inovasi teknologi pengendalian tikus - balitbangtan · pengendalian tikus sawah yang telah terbukti...

8
Agro inovasI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan No.29 Pasar Minggu Jakarta Selatan www.litbang.deptan.go.id Inovasi Teknologi Pengendalian Tikus 16 Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI AgroinovasI Badan Litbang Pertanian 5. Potong bagian bawah buku sehingga menjadi sebuah buku Cover Cover Cover Cover Cover Petunjuk Cara Melipat: 1. Ambil dua Lembar halaman tengah tabloid 2. Lipat sehingga cover buku (halaman warna) ada di depan. 3. Lipat lagi sehingga dua melintang ke dalam kembali 4. Lipat dua membujur ke dalam sehingga cover buku ada di depan 2.800/kg. Sebagai akibat lebih besarnya biaya panen pada MH ini, maka total biaya yang dikeluarkan pada MH lebih tinggi dibanding pada MK. Jumlah keuntungan usahatani padi dengan dua kali tanam ini sebesar Rp 13.728.050/ha. Pada MH penanaman padi memang lebih efisien dibanding MK yang diperlihatkan oleh nilai R/C yang lebih besar pada MH yaitu 3,35 sedangkan pada MK hanya 1,05. Dengan penanaman padi pada MK ini membuktikan bahwa terdapat peluang untuk meningkatkan produksi padi di lahan pasang surut pada luasan lahan yang sama dengan menanam dua kali dalam 12 bulan. Upaya ini dapat dilakukan tanpa harus mencetak lahan sawah baru di lahan pasang surut. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan Jl. Kol. H. Barlian No 83 KM 6, Palembang Telp: 0711-410155, Fax : 0711-411845 e-mail: [email protected] Bubu perangkap tikus Pemasangan pagar plastik

Upload: hanguyet

Post on 11-Mar-2019

267 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Agro inovasI

Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianJl. Ragunan No.29 Pasar Minggu Jakarta Selatanwww.litbang.deptan.go.id

Inovasi Teknologi Pengendalian Tikus

16

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI

AgroinovasI

Badan Litbang Pertanian

5. Potong bagian bawah buku sehingga menjadi sebuah buku

Cover

Cover

Cover

CoverCover

Petunjuk Cara Melipat:

1. Ambil dua Lembar halaman tengah tabloid

2. Lipat sehingga cover buku (halaman warna) ada di depan.

3. Lipat lagi sehingga dua melintang ke dalam kembali

4. Lipat dua membujur ke dalam sehingga cover buku ada di depan

2.800/kg. Sebagai akibat lebih besarnya biaya panen pada MH ini, maka total biaya yang dikeluarkan pada MH lebih tinggi dibanding pada MK. Jumlah keuntungan usahatani padi dengan dua kali tanam ini sebesar Rp 13.728.050/ha. Pada MH penanaman padi memang lebih efisien dibanding MK yang diperlihatkan oleh nilai R/C yang lebih besar pada MH yaitu 3,35 sedangkan pada MK hanya 1,05. Dengan penanaman padi pada MK ini membuktikan bahwa terdapat peluang untuk meningkatkan produksi padi di lahan pasang surut pada luasan lahan yang sama dengan menanam dua kali dalam 12 bulan. Upaya ini dapat dilakukan tanpa harus mencetak lahan sawah baru di lahan pasang surut.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera SelatanJl. Kol. H. Barlian No 83 KM 6, Palembang

Telp: 0711-410155, Fax : 0711-411845 e-mail: [email protected]

Bubu perangkap tikus

Pemasangan pagar plastik

15AgroinovasI

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLIBadan Litbang Pertanian

adalah untuk satu musim tanam saja yaitu pada MK. Penanaman padi pada MH sebaiknya tidak menggunakan pagar plastik karena penanamannya bersifat masal.

Tabel. 5. Analisis usahatani IP 200 per hektar di Desa Sumber Mulyo Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin tahun 2010/2011

UraianMusim Kemarau Musim Hujan

Volume Nilai Volume NilaiBahan/AlatBenih 47,5 kg 380.000 48 kg 384.000Urea 200 kg 260.000 150 kg 195.000SP 36 100 kg 220.000 100 kg 220.000KCl 50 kg 400.000 50 kg 400.000Pestisida 1 paket 638.500 1 paket 490.000Plastik 400 m 384.615Tiang pagar 400 tiang 50.000Tali 6 gulung 60.000Perangkap 16 buah 480.000Jumlah Bahan/alat 2.873.115 1.689.000

Tenaga KerjaSemprot gulma 1,5 HOK 82.500 1,5 HOK 82.500Olah tanah 600.000 600.000Perbaikan saluran 4 HOK 220.000 2 HOK 110.000Perbaikan pematang 2 HOK 110.000 2 HOK 110.000Penanaman 2 HOK 110.000 2 HOK 110.000Pemupukan 3 HOK 165.000 3 HOK 165.000Semprot HP 3 HOK 165.000 2 HOK 110.000Bagi hasil panen 342,8 kg 771.430 976,28 kg 2.733.600Jumlah Upah 2.223.930 4.021.100Total Biaya 5.097.045 5.710.100Penerimaan 2.400 kg 5.400.000 6.834 kg 19.135.200Keuntungan 302.955 13.425.100R/C (penerimaan/total biaya) 1,05 3,35Sumber: Rahardjo dkk, 2010.

