inaktif enzim

2
I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Padi merupakan salah satu komoditas strategis pertanian Indonesia. Jumlah produksi padi pada tahun 2009 diperkirakan sebesar 63,840,066 ton (BPS, 2009). Pada proses penggilingan gabah kering giling akan diperoleh hasil samping berupa bekatul sebanyak 8% (Pourali, 2009). Bekatul merupakan hasil samping dari penyosohan beras pecah kulit yang terdiri atas lapisan perikarp, testa, lapisan aleuron, lembaga dan sebagian kecil butiran endosperm (Samli et al., 2006). Menurut Wilkinson dan Champagne (2004), bekatul kaya akan protein, lemak, serat, mineral, vitamin B kompleks dan tokoferol. Penelitian Kahlon et al. (1994) melaporkan bekatul mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Berbagai penelitian lainnya juga telah melaporkan manfaat bekatul bagi kesehatan. Bekatul selama ini hanya banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak, padahal jumlahnya melimpah, bernutrisi tinggi serta memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan, namun pemanfaatannya sebagai bahan pangan masih sangat terbatas. Faktor yang menjadi kendala dalam pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan adalah sifatnya yang mudah rusak akibat ketengikan. Kerusakan bekatul terjadi sesaat setelah proses penyosohan beras pecah kulit karena adanya interaksi antara minyak bekatul (15-19,7%) dengan enzim lipase dan lipoksigenase yang secara alami terdapat dalam bekatul. Enzim lipase mengkatalisis proses hidrolisis lemak (trigliserida) menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas kemudian akan dioksidasi oleh enzim lipoksigenase menjadi peroksida, keton dan aldehid yang menyebabkan ketengikan pada bekatul. Menurut Ubaidillah (2010), kadar asam lemak bebas bekatul meningkat dengan cepat dari 4- 6 % menjadi 12-16% setelah 10 jam pasca penggilingan. Peningkatan jumlah asam lemak bebas berdampak pada penurunan mutu bekatul karena asam lemak bebas memiliki karakteristik yang sangat mudah teroksidasi, sehingga bekatul tersebut tidak layak untuk dikonsumsi manusia dan memiliki umur simpan yang sangat singkat (Barnes dan Galliard, 1991). Bekatul dengan kandungan asam lemak bebas lebih dari 10% tidak layak untuk dikonsumsi sebagai pangan (Tao et al.,1993). Menurut Champagne (1994), permasalahan ini dapat diatasi dengan menginaktivasi lipase yang terdapat di dalam bekatul. Inaktivasi lipase pada bekatul telah dilakukan dengan beberapa cara baik secara fisik, kimia maupun secara biologi. Secara fisik dilakukan dengan menggunakan panas (sangrai, pengering drum, microwave, autoklaf dan ekstruder), secara kimia menggunakan alkohol, sedangkan secara biologi menggunakan enzim. Prinsip dari inaktivasi enzim lipase adalah denaturasi protein enzim dimana struktur protein enzim rusak dan kehilangan sifat fungsionalnya sehingga menyebabkan enzim menjadi tidak aktif. Dari ketiga cara tersebut, inaktivasi lipase dengan menggunakan panas merupakan proses yang lebih efektif, dan aman untuk diterapkan pada bekatul yang akan digunakan sebagai bahan pangan, selain itu juga lebih mudah diaplikasikan di industri (Barber dan Barber, 1980). Pada penelitian ini akan digunakan proses ekstrusi dengan teknik ekstrusi ulir ganda (double screw extruder) tanpa die untuk menginaktivasi enzim lipase pada bekatul untuk menghasilkan bekatul yang stabil. Double screw extruder merupakan mesin ektrusi yang memiliki lebih dari satu sumber panas, sehingga distribusi panas ke bahan lebih merata. Mesin ini juga dapat digunakan untuk

Upload: auliyahoke

Post on 15-Feb-2015

44 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: inaktif enzim

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Padi merupakan salah satu komoditas strategis pertanian Indonesia. Jumlah produksi padi

pada tahun 2009 diperkirakan sebesar 63,840,066 ton (BPS, 2009). Pada proses penggilingan

gabah kering giling akan diperoleh hasil samping berupa bekatul sebanyak 8% (Pourali, 2009).

