implikasi kinerja karyawan lembaga pendidikan …

32
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 17 IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN XYZ BERDASARKAN JOB STRESSOR DAN KONFLIK KERJA Oleh : Nurul Giswi Karomah Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450 Telp. 021 31904598 Fax. 021 - 31904599 Email : [email protected] ABSTRACT Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Job Stressor terhadap kinerja karyawan di Lembaga pendidikan XYZ, mengetahui seberapa besar pengaruh konflik kerja terhadap kinerja karyawan di Lembgaa Pendidikan XYZ, dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh job stressor dan konflik kerja secara bersama-sama terhadap kinerja Karyawan. Penelitian ini menggnunakan metode survei dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 60 orang. Penelitian dilakukan pada bulan Maret dampai dengan April 2014. Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif berdasarkan opini responden dari instrument penelitian berupa kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer dengan penggunaan program SPPS 17.0 for windows program. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan negatif dari job stressor dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun secara bersama-sama (stimultan). Kata Kunci : Job Stressor, Konflik Kerja, Kinerja ABSTRACT Analysis of the effect of Job Stressor and Work conflict on employee performance in PTS XYZ Jakarta. The study was conducted to determine how much influence the job stressors on Employee performance in PTS XYZ, and determine how much influence the job stressor and conflict working together on employee performance in PTS XYZ, Jakarta. This study used a survey method using questionnaires as a research instrument. The population in this study were 60 employee PTS XYZ in Jakarta and sampled in this study as many as 60 people. This research conducted in March to April 2014. Data analysis technique used is descriptive analysis technique based on the opinions of respondents of the research instrument in the form of questionnaire.

Upload: others

Post on 15-Nov-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

17

IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA

PENDIDIKAN XYZ BERDASARKAN JOB STRESSOR DAN

KONFLIK KERJA

Oleh :

Nurul Giswi Karomah

Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta

Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450

Telp. 021 – 31904598 Fax. 021 - 31904599

Email : [email protected]

ABSTRACT

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Job

Stressor terhadap kinerja karyawan di Lembaga pendidikan XYZ, mengetahui

seberapa besar pengaruh konflik kerja terhadap kinerja karyawan di Lembgaa

Pendidikan XYZ, dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh job stressor dan

konflik kerja secara bersama-sama terhadap kinerja Karyawan. Penelitian ini

menggnunakan metode survei dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen

penelitian. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 60 orang. Penelitian dilakukan

pada bulan Maret dampai dengan April 2014. Teknik analisa data yang digunakan

adalah teknik analisa deskriptif berdasarkan opini responden dari instrument

penelitian berupa kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan

bantuan komputer dengan penggunaan program SPPS 17.0 for windows program.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan negatif dari job

stressor dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun

secara bersama-sama (stimultan). Kata Kunci : Job Stressor, Konflik Kerja, Kinerja

ABSTRACT

Analysis of the effect of Job Stressor and Work conflict on employee

performance in PTS XYZ Jakarta. The study was conducted to determine how

much influence the job stressors on Employee performance in PTS XYZ, and

determine how much influence the job stressor and conflict working together on

employee performance in PTS XYZ, Jakarta. This study used a survey method

using questionnaires as a research instrument. The population in this study were

60 employee PTS XYZ in Jakarta and sampled in this study as many as 60 people.

This research conducted in March to April 2014.

Data analysis technique used is descriptive analysis technique based on the

opinions of respondents of the research instrument in the form of questionnaire.

Page 2: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

18

Hypothesis testing is using a computer with the use of SPSS 17.0 windows

program. The result showed there were significant negative effect of job stressor

and work conflict on employee performance either partially or jointly

(stimulatory).

Key word : Job Stressor, Work Conflict, Performance

PENDAHULUAN

Karyawan dalam organisasi

sangat penting yang mana dapat

dikatakan sebagai asset di dalam

suatu perusahaan. Kinerja karyawan

yang baik, tentu dapat meingkatkan

produktifitas perusahaan tersebut.

Setiap perusahaan atau organisasi

dituntut untuk dapat menggunakan

sumber daya yang dimiliki

seoptimal mungkin, dalam arti

perusahaan harus dapat

menciptakan keunggulan

kompetitif, sehingga diharapkan

dapat menghadapi para pesaingnya.

Suatu organisasi atau perusahaan

yang memiliki karyawan dengan

kinerja yang baik maka besar

kemungkinan kinerja organisasi atau

perusahaan tersebut juga baik.

Sehingga dalam hal ini terdapat

hubungan yang sangat erat antara

kinerja individu (karyawan) dengan

kinerja organisasi atau

perusahaan,hal ini juga berlaku bagi

karyawan di Lembaga Pendidikan

XYZ , Jakarta.

Namun, pada satu tahun

terakhir ini, kinerja karyawan yang

ada di Lembaga Pendidikan XYZ

terlihat belum optimal. Berdasarkan

hasil studi pendahuluan yang

dilakukan oleh peneliti berupa

observasi dan wawancara, diketahui

terdapat beberapa karyawan yang

menduduki dua sampai tiga jabatan

sekaligus. Hal ini tentu memberikan

beban kerja yang berlebihan

sehingga menimbulkan stres yang

berdampak pada hasil kinerja yang

kurang maksimal. Karyawan

Lembaga Pendidikan XYZ bekerja

diberbagai bagian atau subbagian,

dimana bagian-bagian tersebut saling

berhubungan,dan dari beberapa

bagian tersebut terdapat banyak

sekali perbedaan-perbedaan dari

pendapatan gaji, kondisi kerja,

mutu supervisi, tantangan

tugas,sampai pada perbedaan jabatan

yang tercakup dalam kebutuhan-

kebutuhan dasar manusia. Maslow

dalam Hamzah B. Uno (2006)

mengemukakan,dimana perbedaan-

perbedaan tersebut disebabkan

adanya perbedaan bidang pekerjaan

suatu individu karyawan tersebut.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut

maka setiap karyawan seharusnya

memiliki motivasi yang tinggi untuk

bekerja, sehingga kinerja yang

diharapkan semakin baik.

Namun pada karyawan

Lembaga Pendidikan XYZ,

berdasarkan data hasil wawancara

dari divisi HRD Lembaga

Pendidikan XYZ ditemukan tingkat

kehadiran dan keterlambatan jam

masuk kerja cukup sering sebesar

65%. Hal ini berhubungan dengan

disiplin karyawan yang menurun

pada organisasi ini. Kinerja pegawai

Lembaga Pendidikan XYZ juga

sangat rendah sebesar 40%. Hal ini

ditunjukkan dengan waktu

penyelesaian pekerjaan yang cukup

lama khususnya apabila pekerjaan

Page 3: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

19

tersebut berhubungan dengan

administrasi. Komunikasi yang

terjalin juga sering terjadi hambatan,

seperti adanya gap antara karyawan

senior dengan karyawan yang masih

baru.

Dari hasil wawancara dengan

pihak HRD juga ditemukan adanya

perbedaan nilai kompensasi di luar

gaji yang berbeda antara seorang

karyawan dengan karyawan lain

dimana banyak karyawan merasa

banyak melakukan pekerjaan tetapi

kompensasi yang mereka terimalebih

kecildari karyawan yang sedikit

pekerjaannya. Demikian pula dari

segi promosi dimana banyak

Karyawan merasa pengangkatan

pimpinan kepala bagian dan lain-

lain,bukan dinilai dari kinerja tetapi

dikarenakan karyawan tersebut

mempunyai kedekatan hubungan

dengan pimpinan.

Job stressor yang paling

nyata adalah stressor yang datang

dari individu dan stressor yang

datang dari lingkungan kerja,maupun

stressor yang bersumber dari teknis

maupun non-teknis. Hal ini juga

sering terjadi di lingkungan Lembaga

Pendidikan XYZ.

Timbul juga konflik yang

terjadi antara unit kerja dan antar

seksi (intergroup conflict),karena

beranggapan bahwa bagian kerja

merekalah yang paling memiliki

target yang terlalu besar dan

beranggapan bagian lain memiliki

targetyang terlalu kecil dapat

menimbulkan kecemburuan dan rasa

ketidak adilan diantara karyawan.

Konflik kerja kerap kali timbul

di Lembaga Pendidikan XYZ, hal ini

diduga dalam suatu kelompok atau

tim kerja terdiri dari berbagai macam

individu dengan berbagai latar

belakang, pendidikan, dan sifat yang

berbeda sehingga konflik dapat

muncul setiap saat. Jika suatu konflik

tidak dapat terselesaikan dengan

baik, maka akan dapat berdampak

buruk bagi kelompok secara

langsung maupun kinerja organisasi

secara tidak langsung.

Disamping kon flik dapat terjadi

pada setiap organisasi, maka konflik

dapat menyebabkan akibat bagi

organisasi tersebut. Akibat itu, dapat

merupakan hal yang negatip, tetapi

dapat juga merupakan hal yang

positip, bergantung bentuk konflik itu

sendiri. Pada hakikatnya konflik

tidak bisa di hindari tetapi bias

diminimalkan agar konflik tidak

mengarah keperpecahan,

permusuhan bahkan

mengakibatkan suatu organisasi

mengalami kerugian. Tetapi jika

konfl ik dapat diolah dengan baik

maka suatu organisasi memperoleh

keuntungan yang maksimal seperti

menciptakan persaingan sehat antar

karyawan. Jadi, pihak manajemen

harus dapat menangkap gejala-gejala

dan indikator-indikator konflik yang

berdampak konstruktif dan konflik

yang berdampak destruktif. Pihak

manajemen harus benar-benar jeli

dalam melihat, memperhatikan dan

merasakan perilaku-perilaku

karyawannya agar konflik yang

berdampak negatip dapat ditekan.

