isi fix 2

37
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Kecenderungan terjadinya obesitas berhubungan erat dengan pola makan. Berbagai faktor berperan dalam timbulnya obesitas, tetapi yang paling penting adalah ketidakseimbangan antara masukan makanan dan aktifitas fisik (Misnadiarly, 2007). Istilah obesitas dan overweight sering digunakan untuk menyatakan adanya kelebihan berat badan, tetapi obesitas dan overweight memiliki arti yang berbeda. Obesitas (kegemukan) adalah ketidak seimbangan antara jumlah makanan yang masuk dibandingkan dengan pengeluaran energi oleh tubuh (Kinanti indika, 2007). Sedangkan overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan berat ideal yang terjadi akibat penimbunan jaringan lemak atau non lemak meliputi otot, tulang, lemak dan air (Indonesia Nutrion Network dalam Kinanti indika, 2010). Gemuk merupakan suatu kebanggaan dan merupakan kriteria untuk mengukur kesuburan dan kemakmuran suatu kehidupan, sehingga pada saat itu banyak orang berusaha menjadi gemuk dan mempertahankanya sesuai dengan status sosialnya. 1

Upload: fenni-oktri

Post on 04-Jan-2016

228 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

obesitas adalah....

TRANSCRIPT

Page 1: isi fix 2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia.

Kecenderungan terjadinya obesitas berhubungan erat dengan pola makan.

Berbagai faktor berperan dalam timbulnya obesitas, tetapi yang paling

penting adalah ketidakseimbangan antara masukan makanan dan aktifitas

fisik (Misnadiarly, 2007).

Istilah obesitas dan overweight sering digunakan untuk

menyatakan adanya kelebihan berat badan, tetapi obesitas dan overweight

memiliki arti yang berbeda. Obesitas (kegemukan) adalah ketidak

seimbangan antara jumlah makanan yang masuk dibandingkan dengan

pengeluaran energi oleh tubuh (Kinanti indika, 2007). Sedangkan

overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan berat ideal yang

terjadi akibat penimbunan jaringan lemak atau non lemak meliputi otot,

tulang, lemak dan air (Indonesia Nutrion Network dalam Kinanti indika,

2010). Gemuk merupakan suatu kebanggaan dan merupakan kriteria untuk

mengukur kesuburan dan kemakmuran suatu kehidupan, sehingga pada

saat itu banyak orang berusaha menjadi gemuk dan mempertahankanya

sesuai dengan status sosialnya. dalam perkembangan selanjutnya justru

sebaliknya kegemukan atau obesitas selalu berhubungan dengan kesakitan

dan peningkatan kematian (Hermawan, 2010). Salah satu metode

pengukuran tingkat obesitas dan overweight adalah dengan menggunakan

antropometri yaitu perbandingan Rasio Lingkar Pinggang dan Lingkar

Panggul (RLPP). Seseorang dikatakan overweight jika hasil RLPP lebih

dari 0,9 sedangkan seseorang dikatakan obesitas jika RLPP kurang dari 0,8

(Kinanti indika, 2010).

Hasil survey NSS-HKI tahun 2001 di empat kota

(Jakarta,Semarang, Makasar, dan Surabaya) menunjukkan bahwa

prevalensi kegemukan pada wanita usia produktif daerah kumuh perkotaan

berkisar antara 18-25% , yang justru lebih besar dari pada prevalensi kurus

1

Page 2: isi fix 2

11-14% (RAPGN, 2001). Hasil dan Survei Kesehatan Rumah Tangga

tahun 2004 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada penduduk

wanita dewasa di Indonesia, terutama yang tinggal di perkotaan adalah

sebesar 12,8% (SKRT, 2004). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar

tahun 2007, prevalensi Nasional obesitas pada penduduk berusia ≥ 15

tahun adalah 10,3 % (Riskesdas, 2007)

Salah satu faktor yang berhubungan dengan obesitas adalah

pengetahuan. Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu,

atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang

dihadapinya, hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu

(Surajiyao, 2007). Faktor pengetahuan mempengaruhi terhadap terjadinya

obesitas, pengetahuan ibu tentang pengaturan makanan, cara pengolahan

makanan dan kandungan gizi dalam bahan makanan sangat mempengaruhi

asupan makan seseorang dan memberikan risiko yang sangat besar

terjadinya obesitas.

Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu

menyebabkan perubahan dalam gaya hidup terutama pola makan. Pola

makan tradisional yang tinggi karbohidrat, tinggi serat dan rendah lemak

berubah ke pola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat dan

tinggi lemak. Perubahan pola makan ini dipercepat oleh kemajuan

teknologi informasi dan globalisasi ekonomi. Perbaikan tingkat konsumsi

juga menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik masyarakat tertentu.

Perubahan pola makan dan aktifitas fisik ini berakibat kepada semakin

banyaknya penduduk yang mengalami masalah obesitas dan overweight

(Almatsier, 2006).

