isi

20
BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Sinovitis villonodular berpigmen adalah penyakit yang tidak biasa yang ditandai dengan hiperplasia pada sinovial, efusi yang besar dan erosi tulang. 1 Sinovitis vilonodular berpigmen adalah tumor jinak, proses hipertrofi sinovial yang ditandai dengan vili, bernodul, proliferasi vilonodular dan pewarnaan dari hemosiderin. 2 Penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh Chassaignac pada tahun 1852. Sejak saat itu, banyak artikel radiologi, ortopedi dan reumatologi telah mendiskusikan penyakit ini. Walaupun hanya sedikit artikel yang dijelaskan dengan presentasi klinis. 3 Sinovitis vilonodular berpigmen masih menjadi tantangan diagnostik. Hal ini dikarenakan penyakit ini sulit dibedakan dengan kondisi seperti reumatoid artritis, osteoartritis dan peradangan lain serta proses neoplasma dari lapisan sinovial. Dokter keluarga memegang peran utama pada diagnosis awal dan terapi sinovitis vilonodular berpigmen. Karena penderita sering datang dengan keluhan yang samar-samar, untuk mendiagnosis awal 1

Upload: andy-shariff

Post on 06-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

PVNS

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.1. Latar Belakang

Sinovitis villonodular berpigmen adalah penyakit yang tidak biasa yang

ditandai dengan hiperplasia pada sinovial, efusi yang besar dan erosi tulang.1

Sinovitis vilonodular berpigmen adalah tumor jinak, proses hipertrofi sinovial

yang ditandai dengan vili, bernodul, proliferasi vilonodular dan pewarnaan dari

hemosiderin.2 Penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh Chassaignac pada tahun

1852. Sejak saat itu, banyak artikel radiologi, ortopedi dan reumatologi telah

mendiskusikan penyakit ini. Walaupun hanya sedikit artikel yang dijelaskan

dengan presentasi klinis.3

Sinovitis vilonodular berpigmen masih menjadi tantangan diagnostik. Hal

ini dikarenakan penyakit ini sulit dibedakan dengan kondisi seperti reumatoid

artritis, osteoartritis dan peradangan lain serta proses neoplasma dari lapisan

sinovial.

Dokter keluarga memegang peran utama pada diagnosis awal dan terapi

sinovitis vilonodular berpigmen. Karena penderita sering datang dengan keluhan

yang samar-samar, untuk mendiagnosis awal penyakit ini membutuhkan

pengetahuan tentang gejala-gejala awal dan gambaran radiologinya.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi fungsional sendi ?

2. Apa definisi Sinovitis Vilonodular Berpigmen?

3. Apa etiologi terjadinya Sinovitis Vilonodular Berpigmen?

4. Bagaimana epidemiologi Sinovitis Vilonodular Berpigmen?

5. Bagaimana patofisiologi terjadinya Sinovitis Vilonodular Berpigmen?

6. Bagaimana manifestasi klinis dari Sinovitis Vilonodular Berpigmen?

1

7. Bagaimana cara mendiagnosis Sinovitis Vilonodular Berpigmen?

8. Apa diagnosis banding Sinovitis Vilonodular Berpigmen?

9. Bagaimana tatalaksana Sinovitis Vilonodular Berpigmen?

10. Bagaimana prognosis Sinovitis Vilonodular Berpigmen?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui anatomi fungsional sendi.

2. Mengetahui definisi Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

3. Mengetahui etiologi terjadinya Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

4. Mengetahui epidemiologi Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

5. Mengetahui patofisiologi terjadinya Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

6. Mengetahui manifestasi klinis dari Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

7. Mengetahui cara mendiagnosis Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

8. Mengetahui diagnosis banding Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

9. Mengetahui tatalaksana Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

10. Mengetahui prognosis Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

1.4. Manfaat

1. Memahami anatomi fungsional sendi.

2. Memahami definisi Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

3. Memahami etiologi terjadinya Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

4. Memahami epidemiologi Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

5. Memahami patofisiologi terjadinya Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

6. Memahami manifestasi klinis dari Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

7. Memahami cara mendiagnosis Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

8. Memahami diagnosis banding Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

9. Memahami tatalaksana Sinovitis Vilonodular Berpigmen.

10. Memahami prognosis Sinovitis Vilonodular Berpigmen

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Anatomi Fungsional Sendi 4,5

Persambungan tulang atau sendi (artikulasi) adalah pertemuan dua buah

tulang atau beberapa tulang kerangka. Alat gerak dibagi atas dua yaitu anggota

gerak pasif (gerakan yang dilakukan oleh kerangka tulang badan) dan anggota

gerak aktif (gerakan yang dilakukan oleh otot-otot badan).

