ipsas 2 - nitta sestra afdya - 7b khusus - revisi
TRANSCRIPT
RESUME INTERNATIONAL PUBLIC SECTOR
ACCOUNTING STANDARD 2 - CASHFLOW STATEMENT
DAN PENERAPAN DI INDONESIA
NITTA SESTRA AFDYA
NPM: 144060006240
KELAS 7B AKUNTANSI KURIKULUM KHUSUS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Pemerintahan
PROGRAM DIPLOMA IV AKUNTANSI KURIKULUM KHUSUS
RESUME INTERNATIONAL PUBLIC SECTOR
ACCOUNTING STANDARD 2 - CASHFLOW STATEMENT
DAN PENERAPAN DI INDONESIA
NITTA SESTRA AFDYA
NPM: 144060006240
KELAS 7B AKUNTANSI KURIKULUM KHUSUS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Pemerintahan
PROGRAM DIPLOMA IV AKUNTANSI KURIKULUM KHUSUS
RESUME INTERNATIONAL PUBLIC SECTOR
ACCOUNTING STANDARD 2 - CASHFLOW STATEMENT
DAN PENERAPAN DI INDONESIA
NITTA SESTRA AFDYA
NPM: 144060006240
KELAS 7B AKUNTANSI KURIKULUM KHUSUS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Pemerintahan
PROGRAM DIPLOMA IV AKUNTANSI KURIKULUM KHUSUS
1 | P a g e
IPSAS 2 - CASHFLOW STATEMENT
RESUME DAN PENERAPAN PADA PSAPNitta Sestra Afdya
Mahasiswa Program Diploma IV Spesialisasi Akuntansi Kurikulum Khusus, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Abstrak – Pelaporan kinerja pemerintah dalam bentuk laporan keuangan selalu menjadi perhatian. Hal ini
dikarenakan pelaporan tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi yang sesungguhnya terhadap
penggunaan anggaran. Sebagai bagian dari dunia, penerapan standar pelaporan keuangan di Indonesia
diharapkan mampu menghadirkan laporan yang tidak hanya dapat dipahami masyarakat Indonesia, tapi juga
penduduk dunia terutama bagi negara yang berpeluang mengembangkan perekonomiannya di tanah air.
Pembahasan makalah berikut adalah resume dari IPSAS 2 mengenai Laporan Arus Kas dan perbandingannya
dengan Standar yang berlaku di negara kita, sebagai bagian dari perekonomian dunia.
Kata Kunci: IPSAS 2, Laporan Arus Kas, PSAP 3
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
IPSAS, International Public Sector Accounting Standards, adalah standar yang disusun untuk memenuhi
kebutuhan entitas sektor publik. Standar yang disusun oleh International Public Sector Accounting Standards
Board atau IPSASB diadopsi oleh banyak negara di dunia.
Sebagai bagian dari perekonomian dunia, Indonesia memiliki kebutuhan akan standar yang dapat diterima oleh
seluruh negara. Hal ini dikarenakan Indonesia adalah salah satu negara yang banyak dilirik investor dan menjadi
negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Diawali dengan terbitnya Standar
Akuntansi Keuangan pada tahun 1994 oleh Ikatan Akuntan Indonesia, perkembangan standar untuk memenuhi
kebutuhan semakin pesat. Selain standar untuk pencatatan di sektor swasta tersebut, berkembang pula standar
untuk mencatat transaksi perekonomian pada entitas sektor publik, yang dalam hal ini Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
Pada tahun 2002 Menteri Keuangan membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang
bertugas menyusun konsep standar akuntansi pemerintah pusat dan daerah yang tertuang dalam KMK-
308/KMK.012/2002. Diawali dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang
mengamanatkan agar laporan pertanggungjawaban penggunaan APBN/APBD disesuaikan dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan yang disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Sebagai penindaklanjutan peraturan tersebut, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan
Negara kembali mengamanatkan penyusunan laporan pertanggungjawaban pemerintah pusat dan daerah harus
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sehingga, pada akhirnya Pemerintah berlaku Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai
2 | P a g e
penyempurna dari peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 untuk menjadi
pedoman pembuatan laporan keuangan sektor publik di Indonesia.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian Laporan Arus Kas sebagaimana IPSAS II;
2. Mengetahui tujuan dan definisi Laporan Keuangan sebagaimana IPSAS I;
3. Mengetahui komponen Laporan Keuangan Basis Akrual berdasarkan IPSAS I;
4. Membandingkan Laporan Keuangan sebagaimana dalam IPSAS 1 dengan penerapannya di dalam Laporan
Keuangan Pemerintah Indonesia;
