isi fix 2
DESCRIPTION
obesitas adalah....TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia.
Kecenderungan terjadinya obesitas berhubungan erat dengan pola makan.
Berbagai faktor berperan dalam timbulnya obesitas, tetapi yang paling
penting adalah ketidakseimbangan antara masukan makanan dan aktifitas
fisik (Misnadiarly, 2007).
Istilah obesitas dan overweight sering digunakan untuk
menyatakan adanya kelebihan berat badan, tetapi obesitas dan overweight
memiliki arti yang berbeda. Obesitas (kegemukan) adalah ketidak
seimbangan antara jumlah makanan yang masuk dibandingkan dengan
pengeluaran energi oleh tubuh (Kinanti indika, 2007). Sedangkan
overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan berat ideal yang
terjadi akibat penimbunan jaringan lemak atau non lemak meliputi otot,
tulang, lemak dan air (Indonesia Nutrion Network dalam Kinanti indika,
2010). Gemuk merupakan suatu kebanggaan dan merupakan kriteria untuk
mengukur kesuburan dan kemakmuran suatu kehidupan, sehingga pada
saat itu banyak orang berusaha menjadi gemuk dan mempertahankanya
sesuai dengan status sosialnya. dalam perkembangan selanjutnya justru
sebaliknya kegemukan atau obesitas selalu berhubungan dengan kesakitan
dan peningkatan kematian (Hermawan, 2010). Salah satu metode
pengukuran tingkat obesitas dan overweight adalah dengan menggunakan
antropometri yaitu perbandingan Rasio Lingkar Pinggang dan Lingkar
Panggul (RLPP). Seseorang dikatakan overweight jika hasil RLPP lebih
dari 0,9 sedangkan seseorang dikatakan obesitas jika RLPP kurang dari 0,8
(Kinanti indika, 2010).
Hasil survey NSS-HKI tahun 2001 di empat kota
(Jakarta,Semarang, Makasar, dan Surabaya) menunjukkan bahwa
prevalensi kegemukan pada wanita usia produktif daerah kumuh perkotaan
berkisar antara 18-25% , yang justru lebih besar dari pada prevalensi kurus
1
11-14% (RAPGN, 2001). Hasil dan Survei Kesehatan Rumah Tangga
tahun 2004 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada penduduk
wanita dewasa di Indonesia, terutama yang tinggal di perkotaan adalah
sebesar 12,8% (SKRT, 2004). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
tahun 2007, prevalensi Nasional obesitas pada penduduk berusia ≥ 15
tahun adalah 10,3 % (Riskesdas, 2007)
Salah satu faktor yang berhubungan dengan obesitas adalah
pengetahuan. Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu,
atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang
dihadapinya, hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu
(Surajiyao, 2007). Faktor pengetahuan mempengaruhi terhadap terjadinya
obesitas, pengetahuan ibu tentang pengaturan makanan, cara pengolahan
makanan dan kandungan gizi dalam bahan makanan sangat mempengaruhi
asupan makan seseorang dan memberikan risiko yang sangat besar
terjadinya obesitas.
Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu
menyebabkan perubahan dalam gaya hidup terutama pola makan. Pola
makan tradisional yang tinggi karbohidrat, tinggi serat dan rendah lemak
berubah ke pola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat dan
tinggi lemak. Perubahan pola makan ini dipercepat oleh kemajuan
teknologi informasi dan globalisasi ekonomi. Perbaikan tingkat konsumsi
juga menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik masyarakat tertentu.
Perubahan pola makan dan aktifitas fisik ini berakibat kepada semakin
banyaknya penduduk yang mengalami masalah obesitas dan overweight
(Almatsier, 2006).
2
BAB 2
KONSEP OBESITAS
2.1 Definisi
Obesitas berasal dari bahasa latin obesus yang mengandung
pengertian menelan atau memakan. Obesitas adalah suatu kondisi penyakit
kronis dengan karakteristik kelebihan dari jaringan adiposa pada tubuh.
Kondisi ini dipertimbangkan dapat meningkatkan angka kesakitan dan
kematian daripada karakter kecacatan atau kelemahan dari individu.
(Oeser, 1997)
Dalam penilaian ukuran dan tingkat kegemukan, obesitas
didefinisikan apabila Body Mass Index (BMI) 27,8 atau lebih pada pria
dan 27,3 atau lebih pada wanita yang kemudian dinilai juga terjadi
peningkatan 20% atau lebih dari berat badan ideal. Untuk pria dengan
tinggi badan 175 cm (5’9”) dengan berat badan lebih dari 85 kg (187 pon)
dan untuk wanita dengan tinggi badan 163 cm (5’4”) dengan berat badan
72 kg atau 158 pon (Oeser, 1997)
Obesitas dengan kombinasi berbagai faktor, menyebabkan
kematian lebih dari 300.000 di Amerika Serikat setiap tahunnya (Newman,
2009). Studi epidemiologi menyatakan adanya hubungan antara obesitas
dengan risiko peningkatan penyakit kardiovaskular, non-insulin .
dependent diabetes mellitus (NIDDM), beberapa kondisi kanker, batu
kandung empedu, beberapa penyakit pernapasan, osteoartritis, gout, dan
dislipidemia, semuanya dapat meningkatkan risiko kematian (Mantzoros,
2006). Kondisi kelebihan berat badan dengan distribusi lemak tubuh akan
mengontribusi peningkatan risiko gangguan metabolik dan penyakit
kardiovaskular.
