implementasi peraturan direktorat jenderal...
TRANSCRIPT
i
IMPLEMENTASI PERATURAN DIREKTORAT JENDERAL
BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM NO: DJ.II/542 TAHUN 2013
TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KURSUS PRA NIKAH
(Studi di BP4 dan Lembaga Arrahman Prewedding Academy)
SKRIPSIDiajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
JUNIARTI HARAHAP1111044100046
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
i
IMPLEMENTASI PERATURAN DIREKTORAT JENDERAL
BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM NO: DJ.II/542 TAHUN 2013
TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KURSUS PRA NIKAH
(Studi di BP4 dan Lembaga Arrahman Prewedding Academy)
SKRIPSIDiajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
JUNIARTI HARAHAP1111044100046
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
i
IMPLEMENTASI PERATURAN DIREKTORAT JENDERAL
BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM NO: DJ.II/542 TAHUN 2013
TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KURSUS PRA NIKAH
(Studi di BP4 dan Lembaga Arrahman Prewedding Academy)
SKRIPSIDiajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
JUNIARTI HARAHAP1111044100046
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
v
ABSTRAK
Juniarti Harahap. NIM 1111044100046. IMPLEMENTASI PERATURANDIREKTORAT JENDRAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM NO:DJ.II/542TAHUN 2013 (Studi di Bp4 dan Lembaga Arrahman Pre Wedding Academy).Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariahdan Hukum, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015M.
Ditengah tingginya angka perceraian serta perselisihan rumah tangga makapendidikan dan pembekalan akan kehidupan rumah tangga/ setelah perkawinanmerupakan salah satu cara yang paling mungkin dilakukan kepada remaja usianikah khususnya kepada yang hendak menikah. Upaya tersebut akan berfungsiganda sebagai pembelajaran kepada semua lapisan masyarakat sebagai langkahuntuk memperbaiki mutu perkawinan dan mengurangi angka perceraian.
Berbagai macam bentuk permasalahan dalam rumah tangga yang kerap terjadidalam masyarakat yang melatarbelakangi pemerintah dalam hal ini KementerianAgama membuat peraturan yaitu pedoman penyelenggaraan kursus pra nikah.Peraturan tersebut mengamanatkan bahwa pengetahuan tentang pernikahan harusdiberikan sedini mungkin, sejak sebelum berlangsungnya perkawinan.
Penyusunan skripsi ini, menggunakan jenis penelitian lapangan (field research).Data primer, yaitu hasil wawancara dan dokumen yang relevan dengan temaskripsi, sedangkan data sekunder, yaitu literatur lainnya yang relevan denganjudul skripsi ini. Metode analisisnya adalah deskriptip analitis berdasarkan datalangsung dari subyek penelitian. Oleh karena itu, pengumpulan dan analisis datadilakukan secara bersamaan, bukan terpisah sebagaimana penelitian kuantitatif.
Setelah dilakukan penelitian tersebut, maka diambil kesimpulan bahwaPelaksanaan pendidikan pra nikah terhadap lembaga penyelenggaraan belumoptimal sesuai dengan peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islamtentang pedoman penyelenggaraan pra nikah, dikarenakan faktor hukum itusendiri yang kurang tersosialisasi sehingga tidak berjalan sesuai dengan kenyataandi masyarakat, mengakibatkan banyaknya faktor yang menghambat dalamimplementasi pelaksanaan pendidikan pra nikah .
Kata kunci : Pendidikan Pra Nikah, Keluarga sakinah, Teori PenegakanHukum.
Pembimbing : Kamarusdiana, S.Ag., M.H.
Daftar Pustaka : 1982 s.d 2011
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi. Shalawat serta salam kita sanjungkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya hingga akhir
zaman.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis menyadari bahwa rintangan
dan hambatan yang terus menerus datang silih berganti. Berkat bantuan dan
motivasi dari berbagai pihak maka segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat
diatasi dan tentunya dengan izin Allah SWT, serta dengan wujud yang berbeda-
beda dapat diminimalisir dengan adanya nasihat dan dukungan yang diberikan
oleh keluaga dan teman-teman penulis.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang
tiada terhingga untuk semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril
maupun materil sehingga terselesaikannya skripsi ini. Tentunya kepada:
1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D selaku Dekan fakultas syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta
pembantu Dekan I, II, III Fakulta Syariah dan Hukum.
vii
2. Bapak Kamarusdina, S.Ag.,M.H selaku Ketua program Studi Hukum
Keluarga serta Ibu Sri Hidayati, M.Ag. Selaku sekretaris Program Studi
Hukum Keluarga yang telah bekerja dengan maksimal.
3. Bapak Kamarusdina, S.Ag.,M.H Menjadi pembimbing skripsi yang telah
banyak membimbing, memberikan pencerahan, motifasi semangat dan
ilmunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu-
ilmu yang tak ternilai harganya, seluruh staf dan karyawan perpustakaan
fakultas Syariah dan Hukum, perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah dan bagian tata usaha fakultas Syariah yang telah
memberikan pelayanan dengan baik.
5. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis yaitu ayahanda Timbul
Harahap dan Ibunda Masnun Tanjung yang telah memberikan motivasi
arahan yang tak pernah jenuh serta tiada henti mendoakan penulis dalam
menempuh pendidikan. Juga kepada adik-adik penulis Romaida Rizki
Harahap, Melati Mai Saroh Harahap, Winda Ayuda Sari Harahap, Siti
Julaikha Harahap, Sarah Harahap, Farhan Alkamil Harahap yang selalu
memberikan doa, dukungan dan semangat dengan penuh keikhlasan dan
kesabaran yang tiada tara.