Stres dan konflik merupakan

salah satu masalah yang mungkin

timbul dalam organisasi. Hal tersebut

bias disebabkan adanya ketidak

puasan pegawai terhadap apa yang

diinginkan dan apa yang diharapkan

dalam lingkungan kerja,bias juga

terjadi di luar lingkungan kerja

pegawai. Stress bisa terjadi karena

faktor-faktor yang

Page 4: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

20

menyebabkannya, atau bisa juga

disebut jobstressor. Stres merupakan

suatu kondisi ketegangan yang

mempengaruhi emosi, proses

berpikir, dan kondisi mental

seseorang. Konflik kerja dalam

organisasi merupakan ketidak

sesuaian antara dua individu atau

kelompok dalam suatu perusahaan

atau organisasi yang timbul karena

ada kenyataan bahwa pihak satu

dengan yang lain harus membagi

sumberdaya yang terbatas atau

kegiatan kerja dan atau kenyataan

kedua belah pihak mempunyai status,

tujuan, nilai-nilai, dan persepsi yang

berbeda-beda. Jobstressor dan

konflik kerja dapat menimbulkan

dampak yang positip dan negatip

terhadap organisasi atau perusahaan,

itu semua tergantung pada sifat stres

pekerjaan dan konflik itu sendiri dan

bagaimana cara mengatasinya.

Konflik dapat berperan positip

(fungsional), tetapi dapat pula

berperan negatip (disfungsional). Ini

berarti konflik harus dapat dikelola

sebaik-baiknya, karena potensial

untuk dapat berkembang “positip”

dan ”negatip” dalam kegiatan

organisasi untuk mencapai tujuan

nya.

Jobstressor dan konflik kerja

merupakan masalah yang diduga

muncul di Lembaga Pendidikan

XYZ. Masalah yang dihadapi

karyawan bisa bersifat sementara

atau jangka panjang, ringan,atau

berat, tergantung seberapa besar

kekuatan dan kemampuan karyawan

dalam menghadapinya. Apabila

setiap persoalan yang ada di

Lembaga Pendidikan XYZ Jakarta

dapat terselesaikan dengan baik,

maka akan meningkatkan kinerja

pegawai, yang pada gilirannya akan

dapat menimbulkan dampak positip

bagi Lembaga Pendidikan XYZ

dalam meningkatkan kinerjanya,

sebaliknya, apabila masalah-masalah

tersebut tidak dapat terselesaikan

dengan baik, maka akan dapat

menurunkan kinerja karyawan,

karena masalah yang terjadi secara

terus menerus dan dihadapi

oleh karyawan dapat menimbulkan

stress dan konflik yang

berkepanjangan sehingga akan

dapat menimbulkan dampak yang

negatip.

Fenomena melatar belakangi

penelitian ini diantaranya tingginya

beban kerjadi Lembaga Pendidikan

XYZ yang menimbulkan job

stressor dan konflik kerja yang

pada akhirnya dapat menurunkan

kinerja karyawan.

Adanya berbagai fenomena

bentuk stress pekerjaan, konflik

kerja, perbedaan tanggapan atau

pengelolaan konflik individu dan

akibatnya terhadap kinerja karyawan

di Lembaga Pendidikan XYZ,

mendorong peneliti untuk

melakukan penelitian dengan judul

Implikasi Kinerja Lembaga

Pendidikan XYZ Berdasarkan Job

Stressor Dan Konflik Kerja.

LANDASAN TEORITIS

Penelitian ini akan

menggunakan kajian literatur yaitu

kajian teori mengenai kinerja, job

stressor, konflik kerja dan mengenai

hubungan dari ketiga variable

tersebut.

1. Teori tentang Kinerja Karyawan

Banyak kita temui

pengertian atau definisi dari kata

kinerja. Sentono (2011)

Page 5: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

21

mengatakan Kinerja

(performace) adalah hasil kerja

yang dapat dicapai oleh

seseorang atau sekelompok

orang dalam suatu organisasi,

sesuai dengan wewenang dan

tanggung jawab masing-masing,

dalam rangka upaya mencapai

tujuan organisasi bersangkutan

secara legal, tidak melanggar

hokum dan sesuai dengan moral

maupun etika.

Kinerja adalah tingkat

keberhasilan seseorang dalam

melaksanakan pekerjaan.

Sejauhmana keberhasilan

seseorang dalam menyelesaikan

tugas pekerjaannya disebut level

of performace. Pada umumnya

kinerja atau performace diberi

batasan sebagai kesuksesan

seseorang dalam melaksanakan

suatu pekerjaan. Jadi kinerja

adalah hasil yang dicapai

seseorang menurut ukuran yang

berlaku untuk pekerjaan yang

bersangkutan (Nurhayati, 2003).

2. Teori tentang Job Stressor

a. Pengertian Job Stressor

Stress adalah tekanan,

ketegangan atau gangguan

yang tidak menyenangkan

yang berasal dari luar diri

seseorang. Ada beberapa

alasan mengapa masalah

stres yang berkaitan dengan

organisasi perlu diangkat ke

permukaan saat ini, yaitu:

Masalah Stres adalah

masalah yang akhir ini

hangat dibicarakan dan

posisinya sangat penting

dalam kaitannya dengan

produktifitas karyawan.

Selain dipengaruhi oleh

faktor-faktor yang

bersumber dari luar

organisasi, stres juga banyak

dipengaruhi oleh faktor-

faktor yang berasal dari

dalam organisasi. (Bernardin

Russel, 1989)

Bernardin Russel

(1989) dalam bukunya

mendefinsikan;

“Job Stress has been

defined as a situation

where in job-related

factors interact with a

worker to change his

or her psychological

and/or physiological

condition such that

the person is forced to

deviate from normal

functioning”.

Stres kerja di

defisinisakan sebagai situasi

interaksi seorang pekerja

dengan pekerjaannya yang

berhubungan dengan

kondisi psikologisnya

sehingga membuatnya tidak

merasa normal lagi.

b. Kategori-Kategori Job

Stressor

Faktor-faktor di

pekerjaan yang bias

menimulkan stres (Job

Stressor) dapat

dikelompokkan ke dalam

empat kategori (Newstroom

dan Davis, 2001) yaitu:

1) Stressor Lingkungan

Kerja

Kondisi kerja

tertentu dapat

menghasilkan prestasi

kerja yang optimal.

Page 6: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

22

Disamping dampaknya

terhadap prestasi kerja,

kondisi kerja fisik

memiliki dampak juga

terhadap kesehatan

mental dan keselamatan

kerja seorang tenaga

kerja. Menurut

Munandar (2001)

kondisi fisik kerja

mempunyai pengaruh

terhadap kondisi

psikologis diri seorang

tenaga kerja. Ruangan

kerja yang tidak

nyaman, panas,

sirkulasi udara yang

kurang memadai,

berisik, tentu besar

pengaruhnya terhadap

kenyamanan karyawan

dalam bekerja.

2) Stressor Individu

a) Konflik peran (role

conflict): konflik

peran dirasakan

seseorang/individu

ketika memenuhi

kepada satu deretan

harapan tentang

konflik pekerjaan

dengan memenuhi

kepada satu deretan

harapan lainnya

(Gibson, 2002).

Konflik peran dapat

timbul jika

seseorang atau

individu mengalami

adanya

pertentangan antara

tugas-tugas yang

harus ia lakukan

dengan tanggung

jawab yang ia

miliki, tugas-tugas

yang harus ia

lakukan menurut

pandangannya

bukan merupakan

bagian dari

pekerjaannya,

tuntutan-tuntutan

yang bertentangan

dari atasan, rekan,

bawahan, atau

orang lain yang

dinilai penting bagi

dirinya, dan

pertentangan nilai-

nilai dengan

leyakinan

pribadinya sewaktu

melakukan tugas

atau pekerjaannya

(Munandar, 2001).

b) Ambiguitas peran

(role ambiguitas),

adalah tidak adanya

pengertian dari

seseorang tentang

hak-hak khusus dan

kewajiban-

kewajiban mereka

dalam mengerjakan

suatu pekerjaan

(Gibson, 2002).

Ambiguitas peran

merupakan kondisi

ketidakpastian

akibat dari seorang

individu karena

kurang mengerti

dan memahami

mengenai prioritas

harapan dan

kriteria evaluasi

yang diterapkan

organissai kerjanya

(Fakhrudin dan

Asri, 2003).

Menurut Everly

Page 7: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

23

dan Girdano dalam

Tobing (2007)

faktor-faktor yang

dapat menimbulkan

ambiguitas peran

adalah:

1. Ketidakpastian

dari sasaran-

sasaran atau

tujuan kerja

2. Kesamaran

tentang

tanggung

Jawab

3. Ketidak

jelasan tentang

prosedur kerja

4. Kesamaran

tentang apa

yang

diharapkan

oleh orang

lain/perusahaa

n

5. Kurang adanya

informasi

tentang balikan

atau

ketidakpastian

tentang

penilaian

pekerjaan.

Ambiguitas peran

(role ambiguity)

berpengaruh

terhadap

menurunya

penggunaan

keterampilan

intelektual,

pengetahuan, dan

kepemimpinan

(Gibson, 2002).

c) Beban Kerja

Berlebih (work

Overload), situasi

yang menunjukkan

tingkat dimana

tuntutan peran dan

pekerjaan melebihi

sumber daya

individu dan

organisasi kerjanya,

dan akibatnya

karyawan tidak

dapat

menyelesaikan

tugas pekerjaan

sesuai yang

diharapkan

(Fakhrudin dan

Asri, 2003). Beban

kerja berlebih

memiliki dua tipe

yang berbeda, yaitu

beban berlebih

kualitatif terjadi jika

pekerjaan tersebut

sangat kompleks

dan sulit sehingga

menyita

kemampuan teknis

dan kognitif

karyawan dan beban

kerja kuantitatif jika

banyaknya

pekerjaan yang

ditargetkan

melebihi kapasitas

karyawan. Beban

kerja berlebih

berakibat pada lebih

rendahnya

kepercayaan diri,

menurunnya

motivasi kerja, dan

meningkatnya

absensi (Gibson,

2002).