2.2 Etiologi dan Patofisiotogi
Walaupun dengan kemajuan dan penelitian modern, sampai saat ini
penyebab pasti dari obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas
merupakan suatu kondisi yang sangat kompleks yang menghadirkan
interaksi antara tipe gen individu dan lingkungan. Secara patofisiologi
3
kondisi obesitas berhubungan dengan beberapa faktor, yaitu faktor genetik
dan fisiologi, faktor lingkungan, faktor sosioekonomi, dan faktor
psikokultural (Camdem, 2009).
Dasar-dasar terjadinya obesitas adalah ketidakseimbangan antara
intake kalori dan pengeluaran tenaga (energy expenditure). Pada saat
intake melebihi pengeluaran, maka menghasilkan penambahan berat
badan. Tubuh kita mempunyai regulasi untuk intake kalori, ’
penyimpanan, dan pengeluaran yang diatur oleh berbagai impuls kimia,
hormonal, dan saraf. Ketidakseimbangan dari kondisi ini akan
mempersulit pengaturan karena banyak faktor yang memberikan
konstribusi terjadinya obesitas (Srnka, 2001),
2.3 Faktor yang Mempengaruhi
2.3.1 Faktor Genetik dan Fisiologi
Predisposisi genetik menjadi faktor penting sejak
ditemukannya gen obesitas pada tahun 1994 (Oeser, 1999). Gen
obesitas diidentifikasi sebagai leptin protein yang diproduksi oleh
jaringan adiposa. Meskipun hubungan gen ini dengan terjadinya
obesitas masih belum dipahami sepenuhnya, tetapi penelitian leptin
yang menjadi unsur utama terjadinya obesitas tetap dilanjutkan
(Srnka, 2001), Sirkulasi leptin memberikan aksi pada otak dan impuls
rasa kenyang sehingga akan menurunkan nafsu makan. Pada tikus
yang tidak memproduksi leptin, setelah diberikan leptin, tikus menjadi
tidak mau makan dan kehilangan berat badan. Akan tetapi sayangnya
eksperimen ini tidak berlaku pada manusia. Fakta ini memberikan
kesimpulan bahwa tidak hanya konsentrasi leptin serum yang terjadi
secara umum pada manusia. Hal ini memberikan korelasi positif
antara tingkat serum leptin dengan persentasi lemak tubuh dan BMl
(Cerulli, 1998). Pada sebagian besar pasien obesitas memiliki
rangkaian genetik normal untuk leptin, tetapi defisiensi leptin akan
menampilkan kondisi obesitas yang berat. Hal ini memberikan
4
kesimpulan bahwa penurunan kadar leptin di sirkulasi memberikan
risiko peningkatan obesitas (Devlin, 2000).
2.3.2 Faktor Lingkungan
Pengaruh lingkungan adalah faktor yang secara signifikan
meningkatkan resiko obesitas. Situasi lingkungan memberikan
pengaruh penting terhadap pola kebiasaan makan dan penurunan
aktifitas fisik. Beberapa prosuk makanan yang dijual
dipasaran,terutama makanan yang dibuat bukan dari rumah tangga
berisikan kandungan yang meningkatkan resiko intake kalori yang
tinggi. Stress imosional yang disebabkan oleh pekerjaan akan
meningkatan mekanisme koping untyk meningkatkan intake kalori.
Kebiasaan diet yang kurang memperhatikan intake kalori meghasilkan
mpenimbunan nutrisi di dalam tubuh (Matsuzawa, 1994).
Pola hidup yang kurang gerak memfasilitasi peningkatan
resiko obesitas. Kondisi sekarang dengan pergerakan fisik yang
kurang ditunjang dengan kebiasaan pekerjaan yang lebih banyak di
tempat duduk dan dengan kursi yang memberikan mekanisme
kemudahan,elefator dan ekskalator merupakan fasilitas yang
menurunkan pergerakan,dengan adanya remot kontrol untuk
menghidupkan televisi, AC, permainan yang disertai dengan
memakan cemilan tinggi kalori memberikan implikasi terhadap
obesitas.
