islamic social reporting

14
ISLAMIC SOCIAL REPORTING (ISR) Oleh Usmar, Dani. Social reporting adalah perluasan dari sistem pelaporan keuangan yang merefleksikan perkiraan yang baru dan yang lebih luas dari masyarakat sehubungan dengan peran komunitas bisnis dalam perekonomian (Hannifa, 2002). Sedangkan menurut Gray et al (1987) Social reporting adalah suatu proses untuk mengkomunikasikan efek sosial dan lingkungan akibat dari tindakan ekonomi yang dilakukan oleh suatu perusahaan kepada masyarakat. Banyak pendapat yang menjelaskan mengenai pengungkapan Social reporting. Lewis dan Unerman (1999) menyatakan bahwa kode etik dalam social reporting dapat diterima oleh beberapa kelompok namun tidak dapat diterima oleh kelompok yang lainnya. Tidak ada cara yang paling tepat untuk menentukan yang mana kode etik yang paling tepat. Selain itu Gray, at al (dalam Mali, 2006) mengatakan bahwa mengidentifikasi tanggung jawab sebuah organisasi merupakan suatu masalah karena tanggung jawab terus berubah-ubah setiap waktu. Islam telah menjelaskan dengan cukup jelas mengenai hak dan kewajiban baik itu bagi individu maupun bagi organisasi berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu masalah mengenai perbedaan tanggung jawab akibat berbeda tempat atau pun waktu menjadi tidak relevan dalam Islam (Maali, 2006). Syariah Islam telah menjelaskan norma hubungan antara manusia dan juga bagaimana suatu bisnis itu dijalankan (muamalah). Oleh sebab itu suatu bisnis yang berdasarkan syariah seharusnya memiliki peran yang lebih jelas di dalam masyarakat. Islam adalah agama yang secara lengkap mengatur seluruh aspek kehidupan manusia di muka bumi. Siwar dan Hossain (2009) menyatakan bahwa landasan dasar dari agama Islam adalah aqidah (belief and faith), ibadah (worship), dan akhlaq (morality and ethics). Selain itu, ada prinsip lain yang sangat mendasar bagi setiap Muslim yakni tauhid (mengesakan Allah Subhanallahu wa Ta‟ala) dalam beribadah dan tidak menyekutukannya yang sesuai dengan firman Allah Subhanaahu wa Ta‟ala dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 64 mengenai orang yang berhak menyandang gelar seorang Muslim:

Upload: dani-usmar-martawisastra

Post on 12-Apr-2016

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ISR

TRANSCRIPT

Page 1: Islamic Social Reporting

ISLAMIC SOCIAL REPORTING (ISR) Oleh Usmar, Dani.

Social reporting adalah perluasan dari sistem pelaporan keuangan yang merefleksikan perkiraan

yang baru dan yang lebih luas dari masyarakat sehubungan dengan peran komunitas bisnis dalam

perekonomian (Hannifa, 2002). Sedangkan menurut Gray et al (1987) Social reporting adalah

suatu proses untuk mengkomunikasikan efek sosial dan lingkungan akibat dari tindakan ekonomi

yang dilakukan oleh suatu perusahaan kepada masyarakat.

Banyak pendapat yang menjelaskan mengenai pengungkapan Social reporting. Lewis dan

Unerman (1999) menyatakan bahwa kode etik dalam social reporting dapat diterima oleh beberapa

kelompok namun tidak dapat diterima oleh kelompok yang lainnya. Tidak ada cara yang paling

tepat untuk menentukan yang mana kode etik yang paling tepat. Selain itu Gray, at al (dalam Mali,

2006) mengatakan bahwa mengidentifikasi tanggung jawab sebuah organisasi merupakan suatu

masalah karena tanggung jawab terus berubah-ubah setiap waktu.

Islam telah menjelaskan dengan cukup jelas mengenai hak dan kewajiban baik itu bagi individu

maupun bagi organisasi berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu masalah mengenai

perbedaan tanggung jawab akibat berbeda tempat atau pun waktu menjadi tidak relevan dalam

Islam (Maali, 2006). Syariah Islam telah menjelaskan norma hubungan antara manusia dan juga

bagaimana suatu bisnis itu dijalankan (muamalah). Oleh sebab itu suatu bisnis yang berdasarkan

syariah seharusnya memiliki peran yang lebih jelas di dalam masyarakat.