2

Page 3: isi fix 2

BAB 2

KONSEP OBESITAS

2.1 Definisi

Obesitas berasal dari bahasa latin obesus yang mengandung

pengertian menelan atau memakan. Obesitas adalah suatu kondisi penyakit

kronis dengan karakteristik kelebihan dari jaringan adiposa pada tubuh.

Kondisi ini dipertimbangkan dapat meningkatkan angka kesakitan dan

kematian daripada karakter kecacatan atau kelemahan dari individu.

(Oeser, 1997)

Dalam penilaian ukuran dan tingkat kegemukan, obesitas

didefinisikan apabila Body Mass Index (BMI) 27,8 atau lebih pada pria

dan 27,3 atau lebih pada wanita yang kemudian dinilai juga terjadi

peningkatan 20% atau lebih dari berat badan ideal. Untuk pria dengan

tinggi badan 175 cm (5’9”) dengan berat badan lebih dari 85 kg (187 pon)

dan untuk wanita dengan tinggi badan 163 cm (5’4”) dengan berat badan

72 kg atau 158 pon (Oeser, 1997)

Obesitas dengan kombinasi berbagai faktor, menyebabkan

kematian lebih dari 300.000 di Amerika Serikat setiap tahunnya (Newman,

2009). Studi epidemiologi menyatakan adanya hubungan antara obesitas

dengan risiko peningkatan penyakit kardiovaskular, non-insulin .

dependent diabetes mellitus (NIDDM), beberapa kondisi kanker, batu

kandung empedu, beberapa penyakit pernapasan, osteoartritis, gout, dan

dislipidemia, semuanya dapat meningkatkan risiko kematian (Mantzoros,

2006). Kondisi kelebihan berat badan dengan distribusi lemak tubuh akan

mengontribusi peningkatan risiko gangguan metabolik dan penyakit

kardiovaskular.

2.2 Etiologi dan Patofisiotogi

Walaupun dengan kemajuan dan penelitian modern, sampai saat ini

penyebab pasti dari obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas

merupakan suatu kondisi yang sangat kompleks yang menghadirkan

interaksi antara tipe gen individu dan lingkungan. Secara patofisiologi

3

Page 4: isi fix 2

kondisi obesitas berhubungan dengan beberapa faktor, yaitu faktor genetik

dan fisiologi, faktor lingkungan, faktor sosioekonomi, dan faktor

psikokultural (Camdem, 2009).

Dasar-dasar terjadinya obesitas adalah ketidakseimbangan antara

intake kalori dan pengeluaran tenaga (energy expenditure). Pada saat

intake melebihi pengeluaran, maka menghasilkan penambahan berat

badan. Tubuh kita mempunyai regulasi untuk intake kalori, ’

penyimpanan, dan pengeluaran yang diatur oleh berbagai impuls kimia,

hormonal, dan saraf. Ketidakseimbangan dari kondisi ini akan

mempersulit pengaturan karena banyak faktor yang memberikan

konstribusi terjadinya obesitas (Srnka, 2001),

2.3 Faktor yang Mempengaruhi

2.3.1 Faktor Genetik dan Fisiologi

Predisposisi genetik menjadi faktor penting sejak

ditemukannya gen obesitas pada tahun 1994 (Oeser, 1999). Gen

obesitas diidentifikasi sebagai leptin protein yang diproduksi oleh

jaringan adiposa. Meskipun hubungan gen ini dengan terjadinya

obesitas masih belum dipahami sepenuhnya, tetapi penelitian leptin

yang menjadi unsur utama terjadinya obesitas tetap dilanjutkan

(Srnka, 2001), Sirkulasi leptin memberikan aksi pada otak dan impuls

rasa kenyang sehingga akan menurunkan nafsu makan. Pada tikus

yang tidak memproduksi leptin, setelah diberikan leptin, tikus menjadi

tidak mau makan dan kehilangan berat badan. Akan tetapi sayangnya

eksperimen ini tidak berlaku pada manusia. Fakta ini memberikan

kesimpulan bahwa tidak hanya konsentrasi leptin serum yang terjadi

secara umum pada manusia. Hal ini memberikan korelasi positif

antara tingkat serum leptin dengan persentasi lemak tubuh dan BMl

(Cerulli, 1998). Pada sebagian besar pasien obesitas memiliki

rangkaian genetik normal untuk leptin, tetapi defisiensi leptin akan

menampilkan kondisi obesitas yang berat. Hal ini memberikan

4

Page 5: isi fix 2

kesimpulan bahwa penurunan kadar leptin di sirkulasi memberikan

risiko peningkatan obesitas (Devlin, 2000).

2.3.2 Faktor Lingkungan

Pengaruh lingkungan adalah faktor yang secara signifikan

meningkatkan resiko obesitas. Situasi lingkungan memberikan

pengaruh penting terhadap pola kebiasaan makan dan penurunan

aktifitas fisik. Beberapa prosuk makanan yang dijual

dipasaran,terutama makanan yang dibuat bukan dari rumah tangga

berisikan kandungan yang meningkatkan resiko intake kalori yang

tinggi. Stress imosional yang disebabkan oleh pekerjaan akan

meningkatan mekanisme koping untyk meningkatkan intake kalori.

