infotek issn 2085-319xperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/...2019/02/11  ·...

4
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 5 ISSN 2085-319X Info Tek Media Bahan Bakar Nabati dan Perkebunan InfoTek Perkebunan diterbitkan setiap bulan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 11, Nomor 2, Februari 2019 Publikasi Semi Populer Alamat Redaksi: Jalan Tentara Pelajar No.1, Bogor 16111. Telp. (0251) 8313083. Faks. (0251) 8336194. email: go.id [email protected]. http//perkebunan.litbang.pertanian.go.id Dana: APBN 2018 DIPA Puslitbang Perkebunan Design: Zainal Mahmud mankozeb dan agens hayati di lapang dapat menurunkan serangan penyakit 40 - 60% (Sukamto/PenelitiBalittro). Pengendalian Penyakit Bercak Daun pada Tanaman Seraiwangi Seraiwangi (Andropogon nardus L.; Cymbopogon nardus L) merupakan salah satu jenis tanaman atsiri, yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama Citronella Oil. Minyak seraiwangi Indonesia dipasaran dunia terkenal dengan nama Java Citronella Oil”. Minyak ini disuling dari daun seraiwangi, mengandung geraniol, sitronelal, borneol, limorem, kempen, (Wany et al., 2013). Dua senyawa penting yang menjadi standar mutu minyak seraiwangi adalah sitronellal dan geraniol yang merupakan bahan dasar pembuatan ester untuk parfum dan kosmetik. Sebagian besar produk minyak seraiwangi diekspor untuk dipergunakan dalam industri sabun, parfum, kosmetik, aktif pestisida nabati. Penyakit utama yang menjadi kendala dalam budidaya seraiwangi adalah penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Curvularia andropogonis. Gejala penyakit berupa bercak cokelat, baik di tengah maupun di tepi daun. Penyakit bercak daun menyerang semua varietas seraiwangi (Seraiwangi 1, Sitrona Agribun 1 dan Sitrona Agribun 2). Gejala penyakit ini ditemukan pada setiap kebun bervariasi, biasanya kebun seraiwangi pada dataran rendah lebih berat serangannya di- bandingkan bila ditanam di dataran yang lebih tinggi. Pengendalian penyakit bercak daun dapat dilakukan dengan cara mekanis, pestisida kimia (Fungisida) dan agens hayati (Rhizobakteri). Fungisida berbahan aktif mankozeb, paling efektif untuk mengendalikan penyakit bercak daun pada seraiwangi. Pengendalian bercak daun di lapang dilakukan dengan cara mekanis, tanaman seraiwangi dipanen pada saat- nya panen, kemudian dibersihkan bila ada daun-daun yang terserang jauh ke tanah. Tanaman dibumbun dan diberi pupuk organik, setelah berumur 1 - 1,5 bulan (tanaman seraiwangi berdaun) dilakukan penyemprotan fungisida berbahan aktif mankozeb sesuai dosia anjuran (2 g/l). Alternatif pengendalian lain khususnya untuk seraiwangi organik dapat menggunakan agens hayati yaitu rhizobakteri. Pengujian beberapa rhizobakteri menunjukkan bahwa isolat dari spesies Burkholderia sp. dapat menghambat pertumbuhan jamur Curvularia andropogonis lebih dari 50%. Bahkan penggunaan rhizobakteri dapat membentuk zona hambat yang kuat mencapai 10 - 20 mm. Hal ini disebabkan bahwa Rhizobakteri antagonis dapat mengeluarkan antibiotik berupa metabolit sekunder yang dapat menekan pertumbuhan patogen. Rhizobakteri ini selain sebagai antagonis, juga diketahui berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman (PGPR). Rhizobakteri antagonis dikombinasikan dalam satu formula dengan bakteri pelarut phosfat (Pseudomonas sp) dan pengikat nitrogen (Azospirillum sp.). Pengendalian dapat dilakukan pada saat tanam, dengan cara merendam bagian perakaran dengan konsentrasi 5 ml/l air. Penggunaan pada kebun yang telah terserang dilakukan dengan cara memanen daun seraiwangi pada waktunya panen, kemudian dibersihkan daun-daun yang terserang bila jatuh ke tanah. Setelah itu dilakukan pembum- bunan atau pemberian pupuk kandang, kemudian disemprot dengan larutan formula Rhizobakteri antagonis 5 ml/liter air. Penyakit bercak daun dapat dikendalikan dengan fungisida berbahan aktif mankozeb dan secara biologi dengan rhizobakteri antagonis. Penggunaan fungisida berbahan aktif Editorial Pengembangan industri berbasis tanaman perkebunan perlu didukung oleh penyediaan bahan baku bermutu dan berkesinambungan. Pada nomor ini dibahas tentang tanaman seraiwangi dan kendala dalam budidayanya yang disebabkan oleh serangan penyaki bercak daun. Pada artikel lain diuraikan tentang upaya peningkatan perkecambahan benih aren untuk mendukung budidaya aren sebagai salah satu penghasil bioetanol. Artikel lainnya mengulas tentang upaya mendukung swasembada gula melalui peningkatan adopsi inovasi teknologi budidaya. Redaksi dipenten, geranil, asetat, metil eugenol, farresol dan lain-lain antiseptik, aromaterapi, pengusir serangga, karbol dan bahan

