enzim apik

Upload: ndundul

Post on 19-Jul-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Laporan PenelitianPembuatan dan Karakterisasi Biosensor Kolesterol dan Biosensor GlukosaRizki Ekananda 105 03 024 Kamis 21 Juni 2007

Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2007

Daftar IsiI. Tujuan Penelitian............................................................................................................4 II. Tinjauan Pustaka............................................................................................................4 Kolesterol................................................................................................................4 Biosensor.................................................................................................................5 Enzim......................................................................................................................9 Metoda elektrokimia.............................................................................................14 III. Metoda Penelitian........................................................................................................17 Pembuatan pasta karbon........................................................................................17 Desain layout elektroda.........................................................................................18 Pembuatan screen dan masker...............................................................................19 Pembuatan reference electrode..............................................................................20 Isolasi enzim..........................................................................................................20 Imobilisasi enzim..................................................................................................21 Karakterisasi sensor...............................................................................................22 IV. Hasil dan Pembahasan.................................................................................................22 Prinsip pengukuran dengan biosensor...................................................................22 Penetapan potensial elektroda...............................................................................25 Data pengukuran...................................................................................................26 V. Kesimpulan dan Saran..................................................................................................28 VI. Daftar Pustaka.............................................................................................................29

Laporan Penelitian

1

Daftar GambarGambar 1: Struktur molekul kolesterol...............................................................................4 Gambar 2: Komponen utama dalam suatu biosensor..........................................................6 Gambar 3: Salah satu kongurasi biosensor yang umum dibuat........................................8 Gambar 4: Sensor komersial yang mampu mendeteksi lebih dari satu analit secara bersamaan............................................................................................................8 Gambar 5: Mekanisme reaksi enzim.................................................................................10 Gambar 6: Enzim dalam keadaan jenuh............................................................................11 Gambar 7: Kurva yang menggambarkan hubungan antara laju reaksi, konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat.....................................................................................11 Gambar 8: Kordinat reaksi tanpa katalis dan reaksi terkatalisa.........................................12 Gambar 9: Mekanisme induced-t pada enzim.................................................................13 Gambar 10: Mekanisme inhibisi kompetitif yang terjadi pada enzim...............................14 Gambar 11: Kongurasi elektroda dalam suatu sel elektrokimia......................................16 Gambar 12: Desain elektroda dengan kongurasi yang berbeda dalam satu substrat.......19 Gambar 13: Desain elektroda pada salah satu sensor komersial tanpa masker................19 Gambar 14: Desain elektroda dengan masker pada salah satu sensor komersial..............19 Gambar 15: Skema reaksi yang terjadi pada sensor glukosa.............................................23 Gambar 16: Skema pengukuran pada sensor glukosa beserta tahapan reaksi yang terjadi. ...........................................................................................................................24 Gambar 17: Tahapan reaksi yang terjadi dalam sensor kolesterol....................................25 Gambar 18: Skema reaksi yang terjadi dalam suatu sensor kolesterol..............................25

Laporan Penelitian

2

Daftar TabelTabel 1: Beberapa enzim yang umum digunakan dalam biosensor beserta substrat dan spesi yang dideteksi.............................................................................................7 Tabel 2: Komposisi senyawa-senyawa yang ada dalam darah..........................................17

Laporan Penelitian

3

Laporan Penelitian Pembuatan dan Karakterisasi Biosensor Kolesterol dan Biosensor GlukosaI. Tujuan Penelitian Mendesain dan membuat biosensor kolesterol dan biosensor glukosa. Melakukan karakterisasi terhadap sensor yang dibuat untuk mengetahui respon yang dihasilkan terhadap senyawa analit.

II. Tinjauan PustakaKolesterol Kolesterol ialah molekul yang ditemukan dalam sel. Merupakan sejenis lipid yang merupakan molekul lemak atau yang menyerupainya. Kolesterol ialah jenis khusus lipid yang disebut steroid. Steroids ialah lipid yang memiliki struktur kimia khusus. Struktur ini terdiri atas 4 cincin atom karbon seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1: Struktur molekul kolesterol.

Kolesterol dan ester asam lemaknya merupakan senyawa yang sangat penting dalam tubuh karena merupakan suatu komponen penyusun sel saraf dan merupakan suatu prekursor dari senyawa biologis lainnya. Namun, dalam jumlah yang berlebih dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan. Hal ini terutama diakibatkan oleh

Laporan Penelitian

4

terbentuknya lapisan yang mengeras pada dinding arteri sehingga menimbulkan penyumbatan. Penyumbatan inilah yang menjadi penyebab penyakit jantung koroner. Jadi, estimasi mengenai jumlah kolesterol yang terkandung dalam darah merupakan parameter yang penting dalam diagnosa medis dan pencegahan beberapa jenis penyakit jantung, cerebral thrombosis, dan arterioscleresis.

Biosensor Biosensor merupakan suatu sistem yang terdiri atas biotranducer, sistem pegolah sinyal elektronik dan sistem keluaran informasi. Sistem tersebut memungkinkan pengukuran dan pengamatan analit yang spesifk terhadap jenis biotranducer yang digunakan. Penelitian dilakukan untuk membuat suatu biotranducer enzim amperometrik dan mengkarakterisasi sensititas, selektitas dan karakteristik respon dari biotranducer tersebut. Komponen utama dalam biosensor ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Laporan Penelitian

5

Gambar 2: Komponen utama dalam suatu biosensor.

