isi penelitian revisi

Upload: hghaib

Post on 17-Jul-2015

547 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan keganasan tersering ke 2 di Indonesia setelah kanker servik, namun menempati urutan pertama di negara barat atau maju, dengan angka kematian yang tinggi, mencapai 40 ribu kasus pertahun di Amerika Serikat1, masalah yang dihadapi pada penanganan kanker payudara bermacam-macam, mulai screening, diagnostik, terapi, dan kekambuhannya. Secara umum harapan hidup penderita kanker payudara selama 5 tahun tergantung stadiumnya, pada stadium dini bisa mencapai 80%, sedangkan pada kasus lanjut atau metastase hanya mencapai 20% saja1,6

Gambar 1. 5 year survival rate kanker payudara berdasarkan stadium6 Lebih dari 30 % penderita kanker payudara dengan node negatif akan mengalami rekurensi, sedangkan pada kelompok node positif angka rekurensi mencapai 70 %, Secara umum rekurensi kanker payudara dapat disebabkan berbagai faktor yaitu, faktor individu, meliputi usia, pre/post menopouse; faktor tumor yaitu, ukuran tumor, patologi anatomi tumor, status imunohistokimia, dan terakhir faktor pengobatan yaitu, pemberian adjuvan terapi2,4 Penanganan kanker payudara terus berkembang seiring perkembangan teknologi dalam mendeteksi biomolekuler kanker tersebut, tujuan terapi adalah memperpanjang daya tahan hidup dan mencegah kekambuhan. Berbagai usaha dilakukan untuk mencegah kekambuhan yaitu dengan munculnya rekomendasi dari St.Gallen 2005 yang membagi penderita kanker 1

payudara menjadi 3 golongan resiko untuk tejadinya kekambuhan: low risk, average risk, high risk. Dengan dasar ini dapat ditentukan kelompok pasien yang akan menerima adjuvant terapi dan jenis terapi adjuvant yang berbeda pula.31 Perkembangan konsesnsus St Gallen terus berlanjut yaitu konsensus 2007 dan 2009, namun dari semua konsensus tersebut hanya bersifat rekomendasi bukan guidelines, dimana tidak semua kasus memiliki referensi dan evidance based yang yang kuat, sehingga dibalik konsensus St.Gallen masih banyak hal yang diperdebatkan. Pada St gallen 2009 didapatkan beberapa point perdebatan diantaranya yaitu: Pembedahan pada aksila dan margin operasi, radiasi pada DCIS, pemeriksaan patologi ER,PR,Ki67 dan grading tumor, multi gene signature, terapi endokrin, kemoterapi, targeted therapies, neo adjuvant terapi, fertilitas dan kanker payudara pada laki-laki.31,32 Disamping itu masalah perbedaan ethnic / demography dalam perjalalan penyakit dan penangan kanker tersebut, pada grafik dibawah digambarkan perbedaan angka kejadian dan mortalitas kanker payudara pada beberapa ethnis yang berbeda di Amerika Serikat Wanita kulit putih memiliki angka kejadian lebih tinggi dibandingkan yang lain, namun kejadian dibawah usia 40 tahun lebih banyak didapatkan pada etnis campuran Afro-Amerika dan juga ukuran tumor yang lebih besar, ethnis latin/hispanic memiliki angka kejadian paling rendah. Angka kematian lebih tinggi didapatkan pada etnis Afro-Amerika, Untuk menelaah lebih jauh tentang guidelines St.Gallen dan adanya kemungkinan perbedaan pola dan sifat pertumbuhan kanker payudara pada beberapa etnis dan ras, juga untuk menilai faktor faktor yang dapat berperan dalam terjadinya rekurensi kanker payudara di indonesia, khususnya di RSU Dr. Soetomo Surabaya, maka dilakukan penelitian ini sedangkan data penyakit kanker payudara dan angka rekurensi di Indonesia selama ini belum ada, dan belum adanya penelitian dalam menilai faktor tumor sebagai faktor penyebab rekurensi di Indonesia.

Gambar 2. Perbedaan angka kejadian kanker payudara pada beberapa etnis 2

Pada penelitian ini dicoba untuk mengevaluasi faktor-faktor tumor yang mungkin berkaitan dengan kejadian perjalanan penyakit kanker payudara pasca operasi mastektomi 2 tahun yang lalu atau lebih di RSU Dr. Soetomo Surabaya, kemudian dievaluasi angka kejadian rekurensi dihubungkan juga dengan faktor faktor tumor tersebut, diantaranya : ukuran tumor, kelenjar getah bening yang terlibat, grading tumor, mitotic index, tubulo formation, angioinvasif, imunohistokimia (ER, PR dan HER-2/neu), dalam menyebabkan rekurensi tersebut. . 1.2 Rumusan Masalah Seberapa besar angka rekurensi pasien kanker payudara di RSU Dr. Soetomo Surabaya dan apakah peran faktor - faktor tumor kanker payudara (ukuran tumor, kelenjar getah bening regional, grading, angioinvasif, mitotic index, tubular formation, Estrogen reseptor (ER), Progesteron reseptor (PR) dan HER-2/neu dengan kejadian rekurensi 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui angka kejadian rekurensi kanker payudara paska operasi mastektomi dan hubungannya dengan faktor-faktor terkait tumor di RSU Dr.Soetomo, Surabaya 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan ukuran tumor. 2. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan jumlah kelenjar getah bening regional yang terlibat. 3. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan grading tumor. 4. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan mitotic index tumor. 5. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan tubulus formation tumor. 6. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan adanya angioinvasif tumor . 3

7. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan persentase hormon estrogen reseptor (ER). 8. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan persentase hormon progesteron reseptor (PR). 9. Mengetahui resiko relatif kejadian rekurensi kanker payudara dengan konsentrasi HER-2/neu. 10. Mengetahui perbandingan kejadian rekurensi kanker payudara yang dilakukan operasi di RSU Dr. Soetomo dengan operasi di RS luar yang dirujuk ke RSU Dr. Soetomo. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang besar angka kejadian rekurensi kanker payudara paska mastektomi di RSU Dr. Soetomo Surabaya dan menilai berapa besar peran faktor faktor tumor dalam menyebabkan rekurensi tersebut. 1.4.2 Manfaat Klinis Dengan diketahui seberapa besar resiko faktor-faktor tumor dalam menyebabkan rekurensi kanker payudara, diharapkan klinisi dapat memiliki panduan faktor apa saja yang paling berperan dalam menyebabkan rekurensi, sehingga dapat dilakukan pemberian terapi adjuvant dapat lebih tepat dan adekuat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. KARSINOMA PAYUDARA Kanker payudara merupakan keganasan tersering didunia, dan penyebab kematian tertinggi pada kasus keganasan, di Amerika Serikat diperkirakan sebanyak 212.920 kasus kanker payudara baru setiap tahunnya dengan 61,982 kasus kematian pada tahun 2006. Kejadian kanker payudara pada usia diatas 50 tahun diperkirakan 375.0 per 100,000 penduduk, sedangkan kejadian pada wanita dibawah usia 50 tahun 42.5 per 100,0003 Di Indonesia berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2007, kejadian kanker payudara sebanyak 8.227 kasus atau 16,85 persen dan kanker leher rahim 5.786 kasus atau 11,78 persen, Prevalensi kejadian tumor/kanker di Indonesia sendiri, menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007, sebesar 4,3 per 1000 penduduk5. 2.2. REKURENSI KANKER PAYUDARA Kanker payudara dapat mengalami recurrence/kekambuhan/rekurensi, rekurensi tersebut dapat terjadi dalam 3 kondisi: Local recurrence Terjadi apabila sel kanker muncul kembali pada tempat awal tumbuhnya tumor primer, kekambuhan lokal ini dipercaya bukan karena penyebaran sel kanker tersebut, namun lebih disebabkan karena kegagalan pada terapi pertama kali. Rekurensi lokal pada umumnya dapat diketahui dari munculnya single atau multiple nodul baru di subkutan dekat dengan luka insisi lama, secara umum kekambuhan tersering terjadi pada 5 tahun pertama. Ukuran tumor yang besar merupakan faktor yang meningkatkan terjadinya rekurensi lokal.8,9 Pada pasien setelah mengalami mastektomi, sebagian dari kulit dan lemak payudara ditinggalkan, hal ini yang menyebabkan rekurensi lokal dapat terjadi, pada wanita yang dilakukan BCT ( breast conserving therapy ) diberikan tambahan terapi radiasi, hal ini dimaksudkan untuk menghindari local recurrence tersebut. Regional recurrence Merupakan komplikasi yang lebih serius dibandingkan local recurrence, karena hal ini biasanya menunjukkan bahwa sel kanker telah menyebar keluar dari payudara dan daerah aksila, regional recurrence dapat terjadi di otot dada, kelenjar getah bening mamary interna, kelenjar getah bening di supraklavikula dan leher, dua lokasi terakhir menunjukkan bahwa kanker tersebut tumbuh lebih agresif 10,11. 5

Secara keseluruhan angka regional recurrence antara 2 - 5 % dari seluruh kasus kanker payudara. Penanganan pada kondisi ini lebih kompleks, dari tindakakan operasi untuk membuang kelenjar tersebut, kemoterapi, radioterapi dan endokrin terapi.11 Distant recurrence Juga dikenal sebagai metastasis jauh, merupakan kekambuhan yang paling berat, dan berhubungan dengan harapan hidup yang sangat rendah. Pada umumnya sel kanker menyebar pertama kali ke kelenjar getah bening di aksila. Sekitar 60-75% rekurensi jauh terjadi di tulang, disusul ditempat lain yaitu paru, hepar, otak dan organ lain. Terapi yang dapat diberikan antara lain kemoterapi, radioterapi dan hormonal terapi. 2.3 EPIDEMIOLOGI REKURENSI KANKER PAYUDARA Rekurensi kanker payudara dapat terjadi setelah beberapa bulan hingga bertahun-tahun pasca operasi, lebih dari 30 % penderita kanker payudara dengan node negatif akan mengalami rekurensi, sedangkan pada kelompok node positif angka rekurensi mencapai 70 %, kejadian rekurensi kanker payudara paling sering terjadi dalam 2 tahun pertama setelah operasi, pada penelitian meta analisis, The Early Breast Cancer Trialists Collaboration Group, melibatkan 55 clinical trials dengan 37.000 pasien, dari penelitian ini menunjukkan angka kejadian rekurensi pada kelompok pasien yang tidak mendapatkan endokrin terapi.8

