isi makalah typhoid innah
DESCRIPTION
makalah typhoidTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan
kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis.
Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah
berhawa dingin. Peningkatan penderita typhoid meningkat seiring dengan
kurangnya pola hidup bersih dari masyarakat. Kebanyakan dari mereka tidak
memperhatikan kualitas kebersihan dan gizi dari makanan yang mereka
makan. Hal ini sejalan dengan penyebaran bakteri salmonella melalui
pengidap atau pembawa (carrier) bakteri salmonella yang dapat menularkan
secara langsung kepada orang yang sehat yang dapat terjadi di mana saja dan
kapan saja.
Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang
aktif, penderita dalam fase konfalesen, dan kronik karier. Demam typhoid
juga dikenali dengan nama lain yaitu, Typhus Abdominalis, Typhoid fever,
atau enteric fever. Demam typhoid adalah penyakit sistemik yang akut yang
mempunyai karakteristik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen
berlangsung lebih kurang 3 minggu, yang juga disertai perut membesar, limpa
dan erupsi kulit. Demam typhoid (termasuk para–typhoid) disebabkan oleh
kuman salmonella typhi, S paratyphy A, S paratyphi B dan S paratyphi C.
Jika penyebabnya adalah S paratyphy, gejalanya lebih ringan dibanding
dengan yang disebabkan oleh S typhi.
Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global untuk
Salmonella typhi. Sulit untuk memperkirakan beban nyata demam tifoid di
dunia karena gambaran klinis yang membingungkan dengan banyak infeksi
demam lainnya, dan penyakit ini diremehkan karena kurangnya sumber daya
laboratorium di sebagian besar wilayah di negara berkembang. Akibatnya,
TYPHOID Page 1
banyak kasus tetap berada di bawah atau tak didiagnosis. Di kedua daerah
endemik dan di wabah besar, sebagian besar kasus demam tifoid terlihat pada
mereka yang berusia 3-19 tahun.1
Berdasarkan pemaparan di atas, selanjutnya dalam makalah ini akan
dibahas secara lengkap tentang konsep medis yang berkaitan dengan demam
typhoid.
B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi typhoid?
2. Bagaimana sejarah dari typhoid?
3. Bagaimana epidemiologi dari typhoid?
4. Bagaiamana etiologi dari thypoid?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari typhoid?
6. Bagaimana patofisiologi dari typhoid?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang/diagnostik dari typhoid?
8. Bagaimana komplikasi dari typhoid?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari typhoid?
10. Bagaimana prognosis dari typhoid?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa defenisi dari typhoid
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah dari typhoid
3. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi dari typhoid
4. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari thypoid
5. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari typhoid
6. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari typhoid
7. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan penunjang/diagnostik dari
typhoid
8. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari typhoid
9. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari typhoid
10. Untuk mengetahui bagaimana prognosis dari typhoid1 World Health Organization (WHO), “Guidelines for the Management of Typhoid
Fever”, Official Website World Health Organization, http://apps.who.int/medicinedocs/documents/s20994en/s20994en.pdf (19 April 2016).
TYPHOID Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Typhoid
Tifus atau typhus adalah nama yang diberikan kepada beberapa
penyakit yang sama yang disebabkan oleh rickettsiae. Kata ini berasal dari
bahas Yunani thypos, berarti asap atau kabut, menggambarkan keadaan
fikiran penderita tifus. Dikalangan medis penyakit ini disebut sebagai demam
tifoid.2
Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi akut usus
halus. Sinonim dari dema tifoid dan paratifoid adalah typhoid dan
paratyphoid fever, enteric fever, tifus, dan paratifus abdominalis. Demam
paratifoid menunjukkan manifestasi yang sama dengan tifoid namun biasanya
lebih ringan.3
Menurut Schneider (2005) demam tifoid adalah infeksi darah yang
disebabkan oleh mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi
dengan bakteri salmonella enterica, subspesies enterica, serovar typhi, yang
sering disebut sebagai salmonella typhi.4
B. Sejarah Typhoid
Penjelasan mengenai tifoid pertama kali ditulis oleh dokter Inggris,
Thomas Willis pada tahun 1659. Selama perang Crimea (1853-1856) , pada
satu masa perang diantara sekian banyak perang antara Rusia dan Turki, lebih
banyak tentara yang meninggal akibat tifoid dibandingkan akibat perang.