Fenomena

inilah yang saat ini

sering terjadi dan

Page 8: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

24

sedang dialami

oleh karyawan

LP3I Kantor Pusat

dan Direktorat.

d) Tidak ada kontrol,

Stressor besar yang

dialami oleh

banyak karyawan

adalah tidak adanya

pengendalian atas

suatu situasi,

langkah kerja,

urutan kerja,

pengambilan

keputusan, waktu

yang tepat,

penetapan standar

kualitas sendiri,

dan kendali jadwal

adalah penting

(Gibson, 2002).

e) Tanggung jawab,

dibedakan dengan

menggunakan

istilah tanggung

jawab bagi orang

vs tanggung jawab

bagi sesuatu. Suatu

studi mendapatkan

dukungan bagi

hipotesa bahwa

tanggung jawab

bagi orang

menyumbang stress

yang berhubungan

dengan kerja

(Gibson, 2002).

3) Stressor Kelompok

Hubungan yang

baik antar anggota dari

suatu kelompok kerja

dianggap sebagai faktor

utama dalam kesehatan

individu dan organisasi.

Hubungan kerja yang

tidak baik (antar sesama

rekan, atasan, dan

bawahan) terungkap

dalam gejala-gejala

adanya kepercayaan

rendah, taraf pemberian

dukungan yang rendah,

dan minat yang rendah

dalam pemecahan

masalah organisasi

(Munandar, 2001).

4) Stressor Organisasional

Faktor Stres yang

ditemukan dalam

kategori ini terpusat

pada sejauh mana para

karyawan dapat terlibat

atau berperan serta

dalam mengambil

keputusan. Partisipasi

menunjuk pada luasnya

pengetahuan, opini, dan

ide seseorang termasuk

di dalam proses

keputusan. Kurangnya

partisipasi para

karyawan dalam

mengambil keputusan

dapat member

sumbangan pada stres.

Peningkatan peluang

untuk berperan serta

menghasilkan

peningkatan unjuk kerja

dan peningkatan taraf

dari kesehatan mental

dan fisik (munandar,

2001).

3. Teori tentang Konflik Kerja

a. Pengertian Konflik

Konflik merupakan

suatu pergolakan dimana

perilaku suatu kelompok

untuk mencapai satu tujuan

tetapi dihalangi oleh

perilaku suatu kelompok

Page 9: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

25

lain yang memiliki tujuan

yang lain. (Soekarsono,

2012).

Dalam setiap

organisasi, agar setiap

organisasi berfungsi secara

efektif, maka individu dan

kelompok yang saling

bergantungan harus

membentuk hubungan kerja

dalam lingkungan batas

organisasi. Pada batas

tersebut tentu akan terdapat

konflik di dalamnya.

Setiap individu dalam

kelompok memiliki sifat

dan kepribadian yang

berbeda-beda. Perbedaan

sifat dan kepribadian

tersebut dapat menimbulkan

konflik dalam kelompok,

baik konflik kecil maupun

konflik besar. Konflik-

konflik kecil yang tidak

segera diselesaikan dapat

menyebabkan timbulnya

konflik yang lebih besar.

Robbins (2002)

mendefinisikan konflik

sebagai situasi yang mana

individu (seseorang)

dihadapkan dengan

harapan-harapan peran yang

berlainan. Jadi, konflik

peran timbul bila individu

dalam peran tertentu

dibingungkan oleh tuntutan

kerja atau keharusan

melakukan sesuatu yang

berbeda dari yang

diinginkannya atau tidak

merupakan bagian dari

bidang kerjanya.

b. Jenis Konflik

Terdapat berbagai

macam jenis konflik,

tergantung pada dasar yang

digunakan untuk membuat

klasifikasi. Ada yang

membagi konflik

berdasarkan pihak-pihak

yang terlibat di dalamnya,

ada yang membagi konflik

dilihat dari fungsi dan ada

juga yang membagi konflik

dilihat dari posisi seseorang

dalam suatu organisasi

(Munandar,AS.,1997).

1) Konflik Dilihat dari

Posisi Seseorang dalam

Struktur Organisasi

Jenis konflik ini

disebut juga konflik

intra keorganisasian.

Dilihat dari posisi

seseorang dalam

struktur organisasi,

Winardi (2004)

membagi konflik

menjadi empat macam.

Keempat jenis konflik

tersebut adalah sebagai

berikut :

a) Konflik vertikal,

yaitu konflik yang

terjadi antara

karyawan yang

memiliki

kedudukan yang

tidak sama dalam

organisasi.

Misalnya, antara

atasan dan

bawahan.

b) Konflik horizontal,

yaitu konflik yang

terjadi antara

mereka yang

memiliki

kedudukan yang

sama atau setingkat

dalam organisasi.

Page 10: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

26

Misalnya, konflik

antar karyawan,

atau antar

departemen yang

setingkat.

c) Konflik garis-staf,

yaitu konflik yang

terjadi antara

karyawan lini yang

biasanya

memegang posisi

komando, dengan

pejabat staf yang

biasanya berfungsi

sebagai penasehat

dalam organisasi.

d) Konflik peranan,

yaitu konflik yang

terjadi karena

seseorang

mengemban lebih

dari satu peran

yang saling

bertentangan.

c. Ciri-Ciri Konflik

Menurut Wijono (

1993 : 37) Ciri-ciri Konflik

adalah:

1) Setidak-tidaknya ada

dua pihak secara

perseorangan maupun

kelompok yang terlibat

dalam suatu interaksi

yang saling

bertentangan.

2) Paling tidak timbul

pertentangan antara dua

pihak secara

perseorangan maupun

kelompok dalam

mencapai tujuan,

memainkan peran dan

ambigius atau adanya

nilai-nilai atau norma

yang saling berlawanan

3) Munculnya interaksi

yang seringkali ditandai

oleh gejala-gejala

perilaku yang

direncanakan untuk

saling meniadakan,

mengurangi, dan

menekan terhadap

pihak lain agar dapat

memperoleh

keuntungan seperti:

status, jabatan,

tanggung jawab,

pemenuhan berbagai

macam kebutuhan fisik:

sandang- pangan,

materi dan

kesejahteraan atau

tunjangan-tunjangan

tertentu: mobil, rumah,

bonus, atau pemenuhan

kebutuhan sosio-

psikologis seperti: rasa

aman, kepercayaan diri,

kasih, penghargaan dan

aktualisasi diri.

4) Munculnya tindakan

yang saling berhadap-

hadapan sebagai akibat

pertentangan berlarut

yang -larut.

5) Munculnya ketidak

seimbangan akibat dari

usaha masing-masing

pihak yang terkait

dengan kedudukan,

status sosial, pangkat,

golongan, kewibawaan,

kekuasaan, harga diri,

prestise dan sebagainya.

d. Penyebab Timbulnya

Konflik

Winardi (2004)

menuliskan faktor penyebab

konflik dapat

Page 11: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

27

dikelompokkan dalam dua

kategori yaitu:

1) Karakteristik Individual

Berikut ini

merupakan perbedaan

individual anata orang-

orangang mungkin

dapat melibatkan

seseoarang dalam

konflik.

a) Nilai, sikap, dan

kepercayaan

(values, attitude,

and beliefs). Nilai-

nilai yang dipegang

dapat menciptakan

ketegangan-

ketegangan

diantara individual

dan group dalam

suatu organisasi

b) Kebutuhan dan

kepribadian (need

and personality).

Koflik muncul

ketika adanya

perbedaan yang

sangat besar

anatara kebutuhan

dan kepribadian

setiap orang, yang

bahkan dapat

berlanjut kepada

perseteruan antar

pribadi.

c) Perbedaan persepsi

(perceptual

differences).

Persepsi dan

penilaian dapat

menjadi penyebab

terjadinya konflik.

Konflik juga dapat

timbul jika orang

memiliki persepsi

yang salah,

misanya dengan

menstereotype

orang lain atau

mengajukan

tuduhan

fundamental yang

salah. Perbedaan

perstual sering di

dalam situasi yang

samar. Kurangnya

informasi dan

pengetahuan

mengenai suatu

situasi mendorong

persepsi untuk

mengambil alih

dalam memberikan

penilaian terhadap

situasi tersebut.

2) Faktor situasi

Kondisi umum

yang memungkinkan

memicu konflik pada

suatu organisasi

diantaranya:

a) Kesempatan dan

kebutuhan

berinteraksi

(opportunity and

need to interact).

Kemungkinan

terjadinya konflik

akan sangat kecil

jika orang-orang

terpisah secara fisik

dan jarang

berinteraksi.

Sejalan dengan

meningkatnya

assosiasi di antara

pihak-pihak yang

terlibat, semakin

meningkat pula

terjadinya konflik.

Dalam bentuk

interaksi yang aktif

Page 12: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

28

dan kompleks

seperti

pengambilan

keputusan bersama,

potensi terjadinya

konflik bahkan

semakin

meningkat.

b) Kebutuhan untuk

berkonsesnsus

(need for

consensus). Ada

banyak hal di mana

para manager dari

departemen yang

berbeda harus

memiliki

persetujuan

bersama, hal ini

menolong menekan

konflik tingkat

minimum. Tetapi

banyak pula hal

dimana tiap-tap

departemen harus

melakukan

konsensus bersama.

Karena demikian

banyak pihak yang

terlibat dalam

masalah-masalah

seperti ini, proses

menuju tercapainya

konsensus

seringkali didahuli

dengan munculnya

konflik. Sampai

setiap manager

departemen yang

terlibat setuju,

banyak kesulitan

akan muncul.

d) Ketergantungan

satu pihak kepada

pihak lain

(dependency of

One party to

another). Dalam

kasus seperti ini,

jika satu pihak

gagal

melaksanakan

tugasnya, pihak

yang lain juga

terkena akibatnya,

sehingga konflik

lebih sering

muncul.

e) Perbedaan status

(Status

Differences).

Apabila seseorang

bertindak dalam

cara-cara yang

kongruen dengan

statusnya, konflik

dapat muncul.