Gambar 3. Diagram persentase rekurensi dibandingkan dengan lama tahun setelah operasi8 Angka rekurensi paling tinggi didapatkan pada 2 tahun pertama, dan tetap terjadi pada evaluasi 10 tahun setelah operasi. Angka rekurensi pada kelompok node positif yang tidak mendapatkan hormonal terapi sebesar 50 % dan sebesar 32 % pada kelompok node negatif dalam 10 tahun evaluasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Abeena dkk, 2001, didapatkan angka kejadian 6

rekurensi dalam 5 tahun pada stadium I sebesar 7 %, stadium II sebesar 11% dan pada stadium III sebesar 13% 3

Gambar 4 : Probabilitas rekurensi kanker payudara berdasarkan tahun paska operasi mastektomi9 Pada gambar 4 dijelaskan besar angka kejadian rekurensi payudara baik lokoregional (LRR) dan rekurensi jauh (DM) pada kelompok yang diberikan radioterapi (RT) dan non radioterapi. Tampak kejadian tertinggi yaitu rekurensi lokoregional dengan atau tanpa disertai rekurensi jauh pada kelompok tanpa pemberian radioterapi sebesar 49 % pada evaluasi selama 18 tahun. Kejadian rekurensi pada 2 tahun pertama paska operasi mastektomi sebesar 20%.9 Kanker payudara dapat mengalami rekurensi dalam 10 atau 20 tahun setelah diagnosa awal, namun resiko rekurensi semakin menurun sejalan bertambahnya waktu. Local recurrence pada pasien yang mengalami BCT sebesar 5% sampai 10% pada tahun ke 8 dan tahun 10, secara umum angka kejadian local recurrence sebesar 10 % dan sering berhubungan dengan metastasis jauh. Pada pasien yang sebelumnya dilakukan lumpektomi kemudian kambuh, terapi yang dapat diberikan adalah mastektomi, 50%-60% pasien tersebut akan bebas tumor dalam 5 tahun pertama. Hal ini berbeda dengan rekurensi pada dinding dada pada pasien paska mastektomi, biasanya terjadi dalam 2-3 tahun pertama, median survival pada kasus ini berkisar 2-3 tahun6 2.4. Faktor-Faktor Penyebab Rekurensi Secara umum rekurensi kanker payudara, disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya, faktor individu, faktor tumor, faktor macam tindakan pengobatan yang diberikan. Faktor individu meliputi usia saat pertama kali terdiagnosa kanker payudara, usia dibawah 35 tahun 7

memiliki resiko tinggi untuk terjadi rekurensi. Faktor pengobatan meliputi tindakakan eksternal radiasi setelah Breast Conversing Surgery, terbukti pemberian radiasi menurunkan angka kejadian rekurensi, pada sebuah penelitian didapatkan angka rekurensi pada pasien post lumpektomy yang dilakukan radioterapi sebesar 13,4%, sedangkan pada kelompok yang dilakukan kemoterapi dan radioterapi turun menjadi 2,6 %.12 Pada sebuah penelitian pasien post lumpektomy yang dilakukan radioterapi angka

rekurensi sebesar 7 %, dibandingkan kelompok pasien yang dilakukan radioterapi dan pemberian hormonal terapi turun menjadi 3%.13 Tindakan operasi mastektomi, apakah margin operasi bebas dari sel kanker payudara, apabila masih didapatkan sel kanker pada tepi operasi maka akan meningkatkan resiko terjadinya rekurensi. Persentase selama 8 tahun bebas tumor ( disease free interval ) pada kelompok pasien dengan margin negatif sebesar 73%, sedangkan pada kelompok dengan margin negatif mencapai 93 %. Faktor tumor meliputi ukuran tumor, kelenjar getah bening aksila yang terinfiltrasi sel kanker, grading kanker, status hormonal reseptor dan status reseptor HER2 neu.7,18 Tabel 1. Faktor faktor prognostik terjadinya rekurensi: morphology based dan non morphology based14

Pada beberapa tahun terakir, dilakukan penelitian tes genetik dalam memprediksi rekurensi kanker payudara, beberapa contoh tes yaitu: MammaPrint, Oncotype DX dengan menilai lebih dari 70 gen yang berhubungan dengan kanker payudara, tes ini dikenal dengan nama gene expression profiling. Namun tes ini terbatas pada kanker payudara dengan reseptor estrogen positif dan tidak menunjukkan adanya penyebaran ke kelenjar getah bening12. Dibawah ini diuraikan faktor faktor terkait tumor yang dapat berperan menyebabkan kejadian rekurensi kanker payudara. 8