Produktivitas yang dicapai pada MK lebih rendah dibanding MH. Tabel 5 menunjukkan bahwa produktivitas yang dicapai pada MK (2.400 kg) tersebut hanya 35,12% dari produktivitas pada MK (6.834 kg). Jumlah biaya bahan dan alat yang dikeluarkan pada MK lebih tinggi dibanding MH akibat penggunaan pagar plastik, sedangkan biaya tenaga kerja pada MH lebih tinggi dibanding MK disebabkan lebih besarnya biaya yang dikeluarkan untuk panen padi yaitu dengan melakukan bagi hasil sebesar 6:1 antara pemilik dengan regu pemanen. Bagian untuk regu pemanen pada MK sebanyak 342,8 kg sedangkan pada MH 976,28 kg.

Adanya perbedaan harga juga menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pemanenan ini. Harga jual gabah pada MK Rp 2.250/kg sedangkan pada MH

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI

2 AgroinovasI

Badan Litbang Pertanian

Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) merupakan hama utama tanaman padi dari golongan mammalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda dibandingkan jenis hama utama padi lainnya. Oleh karena itu dalam pengendalian hama tikus ini, diperlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan cara penanganan hama padi dari kelompok serangga.

Tikus sawah dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman padi mulai dari saat pesemaian padi hingga padi siap dipanen, dan bahkan menyerang padi di dalam gudang penyimpanan. Kerusakan akibat tikus sawah di negara-negara Asia mencapai 10-15% setiap tahun (Singleton, 2003), dan di Indonesia luas serangan tikus sawah setiap tahun rata-rata mencapai lebih dari 100.000 ha (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2003). Kerugian akibat hama tikus dapat jauh lebih tinggi lagi karena kerusakan pada periode pesemaian dan stadium padi vegetatif tidak termasuk kerugian yang dilaporkan.

Pengendalian hama tikus pada tanaman padi sampai saat ini keberhasilannya masih belum konsisten, dan belum semua petani di berbagai Propinsi di Indonesia memahami cara pengendalian tikus yang benar. Beberapa faktor penyebab kurang berhasilnya pengendalian tikus oleh petani antara lain: (1). Monitoring terhadap keberadaan hama tikus oleh petani masih kurang, sehingga sering terjadi keterlambatan dalam mengantisipasi pengendalian; (2). Pemahaman petani terhadap berbagai aspek sifat-sifat biologis hama tikus dan teknologi pengendaliannya masih lemah; (3). Kegiatan pengendalian belum terorganisir dengan baik (masih sendiri-sendiri), dan tidak berkelanjutan; (4). Ketersediaan sarana pengendalian masih terbatas dan (5). Masih banyak petani yang mempunyai persepsi “mistis” terhadap tikus yang dapat menghambat pelaksanaan pengendalian.

Berdasarkan hasil penelitian yang komprehensif oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, telah direkomendasikan alternatif-alternatif pendekatan pengendalian tikus sawah yang telah terbukti efektif yaitu pengendalian hama tikus terpadu (PHTT) (Sudarmaji, 2006). PHTT adalah pengendalian tikus yang didasarkan pada pemahaman ekologi tikus, yang dilakukan secara dini, intensif dan berkelanjutan dengan memanfaatkan teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Pelaksanaan pengendalian dilakukan oleh petani secara bersama-sama (berkelompok) dan terkoordinasi dengan cakupan sasaran pengendalian berskala luas (hamparan atau Desa).

Pengendalian tikus pada dasarnya adalah upaya menekan tingkat populasi tikus menjadi serendah mungkin melalui berbagai metode dan teknologi pengendalian, sehingga secara ekonomi keberadaan tikus di lahan pertanian tidak merugikan secara nyata. Menjaga populasi tikus sawah agar selalu berada pada

Mengenal Tikus Sawah

3AgroinovasI

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLIBadan Litbang Pertanian

tingkat populasi yang rendah adalah penting. Oleh karena itu perlu diupayakan langkah-langkah dan strategi pengendalian tikus sawah dengan pendekatan PHTT.

Berbagai komponen teknologi untuk pengendalian tikus sawah yang telah ada sampai saat ini sebenarnya cukup efektif apabila penerapannya telah sesuai dengan rekomendasinya. Ketepatan waktu pelaksanaan pengendalian, habitat sasaran pengendalian, dan pemilihan jenis teknologi yang dipakai, akan menentukan keberhasilan usaha pengendalian tikus sawah.

