integra si

Upload: deyfahmidey

Post on 02-Mar-2016

41 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPerawatan yang tepat dimulai dengan diagnosis yang tepat. Untuk sampai kepada diagnosis yang tepat diperlukan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan seni: ilmu pengetahuan penyakit serta gejala-gejalanya, ketrampilan untuk melakukan cara menguji yang tepat, dan seni menyatakan impresi, fakta dan pengalaman ke dalam pengertian.Sehubungan banyak penyakit mempunyai gejala yang sama, seorang klinisi harus tajam dalam menentukan ketepatan diagnosis. Diagnosis banding adalah cara yang paling umum. Teknik ini membedakan satu penyakit dari beberapa penyakit serupa yang lain dengan mengindentifikasi perbedaan. Dalam mendiagnosis diperluan ketelitian yang luar biasa, karena mungkin saja sakit yang diderita oleh pasien yang datang tidak hanya berasal karena ada masalah dengan gigi, tetapi bisa juga berasal dari struktur dan organ lain seperti periodontium, rahang, sinus, telinga, sendi temporomandibula, otot-otot pengunyahan, hidung, mata, serta pembuluh darah sekitar orofasial atau berasal dari jaringan saraf di sekitar sistem stomatognasi. Untuk itu, maka pemeriksaan klinis (baik pemeriksaan subyektif dan obyektif) harus dilakukan dengan seksama dan perlu didukung dengan pemeriksaan radiologi, seperti yang telah kita lakukan pada tutorial ini.Guna menghindari informasi yang tidak relevan dan untuk mencegah kesalahan kelalaian dalam uji klinis, klinisi harus melakukan pemeriksaan rutin. Rangkaian pemeriksaan harus dicatat pada kartu pasien dan harus dijadikan sebagai petunjuk untuk melakukan kebiasaan diagnosis yang tepat.Sebagai dokter gigi, kita harus dapat menegakkan diagnosa dan menentukan rencana perawatan secara tepat dan dapat melihat prognosis dari hasil rencana perawatan. Dalam klinik integrasi, sebagai mahasiswa, kita dapat menggabungkan dan mengaplikasikan seluruh klinik seperti bedah mulut, konservasi gigi, prosthodonsia, orthodonsia, dan atau periodonsia. Tergantung kasus yang dimilki pada pasien. Dalam laporan tutorial ini, berisi pustaka sehingga kita dapat menegakkan diagnosa secara tepat dan menentukan rencana perawatan di bidang kedokteran gigi.

1.2 Rumusan Masalah1. Apa hasil diagnosa dari penyakit yang diderita pasien tersebut?2. Apa saja rencana perawatan serta prognosa dari hasil diagnosa yang telah didapat?

1.3 Tujuan1. Untuk mengetahui dan memahami hasil diagnosa dari penyakit yang diderita oleh pasien.2. Untuk mengetahui dan memahami rencana perawatan serta prognosa dari hasil diagnosa yang telah didapat.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 KARIESMenurut kedalamannya, dapat dibagi : Karies Superfisial yaitu karies yang hanya mengenai email. Biasanya pasien belum merasa sakit. Karies Media yaitu karies yang mengenai email dan telah mencapai setengah dentin. Menyebabkan reaksi hiperemi pulpa, gigi biasanya ngilu, nyeri bila terkena rangsangan panas atau dingin dan akan berkurang bila rangsanyan dihilangkan. Karies Profunda yaitu karies yang mengenai lebih dari setengah dentin dan bahkan menembus pulpa. Menimbulkan rasa sakit yang spontan.

Gambar 1: Karies Superfisial (kiri Karies Media dan karies profunda (kanan)

Klasifikasi karies menurut sistem Black :

Klas I : karies ini terjadi pada ceruk dan fisura dari semua gigi, meskipun lebih ditujukan pada gigi posterior. Klas II : kavitas yang terrdapat pada permukaan aproksimal gigi posterior, karies Klas II dapat mengenai permukaan mesial dan distal atau hanya salah satunya sehingga dapat digolongkan menjadi kavitas MO (mesio-oklusal) atau MOD (mesioo-oklusal-distal). Karena akses untuk perbaikan biasanya dibuat dari permukaan oklusal, permukaan oklusal dan aproksimal dari gigi direstorasi sekaligus. Tetapi dilihat dari definisinya kavitas ini adalah lesi proksimal dan tiidak selalu mencakup permukaan oklusal. Klas III : lesi Klas III hanya mengenai gigi anterior. Lesi ini dapat terjadi pada permukaan mesial atau distal dari insisivus atau kaninus, lesii ini terjadi di bawah titik kontak dan bentuk kavitasnya bulat dan kecil. Klas IV : kavitas ini adalah kelanjutan dari kavitas Klas III. Lesi ini pada permukaan proksimal gigi anterior yang telah meluas sampai ke sudut insisal. Jika karies ini luas atau abrasi hebat dapat melemahkan sudut insisal dan menyebabkan terjadinya fraktur. Klas V : kavitas gingival adalah kavitas pada permukaan yang halus. Terlepas dari etiologinya karies, abrasi, atau erosi tipe lesi ini disebut juga karies Klas V. Menurut definisi Dr.Black, karies Klas V juga dapat terjadi baik pada permukaan facial maupun lingual, namun lesi ini lebih dominan timbul pada permukaan yang menghadap bibir dan pipi daripada lidah. Kavitas ini bisa mengenai sementum selain email. Klas VI : tipe kavitas ini terjadi pada ujung tonjol Gigi posterior dan edge insisal gigi insisivus. Pembentukan yang tidak sempurna pada ujung tonjol atau edge insisal seringkali membuat daerah rentan terhadap karies. Karies Klas VI sebenarnya bukan diidentifikasi oleh Dr.Black, tetapi pada daerah geografis tertentu ditambahkan sehingga menjadi bagian dari system klasifikasinya (Lloyd Baum dkk,1997: 49-51).