Kelebihan berat badan akan mempengaruhi kesehatansecara
umum. Hal ini berhubungan dengan peningkatan sindrom
metabolisme, peenyakit kasrdiovaskuler, gangguan pernafasan,
osteoartritis, tekanan abdominal, kondisi intergumen, dan peruban
mental.
Secara umum konsekuensi obesitas memberikan pola dari distribusi
adiposa yang disertai dengan konsisi metabolisme spesifik.
Peningkatan viseral lemak menghasilkan peningkatan rasio klinik
untuk distribusi. Hal ini memberikan perubahan terhadap toleransi
glukosa dan peningkatan tekanan darah (Pi-Sunyer, 2006). Distribusi
5
lemak ini akan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler. Adanya
sindrom metabolik meliputi resistensi insulin, hiperinsulinemia,
gangguan toleransi glukosa, hipertensi, hipertrigeliserid, dan
peningkatan konsentrasi kolestrol very low density lipoprotein
(VVDL). Sindrom metabolik bukanlah penyakit, tetapi merupakan
kelompok kondisi (AH, 2005).
Sekitar 65% obesitas mengalami osteoarttritis,yang merupakan
penyakit degeneratif muskulus skeletal. Pada individu dengan BMI
lebih dari 40, secara segnifikan akan meningkatkan resiko terjadinya
asteoarttritis (Candem, 2009). Adanya kondisi nyeri pada atritis akan
menyebabkan penurunan pergerakan fisik akibat keterbatasan dan
memberikan konsekuensi peningkatan berat badan.
Pada perspektif kardiovaskuler,kondisi obesitas akan meningkatkan
alran darah disebabkan oleh perluasan area tubuh yang memerlukan
suplay darah untuk kebutuhan metabolisme jaringan. Kerja jantung
akan meningkat dan memberikan indikasi terjadinya gagal jantung
kongestif akibat peningkatan tekanan arteri sistomik. Kelebihan cairan
akan meningkatkan resiko edema pada paru akibat peningkatan
tekanan arteri pulmonel. Kompensasi pernafasan dari obesitas
memberikan manifestasi elefasi tekanan intra abdominal,menekan
volume pernafasan dan menurunkan daya tahan otot-otot pernafasan.
Peningkatan kebutuhan oksigen,hiperfentilasi,dan
hipofentilasi,berhenti nafas pada saat tidur menimbulkan kondisi
kematian mendadak. Kejadian brenti nafas pada saat tidur terjadi 10-
20% pada pasien obisitas (Gallagher, 2005).
Peningkatan tekanan intraabdominal akibat akumulasi jaringan lemak
pada rongga abdomen akan meningkatkan tekanan pada organ internal
dan kulit. Kondisi ini akan meningkatkan resiko Bartlett’s esophagitis
dan resiko terjadinya kanker esofgus. Inkontinensia (Camdem, 2009).
Kondisi obesitas juga mempengaruhi kulit yang terjadi peningkatan
resiko dikubitus (ulkus tekan),keterlambatan penyembuhan luka
6
dermatitis,dan iritasi integritas jaringan,khususnya apabila pada pasien
dengan diabetes dan keterbatasan aktivitas.
Pasien obesitas cenderung mengalami gangguan psikologis.
Perubahan bentuk akibat kelebihan berat badan dan akumulasi lemak
ditubuh memberikan manifestasi gangguan konsep diri (gambaran diri
rendah).
2.4 Manifestasi Klinis
Dua hal yang dapat digunakan sebagai pengukuran klinis obesitas
adalah garis pertumbuhan dan waktu pubertas. Tanda klinis lain yang
negindikasikan obesitas adalah penambahan berat badan diluar karakter
keluarga, penambahan berat badan progresif tanpa peningkatan sepadan
digaris pertumbuhan, kulit kering, konstipasi, intoleransi dingin, riwayat
kerusakan CNS (Trauma, pendarahan, radiasi, infeksi, kejang), akumulasi
lemak dileher dan tubuh tetapi tidak dilengan atau kaki, hipertensi,
perkembangan seksual yang tidak tepat pada umur muda, rambut wajah
berlebihan, dan atau menstruasi ireguler pada remaja perempuan, sakit
kepala, muntah, gangguan mata, berkemih berlebihan. (Nirwana, 2012)
2.5 Komplikasi
Komplikasi pada klien dengan obesitas (Obesitas Permasalahan Dan Terapi
Praktis, 2009) :
1. Kematian
Makin meningkatnya berat badan maka makin tinggi risiko kematian.
Seseorang yang menderita obesitas (BMI >30 ) memiliki tingkat risiko 50
– 100 % lebih tinggi untuk mengalami kematian, dibandingkan dengan
individu yang sehat.