Islam adalah agama yang secara lengkap mengatur seluruh aspek kehidupan manusia di muka

bumi. Siwar dan Hossain (2009) menyatakan bahwa landasan dasar dari agama Islam adalah

aqidah (belief and faith), ibadah (worship), dan akhlaq (morality and ethics). Selain itu, ada

prinsip lain yang sangat mendasar bagi setiap Muslim yakni tauhid (mengesakan Allah

Subhanallahu wa Ta‟ala) dalam beribadah dan tidak menyekutukannya yang sesuai dengan firman

Allah Subhanaahu wa Ta‟ala dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 64 mengenai orang yang

berhak menyandang gelar seorang Muslim:

Page 2: Islamic Social Reporting

Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat

(pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah kecuali kepada

Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak

menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka

katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah bahwa kami adalah orang Muslim.

Allah Subhanaahu wa Ta’ala telah menciptakan manusia sebagai sebaik-baiknya makhluk di muka

bumi. Sebagai makhluk yang paling sempurna yang Allah Subhanaahu wa Ta’ala ciptakan sudah

sepatutnya manusia selalu menjalani segala perintah dan menjauhi larangan-Nya dimana yang

berhubungan dengan hal ini adalah merusak lingkungan.

Menurut konsep etika dalam Islam tersebut terbentuk akuntabilitas dalam perspektif ekonomi

Islam yaitu pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan sesuai dengan prinsip syariah. Dalam

ekonomi konvensional, pelaporan tanggung jawab sosial dikenal sebagai perpanjangan dari sistem

pelaporan keuangan yang merefleksikan ekspektasi sosial yang lebih luas sehubungan dengan

peran masyarakat dalam ekonomi atau kegiatan bisnis perusahaan. Terkait dengan hal tersebut,

Haniffa (2002) berpendapat bahwa pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan pada sistem

konvensional hanya berfokus pada aspek material dan moral. Ia menambahkan bahwa seharusnya

aspek spiritual juga dijadikan sebagai fokus utama dalam pelaporan tanggung jawab sosial

perusahaan karena para pembuat keputusan Muslim memiliki ekspektasi agar perusahaan

mengungkapkan informasi-informasi terbaru secara sukarela guna membantu dalam pemenuhan

kebutuhan spiritual mereka. Oleh karena itu, ia memandang bahwa perlu adanya kerangka khusus

untuk pelaporan pertanggungjawaban sosial yang sesuai dengan prinsip Islam.

Kerangka tersebut tidak hanya berguna bagi para pembuat keputusan Muslim, tetapi juga berguna

bagi perusahaan Islam dalam memenuhi pertanggungjawabannya terhadap Allah Subhanaahu Wa

Ta’Ala dan masyarakat. Kerangka ini dikenal dengan sebutan Islamic Social Reporting (ISR).

Islamic Social Reporting (ISR) menggunakan prinsip syariah sebagai landasan dasarnya. Prinsip

syariah dalam ISR menghasilkan aspek-aspek material, moral, dan spiritual yang menjadi fokus

utama dari pelaporan sosial perusahaan. Islamic Social Reporting (ISR) merupakan perluasan dari

pelaporan sosial yang tidak hanya berupa keinginan besar dari seluruh masyarakat terhadap

Page 3: Islamic Social Reporting

peranan perusahaan dalam ekonomi melainkan berkaitan dengan perspektif spiritual

(Haniffa,2002). Indeks ISR diyakini dapat menjadi pijakan awal dalam hal standar pengungkapan

CSR yang sesuai dengan perspektif Islam. Penerapan ISR pada perbankan syariah telah dilakukan

oleh penelitian sebelumnya. Gray, Owen dan Adams (1996)