Upload: others

Post on 13-Nov-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: InfoTek ISSN 2085-319Xperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/...2019/02/11  · pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan benih yang dipanen premature. Hasil penelitian

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 5

ISSN 2085-319X

InfoTekMedia Bahan Bakar Nabati dan Perkebunan

InfoTek Perkebunan diterbitkan setiap bulan oleh Pusat Penelitiandan Pengembangan Perkebunan,

Badan Penelitian danPengembangan Pertanian

Volume 11, Nomor 2, Februari 2019 Publikasi Semi Populer

Alamat Redaksi:Jalan Tentara Pelajar No.1, Bogor 16111.Telp. (0251) 8313083. Faks. (0251) 8336194.email: [email protected]//perkebunan.litbang.pertanian.go.idDana: APBN 2018 DIPA Puslitbang PerkebunanDesign: Zainal Mahmud

mankozeb dan agens hayati di lapang dapat menurunkan serangan penyakit 40 - 60% (Sukamto/Peneliti Balittro).

Pengendalian Penyakit Bercak Daun pada Tanaman Seraiwangi

Seraiwangi (Andropogon nardus L.; Cymbopogon nardus L) merupakan salah satu jenis tanaman atsiri, yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama Citronella Oil. Minyak seraiwangi Indonesia dipasaran dunia terkenal dengan nama “Java Citronella Oil”. Minyak ini disuling dari daun seraiwangi, mengandung geraniol, sitronelal, borneol, limorem, kempen,

(Wany et al., 2013). Dua senyawa penting yang menjadi standar mutu minyak seraiwangi adalah sitronellal dan geraniol yang merupakan bahan dasar pembuatan ester untuk parfum dan kosmetik. Sebagian besar produk minyak seraiwangi diekspor untuk dipergunakan dalam industri sabun, parfum, kosmetik,

aktif pestisida nabati. Penyakit utama yang menjadi kendala dalam budidaya

seraiwangi adalah penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Curvularia andropogonis. Gejala penyakit berupa bercak cokelat, baik di tengah maupun di tepi daun. Penyakit bercak daun menyerang semua varietas seraiwangi (Seraiwangi 1, Sitrona Agribun 1 dan Sitrona Agribun 2). Gejala penyakit ini ditemukan pada setiap kebun bervariasi, biasanya kebun seraiwangi pada dataran rendah lebih berat serangannya di- bandingkan bila ditanam di dataran yang lebih tinggi.

Pengendalian penyakit bercak daun dapat dilakukan dengan cara mekanis, pestisida kimia (Fungisida) dan agens hayati (Rhizobakteri). Fungisida berbahan aktif mankozeb, paling efektif untuk mengendalikan penyakit bercak daun pada seraiwangi. Pengendalian bercak daun di lapang dilakukan dengan cara mekanis, tanaman seraiwangi dipanen pada saat- nya panen, kemudian dibersihkan bila ada daun-daun yang terserang jauh ke tanah. Tanaman dibumbun dan diberi pupuk organik, setelah berumur 1 - 1,5 bulan (tanaman seraiwangi berdaun) dilakukan penyemprotan fungisida berbahan aktif mankozeb sesuai dosia anjuran (2 g/l).

