oleh lingkungan

sosialnya. Individu yang dalam kehidupannya menuruti kemauan sendiri tanpa

mengidentifikasikan norma sosial dan mengganggu lingkungan dianggap tidak

terampil secara sosial atau disebut mengalami ketidakmampuan bersosialisasi atau

kemunduran sosial. Individu hidup dalam dunianya sendiri (autistik) yang tidak

dapat dimengerti dan tidak dapat diterima oleh orang lain. Hal ini berarti pula

individu tidak mengindahkan tuntutan lingkungan sosialnya atau tidak mampu

menyesuaikan diri yang selanjutnya oleh WHO disebut sebagai cacat psikososial

(psychosocial disability).

Pengertian yang lebih rinci mengenai ketidakmampuan bersosialisasi

diungkapkan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa, yaitu suatu keadaan di mana

individu bertingkah laku yang tidak lazim, kacau atau secara sosial tidak dapat

diterima atau tidak pantas muncul. Tingkah laku yang tidak lazim adalah tingkah

laku yang diperlihatkan oleh pasien yang sifatnya tidak biasa, aneh dan kadang-

kadang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Namun perlu diperhatikan pula

bahwa gaya hidup individu berbeda dari gaya hidup orang lain, terutama jika ia

berasal dari suku atau masyarakat kebudayaan tertentu (Purba, 2009).

Menurut Purba (2009) di Indonesia istilah cacat mempunyai arti dari

ketiga keadaan berikut: impairment, disabilities dan handicap, karena sangat

luasnya pengertian istilah-istilah tersebut, maka Forum Asean merekomendasikan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

penggunaan definisi-definisi yang ditetapkan oleh WHO tahun 1989 dengan

maksud untuk memudahkan kepentingan komunikasi. Istilah-istilah tersebut

didefinisikan sebagai berikut:

a. Impairment

Impairment adalah hilangnya atau adanya kelainan (abnormalitas) dari

pada struktur atau fungsi yang bersifat psikologik, fisiologik atau anatomik.

Cacat dapat bersifat sementara (temporer) ataupun menetap (permanen).

Termasuk di sini apa saja yang biasa disebut dengan anomali defect yang

terjadi pada anggota gerak, organ, jaringan atau struktur tubuh, termasuk

sistem fungsi mental. Kondisi cacat merupakan eksteriorasi keadaan patologik

yang prinsipnya mencerminkan gangguan kesehatan yang terjadi pada tingkat

organ.

b. Disabilities (disability)

Disability merupakan keterbatasan atau kurangnya kemampuan (akibat

dari adanya cacat) untuk melakukan kegiatan dalam batas-batas dan cara yang

dianggap normal bagi manusia. Kondisi ini dapat bersifat sementara, menetap

dan membaik atau memburuk. Dapat timbul sebagai akibat langsung adanya

cacat atau secara tak langsung sebagai reaksi individu, khususnya secara

psikologik pada cacat fisik dan sensorik.

c. Handicap

Handicap adalah kemunduran pada seseorang akibat adanya cacat atau

disabilitas yang membatasi atau mencegahnya untuk dapat berperan normal

bagi individu (sesuai umur, sex dan faktor sosial budaya). Kondisi ini ditandai

dengan adanya ketidaksesuaian antara prestasi seseorang atau statusnya dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 11: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

harapannya atau kelompoknya. Handicap merupakan sosialisasi dari pada

cacat atau disabilitas dan mencerminkan konsekuensi bagi individu dalam

budaya, sosial, ekonomi dan lingkungannya yang berpangkal pada adanya

cacat dan disabilitas.

2.1 Gambaran Umum Individu yang Mengalami Ketidakmampuan

Bersosialisasi

Individu yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi digambarkan

oleh WHO pada tahun 1989, bahwa angka rata-rata kematian diantara individu

yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi lebih banyak dibanding individu

yang normal. Seringkali kekurangan perhatian dalam sosialisasi tentang faktor

lingkungan dapat menyebabkan dan menggandakan ketidakmampuan

bersosialisasi. Individu yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi tidak

memiliki kunci masuk kedalam kelompok masyarakat dan kesempatan untuk

bersama-sama dengan masyarakat lain, seperti lembaga kesehatan, sekolah dan

institusi pendidikan, program pelatihan keahlian, program pelatihan kerja dan

pekerjaan (Purba, 2009).

