infeksi jamur

9
INFEKSI JAMUR A. Definisi Suatu kondisi infeksi baik lokal maupun sistemik yang disebabkan oleh jamur yang menginfeksi tubuh. B. Epidemiologi Prevalensi infeksi jamur menunjukkan baik peningkatan maupun penurunan dari waktu ke waktu. Peningkatan disebabkan oleh bertambahnya jumlah orang dengan kondisi immunocompromised, serta banyaknya penggunaan obat-obatan antijamur serta profilaksis yang menyebabkan resistensi. Semetara itu, penurunannya disebabkan salah satunya oleh kemajuan teknologi dan taraf hidup masyarakat, sehingga lebih mengerti tentang bagaimana menjaga kebersihan dan kesehatan diri dan lingkungan yang baik. Jika dilihat dari faktor iklim, prevalensi infeksi jamur lebih banyak terjadi di negara beriklim tropis karena suhu dan kelembabannya yang relatif stabil. C. Klasifikasi dan Etiologi Berdasarkan jaringan di mana agen penginfeksi (jamur) terkolonisasi, infeksi jamur dibedakan menjadi: Infeksi superficial Adalah infeksi jamur yang hanya menginvasi jaringan superfisialis yang terkeratinisasi seperti rambut, kulit, dan kuku. Contoh : infeksi Tinea capitis serta Malassezia furfur. Infeksi sistemik (invasif) Adalah infeksi jamur yang menginvasi organ-organ dalam, fokus utammanya umumnya adalah paru-paru, dan menyebar

Upload: ama-purba

Post on 05-Aug-2015

722 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: infeksi jamur

INFEKSI JAMUR

A. Definisi

Suatu kondisi infeksi baik lokal maupun sistemik yang disebabkan oleh jamur

yang menginfeksi tubuh.

B. Epidemiologi

Prevalensi infeksi jamur menunjukkan baik peningkatan maupun penurunan

dari waktu ke waktu. Peningkatan disebabkan oleh bertambahnya jumlah orang

dengan kondisi immunocompromised, serta banyaknya penggunaan obat-obatan

antijamur serta profilaksis yang menyebabkan resistensi. Semetara itu,

penurunannya disebabkan salah satunya oleh kemajuan teknologi dan taraf hidup

masyarakat, sehingga lebih mengerti tentang bagaimana menjaga kebersihan dan

kesehatan diri dan lingkungan yang baik. Jika dilihat dari faktor iklim, prevalensi

infeksi jamur lebih banyak terjadi di negara beriklim tropis karena suhu dan

kelembabannya yang relatif stabil.

C. Klasifikasi dan Etiologi

Berdasarkan jaringan di mana agen penginfeksi (jamur) terkolonisasi, infeksi

jamur dibedakan menjadi:

Infeksi superficial

Adalah infeksi jamur yang hanya menginvasi jaringan superfisialis yang

terkeratinisasi seperti rambut, kulit, dan kuku. Contoh : infeksi Tinea capitis

serta  Malassezia furfur.

Infeksi sistemik (invasif)

Adalah infeksi jamur yang menginvasi organ-organ dalam, fokus

utammanya umumnya adalah paru-paru, dan menyebar ke jaringan lain

bahkan sampai ke selaput otak. Contoh : infeksi Cryptococcus neoformans

dan Histoplasma capsulatum.

Berdasarkan etiologinya, infeksi jamur dibedakan menjadi:

Aspergilosis : disebabkan oleh Aspergillus sp. Umumnya merupakan

infeksi sistemik yang terjadi di paru-paru.

Blastomikosis : disebabkan oleh Blastomyces sp. Infeksinya terjadi

pertama di oaru-paru lalu menyebar ke kulit.

Candidiasis : disebabkan oleh jamur spesies Candida. Infeksinya terjadi di

paru-paru, mulut, serta vagina.

Page 2: infeksi jamur

Coccidiodomikosis : disebabkan oleh Coccidioydes sp. Infeksinya

pertama terjadi di paru, gejalanya seperti flu, namun kemudian menyebar

ke seluruh tubuh.

Cryptococosis : disebabkan oleh Cryptococcus sp. Infeksinya terjadi di

selaput otak, kulit, dan paru-paru.

Histoplasmosis : disebabkan oleh spesies Histoplasma. Infeksinya

berupa pneumonia pada paru-paru.

Mucormikosis (zygomikosis) : disebabkan oleh ordo Mucorales.

Infeksinya pada paru-paru serta darah.

Paracoccidiodomikosis : disebabkan oleh spesies Paracoccidioides.

Infeksinya terjadi pada nodus limfe.

Sporotrichosis : disebabkan oleh spesies Sporothrix . Infeksinya terjadi

pada pembuluh limfe dan kulit.

