integrasi iptek dan seni dalam islam
TRANSCRIPT
BAB 13
INTEGRASI IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM
Potret Ilmu Pengetahuan Modern
Di dalam filsafat ilmu pengetahuan terdapat cabang ontologi (cabang
kajian yang
berkaitan dengan obyek), epistemologi (cabang kajian yang berkaitan dengan
metodologi)
dan aksiologi (cabang kajian yang berkaitan dengan tujuan). Di sini, gambaran
ilmu
pengetahuan modern (baca: barat) akan dipotret dari tiga titik sudut ini disertai
dengan
dampak yang ditimbulkannya.
1. Ontologi
Kajian ontologi ini membahas tentang obyek dari ilmu pengetahuan.
Ketika
penulis belajar di sebuah perguruan tinggi di Jepang, suatu saat penulis
menghadiri
kuliah pertama pelajaran fisika yang diberikan oleh seorang guru besar ternama.
Pada
awal kuliahnya dia menyatakan sebagai berikut. "Butsurigaku wa goritekina
mono o atsukau. Fugoritekina mono, tatoeba kamisama no sonzai, wa
butsurigaku no manaita ni nosetewa ikenai."
Ungkapan dalam bahasa negeri sakura tersebut berarti, " Obyek ilmu
Fisika adalah hal hal yang logis. Hal-hal yang tidak logis, misalnya
keberadaan Tuhan, tidak boleh
dimasukkan ke dalam ilmu Fisika." Ungkapan tersebut jelas membuktikan
bahwa obyek
ilmu pengetahuan telah dibatasi oleh para ilmuwan itu dengan cara pandang yang
mereka miliki. Khun menyebut cara pandang tersebut sebagai paradigma
sedangkan
Sardar menamakannya world view.Pada ilmu pengetahuan barat, obyek atau
realitas dibatasi pada hal-hal yang bersifat materi. Hal ini tidak dapat dipisahkan
dengan cara pandang mereka yang bersifat materialistik-sekularistik. Ilmuwan
barat bersikukuh bahwa wilayah ilmu
pengetahuan dibatasi pada sesuatu yang riil, pasti dan kuantitatif. Dengan cara
pandang
ini, ilmuwan barat merasa tidak perlu dan menganggap tidak ada artinya
mengembara
lebih jauh dengan melihat fenomena alam sebagai kumpulan hikmah.
2. Epistemologi
Epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang metodologi.
Di
dalam ilmu pengetahuan barat, satu-satunya cara mendapatkan ilmu pengetahuan
adalah
melalui metoda ilmiah yang ditopang oleh dua tiang utamanya: rasionalisme dan
empirisme. Rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650) yang
mengatakan
bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah rasio. Hanya pengetahuan yang didapat
dari
akallah, dengan metoda deduktif, yang memenuhi syarat ilmiah.4 Tiang kedua
dipelopori
oleh Francis Bacon (1561-1626) yang menegaskan bahwa pengalaman empirislah
yang
menjadi sumber ilmu pengetahuan. Apa-apa yang didapat dari eksperimen
empiris,
melalui metoda induktif, yang dapat dikatakan ilmiah.5 Menganggap bahwa ilmu
pengetahuan hanya dapat diperoleh melalui penalaran rasional dan pengalaman
empiris
berarti tidak membuka ruang bagi peran wahyu ilahi dalam wilayah ilmu
pengetahuan.
3. Aksiologi
Aksiologi adalah kajian yang menyangkut tujuan. Di dalam wilayah kajian
ini
dibahas tentang manfaat dan mudhorot yang dapat ditimbulkan oleh ilmu
pengetahuan.
Ilmu pengetahuan barat dimanfaatkan untuk sekadar keuntungan yang bersifat
materi
dan duniawi. Francis Bacon, misalnya, mengatakan bahwa ilmu pengetahuan
digunakan untuk memperkuat kemampuan manusia. Dia menegaskan bahwa ilmu
pengetahuan
hanya bermanfaat jika nampak pada kekuasaan manusia. Dengan lantang dia
melontarkan ungkapan yang bersifat eksploitatif bahwa akhir dari pondasi kita
adalah
ilmu pengetahuan mengenai sebab pergerakan benda-benda dan memperluas
batasan
manusia untuk menaklukkan semua hal yang mungkin.5
Ilmu pengetahuan barat tidak memiliki bingkai nilai yang jelas tentang
ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan telah menjadi nilai itu sendiri. Oleh karenanya,
pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk penindasan sesama manusia serta
eksploitasi
besar-besaran terhadap alam dapat kita lihat sebagai akibat kekosongan ilmu
pengetahuan terhadap nilai-nilai.