Di beberapa negara, wanita dewasa yang mengalami ketidakmampuan

bersosialisasi dapat ditolak suami dan diasingkan oleh anak-anaknya, bahkan

individu dewasa yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi hanya

mempunyai pendidikan yang rendah dibandingkan individu dewasa yang normal.

Pemisahan secara sosial terhadap individu yang mengalami ketidakmampuan

bersosialisasi semakin memperburuk keadaannya. Di kebanyakan lingkungan

masyarakat individu yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi dipisahkan

dari individu yang normal karena kepercayaan yang dianut oleh masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 12: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

setempat. Sikap negatif dan perilaku yang mendiskriminasikan individu yang

mengalami ketidakmampuan bersosialisasi dianggap sebagai suatu keharusan

(Purba, 2009).

2.2 Ciri Individu yang Mengalami Ketidakmampuan Bersosialisasi

WHO tahun 1989 menetapkan bahwa individu mengalami

ketidakmampuan bersosialisasi jika ia tidak dapat melakukan aktivitas yang

biasanya dapat dilakukan oleh individu normal berupa: tidak dapat makan dan

minum sendiri, tidak bisa menjaga kebersihan diri, tidak mampu memakai pakaian

sendiri, tidak mengerti instruksi yang mudah/simpel, tidak mampu atau merasa

sulit dalam mengekspresikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya, tidak mengerti

gerakan dan tanda-tanda untuk komunikasi, tidak mampu menggunakan gerakan-

gerakan dan tanda-tanda untuk komunikasi yang dimengerti oleh individu lain,

tidak dapat berkomunikasi dengan berbicara dan menggunakan bahasa dengan

individu lain di sekelilingnya, tidak ikut bergabung dalam aktivitas keluarga, tidak

turut melakukan aktivitas dalam masyarakat, tidak mempunyai pekerjaan dan

tidak mempunyai penghasilan yang memadai untuk membiayai kebutuhan hidup

sehari-hari, kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dalam rumah tangga

(Purba, 2009).

2.3 Aspek-Aspek Ketidakmampuan Bersosialisasi

Menurut Kuntjoro (1989 dikutip dari Purba, 2009), aktivitas pasien yang

mengalami ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan

menjadi tiga yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 13: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

a. Activity Daily Living (ADL)

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan

sehari-hari yang meliputi:

1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun

tidur.

2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk

tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.

3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan

mandi dan sesudah mandi.

4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan

berganti pakaian.

5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang

dan setelah makan dan minum.

6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan

kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan

pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.

7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat

menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh

benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat

ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.

8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi

tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu

diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul pada

Universitas Sumatera Utara

Page 14: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

gangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan

tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.

b. Tingkah laku sosial

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien

dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:

1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan

hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya,

berbicara dengan kawannya dan sebagainya.

2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan

hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan

waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.

3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan

orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya

kesungguhan dalam berkomunikasi.

4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul

dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).

5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan

ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.

6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau

sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.

7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat

mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak

meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan

sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

c. Tingkah laku okupasional

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kegiatan seseorang untuk

melakukan pekerjaan, hobby dan rekreasi sebagai salah satu kebutuhan

kehidupannya yang meliputi:

1) Tertarik pada kegiatan/pekerjaan, yaitu timbulnya rasa tertarik untuk

berbuat sesuatu, baik berupa pekerjaan, hobi dan rekreasi, seperti menyapu,

membantu orang lain, bermain, menonton dan sebagainya.

2) Bersedia melakukan kegiatan/pekerjaan, yaitu bentuk kegiatan yang

dilakukan pasien untuk bekerja, berekreasi, melaksanakan hobi atau

melakukan kegiatan positif lainnya, seperti sembahyang dan membaca.