Kerusakan tanaman padiKerusakan yang ditimbulkan oleh tikus sawah pada tanaman padi terjadi

mulai dari pesemaian hingga padi menjelang panen. Rochman (1992), mencatat pada pesemaian padi berumur dua hari, satu ekor tikus mampu merusak rata-rata 283 bibit padi dalam satu malam. Pada stadium padi anakan (vegetatif) merusak anakan padi rata-rata 79 batang, dan pada stadium padi bunting 103 batang, serta pada stadium padi bermalai 12 batang per malam.

Tikus sawah diketahui lebih suka menyerang tanaman padi yang sedang bunting, sehingga pada umumnya padi stadium bunting akan mengalami kerusakan yang paling tinggi. Berdasarkan pengamatan dari malai padi yang dipotong, ternyata hanya beberapa malai saja yang dimakan (Rochman & Toto, 1976). Kebutuhan pakan tikus setiap hari hanya seberat kurang lebih 10% dari bobot tubuhnya, sedangkan daya rusaknya terhadap malai padi 5 kali lebih besar dari bobot malai padi yang dikonsumsi.

Hasil penelitian Sudarmaji (2004), menunjukkan bahwa intensitas kerusakan tanaman padi akibat serangan tikus sawah di lapangan terbuka dan di dalam sawah berpagar (enclosure), menunjukkan intensitas kerusakan yang berbeda di antara stadium padi. Intensitas kerusakan tertinggi terjadi pada stadium padi bunting, baik di lapangan terbuka maupun di dalam sawah berpagar. (Tabel 1).

Stadium padi

Rata-rata intensitas kerusakan tanaman padi (%)

di sawah berpagar(1 musim tanam)

di sawah terbuka(7 musim tanam)

Bertunas maksimum 6,60 ± 0,68 a 2,18 ± 0,39 a

Bunting 20,85 ± 2,12 b 5,33 ± 1,14 b

Matang panen 9,57 ± 2,11 a 1,12 ± 0,17 a

Kumulatif 37,02 ± 4,91 8,63 ± 1,70Tabel 1. Intensitas kerusakan tanaman padi oleh tikus sawah di lapangan terbuka dan di dalam sawah berpagar (enclosure)

Tingginya kerusakan yang terjadi pada stadium padi bunting, berkaitan erat dengan adanya preferensi tikus terhadap pakan padi bunting. Telah dibuktikan bahwa tanaman padi stadium bunting merupakan pakan yang paling disukai tikus sawah dibandingkan dengan jenis pakan yang ada di habitat hidupnya

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI

14 AgroinovasI

Badan Litbang Pertanian

Dosis Pupuk Berdasarkan alat PUTS direkomendasikan penggunaan • pupuk sebagai berikut:N tanah tinggi : Urea 200 kg/ha, • P tanah rendah : SP-36 100/ha dan • K tanah sedang-tinggi : KCl 50 kg/ha •

Pemeliharaan Manual dan penggunaan herbisida secara selektifPengendalian hama/penyakit

PHT tikus dengan menggunakan pagar plastik dan bubu perangkapPHT untuk hama lembing batu

Panen/penanganan pasca panen

Penggunaan power threser, pengeringan dengan matahari menggunakan alas terpal jemur.

Penataan Lahan TAM dan pemasangan pintu airSumber: Rahardjo dkk, 2010.

Tabel 4. Komponen teknologi PTT di lahan pasang surut MH 2010/2011 di Desa Sumber Mulyo Kecamatan Muara Telang, Banyuasin.

Komponen Teknologi Diskripsi Teknologi

Varietas Inpari 1, Inpari 13, Silugonggo Pengolahan Tanah Sisa tanaman pada lahan sawah disemprot dengan •

herbisida pra tumbuh dan herbisida purna tumbuh dengan dosis 4 l/ha.Pengolahan tanah sempurna dengan traktor tangan; • Pengolahan tanah I menggunakan bajak singkal dan dilanjutkan pengolahan tanah II menggunakan glebeg.

Cara Tanam Tanam benih langsung dengan menggunakan Atabela Dosis Pupuk Berdasarkan alat PUTS direkomendasikan penggunaan

pupuk sebagai berikut:N tanah tinggi : Urea 200 kg/ha, P tanah rendah : SP-36 100/ha dan K tanah sedang-tinggi : KCl 50 kg/ha

Pemeliharaan Manual dan penggunaan herbisida secara selektifPengendalian hama/penyakit

PHT tikus dengan menggunakan pagar plastik dan bubu perangkapPHT untuk hama lembing batu dengan aplikasi insektisida regent

Panen/penanganan pasca panen

Penggunaan power threser, pengeringan dengan matahari menggunakan alas terpal jemur.

