indeks keberlanjutan pembangunan pulau kecil untuk wisata

12
OPEN ACCES Vol. 13 No. 1: 127-138 Mei 2020 Peer-Reviewed AGRIKAN Jurnal AgrobisnisPerikanan(E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072) URL: https:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/ DOI: 10.29239/j.agrikan.13.1.127-138 Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Wisata Bahari Menggunakan Modifikasi Kombinasi Rapsmile dan Rapbeachtour (Studi Kasus Pulau Benan dan Abang, Kepulauan Riau) ( Small Island Development Sustainability Index For Marine Tourism Interests Using The Combination of Modification Rapsmile and Rapbeachtour (A Case Study in Benan and Abang Island, Kepulauan Riau) Dony Apdillah 1,3,4 , Setyo Budi Susilo 2 , Rika Kurniawan 1,3 , Viktor Amrifo 5 1 Pusat Penelitian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, Indonesia 2 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, IPB Bogor, Indonesia 3 Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, Indonesia 4 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, Indonesia 5 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia Info Artikel: Diterima: 23 September 2020 Disetujui: 25 September 2020 Dipublikasi: 25 September 2020 Artikel Penelitian Keyword: Indeks Beberlanjutan , Pulau Kecil, Rapsmiletourman, Wisata Bahari. Korespondensi: Dony Apdillah Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, Indonesia Email: [email protected] Copyright© Mei 2020 AGRIKAN Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menilai status keberlanjutan pembangunan pulau kecil untuk kepentingan pariwisata bahari di Pulau Benan dan Pulau Abang, Kepulauan Riau. Modifikasi dari kombinasi metode Rapsmile dan Rapbeachtour menghasilkan Rapsmiletourman yang berbasis metode Rapfish telah digunakan dalam kajian ini. Modifikasi metode dimaksudkan untuk melengkapi metode sebelumnya agar dihasilkan metode yang memiliki kekhususan dalam menilai pembangunan pulau-pulau kecil yang berorientasi spesifik pada kepentingan pariwisata bahari. Hasil penelitian menunjukan bahwa pembangunan pulau kecil di Pulau Benan untuk kepentingan pariwisata bahari berada dalam status cukup berkelanjutan sementara Pulau Abang masih berada dalam status kurang berkelanjutan. Berdasarkan indikator (atribut) dari lima dimensi yang dipertimbangkan, dimensi teknologi dan kelembagaan di kedua pulau memberikan peran yang besar dalam membentuk indeks keberlanjutan pembangunan pulau. Abstract. This study aims to assess the status of small island development sustainability for marine tourism interests on the Benan and Abang Island, Kepulauan Riau. Modification of the combination Rapsmile and Rapbeachtour method produces Rapsmiletourman based on Rapfish methods has been used in this study. Modification of the method is intended to complement the previous methods to produce a method that has specificity in assessing the development of small islands which specifically oriented to the interests of marine tourism. The results showed the development of small island in the Benan Island for marine tourism interests in condition of the enough sustainable while Abang Island is still in the status of the less sustainable. Based on the indicator (attributes) of the five dimensions considered technology and institutional dimensions of the both islands, provide role profoundly in shaped island development sustainability index. I. PENDAHULUAN Pulau kecil memiliki keterbatasan dalam pengembangannya, ukurannya yang kecil menjadikan alokasi lahan sangat terbatas untuk dimanfaatkan, minim sumberdaya air tawar, peka dan rentan terhadap pengaruh eksternal dan keterisolasian (Huang and Coelho, 2017). Selain itu karakteristik sosial budaya masyarakat berbeda dengan pulau-pulau besar, minimnya sumber energi, mineral dan sebagainya (Dahuri, 1998). Namun disamping keterbatasannya pulau kecil memiliki potensi sumber daya pesisir yang dapat diperbaharui (renewable) yang seringkali dimanfaatkan bagi kepentingan rnanusia, memiliki potensi keanekaragaman hayati tinggi seperti; terumbu karang, padang lamun, hutan bakau (UMRAH-CRITC dan COREMAP CTI LIPI, 2016) keindahan panorama alam dan budaya yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan ekonomi seperti pengembanan pariwisata bahari (deGroot and Bush 2010; Spalding et al., 2017). Keindahan dan keasliannya lingkungan pulau kecil berpotensi menjadi tujuan wisata seperti diving, snorkling surfing, fishing dan lainnya

Upload: others

Post on 09-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Wisata

OPEN ACCES

Vol. 13 No. 1: 127-138 Mei 2020

Peer-Reviewed

AGRIKAN

Jurnal AgrobisnisPerikanan(E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072)

URL: https:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/

DOI: 10.29239/j.agrikan.13.1.127-138

Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Wisata Bahari

Menggunakan Modifikasi Kombinasi Rapsmile dan Rapbeachtour

(Studi Kasus Pulau Benan dan Abang, Kepulauan Riau)

(Small Island Development Sustainability Index For Marine Tourism

Interests Using The Combination of Modification Rapsmile and Rapbeachtour (A Case Study in Benan and Abang Island,

Kepulauan Riau)

Dony Apdillah1,3,4, Setyo Budi Susilo2, Rika Kurniawan1,3, Viktor Amrifo5

1Pusat Penelitian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, Indonesia 2Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, IPB Bogor, Indonesia 3Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, Indonesia 4Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, Indonesia 5Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia

Info Artikel:

Diterima: 23 September 2020

Disetujui: 25 September 2020

Dipublikasi: 25 September 2020

Artikel Penelitian

Keyword:

Indeks Beberlanjutan , Pulau

Kecil, Rapsmiletourman,

Wisata Bahari.