Pada masa perang itu, perawat Inggris, Florence Nightingale (1820-1910)
2 Dewi Lestari, Detekesi Penyakit Anak dan Pengobatannya (Jakarta: Tugu Publisher, 2012) h. 309.
3 Arief Mansjoer, dkk., Kapita Selekta Kedokteran (Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, 2001) h. 421.
4 Keith R. Schneider, dkk., “Preventing Foodborne Illness: Typhoid Fever Salmonella Typhi”, Ifas Extension (Florida: University of Florida, 2005) h. 1.
TYPHOID Page 3
mendirikan rumah sakit di barak militer. Dia menetapkan standar ketat
kebersihan sehingga angka kematian tentara sangat menurun.
Pada tahun 1889, bakteri tifoid ditemukan oleh ahli bakteriologi
Jerman, Karl Joseph Eberth (1835-1926) dan Roberth Koch. Pada tahun
1898, ahli patologi inggris, Almroth Edward Wright (1861-1947)
mengembangkan dan menggunakan vaksin antitifoid. Wright mengambil
jenis bakteri yang virulen, membunuhnya dengan panas, lalu
menyuntikkannya kepada pasiennya dalam dua dosis, terpisah sepuluh hari.
Sistem yang digunakan sangat efektif. Selama Perang Dunia Pertama (1914-
1918) hanya 100 tentara yang meninggal akibat penyakit tifoid.
Pada tahun 1903, penyakit tifoid menyerang kota New York lebih dari
1300 kasus. Penyebab epidemi ini akhirnya ditemukan oleh Mary Mallon
(1970-1938), yang kemudian dikenal sebagai “Tifoid Mary”. Dia adalah
seorang tukang masak yang menderita penyakit tifoid tanpa menunjukkan
gejala. Dia dipenjarakan pada tahun 1987 karena mengetahui bahwa dia
membawa penyakit, tetapi tetap menangani makanan. Akan tetapi ketika dia
dibebaskan, dia kembali menjadi tukang masak, dan kali ini menggunakan
nama samaran. Dia menolak percaya bahwa dia bertanggung jawab terhadap
penularan penyakit tifoid walaupun telah diperiksa dan terbukti sebagai
pembawa. Akhirnya, pada 1915, setelah petugas kesehatan sekali lagi
menemukannya menyajikan makanan, dia diasingkan disebuah pulau seumur
hidupnya. Dia tidak pernah bekerja sama dengan dokter, menolak segala
pengobatan. Dia dipercaya telah menginfeksi sedikitnya 53 orang dan
menyebabkan tiga kematian.5
C. Epidemiologi Typhoid
WHO menyebutkan bahwa demam tifoid disebabkan oleh Salmonella
typhi, bakteri Gram-negatif. Sebuah penyakit yang sangat mirip tetapi sering
kurang parah disebabkan oleh Salmonella serotipe paratyphi A. Di sebagian
besar negara di mana penyakit ini telah dipelajari, rasio penyakit yang
5 Istiyono Wahyu, 100 Kejadian Penting Medis yang Berpengaruh di dalam Sejarah Dunia (Tangerang: Karisma Publishing Group, 2008) h. 98.
TYPHOID Page 4
disebabkan oleh Salmonella typhi yang disebabkan oleh S. paratyphi adalah
sekitar 10: 1.
Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global untuk
Salmonella typhi. Sulit untuk memperkirakan beban nyata demam tifoid di
dunia karena gambaran klinis yang membingungkan dengan banyak infeksi
demam lainnya, dan penyakit ini diremehkan karena kurangnya sumber daya
laboratorium di sebagian besar wilayah di negara berkembang. Akibatnya,
banyak kasus tetap berada di bawah atau tak didiagnosis. Di kedua daerah
endemik dan di wabah besar, sebagian besar kasus demam tifoid terlihat pada
mereka yang berusia 3-19 tahun.