Penataan Lahan TAM dan pemasangan pintu airSumber: Rahardjo dkk, 2010.

Pada pelaksanaan IP padi 200, digunakannya pagar plastik dan perangkap tikus. Ini karena penanaman padi pada MK tidak bersifat masal, sehingga untuk menghindari serangan tikus maka diperlukan pagar plastik dan perangkap tikus. Pagar plastik dan perangkap tikus ini dapat digunakan dua kali musim tanam dan perhitungan biaya yang dikeluarkan untuk pagar plastik dan perangkap tersebut

13

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI

AgroinovasI

Badan Litbang Pertanian

dan (3) Terjadinya kekeringan/genangan dan intrusi air asin akibat kurang optimalnya jaringan tata air. Kendala biologis meliputi; (1) Pertumbuhan gulma yang sangat cepat yang didorong oleh indeks pertanaman yang rendah (IP 100), dan (2) Masalah hama dan penyakit tanaman terutama tikus, ulat grayak, penggerek batang, penggerek polong dan blas.

Sedangkan kendala sosial ekonomi dan kelembagaan, meliputi; (1) Keterbatasan modal dan tenaga kerja, (2) Tingkat pendidikan petani yang rendah, (3) Kondisi sarana dan prasarana yang belum memadai, (4) Kurangnya kelembagaan untuk penyediaan modal dan sarana produksi serta pemasaran.

Hasil survei identifikasi dan karakterisasi wilayah pengembangan agribisnis di lahan rawa pasang surut Sumatera Selatan, menunjukkan bahwa: (1) Secara teknis lahan sawah pasang surut pada tipe luapan tertentu (A dan B) dapat ditanami padi setahun dua kali, (2) Masih ada sebagian sarana dan prasarana jaringan tata air tidak berfungsi baik, (3) Pengelolaan usahatani padi belum menerapkan teknologi usahatani dengan pendekatan PTT dan tidak tersedianya secara cukup benih yang berkualitas, (4) Penanganan panen dan pasca panen masih dilakukan secara sederhana, walaupun penggunaan mesin perontok (power thresher) dan pengering padi (box dryer) sudah meluas, (5) Mutu beras yang dihasilkan masih perlu ditingkatkan untuk dapat mencapai standar harga yang tinggi (Raharjo dkk., 2003).

BPTP Sumatera Selatan sebagai UPT Badan Litbang Pertanian selama ini telah mengadakan pengkajian yang menghasilkan beberapa paket teknologi usahatani padi spesifik lokasi di lahan rawa antara lain: (1) Pengelolaan lahan dan tata air, (2) Budidaya tanaman, (3) Alat dan mesin pertanian, (4) Penanganan pasca panen, serta (5) Inovasi kelembagaan pendukung usahatani.

Keadaan air yang layak untuk budidaya padi di bulan November sampai bulan Mei. Di luar bulan ini maka akan menghadapi kendala air. Untuk mewujudkan IP padi 200 di lahan rawa ini, tentunya terkait dengan pengembangan pola tanam baru bagi petani, komponen teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi pada lahan rawa pasang surut. Komponen teknologi PTT di lahan pasang surut pada pertanaman musim kemarau disusun sebagai berikut:Tabel 3. Komponen teknologi PTT di lahan pasang surut MK 2010 di Desa

Sumber Mulyo Kecamatan Muara Telang, Banyuasin.Komponen Teknologi Diskripsi TeknologiVarietas Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, Inpari 1, Inpari 4, Inpari 13,

Silugonggo dan MekonggaPengolahan Tanah Sisa tanaman pada lahan sawah disemprot dengan herbisida •

dengan dosis 4 l/ha.Setelah 3 hari lahan diglebeg menggunakan traktor tangan,• Dua hari kemudian disemprot dengan EM 4.• Selanjutnya setelah 3 hari diglebeg lagi untuk kedua kali, • lahan siap ditanam.

Cara Tanam Tanam benih langsung dengan menggunakan Atabela

4

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI

AgroinovasI

Badan Litbang Pertanian

yaitu di ekosistem sawah irigasi (Tristiani et al. 1992; Rahmini & Sudarmaji, 1997). Ketertarikan tikus sawah terhadap padi bunting, telah digunakan sebagai dasar pengendalian tikus dengan konsep Trap Barrier System (TBS) sebagai tanaman perangkap di ekosistem sawah irigasi (Singleton et al. 1997; Sudarmaji dan Anggara, 2006; Sudarmaji et al, 2007). Dilaporkan juga oleh Sudarmaji (2004), bahwa kerusakan yang disebabkan oleh 6 pasang ekor tikus dan keturunannya selama satu musim tanam padi mencapai 37,02%, yang nilainya setara dengan kehilangan gabah tiga ton atau 4,5 juta rupiah dalam 1 ha sawah. Perhitungan tersebut dengan asumsi bahwa hasil panen mencapai 8 ton/ha gabah kering panen dengan harga jual Rp. 1.500,- /kg.