5. Sebagai bahan bacaan dan referensi bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap makalah ini.
C. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, Lampiran II PSAP Nomor 3: Laporan Arus Kas;
4. International Public Sector Accounting Standards 2 – Cashflow Statement.
II. PEMBAHASAN
A. INTERNATIONAL PUBLIC SECTOR ACCOUNTING STANDARDS (IPSAS) 2 - CASHFLOW
STATEMENT
1) Tujuan dari Penyusunan Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas adalah bagian dari laporan keuangan yang mengidentifikasi:
a) sumber arus kas masuk,
b) pos-pos yang mengakibatkan pengeluaran (kas keluar) pada periode pelaporan, dan
c) saldo akhir kas pada tanggal pelaporan.
Informasi arus kas suatu entitas dibutuhkan demi tujuan akuntabilitas dan kebutuhan akan pengambilan
keputusan yang tepat. Informasi aliran kas memungkinkan pengguna untuk memastikan bagaimana entitas
sektor publik berusaha meningkatkan jumlah kas yang dibutuhkannya dalam mendanai kegiatannya dan cara
menggunakannya.
Dalam menyusun dan mengevaluasi keputusan pengalokasian sumber daya, seperti kebersinambungannya
kegiatan entitas, pengguna membutuhkan pemahaman tentang waktu dan tingkat kepastian aliran kas. Tujuan
dari penyusunan Standar ini adalah meminta penyediaan informasi mengenai perubahan historis pada kas dan
setara kas dari suatu entitas melalui laporan arus kas yang mengklasifikasikan arus kas selama periode tersebut
dari kegiatan operasi, investasi dan pendanaan.
3 | P a g e
2) Ruang Lingkup
Pelaporan arus kas berdasarkan Standar ini adalah pelaporan berbasis akrual dan wajib disajikan sebagai bagian
tak terpisah dari pelaporan keuangan setiap periodenya.
Informasi tentang arus kas berguna bagi pengguna Laporan Keuangan suatu entitas dalam:
a) menilai arus kas entitas,
b) menilai kepatuhan entitas terhadap peraturan perundang-undangan dan peraturan, dan
c) membuat keputusan tentang apakah akan menyediakan sumber daya atau berinvestasi pada suatu
entitas.
Para pengguna laporan keuangan, secara umum, akan memberikan perhatian terhadap pelaporan arus kas. Hal
ini untuk melihat kemampuan entitas dalam menghasilkan dan menggunakan sumber daya berupa kas dan setara
kas, terlepas dari apakah kas tersebut dipandang sebagai hasil akhir sebagaimana yang terjadi pada lembaga
keuangan publik. Karena bagaimanapun kas dan setara kas akan digunakan dalam pembiayaan konsumsi
ataupun kewajiban suatu entitas. Oleh karena itu, Standar ini mengharuskan seluruh entitas (keuangan publik)
untuk menyusun laporan arus kas, kecuali Badan Usaha Milik Pemerintah yang perlakuannya sesuai
International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan IASB.
3) Manfaat dari Informasi Arus Kas
Informasi tentang arus kas suatu entitas berguna dalam membantu pengguna untuk memprediksi:
a) kebutuhan kas pada masa yang akan datang,
b) kemampuan suatu entitas untuk menghasilkan arus kas di masa depan, dan
c) kemampuannya untuk membiayai perubahan lingkup dan sifat kegiatannya.
Sebuah laporan arus kas juga menjadi alat bagi entitas untuk mengukur akuntabilitas terhadap arus kas masuk
dan arus kas keluar selama periode pelaporan. Historis laporan arus kas juga sering digunakan sebagai indikator
dari jumlah, waktu, dan kepastian arus kas pada masa yang akan datang.
