inotropik

45
BAB I PENDAHULUAN Inotropik adalah zat yang dapat memengaruhi daya kontraksi otot. Faktor yang meningkatkan kontraktilitas disebut sebagai aksi inotropik positif. Faktor yang menurunkan kontraktilitas memiliki aksi inotropik negatif. Agen inotropik positif biasanya menstimulasi masuknya Ca 2+ ke dalam sel otot jantung, kemudian akan meningkatkan tekanan dan durasi dari kontraksi ventrikular. Agen inotropik negatif akan memblok pergerakan Ca 2+ atau mendepresi metabolisme otot jantung. Faktor inotropik positif dan negatif termasuk pada aktivitas sistem saraf otonom, hormon, dan perubahan konsentrasi ion ekstraselular. Obat-obat inotropik yang meningkatkan kemampuan kekuatan kontraksi otot jantung. Obat-obat simpatomimetik adalah obat inotropik kuat yang terutama digunakan untuk terapi gagal jantung berat pada suasana akut. Contoh obat ini adalah dopamine dan dobutamin. Efek-efek merugikan yang terpenting berkaitan dengan sifat alami obat ini yang aritmogenik dan potensi obat untuk menimbulkan iskemia otot jantung, takikardi, dan iritabilitas ventrikular dapat dikurangi dengan memperkecil dosis.

Upload: muhammad-benny-setiyadi

Post on 10-Nov-2015

52 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

inotropik

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Inotropik adalah zat yang dapat memengaruhi daya kontraksi otot. Faktor yang meningkatkan kontraktilitas disebut sebagai aksi inotropik positif. Faktor yang menurunkan kontraktilitas memiliki aksi inotropik negatif. Agen inotropik positif biasanya menstimulasi masuknya Ca2+ ke dalam sel otot jantung, kemudian akan meningkatkan tekanan dan durasi dari kontraksi ventrikular. Agen inotropik negatif akan memblok pergerakan Ca2+ atau mendepresi metabolisme otot jantung. Faktor inotropik positif dan negatif termasuk pada aktivitas sistem saraf otonom, hormon, dan perubahan konsentrasi ion ekstraselular. Obat-obat inotropik yang meningkatkan kemampuan kekuatan kontraksi otot jantung. Obat-obat simpatomimetik adalah obat inotropik kuat yang terutama digunakan untuk terapi gagal jantung berat pada suasana akut. Contoh obat ini adalah dopamine dan dobutamin. Efek-efek merugikan yang terpenting berkaitan dengan sifat alami obat ini yang aritmogenik dan potensi obat untuk menimbulkan iskemia otot jantung, takikardi, dan iritabilitas ventrikular dapat dikurangi dengan memperkecil dosis.Agent inotropik merupakan agent yang memiliki efek meningkatkan kontraktilitas jantung. Kontraktilitas jantung yang terganggu dapat menurunkan cardiac output sehingga tidak dapat memberikan perfusi maupun hantaran oksigen yang cukup ke jaringan.Inotropik dibagi dalam dalam dua agen yaitu :a. Agen inotropik positifAdalah agen yang meningkatkan kontraktilitas miokard, dan digunakan untuk mendukung fungsi jantung dalam kondisi seperti gagal jantung, syok kardiogenik, syok septic, kardiomiopati.Contoh: Berberine, Omecamtiv, dopamine, epinefrin (adrenalin), isoprenalin (isoproterenol), digoxin, digitalis, amrinon, teofilin

b. Agen inotropik negativeAdalah agen menurunkan kontraktilitas miokard, dan digunakan untuk mengurangi beban kerja jantung.Contoh : Carvedilol, bisoprolol, metoprolol, diltiazem, verapamil, clevidipine, quinidin.

BAB IIISI

1. Agen Inotropik Positifa. DigitalisFarmakodinamik:Sifat farmakodinamik utama digitalis adalah inotropik positif, yaitu meningkatkan kontraksi miokardium Efek inotropik positif digitalis didasarkan atas 2 mekanisme, yaitua. penghambatan enzim Na+K+adenosin trifosfatase (NaK-ATPase) yang terikat di membran sel miokard dan berperan dalam mekanisme pompa Na+, dan b. peningkatan arus masuk lambat (slow inward current) Ca+ ke intrasel pada potensial aksi.

Mekanisme Kerja :

Farmakokinetik :Absorpsi di subkutan dan intramuscular tidak teratur dan menyebabkan sakit. Absorpsi peroral baik, tetapi dipengaruhi makanan, jenis sediaan, dan pengosongan lambung. Distribusi luas, dengan ikatan protein tinggi. Obat ini dieliminasi,diekskresi di ginjal dan dimetabolisme di hepar.