3) Aktif/rajin melakukan kegiatan atau pekerjaan, yaitu tingkah laku pasien

yang bersedia melakukan kegiatan dengan menunjukkan

keaktifan/kerajinannya.

4) Produktif dalam melakukan kegiatan, yaitu adanya hasil perbuatan yang

dapat diamati/observasi, baik kualitas maupun kuantitasnya.

5) Terampil dalam melakukan kegiatan/pekerjaan, yaitu sejauhmana pasien

memiliki kemampuan, kecakapan dan keterampilan dalam melakukan

tindakannya (wajar, tidak kaku, enak dilihat orang sehingga tidak

menimbulkan rasa khawatir bagi petugas/orang lain).

6) Menghargai hasil pekerjaan dan milik pribadi, yaitu tingkah laku pasien

untuk menghargai (punya tenggang rasa) terhadap hasil pekerjaannya

sendiri dan hasil pekerjaan orang lain.

7) Bersedia menerima perintah, larangan dan kritik, yaitu sikap dan perbuatan

pasien terhadap perintah, larangan maupun kritik dari orang lain. Sikap dan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

perbuatan tersebut berupa reaksi pasien bila diperintah/disuruh,

dilarang/dikritik, reaksi tersebut dapat lambat, cepat, menolak, tak

mengindahkan dan sebagainya.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Ketidakmampuan

Bersosialisasi pada Pasien Skizofrenia

Birchwood (1987, dikutip dari Purba, 2009) membuktikan bahwa

munculnya gejala-gejala kekambuhan dan ketidakmampuan adaptasi sosial pada

penderita skizofrenia adalah berhubungan dengan cara dan efektivitas keluarga

dalam mengatasi permasalahan, hilangnya kohesi dalam keluarga, cara

mengambil keputusan yang tidak konsisten dan beban keluarga yang dirasa

berlebihan. Liberman (1989) menambahkan bahwa yang mengakibatkan makin

buruknya ketidakmampuan bersosialisasi diantara penderita skizofrenia adalah

jumlah dan bentuk stressor dalam kehidupan, ketidakmampuan menyelesaikan

masalah dan dukungan sosial yang kurang.

Penelitian Klerman pada tahun 1971 menggambarkan bahwa timbulnya

social functioning impairment diakibatkan oleh tingkah laku simptomatik yang

dialami oleh penderita skozofrenia tersebut. Weissman dan Bothwell pada tahun

1976 melanjutkan penelitian tersebut dan menambahkan bahwa semakin buruk

simptomatik psikiatriknya akan semakin buruk juga social functioning (Purba,

2009).

Direktorat Kesehatan Jiwa (1997, dikutip dari Purba, 2009) menyatakan

bahwa kadang-kadang pasien skizofrenia tidak dapat diterima dengan baik oleh

lingkungan keluarga dan masyarakat yang dapat menimbulkan dan memperparah

Universitas Sumatera Utara

Page 17: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

ketidakmampuan bersosialisasi yang diderita oleh penderita skizofrenia. Hal ini

disebabkan oleh bermacam faktor, diantaranya adalah:

a. Sebagian masyarakat percaya kecacatan akibat hukuman Tuhan, pengaruh

makhluk halus dan akibat berhubungan dengan penderita skizofrenia,

karenanya keluarga dan masyarakat menempatkan penderita di rumah. Kondisi

ini akan mengakibatkan penderita mempunyai perasaan bahwa kedudukannya

dalam keluarga kurang penting dibandingkan lainnya.

b. Akibat gangguan yang dideritanya beberapa penderita skizofrenia terlihat

berbeda dalam penampilan, cara berbicara dan tingkah lakunya, sehingga

keluarga dan masyarakat sering mempunyai pendapat bahwa penderita

skizofrenia berbeda dengan mereka.

c. Anak-anak atau orang dewasa terkadang tidak memperhatikan apa yang

dikatakan penderita atau menertawakan kesulitan penderita. Mereka

memandang penderita kurang penting dibandingkan masyarakat lain.

d. Keluarga dan masyarakat yang menetawarkan penderita skozofrenia karena

mereka tidak mengerti penderita skizofrenia dan tidak mengetahui mengenai

kecacatan dan penyebabnya.

