isi polip

49
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Organ penciuman pada manusia adalah hidung. Salah satu gangguan pada hidung adalah polip nasi. Polip nasi merupakan suatu penyakit inflamasi kronik pada membran mukosa hidung dan sinus paranasal. Bentukan polip bisa bulat atau lonjong dengan permukaan licin dan warna translusen seperti agar-agar. Ahli lain menyebutkan bahwa polip adalah penonjolan mukosa rongga hidung yang panjang bertangkai dan merupakan pseudotumor.(Ardani, Pawarti,2008) Pasien dengan polip nasi terutama mengeluhkan gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas) dan gangguan penciuman. Mukosa polip itu sendiri biasanya tidak terasa nyeri, namun karena ada gangguan ventilasi sinus paranasal, timbul nyeri kepala dan rhinorrea serosa. (Suwono, Suyono, 2009). Diduga predisposisi timbulnya polip nasi adalah adanya rhinitis alergi atau penyakit atopi dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi secara pasti belum diketahui. (Mangunkusoma,Wardani,2007). Angka kejadian polip hidung di Eropa 1-2% sedangkan di Inggris 1-20%. Di Indonesia sendiri belum ada yang pasti tapi di RSUD Syaiful anwar ditemukan kasus baru polip hidung sebesar 4-6% dari seluruh kasus baru dalam kurun waktu 1997-1998, sedangkan di RSUD Dr.Soetomo pada kurun waktu Januari 1984- Desember1985 didapatkan 340 klien polip yang dioperasi, umur terbanyak 10-30 th (73,2%) dimana laki-laki lebih banyak daripada perempuan 3:2. Sedangkan pada kurun waktu Januari 2006- Desember 2006 terdapat 55 kunjungan klien polip hidung di URJ THT-KL-KL RSUD Dr.Soetomo. Polip hidung ini meski sudah lama ditemukan tetapi sampai saat ini faktor penyebab dan patogenesisnya belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor yang diduga berperan sebagai penyebab antara lain alergi, radang kronik, ketidakseimbangan vasomotor, dan perubahan

Upload: priyangga-dwi

Post on 30-Nov-2015

33 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

1

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Organ penciuman pada manusia adalah hidung. Salah satu gangguan pada

hidung adalah polip nasi. Polip nasi merupakan suatu penyakit  inflamasi kronik pada membran mukosa hidung dan sinus paranasal. Bentukan polip bisa bulat atau lonjong dengan permukaan licin dan warna translusen seperti agar-agar. Ahli lain menyebutkan bahwa polip adalah penonjolan mukosa rongga hidung yang panjang bertangkai dan merupakan pseudotumor.(Ardani, Pawarti,2008)

Pasien dengan polip nasi terutama mengeluhkan gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas) dan gangguan penciuman. Mukosa polip itu sendiri biasanya tidak terasa nyeri, namun karena ada gangguan ventilasi sinus paranasal, timbul nyeri kepala dan rhinorrea serosa. (Suwono, Suyono, 2009).

Diduga predisposisi timbulnya polip nasi adalah adanya rhinitis alergi atau penyakit atopi dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi secara pasti belum diketahui. (Mangunkusoma,Wardani,2007).

Angka kejadian polip hidung di Eropa 1-2% sedangkan di Inggris 1-20%. Di Indonesia sendiri belum ada yang pasti tapi di RSUD Syaiful anwar ditemukan kasus baru polip hidung sebesar 4-6% dari seluruh kasus baru dalam kurun waktu 1997-1998, sedangkan di RSUD Dr.Soetomo pada kurun waktu Januari 1984- Desember1985 didapatkan 340 klien polip yang dioperasi, umur terbanyak 10-30 th (73,2%) dimana laki-laki lebih banyak daripada perempuan 3:2. Sedangkan pada kurun waktu Januari 2006- Desember 2006 terdapat 55 kunjungan klien polip hidung di URJ THT-KL-KL RSUD Dr.Soetomo.  Polip  hidung ini meski sudah lama ditemukan tetapi sampai saat ini faktor penyebab dan patogenesisnya belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor yang diduga berperan sebagai penyebab antara lain alergi, radang kronik, ketidakseimbangan vasomotor, dan perubahan polisakarida. Sejauh ini terapi polip ada dua, yaitu konservatif dan operatif. Tetapi etiologi dan patogenesis polip yang berbagai macam inilah yang menyebabkan ketidakpastian sehingga terapi polip hidung tidak memuaskan. Sekalipun sudah dioperasi, polip masih sering kambuh. (Ardani, Pawarti,2008).

Berdasarkan gambaran tersebut diatas maka polip nasi dapat menimbulkan beberapa masalah fisik, psikis maupun social yang dapat berakibat pada kualitas hidup klien baik, pendidikan, pekerjaan, kenyamanan dan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pengetahuan dan perawatan klien dengan polip nasi sangat penting diketahui oleh perawat dalam menangani permasalahan klien dengan polip nasi sehingga kualitas hidup klien akan lebih baik/tidak ada masalah. 1.2 RUMUSAN MASALAH1.2.1.Apa pengertian polip nasi?1.2.2.Apa penyebab dan patofisiologi polip nasi?1.2.3.Bagaimana pemeriksaan diagnostic polip nasi?1.2.4.Bagaimana penatalaksanaan klien dengan polip nasi?1.2.5.Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan polip nasi?1.3 TUJUAN1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada klien polip.

2

1.3.2 Tujuan Khusus1) Mengidentifikasikan definisi dari polip nasi.2) Mengidentifikasikan anatomi dan fisiologi organ penghidu3) Mengidentif ikasikan etiologi, patofisiologi, dan manifestasi polip serta

segala hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut.4) Mengidentifikasikan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien klien polip

nasi.1.4 MANFAAT1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan , perawat dalam memberikan asuhan keperawatan klien dengan polip nasi

1.4.2 Manfaat PraktisSebagai pedoman bagi perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan polip nasi.

3

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Organ Penghidu2.1.1 Anatomi hidung

Hidung terdiri dari hidung luar dan rongga hidung1) Hidung luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:(1) Pangkal hidung (bridge)(2) Batang Hidung (dorsum nasi)(3) Puncak hidung (hip)(4) Ala nasi(5) Kolumela(6) Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot-otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasal), prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak dibawah hidung yaitu sepaang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut kartilago alar mayor dan tepi anterior kartilago septum, (Sutjipto&Wardani,2007).

2) Rongga hidung (kavum nasi)Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke

belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasopharing. Bagian cavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang memepunyai banyak sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrase. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior (Sutjipto&Wardani,2007).

Menurut Hollinshead (1996) dalam Sutjipto&Wardani (2007) mengatakan dinding medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi juga oleh mukosa hidung.Bagian tulang terdiri dari:(1) Lamina perpendikularis os etmoid

Lamina perpendikularis os etmoid terletak pada bagian supero-posterior dari septum nasi dan berlanjut ke atas membentuk lamina kribriformis dan Krista gali.