Prinsip Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Proses Islamisasi iptek, menurut Mulyanto, tidak lain adalah proses
pengembalian
atau pemurnian ilmu pengetahuan yang ada kepada prinsip yang hakiki, yakni
tauhid,
kesatuan makna kebenaran dan kesatuan sumber. Dari ketiga proses ini lah
kemudian
diturunkan aksiologi (tujuan), epistemologi (metodologi) dan ontologi (obyek)
ilmu
pengetahuan.
Melalui prinsip pertama (tauhid), ilmu pengetahuan tidaklah dimanfaatkan
melulu
pada praksis, tetapi juga dimanfaatkan untuk memahami eksistensi yang hakiki
alam dan
manusia. Ilmu pengetahuan terus dikembangkan ke arah mana dicapai terus
menerus
pengertian yang lebih baik bahwa Allah SWT adalah sumber dari segala sumber
ilmu
pengetahuan. Dengan itu, ilmu pengetahuan selalu mengantarkan umat pada
peningkatan
keimanan.
Prinsip kedua (kesatuan makna kebenaran) akan membebaskan ilmu
pengetahuan
dari sekularisme. Dengan prinsip ini tidak akan ada lagi istilah kebenaran ilmiah
dan
kebenaran relijius. Ysang ada adalah kebenaran tunggal, baik kebenaran ilmiah
maupun
kebenaran relijius. Prinsip ini akan melahirkan kompromi dan interaksi yang
terusmenerus
antara hasil-hasil ilmu pengetahuan dengan interpretasi kajian syari'ah.
Interpretasi syari'ah tentang realitas diuji oleh hasil-hasil ilmu pengetahuan.
Demikian pula
sebaliknya, hasil ilmu pengetahuan akan diuji oleh hasil kajian syari’ah. Hal ini
dikarenakan
kebenaran tunggal datang dari Allah SWT.
Prinsip ketiga menjadikan alam dan Al-Qur'an sebagai sumber ilmu
pengetahuan.
Dengan demikian, kedua sumber ilmu pengetahuan, baik ayat kauniyah maupun
ayat
qouliyah memiliki posisi yang penting dalam mencapai kebenaran. Prinsip ini
menopang
prinsip kedua, karena ayat-ayat Allah selalu benar sehingga tidak ada kontradiksi
antara
keduanya. Jika belum terjadi ketidaksesuaian, maka kesalahan terletak pada
manusia dalam
memformulasikan ayat kauniyah atau dalam melakukan interpretasi ayat qouliyah.
Bukan
pada ayat-ayat itu sendiri.
Beberapa Pandangan Ilmu Pengetahuan dan Islam
Ziauddin Sardar membagi pendapat ilmuwan Muslim tentang hubungan
ilmu
pengetahuan dan Islam ke dalam 3 kelompok.7 Pertama, kelompok yang menilai
bahwa
ilmu pengetahuan adalah netral dan universal. Mereka mencari rumusan-rumusan
dalam
Al-Qur'an yang cocok dengan hasil penemuan ilmu pengetahuan modern. Mereka
menyimpulkan bahwa rumusan-rumusan dalam Al-Qur'an sangat cocok dengan
temuan
ilmu pengetahuan modern. Pendekatan ini terlihat kental dari karya Maurice
Bucaille; The
Bible, The Qur'an and Science yang tersebar luas. Kelompok ini kadang ada yang
menyebut
dengan Buchaillisme. Pesan yang disampaikan adalah dengan kecocokan ini
membuktikan
bahwa Al-Qur'an merupakan kitab yang memiliki kebenaran hakiki yang datang
dari
pencipta alam semesta. Pendekatan ini terlihat memberikan manfaat yang besar
dengan
pesan yang disampaikan tersebut.
Namun, menurut Sardar, ada yang perlu diwaspadai dengan pendekatan
ini, yakni Al-Qur’an dapat dilihat sebagai kitab ilmu pengetahuan dan bukan kitab
hikmah. Umat Islam membaca Al-Qur’an lebih berusaha untuk menafsirkan ilmu
pengetahuannya saja dengan menipiskan perannya sebagai petunjuk hidup.
Bahaya lain yang perlu diwaspadai, masih menurut Sardar, adalah tujuan
pengembangan iptekdibatasi pada pembuktian rumusan-rumusan ilmu
pengetahuan yang ada di dalam Al-Qur’an sehingga tidak menuntun umat Islam
untuk bersifat kreatif dan inovatif di rimba ilmu pengetahuan yang sangat luas.
Al-Qur’an harus dijadikan titik tolak pengembanganilmu pengetahuan, bukan
sebagai muara akhir pengembangan ilmu pengetahuan.