Strategi PengendalianPengendalian tikus sawah dilakukan dengan pendekatan yang sangat

berbeda dengan pengendalian untuk hama padi lainnya. Pengendalian hama tikus dilakukan dengan pendekatan pengendalian hama tikus terpadu (PHTT) yaitu pengendalian tikus yang didasarkan pada pemahaman ekologi tikus, dilakukan secara dini, intensif dan berkelanjutan dengan memanfaatkan teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Pelaksanaan pengendalian dilakukan oleh petani secara bersama-sama (berkelompok) dan terkoordinir dengan cakupan sasaran pengendalian dalam skala luas.

Strategi pengendalian tikus sawah terutama harus dilakukan pada saat populasi tikus masih rendah dan mudah pelaksanaannya yaitu pada periode awal tanam, dengan sasaran menurunkan populasi tikus betina dewasa sebelum terjadi perkembangbiakan. Membunuh satu ekor tikus betina dewasa pada awal tanam, setara dengan membunuh 80 ekor tikus setelah terjadi perkembang-biakan pada saat setelah panen (Sudarmaji et al, 2005).

Penurunan tingkat populasi pada awal tanam (dini) adalah sangat penting karena menentukan keberhasilan pengendalian tikus sepanjang musim tanam. Di samping itu pengendalian tikus yang dilakukan ketika tanaman padi telah tinggi (canopinya telah menutup) akan lebih sulit, karena sebagian tikus sudah berada di tengah pertanaman padi. Pada periode bera, tikus berada pada berbagai habitat di sekitar persawahan seperti tanggul irigasi, pematang besar, jalan sawah, anak sungai, pinggiran desa dan lain-lain. Oleh karena itu tindakan pengendalian dini ditujukan pada habitat-habitat tikus tersebut.

Pengendalian pada saat bera dan persiapan pengolahan tanah, dapat dilakukan dengan cara gropyokan dan tindakan sanitasi habitat tikus yaitu di tepi kampung, tanggul-tanggul irigasi, pematang besar, jalan sawah, pinggiran anak sungai dan lainnya. Sebaiknya dilakukan usaha mengubah habitat tikus yang ada di lingkungan persawahan menjadi habitat yang tidak disukai tikus sebagai tempat berlindung dan bersarang. Usaha tersebut merupakan salah satu cara pengendalian tikus yang efektif untuk jangka panjang. Gropyokan dapat dilakukan dengan cara empos-gali, memompa air ke dalam sarang tikus, dan cara-

5

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI

AgroinovasI

Badan Litbang Pertanian

cara lainnya. Pengumpanan rodentisida hanya direkomendasikan apabila populasi tikus sangat tinggi untuk menurunkan tingkat populasi segera pada periode sebelum tanam.

Pada periode pesemaian, gropyokan massal (berburu tikus) masih harus terus dilakukan. Pemagaran persemaian dengan plastik dan pemasangan bubu perangkap perlu dilakukan. Hal tersebut selain dapat mengamankan pesemaian juga dapat menurunkan populasi tikus di daerah tersebut. Pesemaian sebaiknya dibuat sebagai pesemaian kelompok sehingga akan lebih memudahkan pengelolaan.

Menyiapkan dan memasang TBS dengan tanaman perangkap harus sudah direncanakan dan dipersiapkan sejak awal, khususnya penanaman tanaman perangkap. Ketika petani pada hamparan tersebut menyemai padi, tanaman perangkap harus sudah ditanam dan sekaligus memasang pagar plastik serta perangkap bubunya. Persemaian untuk tanaman perangkap harus dipersiapkan lebih awal yaitu 3 minggu dari waktu semai petani di hamparan tersebut. Sistem perangkap bubu tersebut akan efektif menarik dan memerangkap tikus dari periode pengolahan tanah hingga panen. Tangkapan tikus pada perangkap bubu akan tinggi pada waktu TBS mulai dipasang dan di sekitarnya masih bera/pengolahan tanah serta pada saat tanaman perangkap telah bunting/malai di mana tanaman sekitarnya masih stadium vegetatif.