2. Penyakit jantung
Insidensi penyakit jantung (heart attack, kongestif heart value, sudden
cardiac dead, angina atau nyeri dada, dan abnormal heart rhythem) akan
meningkat pada individu yang menderita over weight atau obesitas (BMI
>25). Seseorang yang menderita obesita akan memiliki risiko dua kali
7
lebih untuk mengalami tekanan darah tinggi, bila dibandingkan dengan
orang sehat.
3. Sindroma x (Sin x)
Sindroma x (sin x) adalah suatu kumpulan gejala pada seseorang yang
dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit diabetes militus tipe II (DM
tipe II) dan penyakit jantung koroner. Sin X juga memiliki hubungan
dengan kondisi resisten insulin. Sin X terjadi pada 20 % - 25 % orang
dewasa di Amerika Serikat. Dokter Reaven adalah orang pertama yang
mengungkapkan masalah ini pada tahun 1988, yaitu dengan menjelaskan
beberapa faktor risiko :
a. Dislipidemia
b. Hipertensi
c. Hiperglikemia
4. Diabetes
Peningkatan berat badan sebanyak 5 – 8 Kg akan meningkatkan risiko
untu terjadinya diabetes militus tingkat II, dua kali lebih tinggi bila
dibandingkan individu yang tidakmengalami peningkatan berat badan. 80
% penderita diabetes militus juga mengalami over weight atau obesitas.
5. Kanker
Over weight dan obesitas berhubungan dengan meningkatnya risiko untuk
terjadinya beberapa jenis kanker :
a. Endometrium
b. Kolon
c. Empedu
d. Prostat
e. Ginjal
f. Payudara
6. Masalah pernapasan
Sleep upnea (terhentinya pernapasan saat sedang tidur) biasa terjadi pada
seseorang yang menderita obesitas.
7. Artitris
8
Setiap peningkatan 1 kg berat badan, risiko terjadinya atritis akan
meningkat sebanyak 9 – 13 %.
8. Penyulitan pada masalah reproduksi
a. Obesitas pada kehamilan berhubungan dengan meningkatnya risiko
kematian baik untuk ibu dan bayi, serta meningkatkan risiko
peningkatan tekanan darah ibu sebanyak 10 kali lipat.
b. Bayi baru lahir dari wanita yang mengalami obesitas pada
kehamilan memiliki risiko bayi besar sehingga tingkat operasi
sesar semakin meningkat, serta akan mengalami rendahnya kadar
glukosa darah (dapat berhubungan dengan kerusakan otak dan
kerja)
c. Obesitas pada kehamilan berhubungan dengan brith defects,
khususnya kelainan neural tube, seperti spina bifida.
d. Obesitas pada wanita premenupause berhubungan dengan siklus
menstruasi yang tidak teratur dan intervilitas.
2.6 Penatalaksanaan
1. Terapi nonfarmakologi
a. Terapi diet
b. Aktivitas fisik
c. Terapi perilaku, pola hidup, pola makan, penurunan stress
2. Terapi farmakologi
a. Agen nonadrenergik
1) Phentermine (Ionamin – Celltech; Adipex-P – Gate; Fastin –
GlaxoSmithKlien)
2) Orlidtat (Xenical – Roche)
3) Sibutramine (Meridia – Abbott).
b. Agen serotonergik, seperti fluxetine (Prozac – Eli Lily) dan sertraline
(Zoloft- Pfizer)
c. Produk natural
3. Terapi Bedah
9
Terdapat dua intervensi bedah yang digunakan, yaitu reseksi lambung /
gastroplasty dan gastric bypass yang dilakukan dengan tujuan untuk
menurunkan intake kalori. Terapi bedah dilakukan apabila dengan terapi
farmakologi dan nonfarmakologi tidak menghasilkan penurunan berat
badan yang diharapkan.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Antropometri berasal dari kata antropos dan metos. Antopos artinya tubuh
dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh.
Pengertian ini bersifat sangat umum sekali.
Dari pengertian tersebut dapat ditarik pengertian bahwa antropometri gizi
adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis
ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan, dan
tebal lemak dibawah kulit.
Jenis Parameter:
a. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.
Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi
tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
b. Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein,
lemak, air, dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung
meningkat dan protein otak menurun. Pada orang yang edema asitest
terjadi penanmbahan cairan tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan
jaringan lemak dan otot, khususnya pada orang kekurangan gizi.
c. Tinggi badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang
telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat.
Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua terpenting karna
10
dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur
dapat dikesampingkan.
d. Lingkar lengan atas (LLA)
Dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status
gizi, karna mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit
diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi ada beberapa hal
yang perlu mendapat perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan
untuk indeks status gizi.
e. Lingkar kepala
Dalam antropometri gizi, masuk lingkar kepala dan lingkar dada cukup
berarti dan menentukan KEP pada anak. Lingkar kepala dapat juga
digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengukuran umur.
f.Lingkar dada
Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2-3 tahun, karena rasio
lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur
ini, tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada
semakin cepat. Umur antara 6 bulan dan 5 tahun,rasio lingkar kepala dan
dada adalah kurang dari satu, hal ini dikarenakan akibat kegagalan
perkembangan dan pertumbuhan, atau kelemahan otot dan lemak pada
dinding dada . ini dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan
KEP pada anak balita.
g. Jaringan lunak
otak, hati, jantung dan organ dalam lainnya merupakan bagian yang
cukup besar dari berat badan, tetapi relatif tidak berubah beratnya pada
anak mal nutrisi. Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang sangat
bervariasi pada penderita KEP. Antropometri jaringan dapat dilakukan
pada kedua jaringan tersebut dalam pengukuran status gizi di masyarakat
11
2.8 Pathway
12
Faktor predisposisi genetik dan fisiologis
Faktor predisposisi lingkungan
Salah persepsi, sumber informasi , penurunan motivasi
Ketidak adekuatan program pengobatan
Akumulasi lemak pada jaringan adiposa
obesitas
Respon psikologis
Pola kebiasaan makan dan penurunan aktivitas fisik
Penurunan kadar leptin di sirkulasi
Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
Risiko
osteoratritis
Gangguan konsep diri (gambaran diri rendah)
Penurunan pergerakan
Perubahan bentuk badan tampak gemuk
Perubahan bentuk badan tampak gemuk
Peningkatan berat badan
Akumulasi lemak pada
Hambatan mobilitas fisik
Peningkatan aliran darah, peningkatan kebutuhan metabolisme jaringan. Kerja jantung meningkat, peningkatan tekanan arteri sistemik
Kelebihan cairan,
peningkatan tekanan arteri
pulmoner, elevasi tekanan inta abdominal,
menekan volume pernafasan, dan
Gangguan elastisitas kulit, gangguan
sirkulasi integritas kulit, keterlambatan penyembuhan luka,
dermatitis, dan iritasi integritas
jaringan
Risiko gagal jantung kongestif
Tercetusnya aktivasi, re-entry dan otomatisasi
Aritmia ventrikular
Pola nafas tidak efektif risiko edema paru
Risiko gagal nafas
Kematian mendadak
Risiko dekubitus (ulkus tekan)
risiko gangguan integritas jaringan
kulit
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
OBESITAS
3.1 Pengkajian
3.1.1 Data Demografi
Didalam data demografi terdapat identitas klien dan penanggung
jawab terdiri dari nama, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, agama, alamat, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit
dan diagnosa medis.
3.1.2 Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama:
Klien biasanya mengatakan susah sekali berdiri sehabis duduk
b. Riwayat kesehatan sekarang:
Pasien tidak mengalami apa-apa selain merasakan berat badannya
semakin bertambah,disamping itu pasien mengalami kesusahan
berdiri sehabis duduk.
c. Riwayat kesehatan dahulu:
Sebelumnya pasien memiliki berat badan normal tapi setelah dua
tahun kemudian berat badan pasien mengalami perubahan
d. Riwayat kesehatan kelurga:
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami obesitas
3.1.3 Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola penatalkasaan kesehatan – presepsi sehat
a. Kurang pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan
dengan sehat
2. Pola nutrisi
a. Tipe makanan
b. Nafsu makan meningkat
c. Pola makan tidak seimbang
3. Pola aktivitas
a. Gangguan dalam melakukkan aktivitas sehari-hari
4. Pola tidur istrirahat
13
a. Kesulitan tidur
5. Pola presepsi diri – konsep diri
a. Citra tubuh
b. Presepsi mengenai kemampuan
c. Pola emosional
6. Pola peran dan hubungan
a. Adanya perubahan peran klien yang mengalami penurunan di
dalam masyarakat
7. Pola koping – toleransi stres
a. Kemampuan mengendalikan stres mengalami perubahan tubuh
8. Pola nilai dan keyakinan
a. Kesulitan dalam menjalankan ibadah sehari-hari
3.1.4 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan fisik pada klien obesitas (Buku Saku Pemeriksaan
Laboratorium Dan Diagnostik Dengan Implikasi Keperawatan, 1997) :
3.1.4.1 Kolesterol (serum)
1. Nilai Rujukan
Dewasa : Nilai Ideal: <200mg/dl. Risiko Sedang: 200-240
mg/dl. Risiko Tinggi: >240 mg/dl. Kehamilan: Kadar
berisiko tinggi, tetatpi akan kembali ke kadar seperti
sebelum kehamilan, yaitu 1 bulan setelah pelahiran.
Anak: Bayi: 90-130 mg/dl. Anak (Usia 2-19 Tahun); Nilai
ideal: 130-170 mg/dl. Rsisiko Sedang: 171-184 mg/dl.
Risiko Tinggi: >185 mg/dl.