Gambar 2 : Klasifikasi Karies menurut Black

Menurut lokasinya, dapat dibagi menjadi : Karies oklusal Karies labial Karies bukal Karies palatal/lingual Karies aproksimal Karies kombinasi (Mengenai semua permukaan)

Pembagian lain dari karies berdasarkan lokasi : Karies yang ditemukan di permukaan halus, ada tiga macam karies permukaan halus :Karies proksimal adalah tipe yang paling sulit dideteksi. Tipe ini kadang tidak dapat dideteksi secara visual atau manual dengan sebuah explorer gigi. Karies proksimal ini memerlukan pemeriksaan radiografi. Karies akar adalah tipe karies yang sering terjadi dan biasanya terbentuk ketika permukaan akar telah terbuka karena resesi gusi. Bila gusi sehat, karies ini tidak akan berkembang karena tidak dapat terpapar oleh plak bakteri. Permukaan akar lebih rentan terkena proses demineralisasi daripada enamel atau email karena sementumnya demineraliasi pada pH 6,7, di mana lebih tinggi dari enamel. Karies akar lebih sering ditemukan di permukaan fasial, permukaan interproksimal, dan permukaan lingual. Gigi geraham atas merupakan lokasi tersering dari karies akar. Tipe ketiga karies ini terbentuk pada permukaan lainnya. Karies di celah atau fisura gigi.Celah dan fisura adalah tanda anatomis gigi. Fisura terbentuk saat perkembangan alur, dan tidak sepenuhnya menyatu, dan membuat suatu turunan atau depresio yang khas pada strutkur permukaan email. Tempat ini mudah sekali menjadi lokasi karies gigi. Celah yang ada daerah pipi atau bukal ditemukan di gigi geraham. Karies celah dan fisura terkadang sulit dideteksi. Semakin berkembangnya proses perlubangan karena karies, email atau enamel terdekat berlubang semakin dalam. Ketika karies telah mencapai dentin pada pertemuan enamel-dental, lubang akan menyebar secara lateral. Di dentin, proses perlubangan akan mengikuti pola segitiga ke arah pulpa gigi.

2.2 MACAM-MACAM PENYAKIT PULPA Karena sedikit atau tidak adanya korelasi antara data histologik patosis pulpa dan gejalanya, diagnosis dan klasifikasi pulpa didasarkan pada tanda-tanda dan gejala klinis dan bukan pada temuan histologiknya. Penyakit pulpa dapat diklasifikan sebagai pulpitis reversibel, dan irreversibel, dan hiperplastik, dan nekrosis, sedangkan respons jaringan keras gigi terdiri atas kalsifikasi dan resorpsi.

2.2.1 Pulpitis ReversibleMenurut arti kata pulpitis reversible adalah inflamasi pulpa yang tidak parah jika penyebabnya dihilangkan , inflamasinya akan pulih kembali dan pulpa akan kembali normal. Stimuli ringan atau sebentar seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodontium yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor-faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis irreversibel (Walton, 2008:36).

EtiologiPulpitis reversible ini disebabkan oleh apa saja yang mampu melukai pulpa. Penyebab dari pulpitis reversible ini yaitu : Trauma, misalnya dari suatu pukulan atau hubungan oklusal yang terganggu. Syok termal juga dapat menyebabkan pulpitis reversible seperti yang timbul pada waktu preparasi kavitas dengan bur tumpul, atau membiarkan bur terlalu lama didalam kavitas dan berkontak dengan gigi, atau juga karena panas yang berlebihan pada waktu memoles tumpatan, dehidrasi kavitas dengan alcohol atau kloroform yang berlebihan atau rangsangan pada leher gigi yang dentinnya terbuka. Penumpatan tumpatan amalgam yang baru yang berkontak dengan, atau beroklusi dengan restorasi emas Stimulus kimiawi misalnya dari bahan makanan manis atau masam atau dari iritasi tumpatan silikat . Bakteri seperti bakteri pada karies.Setelah insersi suatu restorasi, pasien sering mengeluh tentang sensitivitas ringan terhadap perbuhan temperature, terutama dingin. Sensitivitas macam itu dapat berlangsung 2-3 hari atau seminggu tetapi berangsur-angsur akan hilang. Sensitivitas ini adalah gejala pulpitis reversible. Gangguan sirkulasi, seperti gangguan yang menyertai menstruasi atau kehamilan mungkin juga meyebabkan suatu hyperemia periodik yang hanya sementara. Rangsangan yang dapat menyebabkan hyperemia atau inflamasi ringan pada pulpa yang satu dapat menghasilkan dentin sekunder pada pulpa yang lain, bila rangsangan yang cukup ringan atau bila pulpa yang lain, bila rangsangan cukup untuk melindungi diri sendiri (Grossman, dkk., 1995:73).

Gejala Pulpitis reversibel yang simtomatik, seacara klinik ditandai dengan gejala sensitif dan rasa sakit tajam yang hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh rangsangan dingin daripada panas. Ada keluhan rasa sakit bila kemasukan makanan, terutama makanan dan minuman dingin. Rasa sakit hilang apabila rangsangan dihilangkan, rasa sakit yang timbul tidak secara spontan. Pada pulpitis reversibel, penyebab rasa sakit umumnya peka terhadap suatu stimuli, seperti air dingin atau aliran udara (Grossman,dkk, 1995:73).

Perawatan Iritasi dihilangkan dan dentin vital yang terbuka itu tertutup gejala akan hilang. Jika iritasi pulpa terus berlanjut / intensitasnya meningkat , maka akan timbul inflamasi moderat sampai parah dan menjadi pulpitis irreversibel yang berakhir dengan nekrosis (Walton, 2008: 36-38).

2.2.2 Pulpitis IrreversibelSuatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simtomatik ataupun asimtomatik yang disebabkan oleh suatu stimulus noksius. Pulpitis ireversibel menunjukkan rasa sakit yang disebabkan oleh stimulus panas atau dingin dan sakit yng timbul secara spontan. Rasa sakit dapat timbul selama berjam-jam, dan tetap ada setelah stimulus termal dihilangkan (Grossman, dkk., 1995:74).