4) Konsep Pencatatan pada Laporan Arus Kas
a) KAS DAN SETARA KAS
Setara kas yang dimaksudkan di sini adalah Setara Kas yang diperuntukkan dalam pemenuhan kebutuhan
kas jangka pendek. Lebih dari itu, maka dianggap sebagai bagian dari aktivitas investasi. Perputaran uang
tunai (Kas menjadi Setara Kas) tidak dianggap bagian dari aktivitas perusahaan (operasi, intestasi, atau
pembiayaan), melainkan bagian dari pengelolaan kas entitas ekonomi (sekelompok entitas pengendali
dan entitas yang dikendalikan dalam pelaporan keuangan).
Jika terdapat perubahan nilai tukar pada investasi berupa Setara Kas, maka perubahan tersebut harus
dinyatakan dalam laporan arus kas dan dipisahkan dari aktivitas operasi, investasi dan pembiayaan.
Arus kas yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing harus dicatat dalam mata uang fungsional
(yang dijadikan acuan) entitas dengan mengkonversi nilai kurs tersebut terhadap mata uang fungsional
pada tanggal terjadinya arus kas. Jika terdapat selisih dari perubahan nilai tukar mata uang asing sebagai
hasil dari entitas yang dikendalikan pihak asing dan belum terealiasasi, maka keuntungan atau kerugian
tersebut tidak termasuk dalam arus kas (Penjelasan lebih lanjut ada pada IPSAS 4).
4 | P a g e
b) TRANSAKSI NON-KAS
Transaksi investasi dan pembiayaan yang tidak membutuhkan penggunaan kas atau setara kas harus
dikeluarkan dari laporan arus kas. Transaksi tersebut harus diungkapkan pada satu bagian dari laporan
keuangan yang menyediakan seluruh informasi yang relevan tentang aktivitas invetasi dan pembiayaan.
Contoh transaksi non-kas adalah:
a. Akuisisi aset melalui pertukaran aset, dengan asumsi berhubungan langsung dengan kewajiban atau
dengan cara sewa; dan
b. konversi utang menjadi ekuitas.
c) BADAN USAHA MILIK PEMERINTAH
Badan Usaha Milik Pemerintah yang dimaksud dalam Standar ini adalah usaha perdagangan barang dan
usaha di bidang jasa seperti, pelayanan di bidang keuangan. Pada dasarnya, badan usaha ini tidak berbeda
dari sektor swasta. Hal ini dikarenakan tujuannya yang berorientasi pada keuntungan meskipun terkadang
dibatasi kewajiban kepada Pemerintah. Kewajiban tersebut dapat berupa penyediaan barang dan jasa
dengan biaya yang diminimalkan atau tanpa biaya sama sekali kepada masyarakat.
d) PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS
Dalam penyajiannya, bagian dalam pelaporan arus kas dikelompokkan dalam penggunaan arus kas untuk
aktivitas operasi, invetasi, dan pembiayaan. Klasifikasi berdasarkan aktivitas memberikan informasi yang
memungkinkan pengguna untuk menilai dampak aktivitas-aktivitas tersebut terhadap posisi keuangan
entitas, dan pada jumlah kas dan Setara Kas yang ada.
AKTIVITAS OPERASI
Jumlah arus kas bersih yang timbul dari aktivitas operasi adalah indikator kunci sejauh mana
operasi suatu entitas yang didanai dari penerimaan pajak (secara langsung dan tidak langsung) atau
dari penerima barang dan jasa yang disediakan oleh entitas.
Arus kas dari aktivitas operasi terutama berasal dari utama kegiatan penghasil kas entitas. Contoh
arus kas dari aktivitas operasi adalah:
a. penerimaankas dari pajak, retribusi, dandenda;
b. penerimaan kas dari biaya penyediaan barang dan jasa;
c. Penerimaan kas dari hibah atau transfer dan alokasi dana dari pemerintah pusat dan entitas
publik lainnya;
d. Penerimaan kas dari royalti, biaya-biaya, komisi, dan pendapatan lainnya;
e. Pengeluaran kas kepada entitas sektor publik lainnya untuk membiayai aktivitas operasi
mereka (tidak termasuk pinjaman);
f. Pengeluaran kas kepada penyedia barang dan jasa;
g. Pengeluaran kas kepada dan atas nama karyawan;
h. Penerimaan dan pengeluaran kas oleh entitas asuransi atas premi dan klaim, anuitas, dan
manfaat polis lainnya;
5 | P a g e
i. Pengeluaran kas lokal atas pajak properti atau pajak penghasilan dalam kaitannya denga
kegiatan operasi;
j. Penerimaan dan pengeluaran kas dari kontrak yang dimiliki untuk diselesaikan atau
diperdagangkan;
k. Penerimaan atau pengeluaran kas dari penghentian operasi; dan
l. Penerimaan atau pengeluaran kas dalam kaitannya dengan penyelesaian suatu perkara.