Korespondensi:

Dony Apdillah

Universitas Maritim Raja Ali

Haji, Tanjungpinang,

Indonesia

Email:

[email protected]

Copyright© Mei 2020

AGRIKAN

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menilai status keberlanjutan pembangunan pulau kecil untuk

kepentingan pariwisata bahari di Pulau Benan dan Pulau Abang, Kepulauan Riau. Modifikasi dari kombinasi

metode Rapsmile dan Rapbeachtour menghasilkan Rapsmiletourman yang berbasis metode Rapfish telah

digunakan dalam kajian ini. Modifikasi metode dimaksudkan untuk melengkapi metode sebelumnya agar

dihasilkan metode yang memiliki kekhususan dalam menilai pembangunan pulau-pulau kecil yang berorientasi

spesifik pada kepentingan pariwisata bahari. Hasil penelitian menunjukan bahwa pembangunan pulau kecil di

Pulau Benan untuk kepentingan pariwisata bahari berada dalam status cukup berkelanjutan sementara Pulau

Abang masih berada dalam status kurang berkelanjutan. Berdasarkan indikator (atribut) dari lima dimensi

yang dipertimbangkan, dimensi teknologi dan kelembagaan di kedua pulau memberikan peran yang besar

dalam membentuk indeks keberlanjutan pembangunan pulau.

Abstract. This study aims to assess the status of small island development sustainability for marine tourism

interests on the Benan and Abang Island, Kepulauan Riau. Modification of the combination Rapsmile and

Rapbeachtour method produces Rapsmiletourman based on Rapfish methods has been used in this study.

Modification of the method is intended to complement the previous methods to produce a method that has

specificity in assessing the development of small islands which specifically oriented to the interests of marine

tourism. The results showed the development of small island in the Benan Island for marine tourism interests

in condition of the enough sustainable while Abang Island is still in the status of the less sustainable. Based on

the indicator (attributes) of the five dimensions considered technology and institutional dimensions of the both

islands, provide role profoundly in shaped island development sustainability index.

I. PENDAHULUAN

Pulau kecil memiliki keterbatasan dalam

pengembangannya, ukurannya yang kecil

menjadikan alokasi lahan sangat terbatas untuk

dimanfaatkan, minim sumberdaya air tawar, peka

dan rentan terhadap pengaruh eksternal dan

keterisolasian (Huang and Coelho, 2017). Selain itu

karakteristik sosial budaya masyarakat berbeda

dengan pulau-pulau besar, minimnya sumber

energi, mineral dan sebagainya (Dahuri, 1998).

Namun disamping keterbatasannya pulau kecil

memiliki potensi sumber daya pesisir yang dapat

diperbaharui (renewable) yang seringkali

dimanfaatkan bagi kepentingan rnanusia,

memiliki potensi keanekaragaman hayati tinggi

seperti; terumbu karang, padang lamun, hutan

bakau (UMRAH-CRITC dan COREMAP CTI LIPI,

2016) keindahan panorama alam dan budaya yang

dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan

ekonomi seperti pengembanan pariwisata bahari

(deGroot and Bush 2010; Spalding et al., 2017).

Keindahan dan keasliannya lingkungan pulau

kecil berpotensi menjadi tujuan wisata seperti

diving, snorkling surfing, fishing dan lainnya

Page 2: Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Wisata

JurnalIlmiahagribisnisdanPerikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 1 (Mei 2020)

128

(Yulianda, 2007; PPSPL UMRAH, 2010; Koroy et

al., 2017). Di samping itu, teresterial pulau-pulau

kecil juga mempunyai potensi ekowisata bahari

berbasis obyek alam seperti berkemah dipantai,

menyusuri sungai berhutan bakau, menyaksikan

penyu dan fauna lainnya (Pratomo et.al, 2011).

Pengembangan kegiatan pariwisata di pulau

kecil berpotensi memberikan dampak (Bentz et al.,

2013; Graham et a.l., 2017), baik positif maupun

negatif terhadap lingkungan pulau kecil dan

sekitarnya (Cornelia, 2014). Dampak tersebut dapat

dilihat dari segi fisik, sosial budaya dan ekonomi

(De et al., 2020; Bruce et al., 2002). Dampak positif

perlu dioptimalkan sementara dampak negatif

tentunya harus diminimalisir (Wardani et al.,

2017).

Berdasarkan kondisi tersebut pembangunan

pulau kecil untuk pengembangan pariwisata

bahari harus dikembangkan dengan formulasi

khusus melalui pengembangan pariwisata

berkelanjutan yaitu penyelenggaraan pariwisata

bertanggung jawab yang memenuhi kebutuhan

dan aspirasi manusia saat ini, tanpa

mengorbankan potensi pemenuhan kebutuhan

dan aspirasi manusia di masa mendatang (Blancas

et al., 2017). Menerapkan prinsip layak secara

ekonomi, lingkungan, sosial budaya dan tepat

guna secara teknologi (Dahuri et. al., 2001; Fennel,

1999).