EtiologiPulpitis irreversibel seringkali merupakan akibat atau perkembangan dari pulpitis reversibel. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif atau terganggunya aliran darah pulpa akibat trauma atau pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsia dapat pula menyebabkan pulpitis irreversibel. Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan bisa pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Lambat atau cepat akan menjadi nekrosis (Walton, 2008:38)

GejalaPada tingkat awal, suatu paroksisme rasa sakit yang dapat disebabkan; perubahan temperatur sekonyong-konyong, terutam dingin; bahan makan manis atau asam; tekanan makanan yang masuk ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi dan sikap berbarig yang menyebabkan kongesti pembuluh darah pulpa. Rasa sakit dapat sebentar-sebentar atau terus-menerus tergatung pada tingkat keterlibatan pulpa dan hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal (Grossman,dkk.,1995:75).

PerawatanTerdiri dari pengambilan seluruh pulpa atau pulpektomi, penumpatan suatu medikamen intrakanl sebagai desinfektan atau obtunden, misalnya kresatin,eugenol dan formokresol. Pada gigi posterior, waktu merupakan suatu faktor, pengambilan pulpa koronal dan penempatan formokresol yang serupa diatas pulpa redikular harus dilkukan sebagai prosedur darurat. Pengambilan secara bedah harus dipertimbangkan bila gigi tidak dapat direstorasi (Grossman,dkk, 2002 : 67).

2.2.3 NekrosisNekrosis pulpa (gangrene) merupakan proses lanjut dari radang pulpa akut maupun kronis atau terhentinya darah secara tiba-tiba karena trauma. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial maupun total. Ada 2 macam nekrosis :1. Tipe koagulasi terjadi karena jaringan yang larut mengendap dan berubah menjadi bahan yang padat2. Tipe liquefaction terjadi karena enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi bahan yang lunak dan cair.

Etiologi1. Microbakterial2. Trauma fisik (benturan, radiasi)3. Bahan-bahan kimia (tumpatan gigi, bahan korosif)4. Reaksi hipersensitivitasUmumnnya nekrosis pulpa disebabkan karena pulpitis reversible dan irreversible yang tidak di tangani dengan baik/benar (kegagalan perawatan). Nekrosis pulpa ditandai dengan hasil akhir berupa H2S, amoniak, bahan yang bersifat lemak, indikan, protamine, CO2 selain itu Indole, Skatol, Putresin dan kadaverin yang menimbulkan bau busuk. Ditemukan juga kuman saprofit anaerob (Grossman,dkk,1995:82).Banyak bakteri telah diisolasi dari gigi dengan pulpa nekrotik. Pada presentase tinggi kasus-kasus ini, saluran akar berisi suatu campuran flora mikrobial, aerobik dan anaerobik (Grossman,dkk,1995:83).

GejalaGigi yang terlihat normal dengan pulpa nekrotik tidak menyebabkan gejala rasa sakit. Sering diskolorisasi gigi adalah indikasi pertama bahwa pulpa mati. Penampilan mahkota yang buram dan opak hanya disebabkan karena tranlusensi normal yang jelek, tetapi kadang-kadang gigi mengalami perubahan warna keabuan-abuan atau kecoklat-coklatan yang nyata dan dapat kehilanagan cemerlangannya dan kilauan yang biasa dipunyai. Adanya pulpa nekrotik mungkin ditemukan hanya secara kebetulan, karena gigi macam itu adalah asitomatik. Gigi dengan nekrosis sebagian dapat bereaksi terhadap perubahan termal, karena adanya serabut saraf vital yang melalui jaringan inflamasi di dekatnya (Grossman,dkk,1995:82).1. Gejala umum nekrosis pulpa :a. Simptomnya sering kali hampir sama dengan pulpitis irreversibleb. Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan.c. Sangat sedikit/ tidak ada perubahan radiografikd. Mungkin memiliki perubahan-perubahan radiografik defenitif seperti pelebaran jaringa periodontal yang sangat nyata adalah kehilangan lamina durae. Perubahan-perubahan radiografik mungkin jelas terlihatf. Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari salah satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.2. Keluhan subjektif :a. Gigi berlubang, kadang-kadang sakit bila kena rangsangan panasb. Bau mulut (halitosis)c. Gigi berubah warna.3. Pemeriksaan objektif :a. Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitamanb. Terdapat lubang gigi yang dalamc. Sondenasi,perkusi dan palpasi tidak sakitd. Biasanya tidak bereaksi terhadap tes elektrik dan termal. Kecuali pada nekrosis tipe liquifaktif.e. Bila sudah ada peradangan jaringan periodontium, perkusi,palpasi dan sondenasi sakit.

a. Nekrosis ParsialisPulpa terkurung dalam ruangan yang dilingkungi oleh dinding yang kaku, tidak memiliki sirkulasi darah kolateral, dan venula serta system limfenya akan lumpuh jika tekanan intrapulpanya meningkat. Oleh karena itu, pulpitis irreversible akan menyebabkan nekrosis likuefaksi. Jika eksudat yang timbul selama pulpitis ireversibel diabsorbsi atau terdrainase melalui karies atau melalui daerah pulpa terbuka ke dalam rongga mulut, terjadinya nekrosis akan tertunda; pulpa di akar mungkin masih tetap vital untuk waktu yang lama. Sebaliknya, penutupan atau penambalan pulpa terinflamasi akan menginduksi nekrosis pulpa yang cepat dan total serta penyakit periradikuler. Selain nekrosis likuefaksi, nekrosis pulpa iskemik dapat timbul akibat trauma karena terganggunya pembuluh darah. Dapat dikatakan nekrosis pulpa parsialis apabila sebagian jaringan pulpa di dalam saluran akar masih dalam keadaan vital.Nekrosis pulpa biasanya tidak menimbulkan gejala tetapi dapat juga disertai dengan episode nyeri spontan atau nyeri ketika ditekan (dari periapeks). Gejala klinis nekrosis pulpa parsialis: Pada anamnesa terdapat keluhan spontan. Pada pemeriksaan obyektif dengan jarum Miller terasa sakit sebelum apikal.

