islam sebagai agama dakwah
DESCRIPTION
dakwahTRANSCRIPT
A. Islam sebagai Agama Dakwah
Dewasa ini kita telah mengenal pembagian agama dakwah dan agama nondakwah
dari enam agama besar yang ada di dunia. Tolak ukur dalam melakukan
pengklasifikasian ini adalah berdasarkan pada ada atau tidaknya tuntutan untuk
menyebarkan ajaran agama dalam doktrinnya. Menurut Thomas W. Arnold, agama
dakwah ialah agama yang memiliki kepentingan suci untuk menyebarkan kebenaran dan
menyadarkan orang kafir sebagaimana dicontohkan sendiri oleh penggagas agama itu dan
diteruskan oleh para penggantinya1. Agama Islam, Kristen, dan Budha termasuk dalam
agama dakwah, sedangkan Agama Yahudi, Majusi, dan Hindu termasuk agama
nondakwah.
Doktrin dakwah dalam Islam diungkapkan dalam al-Qur’an dan dibuktikan
melalui jejak rekam sejarah Rasulullh SAW, para sahabat, dan para ulama. Dalam
literature-literatur dakwah, argument tekstual yang merujuk pada hal tersebut dimuat
dalam bahasan mengenai kajian dakwah. Dalam Al-qur’an misalnya, menyuruh umat
Islam untuk menyiapkan komite khusus yang berprofesi sebagai Da’I, atau mensyaratkan
dakwah sebagai jalan untuk mewujudkan sebuah masyarakat ideal. Di sisi lain, hidup
Rasulullah dibaktikan untuk mengajak orang masuk islam (beriman, dan mengimani
kenabian Muhamad), atau setidaknya mereka bersikap Islam (hidup secara damai).
Selanjutnya, kehidupan para sahabat dan ulama setelahnya juga dibaktikan untuk
menanamkan gagasan –gagasan Islam, baik melalui kebijakan politik, budaya, maupun
intelektual.2
Para ilmuwan umumnya membahas aktivitas dakwah diawali dari periode Nabi
Muhammad SAW, kalaupun ada, para ilmuwan hanya menekankan pada kajian dakwah
sebelum Rasulullah yang bersifat parsial dan lebih banyak berdasarkan informasi yang
diberikan Al-Qur’an.3
Dalam surat Yusuf (108), ditegaskan secara jelas bahwa Nabi Muhammad
merupakan pioneer dan tokoh sentral dalam penyebaran Islam. Dalam bahasa Ahmad
1 A. Ilyas Ismail, M.A dan Prio Hotman, M.A, Filsafat Dakwah,(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2011), hal 11.2 A. Ilyas Ismail, M.A dan Prio Hotman, M.A, Filsafat Dakwah,(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2011), hal 12.3 Abdul basit, Filsafat Dakwah, (Depok:PT Raja Grafindo Persada), hal 16.
Sakr, seorang pemimpin Liga Dunia Muslim Amerika dan pendiri the American Islamic
collage di Chicago bahwa, “Allah commanded the prophet Muhammad to start making
da’wa from the first day he was entrusted with the mission of Islam”
Nabi Muhammad menerima tugas sebagai sebagai Rasul sejak usia 40 tahun dan
wahyu pertama yang beliau terima adalah surat Al-Alaq ayat 1-5, yang intinya
memerintahkan Nabi Muhammad untuk membaca dengan menyebut nama Tuhan yang
telah menciptakan manusia dan diperintahkan untuk memuliakan Tuhan yang telah
mengajarkan manusia tentang segala sesuatu yang belum diketahui oleh manusia. Setelah
menerima wahyu pertama, Rasulullah melakukan dakwan secara sembunyi-sembunyi
selama tiga tahun. Selanjutnya turun surat Al-Hijr ayat 94 yang memerintahkan untuk
melakukan dakwah secara terang-terangan.
