inovasi dalam pemberian pelayanan berdasarkan … · 2020. 4. 25. · kebijakan untuk penyebaran...

12
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008 91 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan INOVASI DALAM PEMBERIAN PELAYANAN BERDASARKAN KONTRAK DI RSD CUT NYA’DIEN KABUPATEN ACEH BARAT DAN DI KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR INOVATIVE HEALTH SERVICE BASED ON CONTRACT AT CUT NYA' DIEN HOSPITAL IN ACEH AND BERAU DISTRICT IN EAST KALIMANTAN Laksono Trisnantoro, Dwi Handono Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan, FK UGM, Yogyakarta ABSTRACT Human resources shortage is a chronic problem in remote and difficult areas in Indonesia. The current policy is to send human resources based on individual contract by central government to the remote areas and government employees by local government. After years of implementation, this policy has no significant impact to problem. Therefore, an innovative policy is needed. This paper aims to discuss the innovative program for fulfilling the human resources through contracting mechanism in Aceh Barat District (after tsunami) and Berau District in East Kalimantan Province. These cases show many obstacles in implementing contracting. One of big problems is to find the suitable contractor for this policy. There is no contractor available, although the budget for human resources deployment through contrcting-out had been approved by local government and local parliament.The West Aceh experience showed positive result. The deployment of human resources through contracting mechanism can be done, although it demanded strong resources, including finance. If the contracting mechanism is implemented in other districts, the main problem is to find the financial resources. Who will pay the contract? Central or local government.The availability of contractor is another concern. Furthermore, the contracting policy needs more detailed regulation at central and local government. Keywords: health human resources; policy for remote and difficult areas; contracting mechanism ABSTRAK Masalah kekurangan tenaga kesehatan di daerah yang sulit merupakan hal klasik di Indonesia. Selama ini usaha pengatasannya dilakukan secara biasa yaitu pemerintah pusat mengirimkan tenaga dalam bentuk pegawai negeri, dokter kontrak, atau bidan kontrak. Setelah bertahun-tahun kebijakan berlaku, masalah kekurangan tenaga untuk daerah terpencil masih belum dapat diatasi. Oleh karena itu, diperlukan inovasi kebijakan untuk penyebaran tenaga kesehatan di daerah sulit atau terpencil. Makalah ini bertujuan membahas inovasi kebijakan penyebaran tenaga dengan menggunakan studi kasus di daerah sulit di Kabupaten Aceh Barat setelah tsunami dan di Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Kedua daerah sulit dan jauh ini berusaha memenuhi kebutuhan tenaga dengan kerja sama pihak luar menggunakan mekanisme kontrak kegiatan. Kedua kasus menunjukkan pula berbagai kesulitan untuk melakukan penyebaran tenaga kesehatan dengan sistem kontrak kelompok. Salah satu kesulitan utama adalah mencari kontraktor seperti yang dihadapi oleh Kabupaten Berau. Karena baru pertama kali diadakan, tidak banyak atau bahkan tidak ada pihak ketiga yang siap dan berpengalaman sebagai pihak ketiga. Keterbatasan calon kontraktor ini akan mengurangi persaingan yang sehat sesuai mekanisme pasar. Pengalaman di Kabupaten Aceh Barat menunjukkan hal positif. Penyebaran tenaga dengan sistem kontrak dapat dilakukan, walaupun membutuhkan sumber daya kuat, termasuk anggaran yang cukup. Jika model kontrak ini dipakai di tempat lain, permasalahan utama yang timbul adalah kesulitan mendapatkan sumber dana yang cukup dan mencari kontraktor. Siapa yang membayar penyebaran sumber daya manusia dengan sistem kontrak, termasuk memberikan insentif untuk lembaga kontraktor? Pemerintah daerah ataukah pemerintah pusat, ataukah keduanya? Siapa yang siap menjadi kontraktor?. Kebijakan ini membutuhkan pula regulasi yang lebih rinci di pemerintah nasional maupun pemerintah daerah. Kata kunci: sumber daya manusia; kebijakan untuk daerah sulit dan terpencil; mekanisme kontrak PENGANTAR Masalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM) di daerah yang sulit, terpencil, ataupun berbahaya merupakan masalah besar yang klasik terdapat di Indonesia. Daerah terpencil kekurangan tenaga kesehatan yang penting seperti dokter, dokter gigi, perawat, bidan, epidemiolog, dan ahli gizi. Laporan dari Pusrengun 1 menyatakan bahwa 30% dari 7500 Puskesmas di daerah terpencil tidak mempunyai tenaga dokter. Survei yang dilakukan Pusrengun di 78 kabupaten di 17 propinsi di Indonesia (out of 440 districts/municipals in 33 provinces) menemukan hal menarik. Dari 1165 Puskesmas di daerah tersebut, 364 Puskesmas (31%) berada di daerah terpencil/belum berkembang/perbatasan/ konflik dan bencana atau di daerah yang buruk situasinya. Sekitar 50% dari 364 Puskesmas dilaporkan tidak mempunyai dokter, 18% tanpa perawat, 12% tanpa bidan, 42% tanpa tenaga sanitarian, dan 64% JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN VOLUME 11 No. 03 September 2008 Halaman 91 - 102 Makalah Kebijakan

Upload: others

Post on 28-Dec-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: INOVASI DALAM PEMBERIAN PELAYANAN BERDASARKAN … · 2020. 4. 25. · kebijakan untuk penyebaran tenaga kesehatan di daerah sulit atau terpencil. Makalah ini bertujuan membahas inovasi

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008 91

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

INOVASI DALAM PEMBERIAN PELAYANAN BERDASARKAN KONTRAKDI RSD CUT NYA’DIEN KABUPATEN ACEH BARAT DAN

DI KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR

INOVATIVE HEALTH SERVICE BASED ON CONTRACT AT CUT NYA' DIEN HOSPITALIN ACEH AND BERAU DISTRICT IN EAST KALIMANTAN

Laksono Trisnantoro, Dwi HandonoPusat Manajemen Pelayanan Kesehatan,

FK UGM, Yogyakarta

ABSTRACTHuman resources shortage is a chronic problem in remote anddifficult areas in Indonesia. The current policy is to send humanresources based on individual contract by central governmentto the remote areas and government employees by localgovernment. After years of implementation, this policy has nosignificant impact to problem. Therefore, an innovative policyis needed. This paper aims to discuss the innovative programfor fulf ill ing the human resources through contractingmechanism in Aceh Barat District (after tsunami) and BerauDistrict in East Kalimantan Province. These cases show manyobstacles in implementing contracting. One of big problems isto f ind the suitable contractor for this policy. There is nocontractor available, although the budget for human resourcesdeployment through contrcting-out had been approved by localgovernment and local parliament.The West Aceh experienceshowed positive result. The deployment of human resourcesthrough contracting mechanism can be done, although itdemanded strong resources, inc luding f inance. If thecontracting mechanism is implemented in other districts, themain problem is to find the financial resources. Who will paythe contract? Central or local government.The availability ofcontractor is another concern. Furthermore, the contractingpolicy needs more detailed regulation at central and localgovernment.

Keywords: health human resources; policy for remote anddifficult areas; contracting mechanism

ABSTRAKMasalah kekurangan tenaga kesehatan di daerah yang sulitmerupakan hal klas ik di Indonesia. Selama ini usahapengatasannya dilakukan secara biasa yaitu pemerintah pusatmengirimkan tenaga dalam bentuk pegawai negeri, dokterkontrak, atau bidan kontrak. Setelah bertahun-tahun kebijakanberlaku, masalah kekurangan tenaga untuk daerah terpencilmasih belum dapat diatasi. Oleh karena itu, diperlukan inovasikebijakan untuk penyebaran tenaga kesehatan di daerah sulitatau terpencil. Makalah ini bertujuan membahas inovasi kebijakanpenyebaran tenaga dengan menggunakan studi kasus di daerahsulit di Kabupaten Aceh Barat setelah tsunami dan di KabupatenBerau Kalimantan Timur. Kedua daerah sulit dan jauh iniberusaha memenuhi kebutuhan tenaga dengan kerja sama pihakluar menggunakan mekanisme kontrak kegiatan. Kedua kasusmenunjukkan pula berbagai kesulitan untuk melakukanpenyebaran tenaga kesehatan dengan sistem kontrak kelompok.Salah satu kesulitan utama adalah mencari kontraktor seperti

yang dihadapi oleh Kabupaten Berau. Karena baru pertamakali diadakan, tidak banyak atau bahkan tidak ada pihak ketigayang siap dan berpengalaman sebagai pihak ketiga.Keterbatasan calon kontraktor ini akan mengurangi persainganyang sehat sesuai mekanisme pasar. Pengalaman di KabupatenAceh Barat menunjukkan hal positif. Penyebaran tenaga dengansistem kontrak dapat dilakukan, walaupun membutuhkansumber daya kuat, termasuk anggaran yang cukup. Jika modelkontrak ini dipakai di tempat lain, permasalahan utama yangtimbul adalah kesulitan mendapatkan sumber dana yang cukupdan mencari kontraktor. Siapa yang membayar penyebaransumber daya manusia dengan sistem kontrak, termasukmemberikan insentif untuk lembaga kontraktor? Pemerintahdaerah ataukah pemerintah pusat, ataukah keduanya? Siapayang siap menjadi kontraktor?. Kebijakan ini membutuhkan pularegulasi yang lebih rinci di pemerintah nasional maupunpemerintah daerah.