2.4.1 Ukuran Tumor Ukuran tumor secara langsung berhubungan dengan persentase keterlibatan kelenjar getah bening aksila, semakin besar diameter tumor tersebut, maka semakin tinggi pula kejadian terkenanya kelenjar di aksila8

Tabel 2. perbandingan antara ukuran tumor dengan axilary node8

Pada tumor ukuran kecil, 2 5 cm yang mana dilakukan BCT/breast conserving therapy, didapatkan kejadian rekurensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumor yang dilakukan mastektomi, namun beberapa studi menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna survival rate pada kedua kelompok tersebut.11,26,30 Secara umum gambaran survival rate pada kanker payudara berhubungan dengan stadium, pada stadium I, dimana ukuran tumor kurang dari 2 cm dan tidak terdapat metastasis didapatkan 5 year survival rate (5-ysr) sebesar 97%, pada stadium II, dimana ukuran tumor antara 2 sampai 5 cm, dengan atau tidak disertainya keterlibatan kelenjar getah bening aksila memiliki 5ysr sebesar 88%-76%. Pada stadium III, dimana ukuran tumor lebih dari 5 cm dan telah melibatkan kelenjar getah bening aksila, ataupun telah melibatkan struktur sekitar seperti kulit, dinding dada, memiliki 5ysr sebesar 56% - 46%. Sedangkan pada stadium IV, dimana telah terjadi metastase jauh 5ysr hanya sebesar 16 %12. Dari data diatas terdapat gambaran penurun angka harapan hidup selam 5 tahun pada kelompok pasien dengan stadium II ( T < 5 cm ), dibandingkan stadium III ( T > 5 cm ), yaitu dari 88% turun drastis menjadi 46%.13,16

9

Gambar 5. Korelasi ukuran tumor, node dengan 5 year survival rate8 Peran ukuran tumor sebagai variabel faktor prognostik merupakan hal yang sangat penting, pada banyak penelitian ukuran tumor merupakan urutan kedua paling berpengaruh pada prognostik faktor. Ukuran tumor secara langsung berhubungan dengan kemungkinan terjadinya metastase regional dan angka kematian7,8,16 Pada sebuah penelitan didapatkan ukuran tumor 0,1 mm-5 mm dan 6 mm 10 mm akan mengakibatkan metastasis aksila sebesar 7,7 dan 12,5 %. Ukuran tumor kurang dari 1 cm memiliki angka rekurensi yang rendah, dengan angka 5 year survival rate mencapai 92 - 96%, sebaliknya ukuran tumor kurang dari 1 cm memiliki angka rekurensi sebesar 12 % setelah 20 tahun. 16 2.4.2 Lymph Nodes / Kelenjar Getah Bening (KGB) Kelenjar getah bening daerah aksila merupakan daerah pertama terjadinya penyebaran sel kanker payudara, dari sistem kelenjar ini, sel kanker menyebar keseluruh tubuh. Dari hasil patologi dapat dinilai apakah pembesaran kelenjar aksila hanya merupakan reaksi hiperplasi atau sudah terjadi metastase ke sistem kelenjar tersebut. Secara patologi kelenjar getah bening

10

yang terlibat dibagi menjadi 4 group, pN0 : tidak ada kelenjar yang terlibat, pN1: 1-3 kelenjar terkena, pN2 : 4 9 kelenjar terkena, pN3: lebih dari 9 kelenjar.3 Tabel 3. Perbandingan jumlah kelenjar getah bening yang terinfiltrasi sel kanker dengan survival.rate,pada.kasus.kanker.payudara18

Pemeriksaan secara klinis pada kelenjar getah bening aksila biasanya tidak akurat untuk menentukan adanya metastasis, kecuali ukurannya memang besar dan sudah lanjut. Pada sebuah studi menunjukkan false negatif sebesar 38,6 % dan false positif sebesar 27,3 %. Hasil yang positif metastase pada KGB aksila pada pemeriksaan patologi, mengindikasikan juga bahwa sel kanker kemungkinan besar sudah melakuan metastase jauh16. Pada penelitan analisis multivariate, pada kasus node positif, dengan tanpa pemberian adjuvant terapi, maka angka rekurensi mencapai 76%, dan hanya 24 % pada kelompok node negatif. Metastasis aksila merupakan faktor prognosis pada kanker payudara yang operable, namun seperempat pasien tanpa metastase kelenjar aksila menunjukkan kegagalan terapi, dan sebaliknya 30 % pasien dengan metastastis aksila memiliki harapan hidup sampai 10 tahun16. Jumlah dari node yang mengandung sel kanker lebih memiliki nilai prognostik, pada penelitian besar dengan 1,741 pasien, pada kelompok dengan node 0, 1-3, 4- 9 dan diatas 10, didapatkan 10 year survival sebesar 75, 62, 42, dan 20 persen16.