4

(2) Os VomerOs vormer terletak pada bagian postero-inferior. Tepi belakang os vomer merupakan ujung bebas dari septum nasi.

(3) Krista nasiis os maksila :Tepi bawah os vomer melekat pada krista nasiis os maksila dan os palatina.

(4) Krista nasiis os palatine, (Sutjipto&Wardani,2007)Bagian tulang rawan terdiri daria. Kartilago septum (kartilago kuadrangularis)

Kartilago septum melekat dengan erat pada os nasi, lamina perpendikularis os etmoid, os vomer dan krista nasiis os maksila oleh serat kolagen.

b. KolumelaKedua lubang berbentuk elips disebut nares, dipisahkan satu sama lain oleh sekat tulang rawan dan kulit yang disebut kolumela (Lund 1997; Corbridge 1998). (Sutjipto, Wardani,2007)

Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontsalis os maksila, os lakrimalis, konka inferior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularius os palatum, dan lamina pterigoides medial. Pada dinding lateral terdapat empat buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang dinamakan dengan meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior.Meatus inferior terletak dianatara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung dan terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak diantara konka media dan dingding lateral rongga hidung dan terdapata muara sinus frontal, maksila dan etmoid anterior. Meatus superior merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan inus sphenoid, (Sutjipto& Wardani,2007).

Dinding inferior merupakan dasar hidung yang dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal os palatum, (Sutjipto&Wardani,2007).

Dinding superior atau atap hidung sangat sempit terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasi, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang memisahkan rongga hidung dengan lamina klibiformis merupakan lempeng tukang bersal dari os etmid, tulang ini berlubang-lubang (kibrosa=saringan) tempat masuknya serabut-serabut safar olfaktorius. Di bagian posteriot, atap rongga hidung dibentuk os sphenoid. (Sutjipto&Wardani,2007).

5

Gambar 1. Anatomi Hidung (Netter F)

1) Komplek Ostiomeatal (KOM)Komplek ostiomeatal (KOM) merupakan celh dinding lateral

hidung yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Strutur anatomi penting yang memebentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris. Bula etmoid, agger nasi dan resesus frontal. KOM merupakan unit fungional yang merupakan tempat ventilasi dan darinase dari sinuss-sinus yang letaknya dianterior yaitu sinus maksila, etmoid anterior dan frontal. Jika terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan terjadi gangguan patologis yang signifikan pada sinus-sinus terkait. (Sutjipto&Wardani,2007)

2) PerdarahanBagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri

sfenopalatina yang merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari arteri karotis eksterna). Septum bagian antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang dari arteri maksilaris) yang masuk melalui kanalis insisivus. Arteri labialis superior (cabang dari arteri fasialis) memperdarahi septum bagian anterior mengadakan anastomose membentuk pleksus Kiesselbach yang terletak lebih superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga Little’s area yang merupakan sumber perdarahan pada epistaksis, (Lund, 1997).

Arteri karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri etmoidalis anterior dan superior, (Lund, 1997).

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri maksilaris Interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis, (Ballenger 1997).

Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior septum ke pleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada bagian superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus sagitalis superior (Lund 1997).

6

Gambar 2. Anatomi Hidung (Netter F)

3) Persyarafan Bagian antero-superior septum nasi mendapat persarafan sensori

dari nervus etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang berasal dari nervus oftalmikus (n.V1). Sebagian kecil septum nasi pada antero-inferior mendapatkan persarafan sensori dari nervus alveolaris cabang antero-superior. Sebagian besar septum nasi lainnya mendapatkan persarafan sensori dari cabang maksilaris nervus trigeminus (n.V2). Nervus nasopalatina mempersarafi septum bagian tulang, memasuki rongga hidung melalui foramen sfenopalatina berjalan berjalan ke septum bagian superior, selanjutnya kebagian antero-inferior dan mencapai palatum durum melalui kanalis insisivus (Hollinshead 1966).

4) Mukosa HidungRongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan

fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet. Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat –

7

obatan. Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan, (Sutjipto&Wardani,2007)

2.1.2 Fisiologi hidung1) Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atassetinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring,sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi,udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagianlain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan alirandari nasofaring.

2) Pengatur kondisi udara (air conditioning) Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkanudara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :(1) Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut

lendir.Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan darilapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadisebaliknya.

(2) Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluhdarah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yangluas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengandemikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

3) Sebagai penyaring dan pelindung Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteridan dilakukan oleh :(1) Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi (2) Silia(3) Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada

palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan denganrefleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.

(4) Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebutlysozime.

4) Indra penghidu Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosaolfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atasseptum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palutlendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

5) Resonansi suara Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidungakan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suarasengau.

8

6) Proses bicara Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimanarongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.

7) Refleks nasal Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan salurancerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidungmenyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentumenyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

2.2 Polip hidung2.2.1 Pengertian

Polip hidung merupakan suatu penyakit inflamasi kronik pada membran mukosa hidung dan sinus paranasal. Bentukan polip bisa bulat atau lonjong dengan permukaan licin dan warna translusen seperti agar-agar. Ahli lain menyebutkan bahwa polip adalah penonjolan mukosa rongga hidung yang panjang bertangkai dan merupakan pseudotumor, (Ardani&Pawarti, 2008).

Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan didalam rongga hidung, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. (Mangunkusumo&Wardani, 2007).

Gambar 3: Polip nasi

2.2.2 EtiologiPolip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat hipersensitifitas atau reaksi

alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi terhadap kejadian polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi tidak ada keraguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip.Polip berasal dari pembengkakan lapisa permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat.Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang terjadi pada anak-anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.

Faktor predisposisi terjadinya polip antara lain : 1) Alergi terutama rinitis alergi. 2) Sinusitis kronik.3) Iritasi.4) Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan

hipertrofi konka.

9

Sampai sekarang etiologi polip masih belum diketahui dengan pasti tapi ada tiga faktor yang penting dalam terjadinya polip, yaitu :

1) Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus.

2) Adanya gangguan keseimbangan vasomotor. 3) Adanya peningkatan tekanan cairan interstisial dan edema mukosa

hidung.Selain itu Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir

melalui tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari daerah yang sempit di kompleks ostiomeatal (KOM) di meatus medius. Walaupun demikian polip juga dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral dan multipel.

