iodometri

17
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK IODOMETRI PEMBAKUAN Na 2 S 2 O 3 Disusun Oleh : Nama : Kurnia Ifah N. W NIM : P07134112064 Kelas : B DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Upload: norma-ayunita

Post on 30-Oct-2015

366 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

iodometri atau iodimetri, titrasi iod

TRANSCRIPT

Page 1: IODOMETRI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK

IODOMETRI PEMBAKUAN Na2S2O3

Disusun Oleh :

Nama : Kurnia Ifah N. W

NIM : P07134112064

Kelas : B

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

2012

Page 2: IODOMETRI

I. Judul

Iodometri Pembakuan Na2S2O3

II. Hari, Tanggal Praktikum

Hari, Tanggal : Senin, 19 November 2012

Tempat : Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Analis Kesehatan

III. Tujuan

A. Mengetahui prinsip-prinsip dasar pembakuan Na2S2O3

B. Mampu melakukan pembakuan Na2S2O3 dengan tepat dan benar

IV. Dasar Teori

Iodometri adalah suatu proses titrasi tak langsung yang melibatkan iod.

Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi

dengan I- (iodine) menghasilkan I2. Senyawa iodine, umumnya KI ditambahkan

secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang dibebaskan

dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3.5H2O. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan

indikator spesifik yaitu amilum.

Dasar reaksi iodometri :

Oksidator (analat) + I- Reduktor + I2

2SO32- + I2 S4O6

2- + 2I-

Tiosulfat Tetrationat

KI merupakan reduktor kuat, I2 yang dibebaskan dititrasi dengan larutan standar

natrium tiosulfat sehingga akan terjadi reaksi:

I2 + 2e 2I-

2S2O32- S4O6

2- + 2e

2S2O3 + I2 S4O6 + 2I-

Page 3: IODOMETRI

Larutan Na2S2O3 dibakukan dengan baku primer, salah satunya dengan

menggunakan K2Cr2O7

Cr2O72- 1 mol = 6 ekivalen

Cr2O72- + 14H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O

2I - I 2 + 2e 3x

Cr2O7 + 14H+ + 6I- 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O

Oranye Hijau

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi iodometri adalah

sebagai berikut:

1. Larutan Na2S2O3 yang digunakan harus netral. Kestabilan larutan natrium

tiosulfat mudah dipengaruhi oleh pH rendah, sinar matahari, dan adanya

bakteri yang memanfaatkan sulfur. Pada pH yang rendah, kestabilan larutan

natrium tiosulfat akan terganggu sebab S2O32- akan mengalami penguraian.

Reaksi penguraian pada S2O32- berjalan lambat, maka kesalahan pada waktu

titrasi tidak perlu dikhawatirkan meskipun larutan yang ditirasi bersifat cukup

asam, asal titrasi dilakukan dengan penambahan titran yang tidak terlalu cepat.

Ketidakstabilan natrium tiosulfat juga dipengaruhi oleh aktivitas bakteri yang

mneyebabkan terjadinya perubahan S2O32- mnejadi SO3-, SO4-, dan S. Untuk

menghindari ketidakstabilan natrium tiosulfat maka pada saat melarutkannya

digunakan larutan Na2CO3.

2. Penambahan KI dilakukan di awal titrasi. Jumlah KI yang ditambahkan harus

berlebih agar semua analit tereduksi, dengan demikian titrasi akan menjadi

akurat. Kelebihan iodide tidak akan mengganggu jalannya titrasi redoks, tetapi

jika titrasi tidak dilakukan dengan segera maka I- dapat teroksidasi oleh udara

menjadi I2. Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisir

terjadinya oksidasi iodide oleh udara bebas yang menyebabakan titrasi

menjadi tidak kuantitatif.

3. Pada awal titrasi setelah penambahan KI, titran dikucurkan dengan cepat dan

labu Erlenmeyer digoyang dengan perlahan untuk meminimalisir luas

permukaan.

4. Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana

hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda/kuning jerami

yang semula adalah coklat tua akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak. Jika

Page 4: IODOMETRI

amilum ditambahkan di awal titrasi, kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat

lambat mengakibatkan banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum sehingga

larutan akan terus berwarna ungu kehitaman. Selain itu iodometri dilakukan

pada media asam kuat sehingga penambahan amilum yang dilakukan di akhir

titrasi akan menghindarkan terjadinya hidrolisis amilum.

5. Setelah penambahan amilum, titran dikucurkan sedikit demi sedikit dan labu

Erlenmeyer digoyang dengan cepat. Bertujuan untuk melepaskan ikatan antara

amilum dan I2.

6. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk

menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukan

konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat

sehingga menghasilkan belerang. Terbentuknya reaksi ini dapat diamati

dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid (tampak keruh

oleh kehadiran S).

Pada titrasi iodometri terdapat banyak kesalahan pada saat titik akhir tercapai dan 

penentuan kadar yang didapat menjadi tidak tepat. Hal ini dikarenakan :

1. Kurangnya ketelitian penitrasi

2. Sifat I2 yang mudah menguap, sehingga sangat tidak stabil

3. Penambahan KI yang tidak tepat (seharusnya jumlah KI harus ekivalen dengan

sampel K2Cr2O7)

4. Pada saat pengenceran sampel, sampel sangat encer sehingga sulit untuk

menentukan titik akhir

5. Suhu kamar

6.  pH

V. Alat dan Bahan

A. Alat

1. Labu Erlenmeyer

2. Labu Erlenmeyer bertutup asah

3. Gelas ukur (5 mL, 10 mL, 20 mL, 200mL)

4. Pengaduk glass

5. Buret

Page 5: IODOMETRI

6. Statif dan klem

7. Pipet volum 25 mL

8. Pipet tetes

9. Gelas beaker

10. Labu ukur 100 mL

11. Tissu

12. Kertas saring

13. Kertas timbang

14. Botol timbang

15. Corong

16. Neraca analitis

17. Neraca teknis

18. Spatula

19. Botol penyemprot

20. Hot plate

B. Bahan

1. Amilum 1%

2. HCl 4 N

3. Na2S2O3 0,1 N

4. Na2CO3

5. NaCl

6. K2Cr2O7 0,1 N

7. KI

8. Akuades

VI. Langkah Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Melipat kertas timbang sesuai bentuk yang dapat digunakan untuk menimbang

3. Membilas semua alat gelas dengan akuades sebanyak tiga kali

4. Pembuatan amilum 1%

a. Menimbang 0,75 gram amilum

b. Menyiapkan NaCl

Page 6: IODOMETRI

c. Menyiapkan 75 mL akuades di dalam gelas ukur (akuades dibagi menjadi

25 mL untuk membuat pasta, 25 mL untuk dididihkan, dan 25mL untuk

membilas pasta)

d. Melarutkan 0,75 amilum di dalam gelas beaker dengan 25 mL akuades

diaduk dengan pengaduk glass hingga berbentuk pasta, dan ditambahkan

NaCl

e. Menuangkan 25mL akuades ke dalam gelas beaker

f. Memanaskan akuades 25mL hingga mendidih di atas hot plate

g. Menambahkan amilum yang berbentuk pasta ke dalam akuades yang

mendidih secara perlahan-lahan sambil terus diaduk

h. Membilas pasta agar terpindahkan seluruhnya ke dalam akuades yang

mendidih dengan menggunakan akuades 25 mL

i. Mengaduk larutan amilum hingga jernih

j. Mengangkat larutan amilum dari hot plate dan membiarkannya agar dingin

baru bisa digunakan.