Biotranducer terdiri atas lapisan biodeteksi yang bersentuhan langsung dengan transduser sikokimia. Lapisan biodeteksi terbentuk dari matriks polimer yang mengandung enzim yang spesik terhadap analit tertentu. Biotranducer dibuat dengan melapiskan lapisan biodeteksi pada permukaan aktif dari elektroda kerja. Beberapa jenis enzim yang lazim digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Laporan Penelitian

6

Tabel 1: Beberapa enzim yang umum digunakan dalam biosensor beserta substrat dan spesi yang dideteksi.

Prinsip kerja dari deteksi energi potensial dari analit yang akan diukur bergantung pada kemampuan enzim untuk mendeteksi dan merespon analit yang spesik. Dalam hal ini, kemampuan katalisis enzimlah yang akan menentukan spesisitas dan selektitas dari biosensor. Selain itu, kinetika reaksi enzim yang terjadi harus memenuhi kinetika enzim yang dikemukakan oleh Michales Menten. Reaksi enzimatis terjadi pada matriks lapisan biodeteksi. Glukosa yang menjadi analit akan dikonversi menjadi glukonolakton oleh enzim glukosa oksidase yang kemudian akan dihidrolisis menjadi asam glukonat. Secara bersamaan, molekul oksigen yang ada dalam larutan akan tereduksi menjadi hidrogen peroksida. Terdapat hubungan stoikiometrik antara jumlah glukosa yang dikonversi menjadi asam glukonat dengan jumlah oksigen yang dikonversi menjadi hidrogen peroksida. Jumlah glukosa yang dikonversi akan sebanding dengan jumlah hidrogen peroksida yang dihasilkan. Konsentrasi hodrogen peroksida ini dapat ditentukan dengan detektor amperometrik. Dalam kongurasinya, elektroda kerja diset pada potensial tertentu yang akan mengoksidasi hidrogen peroksida dengan menangkap dua elektron untuk menghasilkan gas hidrogen dan oksigen. Pembuatan suatu biosensor harus mempertimbangkan beberapa faktor yaitu jumlah sampel yang diperlukan, waktu respon, tabal lapis difusi, trnasport massa, dan tahanan ohmik yang dimiliki oleh sensor inti sendiri. Oleh karena itu ukuran elektroda yang kecil pada umumnya lebih menguntungkan dilihat dari faktor-faktor yang berpengaruh tersebut. Ukuran yang kecil dapat menekan jumlah sampel yang diperlukan dalam analisis. Selain itu ukuran sensor atau elektroda yang kecil juga akan mengakibatkanLaporan Penelitian 7

transport massa yang esien, kapasitas lapis difusi dan tahanan ohmik yang kecil. Gambar 3 dan Gambar 4 merupakan salah satu kongurasi biosensor yang telah digunakan dalam produk komersial.

Gambar 3: Salah satu kongurasi biosensor yang umum dibuat.

Gambar 4: Sensor komersial yang mampu mendeteksi lebih dari satu analit secara bersamaan.

Laporan Penelitian

8

Enzim Enzim merupakan suatu protein yang dapat mengkatalisis suatu reaksi kimia dalam makhluk hidup. Protein ini memiliki ukuran yang berada pada kisaran 62 residu asam amino hingga lebih dari 2500 residu asam amino. Sama seperti protein, enzim tersusun dari rantai lurus asam amino yag kemudian mengalami proses pelipatan membentuk suatu struktur tiga dimensi. Setiap urutan asam amino yang berbeda akan menghasilkan struktur yang unik dan akan memiliki sifat yang berbeda pula. Aktitas dari enzim akan sangat dipengaruhi struktur tiga dimensi yang dimilikinya. Ukuran enzim pada umumya jauh lebih besar daripada substrat yang akan diikatnya. Hanya sebagian kecil dari struktur tiga dimensi enzim yang terlibat secara langsung dalam reaksi katalisis yang terjadi. Daerah inilah yang dikenal sebagai sisi aktif enzim dan merupakan tempat terjadinya ikatan antara enzim dengan substrat. Sisi aktif ini memiliki ukuran yang berkisar hanya tiga sampai empat asam amino. Jauh lebih kecil dibandingkan ukuran enzim secara keseluruhan. Dalam suatu reaksi enzimatis, molekul reaktan disebut sebagai substrat yang dengan bantuan enzim akan diubah menjadi molekul yang berbeda yang disebut produk. Ketika reaksi berlangsung, molekul substrat akan berikatan dengan sisi aktif pada enzim. Sisi aktif ini merupakan daerah pada struktur tiga dimensi enzim yang menjadi tempat berlangsungnya proses katalisis. Setelah molekul substrat ini berikatan dengan enzim, maka suatu molekul kompleks teraktifkan enzim-substrat terbentuk. Pada tahap ini energi molekul berada pada tahap maksimum sehingga pada akhirnya kompleks ini akan terpecah menjadi molekul produk dan molekul enzim. Sisi aktif pada enzim kemudian akan menjadi tidak terisi sehingga dapat menerima molekul substrat yang lain. Reaksi ini termasuk ke dalam reaksi katilisis karena dapat dilihat bahwa pada tahap akhir reaksi, molekul enzim yang berfungsi sebagai katalis tidak dikonsumsi selama reaksi berlangsung, dengan kata lain, molekul enzim ini terbentuk kembali pada tahap akhir reaksi. Mekanisme ini dapat dengan jelas terlihat pada Gambar 5 dimana enzim ditandai dengan E, Substrat S, produk dengan simbol P, dan kompleks enzim-substrat dengan simbol ES.