Penelitian penilaian keberlanjutan

pembangunan pulau kecil telah dilakukan oleh

Susilo (2005) melalui pengembangan atribut SIDI

(Small Islands Development sustainability Index)

dengan metode RAPSMILE (Rapid Appraisal of

Small Islands Development), yang menilai indeks

pembangunan pulau kecil secara menyeluruh

(dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi,

hukum dan kelembagaan) tanpa mengkhususkan

pengelolaan pulau untuk kepentingan tertentu

seperti pariwisata. Riset terkait keberlanjutan

pengelolaan wisata telah dikaji oleh Putera (2013)

dengan menggunakan metode Rapbeachtour

(Rapid Aprraisal of Beach Tourism) telah

memformulasikan atribut keberlanjutan

pengelolaan pariwisata pantai secara umum (baik

dimensi ekologi, sosial, ekonomi dan

kelembagaan), namun belum mengkhususkan

untuk pengembangannya di pulau kecil.

Demikian pula dengan Kurniawan (2016), telah

menerapkan Rap-Insus Ecotourism (Rapid

Appraisal Index Sustainabilty of Ecotourism)

namun penekanan atribut ekologi basisnya

pada kesesuaian wisata, belum menspesifikan

untuk pulau kecil. Penelitian ini mencoba memformulasikan,

mengkombinasikan beberapa metode diatas

(Rapsmile, Rapbeachtour dan Rap-Insus

Ecotourism) menilai indeks keberlanjutan

pembangunan pulau kecil untuk kepentingan

pengembangan wisata bahari.

Pulau Benan dan Pulau Abang merupakan

pulau yang dikembangkan oleh pemerintah

Provinsi Kepulauan Riau sebagai daerah tujuan

wisata bahari unggulan, berbatasan langsung

dengan negara tetangga (Singapura dan Malaysia)

di Selat Malaka (Dieter and Solvay, 2006) menjadi

alasan utama skala prioritas kebijakan

pengembangan pulau.

II. METODOLOGI

Penelitian telah dilakukan melalui

kompilasi data yang telah disurvey pada tahun

2013 dan 2016 di Pulau Benan (Kabupaten Lingga)

dan Pulau Abang (Kota Batam) Propinsi

Kepulauan Riau.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Page 3: Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Wisata

JurnalIlmiahagribisnisdanPerikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 1 (Mei 2020)

129

2.1. Kompilasi dan Penapisan Atribut

Untuk menghasilkan kombinasi dari

metode Rapsmile, Rapbeachtour dan Rap-Insus

Ecotourism dilakukan kompilasi atribut dari

ketiga metode tersebut, sehingga dihasilkan

indikator (atribut) yang jumlahnya sangat besar.

Oleh karena itu perlu dilakukan penyaringan atau

penapisan agar diperoleh indikator-indikator yang

relevan, mudah diukur, berlaku umum dan

memiliki keterkaitan yang kuat dalam

keberlanjutan pulau kecil untuk pariwisata bahari.

Pendekatan prioritas penapisan dilakukan dengan

melihat kesamaan indikator yang digunakan,

indikator yang sama (walaupun redaksi berbeda)

dipromosikan sebagai indikator relevan, indikator

lainnya yang memiliki keterkaitan yang kuat

dengan eksistensi keberadaan pulau kecil serta

mempengaruhi pengembangan pariwisata juga

dipromosikan, baik dengan original redaksi

maupun modifikasi dengan redaksi baru.

Selanjutnya untuk setiap atribut yang dihasilkan,

disederhanakan dalam tiga kelompok dimensi

yakni; dimensi ekologi, social ekonomi, serta

kelembagaan dan teknologi. Hasil kombinasi

modifikasi beberapa metode tersebut kami

menyebutnya dengan Rapsmiletourman (Rapid

Aprraisal Small Islands Development Index for

Marine Tourism Management. Indikator berupa

atribut hasil penapisan Rapsmiletourman

disajikan pada Tabel 1, berikut dengan nilai

(skoring) yang dihasilkan..

Tabel 1. Atribut/Indikator Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Kepentingan Wisata Bahari

(Rapsmiletourman) dan Hasil Skoring pada setiap Pulau

Dimensi Ekologi

Atribut/Indikator Skor

P. Benan

Skor

P. Abang Baik Buruk Acuan Pemberian Skor

1. Tingkat Ekploitasi

Sumberdaya Pulau

Kecil

0 2 0 2

(0) Rendah;

(1) Sedang;

(2) Tinggi;

(Susilo, 2005, modifikasi)

2. Keanekaagaman

Hayati Sumberdaya

Pulau Kecil

2 2 2 0

(0) Rendah;

(1) Sedang;

(2) Tinggi;

3. Kesesuaian dengan

RTRW 2 2 2 0

(0) Tidak ada RTRW;

(1) Ada tapiTidak Sesuai;

(2) Sesuia

(Modifikasi, Putera, et.al, 2013)

4. Daya Dukung

Kawasan Pulau

Kecil

2 1 2 0

(0) Rendah;

(1) Sedang;

(2)Tinggi;

(Mengacu pada Putera et.al, 2013)

5. Pencemaran

Limbah di Pulau

Kecil

0 1 0 2

(0) Tidak Ada

(1) Rendah

(2) Tinggi

(Susilo, 2005, modifikasi)

6. Tingkat Abrasi

Pulau Kecil 1 0 0 2

(0) Rendah;

(1) Sedang;

(2)Tinggi;