ISR lebih menekanan terhadap keadilan sosial dalam pelaporannya selain pelaporan terhadap

lingkungan, kepentingan minoritas dan karyawan. Hal ini menyangkut masalah yang berkaitan

dengan kesejahteraan masyarakat dalam praktik perdagangan yang tidak merata (Sulaiman, 2005)

seperti pendistribusian pendapatan (dikenal sebagai zakat). Faktor penting yang menjadi dasar

syariah dalam pembentukan Islamic Social Reporting (ISR) adalah Tauhid (Tuhan Yang Esa) dan

tidak menyekutukan-Nya, menyerahkan segala urusan kepada Allah dan tunduk terhadap segala

perintah-Nya, meyakini bahwa kepunyaan Allah-lah Kerajaan langit dan bumi (Qur’an 57:5), dan

kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan (Qur’an 2:28). Hal tersebut mengarahkan

pandangan seorang Muslim untuk mau menerima segala ketentuan yang telah ditetapkan oleh

Syariat Islam berdasarkan dua sumber utama yaitu Qur’an dan Hadist. Syariah menjadi dasar

dalam setiap aspek kehidupan seorang muslim dan sangat berpengaruh dalam kemakmuran seluruh

umat (masyarakat).

Beberapa hasil penelitian mengenai Islamic Social Reporting selalu dihubungkan dengan faktor-

faktor yang mempengaruhinya. Othman et al. (2009) menemukan bahwa ukuran perusahaan,

profitabilitas, dan komposisi komisaris. Penelitian terdahulu lainnya pernah dilakukan oleh Rifki

(2013) dan Widiawati (2012), penelitian Rifki (2013) merupakan pengembangan dari penelitian

Othman et al. Sementara Widiawati (2012) dalam penelitiannya menggunakan ukuran Perusahaan,

Profitabilitas, Tipe Industri, Jenis Bank. Penelitian lain tentang faktor-faktor Islamic Social

Reporting Indeks diantaranya Amalia Nurul Raditya (2012) menggunakan faktor Penerbitan

Sukuk, Ukuran perusahaan, Propitabilitas, Jenis Industri, dan umur perusahaan sebagai faktor-

faktor yang memengaruhi ISR. Arum Siti Demayanti Putranto (2013) menggunakan faktor sharia

board report, perusahaan yang memiliki keanggotaan di AAOIFI, sharia governance sharia board,

tekanan sosial dan politik, rasio penduduk Muslim, variabel kontrol ukuran perusahaan. Rifki

Nurman (2013) menggunakan faktor Porsi Kepemilikan, Ukuran Dewan Komisaris, Status

Page 4: Islamic Social Reporting

Perusahaan, Tipe Perusahaan, Ukuran Perusahaan , Tingkat laba, sebagai faktor-faktor yang

memengaruhi ISR.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ISR merupakan indek pertangungjawaban

sosial berbasis syariah dari entitas perusahaan dengan penekanan pada pendistribusian keadilan

sosial dan kemakmuran kepada seluruh komponen stakeholder dalam pengungkapannya

menyangkut aspek-aspek material, moral dan spiritual. Adapun faktor-faktor Islamic Social

Reporting yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaaan

menurut berbagai cara antara lain dengan ukuran pendapatan, total aset, dan total modal (Brigham

dan Houston, 2001). Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu

perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size) dan perusahaan kecil (small

firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan (Machfoedz,

1994).

Ukuran perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total aktiva, penjualan, atau modal dari

perusahaan tersebut. Salah satu tolok ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah

ukuran aktiva dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan

bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas

perusahaan positif dan dianggap memilki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama,

selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan

laba dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil (Daniati dan Suhairi, 2003).

Aktiva merupakan tolok ukur besaran atau skala suatu perusahaan. Biasanya perusahaan besar

mempunyai aktiva yang besar pula nilainya. Secara teoritis perusahaan yang lebih besar

mempunyai kepastian (certainty) yang lebih besar daripada perusahaan kecil sehingga akan

mengurangi tingkat ketidakpastian mengenai prospek perusahaan ke depan, hal tersebut membantu

investor memprediksi risiko yang mungkin terjadi jika berinvestasi pada perusahaan tersebut

(Yolana dan Martini, 2005).

Page 5: Islamic Social Reporting

Suatu perusahaan yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal,

sementara perusahaan baru dan masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk melakukan

akses ke pasar modal. Selain itu, ukuran perusahaan turut menentukan tingkat kepercayaan

investor, semakin besar perusahaan semakin dikenal masyarakat yang berarti semakin mudah

untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan (Hartono, 2003).

Semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang tersedia untuk investor dalam

pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi dalam perusahaan tersebut semakin banyak

(Siregar dan Utama, 2005). Pengungkapan sosial yang lebih besar merupakan pengurangan biaya

politis bagi perusahaan (Hasibuan, 2001). Dengan mengungkapkan kepedulian pada lingkungan

melalui pelaporan keuangan, maka perusahaan dalam jangka waktu panjang bisa terhindar dari

biaya yang sangat besar akibat dari tuntutan masyarakat. Selain itu, perusahaan yang berukuran

lebih besar cenderung memiliki public demand terhadap informasi yang lebih tinggi dibanding

perusahaan yang berukuran lebih kecil. Banyaknya pemegang saham menandakan jika perusahaan

tersebut memerlukan lebih banyak pengungkapan yang dikarenakan adanya tuntutan dari para

pemegang saham dan para analisis pasar modal (Gunawan, 2001). Cowen et al (1987) dalam

Sembiring (2003) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar mungkin akan memiliki

pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan dalam laporan

tahunan, yang merupakan media untuk menyebarkan informasi tentang tanggung jawab sosial

keuangan perusahaan. Ayu (2010) menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak hanya memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan sukarela, melainkan juga terhadap

tingkat pengungkapan wajib.

Adanya dugaan bahwa perusahaan yang kecil akan mengungkapkan lebih rendah kualitasnya

dibandingkan dengan perusahaan besar, menurut Buzby (dalam Hasibuan, 2001). Hal ini karena

perusahaan ketiadaan sumber daya dan dana yang cukup besar dalam laporan tahunan. Seorang

menajeman khawatir apabila dengan adanya pengungkapan yang lebih banyak akan

membahayakan posisi perusahaan terhadap kompetitor lain. Ketersediaan sumber daya dan dana

membuat perusahaan merasa perlu membiayai penyediaan informasi untuk pertanggungjawaban

sosialnya.

Page 6: Islamic Social Reporting

Ukuran perusahaan adalah rata-rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai

beberapa tahun. Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka

akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil daripada

biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian (Brigham dan Houston

2001).

Selanjutnya definisi lain terkait perusahaan ukuran perusahaan adalah proksi volatilitas

operasional dan inventory cotrolability yang seharusnya dalam skala ekonomis besarnya

perusahaan menunjukkan pencapaian operasi lancar dan pengendalian persediaan (Mukhlasin,

2002). Selain itu terdapat juga definisi tentang ukuran perusahaan yang dinyatakan sebagai

karakteristik suatu perusahaan dalam hubungannya dengan stuktur perusahaan (Lang dan

Lundholm, 1996).

Sedangkan menurut Ferry dan Jones (dalam Sujianto, 2001), ukuran perusahaan menggambarkan

besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata–rata

total penjualan dan rata–rata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya

asset yang dimiliki oleh perusahaan.

Dari uraian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya (ukuran) perusahaan

akan berpengaruh terhadap struktur modal dengan didasarkan pada kenyataan bahwa semakin

besar suatu perusahaan mempunyai tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi sehingga

perusahaan tersebut akan lebih berani mengeluarkan saham baru dan kecenderungan untuk

menggunakan jumlah pinjaman juga semakin besar pula

Tingkat Laba

Pengungkapan mengenai pertanggungjawaban sosial perusahaan mencerminkan suatu pendekatan

perusahaan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan yang dinamis dan bersifat multidimensi.

Hubungan antara pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan profitabilitas perusahaan

telah diyakini mencerminkan pandangan bahwa reaksi sosial memerlukan gaya manajerial yang

Page 7: Islamic Social Reporting

dilakukan oleh pihak manajemen untuk membuat suatu perusahaan memperoleh keuntungan

(Bowman dan Haire, 1976 dalam Sembiring, 2003).

Tingkat laba (rate of profit) dikenal juga sebagai ROI. ROI adalah hasil di suatu investasi saat ini

atau masa lampau, atau hasil yang diperkirakan di suatu investasi masa depan. ROI pada umumnya

dinyatakan sebagai persentase dibanding/bukannya nilai sistim desimal.