2. Deskripsi
Kolesterol merupakan lemak darah yang disintesis di hati
serta ditemukan dalam sel darah merah, membran sel, dan
otot. Kira-kira sebanyak 70% kolesterol diesterifikasikan
(dikombinasi dengan asam lemak), serta 30% dalam bentuk
bebas. Kolesterol diunakan tubuh untuk membentuk gaaram
empedu sebagai fasilitator pencernaan lemak dan untuk
pembentukan hormon oleh kelenjar adrenal, ovarium, dan
14
testis. Hormon tiroid dan estrogendapat menurunkan
konsentrasi kolesterol, serta sebaliknya tindakan
pembedahan ooforektomi, meningkatkan konsentrasinya.
Kolesterol serum digunakan sebagai indikator penyakit
arteri koroner dan sterosklerosis. Hiperkolesterolemia
menyebabkan penumpukan plak di arteri koroner sehingga
dapat menyebabkan MCl. Kadar kolesterol serum yang
tinggi dapat berhubungan dengaan kecenderungan genetik
(herediter), obstruksi bilier, dan/atau asupan diet. Lebih
kurang sepertiga dari masyarakat di Amerika memiliki
kadar kolesterol serum di bawah 200 mg/dl, kadar ini
merupakan kadar ideal.
3. Tujuan
a) Untuk memeriksa kadar kolesterol klien
b) Untuk memantau kadar kolesterol
4. Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium
a) Obat aspirin dan kortison dapat menyebabkan
penurunan atau penigkatan kadar kolesterol serum.
b) Diet tinggi kolesterol yang dikonsumsi sebelum
pemeriksaan dapat menyebabkan peningkatan
kolesterol serum.
c) Hipoksia barat dapat meningkatkan kadar kolesterol
serum.
d) Hemolisis pada spesimen darah dapat menyebabkan
peningkatan kadar kolesterol serum.
5. Prosedur
a) Jelaskan pada klien untuk puasa (makanan, cairan, dan
obat) selama 12 jam. Klien diperbolehkan minum.
b) Kumpulan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup
merah. Cegah terjadinya hemolisis.
c) Catat pennggunaan obat yang dikonsumsi klien yaang
tidak terdaftar pada formulir laboratorium.
15
6. Tindakan sebelum dan sesudah pemeriksaan
Peningkatan Kadar
a) Kaitkan masalah klinis dan penggunaan obat dengan
hiperkolesterolemia. Peningkatan kadar kolesterol
dapat menandakan terjadinya penyakit arteri koroner.
b) Tangguhkan pemberian obat yang dapat meningkatkan
kadar serum selama 12 jam sebelum darah diambil, atas
persetujuan pemberi layanan kesehatan.
c) Jelaskan pada klien dan keluarganya tentang persepsi
mengenai kadar kolesterol serum dan efek yang timbul
jika kadar kolesterol meninngkat.
d) Anjurkan klien menurunkan berat badannya jika
kegemukan dan mengalami hiperkolesterolemia.
Penurunan berat badan pada obesitas dapat membantu
menurunkan kadar kolesterol serum.
e) Anjurkan klien yang menderita hiperkolesterolemia
untuk mengurangi asupan makanan tinggi kolesterol
(mis., daging babi asap, telur, mentega, daging
berlemak, makanan laut tertentu, kelapa, dan cokelat).
f) Instruksikan klien yang menderita hiperkolesterolemia
berat untuk mematuhi jadwal kunjungan medisnya guna
perawatan lanjut.
3.1.4.2 Gula Darah Puasa
1. Nilai Rujukan
Gula Darah Puasa (FBS)
Dewasa: Serum atau plasma: 70-110 mg/dL; whole blood: 60-
100 mg/dL.
Anak: Bayi baru lahir: 30-80 mg/dL; Anak: 60-100 mg/dL
Lansia: Serum: 70-120 mg/dL
Gula Darah Postpranndial (setelah makan) (PPBS)
16
Dewasa: Serum atau plasma: <140 mg/dL/2 jam; darah: <120
mg/dL/2 jam
Anak: <120 mg/dL/ 2 jam
Lasia: Serum: <60 mg/dL/2 jam; darah: <140 mg/dL/2 jam
2. Deskripsi: Gula darah puasa lebih besar dari 125 mg/dL, dapat
merupakan indikasi diabetes, dan untuk mengkonfirmasi
diagnosa bila nilai gula darah rata-rata atau sedikit lebih tinggi,
dilakukan pemeriksaan gula darah postprandial atau
pemeriksaan toleransi glukosa, atau keduanya.
Pemeriksaan gula darah 2 jam setelah makan biasanya
dilakukan untuk menentukan respons klien terhadap masukan
tinggi karbohidrat 2 jam setelah makan. Pemeriksaan ini
adalah pemeriksaan skrining untuk diabetes yang biasanya
dianjurkan jika gula darah pembatasan makan dan cairan lebih
tinggi dari normal atau meningkat.
