implementasi semu perda ktr dengan fungsi preventif promotif puskesmas_revisi

11
IMPLEMENTASI SEMU PERDA KTR DAN FUNGSI PROMOTIF- PREVENTIF PUSKESMAS Linta Meyla Putri* Dinda Rahmaniar** RINGKASAN EKSEKUTIF . Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India (WHO, 2008). Dua dari tiga laki-laki dewasa Indonesia adalah perokok dengan rata-rata konsumsi rokok 13 batang per hari. Perokok pasif sangat rentan menjadi korban penyakit akibat rokok karena menghisap asap sampingan yang 3 kali lebih berbahaya dari yang dihisap perokok aktif. Pengendalian para perokok yang menghasilkan asap rokok yang sangat berbahaya bagi kesehatan perokok aktif maupun perokok pasif merupakan salah satu solusi menghirup udara bersih tanpa

Upload: lintameyla

Post on 12-Dec-2015

227 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Policy Brief

TRANSCRIPT

IMPLEMENTASI SEMU

PERDA KTR DAN FUNGSI PROMOTIF-

PREVENTIF PUSKESMAS

Linta Meyla Putri*

Dinda Rahmaniar**

RINGKASAN EKSEKUTIF

. Indonesia menduduki peringkat ke-

3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia

setelah China dan India (WHO, 2008).

Dua dari tiga laki-laki dewasa Indonesia

adalah perokok dengan rata-rata

konsumsi rokok 13 batang per hari.

Perokok pasif sangat rentan menjadi

korban penyakit akibat rokok karena

menghisap asap sampingan yang 3 kali

lebih berbahaya dari yang dihisap perokok

aktif. Pengendalian para perokok yang

menghasilkan asap rokok yang sangat

berbahaya bagi kesehatan perokok aktif

maupun perokok pasif merupakan salah

satu solusi menghirup udara bersih tanpa

paparan asap rokok atau biasa disebut

penetapan Kawasan Tanpa Rokok sangat

penting untuk ditetapkan dan diterapkan

secara optimal.

PENDAHULUAN

Hak untuk menghirup udara bersih

tanpa paparan asap rokok telah menjadi

perhatian dunia. WHO memprediksi

penyakit yang berkaitan dengan rokok

akan menjadi masalah kesehatan di dunia.

Dari tiap 10 orang dewasa meninggal, 1

orang diantaranya meninggal karena

disebabkan asap rokok. Dari data terakhir

WHO ditahun 2004 ditemua sudah

mencapai 5 juta kasus kematian setiap

tahunnya serta 70% terjadi di negara

berkembang, termasuk diantaranya di

Asia dan Indonesia. Di tahun 2025 nanti,

saat jumlah perokok dunia sekitar 650 juta

orang maka akan ada 10 juta kematian

per tahun.

Indonesia menduduki peringkat ke-

3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia

setelah China dan India (WHO, 2008).

Dua dari tiga laki-laki dewasa Indonesia

adalah perokok dengan rata-rata

konsumsi rokok 13 batang per hari.

Kenyataan ini membawa Indonesia berada

pada urutan ketiga dunia dengan jumlah

perokok laki-laki dewasa terbanyak

dibawah China dan India.

Meskipun rata-rata usia mulai

merokok adalah 17,6 tahun. Namun,

sekitar 75% perokok Indonesia memulai

merokok sebelum berusia 20 tahun.

Sebanyak 78,4% mereka yang berusia 15

tahun ke atas terpapar asap rokok di

rumah, 63,4% di kantor pemerintah,

17,9% di fasilitas kesehatan, 85,4% di

restoran, dan 70% di sarana transportasi

umum.

ROKOK DAN PEROKOK PASIF

Menurut Peraturan Bersama

Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam

Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011

Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman

Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok

bahwa rokok adalah salah satu produk

tembakau yang dimaksudkan untuk

dibakar, dihisap, dan/atau dihirup

termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu

atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari

tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana

Rustica, dan spesies lainnya atau

sintetisnya yang asapnya mengandung

nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan

tambahan.

Susenas (2004) menemukan

bahwa pada tida dari empat (71%)

keluarga di Indonesia paling tidak terdapat

satu orang perokok. Delapan dari sepuluh

(84,2%) perokok berusia 15 tahun keatas

merokok di rumah bersama dengan

anggota keluarga lainnya. Kebiasaan

merokok didalam rumah menyebabkan

anggota keluarga terpapar asap rokok

atau menjadi perokok pasif.