Banyak teori yang menyatakan bahwa polip merupakan manifestasi utama dari Inflamasi kronis, oleh karena itu kondisi yang menyebabkan inflamasi kronis dapat menyebabkan polip nasi. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan polip nasi seperti alergi dan non alergi, sinusitis alergi, jamur, intoleransi aspirin, asma, sindrom Churg-Strauss (demam, asma, vaskulitis eosinofilik, granuloma), fibrosis kistik, Primary ciliary dyskinesia, Kartagener syndrome (rinosinusitis kronis, bronkiektasis, situs inversus), dan Young syndrome (sinopulmonary disease, azoospermia, polip nasi), (Kirtreesakul, 2002). 2.2.3 Klasifikasi dan stadium

Stadium polip nasi menurut Mackay dan Lund yaitu di bagi 0-3 stadium :1) Stadium 0 : tidak ada polip2) Stadium 1 :polip terbatas dimeatus media (MM) tidak keluar ke

rongga hidung atau tidak tampak dengan pemeriksaan rinoskopi anterior hanya terlihat dengan pemeriksaan endoskopi.

3) Stadium 2 : polip sudah keluar dari MM dan tampak dirongga hidung tetapi tidak memenuhi / menutupi rongga hidung.

4) Stadium 3 : polip sudah memenuhi rongga hidung.2.2.4 Histopatologi

Epitel normal dari kavum nasi adalah epitel kolumnar bertingkat semubersilia. Epitel permukaan dari sinus lebih tipis, memiliki sel goblet dan silia yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan kavum nasi.

Berdasarkan histologisnya terdapat 4 tipe dari polip nasi :1) Eosinofilik edematous

Tipe ini merupakan jenis yang paling banyak ditemui yang meliputi kira-kira 85% kasus. Tipe ini ditandai dengan adanya stroma yang edema, peningkatan sel goblet dalam jumlah normal, jumlah eosinofil yang meningkat tinggi, selmast dalam stroma, dan penebalan membran basement.

2) Polip inflamasi kronik Tipe ini hanya terdapat kurang dari 10% kasus polip nasi. Tipe ini ditandai dengan tidak ditemukannya edema stroma dan penurunan dari sel goblet. Penebalan dari membran basement tidak nyata. Tanda dari

10

respon inflamasi mungkin dapat ditemukan walaupun yang dominan adalah limfosit. Stroma terdiri atas fibroblas.

3) Polip dengan hiperplasia dari glandula seromusinous Tipe ini hanya terdapat kurang dari 5% dari seluruh kasus. Gambaran utama dari tipe ini adalah adanya glandula dan duktus dalam jumlah yang banyak.

4) Polip dengan atipia stromalTipe ini merupakan jenis yang jarang ditemui dan dapat mengalami misdiagnosis dengan neoplasma. Sel stroma abnormal atau menunjukkan gambaran atipikal, tetapi tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai suatu neoplasma.

2.2.5 PatofisiologiPada penelitian akhir-akhir ini dikatakan bahwa polip berasal dari adanya

epitel mukosa yang rupture oleh karena trauma, infeksi, dan alergi yang menyebabkan edema mukosa, sehingga jaringan menjadi prolaps (King 1998). Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terisap oleh tekanan negatif sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area yang sempit di kompleks ostiomeatal di meatus media. Walaupun demikian polip dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasi dan sering kali bilateral atau multiple, (Nizar&Mangunkusumo, 2001).

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetic. Menurut teori Bemstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang bertubulensi, terutama di daerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelanjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.

Teori lain mengatakan karena ketidak seimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama-lama menjadi polip. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai.

Secara makroskopik polip merupakan massa dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna pucat keabu-abuan, lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak sensitif (bila ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan oleh sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.

Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari tempat yang sempit di bagian atas hidung, di bagian lateral konka media dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Di tempat-tempat ini mukosa hidung saling berdekatan. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat. Dari penelitian Stammberger didapati 80% polip nasi berasal dari celah antara prosesus unsinatus, konka media dan infundibulum.

11

Ada polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro-koana. Menurut Stammberger polip antrokoana biasanya berasal dari kista yang terdapat pada dinding sinus maksila. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid posterior atau resesus sfenoetmoid.

Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia denagn submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, netrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering transisional, kubik atau gepeng berlapis keratinisasi.

Berdasarkan jenis sel peradanganya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik, (Sutjipto&Wardani, 2007).2.2.6 Manifestasi klinis

Tanda dan gejala utama dari polip nasi meliputi : 1) Sumbatan hidung yang terus menerus namun dapat bervariasi

tergantung dari lokasi polip. 2) Keluhan keluar ingus encer dan post nasi drip3) Anosmia (ketidakmampuan seseorang mencium bau)4) Hiposmia (berkurangnya kemampuan membau)5) Sakit kepala 6) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior dapat dijumpai

massa polipoid, licin7) Massa berwarna pucat keabu-abuan yang kebanyakan berasal dari

meatus media dan prolaps ke kavum nasi.8) Polip nasi tidak sensitif terhadap palpasi dan tidak mudah berdarah9) Nyeri wajah10) Mengorok dan gangguan tidur, (Ferguson et al 2006).

2.2.7 Pemeriksaan fisikInspeksi : Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung

luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna

pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.tampak secret mucus dan polip multiple/soliter.

Pada pemeriksaan rinoskopi posterior: kadang dapat dijumpai polip kaonal, sekret mukoporulen ada kalanua berasal dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian superior, yang menandakan adanya rosinositis, (Mangunkusumo&Wardani, 2007).2.2.8 Pemeriksaan diagnostik

1) Naso-endoskopiUntuk memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan biopsi pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi.

12

2) Radiologi(1) Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan

lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang bermafaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negatif palsu, dan tidak dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di daerah kompleks ostio-meatal.

(2) Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal.a. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal

diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal, sedangkan pada polip yang rekuren diperlukan juga potongan aksial.

b. CT scan dapat dilakukan untuk polip biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung. Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang berwarna keabu-abuan.

3) Tes AlergiEvaluasi alegi dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat alergi lingkungan atau riwayat alergi pada keluarganya.

4) LaboratoriumUntuk membedakan penyebabnya karena alergi atau tidak (alergi : hasil swab hidung ditemukan eosinofil, non alergi ditemukan neutrofil.

5) HistopatologiDitemukan: pseudostratified ciliated columnar epithelium, ephitelial basement membrane yang menebal, oedematous stroma.

2.2.9 PenatalaksanaanTujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah menghilangkan

keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Dapat di berikan topikal atau sistemik. Polip eosinofilik memberikan respon yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasi dibandingkan polip tipe neutrofilik. Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif dipertimbangkan untuk terapi bedah, (Mangunkusumo&Wardani, 2007).

Selain itu juga untuk mengeliminasi atau secara signifikan mengurangi ukuran polip nasi sehingga meredakan gejala hidung tersumbat, beringus, perbaikan dalam drainase sinus, restorasi penciuman dan pengecapan, (Newton, 2008).