(Susilo, 2005, modifikasi)

7. Pelestarian

Ekosistem/

Konservasi Pulau

Kecil

1 1 1 0

(0) Tidak Ada

(1) Ada tapi belum optimal

(2) Baik

(Susilo, 2005, modifikasi)

8. Kualitas Perairan 2 1 2 0

(0) Buruk;

(1) Sedang;

(2)Baik;

Page 4: Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Wisata

JurnalIlmiahagribisnisdanPerikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 1 (Mei 2020)

130

Dimensi Sosial Ekonomi

1. Kunjungan

Wisatawan 0 1 2 0

(0) Rendah;

(1) Sedang;

(2) Tinggi;

(Kurniawan et al., 2016)

2. Pendanaan dalam

Pemasaran dan

Promosi Pulau

1 0 2 0

(0) Rendah;

(1) Sedang;

(2) Tinggi;

(Modifikasi, Putera et.al, 2013)

3. Kontribusi

Pendapatan Daerah 0 0 2 0

(0) Rendah;

(1) Sedang;

(2) Tinggi;

4. Peningkatan

Kesejahteraan

Masyarakat

1 2 2 0

(0) Rendah;

(1) Sedang;

(2)Tinggi;

(Kurniawan et al., 2016, modifikasi)

5. Potensi Pasar 2 2 2 0

(0) Pasar Lokal

(1) Pasar Nasional

(2) Pasar International

6. Tingkat

Pendidikan Formal

masyarakat

0 0 2 0

(0) Tidak tamat SD;

(1) Tamat SMP;

(2) Tamat SMA dan PT;

7. Pengetahuan

Lingkungan dan

kearifan lokal

2 1 2 0

(0) Rendah;

(1) Sedang;

(2) Tinggi

(Rujukan pada PPSPL, 2009)

8. Potensi Konflik

Pemanfaatan Pulau 0 1 0 2

(0) Rendah;

(1) Sedang;

(2) Tinggi;

9. Pertumbuhan

Penduduk di Pulau 0 1 0 2

(0) Rendah;

(1) Sedang;

(2) Tinggi;

10. Partisipasi

Masyarakat 2 2 2 0

(0) Rendah;

(1) Sedang;

(2) Tinggi;

(Mengacu pada Putera et.al, 2013)

11. Peran swasta 0 0 2 0

(0) Rendah;

(1) Cukup;

(2) Tinggi;

(Mengacu pada Putera et.al, 2013)

Dimensi Kelembagaan dan Teknologi

1. Ketersediaan

Peraturan

Pengelolaan

1 1 2 0

(0) Tidak ada;

(1) Ada namun belumg optimal;

(2) Optimal;

(Kurniawan et al., 2016)

2. Tingkat Kepatuhan

Masyarakat Pesisir 2 1 2 0

(0) Rendah;

(1) Sedang;

(2) Baik;

3. Terbentuknya

Lembaga Pengelola

Wisata di Pulau

1 1 2 0

(0) Tidak ada;

(1) Ada tapi belum efektif;

(2) Ada dan Efektif;

(Rujukan pada PPSPL, 2009)

4. Koordinasi Antar

Stakeholders 2 1 2 0

(0) Tidak ada;

(1) ada namun belumefektif;

(2) Baik;

(Kurniawan et al., 2016)

Page 5: Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Wisata

JurnalIlmiahagribisnisdanPerikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 1 (Mei 2020)

131

5. Pelaksanaan,

Pemantauan Dan

Pengawasan SDA

1 1 2 0

(0) Tidak ada;

(1) Pemantauan belum efektif ;

(2) Sering dan terjadwal;

(Kurniawan, 2016)

6. Campur tangan

Pemerintah 2 1 2 0

(0) Rendah

(1) Sedang;

(2) Tinggi;

(Modifikasi, Putera., 2013)

7. Aksesibilitas

menuju pulau 1 1 2 0

(0) Belum ada transportasi reguler;

(1) Terdapat transportasi reguler, jenis <2

(2) Terdapat transportasi reguler, jenis ≥2

(Modifikasi Maulida, 2014)

8. Kesediaan Air

Bersih di Pulau 0 0 2 0

(0) Ada namun terbatas;

(1) Baik;

(2) Sangat Baik

(Tesfamichael and Pitcher, 2006)

9. Sarana Prasarana

Pendukung

Kegiatan

1 1 2 0

(0) Tidak ada;

(1) Ada, masih terbatas;

(2) Baik

(Tesfamichael and Pitcher, 2006)

10. Ekoteknologi pada

wisata bahari 1 1 2 0

(0) Sangat kurang;

(1) Cukup;

(2) Banyak

(Mengacu pada Susilo, 2005)

11. Fasilitas jaringan

Telekomunikasi 2 2 2 0

(0) Sangat kurang;

(1) Cukup;

(2) Banyak

(Mengacu Kurniawan et al., 2016)

2.2. Penentuan Nilai Setiap Atribut

Setiap atribut yang ada dalam dimensi akan

diberikan salah satu nilai dari ketiga kategori nilai

yang telah ditentukan seperti yang tercantum pada

Tabel 1. Pemberian nilai terhadap setiap atribut

memberikan gambaran terhadap kondisi

pembangunan pulau kecil untuk pariwisata

bahari, apakah baik ataupun buruk. Mengacu pada

metode RAPFISH (Pitcher et al. 1998; Pitcher &

Preikshot 2001; Susilo 2003), menerangkan bahwa

nilai buruk merupakan cerminan kondisi yang

paling tidak menguntungkan dalam suatu

pengelolaan, sedangkan nilai baik yaitu nilai yang

mencerminkan kondisi yang paling

menguntungkan dalam pengelolaan sumberdaya.