3. Prosedur
Gula darah puasa (FBS)
a. Ambil darah vena 5 sampai 10 ml dan masukkan ke
dalam tabung bertutup merah atau abu-abu. Darah
biasanya diambil antara pukul 07.00 sampai 09.00
b. Puasa makan dan minum 12 jam sebelum pemeriksaan
Gula darah postprandial (setelah makan) (PPBS)
a. Ambil darah vena 5 sampai 10 ml dan masukkan ke
dalam tabung tertutup merah atau abu-abu. Darah
diambil 2 jam setelah makan pagi atau makan siang
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang umumnya ada pada pasien dengan obesitas
pada saat dilakukan asuhan keperawatan di ruang rawat inap adalah sebagai
berikut (Muttaqin, 2011) :
17
1. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakseimbangan antara intake kalori dan pengeluaran tenaga,
akumulasi lemak tubuh, obesitas.
3.3 Intervensi Keperawatan
(Mutaqqin, 2011)
Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakseimbangan antara intake kalori dan pengeluaran tenaga, akumulasi
lemak tubuh, obesitas
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan kelebihan nutrisi
pasien terpenuhi.
Kreteria evaluasi :
- Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat
- Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi program pengobatan
obesitas
- Pasien mendapatkan terapi farmakologis dan atau terapi bedah
Intervensi Rasional
Kaji status nutrisi pasien, timbang
berat badan dan tinggi badan,
ukur BMI.
Kaji faktor yang bisa
meningkatkan nafsu makan
pasien
Memvalidasi dan menetapkan derajat
masalah untuk menetapkan pilihan
intervensi yang tepat
Kaji adanya penyakit gangguan
metabolisme yang berhubungan
dengan resiko obesitas, seperti
diabetes melitus, hipertensi, dan
penyakit kardiovaskular.
Kaji adanya riwayat pembedahan
yang meningkatkan resiko
obesitas, misalnya pengangkatan
kelenjar pankreas
Mengidentifikasi faktor – faktor
penyakit yang menjadi predisposisi
obesitas
18
Kaji persepsi pasien dan keluarga
tentag metode penurunan berat
badan
Menggali faktor pendukung dalam
menjalankan program terapi obesitas.
Persepsi dan motivasi keluarga
memberikan pengaruh positif terhadap
penurunan berat badan.
Evaluasi adanya alergi makanan
dan kontraindikasi makanan
Beberapa komponen makanan tertentu
dan beberapa penyakit lain, seperti
diabetes melitus, hipertensi, gout, dan
lainnyamemberikan manifestasi
terhadap persiapan komposisi
makanan yang akan diberikan
Identifikasi pola dan jenis
makanan yang dikonsumsi
pasien.
Eksplorasi penting dalam menilai
mekanisme intake makanan pada
pasien obesitas
Kaji tingkat pengetahuan tentang
kebutuhan nutrisi dan
pengetahuan terhadap aktivitas
dan faktor lainnya, misalnya
kondisi kehamilan
Terdapat dilema dalam kebutuhan
nutrisi pasien obesitas dengan faktor –
faktor yang diharuskan meningkatkan
nutrisi seperti obesitas. Perawat
melakukan intervensi kolaboratif
dengan tim gizi untuk menetapkan
jenis nutrisi yang dikonsumsi oleh
pasien dan memberikan dukungan
moral agar klien ikut serta dalam
program intake nutrisi
Konsultasi dengan ahli gizi dan
menentukan kebutuha nutrisi
yang sesuai dengan kondisi
individu
Pada pelaksanaan asuhan klinik,
penentuan kebutuhan nutrisi adalah
kompetensi dari ahli gizi. Peran
perawat adalah sebagai kolaborator
klinik untuk menurunkan masalah
pasien.
19
3.4 Evaluasi
3.4.1 Nilai normal hasil laboratorium Kolesterol
1. Kadar kolesterol dalam darah
Hasil pemeriksaan kolesterol Anda biasanya dinyatakan
dalam miligram per desi liter(mg/dl). Dampak kadar kolesterol
Anda terhadap risiko penyakit jantung tergantung pada faktor risiko
lainnya seperti usia, riwayat keluarga, kebiasaan merokok dan
tekanan darah Anda.
Tabel 1. Kadar Kolesterol Total
Kurang dari 200 Normal
200 – 239 Batas Normal – Tinggi
Lebih dari 239 Tinggi
2. LDL (Low Density Lipoprotein)
LDL adalah pengangkut kolesterol dari liver ke sel – sel.
Bila terlalu banyak LDL, kolesterol akan menumpuk di dinding –
dinding arteri dan menyebabkan sumbatan arteri (aterosklerosis).