Survey Global Youth Tobacco

Survey (2006) pada pelajar SMP (usia 13-

15 tahun) menunjukkan 6 dari 10 siswa

(64,2%) terpapar asap rokok orang lain di

rumah, 8 dari 10 (81%) siswa terpapar

asap rokok orang lain ditempat umum dan

menjadi urutan pertama melebihi negara

miskin seperti Bangladesh 47%, Myanmar

51%, dan timor Leste 70%.

Perokok pasif sangat rentan

menjadi korban penyakit akibat rokok

2 |

Gb.1 Data Prevalensi Rokok menurut Susenas dan Riskesdas

karena menghisap asap sampingan yang

3 kali lebih berbahaya dari yang dihisap

perokok aktif.

KAWASAN TANPA ROKOK

Pengendalian para perokok yang

menghasilkan asap rokok yang sangat

berbahaya bagi kesehatan perokok aktif

maupun perokok pasif merupakan salah

satu solusi menghirup udara bersih tanpa

paparan asap rokok atau biasa disebut

penetapan Kawasan Tanpa Rokok sangat

penting untuk ditetapkan dan ditegakkan

pelaksanaannya.

Menurut Peraturan Bersama

Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam

Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011

Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman

Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok

bahwa Kawasan Tanpa Rokok yang

selanjutnya disingkat KTR, adalah

ruangan atau area yang dinyatakan

dilarang untuk kegiatan merokok atau

kegiatan memproduksi, menjual,

mengiklankan, dan/atau mempromosikan

tembakau. Penetapan Kawasan Tanpa

Rokok merupakan upaya perlindungan

untuk masyarakat terhadap risiko

ancaman gangguan kesehatan karena

lingkungan tercemar asap rokok.

Penetapan Kawasan Tanpa Rokok

ini perlu diselenggarakan di fasilitas

pelayanan kesehatan, tempat proses

belajar mengajar, tempat anak bermain,

tempat ibadah, angkutan umum, tempat

kerja, tempat umum dan tempat lain yang

ditetapkan, untuk melindungi masyarakat

yang ada dari asap rokok.

KERUGIAN EKONOMI AKIBAT ROKOK

Rokok merupakan barang hasil

tembakau yang dikenakan cukai karena

memiliki sifat atau karakteristik: (1)

Konsumsinya perlu dikendalikan; (2)

Peredarannya perlu diawasi; (3)

Pemakaiannya dapat menimbulkan

dampak negatif bagi masyarakat dan

lingkungan. Cukai rokok dibayar oleh

perokok melalui pabrik rokok/importir

rokok untuk kemudian disetor ke kas

Negara. Penerimaan Negara dari cukai

rokok meningkat setiap tahunnya seiring

dengan peningkatan jumlah perokok.

Penerimaan Negara dari cukai rokok pada

tahun 2010 adalah Rp. 63,2 Triliun dan

tahun 2012 sebesar Rp. 77 Triliun.

Diantara 33 provinsi di Indonesia,

hanya 16 yang menerima penyaluran

Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

(DBHCHT) pada tahun 2012.

Sebanyak 2% dari total

pendapatan cukai rokok

didistribusikan pemerintah pusat

kepada daerah penghasil

tembakau/rokok dalam bentuk

DBHCHT.

DBHCHT dapat dimanfaatkan

untuk penetapan kawasan tanpa

rokok (KTR) dan penyediaan

fasilitas perawatan kesehatan bagi

penderita akibat dampak rokok

(pembinaan lingkungan sosial).

3 |

Sebanyak 17 provinsi non penghasil

tembakau/rokok tidak menerima DBHCHT

dan pendapatan lain dari tembakau/rokok.

Provinsi yang bukan penghasil

tembakau/rokok harus mengelola

anggaran daerahnya dengan lebih

baik agar tidak terjadi pengeluaran

yang berlebihan untuk membayar

biaya pengobatan berbagai

penyakit yang diakibatkan oleh

rokok.

Dengan demikian provinsi yang tidak

menghasilkan tembakau/rokok merupakan

daerah yang secara ekonomi dan

kesehatan dirugikan oleh kegiatan

merokok warganya.