Diantara nilai buruk dan nilai baik terdapat

satu nilai yang disebut dengan nilai antara atau

nilai tengah. Penilaian indikator yang dianggap

kualitatif dilakukan secara wawancara (via mobile

phone) kepada stakeholder kunci untuk

meminimalisir subyektifitas pemberian nilai.

2.3. Analisis Data

Hasil skoring terhadap indikator dianalisis

dengan Rapsmiletourman, yang merupakan

pengembangan dari metode Rapfish (Rapid

Apraisal of the status of Fisheries) berbasis multi

dimensional scaling (MDS) (Pitcher dan Preishot,

2001; Fauzi dan Anna, 2002). Multi dimensional

scaling merupakan analisis statistik multi-variabel

(multivariate), yang menjelaskan asosiasi atribut

dalam jarak euclidean (euclidean distance

squared) pada setiap pasang N obyek (positition of

point) dalam multi-dimensi (sumbu) melalui

proses proximities (reduksi dimensi) (Susilo, 2005).

Teknik ordinasi (penentuan jarak) dalam

MDS berdasarkan euclidian distance yang dalam

ruang yang berdimensi n dapat ditulis sebagai

berikut (Fauzi dan Anna 2005):

Konfigurasi atau ordinasi dari suatu objek

atau titik didalam MDS kemudian diaproksimasi

dengan meregresikan jarak euclidean (dij) dari

titik i ke titik j dengan titik asal (ϑij) sebagaimana

persamaan berikut (Fauzi dan Anna 2005):

Page 6: Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Wisata

JurnalIlmiahagribisnisdanPerikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 1 (Mei 2020)

132

Umumnya terdapat tiga teknik yang

digunakan untuk meregresikan persamaan diatas

yaitu metode last square (KRYST), metode least

square bergantian yang didasarkan pada akar dari

euclidean distance atau disebut metode ALSCAL,

dan metode yang didasarkan Maximum

Likelihood. Dari ketiga metode tersebut, metode

Algoritma ALSCAL merupakan metode yang

sesuai untuk RAPFISH dan mudah tersedia

hampir pada setiap software statisitika (SPSS dan

SAS) (Alder et al. 2000).

Metode ALSCAL mengoptimasi jarak

kuadrat (square distance = dijk) terhadap kuadrat

(titik asal = 0ijk), yang dalam tiga dimensi (i, j, k)

ditulis dalam formula yang disebut S-Stress

sebagai berikut:

Dimana jarak kuadrat merupakan jarak euclidian

yang dibobot atau ditulis :

Pada setiap penilaian yang bersifat

mengukur (metric) kondisi fit (goodness of fit),

jarak titik pendugaan dengan titik asal menjadi

sangat penting. Goodness of fit dalam metode

MDS digunakan untuk mengukur ketepatan

konfigurasi dari suatu titik dapat mencerminkan

data aslinya. Mengacu pada Fauzi dan Anna (2005),

goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari

besaran nilai S-Stress yang dihitung berdasarkan

algoritma S-Stress diatas. Nilai S (stress) yang

rendah menunjukkan kondisi goodfit, sementara

sebaliknya untuk nilai S (stress) yang tinggi. Hasil

analisis metode RAPFISH yang baik akan

menunjukkan nilai stress yang lebih kecil dari

0,25 (S < 0,25).

Status keberlanjutan pulau kecil untuk

pengembangan wisata bahari dikategorikan

berdasarkan nilai indeks keberlanjutan yang

disusun berdasarkan selang jarak yang sama besar,

dari skala 0 - 100, merujuk pada Susilo (2005)

dengan 4 kategori (Tabel 2).

Tabel 2. Kategori status keberlanjutan pembangunan

pulau kecil untuk wisata bahari

Nilai IBPK-PB Kategori Status Kebelanjutan

0-25 Buruk

26-50 Kurang

51-75 Cukup

76-100 Baik

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarlan hasil analisa Rafsmiletourman,

indek keberlanjutan pembangunan pulau-pulau

kecil untuk wisata bahari (IBPK-WB) di Pulau

Benan rata-rata 52,70 atau dengan status cukup

berkelanjutan dan Pulau Abang sebesar 50,32

dengan status juga cukup berkelanjutan (Tabel 3).

Tabel 3. Indeks Keberlanjuatan berdasarkan dimensi

Dimensi P. Benan P. Abang

Ekologi 66.77 53,59

Sosial-Ekonomi 30,51 44,6

Teknologi-Kelembagaan 60,83 52,77

Rata-rata 53,70 50,32

Walaupun secara umum pembangunan

Pulau Benan dan Abang dengan status cukup

berkelanjutan namun kenyataan masih terjadi

kesenjangan antar dimensi pembangunan.

