implementasi perda no 5 th 2001 kota cilegon

20
IMPLEMENTASI & FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK Implementasi Kebijakan Peraturan daerah Kota Cilegon No 5 Tahun 2001 tentang pelanggaran kesusilaan, minuman keras, perjudian, penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif Dosen: DR. AGUS SJAFARI, M.Si LEO AGUSTINO, P.hd Di Susun Oleh: FIRMAN KHAIRUL HAKIM 7775143385 MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK (MAP)

Upload: administrasi-publik

Post on 07-Aug-2015

19 views

Category:

Education


3 download

TRANSCRIPT

IMPLEMENTASI & FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK

Implementasi Kebijakan Peraturan daerah Kota Cilegon No 5 Tahun 2001 tentang pelanggaran kesusilaan, minuman keras, perjudian, penyalahgunaan narkotika,

psikotropika dan zat adiktif

Dosen:

DR. AGUS SJAFARI, M.Si

LEO AGUSTINO, P.hd

Di Susun Oleh:

FIRMAN KHAIRUL HAKIM

7775143385

MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK (MAP)

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA (UNTIRTA)

SERANG 2015

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perubahan jaman perubahan sosial semakin banyak terjadi. Kemajuan

zaman yang syarat dengan tehnologi, pada satu segi diyakini telah membawa perubahan yang

positif dalam pembangunan fisik. Namun seiring dengan perubahan positif yang ada perubahan

negatif pun menyertainya. Tidak dapat dihindarkan ekses dari kemajuan fisik, membawa

pengaruh terhadap perubahan pola budaya, struktur dan stratifikasi masyarakat, keyakinan

masyarakat, pola dan gaya hidup. Ditambah pula dengan tekanan ekonomi, keadaan psikologis

masyarakat di tengah perubahan telah memicu dan menimbulkan penyakit-penyakit sosial di

kalangan masyarakat.

Sebagai Kota yang menjadi jalur utama masuk Pulau Jawa dari Pulau Sumatera, Kota

Cilegon memiliki masyarakat yang majemuk sehingga dibutuhkan peraturan-peraturan daerah

yang tetap memperhatikan hak-hak masyarakat Kota Cilegon itu sendiri. Kemajemukan

masyarakat Kota Cilegon menyebabkan keanekaragaman perilaku masyarakat, baik berprilaku

positif maupun negatif yang berpotensi mengganggu ketertiban di kehidupan bermasyarakat.

Keberadaan minuman keras dan tempat portitusi di Kota Cilegon itu sendiri sangat

mudah ditemukan dan keberadaan penjual minuman keras sering ditemukan di warung-warung

pinggir jalan, sedangkan potitusi sering dijumpai ditempat hiburan malam seperti tempat karaoke

salon dan lain sebagainya, Selain tempat hiburan malam, warung-warung disekitar pasar lama,

Krenceng pun menjual minuman keras. Sedangkan warung-warung yang berbaris sepanjang

jalan menuju pelabuhan Merak dan anyer, terutama di daerah Jalan Cikuasa atas menjual

beberapa jenis minuman keras. Kebanyakan bangunan tersebut digunakan untuk tempat usaha.

Mulai dari rumah makan hingga warung kopi, tetapi minuman keras berkadar diatas 10%

diperjualbelikan diwarung tersebut.

Perlindungan secara hukum terhadap warga negara merupakan hal yang wajib dilakukan

bagi sebuah negara baik secara jasmani maupun rohani sebagaimana yang tertera pada alinea ke

4 (empat) pada Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi melindungi segenap Bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Komitmen pemerintah Kota Cilegon

melindungi warganya dengan melalui terbitnya Peraturan Daerah No 5 Tahun 2001 Tentang

Pelanggaran Kesusilaan, Minuman Keras, Perjudian, Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika

dan Zat Adiktif Lainnya di Kota Cilegon Provinsi Banten

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian yaitu :

1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Perda No 5 Tahun 2001 tentang pelanggaran kesusilaan,

minuman keras, perjudian, penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif di Kota

Cilegon Provinsi Banten?

