irigasi dan fertigasi - dasar hortikultura · pdf filemanual dilakukan di beberapa kebun...

31
IRIGASI DAN FERTIGASI MODUL IX 3/6/2013 Anas D. Susila &Roedhy Poerwanto BAHAN AJAR MATA KULIAH DASAR DASAR HORTIKULTURA DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTUKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Upload: phamkien

Post on 06-Feb-2018

248 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

IRIGASI DAN FERTIGASI

MODUL IX

3/6/2013 Anas D. Susila &Roedhy Poerwanto

BAHAN AJAR MATA KULIAH DASAR DASAR HORTIKULTURA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTUKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page | 1

IRIGASI DAN FERTIGASI

1. Pentingnya Air pada Tanaman

Kunci dari budidaya pohon buah-buahan secara modern adalah adanya

pengairan. Durian memerlukan air untuk pertumbuhannya. Jadi pada saat

memilih lokasi untuk membangun kebun durian harus diperhatikan ada tidaknya

sumber air untuk menghadapi musim kemarau. Apabila tidak ditemukan sumber

air, harus dihitung apakah air pada musim hujan cukup banyak untuk ditampung.

Perkebunan buah-buahan di Thailand, Malaysia, Brazil, Meksiko dan negara

sedang berkembang lainnya mempunyai embung yang digunakan untuk

menampung air pada musim hujan yang digunakan untuk pengairan pada musim

kemarau.

Pada perkebunan yang modern ketersedian air sepanjang waktu sangat

penting. Tanaman buah-buahan sangat peka terhadap kekurangan air. Jika usaha

dimaksudkan untuk tujuan ekspor maka kualitas buah segar haruslah prima.

Untuk menghasilkan kualitas buah demikian diperlukan air yang cukup, yaitu

sekurang-kurangnya menggantikan evapotranspirasi tanaman.

Di Indonesia, irigasi pada kebun buah-buahan masih jarang dilakukan.

Ada beberapa kelemahan pada kebun yang tidak diirigasi atau sistem irigasinya

tidak dirancang dengan baik. Pada kebun buah demikian, perakaran pohon yang

efektif menyerap hara (feeder root) akan berada jauh di dalam tanah, sehingga

efisiensi pemupukan rendah dan pengelolaan tanaman sulit dilakukan. Tidak

adanya irigasi juga akan menyebabkan pertumbuhan tunas vegetatif tidak

serempak, sehingga menyulitkan pengelolaan tanaman (waktu pemupukan dan

pemangkasan), serta adanya serangan hama dan penyakit yang tidak terputus

karena hampir selalu ada tunas muda. Pembungaan juga tidak serempak dan

bunga sedikit. Banyak bunga yang tidak berkembang sempurna dan gugur,

sehingga buah yang terbentuk sedikit. Buah yang terbentuk berukuran kecil, tidak

Page | 2

seragam, pecah, terbakar, kualitasnya rendah dan produktivitas tanaman juga

rendah.

Karena itu kebun buah-bauhan harus mempunyai sumber air irigasi yang

cukup. Kualitas air irigasi perlu dijaga agar salinitasnya rendah, karena air

dengan salinitas tinggi menyebabkan ujung daun kering dan menurunkan

produksi. Apabila perlu kualitas air irigasi dicek (kimia dan mikroba), terutama

jika menggunakan air limbah. Sangat direkomendasikan agar tanaman tidak

pernah kekurangan atau kelebihan air. Irigasi perlu diatur berdasarkan perkiraan

hujan, evapotranspirasi dan siklus tumbuh tanaman. Pemberian air yang tidak

tepat sangat mempengaruhi produktivitas dan kualitas buah.

Di Indonesia, sistem irigasi yang banyak digunakan adalah sistem irigasi

manual, sistem irigasi semi manual, sistem irigasi permukaan. Sistem irigasi

manual dilakukan di beberapa kebun durian dengan menyiramkan air dari ember

yang dipikul. Cara ini sangat tidak efisien, lebih-lebih pada perkebunan yang

luas. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengairi tanaman sangatlah banyak

dan pemakaian air juga tidak efisien. Sistem irigasi semi manual menggunakan

pipa lateral atau selang plastik yang dapat dipindah-pindahkan sesuai dengan letak

katup-katup yang telah dipasang sepanjang pipa manifold. Sistem irigasi

permukaan dengan dengan sistem genangan atau aliran difungsikan juga sebagai

sistem draenase pada musim hujan.

Pada perkebunan modern selain sistem irigasi permukaan, perlu

dipertimbangkan penggunaan sistem irigasi irigasi tetes (drip) atau irigasi

springkler. Sistem irigasi drip dan springkler lebih menghemat air daripada irigasi

permukaan. Pada sistem irigasi drip, air irigasi diberikan secara perlahan-lahan

dengan tetesan terputus-putus, atau terus menerus berupa aliran tipis atau

semprotan kecil. Salah satu modifikasi sistem irigasi tetes adalah sistem irigasi

pipa berlubang, yang tidak menggunakan komponen emiter/penetes. Emiter

digantikan fungsinya oleh lubang-lubang yang dibuat sepanjang pipa lateral.

Irigasi tetes lebih sesuai untuk tanaman buah semusim, sayuran atau bibit buah-

buahan. Tanaman pohon dewasa biasanya diairi dengan sistem irigasi springkler.

Sistem irigasi yang dibangun harus mampu membagi sejumlah air saat

dibutuhkan. Pada pohon durian dengan diameter tajuk 6 m, puncak kebutuhan air

Page | 3

mencapai 1 500 – 2 000 liter/pohon/minggu. Sistem irigasi yang dibangun harus

mampu menyuplai air sebanyak itu jika dibutuhkan.

Penentuan penjadwalan irigasi dapat dilakukan dengan cara: mengukur

status air tanaman, metode meteorologi (termasuk dengan Panci Evaporasi),

neraca air, dan monitoring air tanah. Monitoring kelembaban tanah dapat

memaksimumkan efisiensi penggunaan air dan menjaga lingkungan dengan

mengurangi pencucian hara dan limpasan air yang disebabkan oleh pengairan

berlebih. Pada durian, sebagian besar akar penyerap berada pada kedalaman 30

cm dari permukaan tanah, karena itu sensor alat pengukur kelembaban tanah harus

diletakkan pada kedalaman tersebut.

2.Kebutuhan Air Tanaman Hortikultura Tahunan

Air mempunyai beberapa peran penting dalam pertumbuhan pohon, yaitu:

(1) bahan untuk fotosintesis dan berbagai reaksi lainnya, (2) sebagai bagian dari

struktur tanaman, (3) sarana untuk pengangkutan hara, dan (4) sebagai bahan

transpirasi sehingga mendinginkan daun dan membuka stomata agar pertukaran

gas fotosintesa berlangsung dengan baik. Sistem perakaran pohon mempunyai

akar penyerap (feeder root) dan akar tunggang. Akar penyerap, yang biasanya

berdiameter kurang dari 2 mm, memanjang sekeliling pohon sampai kira-kira

selebar tajuk pohon dan mencapai kedalaman sekitar 1-2 m. Konsentrasi dari

feeder root pada pohon buah-buahantropika dapat berada sampai pada jarak 2 m

dari batang. Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi dalam irigasi, air harus

diberikan ke tanah pada area ini. Akar tunggang juga mensuplai air untuk

tanaman dengan menyerap air pada kedalaman sampai 3 meter.

2. 1. Periode Kritis Untuk Tanaman Hortikultura Tahunan

Pada tanaman hortikultura tahunan, ada periode kritis dalam musim

pertumbuhan dimana tingkat kandungan kelembaban tinggi harus dipertahankan

untuk hasil yang tinggi. Jika kandungan kelembaban cukup untuk pertumbuhan

dan perkembangan tanaman, periode kritis hampir selalu terjadi di bagian termuda

dari tanaman. Periode kritis terjadi pada tahap perkembangan buah.

Page | 4

Memahami siklus pertumbuhan pohon sangat penting dalam

merencanakan sistem irigasi, karena kebutuhan air tanaman selain tergantung

pada iklim juga tergantung pada stadia pertumbuhan pohon (Tabel 12.1). Pada

setiap stadia pertumbuhan, pohon mempunyai kebutuhan air yang spesifik.