Tineasis : disebabkan oleh spesies Tinea. Umumnya berupa infeksi

kulit lokal.

D. Patofisiologi

Infeksi jamur diawali dengan masuknya spora jamur ke dalam tubuh atau

melekatnya spora tersebut pada kulit. Infeksi sistemik umumnya diawali dengan

terhirupnya spora ke dalam paru-paru, atau pada candidiasis vulvovaginal infeksi

dapat terjadi karena spora masuk melalui lubang vagina karena kurangnya

kebersihan. Sebenarnya tubuh memiliki proses pertahanan terhadap infeksi jamur,

akan tetapi kekuatannya sangat bervariasi antar individu tergantung tingkat daya

tahannya. Pada pasien dengan kondisi immunocompromised infeksi jamur bahkan

yang sifatnya oportunistik sangat mudah terjadi. Setelah spora masuk dan melewati

lini pertahanan tubuh, dengan kondisi tertentu spora dapat berkembang menjadi

jamur dan membentuk koloni di dalam tubuh atau pada jaringan superfisial. Hal

tersebut akan menimbulkan gejala lokal maupun sistemik.

E. Gambaran Klinis

Infeksi superfisial

Gatal pada bagian yang terinfeksi, bertambah gatal saat panas dan

berkeringat

Timbul manifestasi pada kulit berupa kemerahan, keputih-putihan, agak

kuning, dsb. Lesi berupa pulau-pulau.

Keratolitik (kulit mengelupas)

Sariawan

Page 3: infeksi jamur

Infeksi sistemik

Flu-like syndrome

Mallaise

Pusing, nyeri

Demam

F. Terapi

1) Outcome : sembuh

2) Tujuan : eradikasi agen penginfeksi, mengurangi ketidaknyamanan

dari gejala yang timbul

3) Sasaran : bagian yang terinfeksi

4) Strategi :

Farmakologis :

o Agen antifungi topikal : ketokonazole, miconazole, terbinafine,

nistatin, dsb.

o Agen antifungi sistemik : griseofulvin, ketokonazole, dll.

Non-farmakologis :

o Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

o Rajin mandi

o Tidak bertukar handuk, pakaian, dan berganti pakaian dalam

setiap berkeringat dan saat mandi.

o Menjaga asupan nutrisi yang baik.

G. Kasus

Nama : Ny. Sumiarti

Umur : 25 tahun

Alamat : Krasak GK II/24

Keluhan : gatal-gatal pada bagian paha sampai bokong serta pada kaki,

bertambah gatal saat berkeringat, terasa berair.

Latar belakang pasien : pekerjaan sebagai tukang cuci.

Page 4: infeksi jamur

R/

Griseofulvin 125 mg

No. XXVII

S 2 dd tab II

Miconazol 2%

S 2 dd u.e.

CTM 4 mg

No. X

S 2 dd tab I prn

H. Guideline Terapi (Treatment Guidelines for Medicine and Primary Care, 2004)

1) Tinea cruris (jock itch)

Merupakan infeksi jamur (dermatofitosis) pada bagian paha sampai bokong.

Gejala : papula dan pustula, gatal.

Terapi : topical antifungal.

2) Tinea pedis (athlete’s foot)

Merupakan infeksi jamur (dermatofitosis) pada bagian kaki.

Terapi : agen antifungi topikal seperti econazole (Spectazole), ketoconazole

(Nizoral), and terbinafine (Lamisil).

I. Analisis Kasus

1) Medical problem : tinea cruris dan tinea pedis

2) Terapi

a) Griseofulvin

Kandungan : griseofulvin 125 mg

Indikasi : pengobatan infeksi jamur (ring-worm) pada kulit,

rambut dan kuku yang disebabkan oleh Microsporum, Epidermophyton

dan Trichophyton.

Kontra Indikasi :

Pasien yang menderita penyakit porfiria, gangguan sel hati dan pasien

yang hipersensitif terhadap griseofulvin. Jangan digunakan pada

penderita yang sedang hamil, menyusui dan penderita lupus

erythematosus sistemik.

Cara Kerja Obat : 

Page 5: infeksi jamur

Griseofulvin menghambat mitosis jamur dengan berkaitan dengan

mikrotubulus dan menghambat polimerisasi tubulin menjadi mikrotubulus.

Dosis: 

Dewasa, pada umumnya 4 kali sehari 1 tablet sudah cukup. Untuk

kasus tertentu mungkin diperlukan dosis awal yang lebih tinggi yaitu 8

tablet sehari. Anak-anak, sehari 10 mg per kg berat badan. Lama

pengobatan dilakukan paling sedikit 4 minggu. Untuk kasus tertentu

misalnya infeksi kuku, pengobatan dapat berlangsung selama 6 - 12

bulan. Terapi dihentikan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah infeksi

hilang. 