Alternatif pengendalian lain khususnya untuk seraiwangi organik dapat menggunakan agens hayati yaitu rhizobakteri. Pengujian beberapa rhizobakteri menunjukkan bahwa isolat dari spesies Burkholderia sp. dapat menghambat pertumbuhan

jamur Curvularia andropogonis lebih dari 50%. Bahkan penggunaan rhizobakteri dapat membentuk zona hambat yang kuat mencapai 10 - 20 mm. Hal ini disebabkan bahwa Rhizobakteri antagonis dapat mengeluarkan antibiotik berupa metabolit sekunder yang dapat menekan pertumbuhan patogen. Rhizobakteri ini selain sebagai antagonis, juga diketahui berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman (PGPR). Rhizobakteri antagonis dikombinasikan dalam satu formula dengan bakteri pelarut phosfat (Pseudomonas sp) dan pengikat nitrogen (Azospirillum sp.). Pengendalian dapat dilakukan pada saat tanam, dengan cara merendam bagian perakaran dengan konsentrasi 5 ml/l air. Penggunaan pada kebun yang telah terserang dilakukan dengan cara memanen daun seraiwangi pada waktunya panen, kemudian dibersihkan daun-daun yang terserang bila jatuh ke tanah. Setelah itu dilakukan pembum-bunan atau pemberian pupuk kandang, kemudian disemprot dengan larutan formula Rhizobakteri antagonis 5 ml/liter air.

Penyakit bercak daun dapat dikendalikan dengan fungisida berbahan aktif mankozeb dan secara biologi dengan rhizobakteri antagonis. Penggunaan fungisida berbahan aktif

Editorial

Pengembangan industri berbasis tanaman perkebunan perlu didukung oleh penyediaan bahan baku bermutu dan berkesinambungan. Pada nomor ini dibahas tentang tanaman seraiwangi dan kendala dalam budidayanya yang disebabkan oleh serangan penyaki bercak daun. Pada artikel lain diuraikan tentang upaya peningkatan perkecambahan benih aren untuk mendukung budidaya aren sebagai salah satu penghasil bioetanol. Artikel lainnya mengulas tentang upaya mendukung swasembada gula melalui peningkatan adopsi inovasi teknologi budidaya.

Redaksi

dipenten, geranil, asetat, metil eugenol, farresol dan lain-lain

antiseptik, aromaterapi, pengusir serangga, karbol dan bahan

Page 2: InfoTek ISSN 2085-319Xperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/...2019/02/11  · pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan benih yang dipanen premature. Hasil penelitian

6 Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Peningkatan Perkecambahan Benih Aren (Arenga pinnata) melalui Simulasi Suhu

Aren adalah tanaman perkebunan yang sangat potensial untuk dijadikan penyangga pangan dan bahan industri karena mempunyai daya adaptasi yang luas sehingga tanaman aren ini dapat ditemukan hampir di seluruh daerah di Indonesia. Tanaman aren dapat tumbuh pada agroklimat dataran rendah sampai ketinggian 1.400 m di atas permukaan laut (Effendi, 2009; Ditjenbun 2004).

Aren juga potensial sebagai penghasil biofuel seperti kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, ubi kayu, ubi jalar, tebu, sorgum, nipah dan lontar (Sumaryono, 2006). Sesuai dengan kebutuhan nasional telah dicanangkan 6,40 juta ha selama 2005 - 2015 untuk ditanam tanaman penghasil biofuel. Potensi etanol yang berasal dari nira aren dapat mencapai 20.160 l/ha/Tahun dan apabila dihitung dari 50% luas lahan berproduksi, maka tanaman aren berperan menyumbang etanol sebesar 610 juta l/tahun (Allorerung, 2007).

Tanaman aren ini layak dikembangkan karena produksi nira yang tinggi dan biaya rendah, dan dari segi lain sangat cocok dijadikan tanaman konservasi air dan tanah. Selain itu tanaman aren ini menghasilkan biomassa di atas tanah dan dalam tanah yang sangat besar sehingga berperan penting dalam siklus CO2 (Syakir dan Effendi, 2010). Untuk mendukung pengembangan dan budidaya tanaman aren maka dibutuhkan benih yang bermutu dalam jumlah yang banyak dan dapat disediakan dalam waktu singkat (Saleh, 2006 dalam Baharuddin et al, 2007).