Kedua, kelompok yang masih mempertahankan netralitas dan universalitas
ilmu
pengetahuan, namun fungsinya harus diubah diarahkan menuju cita-cita Islam dan
masyarakatnya. Kelompok ini, menurut Sardar, dipelopori oleh Z.A. Hasyimi dari
Pakistan. Hasyimi menganjurkan agar para ilmuwan Muslim mampu
menghilangkan
unsur-unsur yang tidak diinginkan dalam ilmu pengetahuan barat. Mereka harus
memahami sejarah dan filsafat ilmu pengetahuan serta memiliki kesadaran akan
masa
depan perkembangan ilmu pengetahuan. Banyak ilmuwan Muslim yang dapat
dikatagorikan dalam kelompok ini, termasuk peraih hadiah Nobel Abdus Salam.
Dia
pernah menegaskan "Saya tidak dapat melihat perbedaan ruh dalam aljabar
modern
dengan yang dilakukan para ilmuwan Muslim, atau tradisi modern optika dengan
Alhazen
atau antara pengamatan Razi dengan perluasan modernnya." Sardar mengkritisi
kelompok
ini dengan menyatakan bahwa kelompok ini terlalu mengecilkan peran ilmu
pengetahuan
dalam perubahan masyarakat. Dia mengkhawatirkan, dengan pendekatan ini ilmu
pengetahuan modern yang berakar dari sistem nilai barat dapat menghancurkan
sistem
nilai yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk terjadinya konflik tujuan antara
tujuan
ilmu pengetahuan barat dengan tujuan masyarakat Islam.
Kelompok ketiga adalah kelompok yang tidak yakin dengan netralitas dan
universalitas ilmu pengetahuan. Mereka berpendapat bahwa ilmu pengetahuan
barat
dibangun dengan cara pandang dan filosofi barat termasuk dalam memandang
realitas.
Kelompok ini berpendapat konstruksi ilmu pengetahuan perlu dibangun kembali
dengan
cara pandang yang Islami. Sardar termasuk yang cenderung dengan kelompok ini.
Deliar
Noer kurang setuju dengan pendapat kelompok ini. Dia menyatakan bahwa
langkah ini
terlalu rumit, memakan waktu panjang dan memiliki tantangan yang sangat
besar.8
Demikianlah 3 bentuk usaha yang telah dilakukan para ilmuwan Muslim dalam
mensikapi ilmu pengetahuan dikaitkan dengan nilai-nilai Islam yang diyakininya.
Tiga
bentuk ini, tentu saja, masih mungkin terus berkembang dengan semakin
tingginya
kesadaran umat Islam akan keislamanya.
Konsep IPTEK dalam Islam
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui
tangkapan pancaindra, ilustrasi dan firasat. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan
yang telah diklasifikasikan, diorganisasi, disistematisasi dan di interpretasikan.
Teknologi merupakan salah satu unsur sebagai hasil penerapan praktis dari ilmu
pengetahuan meskipun pada dasarnya teknologi merupakan karakteristik objek
dan netral sedangkan seni adalah hasil ungkapan akal dan budi manusia dengan
segala prosesnya dan merupakan ekspresi jiwa seorang dikembangkan menjadi
bagian dari budaya manusia karena seni itu diidentik dengan keindahan. Dalam
kajian filsafat setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Karena
seseorang yang memperdalam ilmu tertentu disebut sebagai spesialis, sedangkan
orang yang banyak tahu tapi tidak memperdalam disebut generalis. Dengan
keterbatasan kemampuan manusia, maka sangat jarang ditemukan orang yang
menguasai beberapa ilmu secara mendalam.
Istilah teknologi merupakan produk ilmu pengetahuan dalam sudut
pandang budaya dan teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil
penerapan praktis dari ilmu pengetahuan. Meskipun pada dasarnya teknologi juga
memiliki karakteristik obyektif dan netral, akan tetapi dalam situasi seperti ini
teknologi tidak netral lagi karena memiliki potensi yang merusak dan potensi
kekuasaan disitulah letak perbedaan antara ilmu pengetahuan dan teknologi.
Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan dan
kesejahteraan bagi manusia juga sebaliknya dapat membawa dampak negatif,
berupa ketimpang-timpangan dalam kehidupan manusia dan lingkungan.
Netralisasi teknologi dapat digunakan untuk yang memanfaatkan yang sebesar-
besarnya bagi kehidupan manusia atau digunakan untuk menghancurkan manusia
itu sendiri.
Seni yang lepas dari nilai-nilai keutuhan tidak akan abadi karena ukurannya
adalah nafsu bukan akal dan budi. Seni mempunyai daya tarik yang selalu
bertambah bagi orang-orang yang kematangan jiwanya terus bertambah.
Sumber Ilmu Pengetahuan
Dalam pemikiran Islam, ada dua sumber ilmu yaitu cikal dan wahyu.