2. Bagaimana hambatan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam menindak peredaran

minuman keras dan Tempat Portitusi kota Cilegon Provinsi Banten?.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yaitu :

1. Untuk mengetahui sejauhmana Implementasi Kebijakan Perda No 5 Tahun 2001 tentang

Pelanggaran kesusilaan, minuman keras, perjudian, penyalahgunaan narkotika, psikotropika

dan zat adiktif di kota Cilegon Provinsi Banten.

2. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam menindak

peredaran minuman keras dan Tempat Portitusi di kota Cilegon.

D. Manfaat penelitian

a. Manfaat Teoritis

Mengetahui konsep-konsep kebijakan publik dan implementasi dari suatu kebijakan publik.

b. Manfaat Praktis

Dapat dijadikan bahan masukan pemerintah daerah dalam melakukan penertiban pengedaran

minuman keras dan portitusi.

II. Landasan Teori

Secara umum istilah implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti

pelaksaan atau penerapan. Istilah implementasi biasanya dikaitkan dengan suatu kegiatan yang

dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu.

Kamus Webster, merumuskan bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to

provide the means for carryingout (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu), to give

practicia effect to (menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu). Pengertian tersebut

mempunyai arti bahwa untuk mengimplementasikan sesuatu harus disertakan sarana yang

mendukung yang nantinya akan menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu itu.

Pengertian implemntasi di atas apabila dikaitkan dengan kebijakan adalah bahwa

sebenarnya kebijakan itu hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti

undang-undang dan kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau diimplementasikan, tetapi

sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau

tujuan yang diinginkan.

Kebijakan publik adalah apa pun juga yang dipilih oleh pemerintah, apakah mengerjakan

sesuatu itu atau tidak mengerjakan sesuatu itu. kebijakan publik. Kebijakan Publik sebagai

suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang saling berkaitan yang

mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat“1

a. Konsep Implementasi

Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Browne dan

Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:7) mengemukakan bahwa:

“implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”

Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang

oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau

mengatur prilaku kelompok sasaran (target group).

Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang

berfungsi sebagai implementor, misalnya, kebijakan komite sekolah untuk mengubah

metode pengajaran guru dikelas. Sebaliknya untuk kebijakan makro, misalnya, kebijakan

1 Wahab, Solichin Abdul. 2005. Analisis Kebijakan : dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara, hlm. 4

pengurangan kemiskinan di pedesaan, maka usaha-usaha implementasi akan melibatkan

berbagai institusi, seperti birokrasi kabupaten, kecamatan, pemerintah desa.

Pelaksanaan suatu kebijakan, menurut Grindle (1980:8-12) sangat ditentukan oleh isi

kebijakan dan konteks kebijakan. Isi kebijakan mencakup :

1. kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan.

2. jenis manfaat yang akan dihasilkan

3. derajat perubahan yang akan diinginkan.

4. kedudukan pembuat kebijakan.

5. siapa pelaksana program.

6. sumberdaya yang dikerahkan.

Sedang konteks kebijakan mencakup :

1. kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat.

2. karakteristik lembaga dan penguasa.

3. kepatuhan serta daya tangkap pelaksana terhadap kebijakan. Di sini kebijakan

yang menyangkut banyak kepentingan yang berbeda akan lebih sulit

diimplementasikan dibanding yang menyangkut sedikit kepentingan. Oleh

karenanya tinggi-rendahnya intensitas keterlibatan berbagai pihak (politisi,

pengusaha, masyarakat, kelompok sasaran dan sebagainya) dalam implementasi

kebijakan akan berpengaruh terhadap efektivitas implementasi kebijakan.

Proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan

mutlak, seperti dikemukakan oleh Syukur Abdullah (1987;11), yaitu:

a. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan;

b. Target groups, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran, dan diharapkan

dapat menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan;

c. Unsur pelaksana (implementor), baik organisasi atau perorangan, yang

bertanggungjawab dalam pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan dari proses

implementasi tersebut.