Dengan pertumbuhan luas areal sebesar 2% setiap tahun, maka untuk mendukung ketersediaan etanol diperlukan bahan tanaman selama lima tahun dengan benih aren sebanyak 1,2 juta benih (Efendi, 2010). Tim Nasional Pengembangan BBN (2007) dalam road map pengembangan biofuelnya menetapkan bahwa pada tahun 2011 – 2015 pemanfaatan bioetanol 10 % akan mengurangi penggunaan premium sebanyak 2,78 juta kilo liter.

Salah satu usaha yang dilakukan dalam memenuhi jumlah kebutuhan bibit aren adalah menggunakan paket teknologi pemecahan dormansi benih untuk mendapatkan benih yang cepat berkecambah dengan daya berekecambah yang optimal. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan berkecambah dan daya berkecambah (viabilitas benih) antara lain kematangan benih, zat inhibitor perkecambahan seperti ABA, faktor genetik aren, bentuk dan berat buah serta lingkungan tumbuh benih. Hasil penelitian dari Setyowati (2009) menunjukkan bahwa benih Picrasma Javanica BI (Kayu Paek) yang matang memiliki daya kecambah dan respon pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan benih yang dipanen premature.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah aren yang berasal dari tandan tengah yaitu tandan kelima buah yang terletak pada spikelet tengah kemudian di oven pada suhu 600C selama 10 menit kemudian dideder pada media arang sekam tebalnya sekitar 25 cm, dengan kedalaman lobang tanam 5 cm dengan jarak antara benih yang dideder yaitu 5 cm diperoleh rata-rata kecepatan berkecambah tercepat yaitu 41,78 hari setelah semai (Tabel 1) dengan daya kecambah benih yang sangat optimal yaitu 96% (Tabel 2).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih yang dipanaskan dalam oven pada suhu 600C selama 10 menit lalu dideder pada media arang sekam yang telah disiram sampai keadaan macak-macak sedalam 5 cm dan jarak antar lubang tanam yaitu 5 cm mempunyai daya berkecambah optimal.

Tabel 2. Rata-rata benih aren yang berkecambah pada berbagai tingkat suhu dan lama pemanasan

Perlakuan Jumlah Rata-rata Persentase (%)

Kontrol (A0B0) 48 16 64

50⁰C(10 menit) 50 16,67 66,66

50⁰ C (15 menit) 49 16,33 65,33

60⁰C (15 menit) 65 21,67 86,66

60⁰C (20 menit) 50 16,67 66,66

70⁰C (10 menit) 44 14,67 58,66

70⁰C (15 menit) 37 12,33 49,33

70⁰C (20 menit) 30 10 40

Sumber: Muhammad Nur, 2018.

Sumber: Muhammad Nur

Perlakuan Jumlah Rata-rata

Kontrol (A0B0) 78,85 59,62

50⁰C (10 menit) 42,.49 47,50

50⁰C (15 menit) 36,99 45,66

60⁰C (15 menit) 34,87 44,96

60⁰C (20 menit) 34,88 44,96

70⁰C (10 menit) 29,91 43,30

70⁰C (15 menit) 27,03 42,34

70⁰C (20 menit) 30,5 43,5

Sumber: Muhammad Nur, 2018.

a

c b

(Muhammad Nur/Peneliti Balit Palma).

Tabel 1. Rata-rata kecepatan benih aren yang berkecambah, Hari Setelah Deder (HSD) pada berbagai tingkatsuhu dan lama pemanasan

Gambar 1. Penampilan viabilitas benih aren pada berbagai tingkat suhu dan lama pemanasan, a) benih umur41 HSD, b) benih umur 60 HSD dan c) benih umur90 HSD

Page 3: InfoTek ISSN 2085-319Xperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/...2019/02/11  · pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan benih yang dipanen premature. Hasil penelitian

7Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Upaya Membumikan Inovasi Teknologi Budidaya Tanaman Tebu Mendukung Swasembada Gula

Tebu adalah komoditas strategis penghasil gula dan diper-lukan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Pening-katan rendemen dan produktivitas tebu dapat dilakukan me-lalui perbaikan sistem budidaya, termasuk penggunaan varie-tas unggul spesifik lokasi. Teknologi bersifat spesifik lokasi, agar teknologi tersebut secara teknis mudah diterapkan, secara ekonomi menguntungkan, sosial diterima oleh pengguna, mendukung kebijakan pemda, serta ramah lingkungan. Aplikasi beberapa komponen inovasi teknologi spesifik lokasi dilakukan melalui kegiatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Tebu.