Sebagai contoh

dalam bisnis

konstruksi, para

insinyur secara

tipikal sering

menolak ide-ide

inovatif yang

diajukan oleh juru

gambar (darftsmen)

karena mereka

menganggap juru

gambar memiliki

status yang lebih

rendah, sehingga

tidak sepantasnya

juru gambar

menjadi sejajar

dalam proses

desain suatu

konstruksi.

f) Rintangan

komunikasi

(communication

Barriers).

Komunikasi

Page 13: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

29

sebagai media

interaksi diantara

orang-orang dapat

dengan mudah

menjadi basis

terjadinya konflik.

Bisa dikatakan

komunikasi adalah

pedang bermata

dua: tidak adanya

komunikasi dapt

menyebabkan

terjadinya konflik,

tetapi disisi lain,

komunikasi yang

terjadi itu sendiri

dapat menjadi

potensi terjadinya

konflik. Sebagai

contoh, informasi

yang diterima

mengenai pihak

lain akan

menyebabkan

orang dapat

mengidentifikasi

situasi perbedaan

dalam hal nilai dan

kebutuhan. Hal ini

dapat memulai

konflik, sebenarnya

dapat dihindari

dengan komunikasi

yang lebih sedikit.

g) Batas-batas

tanggung jawab

dan jurisdiksi yang

tidak jelas. Orang-

rang dengan

jabatan dan

tnaggung jawab

yang jelas dapat

mengetahui apa

yang dituntut dari

dirinya masing-

masing. Ketika

terjadi

ketidakjelasan

tanggung jawab

dan jurisdiksi,

kemungkinan

terjadinya konflik

jadi semakin besar.

Sebagai contoh,

departemen

penjualan

terkadang

menemukan dan

memesan material

di saat departemen

produksi

mengklaim bahwa

hal tersebut tidak

diperlukan. Bagian

produksi kemudian

akan menuduh

departemen

penjualan

melangkahi

jurisdiksi mereka,

sehingga konflik

pun muncul tak

henti-hentinya. Hal

ini dapat

menyebabkan

terlambatnya

dipenuhi

permintaan pasar,

hilangnya

pelanggan, bahkan

mogok kerja.

e. Manajemen Konflik

Jika konflik terjadi,

apa yang kemudian

dilakukan? Jawaban atas

pertanyaan ini berujung

pada pola manajemen

konflik, khususnya seputar

bagaimana sikap dari pihak

yang berkonflik atas konflik

yang terjadi. Ruble and

Page 14: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

30

Thomas (Delhi: Dorling

Kindersley India Pvt. Ltd.,

2008) mengidentifikasi 5

jenis penanganan konflik

yaitu: (1) Forcing; (2)

Collaborating; (3)

Compromising; (4)

Avoiding; dan (5)

Accomodating.

Pertama yaitu

Avoiding. Satu pihak

menolak bahwa konflik itu

ada, mengubah topik, dan

menghindari diskusi-

diskusi, seraya tidak

memperlihatkan komitmen

penyelesaian. Gaya ini

efektif dalam situasi dimana

terdapat bahaya

penyerangan fisik,

tanggapan atas isu remeh,

tidak berpengaruh terhadap

kesempatan untuk mencapai

tujuan, atau rumitnya situasi

yang membutuhkan solusi.

Avoiding

(penghindaran) konflik

punya keuntungan dalam

hal pemeliharaan hubungan,

dalam mana hubungan

diyakini akan terluka akibat

proses penyelesaian konflik.

Kerugiannya gaya ini adalah

konflik tidak akan selesai.

Berlebihannya penggunaan

gaya ini justru mendorong

munculnya konflik internal

dalam diri individu yang

melakukannya. Orang

lainpun cenderung

meremehkan si penghindar.

Penghindaran masalah

biasanya bukan malah

menyelesaikan masalah

melainkan justru

menambahnya. Semakin

lama kita menunggu

konfrontasi dengan orang

lain, semakin sulit

konfrontasi yang terjadi

nantinya.

Kedua yaitu

Accomodation. Satu pihak

mengorbankan

kepentingannya dan

memperlihatkan concern

dengan membiarkan pihak

lain mencapai

kepentingannya. Gaya ini

efektif dalam situasi dimana

tidak terdapat kesempatan

yang banyak bagi seseorang

dalam mencapai

kepentingannya, tatkala

hasilnya tidak penting, atau

tatkala ada keyakinan

bahwa memuaskan

kepentingan dirinya akan

mencederai hubungan.

Keuntungan gaya

akomodasi adalah,

hubungan terpelihara

dengan melakukan sesuatu

hal dengan cara yang bisa

diterima orang lain.

Kerugiannya adalah

“penyerahan” pada orang

lain malah kontraproduktif.

Orang yang melakukan

pengakomodasian mungkin

punya solusi yang lebih

baik. Berlebihannya

penggunaan gaya ini

cenderung memberi

kesempatan orang lain

mengambil keuntungan dari

si akomodator.

Ketiga yaitu

Compromising. Lewat

konsesi seluruh pihak, tiap

pihak siap hanya mendapat

setengah dari total

Page 15: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

31

kepentingannya. Gaya ini

efektif dalam situasi yang

membutuhkan penyelesaian

cepat seputar masalah,

tatkala pihak lain menolak

berkolaborasi (kerjasama),

tatkala pencapaian sasaran

secara mutlak tidak penting,

atau tatkala tidak ada yang

perlu dikhawatirkan apakah

kepentingan tercapai

seluruhnya atau

sebagiannya saja.

Keuntungan gaya ini

adalah, konflik diselesaikan

secara relatif cepat dan

hubungan kerja tetap

terpelihara. Kerugiannya

adalah, si kompromis kerap

menghasilkan hasil yang

kontraproduktif, seperti

keputusan yang tidak

optimal. Berlebihannya

penggunaan gaya ini

membuat orang kerap

bertanya dua kali dalam

rangka memenuhi

kepentingannya. Gaya ini

biasa digunakan dalam

hubungan manajemen-

buruh.

Keempat yaitu

Forcing. Gaya ini dicirikan

agresivitas, berfokus diri

sendiri, adanya pemaksaan,

ketegasan lisan, dan

perilaku tidak kooperatif

guna mencapai tujuan yang

ditampakan oleh satu pihak

dengan mengalahkan

kepentingan pihak lain.

Gaya ini efektif dalam

situasi dimana keputusan

harus dibuat secara cepat,

pilihan terbatas, tidak

khawatir pihak lain menjadi

korban, pihak lain menolak

kerjasama, dan tidak ada

perhatian memadai atas

kerusakan potensial dalam

hubungan.

Keuntungan gaya

Forcing adalah keputusan

organisasi yang lebih baik

akan terjadi, kala si

pemaksa benar, ketimbang

keputusan yang

kompromistik yang kurang

efektif. Kerugiannya dari

penggunaan gaya forcing

yang berlebihan mendorong

permusuhan dan perlawanan

terhadap si pengguna.

Pemaksa cenderung punya

hubungan buruk dengan

pihak lain.

Kelima yaitu

Collaborating. Gaya ini

dicirikan lewat pendengar

aktif dan fokus pada isu,

komunikasi empatik yang

mencari pemuasan

kepentingan dan perhatian

setiap pihak. Gaya ini

efektif dalam situasi dimana

kekuasaan secara relatif

berimbang, hubungan

jangka panjang dihargai,

tiap pihak menampakkan

perilaku kooperatif, dan

terdapat cukup waktu dan

energi guna membuat solusi

integratif yang memuaskan

semua pihak.

Keuntungan gaya ini

adalah kecenderungannya

membawa pada solusi terbaik

dari konflik, menggunakan

perilaku yang tegas.

Kerugiannya adalah,

keahlian, upaya, dan waktu

dibutuhkan guna

Page 16: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

32

menyelesaikan konflik adalah

lebih besar dan lebih lama

tinimbang gaya lainnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

deskriptif analitik, dengan metode

survai yang bertujuan memberikan

gambaran tentang masing-masing

variabel dengan cara menganalisis

pengaruh variabel bebas terhadap

variable terikat.

Gambar 2.2 Model Penelitian

Berdasarkan kajian literatur

dan kerangka pemikiran diatas, maka

hipotesis dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Job stressor berpengaruh

signifikan terhadap kinerja

karyawan di Lembaga

Pendidikan XYZ.

2. Konflik Kerja berpengaruh

signifikan terhadap Kinerja

karyawan di Lembaga

Pendidikan XYZ.

3. Job Stressor dan Konflik kerja

secara bersama-sama

berpengaruh signifikan terhadap

Kinerja karyawan di Lembaga

Pendidikan XYZ.

Pendekatan Penelitian ini

menggunakan deskriptif analitik,

dengan metode survai yang bertujuan

memberikan gambaran tentang

masing-masing variabel dengan cara

menganalisis pengaruh variabel

bebas terhadap variabel terikat.

Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh Karyawan Lembaga

Pendidikan XYZ di Jakarta dengan

jumlah populasi sebanyak 60

karyawan. Adapun untuk

menentukan besarnya sampel dalam

penelitian ini digunakan teknik

sampling jenuh, yaitu semua anggota

populasi dijadikan sampel yaitu

sebanyak 60 orang karyawan.

Teknik Pengumpulan data pada

penelitian ini di dapat dari penelitian

lapangan, yaitu dengan melakukan

penelitian langsung pada Lembaga

Pendidikan XYZ di Jakarta yang

menjadi objek penelitian untuk

mendapatkan data, informasi, dan

keterangan lain yang diperlukan.

Metode ini dilakukan dengan

Kuesioner, Teknik Observasi,

Wawancara tersrtuktur, dan Studi

Pustaka.

Sebelum instrumen digunakan

untuk mengumpulkan data, terlebih

dahulu dilakukan uji coba terhadap

sampel uji coba dan hasil uji coba

analisis untuk diketahui apakah

instrumen tersebut layak digunakan

sebagai instrumen penelitian.