13

1) Non OperatifSatu-satunya pengobatan yang efektif untuk polip nasal adalah kortikosteroid. Baik bentuk oral maupun topikal, memberikan respon anti inflamasi non-spesifik yang mengurangi ukuran polip dan mengurangi gejala sumbatan hidung. Obat-obatan lain tidak memberikan dampak yang berarti.(1) Kortikosteroid oral

Pengobatan yang telah teruji untuk sumbatan yang disebabkan polip nasal adalah kortikosteroid oral seperti prednison. Agen anti inflamasi nonspesifik ini secara signifikan mengurangi ukuran peradangan polip dan memperbaiki gejala lain secara cepat. Namun masa kerja pengobatan ini sebentar dan polip sering tumbuh kembali dan munculnya gejala yang sama dalam waktu mingguan hingga bulanan.

(2) Kortikosteroid Topikal HidungRespon antiinflamasi non-spesifiknya secara teoritis mengurangi ukuran polip dan mencegah tumbuhnya polip kembali jika digunakan berkelanjutan. Tersedia semprot hidung steroid yang efektif dan relatif aman untuk pemakaian jangka panjang dan jangka pendek seperti fluticson, mometason, budesonid dan lain-lain.

2) OperatifPilihan operatif/Pembedahan dilakukan jika :1) Polip mengahalangi saluran nafas2) Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi

infeksi sinus3) Polip berhubungan dengan tumor 4) Pada anak-anak dengan multiple polip atau kronik rhinosinusitis

yang gagal pengobatan maksimum dengan obat.Pre operasi, selama 4 atau 5 hari pasien diberi antibiotik dan kortikosteroid

sistemik dan lokal. Hal ini penting untuk mengeliminasi bakteri dan mengurangi inflamasi, karena inflamasi akan menyebabkan edema dan perdarahan yang banyak, yang akan mengganggu kelancaran operasi. Kortikosteroid juga bermanfaat untuk mengecilkan polip sehingga operasinya akan lebih mudah. Dengan persiapan yang teliti, maka keadaan pasien akan optimal untuk menjalani bedah sinus endoskopi dan kemungkinan timbulnya komplikasi juga ditekan seminimal mungkin.

Selain itu juga dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cuma dengan analgetik lokal, bisa juga dengan menggunakan alat yang sangat menguntungkan seperti microdebrider yang dapat memotong langsung menghisap polip sehingga perdarahan sangat minimal, yang terbaik ialah Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF)

14

BAB 3KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan 3.1.1 Pengkajian

1) Biodata Mencakup nama, tempat tinggal, umur kebanyakan terjadi pada orang dewasa, pada anak apabila anak menderita fibrosis kistik dan data demografi yang mungkin merupakan faktor pencetus terhadap reaksi alergi.

2) Keluhan Utama Keluhan utama yang biasanya dirasakan ialah(1) Sebelum operasi : Hidung tersumbat, susah bernafas. Sumbatan ini

menetap, tidak hilang dan semakin lama semakin berat, gangguan membau atau tidak bisa membau, keluar banyak ingus encer, klien merasa lesu, tidak nafsu makan, sakit kepala.

(2) Sesudah operasi : Hidung terasa tersumbat, susah bernafas, merasa nyeri kepala dan daerah operasi, tidak bisa/sulit bernafas, klien merasa lemah.

3) Riwayat Penyakit Sekarang Hal-hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan.Keluhan yang dirasakan antara lain Sumbatan hidung yang terus menerus namun dapat bervariasi tergantung dari lokasi polip. keluar ingus encer ,anosmia (ketidakmampuan seseorang mencium bau), hiposmia (berkurangnya kemampuan membau), sakit kepala, nyeri wajah, mengorok dan gangguan tidur

4) Riwayat penyakit dahuluMeliputi apakah pernah menderita rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat serta makanan, dan non alergi, sinusitis alergi , jamur, sindrom Churg-Strauss (demam, asma, vaskulitis eosinofilik, granuloma), fibrosis kistik, Primary ciliary dyskinesia, Kartagener syndrome (rinosinusitis kronis, bronkiektasis, situs inversus), dan Young syndrome (sinopulmonary disease, azoospermia, polip nasi)

5) Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena polip hidung dapat dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti: Alergi

6) Riwayat psikososiala. Intrapersonal : Klien merasa cemas dengan kondisi yang dialami

(keluhan sumbatan hidung terus menerus, kemampuan membau hilang/berkurang).

b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain (minder).7) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

15

Kebiasaan penderita apabila menderita sakit (langsung berobat/periksa, minum obat-obata di toko atau dibiarkan saja), terutama apabila sakit Influinza.

8) Pola nutrisi dan metabolisme Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung

9) Pola istirahat dan tidurBiasanya ada keluhan istirahat menjadi terganggu karena klien sering pilek dan adanya sumbatan dihidung.

10) Pola Persepsi dan konsep diriKlien sering pilek terus menerus menyebabkan konsep diri menurun

11) Pola sensorikBiasanya daya penciuman klien terganggu (karena hidung buntu dan akibat pilek terus menerus.

3.1.2 Pemeriksaan Fisik1) Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.2) Pemeriksaan fisik data focus hidung :

(1) Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior dapat dijumpai massa polipoid, licin

(2) Massa berwarna pucat keabu-abuan yang kebanyakan berasal dari meatus media dan prolaps ke kavum nasi.

(3) Polip nasi tidak sensitif terhadap palpasi dan tidak mudah berdarah.3) Pemeriksaan fisik persistem 

(1) B1 (breath): RR dapat meningkat atau menurun, terjadi perubahan pola napas akibat adanya massa yang membuntu jalan napas, adanya suara napas tambahan seperti ronchi akibat penumpukan secret, serta terlihat adanya otot bantu napas saat inspirasi

(2)  B2 (blood): -(3) B3 (brain): adanya nyeri kronis akibat pembengkakan pada

mukosa, gangguan penghidu atau penciuman(4) B4(bladder): terjadi penurunan intake cairan(5) B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, klien terlihat

lemas(6) B6 (bone): -

4) Pemeriksaan Penunjang(1) Naso-endoskopi

Untuk memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan biopsi pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi.

(2) RadiologiFoto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang bermafaat

16

pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negatif palsu, dan tidak dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di daerah kompleks ostio-meatal. Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal.a) TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati

dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal, sedangkan pada polip yang rekuren diperlukan juga potongan aksial.

b) CT scan dapat dilakukan untuk polip biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung. Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang berwarna keabu-abuan.

3) Tes AlergiEvaluasi alegi dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat alergi lingkungan atau riwayat alergi pada keluarganya.

4) LaboratoriumUntuk membedakan penyebabnya karena alergi atau tidak (alergi : hasil swab hidung ditemukan eosinofil, non alergi ditemukan neutrofil.

5) HistopatologiDitemukan: pseudostratified ciliated columnar epithelium, ephitelial basement membrane yang menebal, oedematous stroma.