Kata kunci: sumber daya manusia; kebijakan untuk daerahsulit dan terpencil; mekanisme kontrak

PENGANTARMasalah ketersediaan sumber daya manusia

(SDM) di daerah yang sulit, terpencil, ataupunberbahaya merupakan masalah besar yang klasikterdapat di Indonesia. Daerah terpencil kekurangantenaga kesehatan yang penting seperti dokter, doktergigi, perawat, bidan, epidemiolog, dan ahli gizi.Laporan dari Pusrengun1 menyatakan bahwa 30%dari 7500 Puskesmas di daerah terpencil tidakmempunyai tenaga dokter. Survei yang dilakukanPusrengun di 78 kabupaten di 17 propinsi di Indonesia(out of 440 districts/municipals in 33 provinces)menemukan hal menarik. Dari 1165 Puskesmas didaerah tersebut, 364 Puskesmas (31%) berada didaerah terpencil/belum berkembang/perbatasan/konflik dan bencana atau di daerah yang buruksituasinya.

Sekitar 50% dari 364 Puskesmas dilaporkantidak mempunyai dokter, 18% tanpa perawat, 12%tanpa bidan, 42% tanpa tenaga sanitarian, dan 64%

JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATANVOLUME 11 No. 03 September 2008 Halaman 91 - 102

Makalah Kebijakan

Page 2: INOVASI DALAM PEMBERIAN PELAYANAN BERDASARKAN … · 2020. 4. 25. · kebijakan untuk penyebaran tenaga kesehatan di daerah sulit atau terpencil. Makalah ini bertujuan membahas inovasi

92 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008

Laksono Trisnantoro & Dwi Handono: Inovasi dalam Pemberian Pelayanan

tanpa tenaga ahli gizi. Dibandingkan dengan daerahbiasa, gambaran ini sangat buruk. Sebagai contohdi daerah biasa hanya 5% Puskesmas yang tanpadokter.

Dalam hal tenaga spesialis juga terlihatketimpangan. Menurut data dari KKI (2007), DKIJakarta mempunyai 2890 spesialis (23,92%). JawaTimur 1980 (16.39%), Jawa Barat 1,881 (15,57%).Sementara itu di Sumatera Barat hanya 167 (1.38%)(Lihat Tabel 1). Ketimpangan penyebaran spesialisini merupakan hal yang tidak adil, terutama dalamkonteks kebijakan nasional yang menggunakanpembayaran penuh untuk masyarakat miskin. Didaerah yang jarang dokter spesialisnya, masyarakatmiskin akan kesulitan mendapatkan akses kepelayanan medik. Sebaliknya di tempat yang banyakdokternya, akan sangat mudah. Akibatnya dana pusatuntuk masyarakat miskin dikhawatirkan terpakai lebihbanyak di kota-kota besar dan di Pulau Jawa.

Analisis dari tulisan Mary2 dapat disimpulkanbahwa situasi ini terjadi karena berbagai faktor yangsaling terkait secara kompleks. Berbagai faktor terkaittersebut dapat dibagi menjadi beberapa hal: (1) situasitempat produksi dokter; (2) perilaku dokter; (3) situasidi daerah terpencil; dan (4) kebijakan dokter.

Kebijakan apa yang telah dilakukan sampai saatini?

Berbagai kebijakan telah dilakukan pada masalampau. Kebijakan tersebut antara lain menggunakanperaturan wajib, menggunakan istilah dokter kontrakatau bidan kontrak dan sebagainya. Walaupun telahdilakukan berbagai cara, tetap ada masalah bahkanbeberapa kejadian muncul yaitu sumber daya yangdikontrak oleh pemerintah tidak sampai ke lapangan,atau sengaja tidak datang walaupun sudah diberi

beasiswa. Mustikowati3 meneliti bahwa sebagiandokter spesial is yang diberi beasiswa olehDepartemen Kesehatan cenderung untuk tidakmenepati janji. Berbagai pengalaman menunjukkanbahwa tenaga kesehatan yang dikirim ke daerahterpencil tidak sampai di tempat, atau berada hanyasebagian kecil dari waktu yang seharusnya atau adadi tempat namun tidak dapat melakukan banyak halyang seharusnya dilakukan.

Tantangan ke depanDalam usaha mengurangi ketimpangan di masa

depan ada pertanyaan penting bagaimanakahkebijakan pemerintah pusat dan Pemda dalampenempatan tenaga medik dan kesehatan di daerahterpencil dan sulit? Terkait dengan kebijakansekarang pertanyaan berikutnya adalah apakahkebijakan sekarang ini dapat diteruskan walaupunsudah terbukti tidak bisa memenuhi harapan sepertidata yang diperoleh Pusrengun.

Dalam konteks penyebaran tenaga kerja, dalamtahun 2005 dipicu oleh musibah tsunami di Acehada inovasi pengiriman tenaga kerja melaluipendekatan kontrak tim (bukan kontrak perorangan)untuk menggantikan tenaga kesehatan sementara.Dengan dukungan dana dari LSM Australia, WorldVision, FK UGM bersama dengan University ofMelbourne dikontrak untuk menyediakan bantuantenaga dokter, dokter spesialis, perawat, dan tenaga-tenaga manajemen di RSD Cut Nya’ Dien. Rumahsakit (RS) ini berada di pesisir barat Propinsi NAD,di kota Meulaboh. Kota ini merupakan salah satudaerah yang terkena dampak dahsyat tsunami. Disamping itu, pada awal setelah tsunami RSD CutNya’ Dien berada pada situasi yang sangat terisolasidan rawan konflik dengan GAM (pada saat itu). Untuk

Tabel 1. Jumlah Dokter dan Rasio Terhadap Penduduk

Catatan:Jumlah dokter menggunakan data KKI 2007Jumlah penduduk menggunakan data BPS 2005

Propinsi Jumlah Spesialis % Kumulatif Penduduk Rasio DKI Jakarta 2.890 23,92% 23,92% 8.814.000,00 1 : 3049 Jawa Timur 1.980 16,39% 40,30% 35.843.200,00 1 : 18102 Jawa Barat 1.881 15,57% 55,87% 40.445.400,00 1 : 21502 Jawa Tengah 1.231 10,19% 66,06% 32.119.400,00 1 : 26092 Sumatera Utara 617 5,11% 71,17% 12.760.700,00 1 : 20681 DIY 485 4,01% 75,18% 3.343.000,00 1 : 6892 Sulawesi Selatan 434 3,59% 78,77% 8.698.800,00 1 : 20043 Banten 352 2,91% 81,69% 9.836.100,00 1 : 27943 Bali 350 2,90% 84,58% 3.466.800,00 1 : 9905 Sumatera Selatan 216 1,79% 86,37% 6.976.100,00 1 : 32296 Kalimantan Timur 203 1,68% 88,05% 2.960.800,00 1 : 14585 Sulawesi Utara 173 1,43% 89,48% 2.196.700,00 1 : 12697 Sumatera Barat 167 1,38% 90,86% 4.453.700,00 1 : 26668 Propinsi Lainnya 1.104 9,14% 100,00% 52.990.200,00 1 : 47998 12083 100,00% 224.904.900,00 1 : 18613

Page 3: INOVASI DALAM PEMBERIAN PELAYANAN BERDASARKAN … · 2020. 4. 25. · kebijakan untuk penyebaran tenaga kesehatan di daerah sulit atau terpencil. Makalah ini bertujuan membahas inovasi

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008 93

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

mencapai kota Meulaboh apabila berjalan melaluidarat, membutuhkan waktu sekitar 16 jam dariMedan. Jika melalui udara membutuhkan waktusekitar 1 jam dengan pesawat kecil.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga dokter,manajer perawat, dan tenaga manajemen, selamaperiode 3 tahun, antara tahun 2005 - 2007 telahdikirim sekitar 500 tenaga dengan sekitar 50gelombang pemberangkatan. Program ini kemudianmengilhami Kabupaten Berau untuk melakukan halserupa yaitu mengkontrakkan jasa tenagapelayanan kesehatan di sebuah daerah terpencil didaerahnya. Kegiatan yang berada di KabupatenBerau memang masih dalam tahap persiapan.Namun pola inovatifnya dapat dipelajari. Dalamperbandingan dengan kasus di Kabupaten AcehBarat, pola Kabupaten Berau diusahakan lebihsistematis dalam melakukan kontrak penyediaanjasa tenaga kesehatan.