Tabel 3. Strategi pengendalian tikus sawah dalam satu musim tanam padi

PengendalianJenis tindakan pengendalian tikus pada berbagai stadium padi

Bera Olah-tanah Pesemaian Tanam Bertunas Bunting Matang Panen

Tanam serempak

+ + +

Sanitasi + ++ + + +

Gropyok + ++ +

Emposan ++ ++

LTBS ++ ++

TBS+ tan-perangkap

++

Rodentisida *) + + +

Keterangan: + = dilakukan ++ = difokuskan *) = pilihan terakhirPengendalian tikus harus mencakup target areal yang luas dengan

memperhatikan habitat perlindungan tikus (refuge habitats) pada saat bera di luar daerah persawahan. Habitat tersebut merupakan sumber infestasi tikus sawah pada saat ada pertanaman padi. Sebaiknya dilakukan pemasangan LTBS di daerah tepi kampung untuk menangkap tikus yang akan kembali ke sawah. Mengatur waktu tanam dan panen serempak, mempertahankan adanya periode bera, sanitasi ratun padi dan gulma, merupakan usaha yang perlu dilakukan oleh petani

12

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI

AgroinovasI

Badan Litbang Pertanian

Ciri khas petak sawah yang terserang tikus sawah

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Dewasa ini, Pemerintah Daerah Sumatera Selatan (Sumsel) ingin mewujudkan

Sumsel Lumbung Pangan sesuai dengan tersedianya potensi sumber daya lahan yang cukup variatif, mulai dari lahan sawah irigasi, tadah hujan, rawa pasang surut, lebak dan lahan kering.

Untuk turut mendukung pencapaian program tersebut, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumsel juga berkiprah melakukan inovasi di bidang pertanian yang berbasis pada kondisi yang spesifik lokasi, berorientasi pada kebutuhan pengguna. Beberapa inovasi yang tergolong masih anyar di antaranya inovasi peningkatan indeks pertanaman (IP).

Peningkatan indeks pertanaman padi maksudnya meningkatkan intensitas penanaman padi dalam periode satu tahun (dalam pengertian 12 bulan), misalnya dari yang biasanya ditanam hanya satu kali oleh petani, ditingkatkan penanamannya menjadi 2 kali dalam satu tahun.

Lebih spesifik dibanding wilayah lain di Indonesia, dengan keberagaman agroekosistem di Sumsel seperti agroekosistem irigasi, lahan kering, tadah hujan, pasang surut dan lebak menyebabkan adanya kekhasan dalam komponen-komponen teknologi yang diberikan di masing-masing agroekosistem untuk usahatani padi. Kondisi air yang tersedia untuk penanaman padi pada berbagai agroekosistem berbeda. Meskipun padi bukan tanaman air, tapi membutuhkan air. Sehingga kondisi ketersediaan air menjadi pertimbangan penting.

Dengan mempertimbangkan kondisi ketersediaan air di alam, maka penanaman padi di lahan lebak dan pasang surut dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun, sedangkan di beberapa tempat di agroekosistem irigasi yang selama ini sudah ditanami padi tiga kali dalam satu tahun, dengan melakukan cara-cara tertentu maka dapat ditingkatkan menjadi empat kali tanam. Meningkatkan IP padi bukan tanpa kendala, namun tersedia juga peluang dan kemauan petani untuk melakukannya.

IP PADI 200 Lahan Pasang Surut Di Sumatera Selatan luas lahan rawa pasang surut 961.000 ha. Dari lahan pasang

surut yang berpotensi untuk pertanian tersebut, 359.250 ha sudah direklamasi. Berkenaan untuk mengimbangi penciutan lahan produktif, serta mendukung ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis, maka pengembangan lahan pasang surut harus benar-benar dilakukan secara cermat dan hati-hati disesuaikan dengan karakteristik wilayahnya.

Lahan rawa pasang surut merupakan lahan marginal, dengan karakteristik yang tidak stabil dan selalu berubah sesuai dengan perubahan lingkungan. Secara umum kendala yang dihadapi dalam mengembangkan lahan rawa pasang surut mencakup aspek biofisik, biologis, sosial ekonomi dan kelembagaan.

Kendala biofisik meliputi; (1) Rendahnya kesuburan tanah dan pH tanah yang rendah, (2) Adanya zat beracun (alumunium, besi, hidrogen sulfida dan natrium),

11AgroinovasI

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLIBadan Litbang Pertanian

Skematis pemasangan bubu perangkap pada LTBS

Pemasangan LTBS pada perbatasan sawah-perkampungan, sawah-tanggul irigasi, sawah-jalan sawah/pematang besar, dan memotong jalur migrasi tikus.

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI

6 AgroinovasI

Badan Litbang Pertanian

untuk menghambat laju populasi tikus sawah. Pengendalian tikus pada stadium padi generatif sebaiknya ditujukan pada habitat tanggul irigasi yang merupakan habitat utama tempat tikus berkembangbiak. Cara fumigasi merupakan metode pengendalian yang efektif pada periode perkembangbiakan tikus karena dapat membunuh induk dan anak-anaknya di dalam sarang.

Kunci sukses pengendalian hama tikus terpadu adalah adanya partisipasi semua petani dan dilakukan secara berkelanjutan serta terkoordinir dengan baik. Pengendalian tikus yang dilaksanakan secara sendiri-sendiri tidak akan mendapatkan hasil yang efektif. Hal tersebut disebabkan oleh mobilitas tikus sawah yang tinggi, sehingga daerah yang telah dikendalikan akan segera terisi oleh tikus yang berasal dari daerah sekitarnya (ekologi kompensasi).