Dimensi sosial-ekonomi merupakan dimensi yang

paling lemah diantara dimensi yang

dipertimbangkan. Dimensi sosial ekonomi

memiliki status kurang berkelanjutan, dengan

indeks sebesar 30,51 untuk P. Benan dan 44,6

untuk Pulau Abang. Sementara itu dimensi

Teknologi-Kelembagaan untuk Pulau Benan

memiliki indeks sebesar 60,83 dan 52,7 untuk

Pulau Abang. Berbeda signifikan dengan dimensi

ekologi dimana pada masing-masing Pulau Benan

dan Pulau Abang memiliki indeks keberlanjutan

paling tinggi 66,7 dan 53,59.

Dimensi ekologi memiliki Indeks

keberlanjutan paling baik dibandingkan dari

dimensi-dimensi lainnya. Hal ini disebabkan

Pulau Benan merupakan salah satu kawasan

konservasi daerah yang telah diinisiasi sejak lebih

dari 15 belas tahun yang lalu (Coremap II

Kabupaten Lingga, 2009). Demikian pula dengan

Pulau Abang menjadi binaan program Coremap II

Batam (BPP-PSPL UNRI 2009). Hasil ordinansi

Rapfish taipa dimensi disajikan pada Gambar 2.

Page 7: Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Wisata

JurnalIlmiahagribisnisdanPerikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 1 (Mei 2020)

133

Gambar 2. Analisis Rapsmiletourman yang menunjukan nilai IBPK-WB

di Pulau Benan dan Pulau Abang yang berada pada garis

(reference) Bad – Good

Kesenjangan yang terjadi antara dimensi

Ekologi dan sosial-ekonomi, menunjukan bahwa

pencapaian rehabilitasi ekosistem pesisir di Pulau

Benan dan Pulau Abang belum diiringi secara

signifikan dengan peningkatan aspek ekonomi

dan teknologi. Masih terdapat potensi ekonomi

yang belum dioptimalkan pada kedua pulau

tersebut. Pembangunan yang berkelanjutan adalah

pembangunan yang memperhatikan multi aspek

secara berimbang, baik aspek ekologi, ekonomi,

sosial dan kelembagaan serta teknologi.

Pembangunan pulau kecil mustinya dilakukan

secara terpadu (integrated), multi dimensi (multi

disiplin) (Dahuri et.al, 2001; Christie et al., 2005;

Suganthi, 2018).

Ketimpangan dalam salah satu aspek atau

dimensi pembangunan akan mempengaruhi

keberlanjutan pembangunan suatu pulau.

Berdasarkan analisis Rapsmiletourman indeks

keberlanjutan setiap dimensi Pulau Benan lebih

baik dibandingkan dengan Pulau Abang. Selain

dimensi ekologi, teknologi-kelembagaan dimensi

sosial-ekonomi justru paling rendah. Dimensi

yang nilai indeks berada dibawah 50 adalah

dimensi sosialekonomi.

Berdasarkan diagram layang segitiga terlihat

ketimpangan dimensi sosial-ekonomi yang tidak

simetris, terutama pada Pulau Benan, demikian

pulau Pulau Abang, diagram layang segitiga

disajikan pada Gambar 3.

Analisis Monte Carlo digunakan untuk

mengetahui kestabilan hasil ordinasi

Rapsmiletourman atau melihat tingkat

kepercayaan hasil perhitungan IBPK-WB, melalui

uji-t terhadap hasil Rapsmiletourman sebanyak 25

kali ulangan. Outout dari analisis Monte Carlo

Page 8: Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Wisata

JurnalIlmiahagribisnisdanPerikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 1 (Mei 2020)

134

adalah selang inter-kuartil yang mencerminkan

besarnya penyimpangan (galat) jika terdapat

kesalahan dalam pembuatan skor, semakin besar

selang inter-kuartil makin kecil kepercayaan

terhadap nilai IBPK-WB yang dihasilkan. Selang

inter-kuartil divisualisasi dengan teknik scatter

plot. Analisis Monte Carlo menunjukan bahwa

indeks selang kesalahan dalam perhitungan

IBWK-WB sangat kecil yang berarti tingkat

kepercayaan indeks keberlanjutan yang dihasilkan

pada masing-masing pulau cukup tinggi, hal ini

diindikasikan dengan plot (kwartil) yang

mengumpul dan saling bersinggungan, dapat

dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3. Diagram Layang nilai Indeks Keberlanjutan

pada setiap Dimensi Pembangunan Gambar 4. Analisis Monte Carlo menunjukanselang

kepercayaan IBPK-WB yang tinggi dengan

plot yang saling berhimpitan

Analisis leverage bertujuan untuk

mengetahui sensitifitas atau peran dari setiap

atribut terhadap pembentukan nilai indeks

keberlanjutan. Analisis leverage dilakukan

dengan melihat perubahan ordinasi ketika atribut

tertentu dihilangkan atau diabaikan dalam analisis

rapsmiletourman. Pendekatan analisis ini dalam

ilmu statistik biasanya disebut dengan

“JackKnife” (Susilo, 2003). Pengaruh setiap atribut

yang dihilangkan dilihat dari perubahan nilai

Root Mean Square (RMS) yaitu pada sumbu X

(skala sustainabilitas). Semakin besar nilai

perubahan RMS semakin besar peran atribut

tersebut dalam pembentukan nilai IBPK-WB.

Atribut yang sensitif dapat dijadikan rujukan

dalam pengambilan kebijakan prioritas.