PTT Tebu adalah suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan rendemen dan produksi tebu, serta meningkatkan pendapatan petani melalui perakitan kom-ponen teknologi partisipatif bersama petani. Prinsip utama penerapan PTT adalah (1) partisipatif, (2) spesifik lokasi, (3) terpadu, (4) sinergi dan serasi serta (5) dinamis. Kegiatan ak-selerasi adopsi teknologi budidaya tebu dilakukan melalui la-boratorium lapang di lahan petani. Identifikasi permasalahan teknologi budidaya yang dilakukan petani menjadi bahan ma-sukan untuk memperbaiki dan merakit komponen teknologi yang diterapkan. Beberapa komponen teknologi budidaya tebu yang ditambahkan dalam kegiatan ini antara lain penggunaan benih budchip, pengenalan tanam sistem juring ganda, penam-bahan pupuk organik, pemeliharaan tanaman secara optimal dan kesesuaian waktu klentek.

Hasil dari kegiatan laboratorium lapang tersebut menun-jukkan bahwa penggunaan benih budchip memberikan pro-duksi tebu dan pendapatan petani yang tertinggi. Respon posi-tif petani terhadap pelaksanaan laboratorium lapang mengin-spirasi bahwa pada musim tanam berikutnya petani sepakat untuk mengaplikasikan dan mengadopsi teknologi budidaya tebu sesuai yang dilakukan pada kegiatan laboratorium lapang. Dari hasil penerapan paket teknologi tersebut menunjukkan adanya respon semua petani dalam kelompok tani terhadap penggunaan benih budchip sangat positif, petani telah memu-tuskan menerima benih budchip untuk melakukan bongkar ra-tun musim tanam berikutnya.

Para petani juga berharap adanya transfer teknologi pembuatan benih budchip sendiri tanpa tergantung pada penyedia benih dari pengelola. Secara keseluruhan penerapan paket teknologi budidaya tebu yang disepakati dalam kegiatan laboratorium lapang mendapat respon positif dari kelompok tani dan petani di sekitar kegiatan tersebut, termasuk pe-nambahan bahan organik yang selama ini tidak pernah dilaku-kan. Petani menyadari akan terjadi penurunan kesuburan tanah apabila lahan yang digunakan secara terus menerus tidak ditambah pupuk organik.

dilaksanakan melalui pendampingan dan diskusi di dalam se-tiap pertemuan rutin dengan kelompok tani. Selama berlang-sungnya proses pembelajaran tersebut diharapkan dapat men-dorong proses adopsi teknologi dengan pendekatan fend small Learning by doing. Kajian kelayakan secara ekonomis untuk meyakinkan petani bahwa paket teknologi budidaya yang diterapkan layak dan menguntungkan sebagai mana disajikan pada Tabel 1. Peningkatan pendapatan terjadi karena produksi tebu yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan tanam sistem tanam tunggal, double planting maupun petani non ko-

petani non kooperator mencapai 1,44 dengan BC ratio 3,02. Dari hasil perhitungan analisis usahatani tersebut diharap-

kan petani merasa yakin dapat memanfatkan pengetahuan se-lama proses pendampingan dan pembelajaran dalam upaya mengadopsi teknologi budidaya tebu yang lebih maju dan menguntungkan. Media pembelajaran seperti kegiatan labora-torium lapang sebagai sarana membuka wawasan dan menam-bah pengetahuan petani untuk berusahatani lebih efisien dan efektif (M. Cholid dan M. Machfud/Peneliti Balittas).

Pelindung Dr. Fadjry Djufry

(Kepala Puslitbang Perkebunan)

Penanggung Jawab Dr. Jelfina Constansje Alouw

Pemimpin Redaksi Dr. Nurliani Bermawie

Anggota Dr. Joko Pitono

Dr. Rr. Sri Hartati Dr. Rita Harni

Dr. Suci Wulandari

Redaksi Pelaksana Dr. Saefudin

Sudarsono.SE Elfiansyah Damanik

Tabel 1. Analisis usahatani budidaya tebu 3 paket teknologi petani kooperator utama, petani kooperator dan petani non kooperator.