Pengujian yang dilakukan yaitu Uji

Validitas Butir pada instrumen

penelitian.

a. Uji Validitas Butir

Validitas yang diuji dalam

instrument penelitian ini adalah

validitas butir dengan

menggunakan rumus Product

Moment dari Pearson sebagai

berikut:

Rumus Validitas Product

Moment:

Job Stressor

X1

Konflik Kerja

X2

Kinerja Pegawai

Y

Page 17: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

33

rxy =

))()()()()(.(

))((.

2222 yynxxn

xyxyn

Keterangan :

rxy =validitas butir

n = jumlah responden

x = butir (horizontal)

y = responden (vertikal)

Hasil r Product Moment

tiap butir dikonsultasikan

dengan tabel r Product Moment

pada kemaknaan sebesar 5%

dengan ketentuan sebagai

berikut : jika hr ≥ tr , maka

butir valid dan jika hr < tr , maka

butir tidak valid (drop).

1) Instrumen Job Stressor

Berdasarkan hasil uji

coba validitas terhadap

sampel uji sebanyak 75

karyawan diperoleh 32 butir

yang valid 40 butir yang

diuji. Hal ini didasarkan

karena hr ≥ tr .

2) Instrumen Konflik Kerja

Berdasarkan hasil uji

coba validitas terhadap

sampel uji sebanyak 75

karyawan diperoleh 18 butir

yang valid dari 20 butir item

yang diuji. Hal ini didasarkan

karena hr ≥ tr

3) Instrumen Kinerja

Berdasarkan hasil uji

coba validitas terhadap

sampel uji sebanyak 75

karyawan diperoleh 15 butir

yang valid dari 20 butir item

yang diuji. Hal ini didasarkan

karena hr ≥ tr .

Selanjutnya butir-butir

pernyataan yang valid tersebut

dijadikan sebagai pernyataan

dalam kuesioner di penelitian

ini.

b. Uji Reliabilitas

Suatu alat ukur yang

digunakan dalam penelitian

ilmiah, selain valid juga harus

dapat diandalkan (reliable). S.

Arikunto menuliskan reliabilitas

adalah tingkat ketepatan

ketelitian atau keakuratan

sebuah instrument. Reliabilitas

juga digunakan untuk

menunjukkan sejauh mana hasil

pengukuran relatif konsisten

apabila pengukuran diulangi dua

kali atau lebih.

Dalam Penelitian ini, uji

reliabilitas instrument dilakukan

dengan internal consistency

yang menggunakan rumus KR

21, yaitu:

Rumus KR 21:

21

1t

iks

MkM

k

kr

Keterangan:

11r : Reliabilitas Instrument

k : jumlah item atau

banyaknya butir

M : Mean skor total 2

ts : varians total

Hasil perhitungan

selanjutnya dinterpretasikan

dengan tabel interpretasi nilai

realibilitas (Suharsimi Arikunto,

2000)sebagai berikut:

Page 18: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

34

Tabel 3.2. Interpretasi nilai r

Berdasarkan hasil

perhitungan reliabilitas, maka

pada instrumen Job Stressor

diperoleh skor sebesar 0,9109

(lihat lampiran) jika

dikonsultasikan dengan tabel

interpretasi r berada pada

interval 0,800 – 1,000 yang

artinya bahwa instrumen Job

Stressor reliabel dan layak

digunakan sebagai alat ukur

penelitian.

Pada instrumen Konflik

kerja diperoleh skor sebesar

0,6007 (lihat lampiran) jika

dikonsultasikan dengan tabel

interpretasi r berada pada

interval 0,600 – 0,800 yang

artinya bahwa instrumen Konflik

Kerja dikatakan cukup reliabel

dan layak digunakan sebagai alat

ukur penelitian.

Pada instrumen Kinerja

diperoleh skor sebesar 0,7181

(lihat lampiran) jika

dikonsultasikan dengan tabel

interpretasi r berada pada

interval 0,600 – 0,800 yang

artinya bahwa instrumen Konflik

Kerja dikatakan cukup reliabel

dan layak digunakan sebagai alat

ukur penelitian.

Teknik Analisis data yang

digunakan yaitu Analisis

deskriptif.Analisis deskriptif

adalah analisis data dengan cara

mengubah data mentah menjadi

bentuk yang lebih mudah

dipahami dan

diinterpresentasikan. Dalam

penelitian ini, analisis deskriptif

digunakan untuk menganalisis

profil responden terhadap setiap

item pernyataan yang mengkaji

mengenai job stressor, konflik

kerja, dan kinerja karyawan pada

Lembaga Pendidikan XYZ.

Pengujian statistic yang

digunakan menggunakan

bantuan computer menggunakan

program SPSS 17 for windows.

1. Analisis Regresi Linier

Berganda

Analisis regresi

berganda ini merupakan

model statistik yang

digunakan untuk mengukur

seberapa besar pengaruh

beberapa variabel bebas job

stressor (X1) dan Konflik

kerja (X2) terhadap variabel

terikat Kinerja Karyawan

(Y). Secara manual teknik

analisis regresi linier

bergnada pada penelitian ini

dapat dihitung

menggunakan rumus;

Y = a +b1X1 + b2X2 + e

Dimana:

Y: Kinerja karyawan

A: parameter konstanta

X1:variabel Job stressor

X2:variabel Konflik krja

b1:koefisien yang

berhubungan dengan

variabel X1 (Job

Stressor)

b2:koefisien yang

Page 19: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

35

berhubungan dengan

variabel X2(Konflik

Kerja)

e: error

1. Analisis Korelasi Berganda

Analisis korelasi

dimaksudkan untuk

mengetahui seberapa kuat

tidaknya hubungan variabel

Job stressor dan konflik

kerja terhadap kinerja

karyawan Lembaga

Pendidikan XYZ, dengan

menggunakan rumus:

Untuk menghitung

nilai koefisien korelasi

berganda digunakan rumus

sebagai berikut:

Dimana:

rY 1,2 = Korelasi antara

variabel x1 dengan

x2 secara bersama-

sama dengan

variabel Y

ry1 = korelasi product

moment x1 dengan y

ry2 = korelasi product

moment x2 dengan y

rx 1,2 = korelasi product

moment x1 dengan x2

Dengan ketentuan

nilai r diinterpretasikan

koefisien korelasi pada tabel

3.2.

Tabel 3.3. Pedoman untuk

memberikan intrepretasi

Koefisien korelasi (Sujianto, 24)

Pada penelitian ini,

pengujian korelasi berganda

dilakukand engan bantan

computer menggunakan

program SPSS for windows

versi 17.

3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi

(R2) mengukur seberapa

jauh kemampuan model

dalam menerangkan variasi

variabel dependen. Nilai R2

diantara nol dan satu,

dimana nilai R2 yang kecil

berarti kemampuan

variabel-variabel

independen dalam

menjelaskan variasi variabel

dependen amat terbatas.

Nilai R2 yang memberikan

hampir semua informasi

adalah yang dibutuhkan

dalam memprediksi variasi

variabel dependen.

4. Uji Normalitas

Normalitas

merupakan pengujian

apakah dalam sebuah model

regresi variable dpenden,

variable independen atau

Page 20: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

36

keduanya mempunyai

distribusi normal atau tidak.

Criteria yang digunakan

adalah pengujian dua arah

yaitu dengan

membandingkan nilai p

yang diperoleh dengan taraf

signifikan yang telah

ditentukan yaitu 0,05.

Apabila nilai p > 0,05 maka

data terdistribusi normal

(Ghozali, 2001:74).

5. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas

merupakan gejala yang

menunjukkan hubungan

linier diantara variable-

variabel bebas dalam model

regresi. Jika terdapat

korelasi yang sempurna

diantara variable-variabel

bebas menyebabkan nilai

koefisien korelasi sama

dengan satu sehingga

koefisien regresi tidak dapat

ditaksir dan nilai standar

error setiap koefisien regresi

menjadi tidak terhingga.

Pedoman suatu model

regresi yang bebas

multikolinearitas adalah

mempunyai nila (VIF)

disekitar angka satu, dan

mempunyai Tolerance

Value mendekati 0,1

sedangkan batas nilai VIF

adalah 10.

6. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas

terjadi apabila varian dari

setiap kesalahan

pengganggu untuk variable-

variabel bebas yang

diketahui tidak mempunyai

varian yang sama untuk

semua observasi. Akibatnya

penaksiran ordinary least

square (OLS) tetap tidak

bias dan tidak efisien. Untuk

mendeteksi masalah

heteroskedastisitas dalam

penelitian ini digunakan uji

Park (Gujarati, 2003:186).

Metode untuk menguji

heteroskedastisitas dengan

menggunakan metode

Glejser, yang dilakukan

dengan meregresikan

kembali nilai absolute

residual yang diperoleh

yaitu [ e1 ] atas variable

dependent (Gujarati,

2003:187). Alasan memakai

metode Glejser karena

sifatnya yang praktis untuk

menguji sebuah sampel,

baik yang termasuk

merupakan sampel besar

maupun sebuah sampel,

baik yang termasuk

merupakan sampel besar

maupun kecil. Langkah-

langkah yang dilakukan

sebagai berikut:

a) Menentukan tingkat

signifikansi ( α = 5%)

dan derajat kebebasan

(df=n-k-1);

b) Membandingkan hasil

pengujian dengan

kriteria sebagai berikut:

1) Apabila ttabel ≤

thitung ≤ ttabel maka

tidak terjadi gejala

heteroskedastisitas;

2) Apabila thitung < -

ttabel atau thitung>

ttabel maka terjadi

gejala

heteroskedastisitas.

Page 21: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

37

7. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi

dilakukan untuk mengetahui

apakah model mengandung

autokorelasi atau tidak,

yaitu adanya hubungan

diantara variable

independen dalam

mempengaruhi variable

dependen. Ketentuan yang

umum digunakan adalah

apabila angka D-W dibawah

-2 berarti korelasi positif,

bila angka D-W diantara -2

sampai +2 berarti tidak ada

autokorelasi dan bila diatas

+2 berarti ada autokorelasi

negatif.