Adapun makna Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979)

sebagaimana dikutip dalam buku Solichin Abdul Wahab (2008; 65 ), mengatakan bahwa ,yaitu:

“Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program

dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi

kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah

disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-

usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata

pada masyarakat atau kejadian kejadian”.

Dari pandangan kedua ahli diatas dapat dikatakan bahwa suatu proses implementasi

kebijaksanaan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif

yang bertanggung jawab untuk melaksanakan suatu program yang telah ditetapkan serta

menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan

kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang secara langsung maupun tidak langsung dapat

mempengaruhi segala pihak yang terlibat, sekalipun dalam hal ini dampak yang diharapkan

ataupun yang tidak diharapkan.

Sementara Budi Winarno (2002), yang mengatakan bahwa:

“implementasi kebijakan dibatasi sebagai menjangkau tindakan-tindakan yang dilakukan

oleh individu-individu pemerintah dan individu-individu swasta (kelompok-kelompok)

yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-

keputusan kebijaksanaan sebelumnya”.

Model proses implementasi kebijakan

1. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan

2. Sumber-sumber kebijakan

3. Karakteristik badan-badan pelaksana

4. Kondisi-kondisi ekonomi, sosial, dan politik :

5. Kecendrungan pelaksana (implementors)

6. Kaitan antara komponen-komponen model

7. Masalah kapasitas.

b. Teori Merilee S. Grindle (1980 )

Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle ( 1980 ) dipengaruhi oleh dua

variabel besar, yakni isi kebijakan dan lingkungan implementasi.variabel isi kebijakan ini

mencakup:

1. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan.

2. Jenis manfaat yang diterima oleh target group.

3. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan.

4. Apakah letak sebuah program sudah tepat.

5. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci, dan

6. Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.

Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup:

1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang

terlibat dalam implementasi kebijakan.

2. Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa.

3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Untuk memperlancar implementasi kebijakan, perlu dilakukan diseminasi dengan baik.

Syarat pengelolaan diseminasi kebijakan ada empat, yakni: (1) adanya respek anggota

masyarakat terhadap otoritas pemerintah untuk menjelaskan perlunya secara moral mematuhi

undang-undang yang dibuat oleh pihak berwenang; (2) adanya kesadaran untuk menerima

kebijakan. Kesadaran dan kemauan menerima dan melaksanakan kebijakan terwujud manakala

kebijakan dianggap logis; (3) keyakinan bahwa kebijakan dibuat secara sah; (4) awalnya suatu

kebijakan dianggap kontroversial, namun dengan berjalannya waktu maka kebijakan tersebut

dianggap sebagai sesuatu yang wajar.

III. Metodologi Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan

data tentang Implementasi Kebijakan Perda no 5 tahun 2001 Di Kota Cilegon yang sesuai

dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dalam penelitian menggunakan

metode deskripsi kualitatif.

a. Teknik pengumpulan data

Observasi Pendahuluan; Observasi Lapangan, berpartisipasi (participant observation);

wawancara; Internet, dan Studi dokumentasi.

b. Teknik Analisis Data

Proses analisis data dilakukan melaliu Transkrip Data; Penyimpulan Sederhana;

Triangulasi; Penyimpulan Akhir data.

c. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dikota Cilegon.

IV. Pembahasan

a. Gambaran Umum

Kota Cilegon adalah sebuah kota di Provinsi Banten, Indonesia. Cilegon berada di ujung

barat laut pulau Jawa, di tepi Selat Sunda. Kota ini dulunya merupakan bagian dari wilayah

Kabupaten Serang, kemudian ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif, dan sejak

tanggal 20 April 1999 ditetapkan sebagai kotamadya (sebutan kotamadya diganti dengan kota

sejak tahun 2001). Cilegon dikenal sebagai kota industri, dan menjadi pusat industri di kawasan