Kebiasaan diet yang kurang memperhatikan intake kalori meghasilkan

mpenimbunan nutrisi di dalam tubuh (Matsuzawa, 1994).

Pola hidup yang kurang gerak memfasilitasi peningkatan

resiko obesitas. Kondisi sekarang dengan pergerakan fisik yang

kurang ditunjang dengan kebiasaan pekerjaan yang lebih banyak di

tempat duduk dan dengan kursi yang memberikan mekanisme

kemudahan,elefator dan ekskalator merupakan fasilitas yang

menurunkan pergerakan,dengan adanya remot kontrol untuk

menghidupkan televisi, AC, permainan yang disertai dengan

memakan cemilan tinggi kalori memberikan implikasi terhadap

obesitas.

Kelebihan berat badan akan mempengaruhi kesehatansecara

umum. Hal ini berhubungan dengan peningkatan sindrom

metabolisme, peenyakit kasrdiovaskuler, gangguan pernafasan,

osteoartritis, tekanan abdominal, kondisi intergumen, dan peruban

mental.

Secara umum konsekuensi obesitas memberikan pola dari distribusi

adiposa yang disertai dengan konsisi metabolisme spesifik.

Peningkatan viseral lemak menghasilkan peningkatan rasio klinik

untuk distribusi. Hal ini memberikan perubahan terhadap toleransi

glukosa dan peningkatan tekanan darah (Pi-Sunyer, 2006). Distribusi

5

Page 6: isi fix 2

lemak ini akan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler. Adanya

sindrom metabolik meliputi resistensi insulin, hiperinsulinemia,

gangguan toleransi glukosa, hipertensi, hipertrigeliserid, dan

peningkatan konsentrasi kolestrol very low density lipoprotein

(VVDL). Sindrom metabolik bukanlah penyakit, tetapi merupakan

kelompok kondisi (AH, 2005).

Sekitar 65% obesitas mengalami osteoarttritis,yang merupakan

penyakit degeneratif muskulus skeletal. Pada individu dengan BMI

lebih dari 40, secara segnifikan akan meningkatkan resiko terjadinya

asteoarttritis (Candem, 2009). Adanya kondisi nyeri pada atritis akan

menyebabkan penurunan pergerakan fisik akibat keterbatasan dan

memberikan konsekuensi peningkatan berat badan.

Pada perspektif kardiovaskuler,kondisi obesitas akan meningkatkan

alran darah disebabkan oleh perluasan area tubuh yang memerlukan

suplay darah untuk kebutuhan metabolisme jaringan. Kerja jantung

akan meningkat dan memberikan indikasi terjadinya gagal jantung

kongestif akibat peningkatan tekanan arteri sistomik. Kelebihan cairan

akan meningkatkan resiko edema pada paru akibat peningkatan

tekanan arteri pulmonel. Kompensasi pernafasan dari obesitas

memberikan manifestasi elefasi tekanan intra abdominal,menekan

volume pernafasan dan menurunkan daya tahan otot-otot pernafasan.

Peningkatan kebutuhan oksigen,hiperfentilasi,dan

hipofentilasi,berhenti nafas pada saat tidur menimbulkan kondisi

kematian mendadak. Kejadian brenti nafas pada saat tidur terjadi 10-

20% pada pasien obisitas (Gallagher, 2005).

Peningkatan tekanan intraabdominal akibat akumulasi jaringan lemak

pada rongga abdomen akan meningkatkan tekanan pada organ internal

dan kulit. Kondisi ini akan meningkatkan resiko Bartlett’s esophagitis

dan resiko terjadinya kanker esofgus. Inkontinensia (Camdem, 2009).

Kondisi obesitas juga mempengaruhi kulit yang terjadi peningkatan

resiko dikubitus (ulkus tekan),keterlambatan penyembuhan luka

6

Page 7: isi fix 2

dermatitis,dan iritasi integritas jaringan,khususnya apabila pada pasien

dengan diabetes dan keterbatasan aktivitas.

Pasien obesitas cenderung mengalami gangguan psikologis.

Perubahan bentuk akibat kelebihan berat badan dan akumulasi lemak

ditubuh memberikan manifestasi gangguan konsep diri (gambaran diri

rendah).

2.4 Manifestasi Klinis

Dua hal yang dapat digunakan sebagai pengukuran klinis obesitas

adalah garis pertumbuhan dan waktu pubertas. Tanda klinis lain yang

negindikasikan obesitas adalah penambahan berat badan diluar karakter

keluarga, penambahan berat badan progresif tanpa peningkatan sepadan

digaris pertumbuhan, kulit kering, konstipasi, intoleransi dingin, riwayat

kerusakan CNS (Trauma, pendarahan, radiasi, infeksi, kejang), akumulasi

lemak dileher dan tubuh tetapi tidak dilengan atau kaki, hipertensi,

perkembangan seksual yang tidak tepat pada umur muda, rambut wajah

berlebihan, dan atau menstruasi ireguler pada remaja perempuan, sakit

kepala, muntah, gangguan mata, berkemih berlebihan. (Nirwana, 2012)

2.5 Komplikasi

Komplikasi pada klien dengan obesitas (Obesitas Permasalahan Dan Terapi

Praktis, 2009) :

1. Kematian

Makin meningkatnya berat badan maka makin tinggi risiko kematian.

