inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya

12
Bonorowo Wetlands 1 (2): 58-69, December 2011 ISSN: 2088-110X | E-ISSN: 2088-2475 DOI: 10.13057/bonorowo/w010202 Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya pengelolaan wilayah pesisir Deli Serdang, Sumatera Utara Inventory of mangrove forest as part of management effort in coastal area of Deli Serdang, North Sumatra SRI SUSANTI NINGSIH, RETNO WIDHIASTUTI , BUDI UTOMO, GUSLIM Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Jl. Civitas Akademika 9, Padang Bulan, Medan Baru, Medan 20155, Sumatera Utara Manuskrip diterima: 14 Desember 2010. Revisi disetujui: 7 Agustus 2011. Abstract. Ningsih SS, Widhiastuti R, Utomo B, Guslim. 2011. Inventory of mangrove forest as part of management effort in coastal area of Deli Serdang, North Sumatra. Bonorowo Wetlands 1: 58-69. The research aims describe and compare the condition and management of the mangroves at Deli Serdang regency. The research aims describe and compare the condition and management of the mangroves at Deli Serdang regency. The research study was conducted in 9 mangrove villages at the coastal region of Deli Serdang regency. The methods used the square line with a line 10 m x 60 m sizes by vertical sea side ways for each village. The seedlings sub size 2 m x 2 m square, the saplings sub size 5 m x 5 m square, and trees level sub sizes 10 m x 10 m. The parameter analysis was important values index, diversities index, profile diagram, the mangrove thickness and salinities. The result, showed that mangrove vegetations was dominated by Avicennia marina (api-api hitam) and followed by Excoecaria agallocha (butabuta) and Avicennia alba (api-api putih). The diversities mangroves of the coastal region Deli Serdang regency are still low. The thickness and the thinness of mangrove forest were found in Paluh Kurau (500 m) and Rugemuk (20 m), respectively. The mangroves villages with the highest canopy wide were in Karang Gading (78,99%), Tanjung Rejo (63,76%), while the lowest one were in Paluh Sibaji (20,58%) and Rugemuk (26,43%). The highest salinity were found at sub districts of Labuhan Deli and Hamparan Perak, while middle salinity at sub district of Percut Sei Tuan, while of district of Pantai Labu the salinity were from low level to middle. Base on the analysis of the vegetation closeness and canopy width, the condition of coastal region of Deli Serdang regency mangroves were destroyed. Keywords: Inventory, mangroves, management, thickness forests, diversities PENDAHULUAN Ekosistem mangrove menduduki lahan pantai zona pasang surut, di laguna, estuaria dan endapan lumpur yang datar. Ekosistem ini bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Kompleks, karena di dalam hutan mangrove dan perairan/tanah di bawahnya habitat berbagai satwa dan biota perairan. Dinamis, karena hutan mangrove dapat terus berkembang serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh. Labil, karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali (Nugroho et al. 1991). Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi kompleks antara sifat fisika dan sifat biologi. Sifat fisik mangrove mampu berperan sebagai penahan ombak serta penahan intrusi dan abrasi air laut. Proses dekomposisi serasah mangrove yang terjadi mampu menunjang kehidupan makhluk hidup di dalamnya (Arief 2003). Hutan mangrove mempunyai ciri khas yakni bentuk- bentuk perakaran yang menjangkar dan bersifat pneumatophore. Adanya perakaran ini menjadikan proses penangkapan partikel debu di tegakan Rhizophora sp. berjalan secara sempurna. Pembentukan sedimen sangat dipengaruhi oleh adanya pasang surut yang membawa partikel-partikel yang diendapkan pada saat surut (Poedjirahajoe 1996). Permasalahan utama pada habitat mangrove bersumber dari berbagai tekanan yang menyebabkan luas hutan mangrove semakin berkurang antara lain oleh kegiatan pemukiman, tambak, ataupun berbagai kegiatan pengusahaan hutan yang tidak bertanggungjawab (Bengen 2000). Pertambahan penduduk terutama di daerah pantai, mengakibatkan adanya perubahan tataguna lahan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan, sehingga hutan mangrove dengan cepat menipis dan rusak di seluruh daerah tropis. Kebutuhan yang seimbang harus dicapai antara memenuhi kebutuhan sekarang untuk pembangunan ekonomi di satu pihak dan konservasi sistem pendukung lingkungan yang diberikan oleh hutan mangrove dilain pihak. Menipisnya hutan mangrove menjadi perhatian serius negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam masalah lingkungan dan ekonomi (Yayasan Mangrove 1993). Ekosistem pesisir yang ditemukan di Kabupaten Deli Serdang berupa vegetasi pantai antara lain jenis mangrove. Di beberapa daerah misalnya Pantai Labu, vegetasi mangrove dijumpai dengan ketebalan cukup tipis (< 25 m), di daerah Percut vegetasi mangrove ditemukan dengan ketebalan sedang (25-100 m) hingga lebat (>100 m) (Bappeda-SU dan PKSPL-IPB 2002).

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya

Bonorowo Wetlands 1 (2): 58-69, December 2011 ISSN: 2088-110X | E-ISSN: 2088-2475DOI: 10.13057/bonorowo/w010202

Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya pengelolaanwilayah pesisir Deli Serdang, Sumatera Utara

Inventory of mangrove forest as part of management effort in coastal area of Deli Serdang,North Sumatra

SRI SUSANTI NINGSIH, RETNO WIDHIASTUTI♥, BUDI UTOMO, GUSLIMSekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Jl. Civitas Akademika 9, Padang Bulan, Medan Baru, Medan 20155, Sumatera Utara

Manuskrip diterima: 14 Desember 2010. Revisi disetujui: 7 Agustus 2011.

Abstract. Ningsih SS, Widhiastuti R, Utomo B, Guslim. 2011. Inventory of mangrove forest as part of management effort in coastal areaof Deli Serdang, North Sumatra. Bonorowo Wetlands 1: 58-69. The research aims describe and compare the condition and managementof the mangroves at Deli Serdang regency. The research aims describe and compare the condition and management of the mangroves atDeli Serdang regency. The research study was conducted in 9 mangrove villages at the coastal region of Deli Serdang regency. Themethods used the square line with a line 10 m x 60 m sizes by vertical sea side ways for each village. The seedlings sub size 2 m x 2 msquare, the saplings sub size 5 m x 5 m square, and trees level sub sizes 10 m x 10 m. The parameter analysis was important valuesindex, diversities index, profile diagram, the mangrove thickness and salinities. The result, showed that mangrove vegetations wasdominated by Avicennia marina (api-api hitam) and followed by Excoecaria agallocha (butabuta) and Avicennia alba (api-api putih).The diversities mangroves of the coastal region Deli Serdang regency are still low. The thickness and the thinness of mangrove forestwere found in Paluh Kurau (500 m) and Rugemuk (20 m), respectively. The mangroves villages with the highest canopy wide were inKarang Gading (78,99%), Tanjung Rejo (63,76%), while the lowest one were in Paluh Sibaji (20,58%) and Rugemuk (26,43%). Thehighest salinity were found at sub districts of Labuhan Deli and Hamparan Perak, while middle salinity at sub district of Percut SeiTuan, while of district of Pantai Labu the salinity were from low level to middle. Base on the analysis of the vegetation closeness andcanopy width, the condition of coastal region of Deli Serdang regency mangroves were destroyed.

Keywords: Inventory, mangroves, management, thickness forests, diversities

PENDAHULUAN

Ekosistem mangrove menduduki lahan pantai zonapasang surut, di laguna, estuaria dan endapan lumpur yangdatar. Ekosistem ini bersifat kompleks dan dinamis, namunlabil. Kompleks, karena di dalam hutan mangrove danperairan/tanah di bawahnya habitat berbagai satwa danbiota perairan. Dinamis, karena hutan mangrove dapat terusberkembang serta mengalami suksesi sesuai denganperubahan tempat tumbuh. Labil, karena mudah sekalirusak dan sulit untuk pulih kembali (Nugroho et al. 1991).

Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsiyang unik dalam lingkungan hidup. Adanya pengaruh lautdan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksikompleks antara sifat fisika dan sifat biologi. Sifat fisikmangrove mampu berperan sebagai penahan ombak sertapenahan intrusi dan abrasi air laut. Proses dekomposisiserasah mangrove yang terjadi mampu menunjangkehidupan makhluk hidup di dalamnya (Arief 2003).

Hutan mangrove mempunyai ciri khas yakni bentuk-bentuk perakaran yang menjangkar dan bersifatpneumatophore. Adanya perakaran ini menjadikan prosespenangkapan partikel debu di tegakan Rhizophora sp.berjalan secara sempurna. Pembentukan sedimen sangatdipengaruhi oleh adanya pasang surut yang membawa

partikel-partikel yang diendapkan pada saat surut(Poedjirahajoe 1996).