Pemeriksaan klinis dari nekrosis pulpa parsialis: Tes termis: bereaksi atau tidak bereaksi. Tes jarum Miller: bereaksi. Pemeriksaan rontgenologis: terlihat adanya perforasi.

b. Nekrosis TotalisMerupakan matinya pulpa seluruhnya.Gejala klinis : Nekrosis totalis biasanya asimtomatik, tetapi bisa juga ditandai dengan nyeri spontan dan ketidaknyamanan nyeri tekan (dari periapeks). Diskolorisasi gigi merupakan indikasi awal matinya pulpa. Dapat dilihat dari penampilan mahkota yang buram atau opak dan perubahan warna gigi menjadi keabu-abuan atau kecoklatan serta bau busuk dari gigi.Pemeriksaan Klinis :1. Pemeriksaan subyektif2. Pemeriksaan obyektifGigi dengan pulpa nekrotik tidak bereaksi terhadap tes termal dingin, tes pulpa listrik, atau tes kavitas. Namun, gigi dengan pulpa nekrotik sering kali sensitive terhadap perkusi dan palpasi asalkan disertai dengan inflamasi periapikal.3. RontgenologisGambaran radiografi umumnya menunjukkan suatu kavitas atau tumpatan besar, jalan terbuka ke saluran akar, dan penebalan ligament periodontal. Kadang-kadang gigi yang tidak mempunyai tumpatan atau kavitas pulpanya mati karena akibat trauma.

Perawatan Simtomatis :Diberikan obat-obat penghilang rasa sakit/anti inflmasi (OAINS) Kausatif :Diberikan antibiotika (bila ada peradangan) Tindakan :Gigi dibersihkan dengan semprit air, lalu dikeringkan dengan kapas. Beri anagesik, bila ada peradangan bisa di tambah dengan antibiotic Sesudah peradangan reda bisa dilakukan pencabutan atau dirujuk untuk perawatan saluran akar. Biasanya perawatan saluran akar yang digunakan yaitu endodontic intrakanal. Yaitu perawatan pada bagian dalam gigi (ruang akar dan saluran akar) dan kelainan periapaikal yang disebabkan karena pulpa gigi tersebut.

2.3 Penyakit Jaringan Periodontal2.3.1 Gingivitis KronisManifestasi dari inflamasi gingiva bervariasi antara berbagai individu dari satu bagian mulut ke bagian mulut lainnya. Variasi ini mencerminkan faktor etiologi yang berperan dalam responj jaringan terhadap faktor-faktor tersebut. Dalam menentukan diagnosa perlu diperhatikan tanda-tanda kondisi sehat, absennya keadaan ini menunjukkan adanya penyakit. Tanda-tanda kliniknya adalah :Perubahan bentuk gingivaPerubahan bentuk biasanya dinyatakan dalam bentuk warna, bentuk, ukuran, konsistensi dan karakteristik permukaan. Karena embrasur interdental merupakan daerah stagnasi plak terbesar, inflamasi gingiva biasanya dimulai pada papilla interdental dan menyebar ke daerah tepi. Karena pembuluh darah terdilatasi jaringan akan menjadi merah, bengkak dengan eksudat inflamasi. Tepi jaringan seperti pisau menjadi bulat, sluice way interdental hilang dan permukaan gingiva menjadi halus dan mengkilat. Karena bundel gingiva rusak akibat proses inflamasi, cuff gingiva akan kehilangan tonus dan terlepas dari permukaan gigi sehingga akan terbentuk poket yang dalam. Bila inflamasi makin membesar dan menyebar ke perlekatan gingiva, stipling akan hilang. Bila inflamasi makin membesar, inflamasi akan menyebar ke perlekatan gingiva dan mukosa alveolar, menghilangkan pertautan mukongingiva yang normalnya berbatas tegas.Biasanya pembengkakan inflamasi yang paling jelas adalah pada remaja dan dewasa muda sehingga akan terbentuk poket palsu. Poket disebut palsu karena berlawanan dengan poket asli atau poket periodontal yang terbentuk akibat pubertas, pembengkakan gingiva dan terutama pembengkakan papilla menjadi sangat besar. Bila iritasi plak sudah berlangsung lama dan ringan, reaksi jaringan utama adalah berupa produksi jaringan fibrosa sehingga gingiva akan tetap keras dan merah muda tetapi menjadi tebal dan kehilangan bentuknya yang ramping.Perdarahan gingiva mungkin merupakan keluhan yang paling sering diajukan pasien. Sayanganya perdarahan gingiva sangat umum sehingga banyak orang yang tidak begitu memoerdulikannya dan bahkan menganggapnya normal;meskipun demikian, kecuali bila perdarahan terjadi setelah trauma akut, perdarahan hampir selalu merupakan tanda patologi. Perdarahan terjadi paling sering sewaktu menyikat gigi. Perdarahan dapat disebabkan karena makan makanan yang keras misalnya apel, roti bakar, dst. Bila gingiva sangat lunak dan spngi, perdarahan dapat timbul secara spontan.Nyeri dan sakit merupakan tanda langka dari gingivitits kronis dan mungkin merupakan alasan utama mengapa panyakit ini sering kurang mendapat perhatian. Gingiva mungkin terasa nyeri bila pasien menyikat gigi dan karena itu, pasien cenderung menyikat lebih lembut dan lebih jarang sehingga plak akan makin terakumulasi dan kondisi ini menjadi lebih makin parah.Rasa tidak enak pasien mungkin merasa adanya daerah khususnya bila mereka menyedot daerah interdental. Sayangnya, rasa ini sering tidak nyata dan umumnya merupakan keluhan yang relatif jarang.Halitosis bau mulut sering menyertai panyakit gingiva dan merupakan penyebab umum dari kunjungan pasien ke dokter gigi. Bau berasal dari darah dan kebersihan mulut yang buruk dan perlu dibedakan dengan bau akibat sumber lainnya. Halitosis mempunyai berbagai penyebab, baik intraoral maupun ektraoral. Penyakit mulut dan deposit sisa makanan, terutama yang sifatnya berbau seperti pepermintm, bawang, kari, dan seterusnya, merupakan penyebab umum dari halitosis. Patologi saluran pernapasan, hidung, sinus, tonsil, dan paru-paru dapat menyebabkan timbulnya bau yang memalukan, seperti juga penyakit saluran perncernaan. Beberapa macam diet seperti bawang, diserap oleh intestinum di bawah ke aliran darah intestinum dan akhirnya dikeluarkan dari paru-paru sehingga menimbulkan bau yang berlangsung lama setelah diet tersebut dikonsumsi. Bau mulut adalah umum pada saat bangun pagi dan antara waktu makan, bila berhubungan dengan stagnasi makanan dan berkurangnya aliran saliva. Penyakit metabolisme, diabetes, uremia menimbulkan bau khas pada napas. Halitosis menjadi makin parah bertambahnya usia.