Efek Samping:

Efek samping bersifat ringan dan sementara, misalnya: sakit kepala,

rasa kering pada mulut, iritasi lambung dan rash kulit. Reaksi

hipersensitivitas: urtikaria, edema angioneurotik. Proteinuria,

hepatotoksisitas. 

b) Miconazole krim

Kandungan : miconazole 2%

Indikasi : pengobatan infeksi jamur superfisial

Kontra Indikasi :

Wanita hamil, hipersensitif terhadap komponen obat ini

Cara Kerja Obat : 

Menghambat 14-α-demetilase, enzim yang bertanggung jawab untuk

sintesis ergosterol (sterol utama membran sel jamur). Pada konsentrasi

tinggi menyebabkan kebocoran sel pada jamur.

Dosis: 

Untuk pengobatan topikal dengan salep 2%.

Efek Samping:

Iritasi, pruritus, rana panas. 

c) CTM

Kandungan : chlortrimeton (Chlorpheniramin maleat 4 mg)

Indikasi : pengobatan gejala-gejala alergi, seperti: bersin,

rinorrhea, urticaria, pruritis, dll.

Cara Kerja Obat : 

Menghambat biosintesis histamin (mediator reaksi alergi)

Dosis: 

Page 6: infeksi jamur

Dewasa: 3 - 4 kali sehari 2-4 mg

Anak-anak 6 - 12 tahun : 0.5 dosis dewasa. 

Anak-anak 1 - 6 tahun : 0.25 dosis dewasa. 

Efek Samping:

Mengantuk

3) DRP

Medication Error : Prescribing (ketidaklengkapan instruksi pada resep yang

berhubungan dengan aturan pakai dari obat tersebut, seperti pada

griseofulvin seharusnya ditulis p.c./ post coenam / sesudah makan).

Dalam resep tidak disebutkan berapa tube mikonazol krim yang harus

diberikan pada pasien, padahal untuk pengobatan tine cruris dan tinea pedis

secara topikal harus dilakukan selama 4 minggu. Seharusnya tertulis

s.d.i.3plo (diberikan 3 kalinya).

Drug Therapy Problems :

P.4.6 : obat tanpa indikasi

Pemberian CTM tanpa indikasi terjadinya alergi. Jika CTM ditujukan

untuk mengatasi efek samping dari penggunaan mikonazol berupa

pruritis, maka dapat diatasi dengan tindakan nonfarmakologis,

seperti cara mengoleskan salep yang tidak berlebih dan hanya

pada lesi akibat jamur.

P.3.3 : pemilihan obat salah

Dalam guideline yang digunakan disebutkan bahwa infeksi tinea

cruris dan tinea pedis dapat diatasi hanya dengan pemberian

antijamur topikal seperti terbinafine HCl atau obat-obat golongan

imidazole. Dengan demikian pemberian griseofulvin dirasa tidak

diperlukan. Secara empiris pemberian terapi antifungi seringkali

dikombinasikan antara antibiotik sistemik dan topikal, akan tetapi

hal tersebut akan memperbesar kemungkinan resistensi. Jika

griseofulvin tetap diberikan pun dosisnya kurang karena

pengobatan infeksi dermatofit pada kulit dengan griseofulvin harus

dilakukan minimal 4 minggu dengan dosis terbagi 500 mg per hari

(pada resep yang diberikan hanya 250mg per hari selama 2 1

minggu). Untuk mendukung terapi sebaiknya diganti dengan usaha

non-farmakologis seperti eningkatkan asupan gizi.

4) Plan

Page 7: infeksi jamur

1. Tidak memberikan CTM dan griseofulvin

2. Krim mikonazol digunakan secara teratur 2 kali sehari selama 4 minggu

pada bagian lesi saja untuk mencegah efek samping pada kulit.

5) Monitoring

1. Memonitor ketaatan pasien dalam meminum obat sehingga mencapai

outcome yang diharapkan.

2. Memonitoring gejala-gejala yang terjadi, terutama apakah ada respon

terhadap medikasi yang diberikan, ditandai dengan pengurangan lesi yang

timbul.

6) KIE

1. Lebih menjaga kebersihan diri

2. Mikonazol dioleskan tidak berlebihan dan hanya bagian lesi saja

3. Jika selesai bekerja kaki dan bagian tubuh yang basah atau berkeringat

dikeringkan

4. Tidak bertukar handuk dan pakaian

5. Rajin berganti pakaian

6. Kembali berobat jika tidak terjadi perubahan sama sekali setelah 2 minggu

pengobatan.