Permasalahan utama pada habitat mangrove bersumberdari berbagai tekanan yang menyebabkan luas hutanmangrove semakin berkurang antara lain oleh kegiatanpemukiman, tambak, ataupun berbagai kegiatanpengusahaan hutan yang tidak bertanggungjawab (Bengen2000). Pertambahan penduduk terutama di daerah pantai,mengakibatkan adanya perubahan tataguna lahan danpemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan, sehinggahutan mangrove dengan cepat menipis dan rusak di seluruhdaerah tropis. Kebutuhan yang seimbang harus dicapaiantara memenuhi kebutuhan sekarang untuk pembangunanekonomi di satu pihak dan konservasi sistem pendukunglingkungan yang diberikan oleh hutan mangrove dilainpihak. Menipisnya hutan mangrove menjadi perhatianserius negara berkembang, termasuk Indonesia, dalammasalah lingkungan dan ekonomi (Yayasan Mangrove1993).

Ekosistem pesisir yang ditemukan di Kabupaten DeliSerdang berupa vegetasi pantai antara lain jenis mangrove.Di beberapa daerah misalnya Pantai Labu, vegetasimangrove dijumpai dengan ketebalan cukup tipis (< 25 m),di daerah Percut vegetasi mangrove ditemukan denganketebalan sedang (25-100 m) hingga lebat (>100 m)(Bappeda-SU dan PKSPL-IPB 2002).

Page 2: Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya

NINGSIH et al. – Inventarisasi hutan mangrove Deli Serdang 59

Pengawasan dan pelestarian hutan mangrove di pesisirKabupaten Deli Serdang, memerlukan pendataan terutamapada wilayah-wilayah yang rentan terhadap tekanan secaraberkelanjutan serta perlu sosialisasi dan penegakan hukumberkaitan dengan pelestariannya. Oleh karena itu perludilakukan penelitian pada wilayah-wilayah yang mewakiliuntuk menggambarkan kondisi saat ini.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan danmembandingkan kondisi hutan mangrove di wilayah pesisirKabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara sertamenginformasikan strategi pengelolaan hutan mangrovetersebut.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat panelitianLokasi penelitian adalah sembilan desa yang memiliki

hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten DeliSerdang, Sumatera Utara (Tabel 1, Gambar 1). Pelaksanaandimulai pada bulan Juni-November 2007.

Teknik pengumpulan dataPenelitian dilakukan dengan menggunakan metode

kombinasi antara metode jalur dengan metode garisberpetak (jalur berpetak) (Kusmana 1997). Kawasan hutanmangrove yang diteliti dibuat satu jalur dengan lebar 10 mdan panjang 60 m sebagai sampel, jalur dibuat dengan arahtegak lurus tepi laut dengan dibuat sub-petak ukur denganukuran 2 m x 2 m untuk semai, 5 m x 5 m untuk tingkatpancang (tinggi > 1,5m-diameter batang < 10 cm), untuktingkat pohon (diameter ≥ 10 cm) ukuran petak 10 m x 10m.

Penelitian dilakukan di sembilan desa di wilayah pesisirKabupaten Deli Serdang yang memiliki hutan mangrove.Setiap desa penelitian dibuat jalur dengan lebar 10 m x 60m dengan arah tegak lurus tepi laut. Jalur seluas 600 m2

tersebut dibagi 6 petak dan pada setiap petak dibuat subpetak dengan ukuran 2m x 2m untuk tingkat semai, 5m x5m untuk tingkat pancang, 10m x 10m untuk tingkatpohon. Selanjutnya dilakukan identifikasi jenis vegetasidengan menggunakan buku kunci determinasi tumbuhan,dengan menggunakan jasa teknisi dari dinas kehutanantingkat II kabupaten Deli Serdang dan dari jasa ketuakelompok tani hutan mangrove terutama dalam penamaannama lokal dari jenis yang ditemukan. Identifikasidilakukan pada tumbuhan yang ditemui yaitu: (i) tingkatsemai, adalah permudaan dari mulai kecambah hinggatinggi 1,5 m. (ii) tingkat pancang, adalah permudaandengan tinggi >1,5 m dan diameter batang <10 cm. (iii)tingkat pohon, adalah tumbuhan berkayu yang memilikidiameter batang ≥10 cm.

Tingkat semai dicatat nama daerah dan nama ilmiahdengan menggunakan buku acuan Kitamura et al. (1997),Kusmana et al. (2003) lalu dihitung jumlah individu. Untuktingkat pancang dan pohon dicatat nama ilmiah dan namadaerah, dihitung jumlah individu, diukur tinggi dandiameter batang dari setiap individu. Data yang diperolehdianalisis untuk memperoleh gambaran kondisi vegetasihutan mangrove pada petak-petak penelitian.

Pengukuran salinitas dilakukan pada sampel tanahyang berada 500 m di belakang sampel hutan mangroveyang dianalisis, pada kedalaman 30 cm di tiga titik. Jarakdari titik yang satu ke titik yang lain 100 m. Kemudiantanah dari ketiga titik tadi dicampur menjadi satu(komposit) lalu dianalisis untuk mengetahui kadar Nadalam tanah di laboratorium ilmu tanah Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara, Medan.

Analisis dataAnalisis vegetasi dilakukan untuk mempelajari

komposisi jenis dan struktur vegetasi dalam ekosistem(Kusmana 1997). Beberapa data diperoleh dari lapangandikumpulkan dan dihitung untuk menyatakan beberapavariabel antara lain:

Dominansi, Indeks Nilai Penting (INP) digunakanuntuk menentukan dominansi dari suatu jenis vegetasi.Indeks Nilai Penting didapat dari perhitungan sebagaiberikut:

Untuk tingkat semai dan pancang, INP = KR + FRUntuk tingkat pohon, INP = KR + FR + DR

Keterangan:KR = kerapatan relatifFR = frekuensi relatifDR = dominasi relatif

Kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominasi relatifdapat dihitung sebagai berikut:

Kerapatan suatu jenis (K),

Kerapatan Relatif (KR) suatu jenis,

Frekuensi (F) suatu jenis,

Frekuensi Relatif (FR) suatu jenis,

Dominasi (D) suatu jenis,

Dominasi Relatif (DR) suatu jenis,

Page 3: Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya

Bonorowo Wetlands 1 (2): 58-69, December 201160

Indeks keanekaragaman (H′), dihitung denganmenggunakan Indeks Shannon Wienner:

H′ = Indeks Shannon Wiennerpi = Kelimpahan relatif dari spesies ke-i

= (ni/N)ni = jumlah individu suatu jenis ke-iN = jumlah total untuk semua individu

Menurut Barbour et al. (1987) menyatakan bahwa nilaiH1 dengan kriteria 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolongsedang dan >3 tergolong tinggi.

Diagram profil yaitu profil secara vertikal danhorizontal, dari sampel yang berukuran 10 m x 60 m yangselanjutnya digambarkan pada kertas milimeter. Kemudiandihitung luas penutupan tajuk masing-masing sampeldengan menggunakan software komputer (autocad).

Ketebalan mangrove, diukur mulai dari surut terendahsampai pasang tertinggi dari bibir pantai.

Salinitas, Pengukuran salinitas diambil dari sampeltanah yang berada pada 500 m di belakang sampel hutanmangrove yang dianalisis untuk mengetahui pengaruhhutan mangrove dalam menghambat intrusi air laut.mangrove yang dianalisis untuk mengetahui pengaruhhutan mangrove dalam menghambat intrusi air laut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerapatan vegetasi mangroveDi Karang Gading (Kecamatan Labuhan Deli)

kerapatan di tingkat pancang 2133 pohon/ha. Tanjung Rejokerapatan di tingkat pancang 2183 pohon/ha. Di Sei Tuan(Kecamatan Pantai Labu) kerapatan di tingkat pancang1633 pohon/ha, sedangkan Bagan Serdang (KecamatanPantai Labu) kerapatannya 1233 pohon/ha dan Paluh Kurau(Kecamatan Hamparan Perak) kerapatan pohon di tingkatpancang adalah 1163 pohon/ha.

Gambar 1. Lokasi penelitian pada sembilan desa di pesisir pantai Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. 1. Karang Gading (Kec.Labuhan Deli), 2. Paluh Kurau (Kec. Hamparan Perak), 3. Tanjung Rejo (Kec. Percut Sei Tuan), 4. Percut (Kec. Percut Sei Tuan), 5. SeiTuan (Kec. Pantai Labu), 6. Bagan Serdang (Kec. Pantai Labu), 7. Rugemuk (Kec. Pantai Labu), 8. Paluh Sibaji (Kec. Pantai Labu), 9.Denai Kuala (Kec. Pantai Labu)

1

6

2

3

8

4

7

5

9

Page 4: Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya

NINGSIH et al. – Inventarisasi hutan mangrove Deli Serdang 61

Tabel 1. Kerapatan individu/ha vegetasi hutan mangrove yangditemui pada plot penelitian pada setiap desa yang dikaji untuktingkat semai, pancang dan pohon di pesisir Kabupaten DeliSerdang, Sumatera Utara

Lokasi Kerapatan (pohon/ha)Kecamatan Desa S P Ph* Kriteria

Hamparan Perak Paluh Kurau 550 1163 400 RusakLabuhan Deli Karang Gading - 2133 - RusakPantai Labu Sei Tuan - 1633 600 RusakPantai Labu Paluh Sibaji - 100 584 RusakPantai Labu Denai Kuala 1417 617 517 RusakPantai Labu Rugemuk 583 950 450 RusakPantai Labu Bagan Serdang 1967 1233 183 RusakPercut Sei Tuan Tanjung Rejo - 2183 567 RusakPercut Sei Tuan Percut 667 300 267 RusakKeterangan: Ph* = urutan dimulai berdasarkan jumlah pohonterbanyak

Tabel 2. Kriteria baku kerusakan mangrove

Kriteria Penutupan (%) Kerapatan(pohon/ha)

Baik (Sangat Padat) >70 >1500Rusak (Sedang) >50-<70 >1000-<1500Jarang <50 <1000Keterangan: Sumber Kementerian Lingkungan Hidup 2004.