6. Teruntuk Fery Septo yang selama ini menyemangati jalannya penulisan
skripsi ini yang tak kenal lelah untuk memberikan dukungan penuh kepada
penulis.
viii
7. Sahabat-sahabatku yang terbaik ka Sutinah, Ka Nur Hikmah, Vemy
Zauhara, Intan Pratiwi, Zahrotul Kamilah, Mundalifah, Ai siti Wasilah,
Chaidar Alif, Muhammad Haikal, Fadly Khairuzzadhi, Andi Asraf, Hira
Hidayat, Farhan Qodumi, Hendrawan, Safira Maharani, Lilis Sumiyati,
Epi Yulianti, Kamelia Sari yang telah memberikan masukan, saran,
motivasi dan menghibur penulis.
8. Teman-teman program studi Peradilan Agama angkatan 2011 yang telah
memberikan saran dan motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan banyak
yang perlu diperbaiki lebih dalam. Oleh karena itu, saran dan kritik penulis
harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan setiap pembaca pada umumnya serta
menjadi amal baik di sisi Allah SWT. Semoga setiap bantuan, doa, motivasi yang
telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 7 April 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iv
ABSTRAK..............................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan................................................................6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...........................................................7
D. Review Studi Terdahulu.....................................................................8
E. Metodologi Penelitian.......................................................................9
F. Sistematika Penulisan.......................................................................13
BAB II TEORI HUKUM PENEGAKAN HUKUM DAN PEMBENTUKAN
KELUARGA SAKINAH
A. Teori Penegakan Hukum...................................................................14
B. Teori Pembentukan Keluarga Sakinah..............................................26
BAB III KAJIAN UMUM TENTANG PERATURAN DIRJEN BIMAS
ISLAM, BADAN PENASIHATAN PEMBINAAN DAN
PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) DAN ARRAHMAN PRE
WEDDING ACADEMY
ix
A. Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
No:DJ.II/542 Tahun 2013.................................................................32
B. Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4)
...........................................................................................................37
C. Lembaga Arrahman Pre wedding Academy.....................................40
BAB IV IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BIMAS ISLAM DI BP4 DAN
LEMBAGA ARRAHMAN PRE WEDDING ACADEMY
A. Pelaksanan Pendidikan Pra Nikah di BP4 Ciputat dan Lembaga
Arrahman Pre Wedding Academy....................................................43
B. Faktor Hambatan dan Tantangan dalam Proses Pendidikan Pra
Nikah.................................................................................................47
C. Analisis Penulis.................................................................................50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................60
B. Saran-Saran.......................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................63
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Permohonan kesediaan menjadi dosen pembimbing
2. Permohonan melakukan wawancara di KUA Ciputat
3. Permohonan melakukan wawancara di Kementrian Agama
4. Permohonan melakukan wawancara di Lembaga Arrahman Pre
Wedding Academy
x
5. Surat keterangan telah melakukan wawancara di KUA Ciputat
6. Surat keterangan telah melakukan wawancara di Kementrian Agama
7. Pedoman dan hasil wawancara di KUA Ciputat
8. Pedoman dan hasil wawancara di Kementrian Agama
9. Surat keterangan nota dinas
10. Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Nomor:DJ.II/542 Tahun 2013
11. Brosur-brosur kegiatan di Arrahman Pre Wedding Academy
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hidup berpasang-pasangan dalam Islam merupakan rahasia keberadaan
dunia ini. Segala sesuatu yang kita lihat dalam semesta ini, berupa keagungan
ciptaan Allah SWT, dibangun di atas sistem keberpasangan.1 Perkawinan
menurut hukum positif adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.2 Untuk itu maka
suami istri perlu saling membantu melengkapi, agar masing-masing dapat
mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan
spritual dan material3. Firman Allah dalam surat an-Nisaa ayat 1 dijelaskan
bahwa tujuan pernikahan salah satunya adalah memperbanyak jumlah
masyarakat, diharapkan dengan adanya pernikahan menjadikan kehidupan
bangsa yang makmur penuh dengan ketakwaan kepada Allah.
1 Abdul Hakam, Menuju Keluarga Sakinah, (Jakarta: PT. Akbar Media Eka Sarana,2004), cet. Ke-1, h. 32
2 Undang-Undang No 1 tahun 1974 bab 11 pasal 2 dan 3 tentang perkawinan3 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek
Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (DepartemenAgama RI, 2001), h. 2
2
Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telahmenciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allahmenciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allahmemperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. danbertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah)hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga danmengawasi kamu.
Dari segi yuridis perkawinan akan menimbulkan suatu hubungan hukum
yang bersifat hak dan kewajiban antara suami dan istri secara timbal balik.
Selain hal tersebut juga merupakan suatu perbuatan keagamaan yang erat
sekali hubungannya dengan kerohanian seseorang, sebagai salah satu masalah
keagamaan maka setiap agama di dunia ini mempunyai peraturan tersendiri
tentang perkawinan. Sehingga pada prinsipnya diatur dan harus tunduk pada
ketentuan-ketentuan ajaran agama yang dianut oleh mereka yang akan
melangsungkan perkawinan.4
Rumah tangga yang bahagia dalam alqur’an disebut dengan keluarga
sakinah, dan merupakan dambaan setiap orang dan Allah menginginkan
setiap hamba-Nya yang menikah dapat mewujudkan sakinah mawaddah wa
rohmah, Karena itu Allah memberikan bimbingan kepada manusia untuk
dapat membangun perkawinan yang sakinah tersebut dalam alquran maupun
hadits. Membentuk rumah tangga yang sakinah penuh dengan ketentraman
adalah impian semua manusia normal. Tidak ada satupun yang ingin rumah
tangganya hancur berantakan atau kandas di tengah jalan. Dengan tujuan
menjadikan keluarga yang sakinah saat ini pemerintah melalui Kementerian
4 Abdurrahman dan Syahrani, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia,(Bandung: Alumni,2001), cet. Ke-IV, h. 17
3
Agama membuat regulasi yang bisa dikatakan sebagai langkah awal untuk
membenahi persoalan yang penting tersebut, Yaitu para calon pengantin
harus menjalani pembelajaran tentang pernikahan maupun keluarga yang
disebut sebagai pendidikan pra nikah.