Laporan Penelitian

9

Gambar 5: Mekanisme reaksi enzim.

Mekanisme di atas merupakan kinetika reaksi enzim yang dikemukakan oleh Michaelis-Menten. Dalam kinetika ini, reaksi enzim terjadi dalam dua tahap yang melibatkan pembentukan kompleks enzim-substrat yang bersifat reversibel dan tahap pembentukan produk. Hampir semua proses dalam sel biologis memerlukan bantuan enzim agar reaksi tersebut dapat berjalan dengan laju yang signikan pada temperatur sel makhluk hidup. Tanpa bantuan enzim, reaksi kimia tersebut dapat berjalan dengan sangat lambat atau bahkan tidak akan terjadi reaksi sama sekali. Enzim memiliki sifat yang sangat spesik terhadap molekul substrat tertentu. Sifat spesik ini diakibatkan oleh struktur tiga dimensi molekul enzim yang tertentu sehingga hanya mampu mengakomodasi substrat dengan bentuk yang spesik. Selain itu, spesisitas enzim juga dipengaruhi oleh interaksi muatan, interaksi hidrolik, dan interaksi hidrofobik yang terjadi antara sisi aktif enzim dengan substrat. Hal inilah yang menentukan jalur metabolisme yang terjadi dalam makhluk hidup. Enzim bekerja dengan cara menurunkan energi aktivasi dari suatu reaksi sehinggga reaksi dapat berjalan dengan lebih cepat. Enzim dapat mempercepat laju reaksi hingga orde jutaan kali lebih cepat dibandingkan dengan reaksi tanpa katalis. Enzim tidak diknsumsi dalam reaksi dan tidak mempengaruhi kesetimbangan reaksi yang berarti konsentrasi enzim tidak akan merubah arah reaksi kesetimbangan walaupun dalam keadaan yang ekstrim. Walaupun enzim pada dasarnya sama dengan katalis lainnya, perbedaan utama enzim dari katalis biasa adalah sifatnya yang jauh lebih spesik. Aktitas enzim dapat dipengaruhi oleh keberadaan molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang dapat menurunkan aktitas enzim sedangkan aktivator adalah molekul yang dapat meningkatkan aktivitas enzim. Aktitas enzim juga dipengaruhi oleh suhu, keasamaan, konsentrasi garam dalam larutan, dan konsentrasi substrat. Setiap jenis enzim memilikiLaporan Penelitian 10

temperatur, dan pH optimum yang berbeda-beda. Hal ini berkaitan erat dengan komposisi asam-asam amino yang menyusun enzim yang bersangkutan. Ketika enzim berada di luar pH dan temperatur optimumnya, maka aktitas enzim akan terganggu atau bahkan rusak karena adanya perubahan struktur tiga dimensi. Perubahan ini dapat terjadi karena struktur tiga dimensi enzim ini hanya ditopang oleh interaksi-interaksi lemah antara residu-residu asam aminonya. Interaksi ini antara lain adalah interaksi elektrostatik, gaya London, gaya Van der Waals, interaksi hidrolik, dan interaksi hidrofobik. Perubahan struktur tiga dimensi ini disebut sebagai proses denaturasi. Proses ini dapat terjadi secara reversibel maupun ireversibel tergantung pada jenis enzim yang bersangkutan. Dengan meningkatnya konsentrasi substrat, aktivitas enzim akan bertambah karena kemungkinan terbentuknya kompleks enzim-substrat menjadi semakin besar. Kenaikan ini akan terus terjadi seiring dengan bertambahnya konsentrasi substrat sampai pada suatu keadaan jenuh dimana jumlah enzim menjadi faktor pembatas. Pada keadaan ini, penambahan konsentrasi substrat sudah tidak memiliki pengaruh lagi terhadap laju reaksi. Proses yang terjadi dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Gambar 6: Enzim dalam keadaan jenuh.

Gambar 7: Kurva yang menggambarkan hubungan antara laju reaksi, konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat.

Laporan Penelitian

11

Energi aktivasi merupakan energi minimal yang dibutuhkan agar suatu reaksi kimia dapat terjadi. Agar suatu reaksi kimia dapat berjalan dengan laju yang cukup cepat untuk bisa diamati, maka dalam reaksi tersebut harus terdapat sejumlah molekul yang memiliki energi yang lebih tinggi daripada energi aktivasi. Agar reaksi kimia dapat terjadi dalam suatu proses tumbukan, molekul tersebut harus memiliki orientasi yang tepat dan memiliki sejumlah energi minimum tertentu. Ketika molekul semakin dekat, masing-masing awan elektron dari molekul akan tolak menolak satu sama lain. Energi diperlukan untuk mengatasi tolakan yang terjadi antar molekul yang saling berdekatan. Jika energi untuk mengatasi tolakan awan elektron terpenuhi, maka molekul akan dapat berada cukup dekat satu sama lain sehingga dapat terjadi interaksi yang menghasilkan suatu kongurasi ikatan kimia yang baru. Enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi dengan cara mengorientasikan molekul-molekul yang akan bereaksi ke arah yang tepat. Gambar 8 merupakan suatu kurva yang menunjukkan perbedaan antara energi aktivasi dari reaksi terkatalisa dengan reaksi kimia tanpa katalis. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa selisih energi bebas yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan transisi pada reaksi terkatalisa memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan reaksi tanpa katalis.