Seseorang yang menderita obesitas (BMI >30 ) memiliki tingkat risiko 50

– 100 % lebih tinggi untuk mengalami kematian, dibandingkan dengan

individu yang sehat.

2. Penyakit jantung

Insidensi penyakit jantung (heart attack, kongestif heart value, sudden

cardiac dead, angina atau nyeri dada, dan abnormal heart rhythem) akan

meningkat pada individu yang menderita over weight atau obesitas (BMI

>25). Seseorang yang menderita obesita akan memiliki risiko dua kali

7

Page 8: isi fix 2

lebih untuk mengalami tekanan darah tinggi, bila dibandingkan dengan

orang sehat.

3. Sindroma x (Sin x)

Sindroma x (sin x) adalah suatu kumpulan gejala pada seseorang yang

dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit diabetes militus tipe II (DM

tipe II) dan penyakit jantung koroner. Sin X juga memiliki hubungan

dengan kondisi resisten insulin. Sin X terjadi pada 20 % - 25 % orang

dewasa di Amerika Serikat. Dokter Reaven adalah orang pertama yang

mengungkapkan masalah ini pada tahun 1988, yaitu dengan menjelaskan

beberapa faktor risiko :

a. Dislipidemia

b. Hipertensi

c. Hiperglikemia

4. Diabetes

Peningkatan berat badan sebanyak 5 – 8 Kg akan meningkatkan risiko

untu terjadinya diabetes militus tingkat II, dua kali lebih tinggi bila

dibandingkan individu yang tidakmengalami peningkatan berat badan. 80

% penderita diabetes militus juga mengalami over weight atau obesitas.

5. Kanker

Over weight dan obesitas berhubungan dengan meningkatnya risiko untuk

terjadinya beberapa jenis kanker :

a. Endometrium

b. Kolon

c. Empedu

d. Prostat

e. Ginjal

f. Payudara

6. Masalah pernapasan

Sleep upnea (terhentinya pernapasan saat sedang tidur) biasa terjadi pada

seseorang yang menderita obesitas.

7. Artitris

8

Page 9: isi fix 2

Setiap peningkatan 1 kg berat badan, risiko terjadinya atritis akan

meningkat sebanyak 9 – 13 %.

8. Penyulitan pada masalah reproduksi

a. Obesitas pada kehamilan berhubungan dengan meningkatnya risiko

kematian baik untuk ibu dan bayi, serta meningkatkan risiko

peningkatan tekanan darah ibu sebanyak 10 kali lipat.

b. Bayi baru lahir dari wanita yang mengalami obesitas pada

kehamilan memiliki risiko bayi besar sehingga tingkat operasi

sesar semakin meningkat, serta akan mengalami rendahnya kadar

glukosa darah (dapat berhubungan dengan kerusakan otak dan

kerja)

c. Obesitas pada kehamilan berhubungan dengan brith defects,

khususnya kelainan neural tube, seperti spina bifida.

d. Obesitas pada wanita premenupause berhubungan dengan siklus

menstruasi yang tidak teratur dan intervilitas.

2.6 Penatalaksanaan

1. Terapi nonfarmakologi

a. Terapi diet

b. Aktivitas fisik

c. Terapi perilaku, pola hidup, pola makan, penurunan stress

2. Terapi farmakologi

a. Agen nonadrenergik

1) Phentermine (Ionamin – Celltech; Adipex-P – Gate; Fastin –

GlaxoSmithKlien)

2) Orlidtat (Xenical – Roche)

3) Sibutramine (Meridia – Abbott).

b. Agen serotonergik, seperti fluxetine (Prozac – Eli Lily) dan sertraline

(Zoloft- Pfizer)

c. Produk natural

3. Terapi Bedah

9

Page 10: isi fix 2

Terdapat dua intervensi bedah yang digunakan, yaitu reseksi lambung /

gastroplasty dan gastric bypass yang dilakukan dengan tujuan untuk

menurunkan intake kalori. Terapi bedah dilakukan apabila dengan terapi

farmakologi dan nonfarmakologi tidak menghasilkan penurunan berat

badan yang diharapkan.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Antropometri berasal dari kata antropos dan metos. Antopos artinya tubuh

dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh.

Pengertian ini bersifat sangat umum sekali.

Dari pengertian tersebut dapat ditarik pengertian bahwa antropometri gizi

adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan

komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis

ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan, dan

tebal lemak dibawah kulit.

Jenis Parameter:

a. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan

penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.

Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi

tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.

b. Berat badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling

sering digunakan. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein,

lemak, air, dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung

meningkat dan protein otak menurun. Pada orang yang edema asitest

terjadi penanmbahan cairan tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan

jaringan lemak dan otot, khususnya pada orang kekurangan gizi.

c. Tinggi badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang

telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat.

Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua terpenting karna

10

Page 11: isi fix 2

dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur

dapat dikesampingkan.

d. Lingkar lengan atas (LLA)

Dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status

gizi, karna mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit

diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi ada beberapa hal

yang perlu mendapat perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan

untuk indeks status gizi.

e. Lingkar kepala

Dalam antropometri gizi, masuk lingkar kepala dan lingkar dada cukup

berarti dan menentukan KEP pada anak. Lingkar kepala dapat juga

digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengukuran umur.

f.Lingkar dada

Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2-3 tahun, karena rasio

lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur

ini, tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada

semakin cepat. Umur antara 6 bulan dan 5 tahun,rasio lingkar kepala dan

dada adalah kurang dari satu, hal ini dikarenakan akibat kegagalan

perkembangan dan pertumbuhan, atau kelemahan otot dan lemak pada

dinding dada . ini dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan

KEP pada anak balita.

g. Jaringan lunak

otak, hati, jantung dan organ dalam lainnya merupakan bagian yang

cukup besar dari berat badan, tetapi relatif tidak berubah beratnya pada

anak mal nutrisi. Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang sangat

bervariasi pada penderita KEP. Antropometri jaringan dapat dilakukan

pada kedua jaringan tersebut dalam pengukuran status gizi di masyarakat

11

Page 12: isi fix 2

2.8 Pathway

12

Faktor predisposisi genetik dan fisiologis

Faktor predisposisi lingkungan

Salah persepsi, sumber informasi , penurunan motivasi

Ketidak adekuatan program pengobatan

Akumulasi lemak pada jaringan adiposa

obesitas

Respon psikologis

Pola kebiasaan makan dan penurunan aktivitas fisik

Penurunan kadar leptin di sirkulasi

Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh

Risiko

osteoratritis

Gangguan konsep diri (gambaran diri rendah)

Penurunan pergerakan

Perubahan bentuk badan tampak gemuk

Perubahan bentuk badan tampak gemuk

Peningkatan berat badan

Akumulasi lemak pada

Hambatan mobilitas fisik

Peningkatan aliran darah, peningkatan kebutuhan metabolisme jaringan. Kerja jantung meningkat, peningkatan tekanan arteri sistemik

Kelebihan cairan,

peningkatan tekanan arteri

pulmoner, elevasi tekanan inta abdominal,

menekan volume pernafasan, dan

Gangguan elastisitas kulit, gangguan

sirkulasi integritas kulit, keterlambatan penyembuhan luka,

dermatitis, dan iritasi integritas

jaringan

Risiko gagal jantung kongestif

Tercetusnya aktivasi, re-entry dan otomatisasi

Aritmia ventrikular

Pola nafas tidak efektif risiko edema paru

Risiko gagal nafas

Kematian mendadak

Risiko dekubitus (ulkus tekan)

risiko gangguan integritas jaringan

kulit

Page 13: isi fix 2

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

OBESITAS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Data Demografi

Didalam data demografi terdapat identitas klien dan penanggung

jawab terdiri dari nama, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan,

pekerjaan, agama, alamat, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit

dan diagnosa medis.

3.1.2 Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama:

Klien biasanya mengatakan susah sekali berdiri sehabis duduk

b. Riwayat kesehatan sekarang:

Pasien tidak mengalami apa-apa selain merasakan berat badannya

semakin bertambah,disamping itu pasien mengalami kesusahan

berdiri sehabis duduk.

c. Riwayat kesehatan dahulu:

Sebelumnya pasien memiliki berat badan normal tapi setelah dua

tahun kemudian berat badan pasien mengalami perubahan

d. Riwayat kesehatan kelurga:

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami obesitas

3.1.3 Pola Fungsi Kesehatan

1. Pola penatalkasaan kesehatan – presepsi sehat

a. Kurang pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan

dengan sehat

2. Pola nutrisi

a. Tipe makanan

b. Nafsu makan meningkat

c. Pola makan tidak seimbang

3. Pola aktivitas

a. Gangguan dalam melakukkan aktivitas sehari-hari

4. Pola tidur istrirahat

13

Page 14: isi fix 2

a. Kesulitan tidur

5. Pola presepsi diri – konsep diri

a. Citra tubuh

b. Presepsi mengenai kemampuan

c. Pola emosional

6. Pola peran dan hubungan

a. Adanya perubahan peran klien yang mengalami penurunan di

dalam masyarakat

7. Pola koping – toleransi stres

a. Kemampuan mengendalikan stres mengalami perubahan tubuh

8. Pola nilai dan keyakinan

a. Kesulitan dalam menjalankan ibadah sehari-hari

3.1.4 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan fisik pada klien obesitas (Buku Saku Pemeriksaan

Laboratorium Dan Diagnostik Dengan Implikasi Keperawatan, 1997) :

3.1.4.1 Kolesterol (serum)

1. Nilai Rujukan

Dewasa : Nilai Ideal: <200mg/dl. Risiko Sedang: 200-240

mg/dl. Risiko Tinggi: >240 mg/dl. Kehamilan: Kadar

berisiko tinggi, tetatpi akan kembali ke kadar seperti

sebelum kehamilan, yaitu 1 bulan setelah pelahiran.