ROI tidak mengindikasikan berapa lama suatu investasi dikelola. Bagaimanapun, ROI paling

sering dinyatakan sebagai suatu tingkat pengembalian tahunan, dan paling sering dinyatakan untuk

suatu tahun fiskal atau penanggalan.

Menurut Munawir (1195:89) ROI (Return On Investment) adalah salah satu bentuk dari rasio

profitabilitas yang dimaksudkan dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan

dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk

menghasilkan keuntungan.

Sedangkan menurut Abdullah Faisal (2002:49) ROI ini sering disebut Return On Total Assets

dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan

menggunakan keseluruhan aktiva yang dimilikinya.

Terkait pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan bahwa profitabilitas merupakan faktor

yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada manajemen untuk mengungkapkan

pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Hal ini merupakan cerminan dari pendekatan

manajerial dalam mengahadapi lingkungan yang dinamis dan multidimensional serta kemampuan

untuk mempertemukan tekanan sosial dengan reaksi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian,

ketrampilan manajemen perlu dipertimbangkan untuk survive dalam lingkungan perusahaan masa

kini (Cowen et al. 1987 dalam Hasibuan, 2001). Heinze (1976) dalam Gray et al. (1995). Hal ini

berarti semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan

informasi sosial.

Dari berbagai pendapat di atas tingkat laba merupakan pengembalian keuntungan atas investasi.

Pencapaian tingkat laba (rate of profit) yang tinggi adalah tujuan dari suatu perusahaan untuk

Page 8: Islamic Social Reporting

kelangsungan kegiatan usahanya, laba yang diperoleh merupakan selisih dari pendapatan dengan

semua biaya. Tingkat laba biasa orang mengatakan dengan istilah ROI yang dinyatakan dalam

bentuk persentase dan bukan dalam nilai decimal serta tidak memberikan indikasi berapa lamanya

suatu investasi. Kaitan dengan pengungkapan informasi sosial semakin tinggi rate of profit maka

semakin tinggi pengungkapan informasi sosialnya.

Tipe Perusahaan

Profil perusahaan telah diidentifikasi sebagai faktor potensial yang mempengaruhi praktek

pengungkapan sosial perusahaan. Berikut beberapa penelitian yang telah membuktikan secara

empiris bahwa tipe industri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

pengungkapan perusahaan kepada masyarakat. Cooke (dalam Gunawan, 2002) menyatakan bahwa

luas pengungkapan dalam laporan tahunan mungkin tidak sama untuk semua sektor ekonomi.

Menurut Verreccia (dalam Suripto, 2000) biaya proprietary (politik dan competitive disadvantage)

berbeda antar industri. Disamping itu, menurut Meek, Robert dan Gray (dalam Suripto, 2000)

relevansi item pengungkapan tertentu berbeda-beda antar industri. Dalam penelitian Suripto

(2000) menggunakan variabel industri yang dikelompokkan ke dalam perusahaan bank dan non

bank, tetapi hasilnya tidak signifikan.

Gunawan (2002) mengatakan bahwa perusahaan jasa mempunyai kualitas pengungkapan sukarela

yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan non jasa. Dalam penelitian lainnya, para

peneliti mengelompokkan perusahaan-perusahaan ke dalam jenis industri tertentu.

Pengelompokkam jenis industri dilakukan sesuai dengan tujuan masing-masing penelitian. Ho dan

Wong (2001) mengelompokkan menjadi industri konglomerasi, perbankan dan keuangan,

manufaktur, dan lain-lain, Akhtaruddin (2005) memgelompokkan menjadi perusahaan tradisional

dan modern, Haniffa dan Cooke (2005) mengelompokkan menjadi sektor perbankan, asuransi

industrial, dan jasa.

Penulis dalam pelitian ini mengelompokkan tipe industri menjadi perusahaan yang masuk ke

dalam industri manufaktur dan non-manufaktur yang serupa dengan penelitian yang pernah

dilakukan oleh Cook (1989), Cooke (1992), Hossain et al. (2006), dan Omar dan Simon (2011)

Page 9: Islamic Social Reporting

yang membuktikan bahwa perusahaan pada industri manufaktur melakukan pengungkapan yang

lebih luas dibandingkan dengan perusahaan pada industri non manufaktur.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa profil perusahaan merupakan

karakteristik suatu perusahaan yang dapat mengakibatkan perbedaan luas dan kualitas

pengungkapan informasi yang disajikan oleh perusahaan termasuk yang berkaitan dengan

pengungkapan sosial perusahaan.

