isi jurnal

17
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak kasus pada kesehatan gigi dan mulut yang belakangan ini meningkat sesuai dengan berkembangya jaman dengan beranekaragam makannan dan pola hidup yang tidak sehat yang dapat meningkatkan terjadinya penyakit yang berdampak pada gig dan mulut seseorang salah satunya adalah leukoplakia . leukoplakia adalah salah satu penyakit yang menyerang rongga mulut. Umumnya, penyakit ini diderita oleh orang berusia 40 tahun ke atas. Pola hidup tak sehat, hobi menenggak minuman beralkohol, dan kebiasaan merokok adalah penyebab utamanya. Namun, dalam perkembangannya terkini, penyakit ini juga menyerang anak-anak usia muda. Gejala serangan penyakit ini umumnya diawali dengan bercak putih kecil di sekitar rongga mulut. Dalam prosesnya, bercak ini akan membesar dan semakin melebar serta tebal Pada makalah ini akan dibahas tentang perbandingan histologi sel mast pada oral leukoplakia dan histologi sel mast pada mulut yang normal karena Sel mast dianggap sebagai salah satu sel yang penting dari sistem imun. Umumnya diyakini memiliki peran yang berbeda dalam kesehatan dan penyakit pada manusia. I.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah perbandingan jumlah sel mast pada oral leukoplakia dan mulut normal? I.3 Tujuan 1. Mengetahui perbandingan anatra jumlah .

Upload: wanda-gr

Post on 25-Nov-2015

11 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

sjfsdljndslvnldsjsdlnldssdjlsdks

TRANSCRIPT

2

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Banyak kasus pada kesehatan gigi dan mulut yang belakangan ini meningkat sesuai dengan berkembangya jaman dengan beranekaragam makannan dan pola hidup yang tidak sehat yang dapat meningkatkan terjadinya penyakit yang berdampak pada gig dan mulut seseorang salah satunya adalah leukoplakia . leukoplakia adalah salah satu penyakit yang menyerang rongga mulut. Umumnya, penyakit ini diderita oleh orang berusia 40 tahun ke atas. Pola hidup tak sehat, hobi menenggak minuman beralkohol, dan kebiasaan merokok adalah penyebab utamanya. Namun, dalam perkembangannya terkini, penyakit ini juga menyerang anak-anak usia muda. Gejala serangan penyakit ini umumnya diawali dengan bercak putih kecil di sekitar rongga mulut. Dalam prosesnya, bercak ini akan membesar dan semakin melebar serta tebal

Pada makalah ini akan dibahas tentang perbandingan histologi sel mast pada oral leukoplakia dan histologi sel mast pada mulut yang normal karena Sel mast dianggap sebagai salah satu sel yang penting dari sistem imun. Umumnya diyakini memiliki peran yang berbeda dalam kesehatan dan penyakit pada manusia. I.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah perbandingan jumlah sel mast pada oral leukoplakia dan mulut normal?I.3 Tujuan

1. Mengetahui perbandingan anatra jumlah .I.4 Manfaat

Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang perbandingan sel mast pada oral leukoplakia dan mulut yang normal.

BAB IITELAAH JURNALII.1 Definisi Leukoplakia

Menurut definisi WHO maka batasan leukoplakia adalah lesi yang tidak ada konotasi histologinya dan dipakai hanya sebagai deskripsi klinis. Jadi definisinya adalah suatu penebalan putih yang tidak dapat digosok sampai hilang dan tidak dapat digolongkan secara klinis atau histologi sebagai penyakit-penyakit spesifik lainnya (contoh: seperti likhen planus, lupus eritematosus, kandidiasis, white sponge naevus). Menurut banyak literatur menunjukkan indikasi yang kuat dari peran alkohol, virus dan kondisi sistemik, sehingga membutuhkan penelitian lebih lanjut.II.2 Gambaran klinisPada umumnya, lesi ini lebih banyak ditemukan pada penderita kelompok umur 35-45 tahun dan lebih banyak pria daripada wanita. Prevalensi di India adalah 0,2-4,9 persen, dengan sebagian umum di daerah bukal dan mukosa commissures, diikuti dengan bibir, lidah, palatum, alveolar ridge, dasar mulut, langit-langit lunak dan gingiva.

II.2.1 Tipe Klinis 1. Homogen: disebut sebagai simpleks leukoplakia. Terdapat 84% dari kasus. Secara morfologi tampak sebagai lesi lokal dengan patch putih yang luas, dengan pola yang relatif konsisten di belum terjadi indurasi. Leukoplakias yang terlihat di antara pipa perokok dan penyirih umumnya dari jenis homogen.