Keduanya tidak booleh ditentangkan, karena manusia diberi kebebasan dalam
mengembangkan akal budinya berdasarkan tuntutan al-Qur’an dan sunnah rasul.
Atas dasar tiu, ilmu dalam pemikiran Islam ada yang bersifat abadi (perennial
knowledge) dan tingkat kebenarannya bersifat mutlak (absolute) karena
bersumber dari wahyu Allah dan ilmu yang bersifat perolehan (aquired
knowledge) tingkat kebenarannya bersifat nisbi (relative)karena bersumber dari
akal pikiran manusia. Prestasi yang gemilang dalam pengembangan IPTEK pada
hakikatnya lebih dari sekedar menemukan proses sunnatullah itu terjadi di alam
ini, bukan merencanakan dan menciptakan suatu hukum baru diluar sunnahtullah
(hukum Allah/hukum alam). Pengetahuan di dunia Barat berarti informasi tentang
sesuatu, ilahi atau ragawi, sementara 'ilm adalah istilah yang mencakup mencakup
semua teori, aksi dan pendidikan. Rosenthal, menyoroti pentingnya istilah ini
dalam peradaban Muslim dan Islam, mengatakan bahwa mereka memberikan
bentuk yang khas. Bahkan tidak ada konsep yang telah operasi sebagai penentu
peradaban Islam dalam segala aspeknya pada tingkat yang sama sebagai 'ilm. Hal
ini berlaku bahkan untuk yang paling kuat di antara hal kehidupan religius muslim
seperti, misalnya, tauhid "pengakuan terhadap keesaan Tuhan," ad-din, "agama
yang benar," dan banyak lainnya yang digunakan terus-menerus dan tegas .
Tidak satupun dari mereka sama dengan ilm secara mendalam makna dan
kejadian luas digunakan. Tidak ada cabang dari kehidupan intelektual Islam,
kehidupan agama dan politik Islam, dan dari kehidupan sehari-hari muslim rata-
rata yang tetap tidak tersentuh oleh sikap semua meresap menuju "pengetahuan"
sebagai sesuatu nilai yang tinggi untuk menjadi muslim 'ilm. Ini dapat dikatakan
bahwa Islam adalah jalan "pengetahuan." Tidak ada agama lain atau ideologi
memiliki begitu banyak menekankan pentingnya 'ilm. Dalam Al Quran kata 'alim
telah terjadi di 140 tempat, sementara al-' ilm di 27. Secara keseluruhan, jumlah
ayat yang 'ilm atau derivatif dan kata-kata terkait yang digunakan adalah 704. Alat
bantu pengetahuan seperti buku, pena, jumlah tinta dll untuk hampir nomor yang
sama Qalam terjadi di dua tempat, al-kitab dalam ayat 230, di antaranya al-kitab
al-Qur'an terjadi pada 81 ayat. Kata-kata lain yang terkait dengan menulis terjadi
dalam 319 ayat. Penting untuk dicatat bahwa pena dan buku sangat penting untuk
akuisisi pengetahuan. Wahyu Islam dimulai dengan kata iqra '(' membaca 'atau'!
Membaca! ').
Allah adalah guru pertama dan panduan mutlak kemanusiaan. Pengetahuan ini
tidak diberikan kepada bahkan Malaikat. Dalam Usul al-Kafi ada tradisi
diriwayatkan oleh Imam Musa al Kazhim-('a) bahwa' ilm adalah tiga jenis: ayatun
muhkamah (tanda-tanda tak terbantahkan dari Allah), faridatun 'adilah (hanya
kewajiban) dan sunnah al-qa' imah (didirikan hadis Nabi [s]). Ini berarti bahwa
'ilm, pencapaian yang diwajibkan atas semua muslim meliputi ilmu teologi,
filsafat, hukum, etika, politik dan kebijaksanaan yang diberikan kepada umat oleh
Nabi (S). Al-Ghazali telah dibenarkan dibedakan antara jenis yang berguna dan
tak berguna dari pengetahuan. Islam sebenarnya tidak mempertimbangkan semua
jenis pengetahuan sebagai berbahaya bagi manusia. Namun, apa yang disebut
dalam Al Qur'an sebagai pengetahuan berguna atau lebih berbahaya, terdiri dari
ilmu-ilmu semu atau Lores lazim di jahiliyah tersebut.
Interaksi iman, ilmu dan amal
Dalam pandangan Islam, antara agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terinteraksi kedalam suatu
sistem yang disebut dinul Islam, didalamnya terkandung tiga unsur pokok yaitu
akidah, syariah, dan akhlak dengan kata lain iman, ilmu dan amal shaleh.