Pertanyaan yang akan dibahas dalam bagianini adalah apakah inovasi kontrak secara timmerupakan salah satu hal yang dapat dilakukan olehPemda dalam era desentralisasi. Pertanyaanberikutnya: apakah model contracting-out ini akanterus berkembang di era desentralisasi? Dua konsepdi bawah ini dapat dikaji sebagai bahan kajian.

Kasus 1. Pengiriman tenaga ke RSD Cut Nya’Dien

Pada akhir tahun 2004, tepatnya 26 Desember2004 terjadi bencana global tsunami di dunia danPropinsi Aceh merupakan tempat yang paling terkenadampak. Fakultas Kedokteran dan RS Sardjitomengirimkan relawan sejak hari keempat bencanadengan penerjunan tim medik di Kabupaten AcehBarat, tepatnya di kota Meulaboh. Setelah beberapabulan, program pengiriman tenaga berkembanganmenjadi program multi-years dengan nama ”Support-ing Human Resources Development and HealthServices Reconstruction in Aceh Barat and NanggroeAceh Darussalam Province” yang didanai oleh WorldVision Australia dengan sistem perjanj ianberdasarkan log-frame.

Tujuan pengiriman tenaga medik ke RSD CutNya’ Dien untuk: (1) Memperkuat dan mendukungpemenuhan kebutuhan tenaga medis/nonmedis RSDCut Nya’ Dien melalui pengiriman tim medis secararotasi dan menyiapkan dokter untuk belajar lebih lanjutdan melatih staf RS; (2) Revitalisasi penuh RSD CutNya’ Dien Full melalui pemenuhan kebutuhan tenagamedis/non medis berdasarkan penilaian kebutuhandan permintaan direktur RSD Cut Nya’ Dien.

Selama tiga tahun, telah dikirim sekitar 50 timmedis dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayananklinis terutama pelayanan dokter spesialis. Satu timmedis (tim 29) gagal berangkat karena terjadi bencanagempa di Propinsi DIY dan Jawa Tengah pada bulanMei 2006. Setiap tim bertugas selama 1 bulan danterdiri dari dokter residen maupun dokter spesialis.Pada awalnya bagian yang terlibat dalam pengirimantim medis adalah 10 bagian, yaitu: bedah, anestesi,radiologi, mata, psikiatri, patologi klinik, anak, obsgyn,THT, dan penyakit dalam.

Berdasarkan penilaian kebutuhan danpermintaan direktur RSD Cut Nya’ Dien akanpelayanan spesialis neurologi, mulai bulan Agustus2006 residen dari bagian neurologi juga dikirimkan,sehingga anggota tim setiap bulan berjumlah 11 or-ang. Selain bertugas memberikan pelayanan klinik,anggota tim medis juga mengemban tugas yangberkaitan dengan pengembangan mutu pelayananRSD Cut Nya’ Dien. Beberapa kegiatan yangdilakukan tim medis berkaitan denganpengembangan mutu adalah: penyusunan prosedurtetap pelayanan medik di beberapa unit seperti ICU,instalasi radiologi, kamar operasi, UGD, dan instalasirawat inap; menyelenggarakan seminar untuk dokterumum dan perawat; menyelenggarakan pertemuanilmiah mingguan, dan berbagai kegiatan lain.

Adanya pelayanan medis spesialis menimbulkanberbagai dampak positif bagi RSD Cut Nya’ Dien.Jenis-jenis kasus yang dapat ditangani lebihbervariasi, sehingga secara langsung meningkatkanjumlah pasien di RSD Cut Nya’ Dien. Pasien poliklinikbedah tampak mempunyai jenis penyakit yangbervariasi dan sebagian besar memerlukan tindakanoperatif. Jumlah kasus terbanyak yang memerlukanrawat inap adalah cedera kepala ringan, dan jumlahkasus terbanyak yang ditangani di IRD adalah vulnuslaceratum. Hal ini menunjukkan bahwa banyak kasus-kasus bedah yang disebabkan kecelakaan lalu lintasdi RSD Cut Nya’ Dien.

Pengiriman residen anestesi secara rutin sangatmembantu dalam pelayanan di RSD Cut Nya’ Dienkarena sebelumnya RS memang belum mempunyaidokter spesialis anestesi. Berdasarkan grafik jumlahpasien yang mendapatkan pelayanan anestesimencapai puncaknya pada akhir tahun yaitu bulanDesember.

Hasil yang diperoleh dalam program pengirimantenaga medis ini adalah: (1) meningkatnya jumlahdokter spesialis di RSD Cut Nya’ Dien, yang berasaldari anggota tim medis program maupun wajib kerjasarjana (WKS), (2) tersedianya pelayanan medis

Page 4: INOVASI DALAM PEMBERIAN PELAYANAN BERDASARKAN … · 2020. 4. 25. · kebijakan untuk penyebaran tenaga kesehatan di daerah sulit atau terpencil. Makalah ini bertujuan membahas inovasi

94 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008

Laksono Trisnantoro & Dwi Handono: Inovasi dalam Pemberian Pelayanan

spesialis sesuai kebutuhan RSD Cut Nya’ Dien; dan(3) tersedianya staf lokal permanen dalam jangkawaktu 4 hingga 5 tahun yang akan datang. Outputyang dihasilkan adalah: (1) terdapat peningkatanjumlah pasien rawat inap maupun rawat jalan; (2)terdapat peningkatan jenis pelayanan medis yangsebelumnya belum tersedia. Hambatan yang dialamiadalah: pengiriman dokter residen/spesialis daribeberapa bagian tidak berkesinambungan, sehinggamenghambat keberlangsungan program pelayananklinis; kerja sama dari staf lokal RSD Cut Nya’ Dienterkadang masih kurang; belum terpenuhinyabeberapa standar peralatan minimal dalam pelayananmedik; persediaan bahan habis pakai di beberapainstalasi belum mencukupi sehingga pelayananmedik tidak dapat berjalan dengan maksimal.

Kasus 2. Pengembangan contracting-out diKabupaten Berau

Belajar dari pengalaman di Aceh, pemerintahKabupaten Berau Propinsi Kalimantan Timurberusaha mengatasi masalah kekurangan tenagadengan menggunakan mekanisme contracting-out.Kecamatan Kelay di Kabupaten Berau merupakandaerah pedalaman dengan sebagian besarwilayahnya adalah daratan. Ibu kota kacamatan iniadalah Muara Lesan. Luas daratannya adalah613,460 km2 sedangkan perairannya hanya sekitar13,66 km2. Kecamatan ini di sebelah utaraberbatasan dengan Kecamatan Segah, sebelahselatan berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur,sebelah timur berbatasan dengan KecamatanSambaliung, sedangkan sebelah barat berbatasandengan Kabupaten Bulungan. Kecamatan Kelaymempunyai 14 desa yang dikepalai masing-masingoleh seorang kepala desa.

Jarak tempuh dari ibukota kabupaten ke ibukotaKecamatan Kelay adalah 127,0 km yang dapat di

tempuh melalui transportasi darat, sedangkanmelalui perairan berjarak tempuh 110,5 km. Desayang terdekat dari ibukota kecamatan adalah DesaLesan Dayak yang berjarak 2,50 km sedang desaterjauh adalah Long Sului, yang berjarak 176 km keibukota kecamatan. Sementara itu transportasiutama adalah melalui perairan.