Penerapan teknologi

Juring ganda Juring tunggal Doubel plan Petani

kooperator

Non kooperator

Biaya biudidaya 18.300.000 18.300.000 14.533.333 17.531.242 17.266.458

Produktivitas 94.000 86.000 56.667 80.134 65.300

Pendapatan 55.263.540 50.560.260 32.130.000 49.403.072 40.159.500

Keuntungan 36.963.540 32.260.260 17.596.667 31.871.829 22.893.042

Rendemen 8,7 8,7 9 8,8 8.5

R/C 3,02 2,76 2,21 2,82 2,33

Peningkatan

produkstivitas di

banding Non

Kooperator

1,44

1.32

0,87

1,23

1,00

Peningkatan

keuntungan di

banding Non

Kooperator

1,61

1,41

0.77

1,39

1,00

Peningkatan

pendapatan di

banding Non

Koperator

1,38

1,26

0,80

1,23

1,00

a

d

c

b

Laboratorium lapang sebagai sarana pembelajaran telah

operator. Peningkatan produksi tebu per ha dibandingkan

Gambar 1. a) Perbedaan pertumbuhan tanaman bibit tebu dari budchip dan bagal, b). perbedaan jumlah anakan benih budchip dan bagal, c) pertumbuhan tanaman tebu dari benih budchip dan bagal umur 3 bulan, d) Pertanaman tebu dari benih budchip setelah klentek umur 6 bulan

Page 4: InfoTek ISSN 2085-319Xperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/...2019/02/11  · pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan benih yang dipanen premature. Hasil penelitian

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

InfoTek Perkebunan memuat informasi mengenai perkembangan bahan bakar nabati dan teknologi perkebunan;inovasi teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian cq Puslitbang Perkebunan dan instansi lain; opini, atau gagasanberdasarkan hasil penelitian dalam bidang teknik, rekayasa, sosial ekonomi; serta tanya-jawab seputar bahan bakar nabati dan teknologi perkebunan. Redaksi menerima pertanyaan-pertanyaan seputar bahan bakar nabati dan teknologi perkebunan yang akan dijawab oleh para peneliti Puslitbang Perkebunan. Selain dalam bentuk tercetak, InfoTek Perkebunan juga tersedia dalam bentuk elektronis yang dapat diakses secara on-line pada: http//perkebunan.litbang.deptan.go.id

ISSN 2085-319X

9 772085 319001

8

wujud kepedulian demi kemajuan bersama (Jelfina C Alouw/ Kabid KSPHP Puslitbangbun).

Pemenuhan Kebutuhan Sagu dan Beras

Masyarakat Indonesia khususnya Papua menghendaki pasokan dan harga pangan yang stabil, tersedia sepanjang waktu, terdistribusi secara merata, dengan harga terjangkau. Di Papua, sagu (selain padi) merupakan komoditas pangan utama. Oleh sebab itu sagu dan beras memiliki peran strategis sebagai penyedia bahan pangan dan bahan baku industri rumah tangga, penyerap tenaga kerja, sumber utama pendapatan rumah tangga pedesaan dan peyedia bahan pakan ternak. Selain itu, sagu dan padi memiliki potensi strategis dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sosial seperti kemiskinan serta berperan dalam sektor agrowisata.

Dalam rangkaian kunjungan kerja Komisi IV DPR-RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IV, Dr. Michael Wattimena, dan beberapa anggota, didampingi oleh Mitra Kerjanya yang terdiri dari Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan perikanan, Badan Usaha Logistik (BULOG), dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Propinsi Papua pada Hari Jumat 15 Februari 2019, tim berdialog dengan petani dan pelaku usaha sagu, ikan, dan kayu, BULOG dan perusahaan pupuk serta melakukan peninjauan langsung ke lapangan. Hal ini dilakukan dalam mengimplementasikan tugas dan fungsi yang melekat pada lembaga legislatif ini antara lain fungsi pengawasan dan penyerapan aspirasi rakyat untuk selanjutnya ditindaklanjuti bersama mitra kerjanya, sesuai kondisi, permasalahan dan kebutuhan riil.