Untuk dapat menjadi seorang business manager, orang diajar berlatih,
mencari pengalaman, dan disiapkan entah berapa lama. Anehnya untuk
menjadi suami dan kepala keluarga, untuk menjadi istri dan kepala rumah
tangga, untuk menjadi ayah dan ibu bagi anak-anak, hampir semua orang tak
pernah menuntut ilmu dan tak pernah disiapkan. Tanpa mempunyai gambaran
yang jelas tentang persoalan-persoalan dalam hubungan suami istri, tentang
kebutuhan-kebutuhan hidup dalam keluarga, tentang bagaimana membina
kerukunan, tentang bagaimana mengatasi konflik. Malahan tentang persoalan
seks pun, pengetahuan mereka biasanya hanya sekedar bagaimana cara
melakukan koitus secara simpel. Banyak pula orangtua, karena ingin
berbesanan lantas mengatur saja perkawinan anak mereka tanpa meneliti
apakah persyaratan yang mutlak perlu untuk keberhasilan perkawinan itu
terpenuhi atau tidak. Dan pula tanpa membekali ilmu yang cukup kepada
putra putrinya tentang bagaimana nanti membina keluarga yang sakinah
mawaddah wa rahmah, tegasnya hampir semua orang muda memasuki
perkawinan tanpa persiapan. Persiapan yang dibuat hanyalah mas kawin,
upacara nikah yang khidmat, resepsi yang meriah dan lainnya. Banyak sekali
4
perkawinan yang mengalami kesulitan karena dilakukan tanpa persiapan yang
berupa pendidikan bersama.5
Pertengkaran dan perselisihan yang terjadi dalam keluarga akan
menyebabkan suasana yang panas dan tegang yang dapat mengancam
keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Tidak jarang, pertengkaran itu
berakhir dengan perceraian dan kehancuran keluarga. Fenomena ini
merupakan salah satu hal yang paling dikhawatirkan oleh semua anggota
keluarga, termasuk di dalamnya anak-anak. Keluarga yang kuat adalah
keluarga yang mampu mengelola kesulitan-kesulitan yang dihadapi dengan
cara bervariatif maupun kreatif. Hal ini menunjukkan keluarga tersebut
merupakan keluarga yang kuat, akan tetapi keluarga tersebut bukanlah
keluarga yang tanpa ada permasalahan, namun keluarga tersebut adalah
keluarga yang tahan banting serta cenderung mampu menyelesaikan
permasalahan yang ada. Karakteristik keluarga yang kuat adalah cenderung
mampu melihat sisi positif dari suatu permasalahan, membangun suatu
kebersamaan dan komunikasi yang efektif, fleksibilitas dan mampu
mengalokasikan waktu bersama. Hal-hal yang mampu meningkatkan
kekuatan suatu keluarga adalah adanya kasih sayang, saling menghargai,
memiliki waktu bersama, saling menguatkan, berkomitment, komunikasi,
kesiapan menghadapi perubahan, spiritualitas, komunitas dan ikatan keluarga,
peran yang jelas.
5 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji ProyekPeningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, h. 116-117
5
Oleh karena itu, dalam proses pembentukan sebuah keluarga diperlukan
adanya sebuah program pendidikan yang terpadu dan terarah. Program
pendidikan dalam keluarga ini harus pula mampu memberikan deskripsi kerja
yang jelas bagi tiap individu dalam keluarga sehingga masing-masing dapat
melakukan peran yang berkesinambungan demi terciptanya sebuah
lingkungan keluarga yang kondusif untuk mendidik anak secara maksimal.
Di zaman modern sekarang ini, nampaknya begitu banyak hal yang dapat
memicu terjadinya konflik dalam rumah tangga, sehingga menyebabkan
banyak pasangan yang gagal dalam membentuk keluarga yang sakinah. Di
tengah tingginya potensi instabilitas rumah tangga dan banyaknya perceraian,
maka pendidikan dan pembekalan kepada pasangan yang hendak menikah
adalah salah satu cara yang paling mungkin dilakukan. Upaya tersebut akan
berfungsi ganda sebagai edukasi nilai-nilai perkawinan disemua level
masyarakat maupun sebagai langkah untuk memperbaiki mutu perkawinan
dan mengurangi perceraian. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kementerian
Agama Republik Indonesia yang telah mengisntruksikan kepada Direktorat
Urusan Agama Islam supaya membuat terobosan program guna memperkuat
lembaga perkawinan, diantaranya lewat pendidikan pra nikah. Realitas
masyarakat di Indonesia menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu semakin
bertambah jumlah pasangan yang tidak berhasil membangun keluarga
sakinah. Data yang tercatat angka perceraian rata-rata nasional mencapai
kurang lebih 200 ribu pasang pertahun atau sekitar 10 persen dari pernikahan
yang terjadi setiap tahun menunjukkan bahwa pasangan yang menghadapi
6
konflik perkawinan semakin bertambah dari tahun ketahun6. Untuk itulah
akhir-akhir ini marak tumbuh badan atau lembaga organisasi Islam yang
menyelenggarakan pendidikan pra nikah. Tentu hal ini sangat
menggembirakan karena lembaga yang menyelenggarakan pendidikan pra
nikah tersebut ikut membantu pemerintah dalam menyiapkan pasangan
keluarga dan sekaligus ikut menghantarkan pasangan keluarga tersebut
kepada kehidupan keluarga yang diidamkan yaitu keluarga yang sakinah
mawaddah warahmah. Sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan pra nikah
ini maka diterbitkan peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam nomor 542 tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan pendidikan
pra nikah. Dalam rangka tertib administrasi dan implementasinya, bagi
lembaga penyelenggara pendidikan pra nikah harus sudah mendapatkan
akreditasi dari Kementerian Agama. Suatu hal yang menarik bagi penulis
untuk diuraikan dan membahasnya, mendorong penulis untuk melakukan
penelitian dengan mengangkat judul:
“Implementasi Peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam No:DJ.II/542 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus
Pra Nikah (Studi di BP4 Ciputat dan Lembaga Arrahman Pre Wedding
Academy)” .