11

2.4.3 Histological Grade Histological grade dibuat berdasarkan aturan dari Bloom Richardson atau Nottingham score. Grading ini berdasarkan kombinasi dari nuclear grade, indeks mitosis dan tubule formation, yang mana ketiganya dilihat dibawah miroskop, dari ketiganya dapat diprediksi tingkat agresifitas sel kanker Nuclear grade : memiliki skor 1 3, berdasarkan penampakan nukleus dari sel kanker, skor 1 berarti inti sel mirip dengan sel normal, sedangkan skor 3 memiliki bentuk inti paling buruk Indeks mitosis Indeks mitosis merupakan perhitungan jumlah sel kanker yang mengalami mitosis dibagi dengan seluruh sel, perhitungan dilakukan dengan menggunakan mikroskop pada pembesara 400 kali. Indeks mitosis dibagi menjadi 3, berdasarkan jumlah sel yang mengalami mitosis per 10 high-power fields (HPF) pembesaran yang dilakukan adalah 400 kali, kelompok 1, bila < 7/10HPF, kelompok 2, 8-14/10HPF, kelompok ke 3, >15/10HPF. Tingkat mitosis yang tinggi berhubungan dengan pertumbuhan tumor yang agresif dan harapan hidup yang rendah Tubule formation : merupakan skor yang menyatakan persentase sel kanker yang berada formasi tubulus, skor 1 berarti lebih dari 75% sel berada dalam formasi tubulus, sedangkan skor 3 kurang dari 10% sel berada dalam formasi tubulus, skor 2 antara 10 % - 75 %. Ketiga skor tersebut digabung dengan nilai terendah adalah 3 dan skor tertinggi adalah 9, kemudian dari skor terakhir baru diklasifikasikan menjadi : Skor 3,4 atau 5: Well differentiated atau low grade (Grade 1) Skor 6 atau 7 : Moderately differentiated atau intermediate grade (Grade 2) Skor 8 atau 9: Poorly differentiated atau high grade (Grade 3). Pada penelitian yang dilakukan monique dkk, 2002. Menyimpulkan hanya faktor tumor grade dan faktor usia saat pertama kali didiagnosa yang merupakan penentu paling signifikan menentukan resiko kematian.

Tabel 4. pembagian komponen grading tumor : tubule formation, nuclear pleomorphism, mitosis count dengan skor pada masing masing pembagian 12

Pasien dengan tumor grade 3 memiliki resiko kematian 3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan tumor grade 1.11 Sebuah penelitian mendapatkan median survival times pada kelompok low grade sebesar 47,3 bulan, pada moderate grade sebesar 39,2 bulan, dan pada high grade sebesar 22 bulan. Evaluasi pada kelompok low dan moderate grade didapatkan sebesar 22% tetap hidup selama 5 tahun, namun pada kelompok high grade semua penderita meninggal dunia13. Histologic grade kurang bermakna dibandingkan node status dan ukuran tumor sebagai faktor prognostik, namun secara bermakna sebagai prediktor over all survival pada kelompok node negatif ataupun positif. Pada penelitian fisher dkk, pada 620 sampel penelitian, histologic grade merupakan independent predictive value pada 15 tahun harapan hidup pada kelompok yang dilakukan radikal mastektomi dengan node positif, pada penelitian yang lain oleh Shek dan Godolphin, menyatakan bahwa histologic grade tidak memberikan nilai tambah sebagai faktor penentu angka kematian, setelah dimasukannya faktor faktor lain, yaitu kelenjar getah bening yang terlibat, stadium TNM, estrogen reseptor dan tumor necrosis16. Histologic grade yang buruk/poor, menunjukkan respon yang baik terhadap kemoterapi dengan hasil yang lebih baik pada kelompok node negatif maupun positif, dibandingkan kelompok yang well differentiated, hal ini yang nantinya akan mengaburkan hasil akhir/outcome pada kelompok poorly dengan well differentiated.11 2.4.4 HER-2/neu

13

HER-2/neu merupakan protoonkogen yang terdapat pada cromosom 17q dan mengkode transmembrane tyrosine kinase growth factor receptor. Asal nama HER-2 berasal dari Human Epidermal growth factor Receptor, secara subtansial memiliki kesamaan dengan EGFR, gene HER-2neu pada hewan coba berhubungan dengan pertumbuhan sel kanker payudara, HER2neu merupakan kelompok dari protein growth protein receptor yaitu EGFR or HER-1 (erbB1);HER-2 (erb-B2); HER-3 (erb-B3) and HER-4 (erb-B4) yang berhungan dengan pertumbuhan sel kanker pada saluran cerna, saluran urogenital, saluran pernapasan dan neoplasma lainnya. HER-2neu didapatkan pada 10 % - 34 % dari kasus kanker payudara dan mempunyai arti sifat kanker tersebut lebih agresif dan tumbuh lebih cepat. HER-2/neu memiliki skor negatif, +1,+2,+3. Dikatakan HER-2/neu positif apabila didapatkan hasil +3 pada pemeriksaan dengan menggunakan immunohistochemistry (IHC) staining 13,28 Pada pasien dengan HER-2/neu pemberian herceptin secara dramatik menurunkan angka rekurensi, pemberian herceptin bersama ajuvan kemoterapi sudah menjadi standart internasional pada kasus HER-2/neu. Herceptin dibandingkan dengan kemoterapi memiliki efek samping lebih redah seperti kerontokan rambut dan muntah, namun komplikasi serius adalah kerusakan dari jantung dan paru, pada kasus metastasis dan pada kondisi herceptin gagal dapat diberikan Tykerb.20,30