Ditingkat semai kerapatan pohon tertinggi terdapat diBagan Serdang (Kecamatan Pantai Labu) yaitu 1967pohon/ha, lalu berturut turut di Denai Kuala (KecamatanPantai Labu) 1417 pohon/ha, Percut (Kecamatan Percut SeiTuan) 667 pohon/ha, Rugemuk (Kecamatan Pantai Labu)583 pohon/ha dan Paluh Kurau (Kecamatan HamparanPerak) 550 pohon/ha.

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2004), suatukawasan hutan mangrove tingkat kerusakannya dapatdiketahui dari luas penutupan tajuk dan kerapatanpohon/ha, seperti pada Tabel 2 dapat diketahui apakahhutan tersebut sudah mengalami kerusakan atau tidak.

DominansiPenentuan jenis pohon dominan dilakukan dengan

menggunakan indeks nilai penting. Indeks Nilai Penting(INP) beberapa jenis tumbuhan yang ditemui pada plotpenelitian pada setiap desa yang dikaji untuk tingkat semai,pancang, dan tingkat pohon dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan bahwa padatingkat pohon A. marina merupakan jenis yang dominan dienam desa kajian (Denai Kuala, Rugemuk, Sei Tuan,Bagan Serdang, Percut dan Tanjung Rejo), pada dua desalainnya yaitu pada Paluh Sibaji yang mendominasi adalahjenis E. agallocha dan pada Paluh Kurau yangmendominasi yaitu A. alba., sedangkan pada satu desa lagiyaitu Karang Gading tidak ditemukan jenis vegetasi padatingkat pohon.

Jenis vegetasi A. marina mempunyai INP tertinggi padatingkat pohon ditemukan pada Bagan Serdang (INP 300%).Kemudian diikuti Rugemuk (INP 273,41%), Tanjung Rejo(INP 223,98%), Sei Tuan (INP 148,26%), Percut (INP

125,37% ) dan Denai Kuala (INP 122,79%). Paluh Sibajijenis vegetasi yang mempunyai INP tertinggi di tingkatpohon adalah E. agallocha (INP 188,30%) dan PaluhKurau jenis vegetasi dengan INP tertinggi di tingkat pohondimiliki oleh A. alba (INP 169,81%). Karang Gading tidakditemukan jenis vegetasi di tingkat pohon.

Tingkat pancang, jenis yang mendominasi di BaganSerdang, Rugemuk, Paluh Kurau, Sei Tuan, Percut danTanjung Rejo adalah jenis A. marina dengan INP berturut-turut 200%, 162,38%, 150,62%, 123,86%, 74,63%, dan54,28%. Denai Kuala di tingkat pancang yangmendominasi adalah A. alba (INP 99,41%), Paluh Sibajiyang mendominasi adalah X. granatum (INP 99,25%) danKarang Gading yang mendominasi adalah B. cylindrica(INP 48,24%).

Di tingkat semai, jenis yang dominan adalah Rugemuk,Bagan Serdang dan Percut adalah A. marina dengan INPmasing-masing 200%. Denai Kuala jenis vegetasi yangdominan di tingkat semai adalah A. ilicifolius (INP74,86%), diikuti A. alba (INP 69,63%) dan A. marina (INP55,51%). Paluh Kurau yang mendominasi di tingkat semaiadalah jenis A. alba (INP 156,91%) diikuti oleh A. marina(INP 43,10%), sedangkan Paluh Sibaji, Sei Tuan, TanjungRejo dan Karang Gading tidak ditemukan jenis vegetasi ditingkat semai.

Bagan Serdang jenis vegetasi yang mempunyai INPtertinggi pada tingkat semai, pancang dan pohon adalahjenis A. marina. dimana pada tingkat semai (INP 200%),pada tingkat pancang (INP 200%) dan pada tingkat pohon(INP 300%). Rugemuk, jenis vegetasi yang tertinggi ditingkat semai, pancang dan pohon adalah A. marina ditingkat semai (INP 200%), di tingkat pancang (INP162,38%) dan di tingkat pohon (INP 273,41%). Percutjenis vegetasi yang mempunyai INP di tingkat semai,pancang dan pohon adalah A. marina dimana di tingkatsemai (INP 200%), di tingkat pancang (INP 74,63%) dan ditingkat pohon (INP 125,37%). Paluh Kurau jenis vegetasiyang mencapai INP tertinggi pada tingkat semai adalah A.alba (INP 156,91%) diikuti dengan A. marina (INP43,10%.) Di tingkat pancang INP yang tertinggi adalah A.marina (INP 150,62%) diikuti dengan A. alba (INP49,38%), tetapi di tingkat pohon INP yang tertinggi adalahA. alba (INP 169,81%) diikuti dengan A. marina (INP130,19%).

Denai Kuala jenis vegetasi yang mempunyai INPtertinggi pada tingkat semai A. alba (INP 69,63%) diikutioleh A. marina (INP 55,51%). Di tingkat pancang jenisvegetasi yang mempunyai INP tertinggi masih jenis A. alba(INP 99,41%), diikuti oleh A. marina (INP 71,75%), tetapipada tingkat pohon jenis vegetasi yang mencapai INPtertinggi terdapat pada A. marina (INP 122,79%) diikutioleh A. alba (INP 103,54%). Paluh Sibaji jenis vegetasiyang mempunyai INP tertinggi pada tingkat pancangadalah X. granatum (INP 99,25%) diikuti oleh E. agallocha(INP 58,67%), tetapi di tingkat pohon jenis vegetasi yangmemiliki INP tertinggi adalah E. agallocha (INP 188,30%)diikuti oleh R. apiculata (INP 58,86%), B. sexangula (INP15,18%), A. marina (INP 13,55%). Pada tingkat semaitidak ditemukan jenis vegetasi.

Page 5: Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya

Bonorowo Wetlands 1 (2): 58-69, December 201162

Tabel 3. Indeks Nilai Penting beberapa jenis tumbuhan yang ditemui pada plot penelitian pada setiap desa yang dikaji untuk tingkatsemai, pancang dan pohon di pesisir Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara

LokasiJenis vegetasi

INP (%)Kecamatan Desa S No* P No* Ph No*

Pantai Labu Denai Kuala Avicennia marinaAvicennia albaExcoecaria agallochaThespesia populneaCemara sumatranaAcanthus ilicifolius

55.5169.63

---

74.86

54---3

71.7599.4128.84

---

96

24---

122.79103.5441.1021.4811.06

-

910162329-

Paluh Sibaji Excoecaria agallochaXylocarpus granatumRhizophora apiculata4. Avicennia marinaLumnitzera racemosaBruguiera sexangula

------

------

58.6799.25

---

45.03

137---

20

188.3012.0658.8613.5512.0615.18

42713262825

Rugemuk Avicennia marinaExcoecaria agallochaRhizophora apiculata

200--

1--

162.38-

37.70

223-

273.4126.59

-

220-

Sei Tuan Avicennia marinaAvicennia albaExcoecaria agallochaSonneratia albaRhizophora apiculata

-----

-----

123.86112.6390.1827.1753.83

458

2516

148.2659.3232.7934.0923.52

612191822

Bagan Serdang Avicennia marina 200 1 200 1 300.00 1

Percut Sei Tuan Percut Avicennia marinaBruguiera sexangulaExcoecaria agallochaLumnitzera racemosaRhizophora apiculataAvicennia albaBruguiera cylindricaNypa fruticans

200-------

1-------

74.637.67

-72.6117.0211.719.696.66

932-

1028303134

125.3746.1972.2637.5018.66

---

815111724---

Tanjung Rejo Avicennia marinaExcoecaria agallochaSonneratia albaBruguiera cylindricaBruguiera sexangulaLumnitzera racemosa

------

------

54.2842.605.96

58.0149.0924.32

152132141826

223.9850.0925.92

---

31421---

Hamparan Perak Paluh Kurau Avicennia marinaAvicennia alba

43.10156.91

62

150.6249.38

317

130.19169.81

75

Labuhan Deli Karang Gading Bruguiera cylindricaBruguiera sexangulaExcoecaria agallochaLumnitzera racemosaRhizophora apiculataSonneratia alba

------

------

48.2440.6522.2516.8364.046.98

192227291231

------

------

Keterangan*: No urut INP dimulai dari nilai INP terbesar. S: semai, P: pancang, Ph: pohon

Sei Tuan jenis vegetasi yang mempunyai INP tertingggipada tingkat pancang adalah A. marina (INP 123,86%)diikuti oleh A. alba (INP 112,63%), E. agallocha (INP90,18%), R. apiculata (INP 53,83%) dan S. alba (INP27,17%). Tingkat pohon jenis vegetasi yang memiliki INPtertinggi masih tetap A. marina (INP 148,26%) diikuti olehA. alba (INP 59,32%), S. alba (INP 34.09%), adalah E.agallocha (INP 32,79%) dan R. apiculata (INP 23,52%).Di tingkat semai tidak ditemukan jenis vegetasi.