Manusia adalah satu-satunya tuan rumah alami dari tempat hidup
salmonella thypi. Infeksi ini ditularkan oleh konsumsi makanan atau air yang
terkontaminasi. Insiden tertinggi terjadi di mana pasokan air yang melayani
populasi besar yang terkontaminasi. Masa inkubasi biasanya 8-14 hari, tapi
bisa berkisar dari 3 hari sampai 2 bulan. Beberapa 2-5% dari orang yang
terinfeksi menjadi pembawa kronis yang memiliki S. typhi dalam kantung
empedunya. Operator-operator kronis sangat terlibat dalam penyebaran
penyakit. Banyak infeksi ringan dan atipikal terjadi dan kekambuhan yang
umum. Pasien yang terinfeksi HIV berada pada peningkatan risiko yang
signifikan dari penyakit berat karena S. typhi dan S. Paratyphi.6
Demam tipoid dan paratipoid endemik di Indonesia. Penyakit ini
jarang ditemukan secara endemik, lebih bersifat sporadik, terpencar-pencar di
suatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang
serumah. Di Indonesia demam tipoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan
insidens tertinggi pada daerah endemik terjadi pada anak-anak. Terdapat dua
sumber penularan S. typhi, yaitu pasien dengan demam typoid dan yang lebih
sering, karier. Di daerah endemik, transmisi terjadi melalui air yang tercemar
6 World Health Organization (WHO), “Guidelines for the Management of Typhoid Fever”, Official Website World Health Organization, http://apps.who.int/medicinedocs/documents/s20994en/s20994en.pdf (19 April 2016).
TYPHOID Page 5
S. typhi, sedangkan makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber
penularan tersering di daerah nonendemik.7
Berdasarkan info dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2015 menyebutkan bahwa sebelas besar morbiditas dan mortalitas pasien
rawat inap anak balita usia 1-4 tahun di Indonesia tahun 2013 menduduki
peringkat ke-4 dengan 9.747 jiwa.8
D. Etiologi Typhoid
Etiologi demam typhoid adalah bakteri Salmonella typhi Sedangkan
demam paratyphoid disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies
salmonella enteretidis, yaitu S.enteretidis bioserotipe paratyphi A, S.
enteretidis bioserotipe paratyphi B, S. enteretidis bioserotipe paratyphy C.
kuman-kuman ini dikenal dengan nama S. paratyphi A, S. schottmuelleri, dan
S. hirschfeldii.9
Bakteri salmonella typhi berbentuk batang, Gram negatif, tidak
berspora, motil, berflagel, berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal
370C, bersifat fakultatif anaerob dan hidup subur pada media yang
mengandung empedu. Isolat kuman salmonella typhi memiliki sifat-sifat
gerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif,
sedangkan hasil negatif pada reaksi indol, fenilalanin deaminase, urease dan
Dnase.
Bakteri salmonella typhi memiliki beberapa komponen antigen antara
lain antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat
spesifik grup.Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada
dalam flagella dan bersifat spesifik spesies.Antigen virulen (Vi) merupakan
polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan
sel.Antigen ini menghambat proses aglutinasi antigen O oleh anti O serum 7 Arief Mansjoer, dkk., Kapita Selekta Kedokteran (Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran UI, 2001) h. 422.
8 Tim Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, “Situasi Kesehatan Anak Balita di Indonesia”, Pusat Data dan Informasi Kementrian Keshatan RI (Jakarta: Kemenkes, 2015), h. 4.
9 Arief Mansjoer, dkk., Kapita Selekta Kedokteran (Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, 2001) h. 421.
TYPHOID Page 6
dan melindungi antigen O dari proses fagositosis. Antigen Vi berhubungan
dengan daya invasif bakteri dan efektivitas vaksin.Salmonella typhi
menghasilkan endotoksin yang merupakan bagaian terluar dari dinding sel,
terdiri dari antigen O yang sudah dilepaskan, lipopolisakarida dan lipid
A.Antibodi O, H dan Vi akan membentuk antibodi agglutinin di dalam
tubuh.Sedangkan, Outer Membran Protein (OMP) pada salmonella typhi
merupakan bagian terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan
lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan
sekitarnya.OMP sebagain besar terdiri dari protein purin, berperan pada
patogenesis demam tifoid dan antigen yang penting dalam mekanisme respon
imun host.OMP berfungsi sebagai barier mengendalikan masuknya zat dan
cairan ke membran sitoplasma selain itu berfungsi sebagai reseptor untuk
bakteriofag dan bakteriosin.10
Manusia adalah satu-satunya penerima yang diketahui dari organisme.