Efek samping:Digitalis memiliki cakupan dosis terapeutik yang sempit. Diperkirakan 20% pasien yang diterapi dengan digitalis mengalami keracunan. Sebanyak 35% efek terapeutetik digitalis dapat menjadi dosis yang berbahaya, dan disaritmia jantung umumnya terjadi pada 60% pemberian dosis berbahaya, Hanya satu perbedaan diantara beragam peberian digitalis ketika terjadi keracunan, yakni durasi dari efek yang timbul.Adanya kesepakatan bersama bahwa efek toksisitas digitalis terjadi akibat inhibisi sistem transport ion Na-K-ATPase yang menyebabkan akumulasi ion natrium intraseluler dan ion kalsium serta penurunan ion kalium intraseluler. Diperkirakan bahwa peningkatan konsentrasi ion kalsium intraseluler yang menyertai gejala keracunan digitalis yang menyebabkan terjadinya disaritmia ektopik jantung. Penurunan pada fase 4 depolarisasi pada aksi potensial jantung merupakan pengaruh kerja digitalis khususnya pada ventrikel.Penyebab yang paling sering dari keracunan digitalis tanpa adanya disfungsi ginjal adalah pemberian diuretic yang menyebabkan deplesi kalium.Selama anestesi berlangsung, hiperventilasi dapat menurunkan konsentrasi serum kalium rata-rata 0.5 mEq/liter setiap penurunan PaCoO210 mmHg. Hipokalemia dapat meningkatkan pengikatan miokard dengn glikosida jantung sehingga meningkatkan efek obat. Pengikatan glikosida jantung pada kompleks enzim Na-K-ATPase dihambat oleh peningkatan konsentrasi plasma kalium. Abnormalitas elektrolit lainnya yang terjadi akibat keracunan digitalis adalah hiperkalsemia dan hipomagnesemia. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akibat hipoksemia arteri meningkatkan kemungkinan adanya keracunan digitalis. Gangguan fungsi ginjal dan perubahan elektrolit (hypokalemia, hipomagnesemia) yang sering pada pasien cardiopulmonary bypass dapat menjadi faktor pencetus terjadinya keracunan digitalis.

b. DigoksinDigoksin adalah salah satu glikosida jantung (digitalis), suatu kelompok senyawa yang mempunyai efek khusus pada miokardium. Digoksin diekstraksi dari daun Digitalis lanata.

Digoksin merupakan kristal putih tidak berbau. Obat ini praktis tidak larut dalam air dan dalam eter, sedikit larut dalam alkohol dan dalam kloroform dan sangat larut dalam piridin.

Farmakokinetik:Waktu onset : oral : 1-2 jam; IV : 5-30 menit;Waktu efek puncak : oral : 2-8 jam; IV : 1-4 jamDurasi : dewasa : 3-4 hari pada kedua sediaanAbsorpsi : melalui difusi pasif pada usus halus bagian atas, makanan dapat menyebabkan absorpsi mengalami penundaan (delay), tetapi tidak mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi Distribusi : ;Fungsi ginjal normal : 6-7 L/kg Gagal ginjal kronik : 4-6 L/kg;Anak-anak : 16 L/kg Dewasa : 7 L/kg menurun bila terdapat gangguan ginjal ;Ikatan obat dengan protein (protein binding) : 30% Metabolisme : melalui sequential sugar hydrolysis dalam lambung atau melalui reduksi cincin lakton oleh bakteri di intestinal , metabolisme diturunkan dengan adanya gagal jantung kongestif ;Bioavailabilitas: ; half-life elimination berdasarkan umur, fungsi ginjal dan jantung, half-life elimination: Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: oral ~ 1 jam Ekskresi : urin (50% hingga 70% dalam bentuk obat yang tidak berubah )

Efek Samping :Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk : anoreksia, mual , muntah, diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk , bingung, delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi rash,;isckemia intestinal ; gynecomastia pada penggunaan jangka panjang , trombositopenia

Mekanisme aksi:Gagal jantung kongestif: menghambat pompa Na/K ATP0-ase yang bekerja dengan meningkatkan pertukaran natrium-kalsium intraselular sehingga meningkatkan kadar kalsium intraseluler dan meningkatkan kontraktilitas.;Aritmia supraentrikular : Secara langsung menekan konduksi AV node sehingga meningkatkan periode refractory efektif dan menurunkan konduksi kecepatan - efek inotropik positif, meningkatkan vagal tone, dan menurunkan kecepatan ventrikular dan aritmia atrial. Atrial fibrilasi dapat menurunkan sensitifitas dan meningkatkan toleransi pada serum konsentrasi digoksin yang lebih tinggi