Anak: Bayi: 90-130 mg/dl. Anak (Usia 2-19 Tahun); Nilai

ideal: 130-170 mg/dl. Rsisiko Sedang: 171-184 mg/dl.

Risiko Tinggi: >185 mg/dl.

2. Deskripsi

Kolesterol merupakan lemak darah yang disintesis di hati

serta ditemukan dalam sel darah merah, membran sel, dan

otot. Kira-kira sebanyak 70% kolesterol diesterifikasikan

(dikombinasi dengan asam lemak), serta 30% dalam bentuk

bebas. Kolesterol diunakan tubuh untuk membentuk gaaram

empedu sebagai fasilitator pencernaan lemak dan untuk

pembentukan hormon oleh kelenjar adrenal, ovarium, dan

14

Page 15: isi fix 2

testis. Hormon tiroid dan estrogendapat menurunkan

konsentrasi kolesterol, serta sebaliknya tindakan

pembedahan ooforektomi, meningkatkan konsentrasinya.

Kolesterol serum digunakan sebagai indikator penyakit

arteri koroner dan sterosklerosis. Hiperkolesterolemia

menyebabkan penumpukan plak di arteri koroner sehingga

dapat menyebabkan MCl. Kadar kolesterol serum yang

tinggi dapat berhubungan dengaan kecenderungan genetik

(herediter), obstruksi bilier, dan/atau asupan diet. Lebih

kurang sepertiga dari masyarakat di Amerika memiliki

kadar kolesterol serum di bawah 200 mg/dl, kadar ini

merupakan kadar ideal.

3. Tujuan

a) Untuk memeriksa kadar kolesterol klien

b) Untuk memantau kadar kolesterol

4. Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium

a) Obat aspirin dan kortison dapat menyebabkan

penurunan atau penigkatan kadar kolesterol serum.

b) Diet tinggi kolesterol yang dikonsumsi sebelum

pemeriksaan dapat menyebabkan peningkatan

kolesterol serum.

c) Hipoksia barat dapat meningkatkan kadar kolesterol

serum.

d) Hemolisis pada spesimen darah dapat menyebabkan

peningkatan kadar kolesterol serum.

5. Prosedur

a) Jelaskan pada klien untuk puasa (makanan, cairan, dan

obat) selama 12 jam. Klien diperbolehkan minum.

b) Kumpulan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup

merah. Cegah terjadinya hemolisis.

c) Catat pennggunaan obat yang dikonsumsi klien yaang

tidak terdaftar pada formulir laboratorium.

15

Page 16: isi fix 2

6. Tindakan sebelum dan sesudah pemeriksaan

Peningkatan Kadar

a) Kaitkan masalah klinis dan penggunaan obat dengan

hiperkolesterolemia. Peningkatan kadar kolesterol

dapat menandakan terjadinya penyakit arteri koroner.

b) Tangguhkan pemberian obat yang dapat meningkatkan

kadar serum selama 12 jam sebelum darah diambil, atas

persetujuan pemberi layanan kesehatan.

c) Jelaskan pada klien dan keluarganya tentang persepsi

mengenai kadar kolesterol serum dan efek yang timbul

jika kadar kolesterol meninngkat.

d) Anjurkan klien menurunkan berat badannya jika

kegemukan dan mengalami hiperkolesterolemia.

Penurunan berat badan pada obesitas dapat membantu

menurunkan kadar kolesterol serum.

e) Anjurkan klien yang menderita hiperkolesterolemia

untuk mengurangi asupan makanan tinggi kolesterol

(mis., daging babi asap, telur, mentega, daging

berlemak, makanan laut tertentu, kelapa, dan cokelat).

f) Instruksikan klien yang menderita hiperkolesterolemia

berat untuk mematuhi jadwal kunjungan medisnya guna

perawatan lanjut.

3.1.4.2 Gula Darah Puasa

1. Nilai Rujukan

Gula Darah Puasa (FBS)

Dewasa: Serum atau plasma: 70-110 mg/dL; whole blood: 60-

100 mg/dL.

Anak: Bayi baru lahir: 30-80 mg/dL; Anak: 60-100 mg/dL

Lansia: Serum: 70-120 mg/dL

Gula Darah Postpranndial (setelah makan) (PPBS)

16

Page 17: isi fix 2

Dewasa: Serum atau plasma: <140 mg/dL/2 jam; darah: <120

mg/dL/2 jam

Anak: <120 mg/dL/ 2 jam

Lasia: Serum: <60 mg/dL/2 jam; darah: <140 mg/dL/2 jam

2. Deskripsi: Gula darah puasa lebih besar dari 125 mg/dL, dapat

merupakan indikasi diabetes, dan untuk mengkonfirmasi

diagnosa bila nilai gula darah rata-rata atau sedikit lebih tinggi,

dilakukan pemeriksaan gula darah postprandial atau

pemeriksaan toleransi glukosa, atau keduanya.