Stabilitas sendi tergantung pada :

a. Permukaan sendi : bentuk permukaan tulang memegang peranan

penting pada stabilitas sendi.

b. Ligamentum : ligamentum fibrosa mencegah pergerakan sendi

secara berlebihan jika terjadi regangan yang berlangsung lama dan terus-

menerus maka ligamentum fibrosa akan teregang.

c. Tonus otot : pada sebagian besar sendi, tonus otot merupakan

faktor utama yang mengatur stabilitas.

Dilihat dari strukturnya, terdapat tiga tipe sendi yaitu :

1. Sendi Fibrosa (sinartrodial)

Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Sendi ini tidak memiliki tulang

rawan, dan tulang yang satu dengan tulang yang lainnya dihubungkan oleh

3

jaringan ikat fibrosa. Terdapat dua tipe sendi fibrosa, yaitu sutura (diantara

tulang-tulang tengkorak), dan sindesmosis yang terdiri dari suatu membran

interoseus atau suatu ligament diantara tulang. Contoh dari sendi ini adalah

perlekatan tulang tibia dan fibula di bagian distal.

2. Sendi Kartilaginosa (amfiartrodial)

Sendi kartilaginosa merupakan sendi yang ujung-ujung tulangnya dibungkus

oleh rawan hialin, disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit bergerak.

Ada dua tipe katilaginosa, yaitu sinkondrosis dan simfisis. Sinkondrosis

adalah sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh rawan hialin.

Contohnya adalah sendi kostokondral. Sedangkan simfisis adalah sendi yang

tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago antara tulang dan

selapis tipis rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Contohnya

adalah simfisis pubis dan sendi-sendi pada tulang punggung.

3. Sendi Sinovial (diartrodial)

Merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas. Sendi ini memiliki

rongga sendi dan diperkokoh dengan kapsul dan ligament artikular yang

membungkusnya.

Jenis-jenis sendi diartrodial diantaranya :

a. Sendi peluru, misal pada persendian panggul dan bahu, memungkinkan

gerakan bebas penuh.

b. Sendi engsel memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah dan

contohnya adalah siku dan lutut.

c. Sendi pelana memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling

tegak lurus. Sendi pada dasar ibu jari adalah sendi pelana dua sumbu.

d. Sendi pivot contohnya adalah sendi antara radius dan ulna,

memungkinkan rotasi untuk melakukan aktivitas seperti memutar

pegangan pintu.

e. Sendi kondiloid memungkinkan gerakan terbatas ke semua arah dan

contohnya adalah sendi-sendi tulang karpalia di pergelangan tangan

4

Gambar Contoh Sendi Fibrosa, Kartilaginosa dan Sinovial

5

2. 2. Sinovitis Vilonodular Berpigmen

Sinovitis Vilonodular Berpigmen (Pigmented Villonodular

Synovitis/PVNS) adalah penyakt pada sendi membran sinovial yang ditandai

dengan proliferasi sel mononuklear, yang mungkin berasal dari hisitositik, hingga