Tanjung Rejo jenis vegetasi di tingkat pancang yangmemiliki INP tertinggi adalah B. cylindrica (INP 58,01%)diikuti oleh A. marina (INP 54,28%), B. sexangula (INP49,09%), E. agallocha (INP 42,60%), L. racemosa (INP24,32%) dan S. alba (INP 5,96%). Di tingkat pohon jenisvegetasi yang memiliki INP tertinggi adalah A. marina(INP 223,98%), lalu E. agallocha (INP 50,09%), S. alba(INP 25,92%). Di tingkat semai tidak ditemukan jenisvegetasi.

Page 6: Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya

NINGSIH et al. – Inventarisasi hutan mangrove Deli Serdang, Sumatera Utara 63

Karang Gading jenis vegetasi di tingkat pancang denganINP tertinggi adalah B. cylindrica (INP 48,24%) diikuti B.sexangula (INP 40,65%), R. apiculata (INP 64,04%), E.agallocha (INP 22,25%), L. racemosai (INP 16,83%) danS. alba (INP 6,98%). Di tingkat pohon dan semai tidakditemukan jenis vegetasi.

Indeks keanekaragaman mangroveHasil perhitungan indeks keanekaragaman yang ditemui

di seluruh plot penelitian selengkapnya dapat dilihat padaTabel 4. Tabel 4 diketahui bahwa H1 pada tingkat semaiberkisar antara 0-0,7238, pada tingkat pancang H1 berkisarantara 0-0,6930 dan pada tingkat pohon H1 berkisar antara0-0,6876. ini menunjukkan bahwa keanekaragaman jenismangrove di tingkat semai, pancang dan pohon adalahrendah. Barbour et al. (1987 )menyatakan nilaikeanekaragaman antara 0-2 tergolong rendah, 2-3tergolong sedang dan keanekaragaman >3 tergolong tinggi.

Keanekaragaman jenis di seluruh lokasi penelitianberkisar antara 0-0,7238 (tergolong rendah), di mana padatingkat semai keanekaragaman jenis tertinggi dijumpaipada Denai Kuala (Kecamatan Pantai Labu) dengan nilaikeanekaragaman (H1 = 0. 7238) dan terendah di Rugemuk,Bagan Serdang (Kecamatan Pantai Labu) dan Percut(Kecamatan Percut Sei Tuan) (H1=0).

Tingkat pancang nilai keanekaragaman tertinggi (H1=0.6930) dijumpai pada Paluh Sibaji (Kecamatan PantaiLabu) dan nilai keanekaragaman terendah di BaganSerdang (Kecamatan Pantai Labu) (H1 = 0), sedangkan ditingkat pohon keanekaragaman tertinggi di Paluh Kurau(Kecamatan Hamparan Perak) (H1 = 0.6876) dan terendahdi Bagan Serdang (Kecamatan Pantai Labu) (H1 = 0).

Diagram profilGambar profil vegetasi hutan mangrove secara vertikal

dan horizontal menurut kaedah-kaedah yang diutarakanoleh Mueller-Dombois (1974). Berdasarkan pengamatanpada jalur-jalur berukuran 10 m x 60 m yang mewakilikondisi rata-rata di desa kajian hutan mangrove dibuatdiagram profil untuk menggambarkan kondisi vegetasisecara vertikal dan horizontal pada setiap jalur (gambartidak ditunjukkan; ringkasan gambar ditunjukkan padaTabel 5).

Tabel 5 menunjukkan bahwa luas penutupan tajuktertinggi dan celah terendah dijumpai di Karang Gading(Kecamatan Labuhan Deli) yaitu sebesar 78,99%. Hal inimenunjukkan tingkat kepadatan populasi tergolong padatdan baik, kemudian diikuti oleh Tanjung Rejo (KecamatanPercut Sei Tuan) yang tergolong pada kepadatan populasisedang 63,76%, tetapi sebaliknya pada Paluh Sibaji(Kecamatan Pantai Labu) dijumpai persen penutupan tajukterendah yaitu sebesar 20,58% yang artinya keterbukaancelah sebesar 79,42%, ini menunjukkan bahwapertumbuhan populasi sangat jarang dan tergolong burukdan penutupan tajuk terendah kedua adalah Rugemuk jugapada Kecamatan yang sama yaitu sebesar 26,43% denganketerbukaan celah sebesar 73,57%. Sesuai dengan kriteriabaku kerusakan mangrove yang dikemukakan oleh KLH(2004) bahwa luas penutupan tajuk > 70% berarti populasisangat padat, luas penutupan tajuk >50%-< 70% berarti

kepadatan populasi sedang dan luas penutupan tajuk < 50%berarti kepadatan populasi tergolong jarang.

Ketebalan mangroveUntuk Pantai Timur Sumatera selisih pasang tertinggi

dengan surut terendah adalah 2,5 m (Bappeda-SU danPKSPL-IPB 2002). Berdasarkan undang-undang RI No. 41tahun 1999 tentang Kehutanan, dalam pasal 50 di tentukanbahwa ketebalan mangrove 130 x selisih pasang tertinggidan surut terendah, dalam hal ini diperoleh nilai 325 m.

Tabel 6 dapat diketahui bahwa ketebalan mangrovetertinggi dijumpai di Paluh Kurau Kecamatan HamparanPerak (500 m) dan Tanjung Rejo Kecamatan Percut SeiTuan (347 m), tetapi di Rugemuk Kecamatan Pantai Labuketebalan mangrove mempunyai nilai terendah (20 m).Regemuk, Denai Kuala, Paluh Sibaji, Sei Tuan dan BaganSerdang (Kecamatan Pantai Labu) ketebalan mangrovetergolong tipis, Percut (Kecamatan Percut Sei Tuan) danKarang Gading (Kecamatan Labuhan Deli) ketebalanmangrove tergolong sedang.

Tabel 4. Indeks keanekaragaman pada plot penelitian pada setiapdesa yang dikaji untuk tingkat semai, pancang dan pohon dipesisir Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara

Lokasi H’Kecamatan Desa S P Ph

Pantai Labu Denai KualaPaluh SibajiRugemukSei TuanBagan Serdang

0.7238----

0.66970.69300.05900.6740

-

0.66400.38080.07920.5929

-

Percut Sei Tuan PercutTanjung Rejo

-0.1973

0.64730.6659

0.65080.3959

Hamparan Perak Paluh Kurau - 0.4306 0.6876

Labuhan Deli Karang Gading - 0.6430 -Keterangan: S = Semai, P =Pancang, Ph = Pohon

Tabel 5. Rekapitulasi luas penutupan tajuk dan celah di pesisirKabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara

LokasiNo.urutLPT

Luas penutupantajuk Luas celah

m2 % m2 %Pantai LabuDenai KualaPaluh SibajiRugemukSei TuanBagan Serdang

69834

331,02123,50158,59357,50355,60

55,1720,5826,4359,5859,27

268,98476,50441,41242,50244,40

44,8379,4273,5740,4240,73

Percut Sei TuanPercutTanjung Rejo

52

331,02382,58

55,1763,76

268,98217,42

44,8336,24

Hamparan PerakPaluh Kurau 7 307,6 51,24 292,54 48,76

Labuhan DeliKarang Gading 1 473,93 78,99 126,07 21,01

Keterangan: LPT: Luas Penutupan Tajuk

Page 7: Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya

Bonorowo Wetlands 1 (2): 51-57, December 201164

Menurut kriteria yang dikemukakan oleh Bappeda-SUdan PKSPL-IPB (2002) ada dua desa yang mangrovetebalyaitu Paluh Kurau (Kecamatan Hamparan Perak) danTanjung Rejo (Kecamatan Percut Sei Tuan), dua desa yangketebalan mangrove sedang yaitu Percut (KecamatanPercut Sei Tuan) dan Karang Gading (Kecamatan LabuhanDeli), lima desa yang ketebalan mangrovenya tipis yaituBagan Serdang, Denai Kuala, Paluh Sibaji, a Sei Tuan danRugemuk (Kecamatan Pantai Labu Hampir semua desamangrove di Kabupaten Deli Serdang tidak memilikiketebalan yang mencukupi.

SalinitasMenurut Hakim et al. (1986) kriteria salinitas sebagai

berikut: 100-250 (rendah), 250-750 (sedang), 750-2250(tinggi), > 2250 (sangat tinggi). Analisa kadar Nadalam tanah pada lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel7. Kadar Na dalam tanah pada Denai Kuala, Rugemuk, SeiTuan, Bagan Serdang tergolong rendah dan kadar Nadalam tanah pada Paluh Sibaji, Percut, Tanjung Rejotergolong sedang, sementara pada Paluh Kurau dan KarangGading kadar Na dalam tanah tergolong tinggi. Dari Tabel7 diketahui bahwa salinitas dalam tanah tidak hanyaditentukan oleh ketebalan mangrove, tetapi dipengaruhifaktor lain misalnya jenis tanah, kerapatan vegetasi danlain-lain.