Islam merupakan ajaran agama sempurna, karena kesempurnaannya dapat
tergambar dalam keutuhan inti ajarannya. Di dalam al-Qur’an dinyatakan yang
artinya “tidaklah kamu memperlihatkan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik (Dinul Islam) seperti sebatang pohon yang baik,
akarnya kokoh (menghujam kebumi) dan cabangnya menjulang kelangit, pohon
itu mengeluarkan buahnya setiap muslim dengan seizin Tuhannya. Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia agar mereka ingat”.
Dari penjelasan tersebut diatas menggambarkan keutuhan antara iman, ilmu
dan amal / syariah dan akhlak dengan menganalogikan dinul Islam bagaikan
sebatang pohon yang baik. Ini merupakan gambaran bahwa antara iman, ilmu dan
amal merupakan suatu kesatuan yang utuh tidak dapat dipisahkan antara satu sama
lain. Iman diidentikkan dengan akar dari sebuah pohon yang menupang tegaknya
ajaran Islam, ilmu bagaikan batang pohon yang mengeluarkan dahan. Dahan dan
cabang-cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan amal ibarat buah dari pohon itu
ibarat dengan teknologi dan seni. IPTEK yang dikembangkan diatas nilai-nilai
iman dan ilmu akan menghasilkan amal saleh bukan kerusakan alam.
“Apakah ilmu-ilmu duniawi fisik, teknis, industri, dan lain benar-benar
diperlukan dalam Islam? Apakah studi tentang hal-hal seperti menarik kita
lebih dekat kepada Allah?”
Ini budaya meremehkan ilmu dan menganggap mereka sebagai
bertentangan dengan semangat Islam adalah alasan mengapa Muslim peradaban
tertinggal begitu jauh di belakang seluruh dunia saat ini dalam ilmu pengetahuan,
teknologi dan manufaktur.
Allah berfirman: "Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah
menurunkan air dari awan, maka Kami mendatangkan beserta buah dari berbagai
warna, dan di pegunungan coretan, putih dan merah, dari berbagai warna (orang
lain) sangat hitam? Dan manusia dan hewan dan ternak, dengan cara seperti,
warna yang beragam? Hamba-Nya, hanya mereka yang memiliki pengetahuan
takut kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun
"[QS Faathir: 27-28].
Ayat-ayat ini mengacu pada mata pelajaran seperti pola hujan, buah
dengan berbagai warna mereka, jenis gunung, berbagai spesies hewan, dan variasi
yang ada di antara manusia. Ayat-ayat ini memberitahu kita dalam bahasa yang
paling jelas mungkin orang dapat memiliki, berdasarkan pengetahuan tersebut,
sarana untuk mencapai iman yang lebih besar pada Allah dan kesadaran yang
disempurnakan kebesaran-Nya dan mungkin. Dari mana, kemudian, orang-orang
datang dengan gagasan bahwa pengetahuan tentang dunia fisik tidak memiliki
kemungkinan membawa seseorang lebih dekat kepada Allah? Jika kita melihat
dengan cermat ayat-ayat ini, kita dapat melihat bahwa mereka mengacu pada
topik hampir setiap ilmu masa lalu dan kini - dari astronomi dan geologi untuk
zoologi, botani dan antropologi. Ilmu seperti ini adalah "bahan baku" dari mana
kemajuan teknologi dibuat.
Ketika kita mempertimbangkan pentingnya bahwa Al Qur'an memberikan
ilmu-ilmu ini, adalah membingungkan untuk menemukan bahwa masyarakat
Muslim kontemporer yang terjauh dihapus dari semua peradaban dunia dari
suasana saing teknologi. Meskipun kita memiliki warisan yang kaya yang
memberi kita alasan setiap dan setiap sarana untuk mengembangkan peradaban
kita, kita sayangnya yang disiapkan setidaknya dari semua masyarakat dunia
untuk menaiki kereta api kemajuan yang bergerak maju dengan kecepatan yang
terus meningkat dan yang menunggu untuk tidak ada satu.
Islam memiliki sikap yang sangat menguntungkan untuk pengetahuan dan
untuk semua bentuk penyelidikan ilmiah. Alquran sangat jelas dalam dorongan
untuk belajar. Pada saat yang sama, mendorong kita membaca dan kontemplasi
kita harus didukung oleh mengingat Allah, sehingga kita akan mampu
menghindari penyimpangan moral dan material, yang dapat hasil dari kelemahan
manusia dan kecenderungan untuk mengejar kepentingan pribadi dan sia-sia
pribadi keinginan.
Pertanyaan yang kita harus bertanya dengan urgensi adalah ini: Mengapa
Muslim saat ini begitu jauh dari pengejaran ilmiah dan teknologi? Mengapa
mereka tidak menerima dorongan yang ditemukan dalam Alquran dan Sunnah
untuk kreativitas, produktivitas, dan pengembangan masyarakat?