2.3.2 Periodontitis Apikalis Kronis (PAK)Periodontitis apikalis kronik timbul akibat nekrosis pulpa dan biasanya merupakan lanjutan dari Periodontitis Apikalis Akut (Walton, 2008:47). Menurut definisinya, PAK tidak menunjukkan gejala atau diasosiasikan dengan ketidaknyamanan dan lebih baik diklasifikasikan sebagai periodontitis apikalis asimtomatik. Karena pulpanya nekrosis, gigi dengan PAK tidak merespon stimuli elektrik atau panas. Perkusi menyebabkan sedikit nyeri atau tidak sama sekali. Terhadap palpasi mungkin sedikit sensitif yang mengindikasikan adanya perubahan pada pelat korteks tulang dari perluasan PAK ke jaringan lunak. Tampilan radiografi berkisar dari putusnya lamina dura hingga kerusakan jaringan periradikuler dan interradikuler yang luas (Walton, 2008:47).Secara histologik, lesi PAK siklasifikasikan sebagai granuloma atau kista. Granuloma periradikuler terdiri atas jaringan granulomatosa yang disusupi oleh sel mast, makrofag, limfosit, sel plasma, dan sesekali leukosit PMN. Sering pula ditemukan sel datia dengan inti banyak, sel busa, celah kolesterol, dan epitel (Richard E. Walton, 2003).Kista apikalis (radikuler) mempunyai kavitas sentral yang berisi caian eosinofil atau material semisolid dan dibatasi oleh epitel berlapis gepeng (squamosa). Epitel itu dikelilingi oleh jaringan ikat yang mengandung semua elemen seluler yang ditemukan pada granuloma periradikuler. Karenanya suatu kista apikalis adalah granuloma yang mengandung kavitas atau kavitas yang dibatasi oleh epitel. Asal epitel adalah sisa-sisa dari sarung epitel Hertwig, sisa sel Malassez. Sel sisa ini berploriferasi dibawah stimulus inflamasi. Asal sebenarnya dari kista belum jelas benar (Richard E. Walton, 2003).Bila dilakukan perkusi terasa nyeri tekan yang ringan dan terdengar nada tumpul. Vitaliasnya biasanya negatif. Rangsang panas biasanya dapat menyebabkan respon akibat ekspansi gas di dalam kamar pulpa. Gambaran radiografinya ditemukan radiolusensi apikal, bisa membesar dan berbatas jelas. Kemungkinan ditemukan pengisian saluran akar atau dressing pulpa yang tidak sempurna dari perawatan sebelumnya. Poin guta perca yang dimasukkan ke dalam saluran sinus akan masuk ke dalam apeks gigi penyebab dan akan terlihat dalam pemeriksaan radiografi. Cara ini dapat membantu dalam menentukan diagnosa (Warren Birnbaum, 2004).Menghilangkan iritan (pulpa nekrotik) dan melakukan obturasi yang baik biasanya akan menyembuhkan PAK. Tidak ada bukti bahwa kista apikalis tidak membaik setelah perawatan saluran akar yang baik atau ekstraksi (Walton, 2008:48).

2.4 Ekstraksi GigiStabilitas gigi di dalam lengkung gigi tergantung pada keutuhan prosesus alveolaris , ligamen periodontal, dan perlekatan gingiva. Oleh karena itu, keberhasilan pencabutan dengan tang tergantung pula pada bagaimana kita melonggarkan alveolus, memutuskan, ligamen periodontal, dan memisahkan perlekatan gingiva.

Memperkirakan Kesulitan PencabutanPemeriksaan klinisMenggabungkan pemeriksaan klinis dan radiografis akan memberikan gambaran tentang tingkat kesulitan pencabutan. Secara klinis, mahkota, jaringan pendukung dan struktur-stuktur penting di dekatnya.Mahkota ukuran mahkota menunjukkan saluran akarnya, karena itu, mahkota yang besar biasanya menunjukkan akar yang besar pula. Secara umum,mahkota yang masih utuh akan memungkinkan adaptasi yang baik dari tang yang dipakai, sedangkan mahkota yang rusak menambah kesulitan. Kerusakan mahkota yang luas karena karies maupun trauma, mempersulit penempatan dan adaptasi tang. Adanya restorasi yang luas, sering mengakibatkan terjadinya fraktur mahkota pada waktu pencabutan gigi.Struktur-struktur pendukung gigi, pemeriksaan klinis terhadap jaringan pendukung gigi dapat menunjukkan bertambahnya kegoyangan gigi akibat kerusakan tulang dan resesi gingiva, atau lesi periodontal. Meskipun meningkatnya derajat kegoyangan akan mempermudah longgarnya alveolus, tetapi perlu diperhatikan pula mengenai adanya jaringan granulasi yang menggantikan tuling yang hilang tersebut. Jaringan granulasi harus dihilangkan karena akan menimbulkan kecenderungan perdarahan pasca-bedah dan memperlambat proses penyembuhan. Adanya fistula mukosa di dekat gigi akan dicabut akan mengubah rencana pembedahan, yaitu karena fistula harus dieksisi.Struktur-struktur yang berdekatan harus diperiksa terlebih dahulu sebelum pencabutan. Adanya restorasi yang cukup besar pada gigi di dekatnya, yang diperkirakan akan mengalami fraktur dan pergeseran harus diperhatikan dan diberitahukan pada pasien. Gigi di dekatnya yang malposisi dan berjejal rentan terhadap fraktur atau luksasi. Untuk pencabutan gigi malposisi diperlukan tindakan pembedahan, yaitu pembukaan flap yang biasanya diikuti dengan pemotongan terencana dari gigi. Gigi yang modot serta tidak mempunyai antagonis membutuhkan tekanan pencabutan sedemikian rupa sehingga ada kemungkinan prosesus alveolaris menjadi fraktur. Ini seringkali merupakan indikasi pembedahan.