3.1.3 Diagnosa keperawatan1) Pre Operasi

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hidung tersumbatc. Nyeri kronik berhubungan dengan edema kavum nasid. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan nafsu makan menurune. Resiko infeksi berhubungan dengan terhambatnya drainase sekretf. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan (adanya sumbatan

pada hidung)g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk

hidung.2) Post Operasi

a. Nyeri akut berhubungan trauma jaringan akibat pembedahan 3.1.4 Intervensi dan Rasional

1) Pre Operasi

17

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secretTujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif setelah dilakukan tindakan.Kriteria Hasil : 1) Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih.2) Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.3) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan

bersiahan jalan nafas.Intervensi :1) Observasi RR tiap 4 jam, bunyi napas, kedalaman inspirasi, dan

gerakan dada Rasional: Mengetahui keefektifan pola napas

2) Auskultasi bagian dada anterior dan posterior Rasional: Mengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi tambahan

3) Pantau status oksigen pasien Rasional: Mencegah terjadinya sianosis dan keparahan

4) Berikan posisi fowler atau semifowler tinggi Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi, dan meningkatkan ekspansi paru

5) Berikan O2 (oksigenasi) bila diperlukan Rasional: Membantu pengenceran sekret mengkompensasi ketidakadekuatan O2 akibat inspirasi yang kurang maksimal

6) Kolaborasi:pemberian obat korticostreroid Rasional: Kortikosteroid :memberikan respon anti inflamasi non-spesifik yang mengurangi ukuran polip dan mengurangi gejala sumbatan hidung.Membantu pasien untuk mengeluarkan sekret yang menumpuk

7) Ajarkan terapi napas dalam pada pasien Rasional: Membantu melapangkan ekspansi paru

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hidung tersumbatTujuan: Mempertahankan pola pernafasan normal/ efektif bebas dispnea, sianosis atau tanda lain distress pernafasan.Kriteria Hasil : 1) Frekuensi nafas normal 16 – 20 x/mnt2) Tidak ada suara nafas tambahan3) Tidak menggunakan otot pernafasan tambahan4) Tidak terjadi dispnoe dan sianosisIntervensi : 1) Kaji/awasi prekuensi pernapasan, kedalaman, irama. 2) Perhatikan laporan dispnea dan/atau penggunaan otot bantu

pernapasan cuping hidung, gangguan pengembangan dada.3) Beri posisi dan bantu ubah posisi secara periodik 4) Anjurkan/bantu dengan tehnik napas dalam dan/atau pernapasan

bibir atau pernapasan diagfragmatik abdomen bila diindikasikan.5) Awasi/evaluasi warna kulit, perhatikan pucat, terjadinya sianosis

(khususnya pada dasar kulit, daun telinga,dan bibir)

18

6) Kaji respon pernapasan terhadap aktivitas. Perhatikan keluhan dispnea/lapar udara meningkatkan kelelahan. Jadwalkaan periode istirahat antara aktivitas.

7) Identifikasi/dorong tehnik penghematan energi mis : periode istirahat sebelum dan setelah makan, gunakan mandi dengan kursi, duduk sebelum perawatan.

8) Tingkatkan tirah baring dan berikan perawatan sesuai indikasi selama eksaserbasi akut/panjang

9) Berikan lingkungan tenang10) Observasi distensi vena leher, sakit kepala, pusing, edema

periorbital/fasial, dispnea,dan stridor11) Kolaborasi :Berikan tambahan oksigenRasional :1) Perubahan (seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesori)

dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan/ pengaruh pernapasan yang membutuhkan upaya intervensi

2) Meningkatkan kenyamanan pasien.3) Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan napas

kecil, memberikan pasien beberapa kontrol terhadap pernapasan, membantu menurunkan ansietas.

4) Dapat menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah, menimbulkan hipoksemia.

5) Penurunan oksigen seluler menurunkan toleransi aktivitas. Istirahat menurunkan kebutuhan oksigen dan mencegah kelelahan dan dispnea

6) Membantu menurunkan kelelahan dan dispnea dan menyimpan energi untuk regenerasi seluler dan fungsi pernapasan

7) Memburuknya keterlibatan pernapasan/ hipoksia dapat mengindikasikan penghentian aktivitas untuk mencegah pengaruh pernapasan lebih serius.

8) Meningkatkan relaksasi, penyimpanan energi dan menurunkan kebutuhan oksigen

9) Evaluasi tingkat sumbatan jalan nafas.10) Memaksimalkan ketersediaan untuk untuk kebutuhan sirkulasi,

membantu menurunkan hipoksemia11) Mengukur keadekuatan fungsi pernapasan dan keefektifan terapi

c. Nyeri kronik berhubungan dengan edema kavum nasiTujuan : nyeri berkurang atau hilangKriteria hasil :1) Klien mengungkapakan kualitas nyeri yang dirasakan berkurang

atau hilang2) Klien tidak menyeringai kesakitan3) Tidak ada kegelisahan dan ketegangan otot4) Tidak terjadi perubahan pola tidur pada pasienIntervensi :1) Kaji tingkat nyeri klien2) Observasi tanda-tanda vital dan keluhan klien3) Kaji pola tidur , pola makan, serta pola aktivitas pasien

19

4) Ajarkan tekhnik relaksasi dan distraksi (misal: baca buku atau mendengarkan music)

5) Kolaborasi dengan tim medis untuk terapi konservatif: pemberian obat kortikosteroid dan pemberian analgesik

6) Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya7) Jelaskan pada keluarga dan pasien bahwa dalam penatalaksanaan

ini membutuhkan kepatuhan klien utk menghindari penyebab / pencetus alergi

Rasional :1) Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan

selanjutnya.2) Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.

TTV dapat menunjukkan kualitas nyeri dan respon nyeri oleh tubuh pasien tersebut

3) Untuk mengetahui pengaruh nyeri yang timbul pada pola kesehatan pasien

4) Klien mengetahui teknik distraksi dan relaksasi sehingga dapat mempraktekannya bila mengalami nyeri.

5) Menghilangkan/ mengurangi keluhan nyeri klien. Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.