Jika melaksanakan kegiatan operasional denganmenggunakan kegiatan air, maka waktu yangdiperlukan adalah 3 hari untuk wilayah I; 3 hari untukwilayah II; dan 6 hari untuk wilayah III. Jumlahpenduduk Kecamatan Kelay pada akhir Desember2006 adalah 5.202 jiwa (dengan proporsi 2.961 jiwalaki-laki dan 2.241 jiwa perempuan) sedangkan jumlahpenduduk tahun 2005 sebesar 5.146 jiwa.Pertumbuhan penduduk ini terjadi karena adanyapertumbuhan alamiah dan adanya migrasi. Tahun 2005jumlah penduduk Kecamatan Kelay sekitar 3% dariseluruh penduduk Kabupaten Berau. Matapencaharian sebagian besar penduduk adalah bertaniyang dilakukan secara tradisional, sementaraperkebunan hanya dilakukan dalam skala kecil.

Pelayanan kesehatan di Kelay dilakukan oleh24 orang tenaga kesehatan (10 orang di Puskesmasinduk termasuk pimpinan Puskesmas; 14 orang diPuskesmas pembantu atau desa). Saranakesehatan terdiri dari 1 Puskesmas induk, 8Puskesmas pembantu, 1 polindes, 18 Posyandu,dan 1 pos obat desa. Pelayanan ini didukung oleh 1kendaraan roda empat dan 9 kendaraan roda dua, 1unit mesin temple 15 HP, dan 5 unit keliling 5 HP(laporan evaluasi kinerja/program kesehatan tahun2006 Puskesmas Kecamatan Kelay). Selama initerjadi kesulitan dalam mengelola tenaga kesehatan.Selalu kekurangan tenaga karena tenaga yangdiharapkan tidak datang.

Kenyataan tersebut mendorong pemerintahKabupaten Berau di Kalimantan Timur untuk

Gambar 2.5.1. 10 Besar Kasus Bedah di IRD RS Cut Nya’Dien

Page 5: INOVASI DALAM PEMBERIAN PELAYANAN BERDASARKAN … · 2020. 4. 25. · kebijakan untuk penyebaran tenaga kesehatan di daerah sulit atau terpencil. Makalah ini bertujuan membahas inovasi

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008 95

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

mencoba menerapkan contracting-out dalampenyediaan pelayanan kesehatan di kecamatanterpencil yaitu Puskesmas Kelay mulai tahun 2008.Menurut Kepala Dinas Kesehatan KabupatenBerau4, latar belakang melakukan contracting-outadalah kewajiban memberikan pelayanan yang adildan merata, Indonesia Sehat dan MDGs. PulauMaratua dan Kelay mempunyai masalah besar, danalasan menarik adalah Kabupaten Berau memilikianggaran.

Alasan utama pelaksanaan uji coba tersebutadalah keinginan Dinas Kesehatan Kabupaten Berauuntuk meningkatkan akses sekaligus meningkatkanmutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat yangtinggal di daerah terpencil. Masalah akses pelayanandi daerah tersebut muncul karena terbatasnya jumlahtenaga kesehatan dan sarana prasarana kesehatandibandingkan dengan luas dan atau sulitnya wilayahPuskesmas. Selain itu, tenaga kesehatan yang adapun sering kali tidak berada di lokasi, sementaramonitoring dari Dinas Kesehatan pun tidak dapatmenjangkau sampai daerah pedalaman.

Untuk mengatasi masalah ketenagaan tersebut,pihak Dinas Kesehatan sudah menerapkan kebijakanPegawai Tidak Tetap (PTT) baik PTT pusat maupundaerah, tapi tidak sepenuhnya dapat memecahkanmasalah. Kebijakan PTT saat ini yang lebih bersifat“kontrak” perorangan sering kali tidak efektif dilapangan karena pada dasarnya pelayanankesehatan merupakan kerja tim, bukan kerjaperorangan. Selain itu, pemerintah baik pusatmaupun daerah kesulitan dalam melakukanpemantauan di lapangan.

Hal terakhir ini lah yang ikut menjadipertimbangan dalam menentukan tipe atau jeniscontracting-out yang sebaiknya dipilih untukPuskesmas Kelay. Berdasarkan pengalamanketidakefektifan kebijakan PTT selama ini,pendekatan contracting-out yang dipilih harus dapatmengatasi kelemahan kebijakan PTT tersebut. Ketika”kontrak” perorangan terbukti kurang efektif, makapemikiran yang muncul adalah bagaimana jika”kontrak” dilakukan secara tim. Dengan format tim,sejumlah tenaga kesehatan (jumlah dan kualifikasisesuai dengan kebutuhan) akan dikontrak untukmembantu pelayanan kesehatan di wilayahPuskesmas Kelay dalam waktu 1 tahun. Selain itu,yang berbeda dengan kebijakan PTT selama iniadalah bukan Departemen Kesehatan atau DinasKesehatan Kabupaten Berau yang merekrut, melatih,menempatkan, menggaji, dan memantau tenagayang dikontrak, tapi dilakukan oleh pihak ketiga yangmenang dalam proses lelang.

Dengan demikian, pendekatan contracting-outyang dipilih adalah mengontrak pihak ketiga untukmenyediakan tambahan tenaga kesehatan yangdibutuhkan. Dalam pendekatan ini, pimpinanPuskesmas dan staf lama yang ada tetapdipertahankan, sementara tenaga kontrakmerupakan tambahan yang tetap sebagai bagian takterpisahkan dari SDM Puskesmas Kelay.

Tujuan kegiatan contracting-out adalah untukmeningkatkan derajad kesehatan seluruhmasyarakat Kecamatan Kelay. Tujuan khususnyaadalah untuk meningkatkan cakupan pelayanankesehatan, meningkatkan mutu pelayanan, dansecara epidemiologis menurunkan jumlah kasus.Sasaran seluruh masyarakat Kecamatan Kelay.Pembiayaan berasal dari APBD tahun 2008. Jenistenaga yang dibutuhkan adalah para staf yangmempunyai spesifikasi umum berupa pengabdianyang tinggi, berorientasi pada tugas, mempunyaikepribadian yang baik, dan mampu beradaptasidengan situasi daerah terpencil. Spesifikasikhususnya adalah sesuai dengan kompetensiprofesional yang dibutuhkan.

Awalnya rencana contracting-out ini akandilakukan pada dua Puskesmas yaitu PuskesmasKelay dan Puskesmas Maratua yang terletak didaerah sangat terpencil di kepulauan sebelah timurKabupaten Berau (laut Sulawesi), dengan alokasianggaran sekitar 1,5 miliar rupiah. Tetapi karenaadanya tuntutan ef isiensi demi suksesnyapenyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON)tahun 2008 di Kalimantan Timur, alokasi anggaranditurunkan menjadi sekitar Rp970 juta. Denganalokasi anggaran yang dipangkas ini, uji cobaterpaksa hanya dapat dilakukan di satu Puskesmasdan yang terpilih adalah Puskesmas Kelay denganpertimbangan antara lain biaya transportasi yanglebih terjangkau sehingga pemantauan nantinya lebihmungkin dilakukan.

Berbagai hambatanHambatan pertama kegiatan ini adalah masih

belum jelasnya legalitasnya secara hukum. Sampaisaat ini belum satu pun dasar hukum yang khususmengatur tentang kegiatan tersebut. Dari aspekketentuan tentang pengadaan barang/jasapemerintah menurut Keputusan Presiden RepublikIndonesia (Keppres) RI No. 80/2003 yang telahdiubah tujuh kali (terakhir dengan Peraturan PresidenNo. 95/2007), jasa contracting-out dapat digolongkanke dalam jasa lainnya. Menurut ketentuan pasal 1butir 14 Keppres No. 80/2003 tersebut, jasa lainnyaadalah segala pekerjaan dan atau penyediaan jasa

Page 6: INOVASI DALAM PEMBERIAN PELAYANAN BERDASARKAN … · 2020. 4. 25. · kebijakan untuk penyebaran tenaga kesehatan di daerah sulit atau terpencil. Makalah ini bertujuan membahas inovasi

96 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008

Laksono Trisnantoro & Dwi Handono: Inovasi dalam Pemberian Pelayanan

selain jasa konsultansi, jasa pemborongan, danpemasokan barang. Berdasarkan ketentuan tersebut,secara teknis pengadaan jasa contracting-out dapatdilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Di lain pihak,Peraturan Pemerintah (PP) No. 50/2007 tentang TataCara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah (termasukkerja sama dengan pihak ketiga) secara operasionalbelum ada peraturan pelaksanaannya.