Beberapa transaksi, seperti penjualan bagian pabrik, dapat menghasilkan keuntungan atau kerugian
yang dapat dimasukkan dalam surplus atau defisit. Arus kas yang berkaitan dengan transaksi
tersebut adalah arus kas dari aktivitas investasi.
Suatu entitas dapat mengelola surat berharga dan pinjaman dengan tujuan transaksi atau
perdagangan, yang dalam hal ini surat berharga dan pinjaman tersebut termasuk barang persediaan
yang secara spesifik akan diperjualbelikan. Oleh karena itu, kenaikan arus kas yang berasal dari
pembelian dan penjualan surat berharga diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi. Demikian pula,
uang muka dan pinjaman yang disediakan oleh lembaga keuangan publik diklasifikasikan sebagai
aktivitas operasi, karena erat kaitannya dengan aktivitas peningkatan kas entitas tersebut.
Suatu Entitas harus melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan salah satu dari
metode berikut:
a. Metode Langsung, dimana klasifikasi utama penerimaan kas bruto dan pengeluaran kas bruto
diungkapkan; atau
b. Metode Tidak Langsung, dimana surplus atau defisit disesuaikan sebagai efek dari transaksi
yang bersifat non-kas, setiap penangguhan atau akrual dari penerimaan dan pengeluaran kas
operasi masa lalu atau masa depan,dan item pendapatan atau beban dihubungkan dengan arus
kas investasi atau pendanaan.
Entitas dianjurkan untuk melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan metode
langsung. Metode Langsung memberikan informasi bahwa (a) kemungkinan arus kas masa depan,
dan (b) yang tidak tersedia dalam penerapan metode tidak langsung. Berdasarkan metode langsung,
informasi tentang kelas-kelas utama penerimaan kas bruto dan pengeluaran kas bruto dapat
diperoleh baik dari:
a. Dari pencatatan akuntansi entitas; atau
b. Dengan menyesuaikan pendapatan operasi, biaya operasional (bunga dan pendapatan sejenis,
beban bunga dan biaya yang sama untuk suatu lembaga keuangan publik), dan item lainnya
dalam laporan kinerja keuangan untuk:
Perubahan selama periode dalam hal persediaan dan piutang usaha dan utang-utang;
item non-kas lainnya; dan
Item lainnya yang efek kas ada pada arus kas investasi atau pembiayaan.
Berdasarkan Metode Tidak Langsung, arus kas bersih dari aktivitas operasi ditentukan dengan
menyesuaikan surplus atau defisit dari aktivitas normal sebagai efek dari:
a. Perubahan selama periode dalam hal persediaan dan piutang usaha dan utang-utang;
6 | P a g e
b. item non-kas seperti penyusutan, penyisihan, pajak yang ditangguhkan, keuntungan dan
kerugian yang belum terealisasi dari mata uang asing, surplus yang tidak dibagikan, dan hak
minoritas; dan
c. Semua barang-barang lainnya yang efek kas ada pada arus kas investasi atau pembiayaan.
AKTIVITAS INVESTASI
Pengungkapan terpisah arus kas yang berasal dari aktivitas investasi adalah penting karena arus kas
ini menunjukkan sejauh mana arus kas keluar telah diupayakan untuk berkontribusi pada potensi
entitas. Hanya arus kas keluar yang menghasilkan aset yang bisa diakui dalam neraca yang layak
diklasifikasikan sebagai aktivitas investasi. Beberapa contoh arus kas yang berasal dari aktivitas
investasi adalah:
a. Pengeluaran kas untuk membeli properti, pabrik, dan peralatan, aset tak berwujud dan jangka
panjang lainnya. Pengeluaran ini termasuk yang berkaitan dengan biaya pengembangan yang
dikapitalisasi serta properti, pabrik, dan peralatan yang dibangun sendiri;
b. Penerimaan kas dari penjualan aset, dan peralatan, aset tak berwujud, dan aset jangka panjang
lainnya.