Gambar 8: Kordinat reaksi tanpa katalis dan reaksi terkatalisa.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, reaksi enzimatis melibatkan suatu proses pengikatan substrat ke dalam sisi aktif enzim. Terdapat dua mekanisme yang diusulkanLaporan Penelitian 12

untuk menjelaskan proses pengikatan substrat tersebut yaitu mekanisme Lock & Key yang dikemukakan oleh Emil Fischer pada tahun 1984, dan mekanisme Induced-Fit. Mekanisme yang terakhir dikemukakan pada tahun 1958 oleh Daniel Koshland. Pada mekanisme Lock & Key enzim dan substrat dpat dianggap sebagai suatu gembok dan kuncinya dimana kunci ini hanya akan pas dengan gembok tertentu. Jadi enzim dan substrat memiliki struktur geometrik tertentu yang saling komplemen satu sama lainnya. Model ini mampu menjelaskan sifat spesik dari suatu enzim namun tidak dapat menjelaskan tingkat kestabilan yang mampu dicapai oleh kompleks teraktifkan enzim-substrat. Mekanisme Induced-Fit merupakan modikasi dari mekanisme Lock & Key. Dalam mekanisme ikut dipertimbangkan struktur enzim yang relatif eksibel dimana bagian sisi aktif enzim dapat terus mengalami perubahan ketika mulai terjadi interaksi antara enzim dengan substrat. Jadi ketika substrat mulai mendekat, sisi aktif enzim mulai menyesuaikan diri dengan geometri dari substrat sehingga pada akhirnya kedua geometri molekul yang terlibat saling komplemen. Mekanisme ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9: Mekanisme induced-t pada enzim.

Molekul tertentu dapat menghambat atau menghilangkan aktitas enzim. Molekul yang memiliki sifat ini yang dikenal sebagai inhibitor. Inhibitor ini dapat mengganggu kerja enzim karena molekul ini juga dapat berinteraksi dengan molekul enzim sehingga sisi aktif enzim menjadi terhalangi atau menjadi berubah geometrinya sehingga tidak bisa dimasuki oleh molekul substrat. Jadi molekul inhibitor ini akan berkompetisi dengan molekul substrat sehingga jumlah molekul substrat yang berikatan dengan enzim untuk membentuk kompleks teraktifkan menjadi lebih sedikit atau tidak ada sama sekali.

Laporan Penelitian

13

Molekul kompleks yang terjadi antara enzim dengan substrat akan menghasilkan produk reaksi sedangkan molekul kompleks enzim dengan inhibitor tidak akan menghasilkan produk. Kemungkinan lain adalah kompleks enzim-inhibitor tersebut sangat stabil sehingga lama-kelamaan enzim tersebut habbis terkonsumsi dan fungsinya sebagai katalis menjadi rusak. Mekanisme inhibisi ini dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 10.

Gambar 10: Mekanisme inhibisi kompetitif yang terjadi pada enzim.

Metoda elektrokimia Reaksi elektrokimia merupakan suatu reaksi kimia yang diakibatkan oleh adanya perbedaan potensial atau ketika suatu beda potensial dihasilkan akibat adanya reaksi kimia. Proses elektrokimia pada dasarnya adalah suatu reaksi redoks dimana energi dihasilkan oleh reaksi yang spontan untuk menghasilkan arus listrik atau ketika adanya arus listrik dapat menstimulasi terjadinya reaksi kimia. Dalam reaksi redoks terjadi suatu perubahan bilangan oksidasi dari atom atau ion akibat terjadinya transfer elektron. Metoda amperometri yang digunakan merupakan suatu metoda analitik yang memanfaatkan potensial reduksi dari suatu reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi pada spesi analit. Reaksi oksidasi-reduksi ini akan menghasilkan atau menangkap elektron. Proses penangkapan atau pelepasan elektron ini akan menghasilkan arus dengan besar

Laporan Penelitian

14

tertentu yang dapat diukur. Besarnya arus yang dihasilkan ini akan sebanding dengan konsentrasi analit yang diukur. Setiap senyawa akan memiliki potensial reduksi tertentu. Metoda amperometri menggunakan potensial tetap yang merupakan potensial reduksi dari senyawa analit. Analisis dilakukan terhadap respon arus yang dihasilkan terhadap konsentrasi analit yang ada dalam sampel. Hal ini dilakukan terhadap konsentrasi analit yang diketahui dengan pasti dengan tujuan untuk mengkarakterisasi respon dari sensor yang dibuat. Kongurasi tiga elektroda digunakan untuk meminimalkan kesalahan yang diakibatkan oleh adanya lapisan produk reaksi yang ada pada elektroda. Lapisan ini akan mengakibatkan adanya hambatan tambahan pada sel elektrokimia. Idealnya, elektroda referensi dan elektroda kerja dibuat sedekat mungkin agar diperoleh hasil pengukuran dengan hambatan sel yang minimal. Jarak terdekat dari kedua elektroda ini akan dibatasi oleh lapisan produk yang terjadi, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Jika jarak kedua elektroda ini menjadi terlalu dekat, maka akan terjadi suatu gangguan yang diakibatkan spesi produk yang menempel pada elektroda. Elektroda ketiga digunakan untuk mengatasi permasalahan jarak elektroda tersebut. Elektroda ketiga ini akan berfungsi sebagai counter electrode yang akan memberikan suatu jalur alternatif untuk mengalirkan elektron yang dihasilkan dari sel elektrokimia. Dengan demikian, pada reference electrode tidak akan terbentuk lapisan produk reaksi. Hal ini dapat mengeliminasi batasan jarak working electrode dan reference electrode sehingga pengukuran dapat dilakukan dengan hambatan sel yang minimal. Kongurasi ketiga elektroda yang digunakan dalam suatu sel elektrokimia dapat dilihat pada Gambar 11.