(Gambar leukoplakia homogen)2. Leukoplakia ulserasi: Ini terjadi pada 13 % kasus. Erosif leukoplakia berwarna putih dan mengkilat seperti perak dan pada umumnya sudah disertai dengan indurasi. Pada palpasi, permukaan lesi mulai terasa kasar dan dijumpai juga permukaan lesi yang erosive

(Gambar leukoplakia ulserasi)

3. Nodular leukoplakia: Hal ini juga disebut sebagai leukoplakia erosiva atau leukoplakia berbintik-bintik. Sebuah lesi merah dan putih campuran terlihat, di mana nodul keratotik kecil tersebar melalui atrofik pada mukosa mulut.

(Gambar Leukoplakia Nodular)4. Verrucous leukoplakia: Dimana permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna putih, tetapi tidak mengkilat. Timbulnya indurasi menyebabkan permukaan menjadi kasar dan berlekuk-lekuk. Saat ini, lesi telah dianggap berubah menjadi ganas. Karena biasanya dalam waktu yang relatif singkat akan berubah menjadi tumor ganas seperti squamus sel karsinoma, terutama bila lesi ini terdapat di lidah dan dasar mulut.(Gambar Verrocous Leukoplakia)

II.2.2 Malignant Potensial:

Wanita (6%) lebih tinggi dibandingkan pria (3,9%), karena keterlibatan faktor endogen. Leukoplakia terkait dengan kebiasaan mengunyah tembakau menunjukkan tingkat yang lebih tinggi sebagai ransformasi. Pada daerah bukal dan mukosa commissure 1,8 % berubah menjadi ganas. Di daerah bibir dan lidah 16-38,8 % . Displasia nodular memiliki risiko lebih tinggi menjadi kanker ganas daripada jenis klinis lainnya. Idiopatik leukoplakia dan kandida terkait leukoplakia juga telah juga memiliki resiko tinggi.Manajemen:

Menurut Lodi et al rencana pengobatan komperhensif menurunkan resiko pasien dengan potesi tinggi menjadi potensi rendah lesi seperti:

1. Operasi pengangkatan lesi, termasuk bedah eksisi, bedah laser, cryotherapy.

2. pengobatan topikal, termasuk antiinflamasi agen, agen antimycotic, karotenoid dan retinoid, agen sitotoksik, dll

3. pengobatan sistemik.

4. Penghapusan kebiasaan predisposisi (misalnya tembakau, alkohol, dll).

5. Lain-lain pengobatan (misalnya terapi photodynamic).

6. Kombinasi pengobatan.

Tingkat displasia epitel memainkan penting peran dalam memutuskan pengobatan yang akan diberikan pada pasien. Sedangkan menurut Martorell dan Calatayud mendefinisikan dua kelompok risiko dan pengobatan dipilihan sebagai berikut:

1. Kelompok dengan risiko rendah malignisation, terdiri dari:

a) leukoplakias dengan displasia kurang, dan b) yang menunjukkan displasia ringan yang terletak di daerah resiko rendah atau mereka yang memiliki ketebalan kurang dari 200 mm atau sekarang yang secara klinis sebagai homogen leukoplakia. Berbagai terapi pendekatan dapat diambil dalam kelompok ini:

- Pasien Reguler follow up. Interval kunjungan follow up tidak boleh melebihi 12 bulan untuk mendeteksi adanya perubahan menjadi maligna.

- Pengobatan lesi dengan topikal atau oral retinoid. Kurang memuaskan dalam sebagian besar penanganan lesi.

- Perawatan nonsurgical menggunakan teknik ablatif, seperti cryotherapy dan karbon dioksida ablasi laser. Penggunaan sinar laser telah menunjukkan hasil yang lebih baik dalam hal mengendalikan lesi, sehingga dianggap sebagai pengobatan pilihan dalam kelompok resiko rendah.

2. Kelompok resiko tinggi perubahan menjadi maliga, yang terdiri dari:

a) Leukoplakias dengan displasia ringan yang terletak di daerah berisiko tinggi berukuran lebih dari 200 mm, atau yang berhubungan dengan bentuk klinis homogen;

b) Leukoplakias dengan displasia sedang atau berat, dan

c) verrucous leukoplakias.

Dalam kelompok ini, dilakukan agresif bedah, yang terdiri dari eksisi seluruh ketebalan mukosa di lokasi leukoplakia tersebut.