Nilai kerapatan (pohon/ha) pada Tabel 6 menunjukkanbahwa kerapatan pohon/ha tertinggi adalah 600 pohon/hayang ditemui di Sei Tuan. Kerapatan pohon menggambar-kan kerapatan tajuk suatu kawasan hutan dan celah yangterbentuk. Semakin meningkat kerapatan pohon semakintinggi tingkat penutupan tajuk di suatu kawasan hutan dansemakin sedikit celah yang terbentuk sehingga lantai hutansemakin tertutup oleh tajuk pohon. Semakin baik kondisihutan berarti penutupan tajuk hutannya juga semakin rapatdan lantai hutan semakin tertutup. Hal ini akanmengakibatkan terbentuknya iklim mikro di dalam hutanyang relatif baik sehingga memperkecil tumbuhnyavegetasi luar yang berkembang di hutan mangrove tersebutsehingga kelestarian vegetasi mangrove bisa tumbuhdengan stabil.

Vegetasi di tingkat semai menunjukkan kepadatan yangjarang hingga padat di mana pada Bagan Serdang(Kecamatan Pantai Labu) kepadatan tanaman tergolongpadat dan pada Denai Kuala (Kecamatan Pantai Labu)kepadatannya sedang, akan tetapi di Rugemuk, PaluhKurau, Percut kepadatan di tingkat semai tergolong jarangdan ada empat desa yang tidak dijumpai adanya vegetasimangrove di tingkat semai yaitu Paluh Sibaji, Sei Tuan(Kecamatan Pantai Labu), Tanjung Rejo (KecamatanPercut Sei Tuan) dan Karang Gading (Kecamatan LabuhanDeli). Rendahnya jumlah individu di tingkat semaiberkaitan dengan nilai kerapatan yang rendah pada tingkatdewasa atau pohon yang merupakan sumber tumbuhanpenghasil biji sebagai calon kecambah dan juga karenakondisi lingkungan yang terganggu akibat dari besarnyacelah yang terbentuk akibat penutupan tajuk yang rendahsehingga intensitas cahaya matahari yang masuk ke lantaihutan semakin tinggi yang dapat menekan pertumbuhansemai dan kemungkinan juga disebabkan oleh arus laut

yang dapat membawa biji ke daerah lain.Kerapatan dari tingkat pancang ke tingkat pohon terjadi

penurunan hampir di seluruh desa yang diamati kecuali diPaluh Sibaji (Kecamatan Pantai Labu) nilai kerapatan lebihtinggi di tingkat pohon daripada di tingkat pancang.Adanya penurunan kerapatan vegetasi dari tingkat pancangke tingkat pohon kemungkinan disebabkan berbagai faktorantara lain terjadi penebangan secara liar oleh masyarakatsetempat atau yang dilakukan oleh pengusaha-pengusahatambak, seperti yang dikemukakan oleh LPPM-USU(2005) bahwa mangrove ditebang secara liar tanpa adatebang pilih untuk dijadikan kayu bakar atau dijual.

Tabel 6. Ketebalan mangrove di pesisir Kabupaten Deli Serdang,Sumatera Utara

Lokasi Ketebalanmangrove Kriteria*

Kecamatan Desa

Pantai Labu Denai KualaPaluh SibajiRugemukSei TuanBagan Serdang

94902075

100

TipisTipisTipisTipisTipis

Percut Sei Tuan PercutTanjung Rejo

215347

SedangTebal

HamparanPerak

Paluh Kurau 500 Tebal

Labuhan Deli Karang Gading 236 Sedang

Keterangan: Selisih pasang tertinggi dengan surut terendah: 325m. *: Kriteria menurut Bappeda-SU dan PKSPL-IPB (2002)

Tabel 7. Kadar Na dalam tanah pada daerah penelitian di pesisirKabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara

Lokasi Nappm Ko Ke

m JK

P PhPantai LabuDenai KualaPaluh SibajiRugemukSei TuanBagan Serdang

207360214187214

KSS

KSKSS

94902075

100

LLLLL

61710095016331233

517584450600183

Percut Sei TuanPercutTanjung Rejo

393393

TT

215347

LL

3002183

267567

Hamparan PerakPaluh Kurau 1605 T 500 P 1163 400

Labuhan DeliKarang Gading 1770 S 236 P 2133 -

Keterangan: Na ppm: Kadar Na dalam tanah (satuan ppm), Ko:Kondisi di belakang Mangrove, KS: Tanaman kelapa sawit, S:Sawah, T: Tambak, Ke m: Ketebalan mangrove (satuan m), J:Jenis substrat, L: Lumpur, P: Pasir, K: Kerapatan pohon (satuanpohon/ha), P: Pancang, Ph: Pohon

Page 8: Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya

NINGSIH et al. – Inventarisasi hutan mangrove Deli Serdang, Sumatera Utara 65

Menurut Arief (2003) tipe tanah juga merupakan salahsatu faktor penunjang terjadinya proses regenerasi, di manapartikel debu dan partikel liat yang berupa lumpur mampumenangkap buah dari tumbuhan mangrove yang jatuhsetelah masak, yang menyebabkan rapat atau tidaknyasuatu zona mangrove. Tetapi bila terjadi air pasang yangtinggi menyebabkan banyak buah yang jatuh terbawa oleharus laut sehingga kerapatan pohon rendah.

Timbulnya perbedaan jenis yang mendominasi daritingkat semai sampai ke tingkat pohon kemungkinankarena jenis A. marina mampu beradaptasi denganlingkungannya sehingga dapat tumbuh dengan baik daritingkat semai ke tingkat pancang dan ke tingkat pohon.Jenis vegetasi tersebut diduga memiliki batas toleransiyang lebar terhadap lingkungannya, misalnya lebih toleranterhadap naungan sehingga pada intensitas cahaya matahariyang rendah tetap mampu tumbuh dengan baik, disampingitu juga toleran terhadap tanah-tanah salin. Menurut Arief(2003) bahwa A. marina memiliki perakaran yang sangatkuat sehingga dapat bertahan dari hempasan ombak,merupakan zone perintis atau pioner, dan menyukai tanahberlumpur lembek dan mampu hidup pada tanah yangberkadar garam tinggi sehingga mampu bertahan hidup danmendominasi areal hutan mangrove.

Menurut ketahanannya terhadap lingkungan, tumbuhandapat dibagi atas dua yaitu (i) Tumbuhan yang batastoleransinya lebar (eury) terhadap lingkungan dan (ii)Tumbuhan yang batas toleransinya sempit (steno) terhadaplingkungannya. (Suryanegara, Indrawan 1998). Timbulnyaperbedaan jenis yang dominan dari setiap tingkatpertumbuhan disebabkan beberapa hal antara lain: (i) Tidakdiketahui awal mulai sejarah pertumbuhan pohon karenapenelitian ini hanya eksplorasi yang sifatnya berjangkapendek sehingga tidak diketahui apakah di masa lalupernah dilakukan penanaman dan pemeliharaan jenisklimak yang ada saat penelitian. (ii) Biji pohon hutansecara umum bersifat rekasitran sehingga saat biji jatuh kelantai hutan, bila tidak segera berkecambah akanmembusuk/mati oleh tingginya kandungan air.

Di Rugemuk, Bagan Serdang (Kecamatan Pantai Labu)dan Percut (Kecamatan Percut Sei Tuan) hanya satu jenisvegetasi yang ditemukan di tingkat semai yaitu A. marina(INP sebesar 200%) dan di tingkat pancang maupun ditingkat pohon jenis tersebut juga tetap mendominasivegetasi hutan mangrove. Hal ini disebabkan karena A.marina merupakan jenis vegetasi endemik yang telahmampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungannyasehingga mampu terus bertahan dari generasi ke generasiberikutnya. Disamping itu perkecambahan dari biji A.marina bersifat semi-vivipari (kriptovivipari) di mana bijitelah berkecambah tetapi tetap terlindungi oleh kulit buah(pericarp) sebelum lepas dari pohon induk (Kitamura et al.1997). Saat buah jatuh tunas masih tertutup namun setelahpericarp terbuka tunasnya sudah lengkap sehinggakemungkinan untuk hidup lebih besar (Sugiarto danEkaryono 2003).

Paluh Sibaji (Kecamatan Pantai Labu) dan Sei Tuan(Kecamatan Pantai Labu) pada tingkat semai tidakditemukan adanya vegetasi mangrove hal ini kemungkinankarena tidak adanya siklus pertumbuhan dan perkembangan

yang kontinyu dan juga diduga bahwa biji yang dihasilkandari tingkat pohon terbawa oleh air pasang surut sehinggatidak ada dijumpai di sekitar lokasi tersebut dankemungkinan biji yang dihasilkan tidak dapat tumbuhakibat kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan bagiperkecambahan biji.