2.4.5 Estrogen/Progesteron reseptor Estrogen reseptor (ER) dan progesteron reseptor (PR) merupakan reseptor pada sel kanker yang dapat mengikat hormon estrogen atau progesteron, dikatakan positif apabila didapatkan minimal 10 % reseptor. ER/PR positif berarti sel kanker tersebut tumbuh dengan rangsangan hormon estrogen dan progesteron Kurang lebih 75% adalah ER positif, dan sekitar 65 % adalah PR positif.20 Arti klinis dari persentase tersebut adalah, bila ER/PR positif maka sekitar 60% sel kanker tersebut respon terhadap pemberian hormonal terapi, apabila ER/PR negatif, maka sel kanker tersebut hanya 5-10% yang berespon terhadap pemberian hormonal terapi. Mekanisme kerja dari hormonal terapi ini adalah dengan memblokade efek dari hormon estrogen sehingga rangsangan pertumbuhan dapat ditekan, sehingga dapat menghindari rekurensi.30 Pasien dengan ER positif memiliki disease free survival dan overall survival yang lebih panjang dibandingkan dengan kolompok pasien ER negatif. Kanker dengan ER positif pada umumnya memiliki histologic grade yang rendah/low, favorable nuclear grade, low S phase fraction, normal 14

complement DNA, proliferative indeks yang rendah. Ada penelitian yang mendapatkan pasien dengan ER positif dengan node positif memiliki angka rekurensi lebih tinggi 20 % dibandingkan dengan kelompok ER positif dengan node negatif, Apabila status estrogen reseptor dihubungkan dengan status node aksila, tampak bahwa yang paling banyak berperan dalam menentukan survial adalah node,16 Pada gambar 5 dibawah ini digambarkan pembagian kanker payudara berdasarkan tipe status hormonal yaitu luminal A yaitu : ER + atau PR+ dan HER-2/neu -, Luminal B yaitu : ER + atau PR+ dan HER-2/neu +, HER2 yaitu : ER - atau PR- dan HER-2/neu +, Basal yaitu: ER - atau PRdan HER-2/neu -. Dihubungkan dengan kejadian rekurensi, tampak kejadian rekurensi terbanyak pada kelompok basal atau triple negatif dan paling rendah rekurensi pada kelompok Luminal A.12

Gambar 6. Status hormonal reseptor dengan kejadian rekurensi12 2.4.6 Angioivasif Pada pemeriksaan patologi anatomi dapat dilihat apakah sel kanker tersebut telah melakukan invasi ke sistem vaskular, adanya angioinvasif menunjukkan bahwa kanker tersebut tumbuh lebih agresif

Tabel 5. Klasifikasi St Gallen 2007, pembagian resiko pasien kanker payudara5

15

Node negative AND all of the following features: Pathologic Low risk Grade AND HER2/neu gene neither over-expressed nor amplified, Age 35 years Node negative AND at least one of the following Pathologic Intermediat Grade e risk OR HER2/neu amplified, Age 2cm, OR OR AND tumour size 1, 2cm, AND AND

Absence of peritumoural vascular invasion,

Presence of peritumoural vascular invasion,

exemestane)22 Terapi pada saat terjadi rekurensi, tergantung dari terapi yang diberikan saat pertama kali, apabila terapi pertama adalah BCT, maka terapi yang biasanya akan dikerjakan adalah mastektomi, pada kasus post mastektomi maka terapi yang diberikan adalah wide eksisi dan radiasi dinding dada. Pada kasus regional recurrence diberikan terapi operatif, pengangkatan nodul, radioterapi kemoterapi, dan hormonal terapi 26. BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Sel kanker payudara Sifat tumor low , moderate, high grade Sifat hormonal reseptor, HER2 Kanker semakin membesar Grade (Tumor metastasiss Angioinvasi Tumor Size KGBRekurensi mastektomi

neu

ER.PR,HER2

3.2 Keterangan kerangka konseptual Sel kanker payudara tumbuh dipengaruhi grade tumor dan status hormonal reseptor ( Estrogen reseptor, progesteron reseptor, HER-2/neu reseptor), semakin membesarnya ukuran tumor, disertai terlibatnya kelenjar getah bening aksila yang dalam perjalannya akan menginfiltrasi pembuluh darah, kondisi ini bila terus berlangsung akan terjadi proses metastase, apabila dilakukan tindakan operasi mastektomi, dievaluasi adanya kejadian rekurensi pasca operasi 3.3 Hipotesis 17

Rekurensi kanker payudara berhubungan dengan faktor-faktor tumor itu sendiri yaitu, semakin tinggi grading, ukuran tumor, derajat mitosis, angioinvasif, tubular formation dengan kejadian rekurensi, status hormonal yang negatif dan ekspresi HER2neu yang positif berhubungan dengan kejadian rekurensi kanker payudara. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan penelitian Penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar kejadian rekurensi kanker payudara, dan menilai resiko relatif berbagai faktor faktor tumor dengan kejadian rekurensi tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan desain kohort retrospektif, evaluasi dari data sekunder rekam medis pada pasien yang dilakukan operasi mastektomi 2 tahun yang lalu atau lebih. 4.2 Populasi, sampel, besar sampel, teknik pengambilan sampel, kriteria inklusi dan eksklusi 4.2.1 Populasi