Sediaan :Digoksin: oral tablet 1,125; 0,25; 0,5 mg, kapsul 0,05; 0,1; 0,2 mg, eliksir 0,05 mg/mL. Parenteral: 0,1; 0,25mg/mL untuk suntikan

c. Epinefrin (adrenalin)Epinephrine tergolong vasokonstriktor yang sangat kuat dan cardiac stimulant. Epinephrine merupakan catecholamine endogen yang dihasilkan oleh medulla adrenal dengan aktivitas dan 1 yang poten, dan efek 2 yang sedang. Pada dosis yang rendah, efek menunjukkan dominasi. Pada dosis yang lebih tinggi, efek menjadi lebih signifikan. Epinephrine merupakan aktivator reseptor adrenergik yang paling kuat. Pada hipotensi yang akut seringkali epinephrine lebih disukai dibandingkan dengan norepinephrine karena efek adrenergik yang lebih kuat berperan dalam mempertahakan maupun meningkatkan cardiac output.

Farmakokinetik :Fungsi alamiah dari epinephrine bekerja pada :(a) kontraktilitas jantung, (b) heart rate, (c) tonus otot polos vaskular dan otot bronkus, (d) sekresi kelenjar, (e) proses metabolisme seperti glikogenolisis dan lipolisis.

Metabolisme :Pemberian secara oral tidak efektif, karena epinephrine dimetabolisme secara cepat pada mukosa gastrointestinal dan hepar. Absorpsi epinephrine setelah pemberian secara subkutan kurang baik, karena epinephrine menyebabkan vasokonstriksi pada tempat suntikan. Epinephrine juga kurang larut dalam lemak, sehingga mencegah masuknya obat ke susunan saraf pusat dan minimnya pengaruh langsung pada otak.

Farmakodinamik :Efek kardiovaskular yang ditimbulkan merupakan hasil dari stimulasi reseptor dan reseptor adrenergik. Dosis kecil epinephrine (1-2 g/menit IV) bila diberikan pada pasien dewasa akan menstimulasi reseptor 2 pada pembuluh perifer. Stimulasi reseptor 1 terjadi pada dosis yang lebih besar (4 g/menit IV), pada dosis yang lebih besar (10-20 g/menit IV) akan menstimulasi reseptor dan adrenergik dengan efek stimulasi yang lebih dominan pada pembuluh darah, termasuk pembuluh darah perifer dan sirkulasi ginjal. Injeksi tunggal epinephrine dengan dosis 0,2-0,8 g IV menyebabkan terjadinya stimulasi jantung yang berlangsung selama 1-5 menit, umumnya tanpa peningkatan berlebihan pada tekanan darah sistemik atau heart rate.Epinephrine menstimulasi reseptor 1 yang menyebabkan peningkatan tekanan sistolik, heart rate, dan curah jantung. Terjadi sedikit penurunan tekanan diastolik, hal ini mencerminkan adanya vasodilatasi pada vaskularisasi otot rangka sebagai akibat stimulasi reseptor 2. Sebagai hasil akhir adalah peningkatan tekanan nadi dan perubahan minimal pada tekanan arteri rerata. Karena perubahan tekanan arteri rerata minimal maka kecil kemungkinan untuk terjadinya refleks bradikardi akibat aktivasi baroreseptor. Epinephrine menstimulasi reseptor 1 secara dominan pada kulit, mukosa, vaskular hepar dan ginjal menghasilkan vasokonstriksi kuat. Pada vaskular otot rangka, epinephrine menstimulasi reseptor 2 secara dominan, menghasilkan vasodilatasi. Hasil akhirnya adalah distribusi curah jantung ke otot rangka dan menurunkan tahanan vaskular sistemik. Aliran darah ginjal akan menurun, walau tanpa perubahan pada tekanan darah sistemik. Sekresi renin akan meningkat karena adanya stimulasi reseptor beta di ginjal. Pada dosis terapi, epinephrine tidak memiliki efek vasokonstriksi yang signifikan pada arteri serebral. Aliran darah koroner akan meningkat setelah pemberian epinephrine, walaupun pada dosis yang tidak merubah tekanan darah sistemik.