Di antara pilihan terapi yang tersedia, menghilangkan faktor risiko (merokok, alkohol) dan faktor etiologi diidentifikasi (gigi pecah yang tajam, adanya penggunaan logam rusak dll) adalah langkah pencegahan yang baik dan berlaku untuk semua pasien dengan lesi ini. Karena itu dalam menjaga kebersihan oral dan kemungkinan terulangnya lesi merupakan hal yang penting. Karotenoid memiliki efek perlindungan pada epitel karena mengandung antioksidan. Beta () Karoten adalah prekursor vitamin A, sehingga melindungi epitel lebih dari cedera karena kekurangan vitamin A mengakibatkan metaplasia dan keratinisasi dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa respiratorius. Selain itu -karoten memiliki terapi respon terapi yang baik dalam pencegahan leukoplakia lesi mulut pada pasien perokok dibandingkan pada bukan perokok. Terapi yang dianjurkan dengan dosis 75.000 sampai 300.000 IU untuk 3 bulan. Vitamin A dapat digunakan topikal setelah lesi dibri larutanan podoflin (untuk menghambat mitosis). Vitamin A dengan vitamin E terapi diberikan untuk menghambat degradasi metabolisme. 13-Cis-Retinoid Asam analog sintetis dari vitamin A, biasanya diberikan dalam dosis tinggi 1,5 hingga 2 mg / kg berat badan selama 3 bulan.

Oral lycopene (suatu karotenoid tanpa provitamin A) yang fitur kimianya jarang bereaksi dengan oksigen, sehingga menjadi biologis antioxidizing agen yang paling efisien. Selain nya antioxidizing properti, likopen juga memiliki kapasitas untuk memodifikasi ektralselluler exchange junction, dan ini adalah dianggap sebagai antikanker mekanisme [22].

Dosis rendah fenretinide, sebuah sintetis retinoid, baru-baru telah ditemukan aktif secara klinis dalam uji coba 3 bulan pada pasien dengan resistensi atau kambuh, retinoid memicu peningkatan apoptosis. Data terapi antioksidan menunjukkan bahwa - suplementasi karoten dapat bermanfaat untuk pengobatan oral leukoplakia.

Terapi Nistatin diberikan pada candida leukoplakia. 500.000 IU dua kali sehari ditambah 20 persen boraks gliserol atau 1 persen gentian violet atau larutan kumur solusio chlorogen telah menunjukkan respon yang menguntungkan.

Vitamin B kompleks diberikan sebagai pelengkap dalam kasus commissural dan lesi lingual.

Antimycotic seperti canesten dan pimafucin juga efektif.

Tablet lingual Panthenol dan semprotan mulut dapat digunakan melawan glositis dan glossodynia, dalam kasus lesi lidah.

Topikal kemoterapi dengan topikal penerapan antikanker kemoterapi agen seperti bleomycin dan human fibroblast interferon telah digunakan dengan sukses kasus displastik leukoplakia terbatas.

Terapi Photodynamic (PDT) adalah metode non-invasif untuk pengobatan premaligna lesi kanker. Prinsip PDT adalah nonthermal fotokimia reaksi, yang memerlukan simultan obat photosensitising (photosensitiser), oksigen, dan terlihat cahaya. Setelah periode yang memungkinkan, photosensitiser mengumpulkan di target jaringan, photosensitiser diaktifkan oleh paparan sinar daya rendah yang terlihat dari obat-spesifik panjang gelombang. Penerangan cahaya pada tumor dalam mengaktifkan panjang gelombang menghasilkan kehancuran sel oleh prose oksidatif non-radikal bebas. Tetapi PDT menyebabkan jaringan.

Pemberian estrogen dapat membantu dalam beberapa kasus.BAB IIIPEMBAHASAN JURNAL

Leukoplakia yang merupakan tipe agresif dengan bentuk lambat dan secara persisten dapat berubah menjadi ganas. Batsakis et al., menemukan pasien dengan SCC akan mengalami perkembangan menjadi PVL, begitu pula dengan Silverman and Bagan yang menemukan 87% dan 63.3% pasien dengan PVL. Telah berkembang terapi untuk PVL seperti, cold knife surgery, evaporasi laser CO2, operasi laser, chemoterapi, radioterapi, akan tetapi keadaan ini sering kambuh. Metastase SCC jauh ke kepala dan leher relatif sering, biasanya setelah terjadi kekambuhan, akan tetapi metastase ke kelenjar limfonodi aksila cenderung jarang. Jalur drainase pada metastase dapat dipertimbangkan terutama oleh lokasi, ukuran tumor primer dan metastase ke kelenjar limfonodi. Sesuai dengan kondisi pasien, dimana jalur metastase tidak dapat di prediksi (skip metastase), dapat terjadi pada kontralateral leher (cros over of the limphatic drainage), bahkan mempengaruhi limfanodi aksila.