1. Pembungaan

Saat berbunga dan pembentukan buah memerlukan air irigasi yang

banyak, karena banyak air yang ditranspirasikan dari bunga dan buah muda, selain

dari daun. Stres air saat tanaman berbunga akan menghambat perkembangan

bunga dan menurunkan pembentukan buah. Pemberian air harus segera dimulai

saat tunas bunga mulai nampak.

2. Pembesaran Buah

Saat pembesaran buah kebutuhan air meningkat sampai kira-kira 1-2

minggu sebelum panen. Irigasi yang teratur sepanjang masa pertumbuhan buah

sangat esensial untuk penyerapan hara yang baik, terutama untuk penyerapan

kalsium. Selama pertumbuhan buah, tanah di bawah tajuk tidak boleh dibiarkan

sampai kering. Produksi akan berkurang dan kualitas buah juga turun drastis jika

kebutuhan air tidak terpenuhi. Stres air pada saat ini akan: (1) meningkatkan

gugur buah muda, (2) mengurangi ukuran buah, (3) menyebabkan buah lebih peka

terhadap hama dan penyakit, (4) mengurangi daya simpan buah, (5) menurunkan

kualitas buah, (6) apabila matahari terik akan menyebabkan buah pecah. Air

irigasi dapat dikurangi sedikit pada 1-2 minggu sebelum perkiraan tanggal panen

untuk meningkatkan bahan kering dalam buah. Penghentian irigasi terlalu cepat

dapat berakibat ukuran buah mengecil. Penghentian irigasi mendadak dapat

menyebabkan buah pecah bila tiba-tiba turun hujan.

3. Menjelang Penen

Sebelum panen air perlu dikurangi utuk memperbaiki kematangan buah

dan meningkatkan kandungan padatan terlarut (rasa manis). Pengurangan irigasi

perlu dilakukan satu-dua minggu sebelum panen. Pelaksanaan harus hati-hati

karena pengurangan pemberian air terlalu banyak atau terlalu cepat akan

menyebabkan penurunan ukuran buah dan meningkatnya pecah buah apabila ada

hujan.

Page | 5

4. Sesudah Panen

Masa pertumbuhan vegetatif sesudah panen memerlukan air irigasi. Air

perlu segera diberikan sesudah panen dan pemangkasan untuk merangsang

munculnya tunas vegetatif. Tunas vegetatif yang muncul serentak dan vigor akan

membentuk tajuk yang baik dan efisien dalam fotosintesis. Dengan demikian

kelak akan menghasilkan bunga yang banyak dan seragam. Air irigasi akan

mengirimkan pupuk ke zona perakaran dan akan meningkatkan penyerapan unsur

hara. Irigasi untuk menambah kekurangan kebutuhan air dari hujan perlu

dilakukan sampai dua siklus trubus yang muncul sesudah panen menjadi dewasa.

5. Masa Dorman

Menjelang tanaman berbunga, tanaman tidak diberi air irigasi.

Penghentian air irigasi akan menginduksi terjadinya dormansi pada tanaman.

Fase dormansi ini penting untuk terjadinya induksi bunga. Pemberian air pada

saat ini akan menyebabkan munculnya tunas vegetatif yang mungkin belum

dewasa pada saat tanaman berbunga, sehingga mengurangi bunga. Penghentian

irigasi pada saat ini akan meningkatkan: (1) stimulus induksi bunga, (2) mata

tunas yang akan berbunga, (3) produksi bunga dan buah.

2. 2. Stress Air Pada Tanaman Buah

Pada pohon buah buahan kadang-kadang stres air diperlukan untuk

menghentikan pertumbuhan tanaman dan merangsang inisiasi bunga. Stres air

yang ringan pada saat buah telah mencapai kedwasaan juga dapat meningkatkan

akumulasi gula dalam buah. Tetapi stres air pada waktu yang salah akan

berakibat buruk pada tanaman. Stres air dapat merangsang gugur bunga,

mengurangi ukuran buah, dan mengurangi hasil buah dan. Stress air yang parah

dapat menyebabkan gugur daun, menghentikan pembungaan, merangsang migrasi

nitrogen dan fosfor keluar daun dan menyebabkan gejala kekurangan hara makro

dan mikro. Stress air yang berlanjut jika parah dapat menyebabkan kematian akar

dan trubus. Selama fase pertumbuhan dan perkembangannya, tanaman durian

memerlukan air dengan kebutuhan yang bebeda. Salah satu panduan pengairan

adalah sebagai berikut:

Page | 6

Tabel 1. Kebutuhan air tanaman durian

Fase Pertumbuhan Kebutuhan Air (liter/m2/hari)

Fase vegetatif 4-5

Sebelum berbunga 2-3

Pembungaan

Inisiasi tunas 1-1.5

15 hari sebelum mekar 4-5

Fase mekar penuh 1-1.5

15 hari setelah mekar penuh 4-5

Perkembangan buah 4-5

Buah jatuh/menjelang pemanenan 1-1.5

Sumber: Agricultural Training and Extension Publication Series No. 1

ASEAN Coorporation in Food, Agriculture, and Forestry.

3.Sistem Irigasi Tanaman Hortikultura Tahunan

Sistem irigasi diklasifikasikan sebagai: (1) aliran permukaan; (2) sprinkler

dan (3) drip. Berbagai desain sistem aliran permukaan telah digunakan sejak

manusia mulai membudidayakan tanaman (Gambar 12.1). Sejak jaman dahulu,

nenek moyang orang Indonesia telah membudidayakan padi pada bukit berteras.

Sawah diairi dan kelebihan air turun oleh aliran gravitasi dari tempat tanaman

yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah.

Sumber air untuk keperluan pengairan dapat berasal dari danau, sungai, air

hujan, atau berupa sedotan air bawah tanah sesuai kondisi daerahnya. Air dari

sumber tersebut biasanya tidak langsung dialirkan ke tanaman melainkan

ditampung terlebih dahulu di bak atau tempat penampungan. Bak penampungan

ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi dari permukaan lahan untuk

mempermudah pengairan air ke kebun. Di daerah yang airnya melimpah, ukuran

bak penampungan tidak perlu terlalu besar, sebab jumlah air yang ditampung

cukup untuk satu atau dua kali pengairan saja. Sebaliknya di daerah sulit air,

ukuran bak yang dibuat tidak kurang dari 10% luas lahan. Bak itu juga akan

berfungsi menampung cadangan air guna mengatasi masalah keterbatasan air

pengairan terutama saat musim kemarau.

Page | 7

Gambar 1. Penampungan air hujan untuk irigasi kebun jeruk di

sulawesi selatan (a), sumur renteng di diy untuk irigasi kebun

jeruk (b), dan pompa air untuk irigasi (c)

Untuk mengalirkan air dari sumbernya ke bak penampungan, digunakan

pompa. Ukuran kekuatan pompa biasanya tergantung pada letak dan jarak sumber

air ke bak penampungan. Apabila lokasi berada dekat dari sumber air yang berupa

danau, sungai, atau galian sumur hingga kedalaman 12 m, cukup dengan pompa

sentrifugal berkekuatan 3.5 PK. Sebaliknya jika harus membuat sumur bor,

kekuatan pompa harus besar agar air dapat tersedot sampai ke permukaan.

3. 1.Sistem Aliran Permukaan

Untuk daerah yang memiliki sumber air melimpah seperti sungai, danau

dan waduk, sistem pengairan yang diterapkan umumnya adalah sistem parit. Parit

yang dibuat ukurannya adalah lebar 2 m dan kedalaman 1-2 m di setiap alur

tanaman. Untuk mengalirkan air dari bak penampungan ke lahan perlu dibuatkan

A

B C

Page | 8

parit utama sebagai sumber pengairannya dan setiap parit di antara bedengan

dihubungkan langsung dengan parit utama tersebut. Agar setiap tanaman

mendapat suplai air yang sama volumenya, saluran pengairan dibuat paralel.

Pengairannya diatur dengan membuka atau menutup pintu pemasukan dan

pengeluaran air. Penggenangan tidak dilakukan sepanjang waktu, tetapi pada saat

pengairan diperlukan, misalnya 2-3 kali seminggu.