Jenis vegetasi yang dominan di Paluh Sibaji, Sei Tuan(Kecamatan Pantai Labu) dari tingkat pancang sampai ketingkat pohon adalah jenis yang sama yaitu A. marina, halini disebabkan jenis vegetasi tersebut merupakan jenisvegetasi yang toleran terhadap perubahan lingkungansehingga mampu tumbuh dan bertahan sampai ke tingkatpohon. Di Karang Gading (Kecamatan Labuhan Deli)vegetasi yang ditemukan hanya di tingkat pancangsedangkan pada tingkat semai dan tingkat pohon tidakditemukan adanya vegetasi mangrove. Hal inikemungkinan karena adanya pemutusan siklus hidup darivegetasi akibat adanya penebangan mangrove di lokasitersebut sehingga tidak ada sumber penghasil biji untukbahan kecambah bagi pertumbuhan selanjutnya.

Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Setyawan etal. (2004) bahwa anak pohon yang memiliki INP yangtinggi merupakan genus yang sama yaitu Rhizophora sp.,Avicennia sp dan Soneratia sp. Hal ini disebabkan karenapohon-pohon yang telah mapan yang mampu beregenerasimelahirkan keturunan dengan jumlah melimpah, meskipuntidak tertutup kemungkinan adanya suplai baru dari luarkawasan.

Lokasi penelitian A. marina merupakan jenis yangpaling mendominasi pada tingkat semai, pancang danpohon. Seperti yang diungkapkan oleh Setiawan (2004)tidak semua jenis yang tercakup dalam analisis vegetasimemiliki nilai penting yang cukup besar, beberapadiantaranya memiliki nilai penting yang rendah karenapenyebaran yang terbatas dan/atau nilai penutupannya yangkecil, sehingga pengaruhnya terhadap ekosistem relatifdapat diabaikan.

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa indekskeanekaragaman (H1) menunjukkan penyebaran individudalam jenis. Nilai H1 = 0 jika hanya terdapat satu jenisdalam sampel, nilai (H1) meningkat dengan meningkatnyajumlah jenis dan nilai (H1) bernilai maksimum jika seluruhindividu jenis diwakili oleh jumlah individu yang sama(Ludwig dan Reynold 1988). Berdasarkan perhitunganterhadap keanekaragaman jenis (H1) pada Tabel 4menunjukkan keanekaragaman jenis yang rendah baik ditingkat semai maupun di tingkat pancang. Hal inimenunjukkan bahwa telah terjadi tekanan oleh faktor luaryang mengakibatkan kepunahan pada jenis-jenis tumbuhantertentu, mungkin akibat penebangan, tumbangnya pohonakibat gangguan angin, rendahnya persentaseperkecambahan biji akibat tingginya genangan air ataunaiknya suhu tanah akibat tingginya intensitas matahariyang masuk ke lantai hutan.

Rendahnya keanekaragaman vegetasi mangrovemungkin akibat terjadinya pasang surut atau pengeringanyang menyebabkan mekanika tanah berpengaruh burukterhadap perakaran pohon serta menggangu pertukaran gas,udara tanah dan atmosfer. Peredaran lengas tanah yangberhubungan dengan penguapan dan infiltrasi pada

Page 9: Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya

Bonorowo Wetlands 1 (2): 51-57, December 201166

umumnya menghambat perkecambahan. Jenis vegetasiyang kurang mampu beradaptasi terhadap substrat ataupunlingkungan menyebabkan banyak tegakan mangrove yangmati pada tingkat semai. Sebaliknya jenis yang sesuai sajayang akan berkembang dan mendominasi sehinggamengubah zonasi dari mangrove tersebut (Pramudji 1996).

Pada Sei Tuan, Rugemuk, Denai Kuala, di belakangmangrove terdapat vegetasi kelapa sawit. Pada Paluh Sibajidan Bagan Serdang di belakang mangrove terdapatpersawahan. Diketahui bahwa tanaman kelapa sawitmembutuhkan pupuk Kalium (K) yang merupakan unsuryang berperan aktif dalam proses fisiologis seperti prosesfotosintesis dan transpirasi.

Unsur K juga berperan sebagai katalisator dalam setiapproses biokimia. Peranan unsur K pada berbagai jenis tanahdapat meningkatkan produksi tandan terutama pada tanahyang kandungan pasirnya tinggi serta pada tanah aluvialdan hidromorfik (Suyatno 1994). Sodium dikenal sebagaiunsur tambahan yang menguntungkan dan untuk beberapajenis tanaman ia dapat menggantikan sebagian fungsi K.Pengaruh Na akan sangat besar bila pasokan K bagitanaman tidak mencukupi. Sejumlah hasil penelitianmenunjukkan bahwa Na sangat penting untuk tanamannon-halophytic seperti padi (Yufdy 2008).

Kerapatan pohon/ha pada semua desa penelitian adalahrendah dan ketebalan mangrove juga rendah kecuali diPaluh Kurau dan Tanjung Rejo, tetapi jenis vegetasi dankondisi yang ada di belakang mangrove serta jenis tanahmengakibatkan salinitas pada Denai Kuala, Rugemuk, SeiTuan, Bagan Serdang rendah.

Pada Paluh Kurau ketebalan mangrove cukup tebaltetapi kerapatan pohon tergolong jarang walaupun ditingkat pancang jumlah pohon banyak tetapi akar tanamanpada tingkat pancang tidak mencengkram substrat sampaike bawah hanya pada bagian atas saja, di samping itu jenistanah berpasir. Selain hal-hal tersebut di atas kondisi dibelakang mangrove terdapat tambak-tambak yangmemasok air dari laut. Hal inilah yang mengakibatkansalinitas di Paluh Kurau tinggi. Tanah dengan butir-butiryang terlalu kasar (pasir) tidak dapat manahan air danunsur hara secara maksimal, akibatnya air terus mengalirmenurut aliran gravitasi.

Adanya perbedaan kandungan Na dalam tanah hal inidisebabkan beberapa faktor antara lain tinggi sertaseringnya pasang yang terjadi, lama genangan akanmenyebabkan semakin tingginya kadar Na dalam tanah danhal ini sejalan dengan jenis tegakan yang dijumpai dalamkawasan tersebut dimana semakin beragam, rapat, tinggisuatu tegakan serta didukung oleh perakaran yang rapatakan dapat menetralisir kadar Na yang tinggi dan intrusi airlaut ke daratan. Secara umum mangrove dapat bertahankarena mempunyai kadar internal (bahan penetralisir yangberasal dari lingkungan) yang tinggi dan mampumemindahkan garam dengan cara menyimpan garam dalamdaun yang lebih tua (Soeroyo 1993).

Dari Tabel 8 diketahui bahwa pada semua desapenelitian kerapatan pohon/ha tergolong rusak, tetapi luaspenutupan tajuk pada Karang Gading baik/sangat padat(78,99%) dan pada Tanjung Rejo, Sei Tuan, BaganSerdang, Percut, Denai Kuala, Paluh Kurau luas penutupan

tajuk tergolong rusak dengan kepadatan sedang. PadaRugemuk, Paluh Sibaji luas penutupan tajuk tergolongrusak dengan kerapatan jarang. Kerapatan pada KarangGading tergolong rusak karena tidak ada vegetasiditemukan di tingkat pohon walaupun jumlah vegetasi ditingkat pancang termasuk padat tetapi diketahui tingkatkematian pada tingkat pancang tinggi (30-40%). Ini berartihutan mangrove di Karang Gading perlu untukdirehabilitasi.

Hutan mangrove dan hubungannya dengan lingkunganmasyarakat setempat

Hasil penelitian di setiap desa hutan mangrove yangdikaji dapat diketahui bahwa di Denai Kuala, Paluh Sibaji,Rugemuk, Sei Tuan dan Bagan Serdang (Kecamatan PantaiLabu), Percut dan Tanjung Rejo (Kecamatan Percut SeiTuan), Paluh Kurau (Kecamatan Hamparan Perak) danKarang Gading (Kecamatan Labuhan Deli), jenis vegetasimangrove dan jumlah individu yang dijumpai dari mulaitingkat semai, pancang dan pohon adalah sebagai berikut:Paluh Sibaji dari mulai tingkat semai, pancang dan pohondijumpai 6 jenis vegetasi dengan jumlah individu 6 padatingkat pancang dan 35 pada tingkat pohon. Di DenaiKuala terdapat 6 jenis vegetasi dengan jumlah individuadalah 85 pada tingkat semai, 37 pada tingkat pancang dan31 pada tingkat pohon. Pada Rugemuk terdapat 3 jenisvegetasi dengan jumlah individu 51 pada tingkat semai, 27pada tingkat pancang dan 27 pada tingkat pohon. Sei Tuandijumpai 5 jenis vegetasi dengan jumlah individu 98 ditingkat pancang dan 36 pada tingkat pohon, Sedangkan diBagan Serdang jenis vegetasi hanya satu jenis denganjumlah individu 118 di tingkat semai, 74 pada tingkatpancang dan 11 pada tingkat pohon.