Banten bagian barat. Kota Cilegon dilintasi jalan negara lintas Jakarta-Merak, dan dilalui jalur

kereta api Jakarta-Merak. Kota Cilegon terdiri atas 8 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah

kelurahan.2

b. Implementasi Perda No 5 Tahun 2001 di Kota Cilegon

Penyakit masyarakat adalah hal-hal atau perbuatan yang terjadi ditengah-tengah

masyarakat yang tidak menyenangkan masyarakat atau meresahkari masyarakat yang tidak

sesuai dengan aturan agama dan adat serta tatakrama kesopanan sedangkan akibat hukumnya

2 http://www.kotacilegon.com/2011/06/sejarah-kota-cilegon.html, diakses pada tanggal 26 Juni 2015.

bagi sipelaku ada yang belum terjangkau oleh ketentuan perundang-undangan yang ada, dan

dapat disimpulkan bahwa penyakit masyarakat adalah perilaku atau kebiasaan-kebiasaan buruk

anggota masyarakat yang telah membudaya, dimana kebiasaan tersebut melanggar norma, adat

dan hukum yang berlaku.

Prostitusi disini bukanlah semata-mata merupakan gejala pelanggaran moral tetapi

merupakan suatu kegiatan perdagangan. Kegiatan prostitusi ini berlangsung cukup lama, hal ini

mungkin di sebabkan karena dalam prakteknya kegiatan tersebut berlangsung karena banyaknya

permintaan dari konsumen terhadap jasa pelayanan kegiatan seksual tersebut oleh sebab itu

semakin banyak pula tingkat penawaran yang di tawarkan. Di negara-negara lain istilah

prostitusi dianggap mengandung pengertian yang negatif. Di Indonesia, para pelakunya diberi

sebutan Pekerja Seks Komersial (PSK). Ini artinya bahwa para perempuan itu adalah orang yang

tidak bermoral karena melakukan suatu pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai

kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. Karena pandangan semacam ini, para pekerja seks

mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor, hina, dan tidak bermartabat. Tetapi

orang-orang yang mempekerjakan mereka dan mendapatkan keuntungan besar dari kegiatan ini

tidak mendapatkan cap demikian.

Beberapa faktor yang menjadikan PSK menjadi pelacur adalah: 1) para pekerja seks itu

terpaksa menjalani pekerjaannya sebagai PSK karena tekanan ekonomi, 2) ingin membantu

keluarga yang miskin, 3) ditelantarkan suaminya sementara anak-anaknya harus tetap makan, 4)

ingin membiayai pengobatan orang tuanya, 5) ada juga yang terpaksa disetujui suaminya karena

benar-benar hidup amat miskin. Perlu untuk diketahui bahwa sebenarnya jika mereka boleh

memilih, mereka tidak ingin jadi PSK, tetapi apa daya, mereka tidak punya kepandaian atau

keterampilan. Karena itulah mereka tetap mempertahan diri menjadi pelacur hanya demi sesuap

nasi. Akibat dari mempertahankan diri dalam jangka yang lama tersebut secara tidak langsung

perilaku itu menjadi bagian dari kehidupannya.

Miras adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan

konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Apabiila dikonsumsi berlebihan, minuman

beralkohol dapat menimbulkan ganggguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi

berpikir, merasakan, dan berprilaku. Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung alkohol

pada sel-sel saraf pusat. Karena sifat adiktif alkohol itu, orang yang meminumnya lama-

kelamaan tanpa sadar akan menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan atau mabuk.

Ditinjau dari segi sisi negatifnya mengkonsumsi miras dapat memberikan efek yang negatif pada

pelaku, keluarga, dan masyarakat atau negara. Kemudian belum ada batasan dari para ahli

tentang batasan yang tepat baik dari segi umur maupun kondisi atau situasi, atau dari segi jenis

kelamin laki-laki atau perempuan untuk mengkonsumsi miras. Pada dasarnya semua berpendapat

bahwa miras merugikan bagi manusia.