Total kerugian ekonomi yang ditimbulkan

rokok pada tahun 2010 diperkirakan

mencapai Rp. 245,41 Trilliun, dengan

proporsi:

BELUM OPTIMALNYA IMPLEMENTASI

PERDA KAWASAN TANPA ROKOK

Implementasi PERDA KTR di

Surabaya mendapatkan respon yang luar

biasa oleh warga di Surabaya 96,6% dari

484 responden survey opini publik di

Surabaya tentang PERDA KTR

mneyatakan setuju dan mendukung

adanya perda KTR

Namun tingginya dukungan

terhadap PERDA KTR tidak berimplikasi

terhadap kepatuhan larangan merokok di

area KTR. Masih banyak pelanggaran

yang terjadi di area KTR. Hal ini

disebabkan karena berbagai hal yang

kompleks, seperti kurangnya pemahaman

dan informasi terkait PERDA KTR,

kurangnya sosialisasi oleh pemerinah

setempat, kurangnya pengawasan

terhadap implementasi PERDA KTR

sehingga masih banyak terjadi

pelanggaran di area khusus KTR. Perlu

adanya pengawsana secara intens dan

mendalam oleh Pemerintah Daerah dan

dukungan berbagai lintas sektor, terutama

sektor kesehatan. Dalam hal ini

Puskesmas merupakan ujung tombak

utama dalam penegakan fungsi promotif

dan preventif terkait KTR.

PERAN PUSKESMAS

4 |

Sanga

t Men

dukung

Menduku

ng

Tidak

Men

dukung

Sanga

t Tidak

Men

dukung

Tidak

Tahu

13.5

57.9

7.4 0.2 0.8

Dukungan Warga Surabaya

Dukungan Warga Surabaya

Tabel 1. Total Kerugian Ekonomi oleh Rokok tahun 2010

Sumber: LDUI-WHO 2009

Diagram 1. Dukungan Warga Surabaya terhadap KTR

Sumber: Diseminasi Implementasi PERDA KTR di Surabaya 2015

Pembelian rokok

53,20%Productivitas yang hilang* 40,60%Biaya rawat inap

5,51%Biaya rawat jalan

0,69%

Menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75

tahun 2014 Tentang Puskesmas bahwa

Pusat Kesehatan Masyarakat yang

selanjutnya disebut Puskesmas adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan

perseorangan tingkat pertama, dengan

lebih mengutamakan upaya promotif dan

preventif, untuk mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya di wilayah kerjanya.

Paradigma sehat,

pertanggungjawaban wilayah,

keterpaduan dan kesinambungan adalah

tiga dari lima prinsip penyelenggaraan

Puskesmas yang tercantum dalam pasal 3

ayat 1 pada Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014.

Hal ini menjadi kewajiban Puskesmas

untuk mendorong seluruh pemangku

kepentingan untuk berkomitmen dalam

upaya mencegah dan mengurangi resiko

kesehatan yang dihadapi indivisu,

keluarga, kelompok dan masyarakat.

Selain itu, Puskesmas juga harus bisa

menggerakkan dan bertanggungjawab

terhadap pembangunan kesehatan di

wilayah kerjanya. Bukan hanya di warga

yang datang ke Puskesmas saja.

Secara Nasional standar wilayah

kerja puskesmas adalah satu

Kecamatman, tetapi apabila di satu

Kecamatan terdapat lebih dari satu

puskesmas, maka tanggung jawab

wilayah kerja dibagi antar puskesmas,

dengan memperhatikan keutuhan konsep

wilayah (desa/kelurahan atau RW).

Masing-masing puskesmas tersebut

secara operasional bertanggung jawab

langsung kepada Dinas K esehatan

kabupaten/kota (Sulastomo, 2007).

Puskesmas juga mengintegrasikan

dan mengkoordinasikan penyelenggaraan

UKM lintas program dan lintas sektor yang

berarti Puskesmas harus bisa

berkolaborasi dengan berbagai pihak

untuk mengoptimalisasikan program

promotif dan preventif. Selain itu,

Puskesmas mempunyai tugas

melaksanakan kebijakan kesehatan untuk

mencapai tujuan pembangunan kesehatan

di wilayah kerjanya dalam rangka

mendukung terwujudnya kecamatan

sehat. Salah satunya implementasi tugas

Puskesmas adalah dengan

menyelenggarakan fungsi UKM tingkat

pertama di wilayah kerjanya termasuk

upaya pengendalian dampak rokok.