6 Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No: DJ.II/542 Tahun 2013
7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk mempersempit dan mempermudah penelitian serta
memperjelas pokok-pokok masalah yang akan dibahas dan diuraikan
dalam skripsi ini, maka penulis membatasi masalah tersebut pada
implementasi peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
No: DJ.II/542/Tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan kursus pra
nikah, yang diteliti pada BP4 Ciputat dan lembaga kursus pra nikah
Arrahman pre wedding Academy di Tebet Jakarta Selatan.
2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagaimana implementasi pelaksanaan peraturan Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam No:DJ.II/542 Tahun 2013?
b. Apa faktor hambatan dan tantangan atas pelaksanaan peraturan
tersebut?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. mengetahui kebijakan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam tentang kursus pra nikah dalam fungsinya sebagai pembentukan
keluarga sakinah.
b. mengetahui implementasi kebijakan yang telah ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tersebut dalam
8
masyarakat yang dilaksanakan oleh BP4 kecamatan Ciputat dan
lembaga penyelenggara kursus pra nikah Arrahman Pre wedding
Academy di Tebet Jakarta Selatan.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Secara teoritis penelitian ini selain dilakukan untuk memperoleh gelar
sarjana (S-1), hasil penelitian ini juga dapat dijadikan referensi bagi
peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji tentang pendidikan pra nikah
sebagai salah satu sarana dalam memberikan pembekalan tentang
kehidupan berumah tangga.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman kepada masyarakat khususnya remaja usia nikah dan
calon pengantin akan pentingnya mengikuti pendidikan pra nikah.
c. Mensosialisasikan program pendidikan pra nikah yang telah di atur
oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Pada Bp4
Kecamatan Ciputat dan Lembaga penyelenggara kursus Arrahman Pre
wedding Academy.
D. Review Studi Terdahulu
Hasil penelitian yang terdahulu yang berhubungan dan sesuai dengan
aspek-aspek dalam penelitian tentang pendidikan pra nikah yaitu:
1. Bayu Noorzaman, SJAS. 2009. Tentang Peranan Penasehat,
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan di KUA Kecamatan
Pancoran Mas Depok. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan
9
bahwa peneliti lebih menekankan kepada upaya mewujudkan
perkawinan yang sukses dengan menguraikan indikator sebagai alat
ukurnya. Penelitian ini sama dengan penelitian penulis dengan tujuan
mensukseskan perkawinan tetapi berbeda pada lembaga yang akan
diteliti.
2. Zulfa Zidniyah Fitri, SAS. 2010. Tentang Peranan BP4 Kemayoran
Jakarta Pusat Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah. Persoalan
ini sama dengan yang akan peneliti tuliskan tetapi berbeda dalam
lembaga yang mengatasi konflik rumah tangga tersebut.
3. Ahmad Zaki, SAS. 2011. Tentang Peran BP4 dan Tim Mediator
Dalam Membina Keluarga Sakinah (Studi Kasus Di KUA Bekasi
Barat dan PA Bekasi). Dalam penelitian ini mengatakan bahwa peran
BP4 belum maksimal karena masih tingginya angka perceraian.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian penulis karena penelitian di
lakukan pada lembaga pemerintahan dan persoalan yang diteliti akan
berbeda.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dilihat dari sudut pandang sifat yang dihimpunnya, penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif analitis, artinya metode yang
menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan di lapangan
10
berupa kata-kata tertulis dari orang-orang atau pelaku yang diamati7.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu
masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang
suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih8. Penelitian ini
dilakukan kepada sebuah lembaga yang khusus mengadakan program
pendidikan pra nikah yang memiliki konselor yang ahli dibidang
perkawinan/keluarga.
2. Pendekatan Penelitian
Disamping tekhnik yang penulis gunakan, penelitian ini juga
menggunakan metode pendekatan normatif, yaitu cara mendekati masalah
yang akan diteliti dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3. Kriteria dan Sumber Data
Adapun jenis dan sumber data yang digunakan adalah:
a. Data Primer
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh secara
langsung dari subjek penelitian. Data penelitian ini diperoleh dari hasil
wawancara dan survei yang dilakukan penulis terhadap lembaga
pemerintahan dalam hal ini Kementerian Agama khususnya Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (BIMAS Islam) yang telah
mengeluarkan peraturan mengenai pedoman penyelenggaraan kursus
7 Lexi J Maelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT. Remaja Karya, 2002), cet.Ke-1, h. 3.
8 Soehartono, Metode Penelitian Sosial, Suatu Tekhnik Penelitian Bidang KesejahteraanSosial dan Ilmu Budaya Sosial Lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), cet. Ke-4. H.35.