Miras yang biasa dikonsumsi para remaja, laki-laki dan perempuan, sebenarnya tidak ada

kaitannya dengan masalah krisis ekonomi, tetapi hal ini lebih diakibatkan oleh adanya istilah

gaya hidup dan pergaulan remaja. Banyak dikalangan remaja yang mengkonsumsi miras atau

ganja misalnya, karena pergaulan di antara mereka menyebabkan mereka harus mengikuti

kebiasaan teman-temanya yang lagi dianggap trend. Jika tidak mabuk tidak dianggap hebat, jika

tidak bertato tidak disebut jantan, dan berbagai istilah dan simbol-simbol lainnya yang cukup

menyesatkan.

Peraturan Daerah No 5 Tahun 2001 Tentang Pelanggaran Kesusilaan, Minuman Keras,

Perjudian, Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya di Kota Cilegon

yang melarang minuman beralkohol diatas 0%. Pelaksana Program merupakan bagian yang

terpenting yang harus disukseskan. Keberhasilan suatu kebijakan tentunya harus didukung

adanya pelaksanaan yang sinergis dan selaras antara pihak terkait, sehingga tujuan bisa tercapai

seutuhnya. Kordinasi yang terjalin hendaknya memiliki kesamaan tujuan dengan baik dan

seimbang. Dalam pemberantasan pengedaran minuman keras telah terjalin koordinasi dengan

baik antar 3 instansi yang terkait dengan implementasi Peraturan Daerah yaitu Satuan Polisi

Pamong Praja sebagai pelaksana teknis kebijakan dengan Pihak kepolisian, TNI, Kodim, dan

Polisi Militer terkait dengan kegiatan penertiban seperti razia.

Pelanggaran Kesusilaan adalah meliputi portitusi, perbuatan yang membangkitkan

syahwat, baik perbuatan asusila maupun dengan cara memperdengarkan lagu, menempelkan

gambar-gambar maupun tulisan atau perbuatan lainnya yang bertentangand engan agama, adat

istiadat dan kebudayaan.

Portitusi adalah pertukaran hubungan seksual diluar ikatan perkawinan dengan imbalan

uang atau hadiah-hadiah tau imbalan lainnya.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis

maupun bukan sintetis yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, menghilangkan

rasa, dan menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke

dalam golongan-golongan sebagaimana di atur dalam undang-undang No 22 Tahun 1997.

Pada bab 2 Pasal 4 dijelaskan bahwa pemilik rumah atau bangunan apapun bentuknya,

dilarang membiarkan rumah dan/atau bangunan miliknya tersebut, baik dipakai sendiri atau

dikontrakan atau dikuasakan pemakainnya kepada orang lain, padahal ia mengetahui digunakan

sebagai tempat portitusi.

Kota Cilegon yang dikenal sebagai kota santri dan Kiai, hiburan malam bak cendawan di

musim penghujan. Bahkan sejumlah tempat hiburan malam yang tak hanya melanggar jam

operasi, tapi juga menyediakan minuman keras dan penjajah sex komersial (PSK). Hal itu

terungkap dari surat rekomendasi komisi II kepada Ketua DPRD Kota Cilegon dengan nomor

420/26/komisi II. Surat tersebut merupakan rekomendasi hasil sidak komisi II ke sejumlah

tempat hiburan malam pada 19 Desember 2014 lalu.3

Dari data yang dihimpun terdapat delapan tempat hiburan yang direkomendasikan agar

ditindaklanjuti oleh Pemkot Cilegon. Ketujuh tempat hiburan tersebut yakn Inul Vista, Evan

Karoke, Amigos, LM/Modern, Grand Krakatau/New Saiki, Regent dan Dinastsy, kedelapan

tempat inilah yang selama ini masih menjajahkan Portitusi dan Miras dilingkungan Kota Cilegon

Provinsi Banten.