Laporan Penelitian

15

Gambar 11: Kongurasi elektroda dalam suatu sel elektrokimia.

Permasalahan lain dalam metoda amperometri adalah overpotential yang dibutuhkan relatif besar untuk mengatasi besarnya energi aktivasi yang perlu diatasi. Hal ini tidak menguntungkan secara elektrokimia karena dapat berinterferensi dengan potensial reduksi dari senyawa pengganggu. Senyawa pengganggu ini dapat berupa asam askorbat dan asam urea dalam aplikasi untuk deteksi analit dalam sampel darah. Senyawasenyawa ini merupakan senyawa yang secara umum ada dalam darah. Tabel 2 merupakan komposisi senyawa-senyawa yang ada dalam darah.

Laporan Penelitian

16

Tabel 2: Komposisi senyawa-senyawa yang ada dalam darah.

III. Metoda PenelitianPembuatan pasta karbon Pasta karbon dibuat untuk proses penyablonan di atas elektroda perak. Lapisan karbon ini akan menjadi landasan bagi enzim yang akan digunakan dalam proses imobilisasi. Pasta karbon dibuat dengan komposisi 0,6 g Hydroxyethylcellulose (HEC) ((3% w/w) (Merck)), 3 g serbuk Graphite ((15% w/w)(Merck)), 20 ml air aquadest, dan 0,075 g 7,7,8,8-tetracyanoquino-dimethane (TCNQ).

Laporan Penelitian

17

HEC sebanyak 0,6 g dilarutkan dalam 20 ml air aquadest dengan menggunakan stirer. Pengadukan dilakukan hingga larutan homogen. Setelah itu, 3 g serbuk grat dicampurkan ke dalam larutan dengan kondisi stirer masih menyala. Lama kelamaan larutan akan mulai mengental. Pada keadaan ini, 0,075 g TCNQ ditambahkan sambil terus dilakukan pengadukan hingga terbentuk pasta. Proses pelarutan dilakukan pada temperatur ruangan tanpa pemanasan. Pasta yang telah terbentuk disimpan dalam lemari pendingin agar tidak terjadi pengerasan.

Desain layout elektroda Kongurasi dan bentuk elektroda akan memiliki pengaruh terhadap respon dari sensor yang dihasilkan. Hal ini berkaitan erat dengan adanya perbedaan luas permukaan elektroda pada tiap-tiap desain yang dibuat. Secara teoritis luas permukaan elektroda akan sebanding dengan sinyal analitik yang dihasilkan karena dengan bertambahnya luas permukaan, maka tempat terjadinya reaksi akan menjadi semakin banyak. Hal ini akan berdampak langsung pada besarnya produk reaksi yang dihasilkan dan akan sebanding dengan besar arus yang dihasilkan oleh sel elektrokimia dalam sistem biosensor tersebut. Selain daripada faktor luas, besar arus juga akan dipengaruhi oleh faktor lain seperti charge transfer, adsorption, chemical kinetics, diffussion, convection, dan mass transport. Desain layout dibuat dengan bantuan software komputer Corel Draw 12. Desain yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 12. Dalam satu lembar substrat alumina yang berukuran 5 x 5 cm dibuat 6 desain yang berbeda agar dapat dilakukan perbandingan secara eksperimen. Selain itu dibuat juga desain yang didasarkan pada salah satu sensor komersial seperti yang terlihat pada Gambar 13 dan Gambar 14. Hal ini dilakukan sebagai pembanding dalam karakterisasi sensor yang dilakukan. Dengan demikian jika terdapat perbedaan pada sinyal hasil pengukuran hanya akan diakibatkan oleh variabelvariabel selain desain dan ukuran elektroda yaitu, konsentrasi enzim, metoda imobilisasi yang digunakan, desain masker, dan respon enzim yang digunakan.

Laporan Penelitian

18

Gambar 12: Desain elektroda dengan kongurasi yang berbeda dalam satu substrat.

Gambar 13: Desain elektroda pada salah satu sensor komersial tanpa masker.

Gambar 14: Desain elektroda dengan masker pada salah satu sensor komersial.

Pembuatan screen dan masker Screen dan masker dibuat untuk reference electrode, dan working electrode dan counter electrode yang disatukan. Selain itu diperlukan pula masker untuk insulator elektroda. Sensor kolesterol dan glukosa ini akan memiliki tambahan lapisan biocomponent yang merupakan lapisan enzim terimobilisasi yang spesik terhadap analit tertentu. Dalam hal ini adalah glucose oxidase pada sensor glukosa, sedangkan pada sensor kolesterol enzim yang terlibat adalah cholesterol esterase dan cholesterol oxidase.Laporan Penelitian 19

Desain layout yang telah dibuat diproses secara photolitography sehingga dihasilkan lm dengan desain yang dibuat. Film ini akan ditempelkan pada screen dengan ukuran mesh yang disesuaikan dengan ukuran partikel pada pasta yang akan digunakan, yang dalam hal ini adalah pasta perak dan pasta karbon. Screen disiapkan terlebih dahulu melalui proses pencucian dengan Ulano 23 dengan tujuan untuk menghilangkan lemak dan pengotor lainnya sehingga proses penempelan emulsi menjadi lebih mudah. Ukuran mesh yang digunakan adalah 400 dengan Ulano 133 sebagai screen mask. Proses selanjutnya merupakan proses fabrikasi thick lm yang secara umum dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu pencetakan (printing), pengeringan (drying), dan pembakaran (ring).