Kita harus membaca Al Qur'an dan Sunnah dalam semua aspek kehidupan kita,
dalam semua upaya kita, baik sebagai ahli ilmu, produsen, dokter, atau ilmuwan.
Tidak diragukan lagi, kita menderita dari kekurangan yang serius dengan
menjauhkan diri dari bimbingan agama kita mengenai nilai pengetahuan. Allah
menciptakan manusia dan menyediakan bagi kita semua di Bumi. Allah
berfirman: "Dialah yang menciptakan untuk kalian semua yang ada di Bumi."
[QS. al-Baqarah: 29] Demikian juga, Allah telah membuat kita untuk hidup di
atas bumi ini. Dia mengatakan: "Allah: Anda tidak memiliki tuhan selain Dia. Dan
Dialah yang menciptakan kamu dari bumi dan menetap Anda di dalamnya "[QS
Hud: 61].
Allah memberikan kedaulatan kemanusiaan atas Bumi berdasarkan
pengetahuan dan alasan bahwa Dia memberkati kita dengan. Kami terlibat dalam
pertanian dan pengerjaan dengan apa Bumi hasil sebagainya kepada kami. Kami
juga diberi tanggung jawab mengurus bumi. Kita didorong untuk melihat ke
dalam fenomena Penciptaan untuk membedakan hukum dan pola bahwa Allah
telah menempatkan di dalamnya, termasuk pola dan penyebab yang mengatur naik
turunnya peradaban. Allah telah membuat semua ini sarana untuk memperkaya
kehidupan kita baik secara spiritual dan material.
Allah mengirim kami Al Qur'an menjadi kriteria bagi kita untuk
menerapkan di duniawi kita serta kehidupan rohani kita. Ajaran-ajarannya adalah
untuk kemakmuran duniawi kita serta untuk kesejahteraan kita di akhirat. Ini
adalah mengapa ada ayat-ayat dalam Alquran tentang pemikiran, perenungan dan
penyelidikan, seperti ada orang-orang yang berkaitan dengan hukum Islam dan
doktrin agama. Sesungguhnya Allah menunjukkan bahwa ia "... turunkan besi,
dimana kekuatan perkasa dan (banyak) menggunakan untuk manusia" [QS. al-
Hadid: 25] Dalam ayat ini, Allah menunjukkan manfaat kemanusiaan bagaimana
sangat dari besi, karena kami memproduksi dari itu begitu banyak alat dan
perangkat. Padahal, zat besi sangat penting untuk mesin-mesin kami yang paling
modern dan teknologi.
Mengejar setiap pengetahuan yang tepat dan menguntungkan dapat
membawa kita lebih dekat kepada Allah dan mendapatkan berkat-Nya bagi kita,
asalkan memfasilitasi bagi kemanusiaan tempat tinggal dan pengelolaan bumi,
dan pembentukan iman di dalamnya. Sebagai ahli hukum al-Mawardi
mengatakan: ini mencakup pengetahuan Islam serta pengejaran berbagai
pengetahuan di bidang kedokteran, keahlian, perdagangan, teknologi, dan "... apa
pun yang membantu kita menyadari tugas kami dan mengembangkan kehidupan
yang beradab di bumi." budaya. Semua jenis manusia pengetahuan manfaat dan
membantu kami dalam memenuhi kewajiban kami sebagai vicegerents Allah di
Bumi.
Menyadari untuk diri kita sendiri bagaimana Islam mendorong mengejar
pengetahuan dan kemajuan kemampuan teknis kami hanya awal. Kami kemudian
harus pergi lebih lanjut dan menanamkan dalam masyarakat kita kesadaran Islam
tentang pentingnya kemajuan teknologi dan kebutuhan untuk mendukung
perkembangan teknologi dan kreativitas. Hal ini perlu didorong pada bidang sosial
melalui pujian dan pengakuan publik dari mereka yang inventif. Hal ini juga perlu
didukung secara finansial melalui pemberian beasiswa, beasiswa, beasiswa, dan
hadiah. Demikian juga, itu harus ditindaklanjuti dengan menyediakan prasyarat
praktis material dan infrastruktur untuk kemajuan teknologi. Semua ini
memerlukan koordinasi dan manajemen pada tingkat institusional, sehingga
kontribusi teknologi dari dunia Muslim dapat dikembangkan secara efektif dan
energi-energi kreatif dari Muslim dimanfaatkan semaksimal.
Prioritas Ilmu Pengetahuan
Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan
Allah dalam ayat-ayat berikut: “Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang
berilmu dengan orang yang tidak berilmu?’ Sesungguhnya hanya orang-orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” Pengetahuan yang dimiliki
manusia ada dua jenis, yaitu:
1. Dari luar manusia, ialah wahyu, yang hanya diyakini bagi mereka yang
beriman kepada Allah. Ilmu dari wahyu diterima dengan yakin,
sifatnya mutlak.