11
pra nikah serta data yang diperoleh dari arsip lembaga Arrahman Pre
Wedding Academy dan arsip Badan Penasihatan, Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4) Ciputat.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan jalan
mengadakan studi kepustakaan atas pembahasan yang berhubungan
dengan masalah yang diajukan yang memberikan penjelasan tentang
bahan data primer.9 Data ini bersifat pelengkap diperoleh dari
kementerian Agama serta dari tulisan-tulisan berbagai referensi pada
saat kuliah serta sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini,
seperti jurnal yang terkait dengan penelitian, surat kabar, majalah dan
sumber tertulis lainnya.
c. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data, peneliti menggunakan beberapa instrumen
pengumpulan data, diantaranya adalah adalah sebagai berikut:
a) Observasi
Observasi dilakukan guna mendapatkan gambaran secara
langsung informasi yang berhubungan dengan bentuk komunikasi
yang dikembangkan. Teknik observasi paling sesuai dengan
penelitian sosial, karena pengamatan dapat dilakukan dengan melihat
kenyataan dan mengamai secara mendalam, lalu mencatat yang
dianggap penting. Peneliti tidak hanya mencatat kejadian atau
9 Ipah Farihah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta:Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press , 2006), h.45
12
peristiwa, akan tetapi juga mencatat segala sesuatu yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini yang diamati
adalah komunikasi, interaksi, pemenuhan kebutuhan, dan pemecahan
masalah.
b) Interview
Interview atau wawancara adalah teknik pengumpulan data
dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada
responden, dan jawaban responden dicatat atau direkam. Wawancara
adalah teknik yang cukup efektif dalam meneliti, karena akan dapat
mengungkapkan lebih dalam informasi dari partisipan,
mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi,
perasaan, motivasi, dan sebagainya.10
c) Studi Dokumentasi
Dilakukan untuk pengumpulan data dengan mencari data
mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, dan sebagainya.
d. Teknik Analisis Data
Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber, baik primer maupu sekunder. Setelah
dipelajari dan ditelaah maka langkah penulis berikutnya adalah
mereduksi data, dengan jalan merangkum masalah yang penulis teliti.
10 Lexi J Maelong , Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT. Remaja Karya, 2002),
h.135.
13
Dalam menganalisa data penulis menggunakan pendekatan deskriptip
analisis. Dianalisis secara kualitatif dan dicari pemecahannya,
kemudian disimpulkandan digunakan untuk menjawab permasalah yang
ada. Proses analisa data dengan mendeskripsikan peraturan Dirjen
Bimas Islam No 542 tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan
kursus pra nikah dan menghubungkan bagaimana implementasi
peraturan tersebut terhadap BP4 dan lembaga Arrahman Pre wedding
Academy agar diketahui bagaimana implementsi terhadap peraturan
tersebut.
e. Sistematika Penulisan
Maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam lima bab
dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab pertama : pendahuluan, latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, review studi terdahulu, sistematika penulisan.
Bab kedua : teori hukum implementasi peraturan Dirjen Bimas Islam
dan pembentukan keluarga sakinah, teori penegakan
hukum, teori pembentukan keluarga sakinah.
Bab ketiga : menjelaskan peraturan Dirjen Bimas Islam, BP4 dan
Arrahman Pre wedding Academy.
Bab empat : implementasi kebijakan BIMAS Islam proses pendidikan,
pelaksanan pendidikan Pra Nikah di BP4 Ciputat dan
14
Lembaga Arrahman Pre wedding Academy, faktor
hambatan dan tantangan, analisis penulis.
Bab lima : penutup, kesimpulan, saran-saran serta akan dilengkapi
dengan datar pustaka dan lampiran-lampiran yang
dianggap penting.
15
BAB II
TEORI PENEGAKAN HUKUM DAN PEMBENTUKAN
KELUARGA SAKINAH
A. Teori Penegakan Hukum
1. Hukum Sebagai Sarana Pengatur Perikelakuan
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya
atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
prilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ditinjau dari sudut subjeknya penegakan hukum itu dapat dilakukan
oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan
hukum oleh subjek dalam arti terbatas atau sempit. Dalam arti luas proses
penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap
hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan
diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau
menegakkan aturan hukum.
Sebagai sarana sosial Engineering, hukum sebagai sarana yang
ditujukan untuk mengubah perikelakuan warga masyarakat, sesuai
dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu
masalah yang dihadapi dalam bidang ini adalah apabila terjadi apa yang
dinamakan Gunnar Miyrdal sebagai softdevelopment, dimana hukum-
16
hukum tertentu yang dibentuk dan diterapkan, ternyata tidak efektif.
Gejala-gejala semacam itu akan timbul, apabila ada faktor-faktor tertentu
yang menjadi penghalang. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari
pembentuk hukum, penegak hukum, para pencari keadilan (justitiabelen),
maupun golongan lain didalam masyarakat.1 Berhasilnya atau tidaknya
penegakan hukum bergantung pada:
a. Subtansi Hukum
Sebagai sistem subtansial yang menentukan bisa atau tidaknya
hukum itu dilaksanakan. Subtansi juga berarti produk yang dihasilkan
oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup
keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.
Subtansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya
aturan yang ada dalam kitab undang-undang (Law books). Produk
hukum yang dimaksud dalam pembahasan ini merupakan peraturan
yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam mengenai pedoman penyelenggaraan kursus pra nikah yang
dimaksudkan sebagai pedoman untuk para pejabat teknis di
lingkungan Direktorat Urusan Agama Islam ditingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota dan kantor urusan agama (KUA) kecamatan serta
badan/lembaga yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan pra
nikah. Pedoman ini berisikan tentang mekanisme pelayanan
penyelenggaraan kursus pra nikah, terkait dengan standarisasi materi,
1 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT raja GrafindoPeserta, 2006), h. 135
17
narasumber, badan atau lembaga penyelenggara, sarana dan
pembiayaan, sertifikasi dan kurikulum/silabus yang telah ditetapkan.
b. Struktur Hukum/ Pranata Hukum
Sistem struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu
dilaksanakan dengan baik. Kewenangan lembaga penegak hukum
dijamin oleh undang-undang, sehingga dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
pengaruh-pengaruh lain. Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila
ada aparat penegak hukum yang kredebilitas, kompeten dan
independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-undangan
bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka
keadilan serta kesejahteraan hanya angan-angan. Sesuai ketentuan
pasal 3 ayat 1 peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam bahwa penyelenggara pendidikan pra nikah adalah badan
penasihatan, pembinaan, dan pelestarian perkawinan (BP4) atau
lembaga organisasi keagamaan lainnya yang telah mendapat akreditasi
dari kementerian Agama, dengan ketentuan ini maka penyelenggara
dapat dilaksanakan oleh lembaga diluar instansi pemerintah dalam hal
ini Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan.