Individu yang terinfeksi membawa S. Typhi dalam saluran usus mereka dan
aliran darah dan secara berkala mengeluarkan bakteri tersebut dalam tinja
mereka dan kurang umum dalam urin mereka. Transmisi dari host ke host
terjadi jika makanan atau air yang terkontaminasi dengan kotoran seperti
tertelan. Hal ini dikenal sebagai jalur fecal-oral. Darah dari orang yang
terinfeksi juga bisa mengirimkan bakteri untuk orang lain. Setelah asupan
makanan atau air yang terkontaminasi S. Typhi memasuki usus kecil dan
menyebar ke dalam aliran darah. Infeksi yang dihasilkan sistemik. Kandung
empedu, hati, usus, dan limpa yang sering terkena.
Selain aktif terinfeksi, S.Typhi juga terjadi kronis, orang-orang yang
terus membawa penyakit atau mungkin tidak menunjukkan gejala. Carrier,
yang mewakili 3-5% dari terinfeksi individu, dianggap hasil dari salmonella
biofilm yang terbentuk pada permukaan batu empedu di kandung empedu dan
bertahan selama beberapa dekade.11
10 Carolina Innesa, “Perbaikan Gambaran Klinis Demam terhadap Terapi Antibiotik pada Anak dengan Demam Tifoid”, Karya Ilmiah Mahassiwa (Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP, 2013), h. 8.
TYPHOID Page 7
Dari pemaparan di atas dijelaskan bahwa salah satu faktor penyebab
dari typhoid adalah memakan makanan yang sudah terkontaminasi dengan
kuman salmonella typhi. Makanan yang biasanya mengandung kuman
salmonella typhi adalah makanan yang disimpan berhari-hari, makanan yang
diawetkan, makanan yang dibekukan, jajanan makanan yang tidak sehat
seperti jajanan di pinggir jalan.
Allah SWT menjelaskan dalam Al-qur’anul karim tentang anjuran
memakan makanan yang halal dan baik bagi tubuh. Baik artinya bermanfaat
bagi tubuh dan dapat menghindarkan diri dari sumber penyakit. Sebagaimana
firman Allah SWTdalam surah Al-Maidah ayat 88:
ل�وا ل� و� وا م� ل ل� و� و� و� ل� � و ال ل�ا و�ا و� � ل�ا �ي و� ل وا ! و و�ا و� � و ال م#ي ل و ا م ل% م& و'ا م� م) و( ل*و م� م+ ل�Terjemahnya:
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya”12
Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang bukan cuma
halal, tapi juga baik (Halalan Thoyyiban) agar tidak membahayakan tubuh
kita. Bahkan perintah ini disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah, sebagai
sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas.
E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan
dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam,
nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obtipasi atau diare,
perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epiktaksis. Pada pemeriksaan fisik
hanya didapatkan peningkatan suhu badan.13
11 Keith R. Schneider, dkk., “Preventing Foodborne Illness: Typhoid Fever Salmonella Typhi”, Ifas Extension (Florida: University of Florida, 2005) h. 1.
12 https://khultur.wordpress.com/2011/12/23/al-maidah-ayat88/ (diakses tanggal 19 April 2016).
13 Arief Mansjoer, dkk., Kapita Selekta Kedokteran (Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, 2001) h. 422.
TYPHOID Page 8
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal
penyakit.Demam berlangsung 3 minggu bersifat febris, remiten dan suhu
tidak terlalu tinggi.Pada awalnya suhu meningkat secara bertahap menyerupai
anak tangga selama 2-7 hari, lebih tinggi pada sore dan malam hari,tetapi
demam bisa pula mendadak tinggi.Dalam minggu kedua penderita akan terus
menetap dalam keadaan demam, mulai menurun secara tajam pada minggu
ketiga dan mencapai normal kembali pada minggu keempat. Pada penderita
bayi mempunyai pola demam yang tidak beraturan, sedangkan pada anak
seringkali disertai menggigil. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan
nyeri, perut kembung, konstipasi dan diare.Konstipasi dapat merupakan
gangguan gastrointestinal awal dan kemudian pada minggu kedua timbul
diare.