Hasil analisis Leverage Dimensi

menunjukan bahwa tiga atribut sensitif teratas

dalam pembentuk nilai IBPK-WB pada Pulau

Abang adalah keragaman hayati sumberdaya

pesisir, tingkat ekploitasi sumberdaya pesisir dan

kesesuain tata ruang. Sedankan atribut yang

sensitif untuk Pulau Benan adalah Pencemaran

limbah, kesesuaian tata ruang dan tingkat abrasi

pulau. Indikator yang tidak sensitif

mengindikasikan bahwa atribut tersebut sangat

kecil kontribusinya dalam keberlanjutan

pembangunan pulau kecil untuk pengembangan

pariwisata bahari di kedua pulau.

Berdasarkan hasil analisis Leverage

indikator atau atribut yang paling sensitif

hendaknya mendapatkan perhatian pemerintah

dalam keberlanjutan pembangunan pulau kecil

untuk kepentingan pariwisata bahari. Untuk

dimesi sosial-ekonomi, atribut yang sangat sensitif

diantaranya: peningkatan kesejahteraan

masyarakat dan potensi pasar untuk Pulau Abang,

dan partiipasi masyarakat dan peran swasta untuk

Pulau Benan.

Selanjutnya hasil analisis laverage untuk

dimensi teknologi-kelembagaan, atribut paling

sensitif pada Pulau Abang adalah campur tangan

pemerintah dalam pembangunan dan pelaksanaan

pengawasan sumberdaya alam, sedangkan atribut

paling sensitif untuk Pulau Benan diantaranya

tingkat kepatuhan masyarakat dan keberadaan

jaringan telekomunikasi sebagai pendukung

keberlanjutan pulau untuk pariwisata bahari.

Kebijakan selanjutnya adalah dengan

menelusuri atribut yang capaian kondisi eksisting,

melalui hasil skoring yang diberikan, jika skornya

saat ini masih rendah maka kebijakan yang harus

Page 9: Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Wisata

JurnalIlmiahagribisnisdanPerikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 1 (Mei 2020)

135

dilakukan adalah melalui peningkatan nilai skor

atribut sensitif tersebut, namun jika skornya

sudah baik maka yang perlu dilakukan adalah

mempertahan kondisi eksisting atribut tersebut.

Hasil skor dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 5. Hasil analisis leverage yang menunjukan peran setiap atribut dalam membetuk nilai indeks

keberlanjutan pada masing-masing dimensi ( Pulau Abang, Pulau Benan)

Page 10: Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Wisata

JurnalIlmiahagribisnisdanPerikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 1 (Mei 2020)

136

IV. PENUTUP

Secara umum status keberlanjutan

pembangunan Pulau Benan dan Pulau Abang

untuk pengembangan pariwisata bahari

dikategorikan cukup berkelanjutan dengan nilai

indeks masing-masing 53,72 dan 50,32 .

Peningkatan status keberlanjutan di Pulau

Benan dan Pulau Abang dapat dilakukan dengan

memperhatikan prioritas kebijakan berdasarkan

atribut yang berperan dalam pembentuk indeks

keberlanjutan. Atribut yang berperan penting

dalam pembentuk nilai IBPK-WB. Setiap dimensi

memiliki atribut sensisitif yang tidak sama

diantara kedua pulau. Berdasarkan status

keberlanjutan dari ketiga dimensi yang ada,

dimensi sosial-ekonomi memiliki kesenjangan

paling tinggi, sehingga perlu mendapatkan

prioritas dalam mengungkit keberlanjutan

pengembangan pariwisata bahari di masa akan

datang.

REFERENSI

Bruce. D, Z. Hoctor, B. Garrod and J. Wilson. 2002. Planning for Marine Ecotourism in the UE Atlantic Area.

META-Project Bristol: University of the Weat England.

Blancas F. J, O. M. Lozano, M. Gonzalez, F. M. Guerrero and R. Caballero. 2011. How to use sustainability

indicators for tourism planning: The case of rural tourism in Andalusia (Spain). J. Sci Tot. Env. 413

28-45.

Bentz, Julia, P. Dearden and H. Calado. 2013. Strategies for marine wildlife tourism in small islands–the

case of the Azores J. coast res. 65 874-879.

Burke. L, K. Reytar, M. Spalding and A. Perry. 2012. Reefs at risk revisited in the Coral Triangle

(Washington, DC USA) World Resources Institute.

BPP-PSPL UNRI 2009 - Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten

Lingga http://coremap.oseanografi.lipi.go.id/downloads/RA-BudiDayaPerikananBATAM.pdf

Christie, P., Lowry, K., White, A. T., Oracion, E. G., Sievanen, L., Pomeroy, R. S., ... & Eisma, R. L. V. (2005).

Key findings from a multidisciplinary examination of integrated coastal management process

sustainability. Ocean & Coastal Management, 48(3-6), 468-483.

COREMAP II Kabupaten Lingga. 2009. Rencana Pengelolaan dan Rencana Zonasi KKLD Kabupaten

Lingga. COREMAP II Kabupaten Lingga

Cornelia. P.G. 2014 True cost economics: Ecological footprint. Pro. Eco and Fin 8 550-555.

Dahuri. R. 1998. Pendekatan ekonomi-ekologis pembangunan pulau-pulaukecil berkelanjutan. Prosiding

seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-pulau Kecil di Indonesia, Jakarta, 7-10 Desember,

Kerjasama Depdagri-BPPT-CRMP.