c. Pengeluaran kas untuk memperoleh ekuitas atau instrumen utang entitas lainnya dan
pembayaran bunga untuk usaha bersama;
d. Penerimaan kas dari penjualan ekuitas atau instrumen utang entitas lainnya dan penerimaan
dari bunga usaha bersama;
e. Uang muka dan pinjaman kepada pihak lain (selain uang muka dan pinjaman yang dibuat oleh
lembaga keuangan publik);
f. Penerimaan kas dari pembayaran uang muka dan pinjaman dibuat untuk pihak lain (selain uang
muka dan pinjaman dari lembaga keuangan publik);
g. Pembayaran kas untuk kontrak berjangka, kontrak penerusan, kontrak pilihan, dan kontrak
pengalihan kecuali jika kontrak diadakan untuk transaksi atau tujuan perdagangan, atau
pengeluaran yang diklasifikasikan sebagai aktivitas pembiayaan; dan
h. Penerimaan kas dari kontrak berjangka, kontrak penerusan, kontrak pilihan, dan kontrak
pengalihan.
AKTIVITAS PENDANAAN
Pengungkapan terpisah kenaikan arus kas yang berasal dari aktivitas pembiayaan adalah penting,
karena berguna dalam memprediksi klaim terhadap arus kas masa depan oleh penyedia modal
entitas. Beberapa contoh kegiatan arus kas yang berasal dari aktivitas pembiayaan adalah:
a. kas dari penerbitan obligasi, pinjaman, wesel, obligasi, hipotik, dan pinjaman jangka panjang
dan jangka pendek lainnya;
b. pengeluaran kas untuk pinjaman; dan
c. pengeluaran kas oleh penyewa untuk mengurangi kewajiban yang berkaitan dengan
kontrak/perjanjian pembiayaan.
7 | P a g e
e) BUNGA DAN DIVIDEN ATAU DISTRIBUSI SEJENIS
Arus kas dari bunga dan dividen atau distribusi sejenis yang diterima dan dibayarkan diungkapkan secara
terpisah. Masing-masing harus diklasifikasikan secara konsisten dari satu periode ke periode lainnya,
baik sebagai aktivitas operasi (karena terkait penetuan surplus atau defisit), aktivitas investasi, maupun
aktivitas pembiayaan (sebagai sumber daya keuangan).
f) PAJAK ATAS SURPLUS BERSIH
Arus kas yang timbul dari pajak atas surplus harus diungkapkan secara terpisah dan harus
diklasifikasikan sebagai arus kas dari aktivitas operasi, kecuali mereka dapat diidentifikasikan secara
khusus sebagai aktivitas pembiayaan dan investasi. Entitas sektor publik umumnya dibebaskan dari pajak
atas surplus bersih. Namun, beberapa entitas sektor publik dapat beroperasi dengan kesetaraan terhadap
pajak, di mana pajak dikenakan dengan cara yang sama seperti pada entitas sektor swasta.
g) INVESTASI DALAM ENTITAS YANG DIKENDALIKAN, ASOSIASI, DAN USAHA BERSAMA
Ketika akuntansi untuk investasi dalam asosiasi atau entitas terkendali dicatat dengan menggunakan
metode ekuitas atau biaya, investor membedakan pelaporan arus kas untuk arus kas antara dirinya dan
investee, misalnya, untuk dividen atau distribusi sejenis dan uang muka.
h) AKUISISI DAN PELEPASAN ENTITAS YANG DIKENDALIKAN BERSAMA DAN UNIT
OPERASI LAINNYA
Arus kas agregat yang timbul dari akuisisi dan pelepasan dari entitas yang dikendalikan atau unit operasi
lainnya harus dinyatakan secara terpisah dan diklasifikasikan sebagai aktivitas investasi.
i) PENGUNGKAPAN LAINNYA
Sebuah entitas harus mengungkapkan, dalam Catatan atas Laporan Keuangan, jumlah kas signifikan dan
saldo setara kas yang dimiliki oleh entitas tapi yang tidak boleh digunakan oleh entitas keuangan.