Efek Samping: Epinephrine meningkatkan heart rate dengan meningkatkan laju depolarisasi fase 4, yang juga dapat meningkatkan resiko terjadinya disritmia. Peningkatan curah jantung yang terjadi merupakan akibat dari meningkatnya heart rate, kontraktilitas jantung, dan aliran darah balik. Otot polos bronkus akan mengalami relaksasi akibat stimulasi 2 epinephrine. Efek bronkodilatasi ini akan menjadi bronkokonstriksi dengan adanya obat blokade adrenergik , yang menjelaskan stimulasi 1 oleh epinephrine. Dengan stimulasi 2 akan meningkatkan konsentrasi seluler cAMP, menurunkan mediator vasoaktif yang sering dihubungkan dengan terjadinya gejala asma bronkial.Epinephrine memiliki efek yang paling signifikan terhadap metabolisme dibandingkan catecholamin lainnya. Stimulasi reseptor 1 oleh epinephrine meningkatkan glikogenolisis dan lipolisis, stimulasi reseptor 1 menghambat pelepasan insulin. Glikogenolisis di hepar sebagai akibat dari aktivasi enzim phosphorylase hepar. Lipolisis hepar sebagai akibat dari aktivasi enzim lipase, yang mempercepat pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Infus epinephrine akan meningkatkan konsentrasi kolesterol plasma, phospholipids, dan low density lipoproteins.Agonis selektif adrenergik 2 akibat infus epinephrine dosis rendah (0,05 g/kg/menit intravena) diduga menyebabkan aktivasi pompa Na-K pada otot rangka, menyebabkan perpindahan ion K ke sel. Observasi dengan cara mengukur kadar Kalium darah sesaat sebelum dimulainya induksi anestesia dibandingkan dengan kadar kalium 1-3 hari sebelumnya didapatkan kadar yang lebih rendah pada kadar serum kalium sesaat sebelum induksi anestesia, hal ini menjelaskan adanya pelepasan epinephrine akibat stress. Untuk memaksimalkan keputusan klinis berdasarkan pengukuran kadar serum kalium, sebaiknya dipertimbangkan terjadinya hipokalemia akibat dari kecemasan preoperatif dan pelepasan epinephrine.Hipokalemia akibat epinephrine dapat menyebabkan terjadinya disritmia yang sering menyertai stimulasi sistem saraf simpatis. Diantara seluruh kelenjar endokrin, hanya kelenjar keringat yang berespon secara signifikan terhadap epinephrine, menghasilkan sekresi yang kental dan banyak. Epinephrine menyebabkan kontraksi otot radilalis iris, menyebabkan midriasis. Kontraksi dari otot orbita menghasilkan penampilan eksopthalmus seperti pada pasien dengan hipertiroidisme. Hal tersebut kemungkinan sebagai akibat aktivasi reseptor adrenergik. Akibat efek epinephrine terjadi relaksasi otot polos saluran gastrointestinal. Aktivasi reseptor beta adrenergik menyebabkan relaksasi otot detrusor kandung kencing, sedangkan aktivasi reseptor alpa adrenergik menyebabkan kontraksi otot trigonum dan otot sfingter kandung kencing. Koagulasi darah akan dipercepat oleh efek epinephrine, kemungkinan akibat dari peningkatan aktivitas faktor V. Keadaan hiperkoagulasi saat intraoperatif dan postoperatif kemungkinan karena pelepasan epinephrine akibat stress. Epinephrine meningkatkan jumlah total leukosit namun pada saat bersamaan terjadi eosinopenia.

Dosis pemberian:Pada keadaan gawat-darurat (syok dan reaksi alergi), epinephrine diberikan secara bolus intravena 0,05-1 mg tergantung dari keparahan pada kardiovaskular. Untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan heart rate, diberikan dalam infus (1 mg dalam 250 ml Dekstrosa 5 %) [D5W ; 4 g/mL]. Dengan tetesan 2-20 g/menit. Beberapa larutan anestetik lokal mengandung epinephrine dengan konsentrasi 1 : 200.000 (5 g/mL) atau 1 : 400.000 (2,5 g/mL) sehingga mengurangi absorpsi sistemik dan memperpanjang durasi kerja anestetik lokal.

Sediaan: Epinephrine tersedia dalam bentuk ampul dengan konsentrasi 1 : 1000 (1 mg/mL) dan pada prefilled syringes dengan konsentrasi 1 : 10.000 (0,1 mg/mL) [100 g/mL]. Untuk penggunaan pediatri tersedia konsentrasi 1 : 100.000 (100 g/mL).

d. DopamineDopamine merupakan immediate metabolic precursor dari norepinephrine yang mengaktifkan reseptor D1 di vaskular sehingga menyebabkan vasodilatasi. Aktivasi reseptor prasinaptik D2 mampu menekan release norepinephrine. Dopamine dapat mengaktifkan reseptor 1 di jantung. Pada dosis rendah, tahanan perifer dapat menurun. Namun pada pemberian infus dengan kecepatan tinggi, dapat mengaktifkan reseptor pembuluh darah, menyebabkan vasokonstriksi, termasuk di vaskuler ginjal, sehingga menyerupai efek epinephrine

Dopamine memiliki efek dopaminergik dominan pada dosis sangat rendah (