Pembuatan reference electrode Reference electrode berguna sebagai acuan dalam menentukan nilai potensial relatif dari working electrode. Untuk keperluan biosensor ini digunakan elektroda Ag/AgCl. Jenis ini merupakan salah satu alternatif jenis elektroda yang umum digunakan sebagai acuan selain dari elektroda hidrogen dan elektroda kalomel. Ag/AgCl dipilih karena proses pembuatan dan penganannya yang jauh lebih mudah dan lebih murah dibandingkan jenis acuan lainnya. Selain itu, elektroda ini memiliki kemungkinan untuk diproduksi secara massal dengan mudah melalui proses thick lm. Elektroda Ag/AgCl juga memiliki kelebihan dari segi rentang temperatur operasional yang lebar. Elektroda Ag/AgCl dibuat dengan menggunakan metoda eletroplating. Elektroda perak yang dibuat melalui proses thic lm sebelumnya dilapisi klorida dengan menggunakan larutan KCl 0,1 M. Proses electroplating dilakukan pada tegangan 2,52 V sampai tercapai arus terukur mendekati nol yang menandakan bahwa lapisan yang terdeposisi pada elektroda perak sudah cukup tebal.

Isolasi enzim Enzim cholesterol esterase yang digunakan dapat diisolasi dari mikroorganisme P. eroginosa yang diambil dari tanah. Mikroorganisme lain yang memiliki enzim ini antara lain Pseudomonas uorosens, Staphylococcus aireus, Fusarium oxysporum, dan

Laporan Penelitian

20

Saccharomyces. Tahap pembuatan dan pemurnian enzim ini diawali dengan tahap kultivasi mikroorganisme di dalam labu 500 ml yang berisi 150 ml medium pertumbuhan yang mengandung 2% peptone, 1% bonito meat extract, dan 0,1% NaCl pada pH 7,0. Proses ini disertai pengadukan pada 26C. Medium kultur tersebut kemudain disentrifugasi selama 20 menit pada 8000 x g. Ke dalam supernatan kemudian ditambahkan garam amonium sulfat hingga tercapai 70% saturasi. Presipitat yang dihasilkan kemudian diltrasi. Endapan enzim yang masih kasar kemudian dilarutkan dalam air lalu dimurnikan dengan metoda gel ltration dengan kolom Superdex 200. Protein dielusi dengan menggunakan 50 mM fosfat pH 7,0 yang mengandung 150 mM NaCl dengan laju alir 0,5 ml/menit. Fraksi yang diperoleh kemudian ditampung dan dijenuhkan dengan menggunakan membran ultraltrasi yang memiliki molecular cutoff sebesar 10 kDa. Seluruh proses diatas dilakukan pada suhu 15C. Larutan enzim kemudian diolah dengan 1% Igepal CA-630 selama 1 jam pada 30C lalu dilakukan kromtogra ulang dengan kolom gel ltration. Fraksi yang diperoleh kemudian didialisis terhadap larutan 1mM fosfat pH 7,0 lalu ditempatkan pada kolom Mono Q yang disetimbangkan dengan buffer yang sama. Protein dielusi dengan gradien linear dari 0600mM NaCl dalam 1mM fosfat, pH 7,0, dengan laju alir 0,5 ml/menit. Fraksi kemudain ditampung, dijenuhkan, dan didialisis terhadap air bebas ion.

Imobilisasi enzim Enzim diimobilisasi pada permukaan elektroda yang kemudian dilapisi oleh membran. Membran ini berfungsi untuk menstabilkan kongurasi elektroda dan juga untuk mencegah kemungkinan masuknya senyawa pengganggu yang juga dapat bereaksi dengan enzim. Elektroda ini ditempatkan dalam larutan analit yang kemudian akan berdifusi melewati membran menuju lapisan enzim. Metoda imobilisasi yang digunakan adalah pembentukan ikatan silang atau crosslingking oleh uap glutaraldehid. Senyawa ini akan membentuk suatu lapisan atau matriks tertentu dimana di dalamnya molekul enzim yang dioleskan pada permukaan elektroda akan terjebak dalam struktur ikatan silang yang terjadi. Proses ini dilakukan dengan menempatkan sensor yang telah dilapisi enzim diatas uap glutaraldehid selama 15 menit hingga permukaan working electrode menjadi kering.

Laporan Penelitian

21

Karakterisasi sensor Karakterisasi sensor dilakukan dengan mengamati respon arus yang dihasilkan oleh sensor ketika terjadi perubahan konsentrasi larutan analit yang dalam hal ini adalah larutan glukosa. Untuk keperluan ini digunakan suatu AVO meter dengan akurasi hingga orde A yang kemudian dihubungkan dengan komputer melalui koneksi RS 232 sehingga perubahan arus yang terjadi dapat dimonitor secara terus menerus. Data ini kemudian dapat direpresentasikan dalam bentuk kurva arus terhadap waktu pengukuran. Larutan kolesterol dibuat dengan mengencerkan larutan glukosa (45% (w/w)) dengan menggunakan pelarut buffer phosphat saline 0,5 M. Base line dinolkan pada 20 ml larutan buffer yang belum ditambahkan larutan glukosa. Untuk seterusnya arus dimonitor pada tiap penambahan 4 L. Pengadukan dilakukan secara konstan dengan menggunakan pengaduk magnetik.