Pemeriksaan gula darah 2 jam setelah makan biasanya

dilakukan untuk menentukan respons klien terhadap masukan

tinggi karbohidrat 2 jam setelah makan. Pemeriksaan ini

adalah pemeriksaan skrining untuk diabetes yang biasanya

dianjurkan jika gula darah pembatasan makan dan cairan lebih

tinggi dari normal atau meningkat.

3. Prosedur

Gula darah puasa (FBS)

a. Ambil darah vena 5 sampai 10 ml dan masukkan ke

dalam tabung bertutup merah atau abu-abu. Darah

biasanya diambil antara pukul 07.00 sampai 09.00

b. Puasa makan dan minum 12 jam sebelum pemeriksaan

Gula darah postprandial (setelah makan) (PPBS)

a. Ambil darah vena 5 sampai 10 ml dan masukkan ke

dalam tabung tertutup merah atau abu-abu. Darah

diambil 2 jam setelah makan pagi atau makan siang

3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang umumnya ada pada pasien dengan obesitas

pada saat dilakukan asuhan keperawatan di ruang rawat inap adalah sebagai

berikut (Muttaqin, 2011) :

17

Page 18: isi fix 2

1. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakseimbangan antara intake kalori dan pengeluaran tenaga,

akumulasi lemak tubuh, obesitas.

3.3 Intervensi Keperawatan

(Mutaqqin, 2011)

Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakseimbangan antara intake kalori dan pengeluaran tenaga, akumulasi

lemak tubuh, obesitas

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan kelebihan nutrisi

pasien terpenuhi.

Kreteria evaluasi :

- Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat

- Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi program pengobatan

obesitas

- Pasien mendapatkan terapi farmakologis dan atau terapi bedah

Intervensi Rasional

Kaji status nutrisi pasien, timbang

berat badan dan tinggi badan,

ukur BMI.

Kaji faktor yang bisa

meningkatkan nafsu makan

pasien

Memvalidasi dan menetapkan derajat

masalah untuk menetapkan pilihan

intervensi yang tepat

Kaji adanya penyakit gangguan

metabolisme yang berhubungan

dengan resiko obesitas, seperti

diabetes melitus, hipertensi, dan

penyakit kardiovaskular.

Kaji adanya riwayat pembedahan

yang meningkatkan resiko

obesitas, misalnya pengangkatan

kelenjar pankreas

Mengidentifikasi faktor – faktor

penyakit yang menjadi predisposisi

obesitas

18

Page 19: isi fix 2

Kaji persepsi pasien dan keluarga

tentag metode penurunan berat

badan

Menggali faktor pendukung dalam

menjalankan program terapi obesitas.

Persepsi dan motivasi keluarga

memberikan pengaruh positif terhadap

penurunan berat badan.

Evaluasi adanya alergi makanan

dan kontraindikasi makanan

Beberapa komponen makanan tertentu

dan beberapa penyakit lain, seperti

diabetes melitus, hipertensi, gout, dan

lainnyamemberikan manifestasi

terhadap persiapan komposisi

makanan yang akan diberikan

Identifikasi pola dan jenis

makanan yang dikonsumsi

pasien.

Eksplorasi penting dalam menilai

mekanisme intake makanan pada

pasien obesitas

Kaji tingkat pengetahuan tentang

kebutuhan nutrisi dan

pengetahuan terhadap aktivitas

dan faktor lainnya, misalnya

kondisi kehamilan

Terdapat dilema dalam kebutuhan

nutrisi pasien obesitas dengan faktor –

faktor yang diharuskan meningkatkan

nutrisi seperti obesitas. Perawat

melakukan intervensi kolaboratif

dengan tim gizi untuk menetapkan

jenis nutrisi yang dikonsumsi oleh

pasien dan memberikan dukungan

moral agar klien ikut serta dalam

program intake nutrisi

Konsultasi dengan ahli gizi dan

menentukan kebutuha nutrisi

yang sesuai dengan kondisi

individu

Pada pelaksanaan asuhan klinik,

penentuan kebutuhan nutrisi adalah

kompetensi dari ahli gizi. Peran

perawat adalah sebagai kolaborator

klinik untuk menurunkan masalah

pasien.

19

Page 20: isi fix 2

3.4 Evaluasi

3.4.1 Nilai normal hasil laboratorium Kolesterol

1. Kadar kolesterol dalam darah

Hasil pemeriksaan kolesterol Anda biasanya dinyatakan

dalam miligram per desi liter(mg/dl). Dampak kadar kolesterol

Anda terhadap risiko penyakit jantung tergantung pada faktor risiko

lainnya seperti usia, riwayat keluarga, kebiasaan merokok dan

tekanan darah Anda.

Tabel 1. Kadar Kolesterol Total

Kurang dari 200 Normal

200 – 239 Batas Normal – Tinggi

Lebih dari 239 Tinggi

2. LDL (Low Density Lipoprotein)

LDL adalah pengangkut kolesterol dari liver ke sel – sel.

Bila terlalu banyak LDL, kolesterol akan menumpuk di dinding –

dinding arteri dan menyebabkan sumbatan arteri (aterosklerosis).