Jenis Bank Mitra Perusahaan

Dilarangnya praktik riba dalam bank syariah diharapkan dapat meningkatkan tata kelola

perusahaan yang meliputi pertanggungjawaban sosial perusahaan, sebagai pembanding antar

lembaga keuangan lainnya hal ini akan tercermin pada pengungkapan risiko yang diterima,

instrumen keuangan yang bebas bunga dan kontrak pembagian hasil akan diperlakukan sama besar

oleh setiap nasabah maupun bank itu sendiri.

Bank syariah bersifat akuntabilitas terhadap beberapa stakeholders yaitu investor, kreditur,

pemilik dan pemegang saham, manajemen, panitia amil zakat, pemerintah, masyarakat, karyawan,

konsumen dan para pembayar zakat. Adanya pengaturan yang kuat dan pengungkapan yang

meningkat di dalam bank syariah dapat mempertinggi kepercayaan stakeholder.

Salah satu perbedaan yang signifikan antara struktur tata kelola lembaga keuangan konvensional

dengan lembaga keuangan syariah adalah adanya Dewan Pengawas Syariah dan Unit Peninjau

Syariah (Grais dan Pellegrini, 2006) yang memiliki tugas utama untuk meningkatkan tata kelola

perusahaan pada bank syariah agar senantiasa syar’i.

Meningkatkan kesejahteraan sosial dan akuntabilitas merupakan tujuan dari lembaga keuangan

syariah yang berdasarkan prinsip Islam (Farook dan Lanis, 2005). Menurut konsep Islam, sasaran

terhadap moral masyarakat harus diintegrasikan ke dalam strategi dan tujuan bisnis lembaga

keuangan syariah. Oleh karena itu, bagi lembaga keuangan syariah, pengungkapan

pertanggungjawaban sosial adalah tujuan utama mereka dibandingkan dengan aktifitas bisnisnya

(Hassan dan Abdul Latif, 2009) dalam Widiawati (2012).

Page 10: Islamic Social Reporting

Berkembangnya lembaga keuangan syariah di Indonesia menjadikan beberapa perusahaan

maupun tiap individu mempercayakan dana keuangannya untuk disimpan dan dikelola dalam

lembaga keuangan syariah yang telah dipilihnya. Berbagai syarat dan tujuan yang dimiliki oleh

bank syariah yang sesuai dengan prinsip Islam menjadikan faktor yang selalu diperhitungkan bagi

perusahaan maupun individu yang akan menggunakan pelayanan lembaga keuangan syariah. Bank

syariah dirasa memiliki tujuan yang lebih besar terhadap masyarakat dibandingkan dengan bank

konvesional yang dirasa hanya manguntungkan dari segi finansialnya saja kepada para

nasabahnya.

Dari perspektif Islam, perusahaan harus bersedia untuk memberikan pengungkapan penuh tanpa

melihat apakah perusahaan memberikan keuntungan atau tidak (Haniffa, 2002). Namun, Janggu

(2004) berpendapat bahwa perusahaan dengan profiatabilitas yang lebih tinggi kemungkinan akan

mengungkapkan informasi yang lebih dibandingkan perusahaan dengan profitabilitas yang kurang.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mitra perusahaan dalam bidang keuangan

dapat berupa lembaga keuangan bank dan non bank berpola konvensional maupun syariah.

Keputusan pemilihan bank mitra perusahaan akan berimbas kepada luas pengungkapan informasi

dan instrumen laporan keuangan termasuk juga pada pengakuan dan perlakuan resiko dan imbal

balik dari hubungan kemitraan tersebut.

Kepemilikan Saham Publik Perusahaan

Kepemilikan saham oleh publik maksudnya adalah jumlah saham yang dimiliki oleh publik.