Semakin rendah kadar LDL, semkin kecil risiko Anda terkena
serangan jantung dan stroke. Faktor risiko penyakit jantung dan
stroke lainnya menentukan seberapa tinggi LDL.
Tabel 2. Kadar Kolesterol Jahat
Kurang dari 100 Optimal
100 – 129 Mendekati Optimal
130 – 159 Batas Normal Tertinggi
160 – 189 Tinggi
Lebih dari 190 Sangat Tinggi
3. HDL (High Density lipoprotein)
HDL mengangkut kolesterol dari sel – sel untuk kembali ke
liver. Semakin tinggi kadar HDL semakin baik bagi kita.
Progesteron, anabolic steroid, dan testosteron cenderung
menurunkan HDL , sementara esterogen menaikkan HDL. HDL
20
merupakan produk sintesis oleh hati dan salura cerna serta
katabolisme trigliserin.
Tabel 3. Kadar Kolesterol Baik
Kurang dari 50 (Wanita) dan 40 (Pria) Normal
Lebih dari 60 Tinggi
4. Trigiserida
Trigliserida adalah sejenis lemak dalam darah Anda yang
bermanfaat sebagai sumber energi. Bila Anda makan lebih dari
yang diperlukan tubuh, kelebihan kalori Anda akan disimpan
sebagai trigliserida dalam sel – sel lemak untuk penggunaan
selanjutnya. Trigliserida dala kadar normal sangat diperlukan
tubuh. Kadar trigliserida tinggi biasanya disebabkan oleh
kegemukan dan gaya hidup kurang berolahraga. Diabetes,
gangguan ginjal dan obat – obata tertentu juga dapat meningkatkan
kadar trogliserida. Kadar trigliserida 150 mg/dl. Atau lebih adalah
salah satu faktor risiko sindroma metabolik yang meningkatkan
risiko penyakit jantung, diabetes, dan lainnya.
Diskripsi :
Trigliserida ditemukan dalam plasma lipid dalam bentuk
kilomikron dan VLDL (very low density lipoproteins).
Tabel 4. Kadar Trigliserida
Kurang dari 150 Normal
150 – 199 Batas normal – tinggi
200 – 499 Tinggi
Sama atau lebih dari 500 Sangat tinggi
3.4.2 Kadar Gula Darah
Nilai rujukan
Tabel 5. Kadar Gula Darah
Puasa : 70 – 110 mg/dl (3,9 – 6,1 mmol/l)
21
Setengah jam : 110 – 170
mg/dl
(6,1 – 9,4 mmol/l)
1 jam : 120 – 170 mg/dl (6,7 – 9,4 mmol/l)
1 ½ jam : 100 – 140 mg/dl (5,6 – 7,8 mmol/l)
2 jam : 70 – 120 mg/dl (3,9 – 6,7 mmol/l)
(pedoman implementasi klinik dari Kementrian Kesehatan
Indonesia, 2011)
22
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pemeriksaan diagnostik untuk klien dengan obesitas dapat
disimpulkan bahwa terdapat 2 pemeriksaan yaitu pemeriksaan kadar
kolesterol dalam darah yang meliputi LDL, HDL, trigliserida dan
pemeriksaan dengan gula darah puasa. Pemeriksaan digunakan untuk
menentukan kadar normal gula dalam darah. Nilai normal untuk masing –
masing yaitu :
Tabel 1. Kadar Kolesterol Total
Kurang dari 200 Normal
200 – 239 Batas Normal – Tinggi
Lebih dari 239 Tinggi
Tabel 2. Kadar Kolesterol Jahat
Kurang dari 100 Optimal
100 – 129 Mendekati Optimal
130 – 159 Batas Normal Tertinggi
160 – 189 Tinggi
Lebih dari 190 Sangat Tinggi
Tabel 3. Kadar Kolesterol Baik
Kurang dari 50 (Wanita) dan 40 (Pria) Normal
Lebih dari 60 Tinggi
Tabel 4. Kadar Trigliserida
Kurang dari 150 Normal
150 – 199 Batas normal – tinggi
200 – 499 Tinggi
Sama atau lebih dari 500 Sangat tinggi
23
Tabel 5. Kadar Gula Darah
Puasa : 70 – 110 mg/dl (3,9 – 6,1 mmol/l)
Setengah jam : 110 – 170
mg/dl
(6,1 – 9,4 mmol/l)
1 jam : 120 – 170 mg/dl (6,7 – 9,4 mmol/l)
1 ½ jam : 100 – 140 mg/dl (5,6 – 7,8 mmol/l)
2 jam : 70 – 120 mg/dl (3,9 – 6,7 mmol/l)
4.2 Saran:
Pemeriksaan labratorium sebaiknya dilakukan secara rutin, sehingga
kadar dalam darah dapat terkontrol dengan baik. tidak harus menunggu
ketika sudah banyak keluhan yang mulai muncul.
24