8. Uji Statistik Parsial (t-test)

Pengujian dilakukan

untuk melihat kuat tidaknya

pengaruh masing-masing

variable bebas terhadap

variable terikat (secara

parsial). Langkah-langkah

dalam uji t adalah sebagai

berikut;

a) Menentukan (hipotesis

nihil dan hipotesis

alternative).

b) Dengan melihat hasil

print out komputer

melalui SPSS for

windows versi 17,

diketahui t hitung

dengan nilai signifikan

nilai t.

c) Jika signifikansi nilai

t<0,05 maka ada

pengaruh signifikan

antara variable bebas

dengan variable terikatt

artinya Ho ditolak dan

menerima Ha pada

tingkat signifikansi K =

5 %.

d) Jika signifikansi nilai t

> 0,05 maka tidak ada

pengaruh yang

signifikan antara

variable bebas terhadap

variable terikat artinya

Ho diterima dan

menolak Ha, pada

tingkat signifikansi K =

5 %.

9. Uji Statistik Simultan (F-

test)

Uji statistik stimultan

(F-test) adalah pengujian

regresi secara simultan atau

serentak antara variable

bebas terhadap variable

terikat. Uji F dimaksudkan

untuk menguji ada tidaknya

pengaruh variable bebas

secara bersama-sama

terhadap variable terikat

atau untuk menguji tingkat

keberartian hubungan

seluruh koefisien regresi

variable bebas terhadap

variable terikat. Menurut

Sugiyono, uji statistic F

pada dasarnya menunjukkan

apakah semua variable

bebas yang dimaksud dalam

model mempunyai pengaruh

secara bersama-sama

terhadap variable terikat.

Adapun prosedurnya adalah

sebagai berikut:

a) Menentukan Ho dan ha

(hipotesis nihil dan

hipotesis alternative)

b) Menentukan level of

signifikan (α) = 5 %

dan degrre of freedom

(df) sebesar k-1 bagi

Page 22: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

38

pembilangnya dan n-k

bagi penyebutnya

(dimana n = jumlah

observasi dan k =

variable bebas.

c) Membandingkan Fhitung

dengan Ftabel. Ketentuan

dari penerimaan atau

penolakan hipotesis

adalah sebagai berikut:

1) Jika Fhitung< Ftabel

maka Ho diterima,

artinya variable-

variabel bebas

tidak mempunyai

pengaruh terhadap

variable terikat.

2) Jika Fhitung> Ftabel

maka Ho ditolak,

artinya variable-

variabel bebas

mempunyai

pengaruh terhadap

variable terikat.

Atau kriteria

penerimaan dan

penolakan hipotesis

dengan cara:

1) Probabilitas

signifikan > 0,05 :

Ho diterima

2) Probabilitas

signifikan < 0,05 :

Ha diterima

10. Pengujian Dominan

Variabel

Pengujian Dominan

variabel dilakukan untuk

mengetahui variabel mana

yang dominan berpengaruh

terhadap kinerja dengan

metode stepwised satu.

Dalam metode

stepwised satuvariabel bebas

Xi yang paling dominan

muncul paling dahulu,

diikuti oleh variabel bebas

Xi yang ke-dua pengaruhnya

setelah yang pertama, dan

demikian seterusnya. Hasil

analisis stepwised tampak

pada analisis koefisien

korelasi berganda (R) atau

koefisien determinasi (R2).

11. Hipotesis Statistik

a. Hipotesis Statistik

Pertama (pengujian

Pengaruh X1 terhadap

Y)

Ho: ργ = 0

H1 : ρy.1 >0

b. Hipotesis Statistik

kedua ( pengujian

pengaruh X2 terhadap

Y)

Ho: ργ . = 0

H1 : ρy.2 >0

c. Hipotesis Statistik

ketiga ( pengujian

pengaruh X1 dan X2

terhadap Y secara

bersam-sama)

Ho: ργ . , = 0

H1 : ρy.1,2 >0

Lokasi penelitian

berada di Lembaga

Pendidikan XYZ di Jakarta

Pusat. Pengambilan Data

dilakukan pada bulan Maret

2014.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini

menggunakan analisis regresi linier

berganda sehingga ada persyaratan

yang harus dipenuhi sebelum analisis

dilaksanakan. Hal tersebut untuk

Page 23: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

39

memperkecil terjadinya

penyimpangan. Persyaratan itu

adalah uji asumsi klasik yang

meliputi: uji multikolinieritas, uji

autokorelasi, uji heteroskedastisitas,

dan uji normalitas. Berikut ini adalah

hasil perhitungan masing-masing uji

asumsi klasik:

1. Uji Normalitas

Data penelitian dari ketiga

variabel yaitu Job Stressor (X1),

Konflik Kerja (X2) dan Kinetja

Karyawan (Y) yang diperoleh

dari 60 responden melalui

kuesioner, setelah dianalisis

dengan menggunakan program

SPSS 17.00 ternyata

menunjukkan pola distribusi

normal. Hal ini ditunjukkan oleh

output perhitungan dengan

menggunakan Kolmogorov-

Smirnov test (K-S) sebagai

berikut:

Tabel 4.1 Hasil Uji

Normalitas

Dalam penelitian ini uji

normalitas menggunakan uji

statistik non parametrik

Kolmogorov Smirnov (K-S).

Hasil pengolahan data K-S

diperoleh nilai probabilitas value

sebesar 0,426 sedangkan

besarnya asymp.sig (2-tailed)

adalah 0,994 menunjukkan

keadaan yang tidak signifikan.

Hal ini mempunyai arti bahwa

data residual berdistribusi

normal.

2. Uji Multikolinieritas

Untuk mengetahui ada

tidaknya multikolinearitas, yang

perlu dilihat dari program olah

data SPSS for windows release

17 adalah tolerance dan

Variance Inflation Faktor (VIF),

jika nilai tolerance variance

independent lebih besar dari

0,01 dan nilai VIF lebih kecil

dari 10 berarti tidak terjadi

multikolinearitas.

Tabel 4.2 Hasil Pengujian

Multikolinearitas

Berdasarkan tabel di atas,

maka dapat diketahui nilai

toleranceX1 = 0,617 X2 = 0,617,

> 0,01 dan nilai VIF X1 = 1,619,

X2 = 1,619, < 10 berarti lolos uji

multikolinearitas.

Page 24: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

40

Tabel 4.3 Hasil Uji

Heteroskedastisitas

3. Uji Heterokedastisitas

Hasil output perhitungan

uji heteroskedastisitas

menggunakan uji Glejser

menunjukkan nilai signifikansi

Job Stressor sebesar 0,883,

Konflik kerjasebesar 0,649.

Semua data tersebut nilainya

lebih besar dari 0,05. Hal ini

berarti model regresi yang

digunakan tidak terjadi

heteroskedastisitas antar

residual, berarti lolos uji

heteroskedastisitas.

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi

4. Uji Hipotesis

Tabel 4.5 Hasil Uji Regresi linier

Berganda

Berdasarkan tabel diatas ,

perhitungan program SPSS Statistics

17.0 diketahui persamaan regresi:

Y = 86,888 – 0,346X1 – 0,274 X2

Keterangan:

Y = Kinerja Karyawan

X = Job Stressor X2= Konflik Kerja

a. a = 86,888 adalah konstanta.

Artinya apabila variabel Job

stressor (X1), Konflik kerja(X2)

sama dengan nol, maka Kinerja

karyawan (Y) sebesar 86,888.

b. Diketahui besarnya koefisien

regresi Job Stressor (X1)

diperoleh sebesar -0,346 bernilai

negatif. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa setiap

terjadi peningkatan Job Stressor

(X1) sebesar satu satuan maka

akan diikuti oleh penurunan

Kinerja Karyawan (Y) sebesar -

0,346 satuan, atau sebaliknya

apabila terjadi penurunan Job

Stressor (X1) sebesar satu satuan

maka akan diikuti oleh

peningkatan Kinerja Karyawan

(Y) sebesar -0,346 satuan.

c. Diketahui besarnya koefisien

regresi Konflik Kerja (X2)

diperoleh sebesar -0,274 bernilai

negatif. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa setiap

terjadi peningkatan Konflik

Kerja (X2) sebesar satu satuan

maka akan diikuti oleh

penurunan Kinerja Karyawan

(Y) sebesar -0,274 satuan, dan

sebaliknya apabila terjadi

penurunan Konflik Kerja (X2)

sebesar satu satuan maka akan

diikuti oleh peningkatan Kinerja

Karyawan (Y) sebesar -0,274

satuan.

Page 25: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

41

Tabel 4.6 Hasil Uji Regresi

Koefisien korelasi

termasuk kategori Sangat Kuat

karena memiliki nilai R sebesar

0,708 yaitu terdapat hubungan

Kuat/tinggi antara variabel

independen atau bebas variabel

Job Stressor (X1) dan Konflik

Kerja (X2) dengan variabel

dependen atau terikat variabel

Kinerja Karyawan (Y).

1) Hasil Uji t

Tabel 4.7 Hasil Uji t

Berdasarkan hasil uji

regresi menunjukkan bahwa

variabel Job Stressor

mempunyai nilai thitung>

ttabel, yaitu -3,381 > 2,002

dengan taraf signifikansi

sebesar 0,001. Hal ini

berarti Ho ditolak dan H1

diterima. Artinya, bahwa

ada pengaruh negatif dan

signifikan antara Job

Stressorterhadap kinerja

karyawan. Berdasarkan

hasil hipotesis berarti Ho

ditolak dan H1 diterima.