Dakwah Islam bukan sebuah propaganda , baik dalam niat, cara maupun
tujuannya. Niat dakwah adalah ikhlas, tulus karena Allah, serta bebas dari unsure-unsur
subjektivitas. Dakwah tidak boleh dikotori oleh kepentingan-kepentingan yang
tersembunyi, seperti kepentingan politik. Hal ini berdasarkan pada pemikiran one God for
all , satu Tuhan untuk seluruh manusia, sehingga niat dakwah yang tidak didasari oleh
keuniversalan tuhan menjadi tidak relevan dengan niat awalnya.
Dakwah tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Dakwah
harus disampaikan secara jujyr, terbuka, dan bebas. Kata jujur dalam dakwah setara
dengan kata al-ballagh dalam al-Qur’an, yaitu menyampaikan kebenaran secara
transparan, apa adanya, tanpa unsure kebohongan dan manipulasi. Adapun makna
terbuka dalam dakwah, mengacu pada sikap rendah hati atau tawadlu’ , mengakui
keterbatasan, bersedian menerima kritikan dan perbaikan dari luar.4 Pada prinsipnya,
kebenaran itu sangan jelas dan jiwa manusia condong kepada kebenaran. Dakwah pada
kebenaran harus didasarkan pada optimisme, bahwa kebenaran ini hanya dapat diterima
manusia dalam keadaan bebas dari paksaan dan bertanggung jawab, karena kebenaran
yang dipaksakan hanya akan menjadi kepura-puraan dalam bersikap dan beragama.
Pada hakikatnya, tujuan dakwah adalah mencapai kebenaran tertinggi, yakni
beriman dan berserah diri secara total kepada kehendak Allah (Islam). Kebenaran yang
dituju dakwah adalah kebenaran yang teranam sebagai bawaan sejak manusia terlahir ,
4 A. Ilyas Ismail, M.A dan Prio Hotman, M.A, Filsafat Dakwah,(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2011), hal 13.
yang inheren dan intrinsic dalam diri setip orang. Dakwah lebih berorientasi pada lahir
dan terbentuknya sikap manusia yang fitri dan azali. Agama sejatinya merupakan
kelanjutan dari sikap hidup yang fitri dan untuk memperkuat dan mengukuhkannya.
Inilah substansi yang diserukan dan didakwahkan Islam sejak awal kelahirannya.
Kala itu, konteks dunia Islam diliputi oleh fenomena dekadensi moral ( sikap jahiliah),
karenanya Rasulullah diutus untuk berdakwah , membangun dan memperbaiki akhlak
manusia, . kejahiliahan dan kemerosotan moral sangat tidak sesuai dengan sikap hidup
yang fitri. Jadi, Islam tidak lain adalah sikap hidup yang mengacu pada kebenaran dan
kemanusiaan.
Inilah yang pada akhirnya dapat dipahami makna Islam sebagai agama dakwah,
yang sejalan dan merupakan implementasi dari klaim Islam sendiri yang sejak awal
mendeklarasikan diri sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin.5
B. Islam rahmatan lil ‘alamin
Dalam pengertian esensial, Islam adalah sebuah sikap hidup yang berpihak pada
kebenaran dan keluhuran budi pekerti. Sebagai agama yang membawa kebenaran dan
nilai-nilai universal (umum), Islam bersifat terbuka , dan sangat diharapkan menjadi
rahmat bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini. Inilah salah satu makna dari
keuniversalan Islam yang ternyata tak hanya bersifat keluar tetapi juga bersifat kedalam.
Pada hakikatnya, inti dari semua agama langit(samawi) adalah sama, yakni
mengajarkan sikap untuk patuh pada Allah sang Maha Pencipta. Karena itu, dalam al-
Qur’an ditegaskan bahwa agama yang dibawa oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad
adalah Islam. Hal yang mendasari konsep universalisme Islam adalah pengakuan tentang
keesaan Tuhan dan kesatuan ajaran para Rasul-Nya.6
Penerapan Islam sangatlah beraneka ragam, mengikuti zaman dan tempat. Meski
begitu, keragaman penerapan Islam disatukan oleh komitmen untuk berbakti kepada
wujud yang satu, Allah SWT dengan sikap patuh terhadap perintahnya.