Populasi penelitian adalah semua pasien kanker payudara yang telah dilakukan operasi mastektomi 4.2.2 Sampel Sampel adalah pasien kanker payudara yang sudah dilakukan mastektomi paling sedikit 2 tahun atau lebih, baik yang mengalami rekurensi ataupun tidak terjadi rekurensi. 4.2.3 Besar sampel Besar sampel yaitu seluruh jumlah penderita kanker payudara yang dilakukan operasi mastektomi sesuai kriteria inklusi dan eklusi, sejak kasus terlama yang dapat ditemuan hingga bulan Desember 2008. untuk memperkecil heterogenitas sampel oleh karena perbedaan operator didalam dan diluar RSU. Dr. Soetomo Surabaya, dilakukan stratified random sampling 4.2.4 Pengambilan sampel

Sampel diambil melalui data sekunder rekam medis yang tercatat 18

4.2.5 -

Kriteria inklusi Pasien kanker payudara yang telah dilakukan operasi mastektomi 2 tahun

yang lalu atau lebih dan kontrol post operasi di poli bedah Onkologi RSU Dr. Soetomo, Surabaya 4.2.6 Data pemeriksaan patologi anatomi ada Data imunohistokimia ada Kriteria eksklusi Rekam medis tidak ditemukan

4.3 Variabel penelitian Pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah: 5.3.1 Variabel dependent 5.3.2 Variabel independent 4.4 Definisi Operasional Kanker payudara : keganasan yang berasal dari epitel duktus dan lobulus payudara dan terbukti dengan pemeriksaan patologi anatomi Rekurensi : kekambuhan kanker dapat berupa lokal, regional dan jauh Ukuran tumor : ukuran tumor dibagi dalam 2 kelompok, lebih besar dari 5 cm dan kurang dari 5 cm. Kelenjar getah bening aksila: keterlibatan kelenjar getah bening dari hasil patologi anatomi terbukti ada sel kanker, dibagi dalam 2 kelompok, keterlibatan lebih dari 4 kelenjar dan kurang dari 4 kelenjar Grading : merupakan derajat pertumbuhan abnormal tumor, dibagi dalam 3 kelompok : low, moderate, high grade ( berdasarkan pemeriksaan PA) Mitosis indeks : merupakan derajat mitosis sel kanker dalam mikroskop dengan pembesaran tinggi, dibagi dalam tiga kelompok, yaitu, mitosis indeks 1-7 /10 hpf, 8-14 / 10 hpf dan >15/10 hpf Tubular formation : merupak skor yang menyatakan persentase sel kanker yang berada formasi tubulus, skor 1 berarti lebih dari 75% sel berada dalam formasi tubulus, sedangkan skor 3 kurang dari 10% sel berada dalam formasi tubulus, skor 2 antara 10 % - 75 % : rekurensi kanker payudara : ukuran tumor, grading, KGB aksila, mitosis indeks, tubular formation, angioinvasif, ER, PR, HER2neu

19

Angioinvasif : suatu kondisi dimana sel kanker telah melakukan invasi ke struktur vaskular, dilihat dari hasil patologi anatomi, dibagi dalam 2 kelompok, yaitu: angioinvasif positif dan angioinvasif negatif. ER/PR reseptor: suatu reseptor estrogen dan progesteron pada sel kanker, dikatakan positif apabila dalam pengecatan imunohistokimia didapatkan lebih dari 10% HER2neu ekspresi : suatu protein yang mengkode proliferasi sel kanker, dikatakan positif berdasarkan derajat persentase, dibagi dalam HER2/neu negatif, positif 1, 2, 3. Dalam penelitian ini HER-2/neu dikatakan positif apabila memiliki skor + 3, sedangkan +1 dan +2 dikategorikan HER-2/neu negatif. DFI : Disease Free Interval, rentang waktu bebas penyakit, sejak dilakukan operasi pengangkatan kanker payudara hingga munculnya kembali sel kanker/rekurensi 4.5 Kerangka operasional Kriteria inklusi Kriteria eksklusi Rekurensi +

Pasien kanker payudara yang telah dilakukan operasi mastektomi 2 tahun yang lalu atau lebih Faktor tumor : Ukuran tumor, KGB,grading, mitosis indeks, tubular formation, Angioinvasif, ER, PR, HER2neu Rekurensi -

4.6 Lokasi dan waktu penelitian 4.6.1 Lokasi Bagian/SMF Ilmu Bedah Onkologi dan bagian rekam medis Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSU Dr Soetomo Surabaya. 4.6.2 Waktu penelitian 20

Selama 3 bulan sejak penentuan sampel

4.7 Tahap Penelitian Tahap IPenentuan sampel dilakukan dari data rekam medis pasien yang dilakukan operasi terlama hingga Desember 2008

