implikasi pembatalan uu koperasi

7
IMPLIKASI PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN TERHADAP BADAN HUKUM KOPERASI YANG TELAH TERBENTUK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TERSEBUT A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang diundangkan pada tanggal 30 Oktober 2012 banyak menuai reaksi negatif. Hal ini dikarenakan undang- undang ini memuat pasal-pasal yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, antara lain 1 dalam Pasal 1 angka 1, pengertian “orang perseorangan” mengarah kepada individualisme, adanya kewenangan pengawas yang terlalu luas, yaitu menerima dan menolak anggota baru serta memberhentikan anggota, memberhentikan pengurus untuk sementara waktu, pengutus koperasi dipilih dari orang perseorangan, baik anggota maupun non anggota, modal koperasi terdiri dari setoran pokok dan sertipikat modal koperasi sebagai modal awal, dsb. Berdasarkan fakta tersebut di atas, beberapa koperasi mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi yang dimohonkan oleh Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Propinsi Jawa Timur, Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD) Jawa Timur, Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur 1 Abadi Riyantini, “Implikasi Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 028/PUU-XI/2013 Tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian Terhadap Akta Pendirian Koperasi”, 2015, Program Pascasarjana Magister Hukum Universitas Lampung. 1

Upload: eka-rachmawati

Post on 14-Feb-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

implikasi atas pembatalan UU Koperasi

TRANSCRIPT

Page 1: Implikasi Pembatalan UU Koperasi

IMPLIKASI PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012

TENTANG PERKOPERASIAN TERHADAP BADAN HUKUM KOPERASI YANG

TELAH TERBENTUK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TERSEBUT

A. LATAR BELAKANG

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang diundangkan

pada tanggal 30 Oktober 2012 banyak menuai reaksi negatif. Hal ini dikarenakan undang-

undang ini memuat pasal-pasal yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara

RI Tahun 1945, antara lain1 dalam Pasal 1 angka 1, pengertian “orang perseorangan”

mengarah kepada individualisme, adanya kewenangan pengawas yang terlalu luas, yaitu

menerima dan menolak anggota baru serta memberhentikan anggota, memberhentikan

pengurus untuk sementara waktu, pengutus koperasi dipilih dari orang perseorangan, baik

anggota maupun non anggota, modal koperasi terdiri dari setoran pokok dan sertipikat

modal koperasi sebagai modal awal, dsb.

Berdasarkan fakta tersebut di atas, beberapa koperasi mengajukan permohonan

uji materi ke Mahkamah Konstitusi yang dimohonkan oleh Gabungan Koperasi Pegawai

Republik Indonesia (GKPRI) Propinsi Jawa Timur, Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD)

Jawa Timur, Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati), Pusat Koperasi An-nisa’

Jawa Timur, dan beberapa koperasi lainnya2.

Pada tanggal 29 Mei 2013, Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dengan Putusan Nomor : 28/PUU-XI/2013.

Hal tersebut karena dianggap UU Perkoperasian bertentangan dengan UUD Negara RI

Tahun 1945, sehingga UU ini dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum tetap,

sementara UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian berlaku lagi untuk sementara

waktu sampai dengan terbentuknya Undang-Undang Koperasi yang baru3.

Dalam pertimbangannya, Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa

filosofis dalam UU Perkoperasian ternyata tidak sesuai dengan hakikat susunan

1 Abadi Riyantini, “Implikasi Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 028/PUU-XI/2013 Tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian Terhadap Akta Pendirian Koperasi”, 2015, Program Pascasarjana Magister Hukum Universitas Lampung.2 Ibid.3 Ibid.

1

Page 2: Implikasi Pembatalan UU Koperasi

perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan yang termuat

dalam Pasal 33 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945. Pengertian Koperasi ternyata telah

dielaborasi dalam pasal-pasal lain dalam UU Perkoperasian ini, sehingga di satu sisi

mereduksi atau bahkan menegaskan hak dan kewajiban anggota dengan menjadikan

kewenangan pengawas terlalu luas. Dari segi permodalan, lebih mengutamakan skema

permodalan material dan finansial serta mengesampingkan modal sosial yang menjadi ciri

fundamental koperasi sebagai suatu entitas khas pelaku ekonomi berdasarkan UUD

Negara RI Tahun 1945. Pada sisi lain, koperasi menjadi sama dan tidak berbeda dengan

Perseroan Terbatas dan kehilangan ruh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi

khas bagi bangsa yang berfilosofi gotong-royong4.

Permasalahannya, telah banyak koperasi terbentuk berdasarkan UU

Perkoperasian atau yang merubah anggaran dasarnya sesuai dengan ketentuan dalam UU

Perkoperasian tersebut. Setelah dinyatakan tidak lagi berlaku dan tidak mempunyai

kekuatan hukum tetap, bagaimana nasib koperasi-koperasi tersebut?

B. UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 BERTENTANGAN DENGAN

KONSTITUSI

Menurut Mahkamah Konstitusi, membatasi jenis kegiatan usaha koperasi hanya

empat jenis telah memasung kreativitas koperasi untuk menentukan sendiri jenis kegiatan

usaha. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan

ekonomi, berkembang pula jenis kegiatan usaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomis

manusia. Ketentuan tersebut tidak sesuai dengan aspek empirik dari kegiatan usaha

koperasi yang telah berjalan. Artinya, dengan ketentuan tersebut koperasi harus menutup

kegiatan usaha yang lain dan harus memilih satu jenis saja kegiatan usahanya5. Menurut

Mahkamah, membatasi jenis usaha koperasi dengan menentukan satu jenis usaha

koperasi (single purpose cooperative) bertentangan dengan hakikat koperasi sebagai

suatu organisasi kolektif dengan tujuan memenuhi keperluan hidup untuk mencapai

kesejahteraan anggota. Selain itu, filosofi UU Perkoperasian ternyata tidak sesuai dengan

hakikat susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas

4 Ibid.5 “MK : Seluruh Isi UU Koperasi Bertentangan dengan UUD 1945”, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Beritas&id=9938, diakses pada tanggal 2 Mei 2015.

2

Page 3: Implikasi Pembatalan UU Koperasi

kekeluargaan yang termuat dalam Pasal 33 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945. Di sisi

lain, koperasi menjadi sama dan tidak berbeda dengan PT, sehingga hal demikian telah

menjadikan koperasi kehilangan ruh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi

khas bagi bangsa yang berfilosofi gotong-royong6.

C. AKIBAT DIBATALKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012

TERHADAP BADAN HUKUM KOPERASI YANG TELAH TERBENTUK

Untuk memberikan kepastian hukum terhadap koperasi yang telah terbentuk

berdasarkan UU Perkoperasian yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka

Kementerian Koperasi dan UMKM mengeluarkan Surat Edaran Pembatalan UU Nomor

17 Tahun 2012, yang intinya berisi sebagai berikut :

1. Koperasi yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012

tentang Perkoperasian, tetap sah secara hukum karena UU tersebut pernah

berlaku sebagai hukum positif, namun harus menyesuaikan kembali

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sesuai dengan UU Nomor

25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Peraturan Pelaksananya.

2. Pendirian Koperasi setelah Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Uji

Materil UU Nomor 17 Tahun 2012, dilakukan dan dilaksanakan sesuai

dengan UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Bagi koperasi yang didirikan dan telah melakukan perubahan Anggaran Dasar

berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, maka :

1. Karena UU tersebut tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka

koperasi harus melakukan perubahan Anggaran Dasar secara menyeluruh

sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

2. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud di atas harus dimintakan

pengesahan kepada pemerintah sepanjang terkait dengan penggabungan,

peleburan, dan perubahan kegiatan usaha.

3. Perubahan Anggaran Dasar tersebut harus diputuskan dalam Rapat Anggota.

4. Penyesuaian/konversi ekuitas dari setoran pokok dan sertifikat modal koperasi

berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian ke simpanan

pokok dan simpanan wajib berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang

Perkoperasian tidak boleh mengurangi ekuitas.6 Ibid.

3

Page 4: Implikasi Pembatalan UU Koperasi

Selain berdampak pada perubahan Anggaran Dasar, pembatalan UU ini juga

berdampak pada pengawasan koperasi. Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan

Pinjam kemungkinan akan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena pada UU

Nomor 25 Tahun 1992 tidak mengamanatkan pendirian lembaga pengawas khusus bagi

KSP dan USP, sementara pada Pasal 1 angka 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah diatur “Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga

yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana

Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya”. Dalam beberapa

kesempatan, OJK menyatakan bahwa lembaga keuangan lainnya itu termasuk KSP7.

7 “Akibat Pembatalan UU 17/2012 Terhadap Pengawasan Koperasi”, http://www.insisi.com/2014/06/akibat-pembatalan-uu-koperasi.html, diakses pada tanggal 1 Mei 2015.

4

Page 5: Implikasi Pembatalan UU Koperasi

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian

Surat Edaran Kementerian Koperasi dan UMKM tentang Pembatalan UU Nomor 17 Tahun

2012

Riyantini,Abadi. 2015. “Implikasi Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

028/PUU-XI/2013 Tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012

Tentang Perkoperasian Terhadap Akta Pendirian Koperasi”. Program Pascasarjana

Magister Hukum Universitas Lampung

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id

http://www.insisi.com

5