5 A. Ilyas Ismail, M.A dan Prio Hotman, M.A, Filsafat Dakwah,(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2011), hal 156 A. Ilyas Ismail, M.A dan Prio Hotman, M.A, Filsafat Dakwah,(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2011), hal 16
Islam sangat universal, karena merupakan titik temu dari semua ajaran agama
yang benar. Tugas Nabi Muhammad dalam konteks keuniversalam Islam menurut Al-
Qur’an adalah menjadi penengah dan saksi (al-syuhada) atas sekalian umat manusia.
Umat Nabi Muhammad menjadikan sikap Islam yang universal menjadi nama bagi
agama mereka, sebagai sebuah niat yang tulus dan ikhlas untuk berkoomitmen
kepadanya.
Makna lain dari universalisme islam dapat ditelusuri dari watak kelunturan ajaran
islam sendiri. Ajaran islam mengklaim ;sebagai yang melampaui jangkauan teritoreal dan
waktu. Adapun ;yang sering dingunakan untuk menjelaskan ini adalah al-islamu shalih
likulli zaman wa makan (islam itu layak untuk semua waktu dan tempat). dasar dari
keyakinan ini adalah kenyataan bahwa al-qur’an hanya member ketentuan-ketentuan
yang bersifat umum dan global atas persoalan kemanusian yang selalu berubah. Menurut
para ahli, maksud dari penjelasan al-qur’an itu adalah memberikan ruang kepada akal
manusia untuk memikirkannnya lebih jauh melalui lembaga ijtihad, sesuai dengan kontek
situasi tempat dan zaman yang terus berubah.
Untuk menjadi agama universal, islam harus dapat berkomunikasi dan berdialok
dengan agama-agama lain di dunia, dengan mengedepankan, seperti dipesankan al-
qur’an, aspek-aspek kesamaan ajaran dasar, dan membuang jauh-jauh fanatisme sempit
yang menceraiberaikan universalitas kemanusiaan, menerut ismail alfaruqi, 1 dari 3
hakikat dakwah isalam adalah universalisme. Disebut demikian karna objek dakwah
adalah semua manusia, tampa mengenal batasan tempat dan waktu. Semua manusia
didunia dalam pandangan dakwah adalah mad’u yang berkuajiban mendengan seruang
kebenaranya. Dakwah menyuru semua manusai kejalanya, karna pada prinsipnya semua
manusia adalah makhluknya. Jadi, karnea islam itu berwatak universal, maka dakwah
sebagai undangan kepadanya juga haeus berwatak universal.
Merujuk kepada dua penjelasn makna universalisme islam, maka seruan dakwah,
tidak dimaksudkan semata-mata agar semua manusia menjadi satu agama. Seperti
diketahu, semua agama, kendatipun beragama, tetap memiliki titik kesamaan pandangan.
Melalui kesamaan pandangan itu, semua umat beragama diseur dan diharapkan dapat
hidup berdampingan dan bekerja sama mengetaskan semua persoalan-persoalan manusia.
Makana berikinya dari universallisme dakwah adalah mejadikan islam sebagai agama
universal-kosmopolitan. Artinya , tujuan dakwah adalah menajdikan agar seruannya
diterima oleh semua manusia, terlepas dari ikatan-ikatan territorial dan waktu.
C. Konsekuensi Universalisme Dakwah terhadap Peradaban Umat Manusia.
Peradaban, paling tidak pada implikasinya, dapat dimaknai sebagai kemakmuran
dan kesejateraan. Hal ini demikian, karena sebuah peradaban mengharuskan adanya
aspek kemajuan dan perbaikan taraf hidup kemanusian, baik dari segi material maupun
pengetahuan. Tradisi masyarakat dalam sebuah komunikasi berperadaban, juga berbeda
secara kontras dengan masyarakat primitive (badui). Dalam masyarakat beradab, dikenal
adanya norma-norma hidup bersama, keteraturan hidup, dan kesetiaan kepada pemimpin.
Berbeda dengan masyarakat badai, masyarakat berperadaban menillai bahwa hidup
bersosial adalah suatu kebutuhan yang tidak dapat ditolak (al-insan madaniyyun bi al
tab’i).