Dalam mengatasi kendala hukum ini, pihak DinasKesehatan Kabupaten Berau pada 27 Februari sampaidengan 1 Maret 2008 melakukan konsultasi kepadapara stakeholders di tingkat pusat seperti Depdagri,Depkes, Menpan, Depnakertrans, dan Bappenas. Darihasil konsultasi ini diperoleh berbagai masukan dandukungan untuk terus melaksanakan kegiatan con-tracting-out. Ketidakjelasan aturan hukum justrumenjadi peluang untuk “bermain di daerah abu-abu”.Sayangnya para stakeholders tersebut tidak bersediamemberikan dukungan secara tertulis.

Kendala lainnya yang diperkirakan terjadi adalahlangkanya atau bahkan tidak adanya calon provideryang siap untuk melaksanakan kegiatan itu. Olehkarena itu, pada tanggal 24 April 2008 DinasKesehatan Kabupaten Berau dan Pusat ManajemenPelayanan Kesehatan, Fakultas Kedokteran,Universitas Gadjah Mada (PMPK FK-UGM)melaksanakan suatu workshop dan seminarPenyiapan Calon Provider Contracting-outPenyediaan Tenaga Kesehatan bertempat diFakultas Kedokteran Universitas MulawarmanSamarinda. Kegiatan ini diikuti oleh CV. JayaMakmur Abadi, Muhamadiyah Kalimantan Timur,STIKES Respati Yogyakarta, PPNI KalimantanTimur, PSKO-Unmul, dan HWS Kalimantan Timur.

Secara keseluruhan peserta yang hadir memangterbatas (hanya 12 orang) tetapi itu sudah cukupmenggembirakan karena upaya menghadirkanmereka tidak cukup dengan undangan tertulis tetapiharus dengan persuasi “door-to-door” (kecualiSTIKES Respati Yogyakarta) yang dilakukan olehdrg. Murti Lestari, MKM (Staf Dinas KesehatanKabupaten Berau). Workshop ini bertujuan agarpeserta memahami seluk beluk tentang contract-ing-out, termasuk bagaimana menghitung biayapelaksanaannya.

Sekitar sebulan kemudian (29 Mei 2008), panitialelang Dinas Kesehatan Kabupaten Beraumemasang iklan (pengumuman) lelang di harianKalimantan Timur Post. Lelang diikuti oleh 4perusahaan dari Kabupaten Berau sendiri. Di luardugaan, semua calon provider yang mengikuti work-shop di Samarinda batal mengikuti lelang. Salah satualasannya adalah keinginan mereka agar danakontrak bersifat “block grant” tidak dapat dipenuhi

karena alasan ketentuan anggaran pemerintah yangada. Hal ini patut disayangkan karena mereka sudahterpapar dengan kegiatan tersebut.

Sebaliknya 4 perusahaan yang mengikuti lelangsama sekali awam dengan contracting-out (kalaupunmereka berupaya mencari informasi, tapi tetap tidakkomprehensif). Akibatnya bisa diduga, ketika hasillelang diumumkan 25 Juni 2008, tak satu perusahaanpun yang dinyatakan menang. Bahkan daripersyaratan administasi tak satu pun yangmemenuhi syarat. Dalam akte perusahaan lelangseharusnya tertera secara spesifik jenis usaha ataujasa penyediaan tenaga kesehatan, bukan jenistenaga umum atau lainnya seperti pertambangan.

Berdasarkan hasil lelang tersebut, sesuaiketentuan harus dilakukan lelang ulang. Prosestersebut setidaknya membutuhkan waktu sebulan.Jika semua lancar maka baru akhir Juli 2008pemenang akan diketahui. Dengan memperhitungkanberbagai persiapan yang harus dilakukan provider,calon tenaga kesehatan (termasuk pelatihanpembekalan), penempatan, dan lain-lain,diperkirakan kegiatan contracting-out baru efektif dilapangan pada minggu II-III Agustus.

Masalah waktu ini menjadi pertimbangan seriusbagi Dinas Kesehatan Kabupaten Berau karena jikalelang dan kegiatan terus dilaksanakan, maka efektifkegiatan di lokasi hanya 3-4 bulan. Padahal rencanaawal yang tertuang dalam APBD adalah 12 bulandengan anggaran hampir 1 milliar rupiah. Dalam halini timbul keraguan dari Dinas Kesehatan KabupatenBerau. Jika kegiatan diteruskan risikonya adalahefektivitas dan efisiensi anggaran jelas tidak akantercapai. Anggaran 1 milliar rupiah terlalu besar untukkegiatan 3-4 bulan, sementara dalam waktu singkattersebut sulit mengharapkan target (output) kegiatandapat tercapai.

Di lain pihak, jika proses lelang dihentikan begitusaja jelas melanggar ketentuan yang ada dan pastiakan dipertanyakan dan mendapat sanggahan daripeserta lelang. Selain itu, alasan pembatalan tersebutharus bisa dipertanggungjawabkan kepada stakehold-ers khususnya Bappeda, Biro Keuangan dan DPRDsetempat. Setelah melakukan konsultasi denganberbagai pihak, akhirnya pilihan menghentikan proseslelang yang dipilih. Salah satu pertimbangan utamanyaadalah risiko yang timbul lebih kecil daripada jikakegiatan tersebut tetap diteruskan. Konsekuensinya,panitya lelang harus menjawab sanggahan daripeserta lelang. Sanggahan pertama tidak dapatmemuaskan peserta sehingga muncul sanggahankedua dengan tembusan sampai pihak kejaksaansetempat dan KPK. Hal ini membuat repot panitialelang dan Dinas Kesehatan Kabupaten Berau.

Page 7: INOVASI DALAM PEMBERIAN PELAYANAN BERDASARKAN … · 2020. 4. 25. · kebijakan untuk penyebaran tenaga kesehatan di daerah sulit atau terpencil. Makalah ini bertujuan membahas inovasi

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008 97

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Meskipun demikian inovasi contracting-out initidak berhenti sampai di situ. Pihak Dinas KesehatanKabupaten Berau tidak menyerah begitu saja. Saatini mereka mengusulkan kembali kegiatan tersebutuntuk anggaran (APBD) 2009. Belajar daripengalaman 2008, timbul wacana strategipelaksanaan contracting-out tahun 2009 akandiubah. Tidak seperti 2008, anggaran akan dipecahatau dipisahkan antara pengadaan sarana-prasaranapendukung dengan penyediaan tenaga. Adapunmasalah manajemen SDM tenaga kontraknya masihdipertimbangkan apakah tetap oleh pihak ketigaseperti konsep 2008, atau swakelola oleh DinasKesehatan Kabupaten Berau. Selain itu, waktutersisa yang di tahun 2008 akan dimanfaatkan DinasKesehatan Berau untuk melakukan persiapan yanglebih matang baik dari kesiapan lokasi, administrasi,maupun calon providernya.

PembahasanMeskipun dalam literatur pendekatan contract-

ing out sudah banyak dilakukan di berbagai negara,namun di Indonesia masih belum banyak. Inovasiyang dilakukan dalam program pengiriman tenagaspesialis dan tenaga kesehatan lainnya di Meulabohdan proposal Kabupaten Berau termasuk baru.Mengapa baru? Sampai saat ini yang dikenal luasdi Indonesia adalah tenaga yang dikontrak secaraperorangan, seperti dokter PTT atau bidan PTT.Kontrak perorangan dilakukan oleh DepartemenKesehatan atau Pemda.

Dalam kontrak perorangan berbagai masalahtimbul, antara lain: kesulitan mengawasi kinerjatenaga yang dikontrak. Tidak ada jaminan bahwatenaga yang dikontrak, terutama di tempat terpencilakan berada di tempat sejak hari pertama sampaidengan hari terakhir masa kontrak. Berbagai kasusmenunjukkan bahwa masa efektif tenaga kontrakperorangan (terutama di tempat terpencil), terbatas.