Pemeriksaan Radiologi Akar yang panjang dan tipis diperkirakan mudah fraktur dan memblokir arah pencabutan. Akar bulbus yang sangat besar atau hipersementosis apikal merupakan kontra indikasi pencabutan dengan tang. Akar gigi susu yang teresorpsi sebagian, atau akar-akar yang teresorpsi baik internal maupun eksternal cenderung mudah fraktur. Gigi-gigi yang dirawat endodontik cenderung mudah fraktur. Fusi sementum dengan tulang biasanya menyertai perawatan endodontik atau resorpsi akar dan disebut ankilosis, yang merupakan indikasi untuk pembedahan. Tulang film periapikal, memberikan gambaran yang akurat mengenai kepadatan dan derajat mineralisasi tulang serta kondisi celah ligamen periodontal. Apabila radiopasitas tualng dan gigi hampir sama, maka tulang ini mengalami mineralisasi yang tinggi. Tulang yang padat dan ligamen periodontal yang mempersulit pelonggaran alveolus. Film panoramik memperlihatkan anatomi dan patologi tulang sekitarnya, misalnya; batas inferior mandibula, kanalis mandibula, foramen mentalis sinus maxillaris dan luas kerusakann tulang atau lesi yang terkalsifikasi. Oleh karena itu, informasi yang didapatkan dari film panoramik bisa mengubah rencana pencabutan.

Faktor-faktor yang membuat pencabutan lebih sulit :Klinis : Ukuran mahkota; mahkota yang besar mempunyai akar yang besar. Mahkota yang pendek atau gigi yang erupsi sebagian menghalangi adaptasi tang. Mahkota yang patah menyulitkan aplikasi tang. Restorasi yang luas atau mahkota protesa mudah fraktur atau tergeser pada waktu pencabutan.. Gigi berjejal menyulitkan masuknya instrumen. Gigi yang modot mungkin memerlukan tekanan yang berlebihan, sehingga membahayakan struktur di sekitarnya.Radiografis; Akar yang panjang, kecil, bengkok atau resorb cenderung mudah fraktur. Gigi yang dirawat endodontik biasanya getas dan mudah fraktur. Tulang padat, sangat termineralisasi dan celah ligamen periodontal yang sempit atau tidak ada, menunjukkan bahwa perlu tekanan yang lebih besar untuk melonggarkan alveolus. Akar bulbus, hipersementosis apikal, atau ankilosis merupakan kontraindikasi pencabutan dengan tang. Akar yang delarasi di dekat struktur vitas memerlukan tindakan pembedahan (Pedersen, 1996).

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 SkenarioIdentitas PasienNama: Bpk.Jodi SungkowoAlamat/ Telp: Jln. Mangga 3 no 9 JemberPekerjaan: WiraswastaAlamat / Telp: 08816027963Umur: 38 tahunJenis kelamin: laki-laki

Keluhan utamaGigi bawah kanan sakit

AnamnesaPasien datang dengan keluhan sakit pada gigi bawah kanan sejak beberapa bulan yang lalu. Rasa sakit timbul tiba-tiba, namun juga bisa timbul rasa ngilu ketika makan makanan panas atau dingin. Untuk mengurangi rasa sakit pada giginya, pasien meminum saridon dan antalgin. Setelah sembuh, satu minggu kemudian rasa sakitnya kambuh kembali.

Pemeriksaan Intra OralGigi 41: karies superfisialisGigi 43: karies mediaGigi 11, 28: karies profunda perporasiGigi 23, 34, 44, 45: karies profundaGigi 14, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 24, 26, 27, 35, 37, 47, 48: sisa akarGingiva : Abnormal Ada pembengkakan pada semua regio gigi

Pemeriksaan Ekstra OralTerdapat benjolan pada sinister kelenjar submandibularis

Diagnosa : 11 nekrosis pulpitis totalis disertai gingivitis kronis 14, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 24, 26, 27, 35, 37, 47, 48 periodontitis apikalis kronis disertai gangren radiks 23, 41,43 pulpitis reversible disertai gingivitis kronis 28 nekrosis pulpa parsialis disertai gingivitis kronis 34, 44, 45 pulpitis irreversible disertai gingivitis kronis

3.2 Mapping :Nama: Pak Jodi SungkowoAlamat/ Telp: Jln. Mangga 3 no 9Pekerjaan: WiraswastaAlamat / Telp: 08816027963Umur: 38 tahunJenis kelamin: laki-laki

Pemeriksaan SubyektifPemeriksaan Obyektif Riwayat sakit spontan Ngilu timbul pada saat makan panas/ dingin 41 : karies superfisialis 43 : karies media 11, 28 : karies profunda perporasi 23, 34, 44, 45 : karies profunda 14, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 24, 26, 27, 35, 37, 47, 48: sisa akar

Diagnosis 11 nekrosis pulpitis totalis disertai gingivitis kronis 14, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 24, 26, 27, 35, 37, 47, 48 periodontitis apikalis kronis disertai gangrene radiks 23, 41,43 pulpitis reversible disertai gingivitis kronis 28 nekrosis pulpa parsialis disertai gingivitis kronis 34, 44, 45 pulpitis irreversible disertai gingivitis kronis

Rencana perawatan ----------- prognosis

3.3 Hasil diagnose: Insisivus pertama kanan atasPada gigi ini diagnose/assessment kelompok kami adalah nekrosis pulpa totalis, disertai gingivitis kronis. Kelompok kami menyimpulkan diagnose ini karena pada pemeriksaan caries / jari pulpoperiapikal di dapatkan bahwa pada tes sonde (-), tes dingin (-), tes panas (-), perkusi (+), dan durk (-). Hal ini dapat disimpulkan bahwa gigi sudah non vital, yang mana gigi tersebut ketika di tes miller, jarum millernya di masukan ke dalam kavitas gigi sampai jarum miller menembus ruang pulpa dan pasien tidak merasakan sakit. Dari hasil pemeriksaan di dapatkan bahwa pada perkusi hasilnya positif (+), hal ini dikarena kami mencurigai adanya kerusakan pada jaringan penyangganya. Sedangkan pada pemeriksaan permukaan gigi didapatkan adanya sordes, gingival kemerahan, edemortous, dan mengalami resesi gingiva. Gingivitis tersebut kronis karena tidak ada keluhan dari pasien (tidak sakit).