Tabel 8. Hubungan antara kerapatan dan luas penutupan tajukpada lokasi penelitian di pesisir Kabupaten Deli Serdang,Sumatera Utara

LokasiKerapatan(pohon/ha)

Luaspenutupantajuk (%)P Ph

Pantai LabuDesa Denai KualaDesa Paluh SibajiDesa RugemukDesa Sei TuanDesa Bagan Serdang

617100950

16331233

517584450600183

55,1720,5826,4359,5859,27

Percut Sei TuanDesa PercutDesa Tanjung Rejo

3002183

267567

55,1763,76

Hamparan PerakDesa Paluh Kurau 1163 400 51,24

Labuhan DeliDesa Karang Gading 2133 - 78,99

Keterangan: P = pancang Ph = Pohon

Page 10: Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya

NINGSIH et al. – Inventarisasi hutan mangrove Deli Serdang, Sumatera Utara 67

Jenis vegetasi mangrove yang dijumpai di Tanjung Rejohanya 6 jenis vegetasi dengan jumlah individu 131 padatingkat pancang dan 34 pada tingkat pohon, sedangkan diPercut ada 8 jenis vegetasi dengan jumlah individu 40 ditingkat semai, 99 di tingkat pancang dan 16 di tingkatpohon, Di Paluh Kurau (Kecamatan Hamparan Perak) jenisvegetasi yang dijumpai hanya 2 jenis dengan jumlahindividu 33 pada tingkat semai, 86 pada tingkat pancangdan 24 pada tingkat pohon. Di Karang Gading (KecamatanLabuhan Deli) ada 6 jenis vegetasi dengan jumlah individu125 dan hanya dijumpai pada tingkat pancang saja.

Menurut Jacobs (1981) kecukupan jumlah tumbuhanuntuk tetap dapat menjaga heterogenitas dan adaptabilitasvegetasi terhadap perubahan-perubahan ataupun penyakityakni berkisar 1000-25000 individu/ha dengan rata-ratakisaran individu 5000 individu/ha yang tersebar daritingkat semai hingga ke tingkat pohon. Hasil penelitianmenunjukkan jumlah keanekaragaman vegetasi danregenerasi vegetasi dari tingkat semai sampai ke tingkatpohon tidak menunjukkan ekosistem mangrove seperti data

di atas. Hal ini dapat dilihat bahwa yang mendominasiberbeda-beda mulai dari tingkat semai sampai ke tingkatpohon, sehingga tidak menggambarkan kondisi hutanmangrove yang stabil yang artinya telah terjadi kerusakankawasan magrove yang diakibatkan oleh faktor manusiabaik secara sengaja maupun tidak sengaja, dimana hutanmangrove tersebut telah ditebang secara liar untukdijadikan kayu bakar, pembuatan arang, bahan bangunan disamping itu lahan hutan mangrove sudah beralih fungsisebagai tempat tinggal penduduk, lokasi tambak maupunpersawahan dan perkebunan (Gambar 2-5).

Menurut Zoysia (1991) suatu hutan yang utuhkerapatan/ha dari masing-masing kelas pertumbuhanadalah sebagai berikut: tumbuhan di tingkat semai <1 mberjumlah 226.950, permudaan dengan tinggi >1 m-keliling<10 cm dbh (Ө 3.2 cm dbh) berjumlah 12.735, pemudaan10-30 cm dbh (Ө 3.2 -9.6 cm dbh) berjumlah 1.487,Permudaan 30-< 90 cm dbh (Ө 9.6-28.7 cm dbh) berjumlah580 dan pohon berukuran >150 cm dbh (Ө > 28.7 cm dbh)adalah 158 pohon/ha.

Gambar 2. Kerusakan hutan mangrove akibat penebangan oleh masyarakat di Desa Sei Tuan (kiri) dan Desa Rugemuk (kanan)(Kecamatan Pantai Labu)

Gambar 3. Kelapa sawit di belakang ekosistem mangrove Gambar 4. Sawah di kawasan mangrove Desa Bagan Serdang

Page 11: Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya

Bonorowo Wetlands 1 (2): 51-57, December 201168

Gambar 5. Tambak-tambak yang memasukkan air dari laut

Kamal et al. (2005) menyebutkan luas hutan mangrovedi Sumatera Barat mencapai 39.832 ha dimana hutanmangrove tersebut sudah beralih fungsi sebagai lahanpertanian, pemukiman dan perikanan akibatnyamempermudah terjadinya pencemaran laut oleh bahanpencemar rumah tangga, yang sebelumnya tertahan olehakar mangrove. Dampak luas dari kerusakan hutanmangrove adalah hilangnya 1 ha hutan mangrove bisaberakibat hilangnya tiga hingga dua belas ton ikan atauudang/tahun dan dapat mengakibatkan pencemaran air lautterus menerus meningkat.

Luas lahan pertambakan di Kabupaten Deli Serdangdiperkirakan mencapai 1.090 ha. Kegiatan budidayatambak dilakukan dengan berbagai tingkat teknologi yaitubudidaya udang intensif, semi intensif dan tradisional.Kegiatan budidaya ini dilakukan di semua kecamatanpantai, yaitu Kecamatan Pantai Labu, Kecamatan PercutSei Tuan, Kecamatan Hamparan Perak, KecamatanLabuhan Deli.

Avicennia sp. Menurut masyarakat setempat harga satubatang mangrove dari jenis B. sexangula (mata buaya), R.apiculata (bakau minyak), R. mucronata (bakau kurap)laku dijual di tempat dengan harga Rp 20.000/batang.Mereka memanfaatkan jenis mangrove ini sebagai bahanbangunan dan bahan pembuat arang. Beberapa speciespohon mangrove tertentu mempunyai kualitas kayu yangbaik untuk dijadikan bahan bangunan. Selain masyarakatsetempat ada juga masyarkat dari daerah lain yangmengambil kayu mangrove untuk dijadikan arang. Halinilah yang menyebabkan ekosistem mangrove di kawasanini menjadi rusak.

Rugemuk dari sekian puluh hektar mangrove yang adahanya tinggal seperempatnya saja. Karena mangrove yangada dulunya telah ditebang oleh pengusaha-pengusahauntuk didirikan tambak dan ternak ayam. Dari masyarakatsendiri mangrove ini ditebangi secara liar tanpa ada tebangpilih untuk dijadikan bahan kayu bakar atau dijual. Jadisaat ini dampak tidak adanya mangrove sangat dirasakanoleh masyarakat Rugemuk. Masyarakat yang ada disekitarnya sangat merasa resah karena tidak adanyamangrove rembesan air asin mengakibatkan air tawar

menjadi payau bahkan petani juga merasakan dampakpunahnya mangrove, air asin masuk ke areal pertaniansehingga para petani itu sendiri sulit untuk bercocok tanam(LPPM-USU 2005).

Dilihat dari jumlah vegetasi yang dijumpai pada daerahpenelitian (Tabel 3) dan dibandingkan dengan data hutanmangrove yang utuh (Tabel 1) jauh lebih rendah, hal inimenunjukkan adanya tingkat degradasi yang cukup tinggi.Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan yang baik melaluireboisasi dengan melibatkan masyarakat sekitar sertamemelihara yang sudah ada. Disamping itu perlumeningkatkan kesadaran masyarakat yang tinggal di sekitarkawasan hutan mangrove melalui penyuluhan dandiikutsertakan sebagai subjek agar memahami betapapentingnya fungsi hutan mangrove dalam kelangsungandan kesejahteraan masyarakat terutama penduduk setempat.

Dilihat dari kerapatan pohon yang rendah dan luaspenutupan atjuk yang rendah di beberapa desa hutanmangrove di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang,maka disarankan pada hutan mangrove Tanjung RejoKecamatan Percut Sei Tuan perlu dilakukan pengawasan,pada hutan mangrove Sei Tuan, Bagan Sedang, DenaiKuala, Rugemuk, Paluh Sibaji (Kecamatan Pantai Labu),Percut (Kecamatan Percut Sei Tuan), Paluh Kurau(Kecamatan Hamparan Perak), dan Karang Gading(Kecamatan Labuhan Deli) perlu direhabilitasi.

Rugemuk, Sei Tuan, Bagan Serdang Sebaiknya ditanamdengan jenis mangrove Rhizophora apiculata, pada DenaiKuala ditanam jenis Cemara, pada Paluh Sibaji, Percutditanam jenis mangrove Rhizophora apiculata danBruguiera cylindrica, pada Tanjung Rejo dan KarangGading ditanam jenis mangrove Bruguiera sexangula danBruguiera cylindrica, pada Pluh Kurau sebaiknya ditanamjenis mangrove Avicennia marina.

Dalam kaitannya dengan kondisi mangrove yang rusak,kepada setiap orang yang memiliki, pengelola dan ataumemanfaatkan hutan kritis atau produksi, wajibmelaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungankonservasi. Rehabilitasi kerusakan hutan mangove diKecamatan Pantai Labu (Paluh Sibaji) tercatat sejak tahun1993 reboisasi hutan mangrove dimulai dengan penanamanseluas 8 ha pada tahap pertama dan tahap kedua seluas 5ha, tetapi usaha penanaman kembali hutan mangrove didaerah ini mengalami hambatan akibat perhitunganpemerintah yang tidak tepat tentang waktu penanaman.Pemerintah menghendaki penanaman dilakukan di bulanDesember akan tetapi warga di daerah tersebut keberatankarena pada waktu itu musim badai angin kencangsehingga jika mangrove ditanam tidak akan tumbuh(LPPM-USU 2005).