kedalam lapisan sel-sel sinovial. Hal ini juga disertai dengan sel giant

multinuklear, sel foam dan hemosiderofag dengan berbagai jumlah. Hasilnya,

membran sinovial menebal disertai dengan nodul coklat dan memiliki vili yang

panjang.7

Sinovitis villonodular berpigmen adalah penyakit yang tidak biasa yang

ditandai dengan hiperplasia pada sinovial, efusi yang besar dan erosi tulang.1

Sinovitis vilonodular berpigmen adalah tumor jinak, proses hiperplasia

sinovial yang ditandai dengan vili, bernodul, proliferasi vilonodular dan

pewarnaan dari hemosiderin.2

2.3. Etiologi

Etiologi dari penyakit ini masih kontroversial. Teori yang paling dipercaya

saat ini adalah reaksi inflamasi sinovium. Walaupun beberapa bukti yang ada

menunjukkan adanya proses neoplasma jinak karena abnormalitas sitogenetiknya

serta berpotensial untuk berkembang secara autonomi.1,2

2.4. Epidemiologi 2

Angka kejadian penyakt ini adalah 1,8 kasus per satu juta orang per tahun,

tanpa predileksi lingkungan, genetik, etnis dan pekerjaan. Banyak studi

menunjukkan angka kejadian yang sama antara laki-laki dan perempuan,

walaupun beberapa studi menunjukkan lebih banyak terjadi pada laki-laki.

Sinovitis vilonodular berpigmen biasanya terjadi pada usia 20 sampai 45 tahun,

tetapi telah ditemukan pada penderita usia 11 tahun dan 70 tahun.

6

Kebanyakan penderita sinovitis vilonodular berpigmen memiliki keluhan

nyeri dan bengkak pada satu sendi. Hanya yang sedikit melaporkan keterlibatan

banyak sendi. Pada tipe terlokalisasi dan difus, sendi lutut adalah yang paling

banyak ditemukan (sekitar 80 % penderita), diikuti panggul, ankle, sendi-sendi

kecil pada tangan dan kaki, bahu dan siku.

2.5. Patofisiologi

Patofisiologi PVNS masih belum jelas, walaupun beberapa literatur

percaya bahwa penyebabnya adalah peradangan kronis. Namun beberapa orang

percaya bahwa penyebabnya adalah kelainan neoplasma seperti sarkoma sel giant

yang tumbuh didekat atau didalam rongga sinovial atau selubung tendon. Adapun

teori lain yaitu monoklonal dan abnormalitas kromosom. Walaupun metabolisme,

trauma dan perdarahan mungkin menjadi etiologinya.8

Secara kasat mata, sinovitis villonodular berpigmen terjadi akibat proses

proliferasi sinovial dengan pecoklatan villonodular pada sendi yang terkena

penyakit. Berdasarkan aspek histologi, penyakit difus ini ditandai dengan infilrat

sel stroma mononuklear pada membran sinovial. Endapan hemosiderin memberi

pewarnaan coklat. Adapun sel tambahan termasuk foam sel dan sel giant

multinuklear.1

2.6. Manifestasi Klinis 2

Gejala klinisnya dapat bervariasi, antara lain nyeri (79%-90% kasus),

pembengkakan (72%-79% kasus) namun jarang terjadi disfungsi sendi (22%-26%

kasus) dan massa jaringan lunak (6%-19%). Durasi terjadinya gejala klinis juga

sangat bervariasi, dari satu hingga 120 bulan dengan rerata durasi adalah 15 bulan.

Gejalanya dapat hilang timbul, fluktuatif dengan kemajuan yang lambat. Riwayat

trauma ditemukan pada 44%-53% penderita. Lesi seringkali terjadi pada saru

sendi dan jarang terjadi pada banyak sendi.

7

Sinovitis vilonodular berpigmen biasnaya mengenai sendi-sendi besar,

yaitu lutut (66%-80% kasus) dan panggul (4%-16% kasus). Namun hal ini juga

dapat terjadi pada ankle, bahu dan siku.

2.7. Diagnosis

2.7.1 Anamnesis

Pada anmnesis akann didapatkan keluhan nyeri dan bengkak pada sendi.

Gejala ini merupakan intermiten dengan durasi mulai dari bulan hingga tahunan

dengan progresifitas yang lambat.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri pada sendi yang terkena PVNS.

Bengkak juga dapat terjadi pada sendi, namun jarang sampai terjadi disfungsi

sendi. Kadang-kadang teraba massa jaringan lunak pada sendi.