1. Metode Genangan.

Pada metode genangan, air di alirkan ke kebun buah dan dibiarkan

menggenangi kebun selama beberapa jam, sesudah itu air dialirkan ke parit di luar

kebun. Metode ini digunakan di beberapa kebun durian di Bogor di Jawa Barat.

Metode ini mudah dilakukan pada kebun yang kemiringannya cukup, letaknya

relatif lebih rendah dari sumber air, serta airnya berlimpah. Tetapi metode ini

kurang efisien dalam memanfaatkan air. Kelemahan lain dari metode ini adalah

tanah menjadi retak dan mengkerut setelah mereka kering.

2. Irigasi Aliran.

Pada kebun yang menggunakan teknik irigasi aliran, dibuat parit-pairt di

antara barisan pohon. Pada parit tersebut air irigasi dialirkan. Pada metode ini

pohon ditanam pada guludan yang ditinggikan, sehingga crown (pertemuan

batang dan akar) berada di atas tingkat ketinggian air agar pohon terlindung dari

organisme pembusuk.

Pada modifikasi teknik ini, air irigasi dialirkan pada parit dangkal disekitar

pohon. Penyaluran air irigasi dilakukan dengan pipa pralon berlubang. Setiap

lubang akan mengalirkan air ke parit atau ke piringan di bawah tajuk pohon. Pada

irigasi ini, jumlah parit dan jarak diantaranya dalam barisan pohon tergantung

tekstur tanah. Parit harus berjarak dekat pada tanah berpasir karena air tidak

bergerak jauh secara lateral seperti pada tanah liat padat, tetapi lebih cepat

bergerak secara vertikal ke bawah. Untuk memastikan bahwa tanah sepanjang

parit dibasahi dengan kedalaman yang sama, pekebun harus mengkontrol aliran

atau menyesuaikan panjang parit sehingga air mencapai ujung paling rendah pada

20-25% dari waktu irigasi. Jika air mencapai jauh ujung dalam 1 jam, maka aliran

air irigasi baru boleh dihentikan setelah pemakaian 4-5 jam. Cara irigasi di

kebun-kebun yang tidak terlalu luas dilakukan dengan penyiraman secara manual

Page | 9

dengan menggunakan selang plastik atau dengan ember. Dengan cara ini air

langsung disiramkan ke piringan di bawah tajuk pohon (Gambar 12.2).

Gambar 2. Irigasi permukaan dengan selang plastik pada kebun

jeruk di sulawesi selatan.

3. 2. Irigasi Drip dan Mini-Sprinkler

Untuk daerah dengan ketersediaan air sedikit, sistem pengairan yang

diterapkan adalah sistem drip atau mini-springkler. Meskipun memerlukan biaya

awal yang relatif mahal untuk menerapkan sistem pengairan ini, tetapi

penggunaan air, pupuk dan tenaga kerja pengontrol pengairan atau pemupukan

tanaman dapat dihemat. Dalam sistem ini, pupuk bisa diberikan dalam bentuk

larutan bersamaan dengan saat penyiraman. Untuk keperluan pengairan ini

diperlukan instalasi pengairan yang terdiri dari peralatan pompa, tanki pupuk,

pipa-pipa distribusi, filter, pengatur tekanan hingga emiter yang dipasang di ujung

saluran. Air dari bak penampungan dialirkan ke tangki pupuk untuk dicampur

dengan nutrisi yang diperlukan tanaman, setelah itu larutan nutrisi dipompakan

keluar melewati beberapa lapisan filter sebelum masuk ke pipa-pipa distribusi

utama, yang selanjutnya masuk pipa-pipa lateral yang menuju masing-masing

tanaman.

Irigasi drip dan mini-sprinkler mengaplikasikan air sampai zona akar

tanaman tetapi tidak membasahi seluruh kebun. Teknik untuk drip dan mini-

Page | 10

sprinkler telah dikembangkan untuk mengaplikasikan air ke tanaman buah melalui

outlet berdiameter kecil sepanjang barisan disamping tanaman buah atau di bawah

tajuk tanaman buah. Dengan teknik ini, pohon buah disuplai dengan air

bertekanan rendah.Air bertekanan rendah menyediakan air yang cepat tersedia

untuk tanaman buah dengan sedikit energi yang dibutuhkan oleh tanaman untuk

mengekstraknya dari tanah. Air berada pada tekanan rendah karena dipertahankan

mendekati kapasitas lapang dengan frekuensi pemberian air yang lebih sering

(Ryugo, 1988).

Irigasi drip digunakan untuk tanaman buah yang jarak tanamnya dekat,

sedangkan irigasi mini-sprinkler digunakan untuk tanaman buah dengan jarak

tanam lebar. Karakteristik dari irigasi drip dan mini-sprinkle disajikan pada Tabel

12.2.

Tabel 2. Karakteristik irigasi drip dan mini-sprinkle

Karakteristik Drip Mini-Sprikle

Laju Aliran (liter/jam) 1-20 20-300

Tekanan (m) 3-10 5-40

Diamater daerah basah (m) 0.3-1.2 2-10

Filter (mesh) 140 40-120

Efisiensi sistem (%) 95-100 90-95

Sumber: Arromratana, 1999.

Dengan sistem irigasi mini-sprinkler dan drip, kadar air yang harus

diaplikasikan lebih rendah daripada tingkat infiltrasi. Hal ini mencegah

penggenangan air di sekitar batang untuk mengurangi kemungkinan infeksi

mikroorganisme pada perakaran pohon. Penggenangan yang lama juga dapat

menyebabkan stress air dan kematian pohon.

Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem irigasi ini adalah kebersihan air

dan alat penyaring. Sistem ini membutuhkan alat penyaring di inlet air, untuk

mencegah agar pipa tempat masuk dan keluar tidak tersumbat oleh kotoran.

Kotoran yang menyumbat pipa irigasi dapat menyebabkan sistem ini tidak

berfungsi.

Page | 11

Irigasi Drip. Sistem irigasi drip digunakan di daerah yang rata dan

berbukit. Prinsip irigasi drip untuk mengairi bagian massa tanah dimana akar

pohon berada. Akar yang tumbuh diluar zona basah akan menyerap kelembaban

tanah yang masih ada. Secara ideal, sistem drip menghantarkan sejumlah air untuk

mengganti yang hilang oleh transpirasi dan evaporasi dari permukaan tanah.

Sistem drip atau trickel dirancang untuk menghantarkan sejumlah kecil air dengan

interval yang sering.

Irigasi Sprinkler.Sistem sprinkler banyak digunakan kebun buah-buahan.

Di daerah berbukit yang pembuatan teras atau perataan tanah tidak ada, sistem ini

sangat bermanfaat. Erosi tanah yang selalu menjadi masalah di daerah perbukitan

dapat diminimalisasi pada sistem ini. Pergerakan sistem sprinkler diset dalam pipa

aluminium atau pralon yang kaku dilengkapi dengan konektor atau ditempatkan

pada selang plastik yang fleksibel yang dapat ditarik melalui kebun. Sprinkler

dengan sistem pipa permanen dalam tanah lebih mahal untuk memasangnya tetapi

operasinya membutuhkan lebih sedikit pekerja manual daripada sistem yang dapat

bergerak. Kerugiannya yaitu kerentanannya terhadap kerusakan oleh

perlengkapan.

Irigasi Mini-sprinkle. Mini-springkle di bawah tajuk sangat sesuai untuk

irigasi pada pohon buah-buahan, karena air dapat dijaga tidak mengenai daun dan

alat ini dapat mengairi seluruh zona perakaran (Gambar 12.3). Pada dua tahun

pertama minisprikle diletakkan di dekat setiap pohon dan diatur pada micro-spray

untuk menghemat air. Pada akhir tahun kedua, setting diubah menjadi mini-spray

untuk meningkatkan diameter sebaran air mengimbangai perakaran yang telah

menyebar lebih luas.

Perencanaan penerapan sistem irigasi drip atau springkler memerlukan

pertimbangan yang agak berbeda jika dibandingkan dengan irigasi konvensional

(irigasi permukaan), baik ditinjau dari aspek teknis, ekonomi maupun manajemen.

Hal ini disebabkan oleh adanya kekhususan komponen irigasi serta persyaratan

yang harus dipenuhi, sehingga untuk penerapannya diperlukan analisis berbagai

faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas penggunaannya.