Angka kejadian metastase ke limfonodi aksila pada karsinoma kepala atau leher terbilang jarang, hanya 2- 9%. Meskipun demikian, angka kejadiannya mungkin lebih tinggi karena terkadang metastase ini tidak terdeteksi. Pada aksila terdapat banyak kelenjar limfonodi yang mengikuti sistem aliran vena aksilaris, limfonodi aksila ikut mendrainase anterolateral dinding dada dan ekstremitas atas. Hubungan yang kompleks dan bervariasi dari pembuluh darah limfatik di dada dan aksila, akan selalu menyesuaikan dengan kondisi, limfonodi aksila dapat menjadi drainase utama padaleher anterior dan lateral. Perubahan dari drainase limfatik dapat dipengaruhi oleh malignansi. Terbentuknya fibrosis setelah operasi bedah atau radioterapi juga merupakan faktor yang menyebabkan terbentuknya drainage limfatik baru atau penyimpangan jalur limfatik. Terdapat sedikit penjalasan terkait metastase aksila: penyebaran hematogen; yaitu penyebaran dari tumor primer kedua sepanjang traktus aerodigestivus, penyebaran tumor setelah kekambuhan, dan penyebaran retrograd akibat blokade junction jugulo-subclavia.

Pada pasien kami memilih, diseksi leher, radiotherapi, dan terjadi kekambuhan penyakit. Semua faktor yang mungkin mempengaruhi perubahan drainase limfatik normal dapat menyebabkan metastase ke aksila.

Prognosis yang buruk pada kasus-kasus dengan metastase aksila mungkin dapat disebabkan karena tingginya resiko serempak dari metastase jauh yang lain. Metastase jauh biasanya terjadi pada fase akhir sebuah penyakit dan hampir selalu tidak memberikan keuntungan pada prognosis selanjutnya. Metastase pulmonal pada HNSCC, kira-kira 60% terjadi metastase jauh. Lokasi dari metastase tersebut bisa pada tulang (lingkar pinggul, tulang panjang, atau vertebra), liver, kulit, mediastenum, dan bone marrow. Pasien dengan riwayat metastase aksila memerlukan monitoring rutin kelenjar limfe yang harus dilakukan follow up. Dilakukan palpasi dalam kasus- kasus yang mencurigakan, pemeriksaan ultrasonografi, ataupun CT scan. Mengetahui tentang kemungkinan metastase sangat penting untuk memperkuat dugaan dan waktu yang tepat melakukan tindakan bedah metastase tersebut sebelum berkembang ke tempat yang lebih jauh, sebagai upaya pertahanan hidup.

Kasus PVL memerlukan management yang tepat, karena adanya lesi leukoplasik yang progresif, dan berkembang menjadi SCC dan kemudian bermetatsase jauh. Digambarkan tentang PVL yaitu: resisten pada semua terapi, frekuensi kekambuhan tinggi, dan dapat berubah menjadi bentuk ganas. Meskipun metastase aksila dari oral SCC jarang, hal ini dapat di observasi dari pasien kami, dimana menekankan pada kepentingan follow up pasien dan pemeriksaan yang hati- hati.

BAB IV

PENUTUP

III.1 KesimpulanBeberapa lesi displastik mungkin memiliki prognosis yang lebih buruk dari karsinoma terisolasi tanpa leukoplakia. Namun, pencegahan penyakit atau penegakan diagnosa dan penanangan yang tepat pengetahuan dapat mengurangi remisi atau kekambuhan penyakit dan mendapatkan prognosa yang lebih baik.III.2 Saran Pada jurnal lebih baiknya dibahas mengenai gambaran histologi dan cara penegakan diagnosa yang lebih rinci dari leokoplakia.DAFTAR PUSTAKA1. Pindborg J.J., Reichart P., Smith C.J. and Van der Waal I. World Health Organization: histological typing of cancer and precancer of the oral mucosa. Berlin: Springer-Verlag; 1997.

2. Campisi G., Giovannelli L., Arico P., Lama A., Di Liberto C. and Ammatuna P. et al. HPV DNA in clinically different variants of oral leukoplakia and lichen planus. Oral Surgery, Oral

Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology, and Endodontics 2004; 98(6):70511.3. Dietrich T., Reichart P.A. and Scheifele C. Clinical risk factors of oral leukoplakia in a representative sample of the US population. Oral Oncology 2004; 40(2):15863.