Ada berbagai situasi di mana kas dan saldo setara yang tersedia tidak dapat digunakan oleh entitas
ekonomi. Sebagai contoh adalah kas dan setara kas yang dimiliki oleh entitas yang dikendalikan pada
suatu Negara dimana kendali pertukarannya atau pembatasan hukum berlaku, ketika saldo tidak dapat
digunakan pada kondisi umum oleh entitas pengendali maupun entitas yang dikendalikan.
Informasi tambahan mungkin relevan bagi pengguna dalam memahami posisi keuangan dan likuiditas
dari suatu entitas. Keterbukaan informasi ini, berikut catatan atas laporan keuangan, dikemukakan dan
dapat termasuk:
a. Jumlah fasilitas pinjaman yang belum ditarik yang tersedia untuk aktivitas operasi pada masa yang
akan datang dan untuk mengatur modal, yang mengindikasikan pembatasan pada penggunaan
fasilitas ini;
b. jumlah agregat penggunaan arus kas dari tiap aktivitas operasi, investasi dan pembiayaan yang
berkaitan dengan hak dalam usaha bersama dilaporkan dengan konsolidasi proporsional; dan
8 | P a g e
c. Jumlah dan sifat saldo kas yang dibatasi penggunaannya.
Dimana alokasi atau otorisasi anggaran disusun dengan kas basis, di sanalah laporan arus kas dapat
membantu pengguna dalam memahami hubungan antara aktivitas atau program entitas dan informasi
penganggaran pemerintah.
j) TANGGAL EFEKTIF
Pada awalnya, penerapan Standar ini harus dilakukan oleh Entitas yang periode pelaporan keuangan
tahunannnya dimulai pada atau setelah 1 Juli 2001. Penggunaan lebih dini dianjurkan dengan
mengungkapkan fakta tersebut pada laporan keuangan tahunan.
Perihal ini kemudian diubah lagi dengan Paragraf 22 pada Improvement of IPSAS pada Januari 2010 dan
Paragraf 25 pada Improvement of IPSAS November 2010 sehingga perubahan terakhir (IPSAS
November 2010), mengharuskan penerapan yang tercantum pada Improvement of IPSAS pada laporan
keuangan tahunan yang periodenya dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012. Penerapan lebih
dini dianjurkan dengan mengungkapkan fakta tersebut pada laporan keuangan tahunan.
B. PENERAPAN IPSAS 2 DI INDONESIA
Salah satu dari tindak lanjut dari adanya kewajiban penyusunan laporan pertanggungjawaban yang sesuai
Standar yang ditetapkan Pemerintah yang pada awal tulisan ini, penyusunan Standar Akuntansi Pemerintahan
sendiri akhirnya dilakukan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) yang dibentuk oleh Menteri
Keuangan. KSAP melakukan penyusunan Standar Akuntansi Pemerintahan atas dasar konsep-konsep yang
berlaku umum dan berlaku secara internasional disesuaikan dengan kondisi yang terjadi di Indonesia.
Standar Akuntansi Pemerintahan sendiri akhirnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun
2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yang terdiri dari 11 Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP), yaitu:
1) PSAP 01 : Penyajian Laporan Keuangan;
2) PSAP 02 : Laporan Realisasi Anggaran;
3) PSAP 03 : Laporan Arus Kas;
4) PSAP 04 : Catatan atas Laporan Keuangan;
5) PSAP 05 : Akuntansi Persediaan;
6) PSAP 06 : Akuntansi Investasi;
7) PSAP 07 : Akuntansi Aset Tetap;
8) PSAP 08 : Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan;
9) PSAP 09 : Akuntansi Kewajiban;
10) PSAP 10 : Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan
Operasi Yang Tidak Dilanjutkan;
11) PSAP 11 : Laporan Keuangan Konsolidasian.