Tenaga kontrak perorangan mempunyaimasalah dengan keterbatasan kegiatan karenadikontrak tanpa persiapan. Kelemahan-kelemahankontrak secara perorangan ini perlu dikurangi ataudihilangkan. Namun mengapa kontrak kelompokmasih belum banyak berkembang? Salah satuhambatan besar adalah masalah biaya dan hambatanhukum. Mengenai masalah biaya, memang akanmenjadi lebih besar. Kasus di Meulaboh danKabupaten Berau menunjukkan bahwa memang ada

sumber dana yang kuat untuk melakukan kontrakdengan model kelompok.

Dari segi pendanaan, program di Meulabohdidanai oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)Australia (World Vision), sedangkan pelaksanaandi Berau dibiayai oleh APBD Kabupaten Berau.World Vision Australia merupakan lembagakemanusiaan yang mempunyai kekuatan ekonomikuat. Sementara itu Kabupaten Berau termasukkabupaten yang mempunyai kekuatan fiskal tinggi.Kekuatan pemberi dana penting karena sistemkontrak kelompok ini harus menyediakan sebagiandana untuk pengelolaan tim yang dikontrak. Untukmemahami mengapa diperlukan dukungan tenagapengelola dapat dilihat pada Gambar Model Con-tracting yang dikerjakan di Meulaboh dan KabupatenBerau, (Gambar 1).

Pihak World Vision Australia mengadakan kerjasama dengan FK UGM dan University of Melbourneuntuk mengirimkan tenaga medik dan kesehatan keAceh. Perjanjian ini dilakukan dalam pemahamanbahwa dana yang ada di World Vision Australiaadalah milik masyarakat Kabupaten Aceh Barat.Dalam kerja sama ini masyarakat Kabupaten AcehBarat diwakili oleh pemerintah kabupaten. Disamping sebagai penyandang dana, World VisionAustralia melakukan fungsi pengawasan terhadapkegiatan. Kerja sama dilakukan dengan indikator log-frame yang jelas.

Dalam menjalankan fungsi sebagai pengelolabantuan tenaga medik dan tenaga kesehatanlainnya, FK UGM membentuk sebuah UnitPenunjang Program (Program Supporting Unit). Unitini diketuai oleh dosen senior dan sehari-haridijalankan oleh seorang sekretaris eksekutif. Fungsiunit ini antara lain untuk mendukung mobilisasitenaga, mengatur perjalanan tim dan kepulangan,dan mengurus keperluan logistik tim. Tim ini tentunyamembutuhkan dana, sehingga menambah biayaprogram. Akan tetapi manfaat yang diperoleh sangatbesar sehingga tim ini memang diperlukan.

Model yang akan dikerjakan di Kabupaten Berauserupa dengan yang ada di Kabupaten Aceh Barat.Namun sumber dana berbeda yaitu berasal langsungdari Pemerintah Kabupaten Berau. Mekanisme lebihsederhana dibanding model yang pembayaran berasaldari sebuah lembaga yang mengatasnamakan sebuahmasyarakat (Gambar 2).

Page 8: INOVASI DALAM PEMBERIAN PELAYANAN BERDASARKAN … · 2020. 4. 25. · kebijakan untuk penyebaran tenaga kesehatan di daerah sulit atau terpencil. Makalah ini bertujuan membahas inovasi

98 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008

Laksono Trisnantoro & Dwi Handono: Inovasi dalam Pemberian Pelayanan

Dua kata kunci dalam desain dan mekanismekerja contracting-out adalah kontrak dan monitoringdan evaluasi. Tanpa adanya kontrak, maka tidak akanada contracting-out. Tanpa monitoring dan evaluasi,maka contracting-out tidak akan berjalan baik. Dalamsuatu kontrak, minimal ada 12 elemen yang harusada dalam klausul yang diuraikan secara jelas dantegas. Jika dianggap perlu, dapat ditambahkanelemen-elemen lain sesuai dengan situasi dankondisi setempat.

Kelebihan dan kekurangan contracting outContracting out mempunyai sejumlah kelebihan,

antara lain:1. Dapat fokus terhadap pencapaian hasil-hasil

yang dapat terukur. Pengalaman KabupatenAceh Barat menunjukkan bahwa dengan adanyakontrak yang terukur melalui mekanisme log-

Dari model tersebut terlihat bahwa peran DinasKesehatan Kabupaten Berau lebih pada fungsi ”steer-ing” (mengarahkan, memonitor dan mengevaluasi);bukan lagi melakukan fungsi ”rowing” (memberikanpelayanan). Fungsi ”rowing” dalam pendekatan con-tracting out dilakukan oleh penyedia pelayanan (pro-vider/”kontraktor”).

Gambar 2.1. Model Contracting yang Dikerjakan di Meulaboh dan Kabupaten Berau

Gambar 2.2. Model Contracting-Out Pelayanan diKabupaten Berau

Desain dan mekanisme kerja contracting-outyang dilakukan oleh Kabupaten Berau adalahsebagai berikut:

Gambar 2.3. Desain dan Mekanisme KerjaContracting-Out

Page 9: INOVASI DALAM PEMBERIAN PELAYANAN BERDASARKAN … · 2020. 4. 25. · kebijakan untuk penyebaran tenaga kesehatan di daerah sulit atau terpencil. Makalah ini bertujuan membahas inovasi

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008 99

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

frame maka pengiriman tenaga medik tidakhanya sampai tersedia atau tidak. Lebih jauh,pengiriman tenaga medik diukur efektivitasnyadengan peningkatan jumlah pelayanan,pengembangan sistem dasar, sampai kepeningkatan mutu pelayanan. Hal ini berbedadengan kontrak perorangan yang sering tidaksampai melakukan perincian terhadap kinerjayang diharapkan.

2. Kegiatan kontrak mampu mengatasi hambatankemampuan penyerapan (absorptive capacity)sumber daya yang tersedia, sertamemanfaatkannya seefekti f mungkin.Pengalaman di Kabupaten Aceh Baratmenunjukkan bahwa sumber dan untuksumbangan bagi korban tsunami sangatmelimpah. Akan tetapi ada kesulitan dalammenyalurkan karena keterbatasan sumber tenagasetempat. Dengan adanya kerja sama kontrakmaka penyerapan dana dapat terjadi, denganmonitoring dan evaluasi kinerja yang terukur.

3. Pelayanan kontrak memberikan kesempatan kesektor swasta untuk berpartisipasi dalamkegiatan pembangunan secara langsung.Proposal yang dikembangkan di KabupatenBerau menunjukkan bahwa diperlukankontraktor dari pihak swasta. Dengan demikian,terjadi apa yang disebut sebagai peningkatanharapan bagi pihak swasta untukmengembangkan kegiatan sekaligusmemberikan perannya dalam pembangunankesehatan. Hal ini akan memperbesar semangatbekerja pihak swasta.

4. Sistem kerja sama berdasarkan kontrakmemberikan otonomi yang lebih luas dankewenangan mengambil keputusan kepadapara manajer di lapangan. Pengalamanpengiriman tenaga medik di Kabupaten AcehBarat menunjukkan bahwa perlu adanyamanajer lapangan yang mengelola tim. Denganadanya manajer di lapangan terjadi suatu bentukkerja yang berdasarkan filosofi kerja sama antarprofesi, dan antara tenaga medik yang dikirimdengan RS sasaran. Manajer ini bekerjaterutama untuk membina hubungan baik danmenjaga agar tidak terjadi konflik yang berasaldari hubungan antara manusia yang buruk.

5. Proposal yang disusun Kabupaten Berauberusaha untuk memanfaatkan kompetisi antarkelompok swasta untuk meningkatkankeefekti fan pengiriman tenaga. Prosespemilihan ini dilakukan dengan cara tenderterbuka. Diharapkan terjadi efisiensi melaluitender, walaupun ada risiko bahwa tender akan

meningkatkan biaya pelaksanaan dan berjalantidak efektif.