Upaya meningkatkan peran serta masyarakat, BP4 dapat
berfungsi sebagai penyelenggara sebagaimana halnya badan/lembaga
swasta lainnya karena BP4 sesuai keputusan musyawarah nasional
(Munas) ke XIV tahun 1999 menjadi organisasi yang mandiri,
18
profesional dan mitra kerja Kementerian Agama, sehingga BP4 sama
kedudukan dan fungsinya seperti organisasi lainnya, BP4 tidak lagi
menjadi lembaga resmi pemerintah yang berbasis pada dua kaki yaitu
pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu badan atau lembaga
penyelenggara pendidikan pra nikah termasuk BP4 harus mendapat
akreditasi dari Kementerian Agama.
c. Budaya Hukum
Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan
sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau
disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran
hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan
dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini.
Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum
merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum. Baik subtansi
hukum, struktur hukum maupun budaya hukum saling keterkaitan
antara satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisahkan. Dalam
pelaksanaannya diantara ketiganya harus tercipta hubungan yang
saling mendukung agar tercipta pola hidup aman, tertib, tentram dan
damai.
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum secara sosiologis
atau empiris, intinya adalah efektifitas hukum. Efektifitas hukum
adalah pengaruh hukum terhadap masyarakat, inti dari pengaruh
hukum terhadap masyarakat adalah prilaku warga masyarakat yang
19
sesuai dengan hukum yang berlaku. Kalau masyarakat berprilaku
sesuai dengan yang diharapkan atau yang dikehendaki oleh hukum,
maka dapat dikatakan bahwa hukum yang bersangkutan adalah
efektif.2
Agar hukum mempunyai pengaruh terhadap sikap tindak atau
prilaku, maka diperlukan kondisi tertentu yaitu:
1) Hukum harus dikomunikasikan, tujuannya menciptakan
pengertian bersama, supaya hukum benar-benar dapat
mempengaruhi prilaku warga masyarakat, maka hukum harus
disebarkan seluas mungkin sehingga melembaga dalam
masyarakat.
2) Diposisi untuk berperilaku, artinya hal-hal yang menjadi
pendorong bagi manusia untuk berprilaku tertentu. Ada
kemungkinan bahwa seseorang berprilaku tertentu oleh karena
perhitungan laba rugi, artinya kalau dia patuh pada hukum maka
keuntunganya lebih banyak daripada kalau dia melanggar hukum.
Bila kepatuhan hukum timbul karena pertimbangan untung rugi,
maka penegakan hukum senatisa selalu diawasi secara ketat.3
Perkembangan hukum antara aliran yang satu dengan yang
lain kerap bahkan sebagian sebagai berfungsi berpolemik, bisa
2 Soekanto Soerjono, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah MasalahSosial, (Bandung: Alumni, 1982) h. 27
3 Darji Darmodiharjo, Pokok-pokok filsafat hukum ,(Jakarta: PT.Gramedia PustakaUtama, 2002) h. 35
20
positivistik, maupun dalam bentuk lain-lainnya. Hal ini berakar
dari hakikat perubahan dengan segala konsekuensinya. Kaitan
dengan penegakan hukum, walaupun polemik hukum senyataya
tidak akan pernah berakhir sepanjang kehidupan manusi masih
ada, namun proses penegakan hukum harus tidak kalah
pentingnya berjalan dengan kritik-kritik berhukum khususnya
dalam bahasan ini dalam konteks Indonesia. Memaknai hukum
sebagai perangkat peraturan yang mengatur masyarakat, barulah
berarti apabila senyatanya didukung oleh sistem sanksi yang tegas
dan jelas.4
Hukum sebagai skema adalah hukum sebagaimana dijumpai
dalam teks atau perundang-undangan atau hukum yang
dirumuskan dengan sengaja rasional. Disini hukum sudah
mengalami pergeseran bentuk, dari hukum yang muncul secara
serta merta (interactional law) menjadi hukum yang dibuat dan
diundangkan (legislated law).5
Dalam menjalankan fungsinya itulah hukum sering
mendapat halangan dari berbagai faktor, sehingga hukum nampak
“mandul”. Hukum yang hidup itu merupakan bagian dari sistem
hukum yang diterapkan dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Apabila hukum dilaksanakan oleh pejabat hukum berbeda
4 Sabian Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, (makna dialog antara hukum danmasyarakat), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 227
5 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, (Jakarta: PT Kompas MediaNusantara, 2009), h. 11
21
dengan hukum positif tertulis, maka terdapat jurang pemisah
antara hukum yang hidup dengan hukum positif tertulis.
Demikian juga apabila hukum yang dipraktikkan oleh subyek
hukum lainnya dalam bidang tertentu adalah berbeda dengan
hukum positif tertulis. 6
Penyadaran akan hukum yang berkualitas terbatas itu
menjadi penting ditengah buruknya kualitas kehidupan hukum
kita, tetapi sebenarnya kesadaran itu tidak hanya diperlukan pada
masa-masa sulit seperti sekarang, karena hal itu sudah menjadi
bagian dari realitas dunia hukum kapanpun dan dimanapun.
Hukum sama sekali tidak bisa dilepaskan dari partisipasi publik.