Dalam segi penertiban lokasi tersebut diatas, masih banyak kekurangan baik kurang

tegasnya aparat yang ditugaskan, Penjual dan konsumen minuman keras, dan terdapat beberapa

oknum dari penegak pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah yang mengambil keuntungan dari

terbitnya perda no 5 tahun 2001 di kota cilegon, seperti adanya pungutan liar yang dilakukan

oleh aparat sehingga membiarkan tempat tersebut terus beroperasi seperti biasa, dan dalam

aturan sangksi kepada pelaku perdaran miras, hukuman yang diatur dalam Perda cuma denda

Rp750 ribu atau kurungan tiga bulan. Kondisi itulah yang salah satunya menyebabkan timbul

keberanian dari penjual maupun konsumen.

3 http://wongbanten.com/wow-hiburan-malam-di-kota-cilegon-sediakan-psk/, diakses pada tanggal 26 Juni 2015.

V. Kesimpulan dan Saran

a. Kesimpulan

Kebijakan pemerintah daerah dalam menindak peredaran minuman keras dan portitusi

di kota Cilegon belum maksimal, karena sudah di jelaskan pada Peraturan Daerah No 5

Tahun 2001 Tentang Pelanggaran Kesusilaan, Minuman Keras, Perjudian,

Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya. Akan tetatapi untuk

menegakkan peraturan daerah tersebut masih di temukan banyak kendala seperti kurangnya

personil keamanan yang mempunyai komitmen, karena masih banyak aparat yang menerima

suap dari pengedar, serta kurang tegasnya pemerintah kota cilegon dalam memberantas

minuman keras dan portitusi, sehingga masih banyak warung-warung dan tempat hiburan

malam yang menyediakan minuman keras dan wanita penghibur.

b. Saran

Setiap pemakai minuman keras setelah terjaring perlu diadakan pembinaan dan

pendidikan terhadap penjual minuman keras berserta konsumen maupun Pelaku Portitusi.

Pembinaan tersebut bisa berupa pemberian pendidikan keterampilan, sehingga setelah

terjaring razia para penjual mampu untuk membuka usaha lain dan mencari pekerjaan lain.

Pelaksanaan penertiban perlu dilakukan secara terencana dan mungkin juga tidak

terencana, dan perlu di adakannya punishment (hukuman) bagi pelaku baik sanksi sosial

dan materi,. Kemudian perlu dilakukan pembinaan secara mental dan pemberian ganjaran

bagi aparat penertiban yang ikut terlibat dalam pungutan dana dan atau dalam bentuk

apapaun yang menyebabkan aparat terlibat secara langsung dalam membentengi pengedar

maupun pemakai minuman keras maupun kegiatan portitusi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin, 2008, Analisis kebijakan dari Formulasi ke Implementasi

Kebijaksanaan Negara, Edisi Kedua, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Abdullah, Syukur, 1987. Kumpulan Makalah “Study Imlementasi Latar Belakang Konsep

Pendekatan dan Relevansinya Dalam Pembangunan”, Persadi, Ujung Pandang.

Amirudin, Dr. Suwaib M.Si, Kebijakan Pemerintah Derah Dalam Mnertibkan Peredaran

Minuman Keras Di Kota Cilegon Provinsi Banten, Serang:Fisip untirta.

Dr. Haedar Akib, M.Si & Dr. Antonius Tarigan, Artikulasi Konsep Implementasi Kebijakan

Perspektif, Model dan kriteria Pengukurannya. STIA-LAN dan UNISMUH Makassar.

Grindle, Merile S. 1980, Politic and Apolicy Implementation in the Third World, New jersey:

Princetown University Pers.

Winarno, Budi. (2002). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:Media Pressindo.

Peraturan Daerah No 5 Tahun 2001 Tentang Pelanggaran Kesusilaan, Minuman

Keras, Perjudian, Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya di Kota

Cilegon.

Website;

http://www.bantenraya.com/metropolis/metro-cilegon/2330-nu-minta-pemkot-tegas

http://andiainundzariah.blogspot.com/

http://wongbanten.com/wow-hiburan-malam-di-kota-cilegon-sediakan-psk/