6. Keunggulan lain dari model kontrak adalahmemungkinkan pemerintah untuk memfokuskandiri terhadap peran-peran lain yang seharusnyadilakukan seperti perencanaan, penetapanstandar, pembiayaan, evaluasi dan regulasi.5

Di samping kelebihan, terdapat pula kekuranganatau masalah potensial yang dapat timbul dalamcontracting-out seperti:1. Kontrak pelayanan akan lebih mahal daripada

pelayanan yang di lakukan sendiri olehpemerintah, sebagian disebabkan oleh besarnyabiaya transaksi (termasuk lelang). Dalamkonteks contracting-out di Kabupaten AcehBarat tidak ada lelang sehingga lebih mudahdan murah.

2. Keberhasilan yang dicapai lewat kontrakdisebabkan karena lebih besarnya pembiayaandibandingkan dengan yang dibayar pemerintah.Hal ini memang benar karena contracting-outpasti lebih mahal dibandingkan denganpelayanan pemerintah sendiri.

3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) danpihak ketiga lainnya tidak mau bekerja di daerahterpencil atau daerah sulit serta kurang mampumemberikan pelayanan kepada orang miskin,sehingga meningkatkan ketidakadilan dalampelayanan kesehatan

4. Pemerintah mempunyai keterbatasan kapasitasdalam mengelola kontrak dengan efektif.

5. Lelang dan manajemen kontrak akanmenciptakan peluang-peluang tambahanterjadinya kecurangan dan korupsi.

6. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) danpemerintah akan letih dan bosan terhadap satusama lainnya sehingga meskipun berhasil,kontrak tidak dapat dilakukan selamanya.

Pendekatan kontrak dan desentralisasiKasus di Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten

Berau menunjukkan kesamaan yaitu pengirimantenaga ke daerah terpencil atau jauh dari pusatpembangunan. Hal ini wajar karena pendekatankontrak merupakan strategi penting untukpenyebaran tenaga kesehatan ke daerah terpencil.Jarang ada tenaga kesehatan yang mauditempatkan di daerah terpencil selama hidup.

Permasalahannya adalah daerah terpencilsering kesulitan mendapatkan sumber dana yangcukup. Siapa yang membayar sistem kontrak?Pemerintah Daerah (Pemda) ataukah pemerintahpusat, ataukah keduanya? Dalam hal ini dukungan

Page 10: INOVASI DALAM PEMBERIAN PELAYANAN BERDASARKAN … · 2020. 4. 25. · kebijakan untuk penyebaran tenaga kesehatan di daerah sulit atau terpencil. Makalah ini bertujuan membahas inovasi

100 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008

Laksono Trisnantoro & Dwi Handono: Inovasi dalam Pemberian Pelayanan

pemerintah pusat perlu ditambah. Jika dibandingkandengan pengalaman negara lain, pilihan pendekatancontracting-out yang dilakukan Dinas KesehatanKabupaten Berau tersebut merupakan pendekatanbaru yang belum pernah dilakukan di negaramanapun. Ada sejumlah karakteristik yangmembedakan pendekatan Berau dengan pendekatanyang ada dalam literatur yaitu pertama, pemerintahpusat (Departemen Kesehatan) sendiri belum pernahmelakukannya, padahal menurut Bergstrom6

dukungan pemerintah pusat mutlak adanya.Karena baru pertama kali dilakukan di Indonesia,

dukungan regulasi belum sepenuhnya ada padahaladanya regulasi baik tingkat nasional maupun lokaljuga mutlak adanya7 dan tidak banyak atau bahkantidak ada pihak ketiga yang siap dan berpengalamansebagai pihak ketiga. Keterbatasan calon kontraktorini akan mengurangi persaingan yang sehat sesuaimekanisme pasar, padahal persaingan inilah yangdiinginkan terjadi agar diperoleh efektivitas danefisiensi contracting-out.8

Prospek dalam era desentralisasiSetelah lebih dari 7 tahun kebijakan

desentralisasi di Indonesia diterapkan, adapertanyaan yang tetap relevan diajukan yaitu: apakahdesentralisasi mampu memperbaiki efisiensi danpemerataan pelayanan kesehatan? Banyak faktamenunjukkan bahwa Pemda, khususnya DinasKesehatan propinsi dan kabupaten yang memilikiwilayah sulit (sangat terpencil) di pedalaman maupunkepulauan, belum mampu menjawab pertanyaantersebut. Secara umum, fenomena tersebutmenunjukkan adanya keterbatasan kapasitaspemerintah dalam memecahkan masalahpemerataan pelayanan kesehatan khususnya bagidaerah sulit (sangat terpencil). Dalam situasi sepertiini ide dan alternatif baru seperti contracting-outsangat layak dipertimbangkan.

Secara konkrit, seperti yang dilakukan DinasKesehatan Kabupaten Berau Kalimantan Timur,contoh contracting-out yang dilakukan adalahmengontrak pihak ketiga untuk menyediakansejumlah tenaga kesehatan tertentu dalam waktutertentu, kemudian tenaga kesehatan tersebutditugaskan untuk membantu tenaga kesehatan yangsudah ada untuk melakukan pelayanan kesehatansecara tim dengan target cakupan yang telahditentukan.

Dalam hal contracting-out sebenarnya tidakhanya Kabupaten Berau atau Kabupaten Aceh Baratyang berusaha melakukannya di Indonesia Timur,Kabupaten Yahukimo di Papua juga tengah merintisbentuk lain contracting-out. Pendekatan yang

langsung dipelopori oleh Bupati Yahukimo ini dilakukanbukan melalui lelang tapi dengan kerja sama atausemacam Memorandum of Understanding (MoU)dengan suatu yayasan yang berpusat di Bandung.Yayasan ini nantinya bertugas untuk menyediakantenaga kesehatan sekaligus membantu pelaksanaanpelayanan kesehatan di lokasi terpencil yangdisepakati. Model yang ditempuh KabupatenYahukimo ini secara hukum dimungkinkan denganadanya PP No. 50/2007 tentang Tata CaraPelaksanaan Kerja Sama Daerah meskipun peraturanpelaksanaannya masih dalam proses penyusunan.

Adanya PP No. 50/2007 ini juga dapat membukapeluang baru kerja sama multi pihak antarapemerintah kabupaten, Departemen Kesehatan,perguruan tinggi kesehatan, dan LSM atau yayasan.Dalam hal ini pemerintah kabupaten dapatmelakukan inisiatif untuk “jemput bola” danmelakukan MoU dengan perguruan tinggi kesehatanuntuk mendapatkan tenaga kesehatan yangdibutuhkan, kemudian melobi DepartemenKesehatan untuk mendapatkan alokasi anggaranPTT sesuai kebutuhan, dan terakhir bekerja samadengan LSM atau yayasan untuk mengelolapenyiapan, penempatan, pendayagunaan,monitoring, evaluasi, dan rotasi tenaga kesehatanyang dikontrak. Alternatif tersebut dapat dicoba olehkabupaten yang tidak memiliki APBD yang memadai.Di lain pihak, bagi kabupaten yang kaya, alternatifcontracting-out seperti yang dilakukan KabupatenBerau layak dipertimbangkan.

Dari uraian di atas, prospek contracting-out diera desentralisasi cukup menjanjikan. Bagi daerahkaya yang diperlukan adalah awareness dankomitmen stakeholders agar bersedia mendukungkegiatan tersebut. Sementara bagi daerah miskin,mereka harus lebih kreatif menjalin kerja sama denganberbagai pihak yang memiliki sumber daya baikSumber Daya Manusia (SDM) maupun anggaran.

Dana dari mana? Pemerintah pusat, Pemdaatau donor

Sumber dana untuk contracting-out bisa berasaldari mana saja. Bagi kabupaten kaya, dukungananggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD) untuk kegiatan tersebut sebetulnya tidakmenjadi masalah seperti halnya Kabupaten Berausepanjang telah diperoleh awareness dan komitmenstakeholders. Bagi kabupaten di Papua dan PapuaBarat, selain dapat memanfaatkan dana otonomikhusus juga terbuka peluang untuk memanfaatkanprogram Save Papua dari pemerintah pusat, ataumenggali dana dari donor misalnya AusAid, sertadonor agency lainnya. Bagi kabupaten miskin, selain

Page 11: INOVASI DALAM PEMBERIAN PELAYANAN BERDASARKAN … · 2020. 4. 25. · kebijakan untuk penyebaran tenaga kesehatan di daerah sulit atau terpencil. Makalah ini bertujuan membahas inovasi

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008 101

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

harus kreatif berinisiatif menggalang kerja samadengan berbagai pihak, tampaknya harus didukungoleh pemerintah pusat dan/atau donor untukpembiayaan contracting-out.