Hal ini berarti bahwa

variabel Job Stressor (X1)

berpengaruh signifikan

terhadap variabel kinerja

karyawan (Y). Dengan nilai

thitung yang bernilai negatif,

maka hal tersebut juga

menunjukkan bahwa

semakin rendah job Stressor

(X1) yang dialami

karyawan, maka semakin

tinggi Kinerja Karyawan

(Y) sebaliknya semakin

tinggi Job Stressor (X1)

yang dialami karyawan,

maka semakin rendah

Kinerja Karyawan (Y) .

Variabel konflik kerja

mempunyai nilai t sebesar -

3.225 > 2,002 dengan taraf

signifikansi sebesar 0,002.

Hal ini berarti Ho ditolak

dan Ha diterima. Artinya,

bahwa ada pengaruh negatif

dan signifikan antara

konflik kerja terhadap

kinerja karyawan.

Berdasarkan hasil hipotesis

berarti Ho ditolak dan H1

diterima.

Hal ini berarti bahwa

variabel Konflik kerja (X2)

berpengaruh signifikan

terhadap variabel kinerja

karyawan (Y). Dengan nilai

thitung yang bernilai negatif,

maka hal tersebut juga

menunjukkan bahwa

semakin rendah Konflik

kerja (X2) yang dialami

karyawan, maka semakin

tinggi Kinerja Karyawan

(Y) sebaliknya semakin

tinggi Konflik kerja (X2)

yang dialami karyawan,

maka semakin rendah

Kinerja Karyawan (Y).

Page 26: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

42

2) Hasil Uji F

Tabel 4.8. Hasil Uji F

Berdasarkan hasil

perhitungan F test diperoleh

nilai F sebesar 28,593

dengan signifikansi sebesar

0,000 lebih kecil dari 0,05.

Nilai F sebesar 28,593 >

3,15593. Hasil penelitian ini

berarti variabel Job Stressor,

konflik kerja secara

bersama-sama berpengaruh

terhadap Kinerja Karyawan.

Dengan demikian,

Ada pengaruh yang

signifikan Job Stressor dan

konflik kerja secara

bersama-sama terhadap

kinerja karyawan.

3) Penghitungan Koefisien

Determinasi (R2)

Tabel 4.9 Hasil Penghitungan

Koefisien Determininasi

Hasil perhitungan

koefisien determinasi (R2)

dengan bantuan program

SPSS 17.00 for windows,

menunjukkan nilai R2 =

0,501. Artinya Job Stressor

(X1), konflik kerja (X2), dapat

menerangkan Kinerja

karyawan (Y) sebesar 50,1%.

Sisanya 49,9% dipengaruhi

oleh variabel lain yang tidak

termasuk dalam model ini

seperti kondisi kerja,

motivasi, budaya organisasi,

lingkungan kerja, dan

perilaku pemimpin.

4) Pengujian Dominan Variabel

Pengujian Dominan

variabel dilakukan untuk

mengetahui variabel mana

yang dominan berpengaruh

terhadap kinerja dengan

metode stepwised satu

dengan tabel kentutan di tabel

4.10.

Tabel 4.10

Dalam metode

stepwised satu variabel bebas

Xi yang paling dominan

muncul paling dahulu, diikuti

oleh variabel bebas Xi yang

ke-dua pengaruhnya setelah

yang pertama, dan demikian

seterusnya. Hasil analisis

stepwised tampak pada

analisis koefisien korelasi

berganda (R) atau koefisien

determinasi (R2).

Tabel 4.11

Page 27: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

43

Dari tabel 4.12 di

bawah maka dapat diketahui

bahwa variabel bebas X1

yang paling dominan

berpengaruh terhadap kinerja

karyawan dengan F hitung

sebesar 40.264 dengan

tingkat signifikan sebesar

0,000 (berpengaruh sangat

nyata).

Variable dominan ke-2

adalah X2 berpengaruh

terhadap kinerja karyawan

dengan F hitung sebesar

28,593 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,000

(berpengaruh sangat nyata).

Tabel 4.12. Hasil Pengujian

Dominan

PEMBAHASAN

Kinerja adalah tingkat

keberhasilan seseorang dalam

melaksanakan pekerjaan. Sejauh

mana keberhasilan seseorang dalam

menyelesaikan tugas pekerjaannya

disebut level of performance. Pada

umumnya kinerja atau performance

diberi batasan sebagai kesuksesan

seseorang dalam melaksanakan suatu

pekerjaan. Jadi kinerja adalah hasil

yang dicapai seseorang menurut

ukuran yang berlaku untuk pekerjaan

yang bersangkutan (Nurhayati,

2003).

Baik buruknya kinerja

karyawan apada suatu perusahaan

atau instansi bisa dipengaruhi oleh

berbagai hal, diantaranya adalah

adanya job stressor dan konflik

kerja. Oleh karena itu, penulis

tertarik untuk meneliti seberapa

besar dan bagaimana pengaruh job

stressor dan konflik kerja terhadap

kinerja karyawan pada Lembaga

Pendidikan XYZ.

Berdasarkan hasil penelitian

tentang pengaruh job stressor dan

konflik kerja terhadap kinerja

karyawan di Lembaga Pendidikan

XYZ diperoleh persamaan Y =

86,888 – 0,346X1 – 0,274 X2. Nilai

konstan pada persamaan regresi

adalah 86,888 dengan parameter

positif. Hal ini berarti bahwa jika

tidak ada job stressor dan konflik

kerja maka terjadi peningkatan

terhadap kinerja karyawan.

Job Stressor adalah faktor-

faktor yang menyebabkan terjadinya

stress di tempat kaerja (Newstroom

dan Davis, 1993). Job stressor dapat

dikelompokkan ke dalam empat

kategori, yaitu stressor lingkungan

fisik, stressor individu, stressor

kelompok, dan stressor

organisasional. Oleh karena itu,

perusahaan harus memperhatikan

bagaimana caranya supaya job

stressor bida dikelola dan

diminimalisir agar tidak menurunkan

kinerja karyawan secara signifikan.

Nilai koefisien regresi untuk

variable job stressor (x1) adalah -

0,346 dengan parameter negatif. Hal

ini berarti bahwa apabila ada

kenaikan variabel job stressor pada

Lembaga Pendidikan XYZ, akan

semakin menurun kinerja karyawan.

Hasil perhitungan untuk variable job

stressor diperoleh nilai thitung> ttabel,

yaitu -3,381 > 2,002 dengan taraf

signifikansi sebesar 0,001. Hal ini

berarti Ho ditolak dan H1 diterima.

Artinya, bahwa ada pengaruh negatif

Page 28: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

44

dan signifikan antara Job Stressor

terhadap kinerja karyawan.

Robbins (2003) mengatakan

konflik adalah proses yang dimulai

ketika satu pihak menganggap pihak

lain secara negative mempengaruhi,

atau secara negative mempengaruhi

sesuatu yang menjadi kepedulian

pihak pertama. Oleh karena itu

perusahaan harus mengurangi

terjadinya potensi konflik di tempat

kerja hal ini bisa mempengaruhi

kinerja karyawan.

Hasil perhitungan untuk

variable konflik kerja diperoleh nilai

t sebesar -3.225 > 2,002 dengan taraf

signifikansi sebesar 0,002. Hal ini

berarti Ho ditolak dan Ha diterima.

Artinya, bahwa ada pengaruh negatif

dan signifikan antara konflik kerja

terhadap kinerja karyawan.

Berdasarkan hasil perhitungan

F test diperoleh nilai F sebesar

28,593 dengan signifikansi sebesar

0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai F

sebesar 28,593 > 3,15593. Hasil

penelitian ini berarti variabel Job

Stressor, konflik kerja secara

bersama-sama berpengaruh terhadap

Kinerja Karyawan. Dengan

demikian terdapat pengaruh yang

signifikan Job Stressor, konflik kerja

secara bersama-sama berpengaruh

terhadap kinerja karyawan.

Dari hasil pengolahan data

dapat diketahui bahwa variable bebas

X1 (Job Stressor) yang paling

dominan berpengaruh terhadap

kinerja karyawan dengan F hitung

sebesar 40.264 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,000

(berpengaruh sangat nyata). Variable

dominan ke-2 adalah X2 (konflik

Kerja) berpengaruh terhadap kinerja

karyawan dengan F hitung sebesar

28,593 dengan tingkat signifikan

sebesar 0,000 (berpengaruh sangat

nyata).

Karena sukar mengurangi

konflik antarkelompok apabila telah

terjadi, maka akan lebih baik

mencegah sebelum terjadi. Hal ini

dapat dilakukan dengan beberapa

cara. Pertama, pemimpin perlu

menekankan kontribusi terhadap

tujuan menyeluruh daripada sekedar

penekanan pada pencapaian tujuan

subkelompok/subunit. Kedua,

hendaknya dilakukan upaya

meningkatnya frekuensi komunikasi

dan interaksi antara kelompok dan

mengadakan sistem ganjaran bagi

kelompok yang saling membantu.

Ketiga, bilamana setiap orang perlu

diberikan pengalaman kerja di

berbagai depertemen untuk

memperluas dasar empati dan

pengertian mereka atas masalah-

masalah kelompok (Seta Basri,

2011).

Organisasi kolaboratif

cenderung mengalami banyak

konflik yang berkaitan dengan tugas,

yang mempertinggi efektivitas secara

keseluruhan. Ini dapat terjadi karena

dalam kondisi seperti itu setiap orang

mempercayai orang lain serta

bersikap terus terang dan terbuka

dalam berbagai informasi dan ide.

Dalam situasi persaingan yang

dicirikan konfrontasi menang-kalah,

kemungkinan besar konflik kurang

terbuka, karena kurangnya interaksi

total dam setiap kelompok cenderung

tidak mau memberikan sumber daya

dan informasinya kepada kelompok

lain, yang karenanya memperlemah

potensi efektivitas organisasi secara

keseluruhan.