IV. Hasil dan PembahasanPrinsip pengukuran dengan biosensor Amperometri merupakan suatu metoda elektroanalitik yang menggunakan potensial tetap pada suatu elektroda, yang kemudian akan mengelektrolisis suatu senyawa elektroaktif dalam larutan. Suatu potensial diterapkan pada elektroda kerja yang nilainya konstan terhadap elektroda referensi yang berfungsi sebagai potensial acuan. Pengamatan dilakukan terhadap nilai arus yang mengalir diantara elektroda kerja dan elektroda counter. Arus akan mengalir jika di dalam larutan terdapat senyawa elektroaktif. Besar arus yang mengalir akan sebanding dengan konsentrasi dari senyawa elektroaktif yang bersangkutan jika diasumsikan faktor-faktor lain yang berpengaruh seperti luas area, koesien difusi dan variabel yang digunakan dalam persamaan dianggap tetap. Pada sensor glukosa, glukosa yang menjadi analit akan dikonversi menjadi glukonolakton oleh enzim glukosa oksidase yang kemudian akan dihidrolisis menjadi asam glukonat. Proses diatas akan menyebabkan oksigen yang ada dalam larutan tereduksi menjadi hidrogen peroksida. Tahapan reaksi yang terjadi dalam permukaan elektroda dapat dilihat pada Gambar 15.

Laporan Penelitian

22

Gambar 15: Skema reaksi yang terjadi pada sensor glukosa.

Arus yang terukur oleh detektor amperometrik akan berhubungan langsung dengan konsentrasi hidrogen peroksida yang ada dalam larutan. Konsentrasi hidrogen peroksida ini akan sama dengan konsentrasi glukosa karena terdapat hubungan stoikiometrik antara jumlah glukosa yang dikonversi menjadi asam glukonat dengan jumlah oksigen yang dikonversi menjadi hidrogen peroksida. Hal ini mengakibatkan jumlah glukosa yang dikonversi akan sebanding dengan jumlah hidrogen peroksida yang dihasilkan. Hasil pengukuran ini juga akan menjadi indikator dari aktitas enzim glukosa oksidase. Skema pengukuran pada sistem biosensor ini dapat dilihat pada Gambar 16.

Laporan Penelitian

23

Gambar 16: Skema pengukuran pada sensor glukosa beserta tahapan reaksi yang terjadi.

Sensor kolesterol memiliki prinsip pengukuran yang sama dengan sensor glukosa. Perbedaan yang ada hanya terletak pada enzim yang digunakan yakni cholesterol oxidase dan cholesterol esterase. Dalam sensor kolesterol ini digunakan dua jenis enzim yang berbeda karena perlu dipertimbangkan juga keberadaan senyawa ester kolesterol dalam darah yang pada akhirnya juga akan dikonversi menjadi kolesterol dalam tubuh. Pengukuran perlu dilakukan terhadap turunan kolesterol tersebut sehingga total kandungan kolesterol dalam darah dapat ditentukan. Reaksi yang terlibat dalam sensorini dapat dilihat pada Gambar 17.

Laporan Penelitian

24

Gambar 17: Tahapan reaksi yang terjadi dalam sensor kolesterol.

Fungsi dari enzim cholesterol esterase ini adalah untuk mengubah senyawa ester kolesterol dalam darah menjadi senyawa kolesterol yang kemudian oleh enzim cholesterol oxidase akan dioksidasi sehingga menghasilkan produk samping hidrogen peroksida yang dapat diukur dengan metoda amperometri. Skema tahapan reaksi yang terjadi pada permukaan elektroda sensor kolesterol dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18: Skema reaksi yang terjadi dalam suatu sensor kolesterol.

Penetapan potensial elektroda Agar sensor ini dapat bekerja, aktivitas enzim yang terjadi harus mampu diubah menjadi sinyal analitik. Untuk tujuan ini, pengukuran didasarkan pada konsentrasi hidrogen proksida yang ada dalam larutan. Hal ini dilakukan karena konsentrasi hidrogen peroksida dapat ditentukan secara elektrokimia. Penentuan konsentrasi hidrogen peroksida memerlukan beda potensial antara +0,5 V - +0,6 V terhadap reference electrode Ag/AgCl. Daerah potensial ini sangat rentan terhadap interferensi yang diakibatkan oleh senyawa asam askorbat dan asam urea.Laporan Penelitian 25

Pengaruh senyawa interferen ini dapat dilihat dengan melakukan pengukuran terhadap larutan analit yang telah diketahui konsentrasinya dengan penambahan sejumlah tertentu molekul interferen. Data hasil pengukuran kemudian dapat dibandingkan dengan data pengukuran untuk analit yang tidak mengandung molekul interferen. Tahap selanjutnya adalah dengan mengubah potensial working electrode dan melakukan pengukuran ulang terhadap larutan analit yang mengadung senyawa interferen dalam konsntrasi dan komposisi yang tetap. Hal ini dilakukan sampai diperoleh nilai potensial dengan perbedaan data pengukuran yang paling kecil antara data pengukuran analit yang mengandung senyawa interferen dengan data pengukuran analit tanpa interferen. Metoda lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan metoda voltametri siklik dimana pada metoda ini, potensial akan divariasikan dan arus yang dihasilkan dimonitor. Kurva voltamogram yang dihasilkan akan menunjukkan puncak-puncak potensial yang memiliki nilai arus maksimum untuk senyawa yang diukur. Dengan membandingkan puncak antara analit dan interferen maka dapat ditentukan daerah potensial pada voltamogram analit dimana tidak ada sinyal atau sedikit puncak dari senyawa interferen.