3. Terapi

3.1 Terapi Psikofarmaka

3.1.1 Clorpromazine

Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai

realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu,

berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan

Universitas Sumatera Utara

Page 18: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi

kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan

kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)

antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung

tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.

Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson).

Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik,

agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap

penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).

3.1.2 Haloperidol (HLP)

Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental

serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti

gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan

infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,

penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).

3.1.3 Trihexyphenidil ( THP )

Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan

idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine.

Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing,

mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi

urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma

sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

3.2 Terapi Individu

Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat

diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing

strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi

penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan

kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain,

mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-

bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat

mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien

mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien

memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu

kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan

menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba,

dkk. 2008)

3.3 Terapi Kelompok

3.3.1 Definisi

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu

dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart &

Laraia, 2001 dikutip dari Keliat, 2005). Terapi kelompok adalah terapi psikologi

yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan

gangguan interpersonal (Yosep, 2008 dikutip dari Keliat, 2005). Terapi aktivitas

kelompok adalah terapi yang ditujukan kepada kelompok klien dalam melakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 20: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

kegiatan untuk menyelesaikan masalah dan mengubah perilaku

maladaptif/destruktif menjadi adaptif/ konstruksi (Keliat, 2005).

3.3.2 Tujuan dan Fungsi Kelompok

Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan

orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kelompok

berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama

lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah (Keliat, 2005).

3.3.3 Besar Kelompok

Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang

anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut

Stuart & Laraia adalah 7-10 orang, menurut Lancester adalah 10-12 orang,

sedangkan menurut Rawlins, Williams, dan menurut Beck adalah 5-10 orang. Jika

anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat

kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu

kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi (Keliat, 2005).

3.3.4 Lamanya Sesi

Menurut Stuart & Laraia waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40

menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok

yang tinggi. Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian

tahap kerja dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada

tujuan kelompok, dapat satu kali / dua kali per minggu, atau dapat direncanakan

sesuai dengan kebutuhan (Keliat, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

3.3.5 Jenis-Jenis Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Terapi aktivitas kelompok dibagi empat jenis, yaitu terapi aktivitas

kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi

sensoris, terapi aktivitas kelompok orientasi realitas, dan terapi aktivitas kelompok

sosialisasi (Keliat, 2005).

3.3.6 Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)

Terapi aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi ( TAKS ) adalah upaya

memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan

sosial (Keliat, 2005).

3.3.7 Tujuan TAKS

Menurut Keliat (2005), tujuan umum TAK sosialisasi yaitu klien dapat

meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. Sementara,

tujuan khususnya adalah:

a. Klien mampu memperkenalkan diri

b. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok

c. Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok

d. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan

e. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang

lain

f. Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok

g. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang

telah dilakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: ISOLASI SOSIAL%20II.pdf

3.3.8 Aktivitas dan Indikasi

Aktivitas TAKS dilakukan sebanyak tujuh sesi yang melatih kemampuan

sosialisasi klien (terlampir). Klien yang mempunyai indikasi TAKS adalah klien

dengan gangguan hubungan sosial berikut:

a. Klien menarik diri yang telah mulai melakukan interaksi interpersonal.

b. Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespons sesuai dengan

stimulus.

3.3.9 Sesi-Sesi Dalam Pelaksanaan TAKS

Sesi pertama bertujuan agar klien mampu memperkenalkan diri dengan

menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi. Sesi kedua bertujuan

agar klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok. Sesi ketiga bertujuan

agar klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok. Sesi keempat

bertujuan agar klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan

anggota kelompok. Sesi kelima bertujuan agar klien mampu menyampaikan dan

membicarakan masalah pribadi dengan orang lain. Sesi keenam bertujuan agar

klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok. Sesi ketujuh

bertujuan agar klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan

kelompok yang telah dilakukan.

Universitas Sumatera Utara