Organisasi pengendalian hama tikus sawah di tingkat desa sebaiknya beranggotakan seluruh petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani dalam suatu hamparan atau tingkat desa. Pelaksanaan pengendalian oleh kelompok tani tersebut dikoordinir oleh aparat desa setempat (Kepala Desa) dan digerakkan oleh PPL setempat. Pada tingkat yang lebih tinggi peran Camat, Bupati atau Gubernur sebagai pemegang komando gerakan pengendalian tikus sangat penting dan menentukan.

Sudarmaji dan NA HerawatiBalai Besar Penelitian Tanaman Padi

Jln. Raya 9 Sukamandi Subang 41256 Jawa Barat

7AgroinovasI

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLIBadan Litbang Pertanian

Tikus memiliki karakter biologi yang berbeda dibanding hama padi yang lain seperti serangga dan moluska (bangsa siput).

Oleh karena itu, penanganan hama tikus di lapangan harus dilakukan dengan strategi khusus dan relatif berbeda dengan penanganan hama dari kelompok serangga. Berbagai teknik pengendalian tikus sawah yang ada sebenarnya telah cukup efektif untuk mengendalikan tikus di lapangan apabila penerapannya sesuai anjuran. Pengendalian tikus sawah pada dasarnya adalah usaha untuk menekan populasi tikus serendah mungkin dengan berbagai metode dan teknologi. Untuk lahan sawah irigasi, usaha pengendalian tikus yang telah terbukti efektif adalah dengan model PHTT. Pelaksanaan pengendalian didasarkan pada pemahaman biologi dan ekologi tikus, dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus dengan memanfaatkan semua teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Pelaksanaan pengendalian dilakukan oleh petani secara bersama-sama dan terkoordinasi dengan cakupan wilayah sasaran pengendalian dalam skala luas/hamparan. Pelaksanaan pengendalian difokuskan pada 2 minggu sebelum dan sesudah tanam, agar tikus sawah tidak sempat memasuki periode perkembangbiakan yang terjadi pada setiap stadia generatif padi.Rekomendasi kegiatan pengendalian tikus sawah

Cara Pengendalian

Stadia padi / kondisi lingkungan sawah

BeraOlah

TanahSemai Tanam Bertunas Bunting Matang

Tanam serempak + +

Sanitasi habitat ++ + +

Gropyok massal + ++ +

Fumigasi ++ ++

LTBS ++ + + ++

TBS ++

Rodentisida* + +Keterangan: + = dilakukan; ++ = difokuskan; *hanya jika diperlukan pada saat populasi tinggi di awal musim tanam; LTBS = sistem bubu perangkap linier; TBS = sistem bubu perangkap

Teknis Pelaksanaan Pengendalian 1. Kultur teknisPelaksanaan pengendalian secara kultur teknis diintegrasikan dengan budidaya padi. Pada dasarnya, metode ini bertujuan mengkondisikan lingkungan sawah,

Pengendalian Hama Tikus Terpadu

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI

10 AgroinovasI

Badan Litbang Pertanian

radius 200 m) karena tikus tertarik padi yang ditanam lebih awal dan bunting lebih dahulu, sehingga dapat mengurangi populasi tikus sepanjang pertanaman. Lokasi penempatan petak TBS adalah petak sawah yang selalu terserang tikus pada setiap musim tanam, mudah akses airnya, dan di habitat utama tikus sawah seperti tanggul irigasi, pematang besar/ jalan sawah, dan batas dengan perkampungan.

Tanaman perangkap yang ditanam 3 minggu lebih awal untuk menarik tikus dari sekitarnya, plastik pagar TBS (plastik bening dan terpal), bubu perangkap dan hasil tangkapannya.

Penerapan LTBS (Linear Trap barrier System/Sistem Bubu Perangkap Linier)LTBS merupakan bentangan pagar plastik sepanjang minimal 100 m, tanpa

tanaman perangkap, dilengkapi bubu perangkap. Pada saat bera pratanam, olah lahan, dan 1 minggu setelah tanam, bubu perangkap dipasang secara berselang-seling sehingga mampu menangkap tikus dari dua arah (habitat dan sawah), tetapi setelah tanaman padi rimbun, bubu perangkap dipasang dengan mulut corong perangkap menghadap habitat tikus. Pemasangan LTBS dilakukan di dekat habitat tikus seperti tepi kampung, sepanjang tanggul irigasi, dan tanggul jalan/pematang besar. LTBS juga efektif menangkap tikus migran, yaitu dengan memasang LTBS pada jalur migrasi yang dilalui tikus sehingga tikus dapat diarahkan masuk bubu perangkap.Agus W. Anggara dan SudarmajiBalai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl Raya 9 Sukamandi Subang 41256 Jawa BaratTelepon (0260) 520157, fax. (0260) 520158corresponding e-mail : [email protected]

9

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI

AgroinovasI

Badan Litbang Pertanian

ukuran pematang (sebaiknya tinggi dan lebar <30 cm) untuk mengurangi tempat tikus berkembang biak. Dengan sanitasi habitat, tikus akan kehilangan tempat berlindung sementara, tempat membuat lubang sarang, dan pakan alternatif.Sanitasi tanggul irigasi, salah satu upaya menghilangkan tempat favorit tikus bersembunyi dan membuat lubang sarang.