Page | 12

Gambar 3. Irigasi mini-springkle pada perkebunan buah-buahan

Menurut PKBT IPB (2000), keberhasilan suatu sistem irigasi drip

ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu (1) ketersediaan air irigasi yang

berkualitas, (2) sistem irigasi (desain yang benar dan operasi yang efisien), dan (3)

jadwal irigasi. Pengelolaan sistem irigasi drip memerlukan pengetahuan di bidang

teknis pompa air sampai ke berbagai perlengkapannya. Selain itu pengetahuan

tentang kebutuhan air tanaman, kondisi tanah kebun serta iklim di lokasi kebun,

sehingga jadwal irigasi dapat direncanakan dengan baik. Monitoring kelembaban

tanah sangat diperlukan agar irigasi dapat dilakukan secara efisien.

Tujuan utama dari penentuan waktu dan jumlah pemberian air irigasi

adalah untuk memberikan air irigasi pada waktu dan jumlah yang tepat dalam

rangka meningkatkan efisiensi irigasi. Beberapa hal yang mempengaruhi waktu

dan jumlah pemberian air irigasi adalah air yang dibutuhkan oleh tanaman,

Page | 13

ketersediaan air untuk irigasi, iklim setempat serta kapasitas tanah daerah akar

untuk menampung air. Pertimbangan lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah

produksi tanaman, biaya pemberian air irigasi serta efisiensi penggunaan air.

4.Sistem Irigasi Tanaman Hortikultura Semusim

Penentuan metode irigasi sangat tergantung pada tekstur tanah, topografi,

ketersediaan air dan kondisi tanaman. Beberapa metode irigari yang biasa

dilakukan pada budidaya tanaman sayuran adalah ; 1) irigasi overhead, 2) irigasi

permukaan, 3) irigasi tetes, dan 4). Irigasi di bawah permukaan.

4.1. Irigasi Overhead :

Pada metode ini air diberikan dalam bentuk semprotan atau mirip seperti air

hujan. Pada produksi skala kecil biasanya dilakukan menggunakan emrat/gembor.

Cara ini sangat memerlukan tenaga kerja yang cukup besar. Pada skala

pengusahaan yang lebih besar biasnya dipaki irirgasi bertekana menggunakan

mesin dan menggunaka sprinkler.

Beberapa kondisi di bawah ini cocok digunakan irigasi sprinkler

1. Tanah berpasir yang dapat kehilangan banyak air melalui perkolasi

2. Pada lahan yang permukaan tidak rata sehingga kurang efisien bila dipakai

irigasi permukaan

3. Pada lahan dengan kmiringan tinggi, akan mudah terjadi erosi bila dengan

irigasi permukaan

4. Di lahan yang aliran airnya lambat dan kurang mencukupi bila diberikan

dengan irigasi permukaan.

5. Cocok pada pertanaman yang ditanaman secara rapat atau di tebar

Beberapa kerugian penggunaan sprinkler:

1. Biaya awal cukup mahal

2. Biaya operasional lebih ahal daripada irigasi permukaan

3. Didaerah tropika basah akan memacu pertumbuhan penyakit dan gulma

4. Mengurangi efisiensi aplikasi pestisida yang diaplikasikan lewat daun

Page | 14

5. Kehilangan air karena evaporasi cukup tinggi.

6. Distribusi air dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin

4.2. Irigasi Permukaan (Surface Irrigation)

4.2.1. Irigasi saluran ( Furrow Irrigation)

Cara ini adalah mengalirkan air melalui saluran-saluran kecil diantara bedeng

sepanjang kemiringan lahan yanga ada. Panjang saluran furrow ditentukan oleh

kemiringan lahan, teksture tanah, dan kedalam pembasahan yang diinginkan.

Semakin panjang saluran furrow akan lebih efisien dalam pemakaian tenaga kerja.

Namun demikina bia saluran furrow terlalu panjang kana semakin banyak air yang

hilang karena perkolasi, dalam kondisi seperti ini sebaiknya pajang saluran furrow

harus di per pendek.

4.2.2. Metode Penggenangan (Flooding Methode)

Cara ini dilakukan dengan menggenasi seluruh permukaan lahan. Irigasi ini dapat

dilakukan pada lahan yang relatif rata disamping ketersediaan jumlah air yang

melimpah. Apabila dibandingkan dengan sistem furrow metode ini tidak

memerluan persiapan lahan yang banyak. Biasanya dilakukan pada budidaya

tanaman sayuran di lahan setelah penanaman padi sawah.

4.2.3. Menggunakan batas penggenangan (Border Strip Flooding)

Cara ini dilakukan pada metode penggenangan/flooding dengan memakai batas

berupa strip. Pemasangan strip ini bertujuan untuk mempercepat penggenangan

lahan apabila permukaan lahan mempunyai kemiringan yang tidak rata.

4.3 Irigasi Tetes (Drip Irrigation)

Irigasi Tetes juga dikenal dengan irigasi Trickle, adalah aplikasi air melalui emiter

yang menetes langsung di zone perakaran. Debit air biasanya hanya 1-8 liter/ jam.

Penggunaan air sangat efisien, dan lebih efisien dari pada cara overhead dan

penggenangan.

Beberapa keuntungan Irigasi tetes antara lain

Page | 15

1. Sanitasi- daun tanaman akan kering, penyebaran penyalit dan biji gulma

karena aliran permukaan dapat dihindari.

2. Fleksible – penyiangan, penyemprotan, dan pemanenan dapat dilakukan

selama pelaksanan irigai karena memang bedeng dalam kondisi tidak

becek.

3. Pemberian air seragam

4. Dapat dikombinasikan dengan aplikasi pupuk dan pestisida.

4.4. Sub Irrigation

Metode ini adalah yang paling jarang digunakan dalam budidaya taaman sayuran,

sebab memerlukan biaya awal yang tinggi. Air diaplikasikan melalui sistem yang

dibangun di bawah tanah yang akan mencapai perakaran dengan sistem

kapilaritas. Sistem irigasi tetesi dapai diistla di bawah tanah sebabai sistem sub

irigasi. Mungkin cocok untuk lahan gambut

5.Dasar Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi

Ada teknik penghitungan kebutuhan air irigasi yang lebih teliti. Teknik

penghitungan ini digunakan untuk menghitung irigasi dengan sistem drip atau

mini-sprinkle. Menurut Arromratana (1999), ada 6 hal yang harus diperhatikan

dalam menghitung irigasi, yaitu: (1) kebutuhan air tanaman, (2) ketersediaan air

dalam tanah, (3) kedalaman akar efektif, (4) level penipisan ketersediaan air yang

dapat diserap tanaman, (5) luas areal tanah di bawah kanopi, (6) curah hujan

efektif.

5. 1. Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air biasa disebut penggunaan konsumtif atau evapotranspirasi

tanaman, yaitu air yang digunakan tanaman untuk transpirasi, pertumbuhan dan

yang dievaporasikan dari tanah sekitar dan dari air hujan yang diterima oleh tajuk.

Kebutuhan air diekspresikan dalam mm/hari. Kebutuhan air dapat dihitung dari

perkalian koefisien tanaman dengan evapotranspirasi potensial.

Koefisien Tanaman. Koefisien tanaman (Kc = crop co-efficient)

merupakan rasio antara evapotranspirasi tanaman dan evaporasi saat tanaman

ditumbuhkan pada kebun yang luas pada kondisi pertumbuhan optimum. Kc

Page | 16

tergantung pada stadia pertumbuhan tanaman buah. Kc pada pemunculan tanaman

buah rendah dan meningkat pada perkembangan cabang dan daun dan menjadi nol

pada tahap produksi bunga dan meningkat lagi sampai pemasakan. Kc untuk

pohon durian disajikan pada Tabel 12.3.

Tabel 2. Koefisiensi tanaman pada pohon durian

Stadia Pertumbuhan Koefisien Tanaman

Pertumbuhan vegetatif 0.60

Stres air untuk induksi bunga 0.00

Perkembangan bunga 0.75

Pembentukan buah 0.50

Pertumbuhan buah muda 0.60

Perkembangan buah 0.85

Pematangan buah 0.75

Sumber: Arromratana, 1999

Evapotranspirasi Potensial.Evapotranspirasi Potensial (Eto) merupakan

tingkat referensi evapotranspirasi untuk suatu wilayah dengan iklim tertentu saat

air tanah tidak terbatas. Evaporasi potensial diekspresikan dalam mm/hari.