5. Membuat HCl 4 N

a. Menuangkan HCl 37% dari botol coklat ke dalam gelas kimia, dilakukan

di dalam lemari asam

b. Menuangkan HCl ke dalam gelas ukur melalui corong sejumlah volum

66,3 mL

c. Menuangkan HCl sejumlah volum 66,3 mL tersebut ke dalam labu

Erlenmeyer dan ditambahkan akuades hingga volum 200 mL

d. Menghomogenkan larutan dengan menggoyang akuades

6. Membuat larutan K2Cr2O7

a. Menimbang K2Cr2O7 dengan neraca analitik

b. Melarutkan padatan K2Cr2O7 di dalam botol timbang dengan akuades

c. Menuangkan ke dalam labu ukur 100mL dengan dilewatkan pada batang

pengaduk dan corong , menambahkan akuades hingga tanda tera (meniscus

bawah)

d. Menghomogenkan larutan

7. Membuat larutan Na2CO3

a. Menimbang Na2CO3 menggunakan neraca teknis

b. Melarutkan Na2CO3 di dalam botol timbang dengan akuades, diaduk

dengan gelas pengaduk

Page 7: IODOMETRI

c. Memasukkan ke dalam gelas ukur 200mL melalui corong

8. Membuat larutan Na2S2O3

a. Menimbang Na2S2O3 dengan neraca teknis

b. Melarutkan Na2S2O3 di dalam botol timbang menggunakan akuades yang

telah dinetralkan menggunakan Na2CO3

c. Menuangkan ke dalam labu Erlenmeyer

9. Memipet larutan K2Cr2O7 menggunakan pipet volum 25 mL, memasukkannya

ke dalam labu Erlenmeyer

10. Menuangkan 15mL akuades dari dalam gelas ukur ke dalam labu Erlenmeyer

11. Menuangkan larutan HCl 4 N sejumlah volum 10 mL yang diukur

menggunakan gelas ukur ke dalam labu Erlenmeyer

12. Menghomogenkan larutan dengan menggoyang labu Erlenmeyer

13. Mengambil amilum sejumlah volum 1 mL dengan gelas ukur, diambil dengan

pipet tetes, disiapkan di dekat statif

14. Mengisi buret dengan titran (larutan Na2S2O3)

15. Mencatat volum awal

16. Menimbang KI sejumlah 2 gram menggunakan neraca analitik dan diletakkan

pada botol timbang

17. Menambahkan KI pada larutan natrium tiosulfat yang akan dititrasi dilakukan

dengan cepat dan segera melakukan titrasi

18. Saat awal titrasi titran dikucurkan dengan cepat, labu Erlenmeyer digoyang

dengan sangat pelan untuk meminimalisir luas permukaan

19. Mengamati perubahan warna larutan yang semula coklat tua, dititrasi beberapa

saat warna coklatnya menjadi semakin pudar seperti coklat teh, saat itulah

ditambahkan amilum 1% ke dalam larutan, sehingga larutan berwarna ungu

kehitaman

20. Saat itu titrasi dilakukan dengan titran dikucurkan sedikit demi sedikit namun

labu Erlenmeyer digoyang dengan ritme cepat

21. Titrasi dihentikan saat warna larutan berubah menjadi biru hijau

22. Membaca buret dan mencatat volum akhir titrasi

23. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali

Page 8: IODOMETRI

VII. Hasil

Larutan akhir berwarna biru hijau.

VIII. Pembahasan

A. Pembuatan Amilum 1%

Larutan amilum mudah terurai oleh bakteri, namun proses penguraian

tersebut dapat diperlambat dengan cara sterilisasi, pendinginan, atau

penambahan zat pengawet, salah satunya dengan penambahan NaCl. Amilum

harus dibuat baru (tidak boleh disimpan lebih dari 1 x 24 jam).

Amilum yang diperlukan adalah sebanyak pada titrasi kali ini 0,75 gram

ditimbang dengan neraca teknis. Amilum merupakan indikator spesifik yaitu

indikator yang bereaksi hanya dengan salah satu komponen yang berhubungan

dalam titrasi.

B. Perhitungan HCl

Iodometri dilaksanakan dalam suasana reaksi asam salah satunya

dengan cara penambahan HCl. Penambahan HCl berfungsi sebagai

katalisator dalam reaksi dan untuk membantu KI dalam mengoksidasi iodida

menjadi iod.