6) Memberikan pengetahuan pada klien dan keluarga7) Untuk memaksimalkan tindakan (mengurangi ketidak patuhan)

d. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafsu makan menurunTujuan : Menunjukkan peningkatan nafsu makanKriteria hasil :1) Klien tidak merasa lemas.2) Nafsu makan klien meningkat3) Klien mengalami peningkatan BB minimal 1kg/2mingguIntervensi 1) Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai atau tidak disukai.2) Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara pariodik.3) Kaji turgor kulit pasien4) Pertahankan berat badan dengan memotivasi pasien untuk makan5) Menyediakan makanan yang dapat meningkatkan selera makan

pasien6) Berikan makanan kesukaan pasien 7) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan

(misalkan, pindahkan barang- barang yang tidak enak dipandang)8) Dorong makan sedikit demi sedikit dan sering dengan makanan

tinggi kalori dan tinggi karbohidrat9) Auskultasi bising usus, palpasi/observasi abdomen10) Kolaborasi dengan tim analis medis untuk mengukur kandungan

albumin, Hb, dan kadar glukosa darah.11) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang

TKTP pada pasien

20

12) Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya

13) Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal

14) Dukung keluarga untuk membawakan makanan favorit pasien di rumah

Rasionalisasi1) Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien2) Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan

makanan3) Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang

dari kebutuhan4) Mempertahankan berat badan yang ada agar tidak semakin

berkurang5) Meningkatkan nafsu makan pasien6) Merangsang nafsu makan pasien7) Meningkatkan rasa nyaman pasien untuk makan8) Meningkatkan asupan makanan pada pasien9) Mengetahui adanya bising atau peristaltik usus yang

mengindikasikan berfungsinya saluran cerna10) Mengetahui kandungan biokimiawi darah pasien11) Memberikan asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan pasien12) Memberi rangsangan pada pasien untuk menimbulkan kembali

nafsu makannya13) Agar pasien mengetahui kebutuhan nutrisinya dan cara

memenuhinya yang sesuai dengan kebutuhan, agar pasien mendapatkan gizi yang seimbang dengan harga yang relatif terjangkau

14) Merangsang nafsu makan pasiene. Resiko infeksi berhubungan dengan terhambatnya drainase sekret

Tujuan : Meningkatnya fungsi indera penciuman klienKriteria hasil:1) Klien tidak merasa lemas2) Mukosa mulut klien tidak keringIntervensi : 1) Pantau adanya gejala infeksi2) Kaji faktor yang dapat meningkatkan serangan infeksi3) Awasi suhu sesuai indikasi 4) Pantau suhu lingkungan 5) Menjaga lingkungan, ventilasi, dan juga pencahayaan dirumah

tetap bersih6) Menjaga timbulnya infeksi7) Menjaga perilaku dan keadaan yang mendukung terjadinya

infeksiRasional1) Reaksi demam indicator adanya infeksi lanjut2) Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk

mempertahankan suhu mendekati normal

21

3) Evaluasi suhu untuk mengetahui ada infeksi atau tidak4) Suhu Lingkunngan yang terkontrol akan memberikan

kenyamanan.5) Memberi rasa nyaman pada klien6) Agar tidak terjadi infeksi7) Agar tidak terjadi infeksi

f. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan (adanya sumbatan pada hidung)Tujuan : pengurangan ansietasKriteria hasil :1) Pasien tidak menunjukkan kegelisahan2) Pasien dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negatif3) Tidak terjadi insomniaIntervensi1) Kaji tingkat kecemasan pasien2) Tanyakan kepada pasien tentang kecemasannya3) Ajak pasien untuk berdiskusi masalah penyakitnya dan

memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan pilihan4) Berikan posisi yang nyaman pada pasien5) Berikan hiburan kepada pasien6) Kolaborasi: pemberian obat- obatan penenang jika pasien

mengalami insomnia7) Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, perawatan, dan

prognosis8) Ajarkan pasien tentang penggunaan teknik relaksasiRasional1) Mengetahui tingkat kecemasan pasien2) Mengetahui penyebab kecemasan pasien3) Meningkatkan motivasi diri pasien4) Tingkat kenyamanan pasien dapat mempengaruhi kecemasan

pada pasien5) Hiburan akan mengalihkan fokus pasien dari kecemasannya6) Memberikan bantuan farmakologik untuk menenangkan pasien7) Memberi pengetahuan yang faktual pada pasien8) Relaksasi membantu menurunkan kecemasan pada pasien

g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk hidungTujuan : Tidak ada gangguan citra tubuhKriteria Hasil : Klien akan memperlihatkan kesediaan dan kemampuan menjalankan tanggungjawabnya.Intervensi1) Dorong individu untuk mengungkapkan perasaannya terutama

tentang perasaanya, pikiran atau pandangannya mengenai diri sendiri.

2) Gali sistim keyakinan3) Dorong individu untuk mengajukan pertanyaan mengenai

masalah kesehatan, pengobatan, kemajuan dan prognosis4) Berikan Informasi yang terpercaya dan perkuat informasi yang

telah diberikan.

22

5) Dorong individu untuk mendekatkan diri dengan kepercayaanya dan nilai spiritual.

6) Beri kesempatan pada individu untuk berbagi pengalaman bersama orang yang pernah mengalami pengalaman serupa.

Rasional1) Kontak sering dengan klien menunjukkan penerimaan dan dapat

meningkatkan rasa percaya diri klien.2) Diskusi yang jujur dan terbuka mengungkapkan bahwa perubahan

yang terjadi dapat teratasi da mengontrol perasaan klien.3) Interasksi social dapat memperkuat kesan bahwa individu dapat

diterima 4) Mengeksprsesikan persaan dan persepsi yang dimiliki

meningkatkan kewaspadaan diri klien serta membantu perawat merencanakan intervensi yang efektif guna memenuhi kebutuhan klien. Dengan memvalidasi persepsi klien, perawat akan memperoleh kepaastian tentang kecemasan klien pun akan berkurang.

5) Partisipasi klien dalam perawatan diri dan perencanaan mendukung koping yang positif terhadap perubahan yang terjadi.

6) Mengidentifikasi karakteristik serta kekuatan personal dapat membantu klien berfokus pada karakteristik posirif yang mendukung keseluruhan konsep diri, dan bukan hanya pada perubahan citra tubuh yang dialami.

2) Post Operasi 1) Nyeri akut berhubungan dengan edema cavum nasal

Tujuan : nyeri berkurang atau hilangKriteria hasil :1) Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau

hilang2) Klien tidak menyeringai kesakitan 3) Skala nyeri turun antar 0 – 3Intervensi1) Kaji tingkat nyeri klien2) Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya3) Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi4) Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien5) Kolaborasi dngan tim medis :Terapi konservatif , obat

Acetaminopen; dekongestan hidungRasional1) Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan

selanjutnya2) Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi

dalam perawatan untuk mengurangi nyeri3) Klien mengetahui tehnik distraksi dan relaksasi sehinggga dapat

mempraktekkannya bila mengalami nyeri4) Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.5) Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien

23

BAB 4TINJAUAN KASUS

4.1 Pengkajian4.1.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. SUmur : 30 TahunAlamat : SurabayaAgama : IslamPendidikan : SMAPekerjaan : Karyawan BankStatus perkawinan : Belum kawinSuku : JawaTanggal MRS : 15 November 2012 (Jam 08.00)Diagnosa : Polip nasi Dektra/sinistra