Evapotranspirasi potensial ditentukan dengan mengukur evapotranspirasi air yang

digunakan oleh rumput yang tumbuh dalam lysimeter dimana area sekitar ditutupi

dengan rumput juga. Metode lain untuk menentukan evapotranspirasi potensial

dengan menghitungnya berdasar data iklim daerah dimana tanaman buah tumbuh.

Banyak metode untuk menghitung evapotranspirasi potensial, seperti metode

Penman, metode Penman dan Montien, metode radiasi dan metode Pan

evapotranspirasi. Metode Penman dan Pan evapotranspirasi merupakan metode

yang terkenal. Contoh pada Tabel 12.4 adalah evapotranspirasi potensial dengan

metode Penman dihitung oleh Tungsomboon (1997) di Thailand berdasarkan data

iklim selama kira-kira 45 tahun.

Tabel 3. Evapotranspirasi potensial di beberapa wilayah di thailand

Provinsi Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Rayong 4.0 4.5 4.9 5.1 4.4 3.9 4.0 3.8 3.8 3.8 3.9 3.8

Page | 17

Chantaburi 4.1 4.4 4.6 4.8 4.1 3.6 3.5 3.5 3.4 3.7 4.0 3.9

Trad 4.0 4.6 4.4 4.6 4.2 4.0 3.8 3.6 3.9 3.9 4.1 4.0

Sumber: Arromratana, 1999

Contoh untuk menghitung kebutuhan air durian di provinsi Rayong selama

periode perkembangan buah pada bulan Maret.

Kebutuhan Air = Kc. ET0

= 0.85 x 4.9

= 4.17 mm/hari

5. 2. Ketersediaan Air Tanah

Ketersediaan air tanah merupakan perbedaan jumlah air dalam tanah pada

kapasitas lapang dan titik layu. Ketersediaan air tanah tinggi setelah hujan lebat

dan irigasi, dan tanaman akan layu setelah ketersediaan air tanahnya menjadi

rendah.

Air tersedia = Kapasitas Lapang – Titik Layu

Kapasitas Lapang. Kapasitas lapang merupakan batas atas jumlah air

dalam tanah dimana tanaman dapat mengambilnya. Jika jumlah air dalam tanah

lebih tinggi daripada jumlah air pada kapasitas lapang, tanaman tidak dapat

mengambilnya karena terjadi penggenangan air. Kapasitas lapang dapat

ditentukan di laboratorium dengan penggunaan panci bertekanan (pressure

cooker) dengan mengatur tekanan panci pada 1/10 atmosfer. Kapasitas lapang

juga dapat ditentukan di lapangan setelah basah oleh hujan atau air irigasi,

menutup sebagian kecil areal untuk mencegah evaporasi, dan menentukan

kandungan kelembaban setelah drainase terjadi. Kandungan kelembaban

merupakan kandungan air pada kapasitas lapang.

Titik Layu. Titik layu merupakan batas bawah jumlah air dalam tanah

yang dapat diambil tanaman. Jika jumlah air lebih rendah daripada titik layu,

tanaman akan layu dan tetap layu kecuali apabila air ditambahkan ke tanah. Titik

layu dapat ditentukan di laboratorium dengan penggunaan panci bertekanan

(pressure cooker) dan mengatur tekanan ke panci pada 15 atmosfer.

Page | 18

Kelembaban tanah biasanya ditentukan secara gravimetrik sebagai

kandungan air dalam %. Karena itu, kandungan air pada kapasitas lapang dan

titik layu dapat dituliskan sebagai % kandungan air tanah. Tetapi untuk keperluan

irigasi, kandungan air pada kapasitas lapang dan titik layu dapat dihitung menjadi

cm/kedalaman tanah.

Sebagai contoh, kandungan air pada kapasitas lapang dan titik layu tanah

di Bogor pada kedalaman tanah 0-15 cm setara 32.7 dan 18.9%. Untuk

menghitung air yang tersedia pada kedalaman tanah 0-15 cm dilakukan sebagai

berikut:

Kapasitas lapang tanah di Bogor pada kedalaman 0-15 cm

= 32.7% bobot air dalam tanah

= 0.327 gm/gm x 15 cm

= 0.327 gm/gm x BJ gm/cm3 x 15 cm

= 0.327 gm/gm x 1.32 gm/cm3 x 15 cm

Karena 1 gram air setara dengan 1 cm3 air

Kapasitas lapang tanah Bogor pada kedalaman tanah 0-15 cm

= 0.431 x 15 cm

= 6.47 cm

Titik layu tanah di Bogor pada kedalaman tanah 0-15 cm

= 18.9% oleh kandungan gravimetrik

= 0.189 gm/gm x 15 cm

= 0.189 gm/gm x BJ gm/cm3 x 15 cm

= 0.189 gm/gm x 1.32 gm/cm3 x 15 cm

= 0.249 cm3/cm

3 x 15 cm

= 3.74 cm

Air tersedia pada kedalaman tanah 0-15 cm

= 6.47 – 3.74 = 2.73 cm

5. 3. Kedalaman Akar Efektif

Kedalaman akar pohon durian yang efektif menyerap air adalah 20-30 cm

pada pohon buah yang mendapat irigasi, tetapi bisa mencapai 100-200 cm pada

Page | 19

phon yang tidak diirigasi. Tanaman durian yang mempunyai kedalaman akar

efektif yang dalam dapat mengekstrak air dari tanah yang lebih dalam, karena itu

irigasi efektif pada interval yang lebar. Tanaman durian yang mempunyai

kedalaman akar efektif yang dangkal dapat mengekstrak air dalam tanah yang

dangkal juga sehingga harus diirigasi sering.

5. 4. Tingkat Air Tanah yang Dapat Diambil Tanaman

Tingkat penipisan air tersedia yang dapat diambil oleh tanaman buah

sangat menentukan irigasi. Biasanya tanaman durian akan diirigasi saat

ketersediaan air menjadi 50%. Jika irigasi saat ketersediaan air jatuh dibawah

50%, tanaman mengalami stress air yang menyebabkan penurunan pertumbuhan

dan hasil tanaman. Produksi maksimum dapat dicapai pada pohon durian apabila

tidak lebih dari 50 % air yang tersedia diambil selama masa tumbuh, masa

berbunga dan masa berbuah. Biaya pemberian air irigasi biasanya lebih ekonomis

apabila 50 % air tersedia telah terpakai oleh tanaman daripada hanya 25 % air

tersedia yang digunakan.

5. 5. Luas Areal di bawah Kanopi.

Luas areal di bawah kanopi pohon penting untuk menghitung kebutuhan

irigasi karena kepadatan tertinggi akar efektif berada pada daerah itu. Air utama

yang diserap oleh akar tanaman berasal dari daerah ini. Tanaman buah yang

tumbuh dengan area 6 x 6 m, saat tanaman buah dewasa, area di bawah kanopi

adalah:

r2 = 22/7 x 3 x 3

= 28.29 m2

5. 6. Curah Hujan Efektif.

Curah hujan efektif adalah air hujan yang dapat menggantikan air tanah

untuk meningkatkan kapasitas lapang. Air hujan yang melebihi kapasitas lapang

disebut air drainase. Curah hujan yang efektif berguna karena hujan menurunkan

jumlah air irigasi dimana dapat menghemat air dan energi dari irigasi drip dan

mini-sprinkler.

Page | 20

Cara penghitungan air irigasi yang sederhana dilakukan di beberapa kebun

di Indonesia (Wardani, 1995). Pedoman penghitungan kebutuhan air untuk

tanaman dihitung berdasarkan evapotranspirasi pada musim kemarau (April -

Oktober) dan luas daerah perakaran efektif tanaman. Sebagai contoh, Nilai

evapotranspirasi potensial harian adalah 0.397 cm/hari, dan tidak ada hujan

selama musim kemarau. Lebar perakaran efektif tanaman berumur 3 tahun adalah

75 cm, jadi luas daerah perakaran efektifnya adalah 3.14 x 752

cm2 = 17 622.5

cm2. Karena itu, volume kehilangan air mencapai 0.397 cm x 17 622.5 cm

2 = 70

120.125 cm3/hari atau kurang lebih 50 liter/minggu.