HCl 37%

BM = 36,5 BJ = 1,19

V2 = 200 mL N2 = 4N

MHCl =BJ × %×10

BM

=1,19× 37 ×10

36,5

= 12,063 M

NHCl = n x M

= 1 x 12,063

= 12,063

V1 x N1 = V2 x N2

Page 9: IODOMETRI

V1 x 12,063 = 200 x 4

V1 = 66,3 mL

Volum HCl yang diperlukan untuk membuat HCl 4 N adalah 66,3 mL yang

kemudian diencerkan dengan akuades dengan volum 133,7 mL sehingga

diperoleh volum akhir 200 mL.

C. Perhitungan K2Cr2O7

BE = 49

Volum = 100 mL

N =WBE

×1000vol

×n

0,1 =W49

×1000100

×6

W = 0,49

Penimbangan K2Cr2O7

Wbotol timbang = 22,1309 g

Wbotol timbang+K2Cr2O7 = 22,1309 + 0,49

= 22,6209 g

Wditimbang = 22,6714 g

Normalitas K2Cr2O7 sesungguhnya

NK2Cr2O7 =WBE

×1000vol

=0,5405

49×

1000100

= 0,1103 N

D. Perhitungan Na2CO3

Na2CO3 sejumlah 0,2 gram ditimbang menggunakan neraca teknis

kemudian dilarutkan dengan akuades hingga volum 200 mL di dalam gelas

ukur. Larutan ini kemudian digunakan untuk melarutkan natrium tiosulfat.

Maksud penggunaan Na2CO3 adalah untuk membebas asamkan akuades dan

Page 10: IODOMETRI

untuk mengawetkan larutan natrium tiosulfat karena larutan natrium tiosulfat

tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakan belerang akhirnya akan

masuk  ke dalam larutan itu, dan proses metaboliknya akan mengakibatkan

pembentukkan ion sulfit dan sulfat juga belerang koloidal. Belerang ini akan

menyebabkan kekeruhan. Bila timbul kekeruhan larutan harus dibuang.

E. Perhitungan Na2S2O3

Natrium tiosulfat ditimbang menggunakan neraca teknis.

Volum = 200 mL

N = 0,1 N

BM = 248

Perhitungan stoikiometri

N =W

BM×

1000volum

0,1 =W

248×

1000200

W = 4,9 gram

Wbotol timbang = 22,21 g

Wbotol timbang+Na2S2O3 = 22,21 + 4,96

= 27,17 g

Wditimbang = 27,22 g

F. Titrasi Na2S2O3 dengan K2Cr2O7

Titrasi ke 1 2 3

Volum awal (mL) 1,35 10,13 10,11

Volum akhir (mL) 30,23 38,23 38,21

V.pemakaian (mL) 28,88 28,12 28,14

Titrasi ke-1

Page 11: IODOMETRI

mek analit = mek titran

25 x 0,1103 = 28,88 x NNa2S2O3

NNa2S2O3 = 0,0955 N

Titrasi ke-2

mek analit = mek titran

25 x 0,1103 = 28,12 x N

N Na2S2O3 = 0,0981 N

Titrasi ke-3

mek analit = mek titran

25 x 0,1103 = 28,14 x N

N Na2S2O3 = 0,0979 N

Nrata-rata =N 1+N 2+N 3

3

=0,0955+0,0981+0,0979

3

= 0,0972

Nselisih =ǀN 1−Nxǀ+ǀN 2−Nxǀ+ǀN 3−Nxǀ

3

= 0,0017+0,0009+0,0007

3

= 0,0011

BTR =Nselisih

Nx× 1000

=0,00110,0972

×1000

= 11,32 ppt

Page 12: IODOMETRI

IX. Kesimpulan

A. Titik akhir titrasi akhir dicapai pada saat larutan berubah warna menjadi biru-

hijau

B. BTR = 11,32 ppt

Referensi

RA.Day dan A.L Underwood.1994.Analisa Kimia Analitik Kuantitatif penerjemah Drs.R.Soendoro.Jakarta : ErlanggaKhopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik penerjemah A. Saptorahardjo. Jakarta : UIPhttp://www.chem-is-try.org

Yogyakarta, 24 November 2012

Pembimbing, Praktikan,

Kurnia Ifah Nur W. P07134112064