Sendi yang terkena biasanya sendi-sendi yang besar seperti lutut dan

panggul. Namun tidak menutup kemungkinan pada sendi-sendi besar yang lain.

Sendi yang terkenan PVNS kebanyakan hanya satu sendi saja, sangat jarang sekali

PVNS mengenai banyak sendi.

Pada sendi lutut dengan PVNS difusa terdapat distensi kantung supratella

dan efusi yang besar. Sebanyak 40% penderita memiliki massa sinovial yang

teraba. Kemampuan fleksi dan ekstensi menurun.

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Foto polos lutut sering menunjukkan tampilan normal. Namun apabila

terdapat kelainan akan ada bengkak, massa kecokelatan pada lokasi lemak Hoffa

serta erosi pada tulang. Pada tampilan MRI akan menunjukkan efusi yang besar,

hiperplasia sinovium, erosi tulang dan intensitas rendah pada gambaran T1 dan T2

(akibat endapan hemosiderin).

PVNS pada panggul menunjukkan foto erosi kepada dan leher femur

beserta acetabullum. Sekitar 95% penderita mengalami hal ini. Tampak pula 8

struktur kistik pada foto AP. Penampakan MRI pada panggul kurang lebih sama

seperti MRI lutut.

Pada pemeriksaan histologis, terdapat foam sel pada lesi perifer dan

fibroblas proliferasi sinovial serta histiositik-like yang mempunyai fungsi

fagositosis.

9

Gambar MRI T2 potongan sagital menunjukkan lesi kistik pada proksimal fibulla dan sinovitis ploriferatif.

Gambar foto lateral lutut yang menunjukkan erosi kistik pada patella bawah

2.8. Diagnosis Banding

1. Osteoartritis

Osteoartritis merupakan gangguan sendi yang bersifat kronis disertai

kerusakan tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan perlunakan

progresif, diikuti pertambahan pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang

rawan sendi yang disebut osteofit, diikuti dengan fibrosis pada kapsul

sendi. Hal ini dapat timbul akibat adanya proses penuaan, trauma ataupun

kelainan lain yang menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi.

Manifestasi kelainan ini adalah terjadi perlunakan dan dan iregulitas pada

tulang rawan sendi serta permukaan sendi menjadi kasar. Pada tulang,

terjadi peningkatan vaskularisasi serta pembentukan ostoefit pada ujung

sendi. Pada membrana sinovial mengalami hipertrofi vilus serta fibrosis

dan kontraktur pada kapsula sendi. Pembengkakan, gangguan pergerakan,

deformitas, nyeri dan kekakuan adalah gejala yang paling sering ditemui.9

2. Artritis Psoriatik

Psoriatik artritis adalah suatu bentuk artritis yang menjangkit penderita

yang punya riwayat psoriasis (suatu kondisi dimana ada noda merah pada

kulit dengan sisik abu-abu). Kebanyakan orang didiagnosis sebagai

psoriasi dan selanjutnya didiagnosis sebagai psoriatik artritis. Nyeri sendi,

10

Gambar foto AP pelvis yang menunjukkan erosi kistik pada inferior medial leher femur kanan, medial kepala femur dan acetabulum.

kaku dan bengkak merupakan gejala utama psoriatik artritis. Penyakit ini

dapat mengenai beberapa organ tubuh termasuk jari-jari tangan dan tulang

belakang dengan skala nyeri ringan hingga berat. Baik psoriasis maupun

psoriatik artritis memiliki periode bebas.10

3. Artritis Septik 11

Artritis septik karena infeksi bakterial merupakan penyakit serius yang

cepat merusak kartilago hyalin artikular dan kehilangan fungsi sendi. Hal

ini merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan dalam ilmu reumatologi.

Sumber infeksi pada kelainan ini dapat melalui hematogen, inokulasi

langsung bakteri ke ruang sendi dan infeksi pada jaringan muskuloskeletal

sekitar sendi. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan adanya sendi yang

nyeri, pembengkakan, demam secara akut dan ditemukan leukosit >50.00

sel/mm3 serta kuman patogen dalam cairan sendi.