Tanda klinis yang didapatkan pada anak dengan demam tifoid antara
lain adalah pembesaran beberapa organ yang disertai dengan nyeri perabaan,
antara lain hepatomegali dan splenomegali.Penelitian yang dilakukan di
Bangalore didapatkan data teraba pembesaran pada hepar berkisar antara 4 –
8 cm dibawah arkus kosta.Tetapi adapula penelitian lain yang menyebutkan
dari mulai tidak teraba sampai 7,5 cm di bawah arkus kosta. Penderita demam
tifoid dapat disertai dengan atau tanpa gangguan kesadaran.Umumnya
kesadaran penderita menurun walaupun tidak terlalu dalam, yaitu apatis
sampai somnolen. Selain tanda – tanda klinis yang biasa ditemukan
tersebut,mungkin pula ditemukan gejala lain.Pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik kemerahan karena emboli dalam
kapiler kulit.Kadang-kadang ditemukan ensefalopati, relatif bradikardi dan
epistaksis pada anak usia > 5 tahun. Penelitian sebelumnya didapatkan data
bahwa tanda organomegali lebih banyak ditemukan tetapi tanda seperti
roseola sangat jarang ditemukan pada anak dengan demam tifoid.14
14 Carolina Innesa, “Perbaikan Gambaran Klinis Demam terhadap Terapi Antibiotik pada Anak dengan Demam Tifoid”, Karya Ilmiah Mahassiwa (Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP, 2013), h. 8
TYPHOID Page 9
Gambar 1: Morbidity ScoreSumber: Carolina Innesa (2013)
F. Patofisiologi Typhoid
Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia. Manusia yang
terinfeksi bakteri salmonella typhi dapat mengekskresikannya melalui urin
dan tinja dalam jangka waktu yang bervariasi. Patogenesis demam tifoid
melibatkan 4 proses mulai dari penempelan bakteri ke lumen usus, bakteri
bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, bertahan hidup di aliran darah dan
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke
lumen intestinal. Bakteri salmonella typhi bersama makanan atau minuman
masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan
suasana asam banyak bakteri yang mati. Sebagian lolos masuk ke dalam usus
halus dan selanjutnya berkembang biak. Bila repon imunitas humoral mukosa
(igA) usus halus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel dan
selanjutnya ke lamia propia.
TYPHOID Page 10
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel
mukosa kemudian menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum
dan yeyunum. Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan
tempat bertahan hidup dan multiplikasi salmonella typhi. Bakteri mencapai
folikel limfe usus halus menimbulkan tukak pada mukosa usus.Tukak dapat
mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Kemudian mengikuti aliran ke
kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai ke jaringan Reticulo Endothelial System (RES) di organ hati dan
limpa. Setelah periode inkubasi, salmonella typhi keluar dari habitatnya
melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa,
sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal.
Ekskresi bakteri di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau
dikeluarkan melalui feses. Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa,
kelenjar limfoid intestinal dan mesenterika untuk melepaskan produknya
yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel hati dan secara
sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid.15
Huckstep (1962) dalam Singh (2001) dalam Rumondang (2011)
membagi keadaan patologi di Payer patch akibat S. typhi menjadi 4 fase
sebagai berikut16:
Fase 1 : hiperplasia dari folikel limfoid.
Fase 2 : nekrosis dari folikel limfoid pada minggu kedua yang
mempengaruhi mukosa dan submukosa.
Fase 3 : ulserasi sepanjang usus yang memungkinkan terjadinya
perforasi dan perdarahan.15 Carolina Innesa, “Perbaikan Gambaran Klinis Demam terhadap Terapi Antibiotik
pada Anak dengan Demam Tifoid”, Karya Ilmiah Mahassiwa (Semarang: Fakultas
Kedokteran UNDIP, 2013), h. 10.16 Rumondang Anna, “Deteksi Salmonella Enterica I Serotype Typhi pada Bakso
yang dijajakan di Area Kampus Universitas Sumatera Utara pada Tahun 2011”, Karya Tulis
Ilmiah (Medan: Fakultas Kedokteran USU, 2011), h. 11.
TYPHOID Page 11
Fase 4 : penyembuhan mungkin terjadi pada minggu keempat dan
tidak terbentuk striktur.
G. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik
Berdasarkan pemaparan dalam buku Update management of infectious
diseases and gastrointestinal disorders yang diterbitkan oleh FK UI
menuliskan bahwa beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada penderita typhoid sebagai berikut17:
1. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan hematologi untuk demam tifoid tidak spesifik. Hitung
leukosit yang rendah sering berhubungan dengan demam dan toksisitas
penyakit, namun kisaran jumlah leukosit bisa lebar. Pada anak yang lebih
muda leukositosis bisa mencapai 20.000-25.000/mm3. Trombositopenia
dapat merupakan marker penyakit berat dan disertai dengan koagulasi
intravaskular diseminata. Pemeriksaan fungsi hati dapat berubah, namun
gangguan hati yang bermakna jarang ditemukan.
2. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan Widal mengukur kadar antibodi terhadap antigen O
dan H S. typhi dan sudah digunakan lebih dari 100 tahun. Pemeriksaan
Widal memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dan
penggunaannya sebagai satu-satunya pemeriksaan penunjang di daerah
endemis dapat mengakibatkan overdiagnosis. Kadar aglutinin tersebut
diukur dengan menggunakan pengenceran serum berulang. Pada umumnya
antibodi O meningkat di hari ke-6-8 dan antibodi H hari ke 10-12 sejak
awal penyakit.
Interpretasi pemeriksaan Widal harus dilakukan secara hati-hati
karena beberapa faktor mempengaruhi hasilnya, antara lain stadium
penyakit, pemberian antibiotik, teknik laboratorium, endemisitas penyakit
tifoid, gambaran imunologi masyarakat setempat, dan riwayat imunisasi
demam tifoid. Sensitivitas dan spesifisitas rendah tergantung kualitas
17 Sri Rezeki Hadinegoro, dkk., Update Management of Infectious Diseases and
Gastrointestinal Disorder (Depok: FK UI Departemen Ilmu Kesehatan Anak, 2012) h. 3.
TYPHOID Page 12
antigen yang digunakan bahkan dapat memberikan hasil negatif pada 30%
sampel biakan positif demam tifoid. Pemeriksaan Widal memiliki
sensitivitas 40%, spesifisitas 91,4%, dan nilai prediksi positif 80%. Hasil
pemeriksaan Widal positif palsu dapat terjadi oleh karena reaksi silang
dengan non-typhoidal Salmonella, enterobacteriaceae, pemeriksaan
dilakukan di daerah endemis infeksi dengue dan malaria, riwayat imunisasi
tifoid, dan preparat antigen komersial yang bervariasi serta standardisasi
yang kurang baik. Pemeriksaan Widal seharusnya dilakukan 1-2 minggu
kemudian sehingga kenaikan 4 kali, terutama agglutinin O memiliki nilai
diagnostik yang penting untuk demam tifoid. Titer aglutinin O yang positif
dapat berbeda dari >1/806 sampai >1/320 antar laboratorium tergantung
endemisitas demam tifoid di masyarakat setempat dengan catatan 8 bulan
terakhir tidak mendapat vaksinasi atau baru sembuh dari demam tifoid.
Pemeriksaan Widal seharusnya dilakukan 1-2 minggu kemudian
sehingga kenaikan 4 kali, terutama agglutinin O memiliki nilai diagnostik
yang penting untuk demam tifoid. Pemeriksaan Widal pada serum akut
satu kali saja tidak mempunyai arti penting dan sebaiknya dihindari oleh
karena beberapa alasan, yaitu variablitas alat pemeriksaan, kesulitan
memperoleh titer dasar dengan kondisi stabil, paparan berulang S.typhi di
daerah endemis, reaksi silang terhadap non-Salmonella lain, dan
kurangnya kemampuan reprodusibilitas hasil pemeriksaan tersebut.
3. Pemeriksaan serologi terhadap spesimen darah
Pemeriksaan diagnostik baru saat ini tersedia, seperti Typhidot atau
Tubex yang mendeteksi antibodi IgM antigen spesifik O9 lipopolisakarida
S. typhi. Dalamdua dekade ini, pemeriksaan antibodi IgM dan IgG spesifik
terhadap antigen S. typhi berdasarkan enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA) berkembang.
Antigen dipisahkan dari berbagai struktur subselular organisme
antara lain: liposakarida (LPS), outer membrane protein (OMP), flagella
(d-H), dan kapsul (virulence [Vi] antigen). Telah banyak penelitian yang
membuktikan bahwa pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas
TYPHOID Page 13
hampir 100% pada pasien demam tifoid dengan biakan darah positif S.
typhi. Pemeriksaan antibodi IgM terhadap antigen O9 lipopolisakarida
S.typhi (Tubex)R dan IgM terhadap S.typhi (Typhidot) memiliki
sensitivitas dan spesifitas berkisar 70% dan 80%. Pemeriksaan serologi
tersebut dapat dibaca secara visual dalam waktu 10 menit dengan
membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna dan nilai > 6
dianggap sebagai positif kuat. Namun interpretasi hasil serologi yang
positif harus dilakukan secara hati-hati pada kasus tersangka demam tifoid
di daerah endemis karena IgM dapat bertahan sampai 3 bulan, sedangkan
IgG sampai 6 bulan.
4. Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan whole blood culture PCR terhadap S. typhi hanya
membutuhkan waktu kurang dari 8 jam dan memiliki sensitivitas yang
tinggi sehingga lebih unggul dibanding pemeriksaan biakan darah biasa
yang membutuhkan waktu 5-7 hari. In-flagelin PCR terhadap S. typhi
memiliki sensitivitas 93,58% dan spesifisitas 87,9%.13 Pemeriksaan
nested polymerase chain reaction(PCR) menggunakan primer H1-d dapat
digunakan untuk mengamplifikasi gen spesifik S. typhi dari darah pasien
dan merupakan pemeriksaan diagnostik cepat yang menjanjikan.
Pemeriksaan nested PCR terhadap gen flagelin (fliC) dari S. typhi dapat
dideteksi dari spesimen urin 21/22 (95.5%), dikuti dari spesimen darah
20/22 (90%), dan tinja 15/22 (68.1%).
5. Pemeriksaan serologi dari spesimen urin
Pemeriksaan ELISA terhadap antibodi monoklonal spesifik antigen
9 grup D Salmonella dari spesimen urin pada satu kali pemeriksaan
memiliki sensitivitas 65%, namun pemeriksaan urin secara serial
menunjukkan sensitivitas 95%. Pemeriksaan ELISA menggunakan
antibodi monoklonal terhadap antigen 9 somatik (O9), antigen d flagella
(d-H), dan antigen virulensi kapsul (Vi) pada spesimen urin memiliki
sensitivitas tertinggi pada akhir minggu pertama, yaitu terhadap ketiga
antigen Vi terdeteksi pada 9 kasus (100%), O9 pada 4 kasus (44%) dan d-
TYPHOID Page 14
H pada 4kasus (44%). Spesifisitas untuk Vi lebih dari 90% sehingga
deteksi antigen Vi pada urin menjanjkan untuk menunjang diagnosis
demam tifoid, terutama dalam minggu pertama sejak timbulnya demam.
Gambar 1: Perbandingan beberapa Pemeriksaan Penunjang Demam ThypoidSumber: Sri Rezeki Hadinegoro (2012)
H. Komplikasi Typhoid
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam18:
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan usus18 Arief Mansjoer, dkk., Kapita Selekta Kedokteran (Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran UI, 2001) h. 424.
TYPHOID Page 15
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan,
sepsis), miokarditis, thrombosis, dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau
koagulasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru: pneumonia, empyema dan pleuritic.
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
e. Komplikasi ginjal: glomerulonephritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang: osteomyelitis, peroistitis, spondylitis, dan artritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,
polyneuritis perifer, sindrom Guillain-Barre, psikosis, dan sindrom
katatonia.
I. Penatalaksanaan Typhoid
Penatalaksanaan yang biasa dianut dalam pengobatan typhoid yaitu
trilogi penatalaksanaan demam typhoid, sebagai berikut19:
1. Perawatan umum
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud
tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus
atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan secara bertahap,
sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran
menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu- waktu tertentu
untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
Defekasi dan buang air kecil harus diperhatikan karena kadang-
kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih. Pengobatan simtomik
diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik yang dijumpai seperti
demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan meteorismus. Sembelit bila
19 Arief Mansjoer, dkk., Kapita Selekta Kedokteran, h. 424.
TYPHOID Page 16
lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau lavase dengan
glistering. Obat bentuk laksan ataupun enema tidak dianjurkan karena
dapat memberikan akibat perdarahan maupun perforasi intestinal.
2. Diet dan terapi penunjang (Simtomatis dan Suportif)
Pertama , pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur
kasar dan akhirnya diberi nasi. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat dini,yaitu nasi dengan lauk pauk rendah
selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan
aman pada pasien demam tifoid.
Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan
penderita, misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan
keseimbangan cairan, vitamin,dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan
kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam. Pada kasus
perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif
dengan nutrisi parenteral total. Spectrum antibiotic maupun kombinasi
beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan.
Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik. Prognosis tidak
begitu baik pada kedua keadaan di atas.
3. Pemberian antibiotik
Untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman
antibiotik yang dapat digunakan:
a. Kloramfenikol; dosis hari pertama 4x250 mg, hari kedua 4x500 mg,
diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam,
kemudian dosis diturunkan menjadi 4x450 mg selama 5 hari
kemudian. Penelitian Nelwan,dkk, di RSUP Persahabatan,
penggunaan kloramfenikol masih memperlihatkan hasil penurunan
suhu 4 hari, sama seperti obat-obatan terbaru dari jenis kuinolon.
b. Ampisilin/Amoksisilin; dosis 50-150 mg/kg BB, diberikan selama 2
minggu.
c. Kotrimoksazol; 2x2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol-80 mg trimetoprin, diberikan selama 2 minggu pula.
TYPHOID Page 17
d. Sefalosporin generasi II dan III. Di subbagian Penyakit Tropik dan
Infeksi FKUI_RSCM, pemberian sefalosporin berhasil mengatasi
demam tifoid dengan baik. Demam pada umumnya mengalami
mereda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4. Regimen yang
dipakai adalah:
1) Seftriakson 4g/hari selama 3 hari
2) Norfloksasin 2x400 mg/hari selama 14 hari
3) Siprofloksasin 2x500 mg/hari selama 16 hari
4) Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari
5) Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
6) Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
J. Prognosis Thypoid
Prognosis bergantung pada umur, keadaan umum, derajat kekebalan
tubuh, jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan.
Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata
5,7%.20
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut Schneider (2005) demam tifoid adalah infeksi darah yang
disebabkan oleh mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi 20 Arief Mansjoer, dkk., Kapita Selekta Kedokteran, h. 425.
TYPHOID Page 18
dengan bakteri salmonella enterica, subspesies enterica, serovar typhi, yang
sering disebut sebagai salmonella typhi. Bakteri salmonella typhi berbentuk
batang, Gram negatif, tidak berspora, motil, berflagel, berkapsul, tumbuh dengan
baik pada suhu optimal 370C, bersifat fakultatif anaerob dan hidup subur pada
media yang mengandung empedu. Isolat kuman salmonella typhi memiliki sifat-
sifat gerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif,
sedangkan hasil negatif pada reaksi indol, fenilalanin deaminase, urease dan
Dnase.
Saran
Makalah ini dapat menjadi sumber referensi bagi mahasiswa keperawatan
maupun para pembaca yang ingin mengetahui tentang penyakit typhoid. Dalam
pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kami
mengundang kepada para pembaca agar dapat memberikan kritik serta saran yang
membangun untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hadinegoro, Sri Rezeki dkk. 2012. Update Management of Infectious Diseases
and Gastrointestinal Disorder. Depok: FK UI Departemen Ilmu
Kesehatan Anak.
TYPHOID Page 19
https://khultur.wordpress.com/2011/12/23/al-maidah-ayat88/ (diakses tanggal 19
April 2016).
Innesa, Carolina. 2013. “Perbaikan Gambaran Klinis Demam terhadap Terapi
Antibiotik pada Anak dengan Demam Tifoid”. Karya Ilmiah Mahasiswa.
Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP.
Lestari, Dewi. 2012. Detekesi Penyakit Anak dan Pengobatannya. Jakarta: Tugu
Publisher
Mansjoer, Arief dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.
Schneider, Keith R dkk. 2005. “Preventing Foodborne Illness: Typhoid Fever
Salmonella Typhi”, Ifas Extension. Florida: University of Florida.
Tim Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2015. “Situasi
Kesehatan Anak Balita di Indonesia”. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Keshatan RI. Jakarta: Kemenkes.
Wahyu, Istiyono. 2008. 100 Kejadian Penting Medis yang Berpengaruh di dalam
Sejarah Dunia. Tangerang: Karisma Publishing Group.
World Health Organization (WHO). “Guidelines for the Management of Typhoid
Fever”. Official Website World Health Organization, http://apps.who.int/m
edicinedocs/documents/s20994en/s20994en.pdf (19 April 2016).
TYPHOID Page 20
LAMPIRAN
TYPHOID Page 21