Pada percobaan menggunakan irigasi mini-sprinkler untuk kebun durian di

Orchard Farmer provinsi Trad, irigasi pada tahap produktif adalah 200, 300 dan

400 liter/pohon/hari. Hasil menunjukkan durian yang diirigasi kira-kira 200

liter/pohon/hari memberikan hasil tertinggi (Tabel 12.5).

Tabel 4. Pengaruh kuantitas air irigasi pada produksi durian

Jumlah Air Irigasi

(liter/pohon) Buah Dengan Ukuran Dapat Dipasarkan Total buah

200 26 29

300 5 6

400 10 12

Sumber: Arromratana, 1999

6. Kualitas Air

Kualitas air merupakan faktor utama yang perlu dipertimbangakan dalam budidaya

tanaman secara hidroponik. Tanaman terdiri atas 80 – 90% air (Salisbury and Ross 1978)

sehingga ketersediaan air yang berkualitas sangat penting untuk mendukung keberhasilan

proses budidayanya (Portree 1996, Styer and Koranski 1997). Kualitas air dapat di tentukan

dari apa yang terkandung di dalam sumbernya (sumur atau sungai), juga tingkat

kemasamannya. Air adalah pelarut yang dapat mengandung jumlah tertentu garam-garam

Page | 21

terlarut. Salah satu garam terlarut tersebut adalah pupuk. Untuk menyediakan sumber hara

yang cukup bagi tanaman pupuk perlu dilarutkan di dalam air.

Kualitas air dapat ditentukan dengan dengan keberadaan partikel fisik (pasir,

limestone, bahan organik), jumlah bahan terlarut (hara dan bahan kimia non hara), dan pH

air. Beberpa hal yang berhubungan dengan kualitas air yang perlu di chek di laboratorium

adalah electrical conduktivity (EC), pH, konsentrasi sulfate (SO4), sodium (Na), besi (Fe),

dan bikarbonat (HCO3). Kesadahan air berhubungan juga dengan kandungan Ca dan Mg

yang juga perlu diperhitungkan juga dalam penghitungan pupuk (Hochmuth, 1991).

Air dengan nilai EC lebih besar dari 1.5 dS.m-1 (1.5 mmhos per cm), termasuk

kategori kurang baik untuk budidaya tanaman dalam greenhouse. Bila kandungan N, P, K

dalam air masing-masing lebih besar daripada 5 ppm, terindikasi bahwa air tersebut

terkontaminasi akan tetapi hal ini tidak menjadi masalah bila untuk pertumbuhan tanaman.

Kandungan Ca, Mg, dan bikarbonat yang tinggi pada air irrigasi dapat menyebabkan

pengendapan berupa magnesium dan calsiun carbonat. Demikian juga bila kandungan Fe

lebih besar dari 0.5 ppm. Konsentrasi S yang tinggi sebenarnya tidak membahayakan

tanaman, akan tetapi kandungan S yang tinggi ini dapat menyebabkan tingginya populasi

bakteri sulfur yang akhirnya dapat menyumbat emiter. Konsentrasi bikarbonat yang

melebihi 60 ppm dikategorikan tinggi dan dapat meningkatkan pH larutan (Hochmuth,

1991)

Sebelum menggunakan air dari berbagai sumber untuk budidaya tanaman

pertanian sebaiknya dilakukan analisis dahulu. Analisis kualitas air biasanya terkait dengan

berbagai garam terlarut yang terkandung di dalamnya. Maksimum konsentrasi yang

diperkenankan dalam part per millions (ppm) garam-garam terlarut untuk budidaya

tanaman di dalam greenhouse disajikan pada Tabel 1. Parts per million (ppm) adalah satu

satuan pengukuran jumlah ion terlarut, atau garam terlarut, dan biasanya digunakan untuk

mengukur konsentrasi garam-garam pupuk di dalam larutan hara. Tingkat konsentrasi ion

terlarut dapat juga dinyatakan dalam milligrams/Liter larutan. Terdapat hubungan antara

milligrams/Liter (mg/L) dan ppm, dimana 1 mg/L = 1 ppm.

Uji kualitas air juga meliputi pH atau tingkat kemasaman air. Sekalipun suatu

sumber air telah ditetapkan sebagai sebagai sumber air yang baik untuk produksi tanaman

di dalam greenhouse , namun harus tetap dimonitor secara rutin untuk memastikan bahwa

terjadinya fluktuasi kualitas air tidak mempengaruhi produksi tanaman.

Page | 22

6,1. Electrical Conductivity (EC)

Hasil analisis air juga dilakukan terhadap Electrical Conductivity atau E.C air.

Kemampuan air sebagai penghantar listrik dipengaruhi oleh jumlah ion atau garam yang

terlarut di dalam air. Semakin banyak garam yang terlarut semakin tinggi daya hantar

listrik yang terjadi. EC merupakan pengukuran tidak langsung terhadap konsentrasi garam

yang dapat digunakan untuk menentukan secara umum kesesuaian air untuk budidaya

tanaman dan untuk memonitor konsentrasi larutan hara. Pengukuran EC dapat digunakan

untuk mempertahankan target konsentrasi hara di zone perakaran yang merupakan alat

untuk menentukan pemberian larutan hara kepada tanaman.

Satuan pengukuran EC adalah millimhos per centimeter (mmhos/cm),

millisiemens per centimeter (mS/cm) atau micro-siemens per centimeter. Air yang

sesuai untuk budidaya tanaman di dalam greenhouse sebaiknya mempunyai E.C. yang

tidak melebihi1.0 mmhos/cm. (EC=1).

Tabel 6. Konsentrasi maksimum ion garam terlarut dalam air untuk

budidaya tanaman di dalam Greenhouse (ppm).

Elemen Kosentrasi Maksimum

(ppm)

Nitrogen (NO3 - N) 5

Phosphor (H2PO4 - P) 5

Potassium (K+) 5

Calsium (Ca++

) 120

Magnesium (Mg++

) 25

Chlorida (Cl-) 100

Sulphat (SO4--) 200

Bicarbonat (HCO3-) 60

Sodium (Na++

) 30

Iron (Fe+++

) 5

Boron (B) 0.5

Zinc (Zn++

) 0.5

Manganese (Mn++

) 1.0

Copper (Cu++

) 0.2

Molybdenum (Mo) 0.02

Fluoride (F-) 1

pH 75

E.C. 1

Page | 23

6.2 .Kemasaman (pH) Air

Kemasaman dan kebasaan dari air dinyatakan dalam pH (Styer and Koranski

1997), dan diukur dalam skala 0 sampai 14. Angka yang semakin rendah menunjukkan

kondisi larutan yang semakin masam, sebaliknya semakin tinggi pH semakin alkalin

(Boikess and Edelson 1981). Skala pH adalah logaritmik, artinya peningkatan 1 angka,

misalnya 4 ke 5 menunjukkan 10 kali meningkat alkalinitasnya, demikian juga sebaliknya.

Pada lokasi tertentu pH air cukup alkalin dengan pH 7.0 sampai 7.5. Alkalinitas air

ini meningkat dengan meningkatnya konsentrasi Bicarbonat (HCO3-). Pengukuran pH

mencerminkan reaksi kimia air dan larutan hara. Kondisi pH larutan hara sangat

menentukan tingkat kelarutan unsur hara, dan ketersediaan hara bagi tanaman (Portree

1996, Styer dan Kornaski 1997).

Kondisi pH optimum larutan hara, yang mencerminkan ketersediaan hara bagi

tanaman berkisar dari 5.5 - 6.0 (Portree 1996). Pengaturan pH larutan dapat dilakukan

dengan menggunakan larutan asam : asam phosphat, asam nitrat. Ketika bahan-bahan

tersebut digunakan kandungan N, P yang terikut harus diperhitungkan dalam pemberian

hara.

Jumlah asam yang diperlukan untuk mengatur pH biasanya tergantung konsentrasi

bicarbonate (HCO3-) di dalam air. Jumlah ini diketahui dari analisis air yang dinyatakan

dalam ppm. Target pH larutan hara biasanya 5.8 atau setara dengan 60 ppm konsentrasi

bicarbonate. Bila kandungan air yang digunakan untuk melarutkan hara mempunyai pH 8.1

dan bicarbonat 207 ppm, maka 200 ppm - 60 ppm = 140 ppm bicarbonat yang perlu

dinetralkan untuk mengurangi pH dari 8.1 menjadi 5.8.