3. Pengemposan Massal (Fumigasi)Dilakukan serentak pada awal tanam dengan melibatkan seluruh petani dengan menggunakan alat pengempos tikus. Fumigasi terbukti efektif membunuh tikus beserta anak-anaknya di dalam lubang sarangnya menggunakan emposan. Untuk memastikan tikus agar

Alat pengempos (fumigator) tikus dan penggunaannya di lapangan.

mati, tutup lubang tikus dengan lumpur setelah diempos. Penutupan lubang tikus juga dimaksudkan agar infrastruktur pertanian (tanggul, pematang, irigasi dll) tidak rusak serta membuat tikus sawah yang datang kemudian tidak menggunakan lubang tersebut sebagai sarangnya. Fumigasi dilakukan sepanjang terdapat pertanaman, terutama pada padi stadia generatif.

4. Penerapan TBS (Trap Barrier System/Sistem Bubu Perangkap)Terutama di daerah endemik tikus dengan pola tanam serempak. TBS terdiri atas:

Tanaman perangkap yaitu padi ditanam 3 minggu lebih awal, berukuran 25 m x • 25 m untuk 10-15 haPagar plastik atau terpal setinggi 60 cm, ditegakkan dengan ajir bambu, bagian • bawahnya terendam air.Bubu perangkap• , dipasang pada setiap sisi TBS, dibuat dari ram kawat dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 50 cm, dilengkapi pintu masuk tikus berbentuk corong, dan pintu untuk mengeluarkan tangkapan tikus. Pada penerapannya di lapangan, petak TBS dikelilingi parit dengan lebar 50 cm

yang selalu terisi air untuk mencegah tikus menggali atau melubangi pagar plastik. Prinsip kerja TBS adalah menarik tikus dari lingkungan sawah di sekitarnya (hingga

8

Edisi 17-23 Agustus 2011 No.3419 Tahun XLI

AgroinovasI

Badan Litbang Pertanian

yang merupakan “rumah” bagi tikus sawah, agar kurang mendukung terhadap kelangsungan hidup dan reproduksinya. Beberapa teknik yang dapat dilaksanakan meliputi :

Tanam dan Panen Serempak• Dalam satu hamparan diusahakan tanam serempak dengan luasan minimal 50

ha. Apabila tidak memungkinkan, aturlah agar selisih waktu tanam tidak lebih dari 2 minggu dengan tujuan untuk membatasi ketersediaan pakan bagi tikus sawah sehingga tidak mampu berkembangbiak terus menerus.Pengaturan Pola Tanam•

Pada daerah endemik yang dicirikan dengan adanya serangan tikus sawah pada setiap musim tanam, pola tanam padi-padi-bera, padi-padi-palawija, atau padi-palawija-padi dianjurkan untuk dilakukan. Kondisi bera berakibat ketiadaan pakan sehingga memutus siklus hidup dan menekan kerapatan populasi tikus. Pada pertanaman palawija, tikus sawah tidak mampu berkembang biak optimal sehingga jumlah anak yang dilahirkannya tidak sebanyak apabila terdapat tanaman padi.Pengaturan Jarak Tanam/Tata Tanam Legowo•

Ciri khas petak sawah yang terserang tikus sawah adalah ‘botak’ pada bagian tengah petak. Pada serangan berat, daerah yang terserang tersebut meluas hingga ke tepi petak dan hanya menyisakan 1-2 baris tanaman padi di pinggir petakan atau sepanjang pematang. Hal tersebut dilakukan oleh tikus untuk melindungi daerah sarangnya yang biasanya berada pada pematang. Dengan sistem tanam jajar legowo, tikus sawah kurang suka dengan kondisi tersebut karena terdapat lorong-lorong panjang yang “lebih terbuka” sehingga memungkinkannya lebih mudah diketahui oleh predatornya.

2. Sanitasi HabitatDilakukan terutama pada awal tanam, meliputi pembersihan gulma, semak, tempat bersarang dan habitat tikus seperti batas perkampungan, tanggul irigasi, pematang, tanggul jalan, parit dan saluran irigasi. Juga dilakukan minimalisasi

Sistem tanam jejer legowo, salah satu upaya untuk membuat tikus sawah enggan hadir di petakan.

Sanitasi tanggul irigasi, salah satu upaya menghilangkan tempat favorit tikus bersembunyi dan membuat lubang sarang.