Menurut masyarakat faktor-faktor penyebab kegagalantersebut adalah: (i) Waktu penanaman tidak mengindahkankalender musim. (ii) Penanaman mangrove bisa dibilangsulit. (iii) Kurangnya pengetahun tentang penanamanmangrove. (iv) Kurangnya kesadaran masyarakat itusendiri. (v) Kurangnya perawatan mangrove (LPPM-USU2005).

Pesatnya aktivitas pembangunan di kawasan pantai DeliSerdang terutama sektor industri dan perkebunan telahmenimbulkan dampak terhadap ekosistem mangrove yaitu

Page 12: Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya

NINGSIH et al. – Inventarisasi hutan mangrove Deli Serdang, Sumatera Utara 69

rusaknya ekosistem hutan mangrove yang ada. Partisipasiadalah kata kunci dalam pegelolaan ekosistem mangroveberbasis masyarakat di Kabupaten Deli Serdang. Banyakprogram dan kegiatan pengelolaan yang kurang berhasildikarenakan pelaksanaan program gagal melibatkanpartisipasi masyarakat sejak awal program. Pelibatanmasyarakat diperlukan untuk kepentingan pengelolaansecara berkelanjutan pada suatu sumberdaya dan padaumumnya kelompok masyarakat yang berbeda akanberbeda pula dalam kepentingannya terhadap sumberdayatersebut.

Berbagai cara untuk meningkatkan kesadaran danketerlibatan aktif masyarakat dalam pengelolaan ekosistemmangrove di Kabupaten Deli Serdang dapat dilakukan: (i)Sosialisasi: Dalam kegiatan ini masyarakat bersama-samaakan menetapkan: (a) Lokasi penanaman. (b) Kegiatan danbiaya pemeliharaan pasca penanaman. (c) Masyarakat yangterlibat berasal dari masyarakat yang mempunyai tempattinggal dan bekerja sebagai nelayan, penggarap/pemiliktambak dan yang aktivitasnya berdekatan dengan lokasimangrove. (d) Pengumpulan dan pengangkutan benih. (ii)Penyuluhan: Dalam penyuluhan yang disampaikan adalahfungsi dan manfaat mangrove baik secara ekologi maupunfungsi jasa sosial hutan mangrove. Kegiatan ini bertujuanuntuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenaifungsi dan manfaat mangrove. (iii) Pembentukan kelompokbinaan: Pembentukan kelompok bertujuan untukmelibatkan masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi danpelatihan sehingga diharapkan dapat meningkatkanpengetahuan dan kesadaran mereka akan pentingnya fungsiekosistem hutan mangrove. (iv) Pemantauan dan evaluasi:Dilakukan dengan maksud untuk mengetahui perubahanvariabel administratif, sosial budaya, prilaku masyarakatdan lingkungan (LPPM-USU 2005).

KESIMPULAN

Vegetasi hutan mangrove di wilayah pesisir KabupatenDeli Serdang (Sei Tuan, Paluh Sibaji, Denai Kuala,Rugemuk, Bagan Serdang, Percut, Tanjung Rejo, PaluhKurau, Karang Gading) telah mengalami kerusakan.Jenisvegetasi yang mendominasi hutan mangrove di wilayahpesisir Kabupaten Deli Serdang adalah jenis Avicenniamarina diikuti oleh Excoecaria agllocha dan Avicenniaalba. Keanekaragaman jenis vegetasi hutan mangrove diwilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang tergolong rendah.Luas penutupan tajuk tertinggi terdapat pada hutanmangrove Karang Gading (78,99%), luas penutupan tajukterendah terdapat pada hutan mangrove Rugemuk (26,43%)dan Paluh Sibaji (20,58%). Ketebalan vegetasi mangroveyang baik terdapat di hutan mangrove Paluh Kurau danTanjung Rejo. Vegetasi mangrove di Karang Gading,Percut ketebalan mangrove tergolong sedang, sedangkanvegetasi mangrove di Rugemuk, Paluh Sibaji, Denai Kuala,Sei Tuan dan Bagan Serdang ketebalan mangrovetergolong tipis. Salinitas tanah pada Denai Kuala,Rugemuk, Sei Tuan, Bagan Serdang tergolong rendah.Pada Paluh Sibaji, Percut dan Tanjung salinitas tanah

tergolong sedang, pada Paluh Kurau dan Karang Gadingsalinitas tanah tergolong tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius, Yogyakarta.Bappeda-SU dan PKSPL-IPB. 2002. Laporan Akhir Penyusunan Master

Plan (Penyusunan Zonasi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautdi Kabupaten Asahan, Deli Serdang dan Langkat). Kerjasama BadanPerencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Utara denganPusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor,Bogor.

Barbour MG, Burk JH, Pitts WD. 1987. Terrestrial Plant Ecologi. 2nd ed.Benjamin Cummings Pub. Co. Inc., Menlo Park, CA.

Bengen DG. 2000. Mangrove Surga yang Terkoyak. Trubus 31.Hakim N, Nyakpa AMY, Lubis AM, Nugroho SG, Saul MK, Go Ban

Hong dan Barley HH. 1986. Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.Hakim N, Nyakpa MY, Lubis AM, Nugroho SG, Saul MR, Diha MA,

Hong GB, Bailey HH. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PenerbitUniversitas Lampung, Lampung.

Jacobs M. 1981. The Tropical Rainforest. A. First encounter. In: Bush M,Flenley J, Gosling W (eds.). Tropical Rainforest Responses toClimatic Change. Springer, Berlin.

Kamal E, Hermalena L, Tamin R, Suardi ML. 2005. Mangrove SumateraBarat. Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir, Universitas BungHatta, Padang.

Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2004. Kumpulan PeraturanPengendalian Kerusakan Pesisir dan Laut. Deputi Bidang PeningkatanKonservasi Sumberdaya Alam dan Pengendalian KerusakanLingkungan.

Kitamura S, Anwar C, Chaniago A dan Baba S. 1997. Buku PanduanMangrove di Indonesia. Bali dan Lombok. Proyek PengembanganManajemen Mangrove Berkelanjutan, Departemen KehutananRepublik Indonesia dan Japan International Cooperation Agency.

Kusmana C, Onrizal, Sudarmadji. 2003. Jenis-Jenis Pohon Mangrove diTeluk Bintuni Papua. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogordan PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries, Bogor.

Kusmana C. 1997. Metode Survei Vegetasi. Institut Pertanian Bogor.Bogor.

LPPM USU. 2005. Laporan akhir Kajian Implementasi PemulihanMangrove Berbasis Masyarakat di Kabupaten Deli Serdang.Kerjasama Bapedalda Propinsi Sumatera Utara dengan LembagaPengabdian Pada Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Ludwig JA dan Reynold JF. 1988. Statistical Ecology. A Primer onCompeting: John Willey and Sons.

Nugroho SG, Setiawan A, Harianto SP. 1991. “Coupled Ecosystem SilvoFishery” Bentuk Pengelolaan Hutan Mangrove-Tambak yang SalingMendukung dan Melindungi. Prosiding Seminar IV EkosistemMangrove. Panitia Nasional Program MAB Indonesia-LIPI, Jakarta .

Poedjirahajoe. 1996. Peran Perakaran Rhizophora mucronata dalamPerbaikan Habitat Mangrove di Kawasan Rehabilitasi MangrovePantai Pemalang. Buletin Kehutanan No. 30. Fakultas Kehutanan.Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Pramudji. 1996. Studi ekosistem hutan mangrove di beberapa PulauKepulauaan Tanimbar, Maluku Tenggara. Lingkungan danPembangunan 16 (3): 200-209.

Setyawan AD, Indrowuryanto, Wiryanto, Winarno K dan Susilowati A.2004. Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah: 2. Komposisidan struktur vegetasi. Biodiversitas 6 (3): 194-198.

Sugiarto, Ekaryono W. 2003. Penghijauan Pantai. Penebar Swadaya, Jakarta.Suyatno R. 1994. Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas.

Kanisius, Yogyakarta.Yayasan Mangrove. 1993. Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove di

Indonesia. Kerjasama dengan Kementerian Negara LingkunganHidup, Departemen Kehutanan, Lembaga Ilmu PengetahuanIndonesia (LIPI) dan Departemen Dalam Negeri, Jakarta.

Yufdy MP. 2008. Harnessing nutrients from seawater for plantrequirement. Jurnal Sumberdaya Lahan 2 (2): 75-82.

Zoysia ND. 1991. Comparative phytosociology of natural and modifiedrain forest sites in Sinharaja mab reserve in Sri Lanka. In: Gomez-Pompa A, Whitmore TC, Hadley M (eds.) Rain Forest Regenerationand Management. UNESCO/Parthenon, Paris.