islam dan demokrasi
TRANSCRIPT
ISLAM DAN DEMOKRASI
OlehZulkarnaini Abdullah
Islam adalah agama atau sistem hidup yang mengatur segala aspek kehidupan. Agama-
agama selain Islam juga mengajarkan hal yang lebih kurang sama, yaitu bahwa mereka
memiliki aturan-aturan untuk membimbing manusia menuju kesempurnaan hidup lahir
dan batin. Dalam sejarah umat manusia, agama memainkan peran penting. Agamalah
yang telah menjadi sumber inspirasi bagi berbagai peristiwa hebat dan penting dalam
sejarah. Bahkan peperangan, perdamaian, bangunan dan arsitektur juga diinspirasikan
oleh pandangan keagamaan tertentu. Terkait dengan persoalan kenegaraan, peran agama
telah mengalami pasang surut.
Jika merujuk kepada kehidupan Nabi Muhammad tampak bahwa Islam tidak
memisahkan aspek-aspek kehidupan tertentu dari agama. Islam memandang kehidupan
manusia menyatu secara integral antara aspek-aspek keduniaan dan spiritualitas. Nabi
sendiri adalah Kepala Negara atau pemimpin dari umatnya; beliau memimpin pasukan
perang, mengajarkan sembahyang kepada sahabat-sahabatnya, membimbing sikap
moral masyarakat, memberikan keteladanan dan memutuskan perkara-perkara. Jadi
Islam mengajarkan kebaikan dan mengisi kesadaran spiritual ke dalam seluruh aktivitas
yang dikerjakan manusia di dunia ini. Dengan kata lain, Islam tidak memisahkan
antaran dunia dan akhirat, antara agama dan negara; dunia adalah tempat mencari bekal
untuk akhirat, dan agama adalah sumber bimbingan untuk menata seluruh aspek
kehidupan, termasuk negara.
Fenomena seperti ini, yaitu keberadaan otoritas agama di atas negara, bukanlah
hal baru dalam sejarah kerajaan dan negara-negara di dunia. Islam bukan yang pertama
memulainya. Jauh sebelum Islam datang sudah ada raja-raja yang bertitah atas nama
dewa, atau negara yang diatur di bawah daulat Tuhan. Raja-raja Bani Israil, misalnya,
menetapkan aturan-aturan sebagaimana difirmankan Tuhan. Bagi mereka, Penguasa
langit dan bumi adalah juga penguasa atas manusia sebagai hamba-Nya. Orang-orang
Romawi yang kemudian menerima ajaran Nasrani, juga menjadikan dogma agama
tersebut sebagai landasan bagi penataan seluruh aspek kehidupan mereka. Ringkasnya,
ketundukan manusia kepada ajaran agama sebagai sumber otoritas yang berdiri di atas
1
segala otoritas yang lain, termasuk negara, telah dikenal sejak zaman dahulu kala.
Negara dianggap tidak mungkin sepenuhnya menjadi milik rakyat – dan dalam
kenyataannya memang jarang sekali negara menjadi milik rakyat – tetapi milik Tuhan.
***
Mengenai kenegaraan dalam Islam telah terjadi perdebatan yang panjang antara
orang-orang yang berpendapat bahwa pengurusan negara merupakan bagian dari ajaran
agama dan orang-orang yang berkeyakinan bahwa urusan agama bersifat pribadi dan
berada di luar tugas negara. Sebagian orang menganggap agama dan negara harus
menyatu, sementara yang lain memandang lebih tepat apabila antara keduanya
dipisahkan. Dalam hal ini muncul pertanyaan: bukankah Nabi Muhammad telah
menunjukkan keteladanan yang cukup jelas? Mengapa masih dianggap ada perdebatan
lagi tentangnya?
Nabi Muhammad memang telah memberikan keteladanan yang luar biasa dalam
hal kepemimpinan, tetapi Nabi tidak mendeklarasikan dirinya sebagai Kepala Negara
dan juga tidak menegaskan bahwa model kenegaraan yang beliau perlihatkan sebagai
satu-satunya yang harus diikuti. Nabi diangkat oleh Allah menjadi Rasul, tetapi
masyarakat yang telah mengangkat beliau menjadi pemimpin di tengah-tengah mereka.