2. Dari dalam diri manusia, dibagi dalam tiga kategori: pengetahuan, ilmu
pengetahuan dan filsafat. Ilmu dari manusia diterima dengan kritis,
sifatnya nisbi.
3. Ilmu pengetahuan dalam sudut pandang filsafat: segala sesuatu
diketahui melalui tangkapan pancaindra, intuisi dan firasat yang sudah
diklasifikasi, dioragisasi, disistematis dan diinterpetasi sehingga
menghasilkan kebenaran obyektif, sudah diuji kebenarannya dan dapat
diuji ulang secara ilmiah.
4. Ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an: proses pencapaian segala sesuatu
yang diketahui manusia melalui tangkapan pencaindra, intuisi dan
firasat dan obyeknya sehingga memperoleh kejelasan.
5. Teknologi: salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis
dari ilmu pengetahuan yang berkarakteristik netral dan obyektif.
Seni dalam Perspektif Islam
Seni adalah cermin dari budaya dan pandangan dunia nya. Tidak ada kasus
yang lebih langsung pernyataan ini berlaku daripada seni dunia Islam. Tidak
hanya mencerminkan nilai-nilai seni budaya, tetapi bahkan lebih penting, cara di
mana para penganutnya, orang Islam, melihat alam roh, alam semesta, kehidupan,
dan hubungan bagian-bagian untuk keseluruhan.
Untuk realitas, Islam dimulai dengan dan pusat sekitar Allah ("Allah"
dalam bahasa Arab), yang Satu, Unik, Penguasa, Suci, Maha Kuasa, Maha
Mengetahui, yang Mencintai, Maha Penyayang. Semua keberadaan tunduk pada
kehendak-Nya dan hukum-Nya. Dia adalah pusat ibadah umat Islam sadar 'dan
aspirasi, fokus hidup mereka.
Karena perintah dan otoritas adalah satu, segala sesuatu terikat bersama di
bawah ketuhanan Allah sebagai bagian dari skema yang mencakup segala ilahi,
yang mencakup semua aspek yang dan kehidupan - apa pun yang baik di dalam
dan di luar waktu dan ruang, dan memeluk kedua makrokosmos dalam
manifestasi yang paling mengagumkan dan mikrokosmos dalam bentuk yang
paling menit. Allah menciptakan dan memelihara ciptaan-Nya bagaimana dan
seperti yang Dia kehendaki, dan segala urusan kembali kepada-Nya untuk
keputusan akhir dan penilaian.
Dengan sistem keyakinan, Muslim yakin keseimbangan dan harmoni dari
semua hal yang ada, bahkan ketika tampaknya ada kontradiksi membingungkan
dan ketidakseimbangan, mengenai ini sebagai refleksi dari pemahaman manusia
yang terbatas dan pengetahuan. Tidak ada yang dipandang sebagai terjadi secara
acak atau secara kebetulan, untuk semua merupakan bagian dari Rencana
Perencana Maha Bijaksana, Maha Penyayang. Salah satu kepercayaan vital dari
Islam adalah bahwa totalitas hal, semua baik dan jahat, melanjutkan dari Tuhan
menjadi semua.
Karena perintah-perintah yang ketat terhadap penggambaran seperti
manusia atau hewan yang mungkin mengakibatkan penyembahan berhala, seni
Islam mengembangkan karakter yang unik, menggunakan sejumlah bentuk
primer: geometris, arabesque, bunga, dan kaligrafi, yang sering terjalin. Dari awal
kali, seni Muslim telah mencerminkan ini, pandangan dunia yang seimbang
harmonis.
Sepanjang sejarah Islam, seni telah mengambil berbagai macam bentuk di
berbagai belahan dunia Muslim, yang membentang dari Afrika Utara ke Asia
Tenggara, menurut kebiasaan setempat dan kondisi, mulai dari seni rakyat tidak
canggih dengan yang paling terampil artis atau pengrajin. Dalam karya-karya
yang kedua, apakah itu menjadi kaligrafer master, keramik terkenal atau tembikar,
sebuah embroiderer terampil atau pembuat miniatur, warisan keahlian halus,
melibatkan penguasaan seni atau kerajinan sepanjang garis tradisional lengkap
dengan perhatian cermat untuk detail halus, yang khas.
Tradisi-tradisi bertahan hari ini, dan arsitektur Islam dan seni dekoratif
masih sangat banyak hidup dan dihargai di banyak bagian dunia Muslim.