4. Fedele S. Diagnostic aids in the screening of oral cancer. Head Neck Oncol 2009; 30:1-5.

5. Acha A., Ruesga M.T., Rodrguez M.J., Martnez-Pancorbo M.A. and Aguirre, J.M. Applications of the oral scraped (exfoliative) cytology in oral cancer and precancer. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2005; 10: 95-102.

6. Diniz-Freitas M., Garca-Garca A., Crespo-Abelleira A., Martins- Carneiro J.L. and Gndara-Rey J.M. Applications of exfoliative cytology in the diagnosis of oral cancer. Med Oral. 2004; 9: 355- 61.

7. Van der Waal I. and Axll T. Oral leukoplakia: a proposal for uniform reporting. Oral Oncol. 2002; 38:521-26.

8. Warnakulasuriya S., Johnson N.W. and Van der Waal I. Nomenclature and classification of potentially malignant disorders of the oral mucosa. J. Oral Pathol Med. 2007; 36:575-80.

9. Sccuba J.J. Oral leukoplakia. Critical Rev Oral Biol Med 1995;(2):147-160

10. Schepman K.P. and Vander Waal I. Proposal for Classification and Staging System for Oral Leukoplakia: A Preliminary Study. Oral Oncology1995(3): 396-98

11. Reibel J. Prognosis of oral premalignant lesions: significance of clinical, histopathological, and molecular biological characteristics. Critical Reviews in Oral Biology and Medicine 2003; 14(1):4762. Lodi G. and Porter S. Management of potentially malignant disorders:

12. evidence and critique. Journal of Oral Pathology and Medicine 2008; 37(2), 6369.

13. Lind P.O. Malignant transformation in oral leukoplakia. Scandinavian Journal of Dental Research 1987; 95(6):44955.

14. Shiu M.N., Chen T.H., Chang S.H. and Hahn L.J. Risk factors for leukoplakia and malignant transformation to oral carcinoma: a leukoplakia cohort in Taiwan. British Journal of Cancer 2000; 82 (11):187174. Journal of Innovative Dentistry, Vol 1, Issue2, May-August 2011

15. Lodi G., Sardella A., Bez C., Demarosi F. and Carrassi A. Interventions for treating oral leukoplakia (Review). The Cochrane Library 2008; 4:1-29.

16. Martorell-Calatayud,a R. Botella- Estrada,a J.V. Bagn-Sebastin,b O. Sanmartn-Jimnez,a and Guilln- Baronaa C. Oral Leukoplakia: Clinical, Histopathologic, and Molecular Features and Therapeutic Approach. Acta Dermosifiliogr. 2009;100:669-84

17. Sciubba J.J. Oral leukoplakia. Crit Rev Oral Biol Med.1995; 6:147-60.

18. Garewal H.S., Katz R.V. and Meyskens F. et al. Beta-carotene produces sustained remissions in patients with oral leukoplakia: results of a multicenter prospective trial. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 1999 Dec; 125(12):1305-10.

19. Zakrzewska J.M. Oral lycopenean efficacious treatment for oral leukoplakia. Evid Based Dent. 2005; 6(1):17-18.

20. Lippman S.M., Lee J.J. and Martin J.W. et al. Fenretinide activity in retinoidresistant oral leukoplakia. Clin Cancer Res. 2006 May 15; 12(10):3109-14.

21. Malaker K., Anderson B. J., Beecroft W. A. and Hodson D. I. Management of oral mucosal dysplasia with -carotene retinoic acid: a pilot cross-over study. Cancer Detection and Prevention 1991; 15(5):33540.

22. Rao A. V. and Agarwal S. Role of antioxidant lycopene in cancer and heart disease. Journal of the American College of Nutrition 2000; 19(5):563 69.

23. Singh M., Krishanappa R., Bagewadi, A. and Keluskar V. Efficacy of oral lycopene in the treatment of oral leukoplakia. Oral Oncology 2004; 40(6), 59196.

24. Sieron A., Namyslowski G., Misiolek M., Adamek M., and Kawczyk-Krupka A. Photodynamic therapy of premalignant lesions and local recurrence of laryngeal and hypopharyngeal cancers. European Archives of Oto-Rhino-Laryngology 2001; 258(7): 34952.

25. Kubler A. C. Photodynamic therapy. Medical Laser Application 2005; 20(1), 3745.

26. Konopka K. and Goslinski T. Photodynamic therapy in dentistry. Journal of Dental Research 2007; 86(8):694707.