Kurangnya kesadaran serta partisipasi masyarakat terhadap
peraturan dikarenakan dalam produk hukum tidak dijelaskan
secara rinci sanksi bagi yang tidak mengikuti pendidikan pra
nikah bagi remaja usian nikah bahkan yang hendak menikah. Para
calon pengantin yang hendak menikah tanpa sertifikatpun boleh
melakukan pernikahan. Peraturan ini hanya bersifat anjuran yang
mengakibatkan masyarakat tidak mematuhi peraturan tersebut.
d. Teori Pembentukan Keluarga Sakinah
keluarga sakinah adalah keluarga yang dibina atas perkawinan yang
sah, mampu memenuhi hajat hidup spritual dan material secara layak dan
seimbang, diliputu suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan
6 Rianto Adi, Sosiologi Hukum (Kajian Hukum Secara Sosiologis), (Jakarta: PustakaObor Indonesia), h. 80
22
lingkungannya dengan selaras, serasi, serta mampu mengamalkan,
menghayati dan memperdalam, nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan
akhlak mulia.7 Keluarga sakinah adalah dambaan setiap orang yang hidup
berumah tangga yang damai dan bahagia, karena kata sakinah itu berarti
damai bahagia. Keluarga sakinah menurut islam adalah keluarga yang
mendapatkan limpahan rahmat dan berkat dari Allah, menjadi dambaan
dan idaman setiap insan sejak merencanakan pernikahan serta merupakan
tujuan utama dari pernikahan itu sendiri.8 Oleh karena itu ia tidak terjadi
secara mendadak, tetapi di topang oleh pilr-pilar yang kokoh, yang
memerlukan perjuangan serta butuh waktu dan pengorbanan terlebih
dahulu untuk mendapatkan keluarga yang penuh ketentraman. Keluarga
sakinah merupakan subsistem dari sistem sosial .
Keluarga sakinah menurut undang-undang yaitu Bab 1 pasal 1 ayat
11 dari undang-undang No. 10 Tahun 1992 tentang perkembangan
pendudukan dan pembangunan keluarga sejahtera (keluarga sakinah) itu
adalah keluarga yang tidak hanya tercukupi kebutuhan materiilnya tetapi
juga harus didasarkan pada perkawinan yang sah, tercukupi kebutuhan
spritualnya, memiliki hubungan yang harmonis antar anggota keluarga,
antar keluarga dan masyarakat, dengan lingkungannya dan sebagainya.
Membina keluarga sakinah tidak terlepas dari adanya mawaddah
warahmah, karena mawaddah adalah mencintai suami istri yang
7 Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Hajhai ProyekPeningkatan Keluarga Sakinah, pedoman Konselor Keluarga Sakinah, h. 97
8 Hasan Basri, Keluarga Sakinah “Membina Keluarga Sakinah”, (Jakarta: PustakaAntara, 1996), Cet. 4, h. 16
23
mendatangkan komitmen kedua belah pihak dengan nyaman dan aman
tanpa peduli pihak luar. Hubungan antara suami istri harus atas dasar
saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya seperti dalam
firman Allah dalam surat al-Baqoroh ayat 187
............. ............................
Artinya: “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaianbagi mereka”.(al-Baqoroh (2) ayat 187)
Kriteria mawaddah dalam Islam menghendaki adanya kecintaan
lahir batin agar suasana pernikahan hakiki dapat dicapai dengan benar.
Apabila suasana itu mampu diwujudkan maka anak yang dihasilkan pun
merupakan belahan jiwa mereka berdua kelak menjadi pengikat erat dan
kuat bagi keduanya.9 Sedangkan rahmah adalah kasih sayang antar
keduanya sejak ikrar akad nikah hingga ajal menjemput keduanya.
Rahmah merupakan karunia agung dari Allah yang diberikan kepada
setiap makhluk-Nya yang mengharapkan. Keluarga sakinah merupakan
pilar pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan
yang shalih dan shalihah. Setiap keluarga pasti menginginkan tercapainya
kehidupan yang bahagia, sejahtera dan damai. Kehidupan rumah tangga
yang bahagia, sejahtera dan damai akan menghasilkan masyarakat yang
rukun, damai, adil dan makmur. Karena masyarakat terdiri dari keluarga-
keluarga, dan keluarga merupakan pusat dari semua kegiatan masyarakat.
9 Ahmad Sudirman Abbas, Problematika Pernikahan dan Solusinya, (Jakarta: PT PimaHeza Lestari, 2006), Cet. 1, h. 52
24
Kehidupan keluarga sakinah mawaddah warahmah ini harus tertanan sejak
usia remaja, supaya kelak bersemangat dalam menciptakan ketenangan
dalam diri dan tidak hanya menjadi keinginan individu anggota keluarga
yang bersangkutan saja, melainkan sudah menjadi cita-cita dan tujuan
pembangunan nasional di Indonesia.10
Dari semua penjelasan di atas dapat diambil sebuah pengertian
bahwa keluarga sakinah adalah suatu keluarga yang dibangun atas dasar
agama, rasa saling pengertian, saling menghargai hak-hak dan kewajiban
masing-masing antara pasangan suami istri serta mengutamakan penerapan
akidah dan musyawarah dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
membina hubungan suami istri maupun pembinaan keluarganya. Dan
untuk memperoleh situasi ini, hanya dengan jalan melalui pernikahan
ketenangan batin dan rumah tangga diperoleh. Tentunya akan
menghasilkan anggota masyarakat yang baik, dan mengalir darah baru ke
urat-urat masyarakat sehingga menjadi lebih segar, kuat, maju dan
berkembang.11 Dasar pembentukan keluarga terdapat dalam fiman Allah
SWT Q.S. Al-Ruum ayat 21 yang artinya:
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Diamenciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supayakamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
10 A. Sutarmadi dan Mesraini, Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga,(Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 14
11 Fuad Shalih, Untukmu Yang Akan Menikah Dan Telah Menikah, (Jakarta: Al-Kautsar,2009), h. 30
25
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapattanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (al-Ruum (30): 21)
1. Kriteria Keluarga Sakinah
Dalam program pembinaan keluarga sakinah disusun kriteria-
kriteria umum keluarga sakinah yang terdiri dari, berikut uraian
masing-masing kriteria tersebut:12
1) Keluarga pra sakinah yaitu keluarga yang dibentuk bukan melalui
ketentuan perkawinan yang sah, tidak dapat memenhi kebutuhan
dasar spirital dan material secara minimal, seperti keimanan, shalat,
zakat, puasa, sandang, pangan, papan, dan kesehatan.