Sementara bentuk-bentuk seni Barat-gaya dan pekerjaan mesin harus ke mana
mengikis bentuk-bentuk tradisional, namun, pekerjaan tangan dihormati dan
dicintai, merupakan aspek penting dari dekorasi masjid dan rumah-rumah Muslim.
Secara khusus, dekorasi kaligrafi Al-Quran yang menampilkan merupakan aspek
penting dari seni Islam.
Masalah musik telah dibagi cendekiawan Muslim baik di masa lalu dan di
modern
kali. Konsensus umum di antara dunia Muslim adalah bahwa musik
dilarang. Ada pengecualian untuk aturan umum yang akan dibahas kemudian
dalam
risalah ini. Sudut pandang lain juga ada yang mendukung diperbolehkannya
musik
dalam Islam dan ini juga disentuh.
Salah satu bukti terkuat musik melarang dikutip oleh Muslim Sunni adalah
diriwayatkan berdasarkan otoritas Abu Amir atau Abu Malik Al-Ash'aree yang
mengatakan: ia mendengar Nabi (saw) mengatakan:
"Akan ada orang-orang dari saya umat (bangsa Muslim), yang akan
berusaha untuk
membuat sah; percabulan, memakai sutra (untuk pria), minum anggur
dan penggunaan alat musik. "
Kekuatan bukti yang diajukan dalam narasi ini adalah bahwa Nabi
larangan musik ditempatkan dalam konteks yang sama seperti larangan Islam
perzinahan, mengenakan sutra bagi laki-laki dan konsumsi alkohol yang
semuanya diterima sebagai fakta dan tidak diragukan lagi. Ini menyoroti
pentingnya dan relevansi musik yang ditempatkan dalam daftar perbuatan yang
dilarang. Narasi ini didokumentasikan dalam koleksi Hadis Imam Bukhari, yang
diakui secara luas dalam masyarakat Muslim Sunni sebagai yang paling otentik
koleksi ucapan Nabi direkam.
Rasulullah (saw) berkata,
"Dan orang dengan [dosa] bernyanyi (al-Ghina ') akan dibangkitkan [pada
hari
kebangkitan] buta, tuli dan bisu. Orang dengan [dosa] perzinahan,
kayu-angin, dan drum juga akan dibesarkan dalam cara yang sama. "
Ia juga mengatakan,
"Barangsiapa mendengarkan hiburan (lagu dan musik), memimpin
akan meleleh di dalam telinganya pada hari penghakiman. "Dia juga
mengatakan,
"Menyanyi dan musik pesona untuk perzinahan." Artinya, itu adalah suatu
loncatan
batu atau cara yang mengarah pada perzinahan.
Nabi Suci (saw) juga mengatakan,
"Para Allah SWT telah mengutus saya sebagai rahmat bagi dunia, untuk
memandu
orang. Dan Dia memerintahkan saya untuk membasmi bermain seruling dan
lainnya
instrumen musik, semua game dari wakil, berhala (menyembah) dan semua
praktek
hari-hari ketidaktahuan.
Islam membuat perbedaan yang jelas antara nyanyian dan musik.
Menyanyi diklasifikasikan dalam kategori yang sama dengan kata yang diucapkan
dan puisi. Ada perbedaan antara kedua Sunni dan Syiah putusan bernyanyi. Para
Syiah yang berkuasa menyanyi mirip dengan sudut pandang pada musik,
menyanyi untuk tujuan hiburan dan hiburan dilarang dalam semua keadaan.
Sekolah Islam Sunni memungkinkan menyanyi asalkan tidak disertai
dengan
musik instrumen dengan pengecualian dari duff. Selain bernyanyi tidak harus
mengalihkan pelaku dari memenuhi kewajiban agama nya dan tidak boleh
dilakukan secara berlebihan dengan mengorbankan tanggung jawab lain. Islam
juga
melarang bernyanyi di depan lawan jenis.
Baik Sunni dan Syiah perspektif baik mendukung pandangan bahwa
semua lagu
seharusnya tidak berisi pesan yang tidak konsisten dengan ajaran
agama. Semakin di Inggris dan Barat ada tren Muslim
melakukan Nasheeds lagu yang terinspirasi oleh iman artis. Nasheeds dapat
disertai oleh duff dan banyak yang dinyanyikan tanpa alat musik di
latar belakang.
Puisi dan kata yang diucapkan memiliki warisan yang kuat dalam Islam.
Salah satu yang terkemuka. Ahli hukum Islam Imam Shaafee juga seorang
penyair terkenal. Seperti dengan hukumnya bernyanyi puisi diperbolehkan asalkan
subyek konsisten dengan
agama dan bahwa hal itu tidak mengalihkan perhatian pemain atau penonton nya
dari
memenuhi kewajiban agama mereka.