Premolar pertama kanan atas, premolar ke dua kanan atas, molar pertama kanan atas, molar ke dua kanan atas, molar ke tiga kanan atas, insisivus pertama kiri atas, insisivus ke dua kiri atas, premolar pertama kiri atas, molar pertama kiri atas, molar ke dua kiri atas, premolar ke dua kiri bawah, molar pertama kiri bawah, molar ke dua kanan bawah, dan molar ke tiga kanan bawah. Pada gigi ini diagnose/assessment kelompok kami adalah gangrene radiks disertai periodontitis kronis apikalis. Kelompok kami menyimpulkan diagnose ini karena pada pemeriksaan klinis gigi tersebut sudah tinggal sisa akarnya saja. Dan pada gingival terdapat pembengkakan, kemerahan, dan terdapat fistula. Pada anamnesa pasien pernah mengalami pembengkakan pada daerah rahang atas bagian sinester. Hal ini yang sebagai tanda bahwa jaringan periapikal gigi tersebut sudah rusak sehingga kelompok kami menyimpulkan diagnose pada jaringan periodontalnya adalah periodontitis kronis apikalis karena pasien sudah tidak mengalami rasa sakit.

Caninus kiri atas, insisivus pertama kanan bawah, dan caninus kanan bawah.Pada gigi ini diagnose/assessment kelompok kami adalah pulpitis reversible, disertai gingivitis kronis. Kelompok kami menyimpulkan diagnose ini karena pada pemeriksaan caries / jari pulpoperiapikal di dapatkan bahwa pada tes sonde (-), tes dingin (+), tes panas (-), perkusi (-), dan durk (-). Pada diagnose ini dikatakan pulpitis reversible, karena gigi-gigi tersebut sangat sensitive terhadap tes dingin. Sedangkan pada pemeriksaan permukaan gigi didapatkan adanya sordes, gingival kemerahan, edemortous, dan mengalami resesi gingiva. Gingivitis tersebut kronis karena tidak ada keluhan dari pasien (tidak sakit).

Molar ke tiga kiri atas.Pada gigi ini diagnose/assessment kelompok kami adalah nekrosis pulpa parsialis disertai gingivitis kronis. Kelompok kami menyimpulkan diagnose ini karena pada pemeriksaan caries / jari pulpoperiapikal di dapatkan bahwa pada tes sonde (-), tes dingin (-), tes panas (-), perkusi (+), dan durk (-).

Premolar pertama kiri bawah, Premolar pertama kanan bawah, dan premolar ke dua kanan bawah.Pada gigi ini diagnose/assessment kelompok kami adalah pulpitis irreversible disertai gingivitis kronis. Diagnose pulpitis irreversible didapatkan kelompok kami dari hasil pemeriksaan klinis yang menunjukkan gigi tersebut telah mengalami perforasi melebihi setengah gigi pada daerah distal mengarah ke mesial, gigi tersebut bila terkena rangsangan dingin masih terasa sakit hal ini menunjukkan bahwa gigi tersebut masih vital. Disertai gingivitis kronis karena pada regio gigi tersebut ditemukan adanya resesi gingiva, dan pada tes durk pasien merasa kesakitan.

3.4 Rencana Perawatan 3.4.1 Perawatan Pulpitis ReversibelPerawatan terbaik untuk pulpitis reversibel adalah pencegahan. Perawatan periodik untuk mencegah perkembangan karies, penumpatan awal bila kavitas meluas, desentisasi leher gigi dimana terdapat resesi gingiva, penggunaan pernis kavitas atau semen dasar sebelum, dan perhatian pada preparasi kavitas dan pemolesan dianjurkan untuk mencegah pulpitis. Bila dijumpai pulpitis irreversibel, penghilangan stimulus noksius biasanya sudah cukup. Begitu gejala telah reda, gigi harus dites vitalitasnya, untuk memastikan bahwa tidak terjadi nekrosis. Bila rasa sakit tetap ada walaupun telah dilakukan perawatan yang tepat, inflamasi pulpa hendaknya dianggap sebagai irreversibel, yang perawatannya adalah ekstirpasi.

3.4.2 Perawatan Pulpitis IrreversibleDalam melakukan perawatan pulpitis irreversible terlokalisasi agar perawataan yang dilakukan dapat akurat, ada dua faktor yang dapat mempengarui proses perawatan, antara lain:1. Lokasi gigi yang pulpitis irreversible (anterior atau posterior).2.Sensasi gigi saat dilakukan perkusi (sensitif atau nyeri).Perawatan terdiri dari pengambilan seluruh pulpa, atau pulpektomi, dan penumpatan suatu medikamen intrakanal sebagai desinfektan atau obtunden (meringakan rasa sakit) seperti, misalnya kresatin, eugenol, atau formokresol. Pada gigi posterior, dimana waktu merupakan suatu faktor, pengambilan pulpa koronal atau pulpotomi dan penempatan formokresol atau dresing yang serupa di atas pulpa radikular harus dilakukan sebagai suatu prosedur darurat. Pengambilan secara bedah harus dipertimbangkan bila gigi tidak direstorasi.

3.4.3 Nekrosis PulpaUntuk gigi-gigi yang mengalami nekrosis, terdiri dari preparasi saluran akar dan diindikasikan untuk ekstraksi.