Pengertian publik disini adalah pihak individu di luar manajemen dan tidak memiliki hubungan

istimewa dengan perusahaan. Semakin besar proporsi kepemilikan saham publik, semakin banyak

pihak yang membutuhkan informasi tentang perusahaan, sehingga banyak pula butir-butir

informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan. Semakin besar saham yang dimiliki oleh

publik, akan semakin banyak informasi yang diiungkapkan dalam laporan tahunan, investor ingin

memperoleh informasi seluas-luasnya tentang tempat berinvestasi serta dapat mengawasi kegiatan

manajemen, sehingga kepentingan dalam perusahaan terpenuhi (A’inun Na’im dan Fuad Rakhman

2000).

Page 11: Islamic Social Reporting

Kepemilikan saham oleh publik umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor

perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan publik yang besar mengindikasikan kemampuannya

untuk memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan publik maka semakin efisien

pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap

pemborosan yang dilakukan oleh manajemen (Faizal, 2004 dalam Arif, 2006).

Perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh publik akan melakukan pengungkapan tanggung jawab

sosial yang lebih besar daripada perusahaan yang sahamnya tidak dikuasai oleh publik. Perusahaan

yang sudah lama berdiri akan memiliki tanggung jawab sosial yang semakin besar, karena semakin

tingginya kepercayaan investor dan masyarakat luas. Akibatnya, perusahaan harus memberikan

informasi yang seluas-luasnya kepada investor dan masyarakat luas, tidak hanya berupa laporan

keuangan tetapi juga berupa pengungkapan tanggung jawab sosial.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor kepemilikan saham publik

merupakan jumlah saham beredar dan dimiliki masyarakat yang jumlah besarannya dapat

berimbas pada jenis informasi, luas dan kualitas pengungkapan informasi yang harus disediakan

oleh perusahaan.

Ukuran Dewan Komisaris

Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal perusahaan, memiliki peranan

terhadap aktivitas pengawasan. Vafeas (2000) mengatakan bahwa selain kepemilikan manajerial,

peranan dewan komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat

manajemen laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan. Fungsi monitoring yang

dilakukan oleh dewan komisaris dipengaruhi oleh jumlah atau ukuran dewan komisaris.

Chtourou et al (2001) menginvestigasi apakah praktek tata kelola perusahaan (corporate governance)

memiliki pengaruh kepada kualitas informasi keuangan yang dipublikasikan. Mereka menemukan

bahwa earnings management secara signifikan berhubungan dengan beberapa praktik governance oleh

dewan komisaris dan komite audit. Untuk komite audit, income increasing earning management secara

negatif berasosiasi dengan proporsi anggota (member) yang besar dari luar yang bukan merupakan

manejer pada perusahaan lain. Untuk dewan komisaris, income increasing earning management yang

Page 12: Islamic Social Reporting

rendah pada perusahaan yang memiliki outside board members yang berpengalaman sebagai board

members pada perusahaan dan pada perusahaan yang lain.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor ukuran dewan komisaris

merupakan tata kelola perusahaan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba melalui

pembatasan manajemen laba sehingga akhirnya dapat berdampak juga pada luas dan kualitas

pengungkapan informasi yang harus disediakan perusahaan.

Status Perusahaan

Afiliasi dapat diartikan sebagai hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai

derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; hubungan antara dua perusahaan dimana

terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama hubungan; hubungan

antara dua perusahaan yang dikendalikan, baik secara langsung maupun tidak langsung oleh pihak

yang sama; atau hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.

Menurut De George secara khusus membedakan dua macam mengenai status perusahaan yaitu

merupakan Legal-creator, yaitu sepenuhnya perusahaan sebagai ciptaan hukum, dan karena itu

hanya berdasarkan hukum. Menurut pandangan ini, perusahaan diciptakan oleh negara dan tidak

mungkin ada tanpa negara. Selanjutnya pandangan Legal-recognition, yaitu perusahaan sebagai

suatu usaha bebas dan produktif tidak dibentuk oleh negara. Menurut pandangan ini, perusahaan

terbentuk oleh orang atau kelompok orang tertentu untuk melakukan kegiatan tertentu dengan cara

tertentu secara bebas demi kepentingan orang atau orang-orang tadi.

Menurut Susanto (1992) dalam Fitriani (2001), Afiliasi perusahaan dengan perusahaan asing

(multinasional) mungkin akan melakukan pengungkapan yang lebih luas. Terdapat beberapa

alasan mengenai dugaan ini. Pertama, perusahaan berbasis asing mendapatkan pelatihan yang lebih

baik, misalnya dalam bidang akuntansi, dari perusahaan induknya diluar negeri. Kedua,

perusahaan berbasis asing mungkin mempunyai sistem informasi manajemen yang lebih efisien

untuk memenuhi kebutuhan pengendalian internal dan kebutuhan informasi perusahaan induknya.