Diskusi dengan BULOG dan Perusahaan Pupuk dilakukan untuk memastikan stok pangan dan sarana pendukung produksi padi di Propinsi Papua tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang terjamin serta terdistribusi secara merata. Diskusi dilakukan selanjutnya dengan petani dan pelaku usaha sagu di Kampung Yoboi sebagai kampung wilayah adat, Kabupaten Jayapura. Gubernur Papua yang diwakili oleh Sekertaris Daerah menyampaikan potensi sagu di Papua yang memiliki luas areal terbesar di dunia, dan potensi perikanan serta rencana membangun kawasan agrowisata berbasis sagu. Beberapa permasalahan dalam pengembangan sagu di Propinsi Papua yang disampaikan oleh petani antara lain alat dan mesin pengolahan sagu yang kurang tersedia yang mengakibatkan harga sagu di pasar lokal masih mahal, waktu panen sagu yang lama yakni sekitar 10 – 12 tahun, kurangnya

upaya budidaya sagu oleh masyarakat, kualitas dari sisi rasa serta masalah pemasaran.

Komisi IV DPR-RI menyarankan Badan Litbang Pertanian untuk bisa mengidentifikasi atau merakit varietas sagu yang bisa cepat dipanen, tehnik budidaya dan dukungan alsintan untuk pengolahan sagu yang efektif dan efisien serta teknologi pasca panen untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Saran tersebut diterima dengan baik oleh Kepala Balitbangtan, Dr. Ir. Fadjry Djufry, MSi, yang hadir bersama jajaran pimpinan KEMENTAN antara lain, Direktur irigasi (Ir. Rahmanto, M.Si), Direktur Polbangtan Manokwari (drh.Purwanta, M.Kes), Kepala Balai Besar Pengujian Mutu Benih (Ir. Warjito), Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Perkebuan (Ir.Dedi Djunaedi, M.Sc), Kepala BPTP Papua (Dr. Muhammad Thamrin) dan Kabid KSPHP Puslitbangbun (Ir. Jelfina C. Alouw, MSc, PhD).

KaBalitbangtan menjelaskan bahwa Kementan telah memiliki peta jalan dan strategi menuju lumbung pangan dunia pada Tahun 2045, antara lain melakukan perbaikan sistem infrakstruktur jaringan irigasi ditingkat mikro, perbaikan sistem budidaya, penyediaan benih berkualitas dan penyediaan alat dan mesin pertanian yang cukup, perbaikan regulasi, penguatan kelembagaan, serta bimbingan teknis dalam rangka penguatan sikap dan mentalitas petani. Djufry menambahkan bahwa Balitbangtan telah melakukan penelitian dan pengembangan padi dan sagu mulai dari aspek hulu sampai hilirisasi produk. Beberapa varietas unggul padi dan sagu dengan produktivitas yang lebih tinggi dari rata-rata nasional, telah dilepas oleh Balitbangtan bekerjasama dengan Pemda dan perguruan tinggi. Teknologi tersebut telah dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat. Teknologi pasca panen yang menghasil-kan sejumlah produk berbasis sagu antara lain mie dan biodegradable plastic, serta alsintan untuk pengolahan sagu menjadi tepung juga telah dihasilkan. Akselerasi pemanfaatan teknologi Balitbangtan, Kementan akan terus didorong, pungkas Djufry. Informasi ini disambut oleh Wattimena dengan menekankan pentingnya sinergisme antar beberapa instansi untuk mengakselerasi bioindustri sagu ini untuk

Disela-sela kunjungan kerjanya di Papua, Kepala Balitbangtan melakukan tatap muka dan berdialog dengan para pejabat struktural dan fungsional serta seluruh staf BPTP Papua. Dalam sambutannya, Djufry mengapresiasi sambutan yang hangat serta kemajuan yang diraih oleh BPTP Papua, serta menekankan pentingnya peningkatan kualitas kinerja dan disiplin kerja semua pegawai dalam rangka mencapai target dan output serta outcome organisasi. Perbaikan sistem dalam pengurusan administrasi kepegawaian, keuangan dan orga-nisasi antara daerah dan pusat akan dipercepat agar ada efisiensi dari segi waktu dan dana. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia lewat pendidikan formal dan training terbuka bagi semua staf yang memenuhi syarat dan ketentuan peraturan yang berlaku. Kehadiran Kepala Balitbangtan yang merupakan mantan Kepala BPTP Papua diungkapkan oleh pimpinan, pegawai dan staf BPTP Papua sebagai salah satu

Gambar 1. Kunjungan kerja Komisi IV DPR-RI Wakil Ketua

Komisi IV, Dr. Michael Wattimena dan anggota, didampingi oleh Mitra Kerjanya Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan perikanan, Badan Usaha Logistik (BULOG), dan Kemen-terian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Propinsi Papua