Melaksanakan komunikasi,

informasi, edukasi, dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan dan

menggerakkan masyarakat untuk

mengidentifikasi serta menyelesaikan

masalah kesehatan pada setiap tingkat

perkembangan masyarakat yang

bekerjasama dengan sektor lain terkait

adalah beberapa wewenang Puskesmas

yang dapat mendukung pengendalian

KTR berbasis pemberdayaan masyarakat.

REKOMENDASI

5 |

1. Mengusulkan kebijakan kepada

Pemerintah Daerah Kota Surabaya

dan Dinas Kesehatan Kota

Surabaya tentang pembentukan

Satuan Petugas Penegak Kawasan

Tanpa Rokok (SP2KTR) di bawah

naungan Puskesmas.

Pembentukan SP2KTR bertujuan

untuk menegakkan dan memantau

proses implementasi KTR di

wilayah cakupan Puskesmas

sebagai bentuk perwujudan

tanggung jawab memelihara

kesehatan masyarakat wilayah

melalui upaya promotif dan

preventif. Selain itu, KTR dapat

jelas dan tegas terimplementasi

disetiap wilayah yang sudah

ditentukan pada Permenkes

maupun Perda setempat dan juga

untuk mendukung terwujudnya

kecamatan sehat.

2. Pemahaman ulang tentang Perda

KTR di Surabaya dan peran

Puskesmas pada upaya preventif

dan promotif dalam mendukung

pelaksanaan KTR di wilayah

kerjanya melalui sosialisasi kepada

masyarakat dan juga pada petugas

Puskesmas baik secara online

(media sosial) ataupun offline

(seminar, diskusi, dan lainnya).

3. Memberlakukan sanksi apabila

melanggar Perda KTR secara

tegas di lokasi wajib KTR yang ada

di wilayah kerja Puskesmas

4. Penyiapan infrastruktur dan hal lain

yang mendukung pelaksanaan

KTR secara tegas seperti

penambahan fasilitas Kawasan

terbatas Merokok (KTM) bagi

perokok dan CCTV (kamera

pengintai) sebagai bentuk

pengawasan serta diinformasikan

pada masyarakat melalui poster

dan media lainnya di setiap lokasi

KTR

5. Pembuatan petunjuk teknis

pelaksanaan KTR seperti batas

kawasan, proses penindakan, dan

lainnya secara tertulis yang dibuat

oleh Dinas Kesehatan Kota

Surabaya.

6. Memberdayakan masyarakat di

wilayah kerja sebagai bagian dari

SP2KTR untuk turut serta dengan

petugas Puskesmas yang ditunjuk

khusus menjadi penanggungjawab

untuk melakukan pengawasan dan

penegakkan KTR secara rutin.

Setiap KTR harus memiliki minimal

dua anggota SP2KTR yang dapat

secara langsung melakukan sidak

KTR. Sebelum terjun langsung,

anggota SP2KTR wajib diberi

pembekalan terkait dengan tugas,

fungsi, dan wewenangnya.

7. Melakukan monitoring dan evaluasi

hasil pengawasan KTR oleh

SP2KTR yang dilaporkan secara

rutin kepada pimpinan Puskesmas.

6 |

REFERENSI

Global Youth Tobacco Survey, 2006,

Materi Penyajian Pada Sosialisasi

dan Advokasi Pengembangan Desa

dan Kelurahan Siaga Aktif: Bandung

Global Youth Tobacco Survey, 2009,

Materi Penyajian dari SITT pada

Pertemuan dengan Organisasi

Masyarakat dalm Sosialisasi

Pengendlaian Merokok dan Dana

Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.

Jakarta.2011

Kementerian Kesehatan RI, 2010 Riset

Kesehatan Dasar. Bali Penelitian

dan Pengembangan Kesehatan.

Jakarta

Kementerian Kesehatan Pusat Promosi

Kesehatan, 2010, “Pedoman

Pengembangan Kawsan Tanpa

Rokok”. Kementerian Kesehatan

RI:Jakarta

Peraturan Bersama Menteri Kesehatan

dan Menteri Dalam Negeri Nomor

188/MENKES/PB/I/2011 Nomor 7

Tahun 2011 tentang Pedoman

Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok

LDUI-WHO.2009. Dampak Tembakau

dan Pengendaliannya di Indonesia:

Lembaga Fakta untuk Masukan

Kebijakan. Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 75 tahun 2014

Tentang Puskesmas

Sulastomo, 2007, Manajemen Kesehatan,

PT.Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

7 |

8 |