Dakwah menyeru umat manusia agar hidup dalam sebuah masyarakat yang
berkeadaban. Agar dapat mencapai cita-cita tersebut, dakwah harus dimaknai sebagai
rekayasa melahirkan peradaban Islam dengan beberapa langkah :
1. Dakwah mengajak umat manusia agar membangun kehidupan yang damai,
menghindari konflik dan pertentangan-pertentangan yang tidak perlu diantara
kelompok-kelompok dan etnik masyarakat.
2. Untuk menuju hidup yang damai, diperlukan suatu norma atau hukum, agar
yang kuat tidak menindas yang lemah.
3. Terkait dengan tingkah laku manusia yang tidak mungkin diawasi oleh
hukum, dakwah menyeru kepada kesadaran moral manusia.
4. Dakwah menyeru kepada egalitarianism, emansipasi, dan kesetaran gender 7.
Untuk mencapai harapan tersebut, dakwah Islam dengan sendirinya, seperti
doktrin Islam itu sendiri, haruslah bersifat terbuka tidak tertutup. Dakwah harus
membuka ruang yang lebar untuk adanya kritik konstruktif dari pihak manapun distu sisi,
7 A. Ilyas Ismail, M.A dan Prio Hotman, M.A, Filsafat Dakwah,(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2011), hal 21-26
dan perlunya inovasi dan penyempurnaan yang terus menerus dan berkelanjutan di sisi
yang lain.
Umat Islam harus dapat membuka diri, berkomunikasi, dan berdialog dengan atau
bersama masyarakat dunia, membangun peradaban baru yang universal dan kosmopolit,
namun tanpa kehilangan identitas dan jati dirinya. Langkah awal menuju arah tersebut,
umat Muslim dan juga umat agama lainnya, harus melepaskan diri dari klaim-klaim
kebenaran eksklusif dalam doktrin masing-masing.
Adanya teologi baru yang inklusif yang mengakui adanay unsure kebenaran
dalam setiap agama. Jadi, kebutuhan dakwah yang universal saat ini adalah membangun
dan mengembangkan tidak saja fikih wacana dan fikih gerakan tetapi juga yang lebih
mendesak yaitu fikih perubahan, menuju fikih peradaban.
Kesimpulan
Menurut Thomas W. Arnold, agama dakwah ialah agama yang memiliki
kepentingan suci untuk menyebarkan kebenaran dan menyadarkan orang kafir
sebagaimana dicontohkan sendiri oleh penggagas agama itu dan diteruskan oleh para
penggantinya. Agama Islam, Kristen, dan Budha termasuk dalam agama dakwah,
sedangkan Agama Yahudi, Majusi, dan Hindu termasuk agama nondakwah.
Pada hakikatnya, tujuan dakwah adalah mencapai kebenaran tertinggi, yakni
beriman dan berserah diri secara total kepada kehendak Allah (Islam). Kebenaran yang
dituju dakwah adalah kebenaran yang teranam sebagai bawaan sejak manusia terlahir ,
yang inheren dan intrinsic dalam diri setip orang. Dakwah lebih berorientasi pada lahir
dan terbentuknya sikap manusia yang fitri dan azali. Agama sejatinya merupakan
kelanjutan dari sikap hidup yang fitri dan untuk memperkuat dan mengukuhkannya.
Inilah substansi yang diserukan dan didakwahkan Islam sejak awal kelahirannya.
Kala itu, konteks dunia Islam diliputi oleh fenomena dekadensi moral ( sikap jahiliah),
karenanya Rasulullah diutus untuk berdakwah , membangun dan memperbaiki akhlak
manusia, . kejahiliahan dan kemerosotan moral sangat tidak sesuai dengan sikap hidup
yang fitri. Jadi, Islam tidak lain adalah sikap hidup yang mengacu pada kebenaran dan
kemanusiaan.
Inilah yang pada akhirnya dapat dipahami makna Islam sebagai agama dakwah,
yang sejalan dan merupakan implementasi dari klaim Islam sendiri yang sejak awal
mendeklarasikan diri sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin.
DAFTAR PUSTAKA
A. Ilyas Ismail, M.A dan Prio Hotman, M.A, Filsafat Dakwah ,Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011.
Abdul basit. Filsafat Dakwah, Depok:PT Raja Grafindo Persada.