9 | P a g e
PSAP NOMOR 3 SEBAGAI PENERAPAN IPSAS 2
PSAP 3 tentang Laporan Arus Kas adalah bentuk penerapan IPSAS 2 tentang Cash Flow Statement yang
disesuaikan dengan kondisi Pemerintahan di Indonesia. Standar ini berlaku untuk penyusunan laporan arus kas
pemerintah pusat dan daerah, satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat dan daerah, atau organisasi
lainnya jika menurut peraturan perundang-undangan atau menurut standar, satuan organisasi dimaksud wajib
menyusun laporan arus kas, kecuali perusahaan negara/daerah yang diatur tersendiri dalam Standar Akuntansi
Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Entitas pelaporannya adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Satuan organisasi di lingkungan
pemerintah pusat/daerah atau organisasi lainnya yang memiliki fungsi perbendaharaan.
PSAP Nomor 3 mengadopsi hampir seluruh substansi IPSAS 2. Yang berbeda pada PSAP Nomor 3 adalah
PSAP mengklasifikasikan aktivitas menjadi 4 jenis, yaitu:
a) Aktivitas Operasi
Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang menunjukkan kemampuan operasi pemerintah
dalam menghasilkan kas yang cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang
tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar.
b) Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan
Arus kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto
dalam rangka perolehan dan pelepasan sumber daya ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan
mendukung pelayanan pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang.
c) Aktivitas Pembiayaan
Arus kas dari aktivitas pembiayaan mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto sehubungan
dengan pendanaan defisit atau penggunaan surplus anggaran, yang bertujuan untuk memprediksi klaim
pihak lain terhadap arus kas pemerintah dan klaim pemerintah terhadap pihak lain di masa yang akan
datang.
d) Aktivitas Nonanggaran
Arus kas dari aktivitas nonanggaran mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto yang tidak
mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas
nonanggaran antara lain Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) dan kiriman uang. PFK menggambarkan kas yang
berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat Perintah Membayar atau diterima secara tunai untuk
pihak ketiga misalnya potongan Taspen dan Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar
rekening kas umum negara/daerah.
Selain hal tersebut, konsep lain seperti pencatatan dividen, bunga, dan investasi sama dengan yang distandarkan
oleh IPSASB. Hal ini dikarenakan IPSAS 2 dianggap sudah mewakili kebutuhan standar pencatatan arus kas
pada pelaporan keuangan Pemerintah tiap periodenya.
10 | P a g e
III. KESIMPULAN
Seiring berkembangnya sistem pencatatan sektor swasta di dunia, kebutuhan standar pencatatan di sektor publik
juga meningkat. Hal ini dikarenakan tuntutan penyediaan laporan keuangan yang akuntabel dan mudah
dimengerti oleh banyak orang, tidak hanya di negara tersebut tapi juga di seluruh dunia. IPSASB, sebagai
organisasi yang telah dipercaya, menerbitkan IPSAS yang dapat dijadikan panduan bagi Pemerintah negara
manaupun dalam penyusunan standar akuntansi sektor publik yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan negara
pengguna.
Sebagai negara berkembang dengan penduduk yang sangat banyak dan menjadi incaran banyak investor,
Indonesia ikut menggunakan IPSAS sebagai panduan penyusunan sistem akuntansi publik. Bahkan dalam PSAP
Nomor 3 tentang Laporan Arus Kas, Indonesia menerapkan hampir seluruh substansi IPSAS 2 dengan
perbedaan hanya pada klasifikasi aktivitas.
IV. SARAN
Agar sistem akuntansi sektor publik kita dapat dengan mudah dipahami seluruh penduduk dunia, khususnya
Indonesia, tidak mengapa kita mengadopsi Standar yang ditetapkan oleh IPSASB. Karena bagaimanapun,
dengan adanya adopsi Standar yang berlaku umum, konsep dari pencatatan akan lebih mudah dimengerti oleh
siapapun yang menggunakannnya.
Meskipun demikian, memperhatikan kesesuaian pencatatan dengan sistem perekonomian tetap dibutuhkan
mengingat sistem perekonomian negara para pendiri IPSASB adalah berbeda dengan Indonesia. Kesesuaian
tersebut sudah cukup tepat dengan melakukan reklasifikasi aktivitas agar sesuai kebutuhan kita. Diharapkan,
konsistensi tersebut tetap terjaga walaupun telah direvisi sampai kapanpun.
V. REFERENSI
[1] http://www.warsidi.com/2010/07/international-public-sector-accounting.html, diakses 21 November 2014.
[2] International Public Sector Accounting Standards 2 - CashflowStatement. International Public Sector
Accounting Standards Board.