Bekatul merupakan hasil samping dari penyosohan beras pecah kulit yang terdiri atas

lapisan perikarp, testa, lapisan aleuron, lembaga dan sebagian kecil butiran endosperm (Samli et

al., 2006). Menurut Wilkinson dan Champagne (2004), bekatul kaya akan protein, lemak, serat,

mineral, vitamin B kompleks dan tokoferol. Penelitian Kahlon et al. (1994) melaporkan bekatul

mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Berbagai penelitian lainnya juga telah

melaporkan manfaat bekatul bagi kesehatan. Bekatul selama ini hanya banyak dimanfaatkan

sebagai pakan ternak, padahal jumlahnya melimpah, bernutrisi tinggi serta memiliki berbagai

manfaat bagi kesehatan, namun pemanfaatannya sebagai bahan pangan masih sangat terbatas.

Faktor yang menjadi kendala dalam pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan adalah

sifatnya yang mudah rusak akibat ketengikan. Kerusakan bekatul terjadi sesaat setelah proses

penyosohan beras pecah kulit karena adanya interaksi antara minyak bekatul (15-19,7%) dengan

enzim lipase dan lipoksigenase yang secara alami terdapat dalam bekatul. Enzim lipase

mengkatalisis proses hidrolisis lemak (trigliserida) menjadi gliserol dan asam lemak bebas.

Asam lemak bebas kemudian akan dioksidasi oleh enzim lipoksigenase menjadi peroksida, keton

dan aldehid yang menyebabkan ketengikan pada bekatul.

Menurut Ubaidillah (2010), kadar asam lemak bebas bekatul meningkat dengan cepat dari 4-

6 % menjadi 12-16% setelah 10 jam pasca penggilingan. Peningkatan jumlah asam lemak bebas

berdampak pada penurunan mutu bekatul karena asam lemak bebas memiliki karakteristik yang

sangat mudah teroksidasi, sehingga bekatul tersebut tidak layak untuk dikonsumsi manusia dan

memiliki umur simpan yang sangat singkat (Barnes dan Galliard, 1991). Bekatul dengan

kandungan asam lemak bebas lebih dari 10% tidak layak untuk dikonsumsi sebagai pangan (Tao

et al.,1993).

Menurut Champagne (1994), permasalahan ini dapat diatasi dengan menginaktivasi lipase

yang terdapat di dalam bekatul. Inaktivasi lipase pada bekatul telah dilakukan dengan beberapa

cara baik secara fisik, kimia maupun secara biologi. Secara fisik dilakukan dengan

menggunakan panas (sangrai, pengering drum, microwave, autoklaf dan ekstruder), secara kimia

menggunakan alkohol, sedangkan secara biologi menggunakan enzim. Prinsip dari inaktivasi

enzim lipase adalah denaturasi protein enzim dimana struktur protein enzim rusak dan kehilangan

sifat fungsionalnya sehingga menyebabkan enzim menjadi tidak aktif.

Dari ketiga cara tersebut, inaktivasi lipase dengan menggunakan panas merupakan proses

yang lebih efektif, dan aman untuk diterapkan pada bekatul yang akan digunakan sebagai bahan

pangan, selain itu juga lebih mudah diaplikasikan di industri (Barber dan Barber, 1980). Pada

penelitian ini akan digunakan proses ekstrusi dengan teknik ekstrusi ulir ganda (double screw

extruder) tanpa die untuk menginaktivasi enzim lipase pada bekatul untuk menghasilkan bekatul

yang stabil.

Double screw extruder merupakan mesin ektrusi yang memiliki lebih dari satu sumber

panas, sehingga distribusi panas ke bahan lebih merata. Mesin ini juga dapat digunakan untuk

Page 2: inaktif enzim

2

mengolah bahan pangan tanpa menggunakan die-nya. Keunggulan proses ini adalah proses

dapat dilakukan secara kontinyu dan diskontinyu serta dapat langsung digabung dengan mesin

penggilingan padi sehingga dapat mencegah kerusakan bekatul awal akibat hidrolisis.

Pada penelitian ini akan digunakan bekatul yang berasal dari empat varietas padi, yaitu dua

varietas padi aromatik (pandanwangi dan sintanur) dan dua varietas padi non aromatik (IR 64

dan ciherang). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

yang bermanfaat mengenai bekatul serta berkontribusi dalam pengembangkan bekatul sebagai

bahan pangan yang diminati masyarakat.

1.2 TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui profil perubahan asam lemak bebas (FFA) bekatul pasca penggilingan padi pada

empat variates padi.

2. Mengetahui komposisi asam lemak dari bekatul yang berasal dari empat varietas padi.

3. Mendapatkan kondisi maksimum inaktivasi lipase pada bekatul untuk menghasilkan bekatul

yang stabil.

1.3 MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah meningkatnya nilai dari bekatul

terstabilisasi sebagai bahan pangan yang bergizi tinggi serta memberikan teknologi yang efektif

dapat diterapkan pada industri padi.