Tahap II

Seleksi sampel sesuai kriteria inklusi dan eklusi

Tahap III

evaluasi faktor faktor tumor

Tahap IV

Evaluasi kejadian rekurensi

Tahap V

Pengumpulan data

Tahap VI

Analisa Data

4.8 Analisis data Analisa data berupa resiko relatif faktor-faktor tumor terhadap kejadian rekurensi kanker payudara. Analisa berupa univariate dan multivariate untuk menilai faktor resiko yang paling signifikan dengan menggunakan software SPSS 17. 4.9 Biaya PenelitianNo 1 2 3 4 5 Keterangan Alat tulis Biaya penelurusan rekam medis Biaya penelurusan kepustakaan Penyusunan proposal & hasil penelitian Biaya konsultasi penelitian

Rp. 500.000 Rp 1.000.000 Rp 1.000.000 Rp 2.000.000 Rp 500.000

21

Total

Rp 5.000.000

4.10 Jadwal PenelitianNo 1 2 3 4 Kegiatan ProposalPengumpulan data

Durasi 60 60 30 30

sept

okt

nov

des

jan

feb

mar

Analisa data Penulisan hasil akhir

22

BAB V HASIL DAN ANALISIS

5.1 Karakteristik dasar sampel penelitian Berikut ini ditampilkan tabel data dasar sampel penelitian, dengan 185 data sampel Tabel 6. Karakteristik dasar penelitian pasien kanker payudara post operasi mastektomi 2 tahun yang lalu atau lebih No 1 Faktor Umur Kategori < 25 th 26-35 th 36-45 th 46-55 th >55 2 Stadium I-II III 2 Operator RS Sutomo RS luar 3 Margin < 5 mm > 5 mm 4 Rekurensi + 5 Jenis rekurensi Lokal Regional Jauh 6 Rekurensi Jauh Hepar Paru Tulang Jumlah 2 (1%) 20 (10,8%) 64 (34,5%) 71 (38,2%) 28 (15,1%) 117 (63,2%) 68 (36,8%) 106 (57%) 79 (43%) 124 (67%) 61 (33%) 67 (36,2%) 118 (63,8%) 15 (22%) 10 (15%) 42 (63%) 5 13 10

23

Hepar + Paru Hepar + Tulang Tulang + Paru Kontralateral 7 Sub Type Tumor Luminal A B

1 4 1 8 78 (43%) 39 (21,5%)

Over express HER2 12 (6%) Triple negatif 52 (28,7%)

Tabel 7. Hasil analisa faktor tumor terkait( tumor related factors) dengan kejadian rekurensi No 1 Faktor Ukuran tumor 5 cm KGB 4 Angioinvasif 4 + Grading 1 2 5 3 Mitotic Index 1-7 8-14 6 >15 Tubular Formasi >75% 99 (53,5%) 86 (46,5%) 63 (63,6%) 54 (62,8%) 36 (36,4%) 32 (37,2%) 0,056 117 (63,2%) 78 (66,1%) 68 ( 36,7%) 120 (64,8%) 65 (35,2%) 15 (8,1%) 83 (44,8%) 87 (47,0%) 30 (16,2%) 61 (32,9%) 94 (50,8%) 9 (4,8%) 39 (58,2%) 83 (69,2%) 34 (52,3%) 12 (80%) 54 (65,1%) 51 (58,6%) 21 (70%) 39 (63,9%) 57 (60,6%) 8 (88,9%) 40 (33,9%) 28 (41,8%) 0.035 37 (44,1%) 31 (47,7%) 0,255 3 (20%) 29 (34,9%) 36 (41,4%) 0,645 9 (30%) 22 (36,1%) 37 (39,4%) 0,189 1 (11,1%) 24 Jumlah Rekurensi Rekurensi + Signifikansi (p) 0.905

10-75% 7 15 Tubular Form >75% 10-75%

27(56,3%)

12 (44,4%) 4,16 13 (46,4%) 10 (50%) 0 (0%) 11 (57,9%) 12 (42,9%) 4 (66,7%) 6 (50%) 13 (43,3%) 0

15 (14,1%) 3,30 15 (53,6%) 10 (50%)

0,032 0,807

28(58,3%) 20(41,7%) 1(2%) 19(39,5%) 28(58,3%) 6(12,5%) 12(25%) 30(62,5%)

5

0.374 1(100%) 8(42,1%) 16 (57,1%) 0.572 2 (33,3%) 6 (50%) 17 (56,7%) 0.823 0 9 (53,3%) 9 (50 %) 0.117 18(37,5%) 30(62,5%) 21(43,7%) 27(56,3%) 36 (75%) 12 (25%) 6 (33,3%) 17 (56,7%) 6 (28,6%) 17 (63,0%) 17 (47,2%) 6 (50%) 12 (66,7%) 13 (43,3%) 0.018 15 (71,4%) 10 (37,0%) 0,868 19 (52,8%) 6 (50%) 23(47,9%) 18(37,5%) 14 (46,7%) 9 (50 %)

6

7

8