Nabi diterima sebagai Kepala pimpinan masyarakat karena masyarakat sepakat
menerima hal itu sebagai ketetapan yang “demokratis”. Otoritas Nabi sebagai Rasul
Allah hanya berlaku dalam menyampaikan wahyu dan dalam menetapkan hal-hal
tertentu yang ditegaskan sendiri oleh Nabi sebagai hal yang harus diikuti. Sementara di
luar hal tersebut maka terserah kepada umat untuk mengembangkannya sendiri. Di
situlah letak penting dan manfaatnya akal dan nalar manusia. Jika semuanya ditetapkan
Tuhan maka apa lagi yang tersisa bagi manusia dalam memanfaatkan segala potensi
yang dianugerahkan Tuhan, seperti akal dan pemahaman.
***
Itulah demokrasi, yakni pemberian kebebasan bagi umat atau masyarakat dalam
upaya mengatur dirinya terkait dengan kehidupan bermasyarakat sebagai sebuah
perkumpulan atau organisasi besar yang kerap kali disebut dengan negara. Islam tidak
mengatakan hal itu dengan istilah demokrasi. Namun apa yang dikatakan Nabi dalam
sebuah sabda beliau, bahwa “umatku tidak akan sepakat dalam kesesatan”, merupakan
rumusan kehidupan bernegara, bermasyarakat dan berorganisasi yang paling mendasar.
2
Otoritas tertinggi dalam menetapkan sebuah keputusan bersama ada di tangan rakyat.
Inilah yang dalam istilah modern disebut Demokrasi.
***
Demokrasi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani: dēmos (rakyat) dan
kratos (kekuasaan). Jadi demokrasi adalah kekuasaan yang berada di tangan rakyat.
Istilah ini memang sudah sangat tua dan tentu saja telah mengalami perubahan yang
signifikan secara linguistik, apalagi sekarang orang lebih mengenal istilah demokrasi
sebagai sistem kenegaraan versi Barat atau berasal dari budaya Barat. Meski secara
etimologis istilah tersebut menunjukkan kepada beberapa pengertian dasar yang sangat
signifikan, perkembangannya telah melampaui isu-isu semantik yang dikandungnya.
Berbagai pertanyaan muncul ketika dikatakan bahwa sebuah kekuasaan harus
dikembalikan ke tangan rakyat:
1. Apa yang dimaksud dengan kekuasaan? (Apakah ia terkait dengan posisi semata?
Apakah persoalan kekayaan masuk di dalamnya? Bagaimana dengan kekuasaan
dalam menentukan keputusan? Bagaimana dengan munculnya kekuasaan yang
memaksa?)
2. Sebesar mana kekuasaan tersebut? (Sebuah organisasi biasa, sebuah kota, sebuah
negara, seluruh dunia? Dalam batasan mana demokrasi itu dapat diterapkan dengan
baik? Atau tidak ada batas?)
3. Siapa yang dimaksud dengan rakyat? (Semua individu, termasuk anak-anak?
Sebatas mana umurnya? Sebatas mana pendidikannya sehingga ia pantas dianggap
layak memberikan pendapat? Apakah semua pendapat dianggap sama antara yang
berpendidikan tinggi dan yang berpendidikan rendah?)
4. Apakah semua pikiran rakyat itu dapat dianggap sama? (Bagaimana jika rakyat
berbeda pendapat? Mana yang harus diambil? Apakah pikiran mayoritas merupakan
yang terbaik? Mayoritas yang mana?)
Sebenarnya sangat banyak pertanyaan yang perlu diajukan untuk mengukuhkan
validitas penerapan sebuah sistem demokrasi dalam kehidupan suatu masyarakat.
Namun tidak dapat disangkal bahwa demokrasi telah dianggap menjadi acuan dasar
berorganisasi dan bernegara di zaman ini.