Bagaimana sustainabilitas?Sustainabilitas atau keberlanjutan kegiatan

contracting-out dapat ditinjau dari tiga aspek yaituanggaran tetap, perkembangan daerah dan pihakyang terlibat. Dari aspek anggaran, berdasarkanpengalaman di Cambodia yang sangat tergantungdonor, ketersediaan dan sustainabilitas anggaranmenjadi masalah utama. Ketika donor menghentikanbantuannya, pemerintah Cambodia kesulitan untukmeneruskan kegiatan tersebut. Tampaknya negaraatau daerah yang kaya lebih berpeluang menjagasustainabilitas kegiatan ini.

Dari aspek perkembangan daerah khususnyadi pedalaman terpencil, alternatif contracting-outakan menjadi kurang relevan jika daerah yangbersangkutan suatu saat nanti akan maju danberkembang. Secara jangka panjang, peluangcontracting-out tetap terbuka di daerah pedalamanyang sulit untuk berkembang atau daerah kepulauanyang terpencil.

Dari aspek pihak yang terlibat seperti DinasKesehatan dan provider, dapat timbul letih dan bosanterhadap satu sama lainnya, sehingga meskipunberhasil, kontrak tidak dapat dilakukan selamanya.Dari aspek pihak lainnya yang terlibat yaitu tenagakesehatan, perlu diantisipasi turn over rate yangtinggi karena sulit sekali untuk mencari tenaga yangmau bekerja selamanya.

Apa problemnya yang perlu diatasi?Salah satu masalah besar adalah belum adanya

tenaga kontraktor yang siap. Kegagalan kegiatanini di Kabupaten Berau tahun 2008 salah satu alasanutamanya adalah karena hal ini. Masalah besarlainnya adalah aspek hukum yang masih belumjelas. Sampai saat ini belum satu pun dasar hukumyang khusus mengatur tentang kegiatan tersebut.Dari aspek ketentuan tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menurut Keppres RI No. 80/2003yang telah diubah tujuh kali (terakhir denganPeraturan Presiden No. 95/2007), jasa contracting-out dapat digolongkan ke dalam jasa lainnya.Berdasarkan ketentuan tersebut, secara teknispengadaan jasa contracting-out dapat dilakukansesuai ketentuan yang berlaku. Di lain pihak, PPNo. 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan KerjaSama Daerah (termasuk kerja sama dengan pihakketiga) secara operasional belum ada peraturanpelaksanaannya.

Di lingkup pemerintah kabupaten, permasalahanhukum outsourcing atau contracting-out khususnyabagi contracting-out penyediaan tenaga kesehatan danpelayanan jasa kesehatan jauh lebih besardibandingkan dengan kontrak di lingkup perusahaan.Permasalahan hukum yang dapat terjadi terkaitdengan fungsi dari Dinas Kesehatan. Dalam PP No.41/2007 pasal 14, fungsi Dinas Kesehatan kabupaten/kota adalah:(a) perumusan kebijakan teknis sesuai dengan

lingkup tugasnya(b) penyelenggaraan urusan pemerintahan dan

pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya(c) pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai

dengan lingkup tugasnya(d) pelaksanaan tugas lain yang diberikan bupati/

walikota sesuai tugas dan fungsinya.

Pelayanan umum menurut ketentuan tersebutmerupakan salah satu fungsi dari Dinas Kesehatan.Di lingkup Dinas Kesehatan, salah satu bentukpelayanan umum adalah pelayanan kesehatan.Dalam pelaksanaannya, fungsi pelayanan ini tidakdilaksanakan sendiri oleh Dinas Kesehatan tapididelegasikan kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT)-nya yaitu Puskesmas. Dalam hal ini, DinasKesehatan lebih berfungsi dalam perumusankebijakan teknis dan pembinaan.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat sejumlahpermasalahan hukum yang dapat terjadi seperti:(a) Tugas dan fungsi yang terkait dengan

pengadaan tenaga termasuk tenaga kontrakbukan fungsi Dinas Kesehatan (biasanyadilakukan oleh Badan Kepegawaian Daerah/BKD). Dalam hal outsourcing atau contracting-out, apakah inisiatif tersebut tidak bertentangandengan tugas dan fungsi BKD Kabupaten yangdiatur dalam PP No. 41/2007?

(b) Apakah inisiatif contracting-out oleh DinasKesehatan dapat dikategorikan sebagai salahsatu bentuk pelaksanaan fungsi perumusankebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasDinas Kesehatan?

(c) Apakah hal ini tidak bertentangan dengan pasal64 dan 65 UU Ketenagakerjaan No. 13/2003yang merupakan dasar dari pelaksanaanoutsourcing?

Dari berbagai permasalahan hukum yangdikemukakan di atas terlihat bahwa regulasi yangada belum cukup memadai untuk mengaturcontracting-out pelayanan kesehatan yangmerupakan pekerjaan utama Dinas Kesehatan. Halini wajar mengingat contracting-out khususnya untuk

Page 12: INOVASI DALAM PEMBERIAN PELAYANAN BERDASARKAN … · 2020. 4. 25. · kebijakan untuk penyebaran tenaga kesehatan di daerah sulit atau terpencil. Makalah ini bertujuan membahas inovasi

102 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 3 September 2008

Laksono Trisnantoro & Dwi Handono: Inovasi dalam Pemberian Pelayanan

pelayanan kesehatan di daerah terpencil/sangatterpencil dan sulit masih merupakan hal baru disektor kesehatan. Meskipun demikian terdapatsejumlah regulasi yang mendukung, yaitu:- Keputusan Presiden RI No. 80/2003 yang telah

diubah tujuh kali (terakhir melalui PeraturanPresiden No. 95/2007)

- Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13/2003- Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

RI No. 101/2004 tentang Tatacara PerizinanPerusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh

- Permendagri No. 61/2007 tentang PedomanTeknis Pengelolaan Keuangan Badan LayananUmum Daerah khususnya Pasal 2 Ayat 1

- Peraturan Pemerintah No. 50/2007 tentang TataCara Pelaksaanaan Kerja Sama Daerah

- Permenkes No. 1199/2004 tentang PedomanPengadaan Tenaga Kesehatan denganPerjanjian Kerja di Sarana Kesehatan MilikPemerintahWalaupun inovasi ini masih mempunyai berbagai

hambatan, di masa depan contracting outmerupakan salah satu solusi menarik untukmengatasi kekurangan tenaga di daerah terpencil.

KEPUSTAKAAN1. Kurniati, Anna. Incentives for Medical Workers

and Midwives in Very Remote Areas anExperience from Indonesia.2007.

2. Maryam, Mary. Indonesia’s Experience inFinancing the Production and Retention of

Physicians to Improve Specialist MedicalServices in Rural Hospitals.2007.

3. Mustikowati, S.R. Faktor-Faktor yangMempengaruhi Penerimaan Penempatan DokterSpesialis Ikatan Dinas, Tesis S2, Program StudiPascasarjana S2 IKM, UGM, Yogyakarta, 2005.

4. Tenny dan Murti. Rencana Contracting Out diKabupaten Berau. Disampaikan pada LunchSeminar Tanggal 18 April 2007 di Jakarta. 2007.

5. Loevinshon, B., & Harding, A. Contracting forthe Delivery of Community Health Services: AReview of Global Experience. 2004. Availablefrom: http://www.wds.worldbank.org/external/default/WDSCContentServer/WDSP/IB/2005/02/23/000090341_20050223140558/Rendered/PDF/315060HNPContractingOLoevins honHarding.pdf [Diakses pada 18 Sepetember 2007]

6. Bergstrom, F. Why Do Local GovernmentsPrivatise? 1999. Available f rom: http://www.isnie.org/ISNIE99/Papers/bergstrom.pdf[Diakses pada 22 Mei 2007].

7. Abramson, W.B. Contracting for Health CareDelivery, a Manual for Policy Makers [Internet].2004. Available from: http://www.jsi.com/Managed/Docs/Publications/ContractingPrimerManual.pdf [Diakses pada 30 April 2007].

8. Zarco-Jasso, H. Public-Private Partnership: aMultidimensional Model for Contracting[Internet]. 2005. Available from: <http://www.inderscience.com/storage/f410126115297381.pdf> [Diakses pada 18 Mei 2007].