Page 29: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

45

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data

dan pembahasan yang telah

diuraikan pada bab sebelumnya,

maka hasil penelitian tentang

pengaruh job stressor dan konflik

kerja terhadap kinerja karyawan di

Lembaga Pendidikan XYZ dapat

ditarik kesimpulan sebgai berikut;

1. Terdapat pengaruh signifikan

negatif dari job stressor terhadap

kinerja karyawan. Hal tersebut

dapat dilihat dari perolehan nilai

thitung> ttabel, yaitu -3,381 > 2,002

dengan taraf signifikansi sebesar

0,001. Artinya semakin besar

job stressor, maka akan

berpengaruh signifikan dalam

menurunkan kinerja karyawan.

Maka H1 yang menyatakan job

stressor berpengaruh negatif

terhadap kinerja karyawan

dalam penelitian ini terbukti

(diterima).

2. Terdapat pengaruh yang

signifikan negatif dari konflik

kerja terhadap kinerja karyawan.

Hal tersebut dapat dilihat dari

perolehan nilai t sebesar -3.225

> 2,002 dengan taraf signifikansi

sebesar 0,002. Hal ini berarti Ho

ditolak dan Ha diterima.

Artinya, bahwa ada pengaruh

negatif dan signifikan antara

konflik kerja terhadap kinerja

karyawan. Semakin besar

konflik kerja, maka akan

berpengaruh signifikan dalam

menurunkan kinerja karyawan.

3. Terdapat pengaruh signifikan

negatif dari job stressor dan

konfli kkerja secara bersama-

sama terhadap kinerja karyawan.

hal ini Berdasarkan hasil

perhitungan uji F test diperoleh

nilai F sebesar 28,593 dengan

signifikansi sebesar 0,000 lebih

kecil dari 0,05. Nilai F sebesar

28,593 > 3,15593. Artinya

variabel Job Stressor dan

konflik kerja secara bersama-

sama berpengaruh terhadap

Kinerja Karyawan. Dengan

demikian, dikatakan ada

pengaruh yang signifikan Job

Stressor, konflik kerja secara

bersama-sama yang berpengaruh

terhadap kinerja

Setelah melihat hasil dan

kesimpulan yang telah penulis

kemukakan di atas, maka selanjutnya

penulis mencoba untuk memberikan

saran-saran sebagai pertimbangan.

Adapun saran-saran tersebut antara

lain:

1. Bagi Pimpinan di Lembaga

pendidikan XYZ di Jakarta,

mengingat kesulitan dalam

mengurangi konflik

antarkelompok apabila telah

terjadi, maka akan lebih baik

mencegah sebelum terjadi. Hal

ini dapat dilakukan dengan

beberapa cara. Pertama,

pemimpin perlu menekankan

kontribusi terhadap tujuan

menyeluruh daripada sekedar

penekanan pada pencapaian

tujuan subkelompok/subunit.

Kedua, hendaknya dilakukan

upaya meningkatnya frekuensi

komunikasi dan interaksi antara

kelompok dan mengadakan

sistem ganjaran bagi kelompok

yang saling membantu.

Selanjutnya dalam usaha

peningkatan kinerja karyawan,

hendaknya piminan perusahaan

lebih memperhatikan faktor-

faktor yang bisa menyebabkan

stress di tempat kerja. Seperti

Page 30: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

46

menciptakan lingkungan kerja

yang nyaman, menghargai hasil

kerja bawahan dan teman kerja,

atasan memberikan pujian

terhadap karyawan yang

berprestasi bagus, memberikan

kewenangan yang cukup

terhadap karyawan untuk

melaksanakan pekerjaan,

menyamakan visi antara atasan

dan bawahan terhadap suatu

pekerjaan dan tujuan instansi,

menghindari terjadinya

perselisihan antar sesama

karyawan ataupun karyawan

dengan atasan dan alin-lain.

Apabila tingkat job stressor dan

konflik kerja terlalu tinggi, maka

akan berpengaruh terhadap

penurunan kinerja karyawan

yang ada di perusahaan atau

instansi tersebut.

2. Bagi Peneliti selanjutnya

diharapkan dapat lebih variatif

mengembangkan faktor-faktor

yang mempengaruhi kinerja

karyawan, tidak sebatas pada job

stressor dan konflik kerja saja,

tapi dapat mengembangkan

faktor-faktor lainnya seperti

upah, tunjangan, insentif,

kepemimpinan, komunikasi dan

lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur

Penelitian: Suatu Pendekatan

Praktik. Edisi Revisi. Cetakan

Kedelapan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Diansyah, Deny Nur. 2010.

Pengaruh Job Stressor dan

Konflik Kerja terhadap Kinerja

Karyawan Dinas Pekerjaan

Umum Pemerintah Kota

Surakarta, Tesis, Universitas

Negeri Surakarta, tidak

dipublikasikan.

Effendi, Sofian dan Masri

Singarimbun. 2001. Metode

Penelitian Survey. Edisi

Ketiga. Jakarta: LP3ES

Fakhrudin, Ali Ahmad & Asri,

Laksmi Riani. 2003.

Moderating Effect of Locus of

Control For The Relationship

Vetween Job Stress and

Strains: A Case Study Among

RSIS Nurses. Jurnal Bisnis

Ekonomi.

Flippo, Edwin B. 1984, Personal

Management, MC. Graw-

Hill.Inc. terjemahan 2002

Gibson R, Ivancevich L, Donnely R.

202. Organistions Behaviour

Structure Process. USA: Irwin

Inc.

Giilboa, S. A. Shirom, Y Fried, CL

Cooper. A Meta-Analysis of

Work Demand Stressors Anf

Job Performance: Examining

Main And Moderating Effects.

Personnel Psychology, 2008.

Volume: 61, Issue:2, Publisher:

Wiley Online Library.

Gujarati, DN.2003. Basic

Econometrics, Third Edition,

MC Graw Hill, New York.

Hariandja, Marihot Tua Efendi

(2002), Manajemen Sumber

Daya Manusia : Pengadaan,

Pengembangan,

Pengkompensasian dan

Page 31: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

47

Peningkatan Produktivitas

Pegawai, Grasindo

Widiasarana Indonesia, Jakarta

Kreither, R., and Kinicki, A. 2001.

Organizational Behaviour.

Burr Ridge, ILL:

Irwin/McGraw-Hill

Mankunegara, A. Anwar Prabu,

2001. Psikologi Perusahaan.

Edisi Ke 12, PT. Trigenda

Karya: Bandung.

_______2002. Manajemen Sumber

Daya Manusia Perusahaan.

PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Mangkuprawira, Sjafri (2004),

Manajemen Sumber Daya

Manusia Strategik, Ghalia

Indonesia, Jakarta Selatan.

Munandar A. S. 2001. Psikologi

Industri dan Organisasi.

Jakarta: Universitas Indonesia.

Munandar, AS. 1987. Manajemen

Konflik dalam Organisasi,

Pengendalian Konflik dalam

Organisasi. Jakarta : Fakultas

Psikologi Universitas

Indonesia,

Murtiningrum, Sari. 2006. Analisis

Pengaruh Stress Pekerjaan

dan Konflik Kerja terhadap

Kinerja Karyawan Bank BCA

Cabang Semarang. Tesis,

Universitas Diponegoro, tidak

dipublikasikan.

Newstroom, Jhon W. & Davis,

Keith. 2001. Organizational

Behaviour: Human Behaviour

At Work. New York: Mc Graw

Hill.

Nurhayati, Sri. 2003. Pengaruh

Stress Kerja Terhadap Kinerja

Dengan Kepuasan kerja

sebagai Variabel Moderating.

Tesis. Manajemen Universitas

Gadjah mada.

Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-

prinsip Perilaku Organisasi.

Terjemahan: Halida Edisi

Kelima. Kjakarta: Erlangga.

Sedarmayanti, Manajemen Sumber

Daya Manusia (Reformasi

Birokrasi dan Manajemen

PNS), PT. Refika Aditama,

Bandung, 2007

Sentono, Suryadi Perwiro. 2001.

Model Manajemen Sumber

Daya Manusia Indonesia, Asia

dan Timur Jauh. Jakarta: Bumi

Aksara.

Soekarsono, R. 2012. Materi

Perkuliahan Teori Organisasi.

Jakarta: STIAMI.

Sugiyono. 2004. Metode penelitian

Bisnis. Bandung: Alfabeta

Taksonomi 2 Dimensi Resolusi

Konflik dari Thomas Ruble

and Kenneth Thomas seperti

dikutip dalam David A.

Whetten and Kim S. Cameron,

Developing Management Skill,

7th Edition (Delhi: Dorling

Kindersley India Pvt. Ltd.,

2008) p.371

Tobing, Carolina. 2007. Pengaruh

Stress kerja Terhadap Kinerja

Page 32: IMPLIKASI KINERJA KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN …

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

48

: Studi Pada Para Tenaga

Perawat Bagian Raat Inap

(IRNA) RS Bethesda

Yogyakarta. Skripsi,

Manajemen Universitas Gadjah

Mada, tidak dipublikasikan.

Thoha, Miftah. 1993. Kepemimpinan

dalam Manajemen. Jakarta:

PT.Raja Grafindo Persada

Uno, Hamzah B., 2006. Teori

Motivasi dan Pengukurannya.

Jakarta: Bumi Aksara.

W.F.G. Mastenbroek. 1986.

Penanganan Konflik Dan

Pertumbuhan Organiasasi.

Jakarta : Penerbit Universitas

Indonesia (UI-Press)

Wibisono, D. 2006. Manajemen

Kinerja: Konsep Design dan

Teknik Meningkatkan Daya

Saing perusahaan, Jakarta:

Erlangga.

Winardi, J. 2004. Manajemen

Perilaku Organisasi. Jakarta.

Kencana.

_______. 1992. Kepemimpinan

Dalam Manajemen, Jakarta:

Rineka Cipta.

www.google.com

http://www.e-psikologi.com//

http://kesha.blog.fisip.uns.ac.id/201/

11/04/konflik-dan-kompetisi-

dalam-organisasi/

http://setabasri01.blogspot.com/2011

/01/konflik-dalam-organisasi.html