Lima abad sebelum Masehi istilah ini telah digunakan bangsa Yunani untuk
merujuk pada sistem beberapa negara kota di negeri itu, terutama sekali di Athena.
3
Negara-negara itu benar-benar di bawah kendali rakyat, dan suara rakyat adalah
keputusan yang final. Namun sekarang, demokrasi telah dianggap sebagai landasan bagi
peradaban Barat dan ia disebarkan ke seluruh dunia sebagai acuan kehidupan
berorganisasi dan bermasyarakat yang paling mendasar. Siapa pun yang bersikap
memaksakan kehendaknya kepada orang lain akan disebut tidak demokratis. Tetapi
sayangnya, banyak orang yang memaksakan kehendaknya dengan cara yang “licik”
sehingga tidak terpantau oleh kebanyakan orang, maka ia terhindar dari tuduhan tidak
demokratis.
***
Disebabkan oleh problem-problem seperti itulah diperlukan kajian yang lebih
dalam mengenai konsep demokrasi yang lebih tepat untuk diterapkan dalam suatu
masyarakat. Masyarakat dengan pandangan dunia dan budaya berbeda bisa jadi
membutuhkan konsep demokrasi yang berbeda pula.
Sebagai mana telah disebutkan, demokrasi telah mengalami perubahan yang
sangat banyak sejak ia diterapkan oleh masyarakat Yunani lima abad sebelum Masehi
sampai sekarang, atau sampai masyarakat Amerika memproklamasikan dirinya sebagai
masyarakat yang menjunjung tinggi demokrasi. Ketika Presiden Amerika Serikat yang
ke-16 Araham Lincoln (1809-1865) menyatakan “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat,” ia telah menguraikan unsur paling hakiki dari pemerintahan yang
demokratis.
Akhir-akhir ini, isu yang paling hangat dibicarakan terkait dengan demokrasi
adalah apakah ia bertentangan dengan Islam atau sejalan dengan Islam. Kaum Muslim
yang Westophobic dan non-Muslim yang Islamophobic, secara umum, meskipun karena
alasan berbeda, sepakat bahwa Islam dan demokrasi tidak kompatibel. Bagi kelompok
pertama, Islam adalah ajaran Tuhan dan demokrasi adalah ciptaan manusia yang
berdasar pada kehendak dan kepentingan manusia sendiri. Ketetapan Allah tentu saja
harus didahulukan dan ketetapan manusia harus dikesampingkan Sementara itu
kelompok kedua menganggap bahwa Islam tidak lain dari hasil pikiran picik dan sangat
takut terhadap kemajuan serta anti kemodernan. Karena itu demokrasi sebagai hasil
kecerdasan manusia modern dalam mengembangkan tatanan hidup bernegara yang lebih
baik tentu saja tidak sejalan Islam yang “kolot” dan ketinggalan zaman.
***
4
Kedua paham di atas tentu saja tidak demokratis pada dirinya sendiri.
Demokrasi pada dasarnya adalah sistem yang rumit dan mungkin juga paling sulit
diterapkan. Demokrasi tidak didesain untuk membentuk sistem bernegara yang efisien,
tetapi untuk pertanggung jawaban. Karena itu syarat paling penting untuk keberhasilan
demokrasi adalah pendidikan yang lebih baik dan merata dalam masyarakat. Demokrasi
mensyaratkan publik yang informatif, yang mengenal siapa pemerintahnya dan apa
problem yang mereka hadapi. Sedangkan penyakit demokrasi yang paling berbahaya
adalah perpecahan.
Kembali kepada persoalan Islam dan demokrasi, alangkah baiknya dilakukan
kajian tentang peran rakyat dalam memperlancar roda pemerintahan. Sejauh mana
rakyat dapat berpartisipasi dengan baik untuk mengkritiki proses pemerintahan, maka
sejauh itu pula demokrasi dapat berjalan dengan baik. Jika rakyat telah berperan dalam
menentukan jalannya roda pemerintahan, maka apakah itu bukan demokrasi dan
bukankah hal tersebut yang dikehendaki oleh Islam?
Wallahu a’lam.
Langsa, 21 Desember 2007
5