Untuk menetralkan 61 ppm atau 1 miliequivalen bicarbonate memerlukan kurang

lebih 70 ml asam phosphat 85%, atau 84 ml asam nitrat 67% per 1000 liter air. Sehingga

untuk menetralkan 140 bicarbonat diperlukan , sebagai berikut:

Menggunakan Asam phosphat 85%

140/61 =2.3 milliequivalen bicarbonate yang harus dinetralkan 2.3 milliequivalen x 70 ml

asam phosphat 85% untuk setiap miliequivalen quivalent = 2.3 x 70 ml = 161 ml asam

phosphat 85% untuk setiap 1000 liter air.

Menggunakan Asam Nitrat 67%

Page | 24

2.3 milliequivalen bicarbonate yang harus dinetralkan. 2.3 milliequivalen x 76 ml per

milliequivalen = 2.3 x 76 ml = 175 ml Asam Nitrat 67% untuk setiap 100 liter air

Penghitungan tersebut harus dilakukan untuk setiap sumber air sesuai dengan hasil analisis

kandungan bicarbonat. Asam mempunyai sifat yang korosif sehingga harus ditangani

secara hati-hati.

7. Fertigasi melaui Irigasi Tetes

Irigasi tetes (Drip irrrigation) adalah sistem irigasi pemberian air irigasi dengan cara

diteteskan langsung di zona perakaran. Irigasi tetes sering digunakan dalam hidroponik

dengan sistem substrat. Akhir-akhir ini, di Indonesia telah banyak diusahakan teknologi

hidroponik sistem terbuka dengan menggunakan substrat untuk produksi sayuran secara

komersial. Sistem ini sangat tergantung terhadap ketersediaan energi listrik untuk

menjalankan pompa karena adanya sirkulasi dan distribusi hara tanaman. Beberapa produksi

sayuran secara hidroponik dengan sistem irigasi tetes telah diusahakan di PT Saung Mirwan

(Purwadi, 1994; Supardiono, 1992; Winarti, 1991), di Taman Buah Mekarsari (Hananto,

1995), serta di PT Dieng Jaya (Anggraeni, 1992). Namun demikian, di Indonesia

teknologi fertigasi dengan drip irigasi belum dimanfaatkan untuk budi daya

tanaman di lapang terbuka.

Fertigasi yang merupakan cara pemberian air irigasi bersamaan dengan pemupukan

melalui emiter yang diletakkan dekat dengan perakaran tanaman. Drip atau trickle irigasi

adalah tipe mikro-irigasi dimana air dan hara diberikan melalui pipa plastik dengan drip-

emiter yang diletakkan di dekat barisan tanaman (Hochmuth dan Smajstrla, 1997).

Irigasi tetes mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya merupakan hal yang

sangat penting dalam budidaya tanaman bila dikaitkan dengan isu lingkungan. Keuntungan

utama irigasi tetes adalah kemampuannya menghemat penggunaan air dan pupuk

dibandingkan dengan overhead sprinkler dan sub irigasi. Data penelitian menunjukkan

bahwa penghematan air dengan irigasi tetes sebesar 80% dibanding subirigasi, dan 50%

dibanding irigasi overhead sprinkler (Locascio et al., 1981; Elmstorm et al., 1981; Locascio et

al., 1985).

Irigasi tetes juga dapat menekan serangan penyakit pada daun dibandingkan dengan

overhead sprinkler irigasi. Air tidak diaplikasikan lewat daun sehingga dapat

mempertahankan daun dalam kondisi kering yang mengakibatakan dapat menekan

Page | 25

kerentanan tanaman terhadap serangan penyakit. Hal ini juga dapat mengakibatkan

penekanan penggunaan fungisida. Kualitas buah tomat dapat ditingkatkan ketika N dan K

diaplikasikan lewat irigasi tetes dibanding dengan aplikasi secara preplant (di tebar saat

tanam) (Dangler dan Locascio, 1990b).

Gambar 4. Penggunaan irigasi tetes untuk fertigasi pada budidaya

tanaman menggunakan mulsa plasik hitam perak.

Irigasi tetes dapat meningkatkan presisi saat dan cara aplikasi pupuk pada produksi

sayuran. Pupuk dapat diformulasikan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan diaplikasikan

pada saat tanaman memerlukan. Kemampuan irigasi tetes untuk meningkatkan efisiensi

aplikasi pupuk dapat menekan kebutuhan pupuk untuk produksi sayuran. Efisiensi ini dapat

dicapai dengan pemberian pupuk dalam jumlah kecil merata sepanjang musim dibanding

dengan pemberian sekaligus pada saat tanam (Locascio dan Smajstrla, 1989; Locascio et al.,

1989; Dangler dan Locascio, 1990a). Aplikasi yang terkontrol tidak hanya dapat menghemat

pupuk akan tetapi dapat pula menekan potensi polusi air tanah oleh pencucian pupuk pada

saat hujan besar atau irigasi yang berlebihan.

Irigasi tetes lebih baik daripada sub irigasi dalam sistem produksi tanaman yang

memanfaatkan air yang berkualitas rendah dengan salinitas yang tinggi untuk irigasi. Hal ini

disebabkan karena dengan irigasi tetes dapat melarutkan garam-garam menjauh dari dripper,

Page | 26

daripada menumpuk garam-garam dekat dengan perakaran tanaman (Hochmuth dan

Smajstrla, 1997).

Walaupun irigasi tetes memiliki banyak keuntungan yang sangat penting dalam

produksi sayuran secara modern, namun banyak tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan

teknologi ini. Irigasi tetes harus didisain dan dilaksanakan secara tepat supaya dapat

dioperasikan dengan efisiensi yang tinggi. Irigasi tetes memerlukan biaya investasi awal yang

mahal karena harus dilaksanakan oleh tenaga ahli yang berpengalaman dan memerlukan

ketersediaan energi listrik untuk mengoperasikannya. Untuk mengoperasikan teknologi ini

juga diperlukan tenaga kerja yang terlatih sehingga dapat dicapai efisiensi yang diharapkan

(Hochmuth dan Smajstrla, 1997).

Di Indonesia, teknologi mulsa polyethylene (plastik hitam-perak) telah

dimanfaatkan secara meluas pada produksi sayuran. Mulsa polyethylene banyak

digunakan petani untuk budidaya cabai, tomat, dan melon di lapang. Menurut

Kusuma Inderawati (1998), penanaman cabai pada musim kemarau dengan sistem

mulsa plastik hitam-perak dapat meningkatkan hasil varietas Hero mencapai 13.2

ton/ha, sedangkan dengan cara petani setempat (tanpa mulsa) dengan varietas

Pandak hanya menghasilkan 4.2 ton/ha.

Beberapa keuntungan penggunaan mulsa polyethylene adalah dapat

mempertahankan struktur tanah tetap gembur, memelihara kelembaban tanah,

mengurangi kehilangan unsur hara, dan menekan pertumbuhan gulma. Menurut

Vos, et al. (1991), penggunaan mulsa plastik hitam-perak dapat mengurangi

kerusakan tanaman cabai merah karena thrips, tungau dan menunda insiden virus

yang merupakan kendala penting dalam peningkatan hasil cabai merah. Namun

demikian, kendala yang dihadapai dalam penggunaan mulsa plastik adalah

kesulitan dalam aplikasi irigasi dan pemupukan.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, penggunaan teknologi fertigasi

melalui irigasi tetes merupakan salah satu solusi yang tepat. Irigasi tetes dapat

meningkatkan presisi waktu dan cara aplikasi pupuk pada produksi sayuran.

Pupuk dapat diformulasikan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan diaplikasikan

pada saat tanaman memerlukan. Kemampuan irigasi tetes untuk meningkatkan

efisiensi aplikasi pupuk dapat menekan kebutuhan pupuk untuk produksi sayuran.