3.4.4 Gingivitis KronisPerawatan terdiri dari tiga komponen yang dapat dilakukan bersamaan:1. Instruksi kebersihan mulut2. Menghilangkan plak dan kalkulus dengan skaling3. Memperbaiki faktor-faktor retensi plak.Ketiga macam perawatan ini saling berhubungan. Pembersihan plak dan kalkulus tidak dapat dilakukan faktor-faktor retensi plak diperbaiki;Instruksi pembersihan mulut. Pasien bertanggung jawab untuk menjaga kesehatan mulutnya sendiri bila ada penyakit pasien mempunyai tugas khusus yang harus dilakukannya sendiri. Adanya penyakit, menunjukkan Kelalaian pasien di masa lalu Kerentanan terhadap pernyakit.Tergantung pada keparahan inflamasi gingiva, status kebersihan mulut, adanya faktor pemberat dan kerjasama pasien, dapat ditentukan beberapa seri kunjungan perawatan. Bila kebersihan mulut buruk, mungkin diperlukan kunjungan lebih lanjut dengan interval mingguan terutama bila jumlah kalkulus subgingiva sangat banyak. Perawatan harus dilanjutkan sampai kondisi kebersihan mulut dan gingiva membaik. Kunjungan ulang dapat dilakukan pada interval tertentu sesuai dengan kondisi pasien.Skaling adalah usaha untuk membersihkan semua deposit semua gigi, kalkulus subgingiva, kalkulus supragingiva, plak, dan noda. Skaling harus dilakukan secara menyeluruh;inflamasi akan menetap bila deposit gigi tidak dibersihkan seluruhnya. Teknik skaling hanya dapat dikuasai dengan latihan yang teratur, tetapi ada beberapa kondisi yang perlu diperhatikan untuk dapat melakukan teknik ini dengan efektif;1. Pekerjaan ini harus dilakukan secara sistematis, pada seluruh mulut dan di sekitar tiap-tiap gigi secara berurutan.2. Harus digunakan peralatan yang tepat, yakni alat harus cocok untuk permukaan gigi yang dibersihkan.3. Setiap gerakan alat harus bermakna dan efektif.4. Permukaan gigi harus dibersihkan sehingga benar-benar bersih dan halus.

3.4.5 Perawatan Periodontitis KronisTujuan perawatan periodontal adalah sebagai berikut:1. resolusi proses penyakit2. membentuk kondisi yang mencegah rekurensi penyakit.

Skaling dan root planningSemua pasien, harus dirawat pertama-tama dengan skaling supragingiva untuk mengurangi gingivitis dan perdarahn.Skaling subgingiva adalah metode paling konservatif dari reduksi poket dan bila poket dangkal, merupakan satu-satunya perawatan yang perlu dilakukan. Meskipun demikian, bila kedalaman poket 4 mm atau lebih, diperlukan perawatan tambahan. Yang paling sering adalah root planing dengan atau tanpa kuretase subgingiva. Kalkulus subgingiva umumnya keras dan sangat erat melakat pada permukaanyagigi dan CEJ sehingga sulit dibersihkan. Kalkilus dapat melekat terutama pada daerah yang sulit dijangkau seperti furkasi antara gigi-gigi berakar jamak dari groove serta konkavitas pada permukaan akar.Tujuan root planing adalah untuk membersihkan sementum nekrosis dan kalkulus serta menghaluskan permukaan akar. Juga berhubungan dengan membersihkan sementum yang terinfiltrasi oleh bahan toksik bakteri seperti endoktoksin.Kuretase subgingiva yang berhubungan dengan pembersihan permukaan dalam dingding jaringan lunak poket yang terdiri dari epitelium dan jaringan ikat yang terinflamasi. Ketiga komponen pembersihan subgingivaskaling, root planing, dab kuretasebiasanya dilakukan bersamaan karena selama skaling subgingiva sulit untuk mencegah tidak terjadinya kuretase jaringan lunak. Skaling subgingiva dan root planing dapat merubah komposisi bakterial dari poket, juga menunjukkan reduksi jangka panjang terhadap bakteri anaerob gram (-) dan spirochaeta yang mungkin disebabkan karena perubahan lingkungn poket, akibat skaling subgingiva sehingga kurang menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri.Skaling dan root planing efektif dalam mengurangi inflamasi gingiva dan kedalaman poket. Bila dikombinasikan dengan kebersihan mulut yang baik dan pemeliharaan yang teratur, efek ini dapat berlanjut selama bertahun-tahun. Hasil pemeriksaan ini menunjukkan bahwa tindakan tersebut cukup efektif dalam merawat dan mempertahankan kondisi pasien yang menderita periodontitis kronis, moderat, bahkan, parah.

3.5 Prognosa Pasien mengalami pulpitis irreversibel pada gigi 44 dan oral hygyene pasien baik. tidak ada penyakit atau kelainan sistemik. Sehingga dapat dikatakan prognosis baik. Pada gigi yang mengalami gingivitis dan periodontitis, prognosisnya cukup baik karena oral hygyene pasien cukup baik dan tidak terdapat poket periodontal, serta pasien tidak mempunyai retensi plak cukup kecil. Pasien juga tidak mengalami kerusakan tulang alveolar yang cukup parah. Pada gigi yang mengalami pulpitis reversible, prognosisnya juga cukup baik karena oral hygyene baik dan peningkatan remineralisasinya cukup besar. Maka diperlukan control oral hygyene dengan cara pemberian pengetahuan tentang oral hygyene. Pada gigi yang nekrosis pulpa totalis dan parsialis, prognosisnya cukup baik. Karena prognosisnya tergantung dari kooperatif pasien dan perawatan endo yang tepat.

BAB IVKESIMPULAN

Menurut pemeriksaan dan anamnesis yang telah dilakukan, pasien didiagnosis menderita: 11 nekrosis pulpitis totalis disertai gingivitis kronis 14, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 24, 26, 27, 35, 37, 47, 48 periodontitis apikalis kronis disertai gangrene radiks 23, 41,43 pulpitis reversible disertai gingivitis kronis 28 nekrosis pulpa parsialis disertai gingivitis kronis 34, 44, 45 pulpitis irreversible disertai gingivitis kronis

Untuk rencana perawatan dari penyakit yang diderita pasien tersebut adalah dengan pulpektomi untuk merawat pulpitis irreversible. Sedangkan untuk merawat periodontitis dapat dilakukan skalling dan root planning. Untuk perawatan pulpitis reversible dapat dilakukan penumpatan tanpa terapi endodontic.

DAFTAR PUSTAKA

Baum, Lloyd, Philips, Ralph W., Lund, Melvin R. 1197. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi, Edisi 3. Jakarta: EGCGrossman, Louis I. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek Edisi Kesebelas. Jakarta: EGC.Manson, J.D. 1993. Buku Ajar Periodonti. Jakarta: Hipokrates.Pedersen, G. W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC.Tarigan, Rasinta. 1994. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jakarta : Widya MedikaWalton, Richard. E & Torabinejad, Mahmoud. 1997. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi. Jakarta : EGC.

31