Ketiga, kemungkinan juga terdapat permintaan informasi yang lebih besar kepada perusahaan

berbasis asing dari pelanggan, pemasok, analisis dan masyarakat pada umumnya. Perusahaan

Page 13: Islamic Social Reporting

dengan status yang berbeda akan memiliki stakeholders yang berbeda, sehingga tingkat

kelengkapan pengungkapan yang harus dilakukan pun berbeda.

Perusahaan dengan status PMA akan memberikan pengungkapan yang lebih luas dibanding

perusahaan domestik. Perusahaan besar dianggap mempunyai informasi yang lebih banyak

dibandingkan perusahaan kecil

Dapat disimpulkan bahwa status perusahaan merupakan identitas dari perusahaan yang dapat

dilihat dari proses pembentukannya secara yuridis dan hubungan parentalnya dengan mayoritas

para pemilik modal, yang akan berimbas kepada luas dan kualitas pengungkapan informasi.

Pustaka

Abdulhamid, M. 2005. Islamic Banking. Departement of Economics Carleton University

Ottawa, Ontario

Abdullah V, Daud & Keon Chee (20120. Buku Pintar Keuangan Syariah; Cara mudah

Memahami Prinsip, Praktik, Prospek dan Keunggulan Keuangan Islam di Zaman

Kita. Zaman.

Abdurrachman, Yusuf dan Unti Ludigdo. 2004. Dekonstruksi Nilai-nilai Agency Theory

dengan Nilai-nilai Syariah: Suatu Upaya Membangun Prinsip-Prinsip Akuntansi

Bernafaskan Islam. Prosiding Simposium Nasional Ekonomi Islami II, PPBEI

FE Universitas Brawijaya, Malang

Abu-Tapanjeh, A. M. (2009). Corporate Governance from the Islamic Perspective: A

Comparative Analysis With OECD Principles. Critical Perspective on

Accounting, 20. 556-567.

Achmad. (2011). Faktor-Faktor Fundamental, Mekanisme Corporate Governance,

Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Manufaktur

Dan Sumber Daya Alam Di Indonesia. Dinamika Keuangan dan Perbankan. pg.

38-54.

Adams, Carol., Hill W and Clare B. Roberts. 1998. Corporate Social Reporting Practices in

Western Europe: Legitimating Corporate Behavior?, The Accounting Review, 30:

121.

Baydoun, Nabil and Roger Willett. 2000. Islamic Corporate Report. Abacus. 36 (1):71-90

Beekun, Rafik Issa. 1996. Islamic Business Ethics. Herndon. USA. The International Institute

of Islamic Thought

Chapra. Muhammad Umer. 2008.The Islamic Vision of Development in the Light of the

Maqāsid AlSharī‘ah. The Islamic Foundation. Leicester, UK

Cheng, Megawati dan Yulius Jogi Christiawan. 2010. Pengaruh Pengungkapan Corporate

Social Responsibility Terhadap Abnormal Return. Jurnal Akuntansi dan

Keuangan, Vol. 13, No. 1, Mei 2011: 24-36

Othman et al. (2009). Determinants of Islamic Social Reporting Among Top Sharia-

Page 14: Islamic Social Reporting

Approved Companies in Bursa Malaysia. Research Journal of International

Studies.

Othman, R., & Thani, A. M. (2010). Islamic Social Reporting of Listed Companies in

Malaysia. The International Business & Economics Research Journal. 9, 4. Pg.

135.

Peraturan BAPEPAM-LK Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek

Syariah.

Peraturan BAPEPAM-LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah. Peraturan

BAPEPAM-LK Nomor X.K.6 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan

Tahunan Bagi Emiten atau Perusahaan Publik.

Rahayu, Sovi Ismawati. 2007. Pengaruh Tingkat Pengungkapan Wajib dan Luas

Pengungkapan Sukarela Terhadap Kualitas Laba. Fakultas Ekonomi Universitas

YARSI.