Efisiensi ini dapat dicapai dengan pemberian pupuk dalam jumlah kecil merata

Page | 27

sepanjang musim dibanding dengan pemberian sekaligus pada saat tanam

(Locascio dan Smajstrla, 1989; Locascio et al., 1989; Dangler dan Locascio,

1990a). Aplikasi yang terkontrol tidak hanya dapat menghemat pupuk akan tetapi

dapat pula menekan potensi polusi air tanah oleh pencucian pupuk pada saat hujan

besar atau irigasi yang berlebihan.

Pada tanah bertekstur kasar (coarse) hasil tertinggi tanaman tomat dicapai

dengan aplikasi sebagain pupuk N dan K sebelum tanam (preplant) dan sebagian

dengan fertigasi (Locascio and Myers, 1974; Dangler and Locascio, 1990b).

Locascio et al. (1997a) melaporkan bahwa hasil yang dapat dipasarkan total (total

marketable yield) tanaman tomat yang ditanam pada tanah berpasir di Florida

dengan mulsa polyethylene lebih tinggi dicapai pada pupuk N dan K yang

diaplikasikan secara split (40 % preplant dan 60 % dengan fertigasi) dibanding

dengan 100 % diaplikasikan preplant. Locascio et al. (1997b) juga melaporkan

bahwa hasil terendah tanaman tomat dicapai dengan perlakuan pupuk N dan K

100 % preplant, hasil sedang dengan 100 % fertigasi, dan hasil tertinggi dicapai

dengan 40 % preplant dan 60 % dengan fertigasi. Menurut Susila (2001), aplikasi

pupuk S lewat drip irigasi meningkatkan konsentrasi S pada daun tomat dan

paprika dibanding aplikasi 100 % preplant.

Page | 28

Gambar 5. Perbedaan penggunaan fertigasi (d4, kiri) dan tanpa

fertigasi (d9, kanan) pada tanaman cabai.

Walaupun fertigasi melalui drip irigasi memiliki banyak keuntungan

dalam produksi sayuran secara modern, namun banyak tantangan yang dihadapi

dalam aplikasi teknologi ini. Saat ini, rekomendasi pemupukan sayuran di

Indonesia masih sangat beragam. Tersedianya rekomendasi pemupukan melalui

fertigasi yang tepat dan sesuai dengan kemampuan tanah mensuplai hara tanaman

sangat diperlukan. Hal ini akan mempermudah petani mengadopsi teknologi

fertigasi melalui irigasi tetes .

8. Unsur Hara Tanaman

Pertumbuhan dan hasil tanaman yang optimum dapat dicapai dengan pemberian

larutan hara sesuai dengan kebutuhan tanaman. Meskipun unsur hara tanaman sangat

kompleks, namun demikian kebutuhan dasar terhadap hara dalam budidaya tanaman secara

hidroponik telah diketahui. Terdapat 13 unsur hara essensial untuk pertumbuhan tanaman.

Air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) juga essensial untuk tanaman. Hidrogen, Carbon dan

Oksigen juga diperlukan untuk pertumbuhan tanaman mengakibatkan total hara essensial

sebanyak 16 elemen (Salisbury and Ross 1978).

Kriteria hara essensial adalah apabila tanaman tidak dapat melengkapi siklus

hidupnya tanpa adanya hara tersebut (Salisbury and Ross 1978). Beberapa unsur Na, Cl, dan

Si tidak tergolong essensial, namun mempengaruhi pertumbuhan tanaman atau juga unsur

essensial bagi tanaman tertentu (Wilson and Loomis 1967, Salisbury and Ross 1978, Styer

and Koranski 1997).

Unsur hara essensial dapat dikelompokkan menjadi hara makro dan hara mikro.

Hara makro diperlukan dalam jumlah yang lebih banyak untuk pertumbuhan tanaman dari

pada hara mikro (Salisbury and Ross 1978). Hara essensial untuk pertumbuhan tanaman

disajikan pada Tabel 8.2. Pengelompokan lain berdasarkan mobilitas unsur hara di dalam

tanaman. Hara mobil adalah hara yang ditranslokasikan dari daun tua ke daun muda

contohnya nitrogen (Salisbury and Ross 1978). Kalsium adalah contoh unsur hara yang tidak

mobil, dimana bila sudah ditranlokasikan di suatu bagian tanaman, Ca tidak bisa di

retranslokasikan dari dalam phloem ke tempat lain. (Salisbury and Ross 1978).

Page | 29

Tabel 7. Hara essensial untuk pertumbuhan tanaman

Element Simbol Tipe Mobilitas Gejala Defisiensi

Nitrogen N makro mobil Tanaman hijau muda, daun tua menguning

Phosphorus P makro Mobil Tanaman hijau tua berubah keunguan

Potassium K makro Mobil Tepi daun tua hijau kekuningan

Magnesium Mg makro Mobil Interveinal klorosis, klorosis mulai dari daun

tua berubah ke nekrosis,

Kalsium Ca makro Imobil Die back daun muda (tip burn) Blossom end

rot of fruit (tomat and paprika).

Sulfur S makro Immobil Warna daun hijau muda.

Iron Fe mikro Immobil Interveinal klorosis, dengan “netted pattern”.

Manganese Mn mikro immobil Interveinal klorosis, dengan “netted pattern”.

Boron B mikro Immobil Pucuk terminal menjadi hijau muda, dan mati.

Copper Cu mikro Immobil Daun muda rontok, dan kelihatan layu.

Zinc Zn mikro Immobil Interveinal klorosis daun tua

Molybdenum Mo mikro Immobil Daun bagian bawah pucat

Air merupakan komponen penting dalam penyerapan ion oleh tanaman, dan hara

hanya terjadi bila dalam larutan. Dalam kondisi padat ion-ion hara berada dalam bentuk

garam (Boikess and Edelson 1981). Bila tidak ada air ion hara yang bermuatan berlawanan

akan bergabung membentuk garam yang padat yang stabil. Contohnya, anion nitrat (NO3-)

pada umumnya bergabung dengan kalsium kation (Ca+2

) atau potassium (K+) membentuk

garam kalsium nitrat Ca(NO3)2 dan potassium nitrat (KNO3). Ketika garam-garam

ditambahkan ke dalam air , maka garam tersebut akan larut dan berdisosiasi menjadi kation

dan anion. Dalam keadaan terlarut inilah hara akan tersedia bagi tanaman. Beberapa hal

penting yang perlu diingat adalah bahwa garam-garam mempunyai tingkat kelarutan yang

berbeda.. Kalsium sulfat (CaSO4) relatif tidak mudah larut sehingga kurang baik untuk

pupuk, sebab hanya sedikit sekali kation Kalsium (Ca2+

) yang tersedia bagi tanaman.Bentuk

unsur hara mineral yang tersedia bagi tanaman disajian pada Tabel 8.3.

Tabel ERROR! NO TEXT OF SPECIFIED STYLE IN DOCUMENT.. Bentuk

unsur hara mineral yang tersedia bagi tanaman

Unsur Simbol Bentuk tersedia Simbol

Macronutrients

Nitrogen N Nitrate ion

Ammonium ion

NO3-

NH4+

Page | 30

Unsur Simbol Bentuk tersedia Simbol

Phosphor P Monovalent phosphate ion

Divalent phosphate ion

H2PO4-

HPO4-2

Potassium K Potassium K+

Kalsium Ca Kalsium ion Ca+2

Magnesium Mg Magnesium ion Mg+2

Sulfur S Divalent sulfat ion SO4-2

Chlorine Cl Chloride ion Cl-

Micronutrients

Iron/Besi Fe Ferrous ion

Ferric ion

Fe-2

Fe-3

Manganese Mn Manganous ion Mn+2

Boron B Boric acid H3BO4

Copper Cu Cupric ion chelate

Cuprous ion chelate

Cu+2

Cu+

Zinc Zn Zinc ion Zn+2

Molybdenum Mo Molybdate ion MoO4-

Beberapa unsur mikro disamping dalam bentuk garam, biasanya juga dalam bentuk

Chelat; Besi, Zinc, Mangan and Copper. Chelate adalah bahan yang mudah larut yang

terbentuk ketika atom tertentu bereaksi dengan molekul organik tertentu. Garam-garam sulfat

dari Fe, Zn, Mn, dan Cu biasanya kelarutannya rendah, dan dalam bentuk chelate unsur

tersebut akan mudah tersedia bagi tanaman (Boikess and Edelson 1981).