Semakin rendah kadar LDL, semkin kecil risiko Anda terkena

serangan jantung dan stroke. Faktor risiko penyakit jantung dan

stroke lainnya menentukan seberapa tinggi LDL.

Tabel 2. Kadar Kolesterol Jahat

Kurang dari 100 Optimal

100 – 129 Mendekati Optimal

130 – 159 Batas Normal Tertinggi

160 – 189 Tinggi

Lebih dari 190 Sangat Tinggi

3. HDL (High Density lipoprotein)

HDL mengangkut kolesterol dari sel – sel untuk kembali ke

liver. Semakin tinggi kadar HDL semakin baik bagi kita.

Progesteron, anabolic steroid, dan testosteron cenderung

menurunkan HDL , sementara esterogen menaikkan HDL. HDL

20

Page 21: isi fix 2

merupakan produk sintesis oleh hati dan salura cerna serta

katabolisme trigliserin.

Tabel 3. Kadar Kolesterol Baik

Kurang dari 50 (Wanita) dan 40 (Pria) Normal

Lebih dari 60 Tinggi

4. Trigiserida

Trigliserida adalah sejenis lemak dalam darah Anda yang

bermanfaat sebagai sumber energi. Bila Anda makan lebih dari

yang diperlukan tubuh, kelebihan kalori Anda akan disimpan

sebagai trigliserida dalam sel – sel lemak untuk penggunaan

selanjutnya. Trigliserida dala kadar normal sangat diperlukan

tubuh. Kadar trigliserida tinggi biasanya disebabkan oleh

kegemukan dan gaya hidup kurang berolahraga. Diabetes,

gangguan ginjal dan obat – obata tertentu juga dapat meningkatkan

kadar trogliserida. Kadar trigliserida 150 mg/dl. Atau lebih adalah

salah satu faktor risiko sindroma metabolik yang meningkatkan

risiko penyakit jantung, diabetes, dan lainnya.

Diskripsi :

Trigliserida ditemukan dalam plasma lipid dalam bentuk

kilomikron dan VLDL (very low density lipoproteins).

Tabel 4. Kadar Trigliserida

Kurang dari 150 Normal

150 – 199 Batas normal – tinggi

200 – 499 Tinggi

Sama atau lebih dari 500 Sangat tinggi

3.4.2 Kadar Gula Darah

Nilai rujukan

Tabel 5. Kadar Gula Darah

Puasa : 70 – 110 mg/dl (3,9 – 6,1 mmol/l)

21

Page 22: isi fix 2

Setengah jam : 110 – 170

mg/dl

(6,1 – 9,4 mmol/l)

1 jam : 120 – 170 mg/dl (6,7 – 9,4 mmol/l)

1 ½ jam : 100 – 140 mg/dl (5,6 – 7,8 mmol/l)

2 jam : 70 – 120 mg/dl (3,9 – 6,7 mmol/l)

(pedoman implementasi klinik dari Kementrian Kesehatan

Indonesia, 2011)

22

Page 23: isi fix 2

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pemeriksaan diagnostik untuk klien dengan obesitas dapat

disimpulkan bahwa terdapat 2 pemeriksaan yaitu pemeriksaan kadar

kolesterol dalam darah yang meliputi LDL, HDL, trigliserida dan

pemeriksaan dengan gula darah puasa. Pemeriksaan digunakan untuk

menentukan kadar normal gula dalam darah. Nilai normal untuk masing –

masing yaitu :

Tabel 1. Kadar Kolesterol Total

Kurang dari 200 Normal

200 – 239 Batas Normal – Tinggi

Lebih dari 239 Tinggi

Tabel 2. Kadar Kolesterol Jahat

Kurang dari 100 Optimal

100 – 129 Mendekati Optimal

130 – 159 Batas Normal Tertinggi

160 – 189 Tinggi

Lebih dari 190 Sangat Tinggi

Tabel 3. Kadar Kolesterol Baik

Kurang dari 50 (Wanita) dan 40 (Pria) Normal

Lebih dari 60 Tinggi

Tabel 4. Kadar Trigliserida

Kurang dari 150 Normal

150 – 199 Batas normal – tinggi

200 – 499 Tinggi

Sama atau lebih dari 500 Sangat tinggi

23

Page 24: isi fix 2

Tabel 5. Kadar Gula Darah

Puasa : 70 – 110 mg/dl (3,9 – 6,1 mmol/l)

Setengah jam : 110 – 170

mg/dl

(6,1 – 9,4 mmol/l)

1 jam : 120 – 170 mg/dl (6,7 – 9,4 mmol/l)

1 ½ jam : 100 – 140 mg/dl (5,6 – 7,8 mmol/l)

2 jam : 70 – 120 mg/dl (3,9 – 6,7 mmol/l)

4.2 Saran:

Pemeriksaan labratorium sebaiknya dilakukan secara rutin, sehingga

kadar dalam darah dapat terkontrol dengan baik. tidak harus menunggu

ketika sudah banyak keluhan yang mulai muncul.

24