Data pengukuran Pengukuran dilakukan terhadap perubahan arus yang terjadi ketika sensor dicelupkan ke dalam larutan analit. Hasil pengukuran berupa suatu kurva arus terhadap waktu pengukuran. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya kenaikan yang sebanding dengan konsentrasi glukosa yang ada dalam larutan. Data arus ini kemudian diplotkan terhadap konsentrasi glukosa dalam larutan sehingga dapat ditentukan daerah linear pada kurva tersebut. Daerah linear ini akan merupakan rentang deteksi dari sensor glukosa yang telah dibuat. Jadi, untuk sampel dengan konsentrasi diluar daerah linear tersebut perlu dilakukan pengenceran agar diperoleh hasil yang akurat dengan menggunakan sensor tersebut. Pada kurva pengukuran arus terhadap waktu, terdapat daerah yang konstan ketika konsentrasi glukosa dinaikkan hingga batas tertentu. Hal ini merupakan daerah steady state dari enzim. Pada keadaan ini enzim telah menjadi jenuh oleh molekul substrat sehingga penambahan konsentrasi glukosa yang lebih tinggi tidak akan mempengaruhi aktivitas enzim. Perilaku yang serupa juga akan dapat diamati pada sensor kolesterolLaporan Penelitian 26

karena menggunakan prinsip pengukuran dan mekanisme reaksi enzim dengan produk samping yang sama yaitu hidrogen peroksida. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya arus negatif atau arus dengan arah berlawanan ketika sensor pertama kali kontak dengan larutan. Arus ini kemungkinan besar diakibatkan oleh adanya aktivitas elektrolit pada larutan buffer phospate saline yang digunakan sebagai pelarut. Pengadukan dilakukan untuk menstabilkan tebal lapis difusi pada permukaan elektroda sehingga transport elektron yang terjadi pada permukaan elektroda dapat berjalan konstan selama pengukuran. Lapis difusi ini terkadi akibat adannya gradien konsentrasi yang terjadi pada adanya reaksi di permukaan elektroda. Jika didiamkan, tebal gradian konsentrasi ini akan semakin besar sehingga dapat menghambat proses transport elektron ke permukaan elektroda. Pengadukan akan mencegah penambahan tebal gradien konsentrasi selama waktu pengukuran.

Laporan Penelitian

27

V. Kesimpulan dan SaranSensor kolesterol dan sensor glukosa telah berhasil dibuat dengan menggunakan metoda seperti yang dijelaskan pada bab Metoda Penelitian. Walaupun demikian, hasil karakterisasi yang telah dilakukan belum menunjukkan hasil yang maksimal sebagai akibat dari faktor-faktor yang telah dijelaskan pada bab Hasil dan Pembahasan. Optimasi masih perlu dilakukan terhadap desain sensor dan metoda pengukuran yang digunakan dalam mengkarakterisasi respon dari sensor yang telah dibuat. Hal ini perlu dilakukan untuk meminimalkan gangguan eksternal dari senyawa pengganggu maupun dari kondisi pengukuran agar dihasilkan data yang akurat dan konsisten dengan hasil yang diperkirakan secara teoritis. Pengujian lebih jauh perlu dilakukan terhadap pengaruh adanya asam glukonat dan asam urea yang akan direduksi pada daerah potensial yang sama dengan hidrogen peroksida. Hal ini dilakukan guna mendapatkan potensial yang paling tepat untuk pengukuran hidrogen peroksida sehingga interferensi akibat kedua senyawa tersebut dapat diminimalkan.

Laporan Penelitian

28

VI. Daftar PustakaHarvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry. Boston: McGraw-Hill Higher Education. Schultz, Jerome S.. Encyclopedia of Physical Science and Technology 3rd Edition: Biotechnology, Microanalytical Assays. Borem, Aluzio, Fabricio R. Santos, David E. Bowen. 2003. Understanding Biotechnology. USA: Prentice Hall. Mathew, Christopher K., K. E. Van Holde. 1996. Biochemistry, 2nd edition. United States of America: The Benjamin / Cummings Publishing Company Inc. Hart, Harold, Leslie E. Craine, David J. Hart. 2003. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga. Bott, Adrian W.. 1998. Current Separations, Edition 17 Volume 1. Electrochemical Methods for the Determination of Glucose. Lodish, H. 2003. Molecular Cell Biology. Boston: McGraw-Hill. Singh, Suman, Asha C., B. D. Malhotra. 2004. Amperometric Cholesterol Biosensor Based on Immobilized Cholesterol Esterase and Cholesterol Oxidase on Conducting Polypyrrole Films. Analytica Chemica Acta Vol. 502. Sugihara, Akio, Yuji Shimada, etc. 2002. Purication and Characterization of a Novel Cholesterol Esterase from Pseudomonas aeroginosa, with Its Application to Cleaning Lipid-stained Contact Lenses. Bioscience, Biotechnology, Biochemistry Vol. 66.

Laporan Penelitian

29