Dahuri. R, Rais. Y, Putra S.G, Sitepu M.J. 2001. Pengelolaan Sumber daya Wilayah Pesisir dan Lautan

Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita

De. K, M. Nanajkar, S. Mote and B. Ingole Coral. 2020. Damage by recreational diving activities in a Marine

Protected Area of India: Unaccountability leading to ‘tragedy of the not so commons’ J. Mar. Pol.

Bul. 155 111190.

deGroot. J, and S. R. Bush. 2010. The potential for dive tourism led entrepreneurial marine protected areas

in curacao J. Mar. Policy 34 1051–1059.

Page 11: Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Wisata

JurnalIlmiahagribisnisdanPerikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 1 (Mei 2020)

137

Dieter E. H, and G. Solvay 2006. The Strategic Importance of the Straits of Malacca ZEF Working Paper

Series No. 17.

Fauzi A, dan S. Anna. 2002. Evaluasi status keberlanjutan pembangunan perikanan: Aplikasi pendekatan

Rapfish (Studi kasus perairan pesisir DKI Jakarta). Jurnal Pesisir dan Lautan, Vol.4(3): 43-55.

Fennel. D A. 1999. Ecotourisme: An Introduction (London: Routledge) p 61.

Graham. N.A. J., T. R. McClanahan, M. A. MacNeil, S. K. Wilson, J.E. Cinner, C. Huchery and T. H. Holmes.

2017. Human Disruption of Coral Reef Trophic Structure J. Cur. Bio. 27 (2) 231-236

Gomez. E.D, and H.T. Yap. 1988. Monitoring Reef Condition in Kenchington, R.A. and B. E. T. Hudson (ed.):

Coral Reef Management Hand Book. Jakarta (ID) UNESCO Regional Office for Science and

Technology for South East Asia.

Huang. Y, and V. R. Coelho. 2017. Sustainability performance assessment focusing on coral reef protection

by the tourism industry in the Coral Triangle region, J. Tourism Management 59 510-527.

Kurniawan. R, F. Yulianda, H. A. Susanto. 2016. Pengembangan Wisata Bahari Secara Berkelanjutan Di

Taman Wisata Perairan Kepulauan Anambas. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 8(1) :

367-383.

Koroy. K, F. Yulianda and N. A. Butet. 2017. Pengembangan Ekowisata Bahari Berbasis Sumberdaya pulau-

pulau Kecil Di Pulau Sayafi dan Liwo, Kabupaten Halmahera Tengah. J. Tek. Per. dan Kel. 8 (01)

1-17.

Suganthi. L. 2018. Multi expert and multi criteria evaluation of sectoral investments for sustainable

development: An integrated fuzzy AHP, VIKOR/DEA methodology. Sustainable cities and

society, 43, 144-156.

Susilo S. B. 2005. Keberlanjutan Pembangunan Pulau-pulau Kecil: Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang

dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Jurnal Maritek. Vol 5.No 2.

Susilo B. S. 2003. Keberlanjutan Pembangunan Pulau Pulau Kecil: Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang

dan Pulau Pari. Kepulauan Seribu. DKI Jakarta. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor.

Spalding. M, L. Burke, S.A. Wood, J. Ashpole, J. Hutchison and Z. P. Ermgassen. 2017. Mapping the global

value and distribution of coral reef tourism J. Mar. Policy 82 104–113.

Tesfamichael, D. and T.J. Pitcher. 2006. Multidisciplinary evaluation of the sustainability of Red Sea

fisheries using Rapfish. Fisheries Research, (78):277-235

Pitcher T. J., And D. Preishot. 2001. Rapfish : A rapid appraisal technique to evaluate the sustainability

status of fisheries. Fisheries Research, vol.49 (3): 255-270.

Pratomo. A, D. Apdillah, F. Yandri. 2011. Potensi Ekonomi Dan Kelayakan Pengembangan Ekowisata

Bahari Sebagai Mata Pencaharian Alternatif Bagi Masyarakat (Studi Kasus Kab Bintan,

Kepulauan Riau) Prosiding Seminar Nasional Sosial Ekonomi, BRKP Kementerian Kelautan dan

Perikanan.

Page 12: Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau Kecil untuk Wisata

JurnalIlmiahagribisnisdanPerikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 1 (Mei 2020)

138

Putera F. H. A, A. Fahrudin, N. T. M Pratiwi, S. B Susilo. 2013. Kajian Keberlanjutan Pengelolaan Wisata

Pantai di Pantai Pasir Putih Bira, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Jurnal Kepariwisataan Indonesia,

Vol.8 No.3 September: 241-254.

PPSPL UMRAH. 2010. Kajian Pengembangan Ekowisata Bahari Sebagai Mata Pencaharian Alternatif Bagi

Masyarakat di Kabupaten Bintan. Kerja sama Coremap LIPI. 135 hal.

UMRAH-CRITC and COREMAP CTI-LIPI 2016 Monitoring Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang dan

Ekosistem Terkait di Kabupaten Lingga (Tanjungpinang Indonesia).

Yulianda. F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis

Konservasi, Disampaikan pada Seminar Sain pada Departemen MSP, FPIK IPB. September: 85-

110.

Wardani M. P, A. Fahrudin and F. Yulianda 2017 Analysis of successful strategy to develop sustainable

marine ecotourism in Gili Bawean Island, Gresik, East Java IOP Conf. Ser.: Earth Environ. Sci. 89

012036.