4.1.2 Riwayat Keperawatana. Keluhan Utama

Pasien mengungkapkan hidung terasa buntu b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengungkapkan pada hidung terasa buntu kurang lebih sudah 7 bulan yang lalu ,terutama bagian kanan, semakin lama semakin buntu sehingga apabila bernafas sulit Rasa buntu timbul terutama pada pagi hari dan malam hari terutama kalau udara dingin. Sehingga kalau malam hari tidur sering tidak nyenyak karena hidung buntu. Pasien sudah sering berobat ke dokter dan diberikan obat namanya dexamethason, tetapi keluhan buntu hilang timbul, apabila diberi obat menurun, klien juga mengeluh kepala terasa sakit dengan (skala nyeri 4)

c. Riwayat Penyakit DahuluPasien mengungkapkan pernah menderita sinusitis pada tahun 2005 bulan Februari.

d. Riwayat Penyakit KeluargaBapak klien juga menderita sinusitis dan riwayat alergi

e. Riwayat AlergiPasien mengungkapkan alergi pada udara dingin

f. Data Psikososial spiritualPasien terlihat cemas akan sakitnya karena sudah lama dan tidak sembuh sembuh bahkan terasa semakin parah, mengatakan sakitnya merupakan cobaan. Pasien tinggal bersama orang tuanya. Hubungan pasien dengan keluarganya sangat baik, ini dibuktikan dengan keluarga selalu menjenguk pasien. Pasien tidak terlalu aktif dalam kegiatan di lingkungannya karena pasien sibuk dengan pekerjaannya. Pasien selalu ke mesjid setiap jumatnyanya dan pasien selalu menjalankan sholat 5 waktu.

4.1.3 Pemeriksaan Fisik1) System pernapasan (B1 : Breath)

Dyspnea, Frekuensi pernapasan 24 kali/menit, pola napas teratur, bunyi napas vesikular, bentuk dada normal, pengembangan paru simetris kiri dan kanan, tidak ada pemakaian otot bantu pernapasan. Pasien

24

mengeluhkan hidung buntu terutama bagian kanan dan pada saat diobservasi terlihat massa menutupi jalan napas bagian dextra sinistra, berwarna abu-abu.Masalah keperawatan: Ketidakefektifan pola nafas

2) System sirkulasi (B2 : Blood)Suara jantung lup dup: S1-S2 tunggal terdengar di mid clavicularis sinistra ICS 4-5, irama regular, TD 130/70 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu : 36 ³ ºC, akral hangat, kering berwarna merah, capillary refill time < 2detik. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

3) System persyarafan (B3 : Brain)Kesadaran : komposmentisNyeri kepala, skala nyeri 4. Pasien tampak menyeringai kesakitan, klien tampak tegang dan gelisah.Masalah Keperawatan: nyeri

4) System Perkemihan (B4 : Bladder)Vesika urinaria lembek, pasien sudah kencingMasalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

5) System Pencernaan (B5 :Bowel)Bising usus 6 x/menit. Kuat tidak ada distensi abdomen, perkusi abdomen tympani.Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

6) System Muskuloskeletal (B6: BONE) Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

4.2 Analisa DataData Masalah Kemungkinan penyebab

S: Pasien mengungkapkan lubang hidung buntu terutama bagian kanan dan sulit bernafasO: KU baik, Dyspnea, RR: 24 x/menit, Ada massa menutupi jalan napas bagian dextra sinistra, berwarna abu-abu,

Ketidakefektifan pola nafas

Hidung tersumbat

S: pasien sakit kepala O: TD 130/70 mmHg, nadi 80 x skala nyeri 4. Pasien tampak menyeringai kesakitan, klien tampak tegang dan gelisah.

Nyeri Edema kavum nasi

25

S: pasien mengungkapkan cemas terhadap penyakitnya sudah lama dan tidak sembuh - sembuhO: Wajah klien tampak tegang dan gelisah, TD 130/70 mmHg, nadi 80 x

Ansietas Status kesehatannya

4.3 Diagnosa Keperawatan1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hidung tersumbat2) Nyeri kronik berhubungan dengan edema kavum nasi3) Ansietas sehubungan dengan status kesehatanya

4.4 Intervensi Keperawatan4.4.1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hidung tersumbat

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit, pola pernafasan normal/ efektif bebas dispnea.Kriteria Hasil : 1) Frekuensi nafas normal 16 – 20 x/mnt2) Tidak ada suara nafas tambahan3) Tidak menggunakan otot pernafasan tambahan4) Tidak terjadi dispneaIntervensi : 1) Kaji/awasi prekuensi pernapasan, kedalaman, irama.

Rasional: Perubahan (seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesori) dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan/ pengaruh pernapasan yang membutuhkan upaya intervensi

2) Perhatikan laporan dispnea dan/atau penggunaan otot bantu pernapasan cuping hidung, gangguan pengembangan dada.Rasional: Meningkatkan kenyamanan pasien.

3) Beri posisi dan bantu ubah posisi secara periodikRasional: Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan napas kecil, memberikan pasien beberapa kontrol terhadap pernapasan, membantu menurunkan ansietas.

4) Anjurkan/bantu dengan tehnik napas dalam dan/atau pernapasan bibir atau pernapasan diagfragmatik abdomen bila diindikasikan.Rasional: Dapat menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah, menimbulkan hipoksemia.

5) Awasi/evaluasi warna kulit, perhatikan pucat, terjadinya sianosis (khususnya pada dasar kulit, daun telinga,dan bibir)Rasional: penurunan oksigen seluler menurunkan toleransi aktivitas. Istirahat menurunkan kebutuhan oksigen dan mencegah kelelahan dan dispnea

26

6) Kaji respon pernapasan terhadap aktivitas. Perhatikan keluhan dispnea/lapar udara meningkatkan kelelahan. Jadwalkaan periode istirahat antara aktivitas.Rasional: membantu menurunkan kelelahan dan dispnea dan menyimpan energi untuk regenerasi seluler dan fungsi pernapasan

7) Identifikasi/dorong tehnik penghematan energi mis : periode istirahat sebelum dan setelah makan, gunakan mandi dengan kursi, duduk sebelum perawatan.Rasional: memburuknya keterlibatan pernapasan/ hipoksia dapat mengindikasikan penghentian aktivitas untuk mencegah pengaruh pernapasan lebih serius.

8) Tingkatkan tirah baring dan berikan perawatan sesuai indikasi selama eksaserbasi akut/panjangRasional: meningkatkan relaksasi, penyimpanan energi dan menurunkan kebutuhan oksigen

9) Berikan lingkungan tenangRasional: Memberikan suasanya yang tenag dan nyaman untuk istirahat klien

10) Observasi distensi vena leher, sakit kepala, pusing, edema periorbital/fasial, dispnea,dan stridorRasional: memaksimalkan ketersediaan untuk untuk kebutuhan sirkulasi, membantu menurunkan hipoksemia

11) Kolaborasi :Berikan tambahan oksigenRasional: Mengukur keadekuatan fungsi pernapasan dan keefektifan terapi

4.4.2 Nyeri kronik berhubungan dengan edema kavum nasiTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawataan selama 2x24 jam nyeri klien berkurang atau hilang Kriteria hasil :1) Klien mengungkapakan kualitas nyeri yang dirasakan berkurang atau

hilang2) Klien tidak menyeringai kesakitan3) Tidak ada kegelisahan dan ketegangan otot4) Tidak terjadi perubahan pola tidur pada pasienIntervensi :1) Kaji tingkat nyeri klien

Rasional: Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya.