4. Kondromatosis Sinovial 11

Kondromatosis sinovial dapat bermanifestasi pada erosi tekanan sama

seperti PVNS, tetapi kelainan ini dapat dibedakan dengan adanya

keterlibatan banyak sendi, terkalsifikasi maupun tidak.

2.9. Penatalaksanaan 1,2

Tatalaksana pada PVNS dibutuhkan untuk mencegah hilangnya fungsi

secara progresif dan kerusakan pada sendi, tendon ataupun bursa. Pilihan terapi

adalah operasi, radiasi, medikamentosa atau kombinasi ketiganya. Operasi eksisi

adalah terapi yang dianjurkan untuk semua bentuk PVNS.Tulang dengan lesi

harus dikuretase secara hati-hati dan bone graft juga harus dilakukan.

Terapi radiasi masih menjadi kontroversial. Radioterapi dapat dilakukan

pada tatalaksana primer untuk PVNS difusa. Radioterapi dapat diperhitungkan

pada pasien dengan reseksi yang adekuat sebelumnya namun mengalami relaps

11

dan pasien dengan penyakit yang sudah besar yang mana tidak memungkinkan

untuk di operasi.

Sinovektomi mungkin tidak meredakan semua gejala pada penderita

dengan sendi yang sudah destruksi secara signifikan. Pada situasi ini, artrodesis

atau pengantian sendi harus dilakukan.

2.10. Prognosis 2

Tingkat kesembuhan pada PVNS tipe lokal umumnya lebih rendah

daripada PVNS intraartikular difusa. Banyak laporan menunjukkan tingkat

kesembuhan 100% pada PVNS lokal dengan cara reseksi total. Jangka waktu yang

dibutuhkan dari awal tatalksana hingga sembuh antara 2-63 bulan. Tingkat

kesembuhan PVNS difusa antara 8%-65%, walaupun angka sebenarnya dapat

lebih tinggi jinka foto MRI digunakan untuk mendeteksi penyakit ini.

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Fransisca, Frank J. dkk. 1999. “Pigmented Villonodular Synovitis of the

Hip and Knee”. American Family Physician (diakses dari :

http://www.aafp.org/afp/1999/1001/p1404.html#abstract pada tanggal 10

September 2015)

2. Murphey, Mark dkk. 2008. “PVNS : Radiologic-Pathologic Correlation”.

Radiological Society of North America (Diakses dari :

http://pubs.rsna.org/doi/full/10.1148/rg.285085134 pada tanggal 11

September 2015)

3. Schajowicz, Fritz. 2012. “Tumors and Tumorlike Lesions of Bones and

Joint”. Springer Media: New York, Amerika Serikat.

4. Snell,Richard S, . 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran;

alih bahasa Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta.

5. Price & Wilson. 2005. “Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses

Penyakit Edisi 6 Volume 2”. Jakarta : EGC

6. Sloane, Ethel. 2003. “Anatomi dan Fisiologi”. Jakarta : EGC

7. Neubauer, P. dkk. 2007. “PVNS in Children : A Report of Six Cases and

Review of the Literature”. Amerika Serikat: Iowa Orthop Journal (Diakses

dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2150657/ pada

tanggal 12 September 2015)

8. Nassar, Wael, dkk. 2009. “Treatment of Diffuse PVNS of the Knee wit

Combined Surgical andy Radiosynovectomy”. Amerika Serikat: HSS

Journal (Diakses dari :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2642543/ pada tanggal 12

September 2015)

9. Rasjad, Chairuddin. 2008.“Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi”. Jakarta:

Yarsif Watampone

13

10. Mayo Clinic Staff. 2014. “Psoriatic Arthritis”. Mayo Clinic (diakses dari:

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/psoriatic-arthritis/basics/

definition/con-20015006 pada tanggal 12 September 2015)

11. Greenspan, A., Jundt, G., Remagen, W.. 2007.”Differential Diagnosis in

Orthopaedic Oncology”. Lippincot William & Wilkins : Philadelphia,

Amerika Serikat.

14