2) Observasi tanda-tanda vital dan keluhan klien Rasional: Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien. TTV dapat menunjukkan kualitas nyeri dan respon nyeri oleh tubuh pasien tersebut

3) Kaji pola tidur , pola makan, serta pola aktivitas pasien Rasional: Untuk mengetahui pengaruh nyeri yang timbul pada pola kesehatan pasien

4) Ajarkan tekhnik relaksasi dan distraksi (misal: baca buku atau mendengarkan music)

27

Rasional: klien mengetahui teknik distraksi dan relaksasi sehingga dapat mempraktekannya bila mengalami nyeri.

5) Kolaborasi dengan tim medis untuk terapi konservatif: pemberian obat kortikosteroid dan pemberian analgesik Rasional: menghilangkan/ mengurangi keluhan nyeri klien. Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.

6) Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganyaRasional: Memberikan pengetahuan pada klien dan keluarga

7) Jelaskan pada keluarga dan pasien bahwa dalam penatalaksanaan ini membutuhkan kepatuhan klien utk menghindari penyebab/pencetus alergi Rasional: Untuk memaksimalkan tindakan (mengurangi ketidak patuhan)

4.4.3 Ansietas berhubungan dengan status kesehatan (adanya sumbatan pada hidung)Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 jam klien bisa menyesuaikan diri dengan keadaanya.Kriteria hasil :1) Pasien tidak menunjukkan kegelisahan2) Pasien dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negatif3) Tidak terjadi insomniaIntervensi1) Kaji tingkat kecemasan pasien

Rasional: Mengetahui tingkat kecemasan pasien2) Tanyakan kepada pasien tentang kecemasannya

Rasional: Mengetahui penyebab kecemasan pasien3) Ajak pasien untuk berdiskusi masalah penyakitnya dan memberikan

kesempatan kepada pasien untuk menentukan pilihanRasional: Memberikan komunikasi terapeutik pada pasien untuk menggungkapkan masalahnya.

4) Berikan hiburan kepada pasien Hiburan akan mengalihkan fokus pasien dari kecemasannya

5) Kolaborasi: pemberian obat- obatan penenang jika pasien mengalami insomnia Rasional: Memberikan bantuan farmakologik untuk menenangkan pasien

6) Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, perawatan, dan prognosis Rasional: Relaksasi membantu menurunkan kecemasan pada pasien

7) Ajarkan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi Rasional: Kejelasan mengenai prosedur dapan mengurangi kecemasan pasien

28

BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 SimpulanPolip nasi ialah massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung yang

terjadi akibat inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-abuan dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral.

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi.Diagnos keperawatan yang munkin akan didapatkan pada klien klien polip nasi antara lain:

a. Pre Operasia. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi

sekretb. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hidung tersumbatc. Nyeri kronik berhubungan dengan edema kavum nasid. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan nafsu makan menurune. Resiko infeksi berhubungan dengan terhambatnya drainase sekretf. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan (adanya sumbatan

pada hidung)g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk

hidung.b. Post Operasi

a. Nyeri akut berhubungan trauma jaringan akibat pembedahan5.2 Saran

Mahasiswa keperawatan dan seseorang yang profesinya sebagai perawat diharapkan mampu memahami dan menguasai berbagai hal tentang polip seperti etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, dan lainnya, serta asuhan keperawatan yang tepat bagi pasien yang menderita polip, agar gangguan pada daerah hidung ini dapat teratasi dengan baik.

29

DAFTAR PUSTAKA Adair LS, Larsen PG. 2001. Maturational Timing and Overweight Prevalence in

US Adolescent Girls. Am J Public Health Arief Mansoer dkk. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

fakultas kedokteran universitas IndonesiaAssanasen P, Naclerio RM. 2001. Medical an surgical management of nasi

polyps. Current Opinion in Otolaryngology & Head and Neck SurgeryBallenger, J.J. 1997. Disease of The Nose, Throat, Ear, Head and Neck. Edisi Ke-

14. Lea & Febiger, Philadelphia allenger, J.J. 1997. Disease of The Nose, Throat, Ear, Head and Neck. Edisi Ke-14. Lea & Febiger, PhiladelphiaCorbrigde,1998

Doenges, E. Mari Lynn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGCDrake-Lee AB. 1997. Nasi Polyps. Di dalam Kerr AG (ed) Scott-Brown’s

Otolaryngology. Oxford: Butterworth-Heinemann PrErbek et al. 2007. The Role of Allergy in the severity of nasi polyposis. Am J

Rhinol Ferguson BJ, Orlandi RR. 2006. Chronic hypertrophic rhinosinusitis and nasi

polyposis. Di dalam Bailey et al (eds) Head & Neck Surgery Otolaryngology. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.

Fokkens et al. 2007. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasi Polyps. Rhinology Supplement

Greenberg J, 1998. Current Management of Nasal Polyposis. Diakses dari www.bcm.com

Journal Unair Vol. 1, 2008 file:///I:/pOLIO%20Present/artikel_detail-35552-Kep%20Sensori%20dan%20Persepsi-Askep%20Polip.html

Kirtreesakul V. 2002. Update on nasi polyps: etiopathogenesis. J Med Assoc Thai 88(12): 1966-1972

Lund V, Mackay IS. 1993. Staging in Chronic Rhinosinusitis. Rhinology 31: 183-184

McClay JE, 2007. Nasal Polyps. Diakses dari www.emedicine.comSzema AM, Monte DC, 2005. Nasal Polyposis: What Every Chest Physician

Netter F. v3.0. Interactive Atlas of Human Anatomy.Nizar & Mangunkusumo 2001. Kelainan Septum dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga,Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H.

Prof H.Nurbaiti Iskandar. 1993. dokter DSTHT. Jakarta : Fakultas kedokteran universitas Indonesia . balai penerbit FKUI.

Iskandar, Mangunkusumo et al 2007, Buku Ajar Ilmu Kesehatan , Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher, edisi ke enam, Jakarta: Fakultas kedokteran universitas Indonesia . balai penerbit FKUI.

Negel,Patrick,2012, Dasar – dasar Ilmu THT, ed 2, Jakarta:EGCHeardman, T.Heather, 2012, Diagnosis keperawatan : definisi dan klasifikasi

2012 – 2014, Jakarta: EGCCapernito, Lynda Juall, 2009, Diagnosis keperawatan: aplikasi pada praktik

klinis, Jakarta : EGC