2) Keluarga sakinah I yaitu keluarga yang dibangun atas perkawinan
yang sah dan telah dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan
materiil secara minimal tetapi masih belum bisa memenuhi
kebutuhan psikologisnya seperti kebutuhan pendidikan, bimbingan
keagamaan dalam keluarganya, mengikuti interaksi sosial
keagamaan dengan lingkungannya.
3) Keluarga sakinah II yaitu keluarga yang dibangun atas perkawinan
yang sah dan disamping telah dapat memenuhi kebutuhan
kehidupannya juga telah mampu memahami pentingnya
pelaksanaan ajaran agama serta bimbingan keagamaan dalam
keluarga serta mampu mengadakan interaksi sosial keagamaan
dengan lingkungannya tetapi belum mampu menghayati serta
12 Departemen Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan KeluargaSakinah, (Bandung: Departemen Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat Bidang UrusanAgama Islam, 2001), h. 21-25
26
mengembangkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlakul
karimah, infaq, zakat, amal jariyah, menabung dan sebagainya.
4) Keluarga sakinah III yaitu keluarga yang dapat memenuhi seluruh
kebutuhan keimanan, ketaqwaan, akhlakul karimah, sosial
psikologis dan pengembangan keluarganya tetapi belum mampu
menjadi suri tauladan bagi lingkungannya.
5) Keluarga sakinah III plus yaitu keluarga yang dapat memenuhi
seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan, akhlakul karimah secara
sempurna, kebutuhan sosial psikologis dan pengembangannya serta
dapat menjadi suri tauladan bagi lingkungannya.
Adapun berdasarkan pengertian yang dirumuskan oleh BP4,
maka dapat diuraikan bahwa ciri-ciri keluarga sakinah adalah:13
a. Keluarga dibina atas perkawinan yang sah;
b. Keluarga mampu memenuhi kebutuhan hajat hidup baik secara
materiil maupun spiritual yang layak;
c. Keluarga mampu menciptakan suasana cinta kasih dan sayang antara
sesama anggota;
d. Keluarga mampu menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai
keimanan, ketaqwaan, amal shaleh dan akhlakul karimah;
e. Keluarga mampu mendidik anak remaja minimal sampai dengan
sekolah menengah atas;
13 Departemen Agama RI, Modul Pelatihan Motivator Keluarga Sakinah, (Jakarta:Departemen Agama RI Dirjen Bimas Islam Direktorat Urusan Agama Islam dan PembinaanSyariah, 2005), h. 49
27
f. Kehidupan sosial ekonomi keluarga mampu mencapai tingkat yang
memadai sesuai dengan ukuran masyarakat yang maju dan mandiri.
2. Pembentukan Keluarga Sakinah
Keharmonisan hubungan suami istri merupakan faktor penentu
bagi keharmonisan masyarakat, jika kehidupan suami istri tidak
tentram, maka masyarakatpun menjadi tidak tentram. Kasus
perselisihan, perceraian serta kekerasan dalam rumah tangga, yang
sering terjadi dalam masyarakat salah satunya disebabkan oleh
rendahnya pengetahuan serta pemahaman tentang membentuk keluarga
sakinah, dengan beberapa cara yang dapat dilakukan agar keutuhan dan
kebahagiaan rumah tangga dapat tercipta sehingga tujuan pernikahan
dapat tercapai yaitu,14
1. Proses pembentukan keluarga sesuai dengan ajaran islam
2. melaksanakan hak dan kewajiban dalam keluarga
3. memenuhi kebutuhan biologis dalam keluarga
4. memenuhi kebutuhan psikologis dalam keluarga
5. memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga
6. menyelesaikan konflik secara islami dalam keluarga
7. mengembangkan sikap-sikap islami dalam rumah tangga
8. menerapkan nilai islami dalam mendidik anak
9. membina hubungan baik dengan keluarga besar
14 Ulfatmi, Keluarga Sakinah Dalam Persfektif Islam, (Studi Terhadap Pasangan yangBerhasil Mempertahankan Keutuhan Perkawinan Di kota Padang), (Kementerian Agama RI,2011), h. 63
28
Sesungguhnya pernikahan tidak hanya bertujuan untuk memenuhi
insting dan berbagai keinginan yang bersifat materi. Lebih dari itu,
terdapat berbagai tugas yang harus dipenuhi, baik segi kejiwaan,
ruhaniah, kemasyarakatan yang harus menjadi tanggung jawabnya.
Termasuk juga hal-hal lain yang diinginkan oleh insting manusia. Maka
proses awal dalam membentuk sebuah keluarga harus diperhatikan;15
a. Memilih Istri
Anjuran dalam memilih istri karena agamanya, Rasulullah telah
mempertimbangkan bagian inisebagai landasan dalam memilih istri.
karenaperempuan yang beragama meskipun tidak cantik secara fisik,
agama merupakan masalah yang sangat penting untuk
dipertimbangkan. Perempuan yang baik agamanya memiliki
keutamaan yang lebih baikdaripada kecantikan fisik. Ia dapat
menyenangkan hati dan baik prilakunya.
b. Memilih Suami
Suami yang terpuji dalam pandangan Islam adalah yang memiliki
sifat-sifat kemanusiaan yang utama, sifat kejantanan yang sempurna,
ia memendang kehidupan dengan benar, melangkah pada jalan yang
lurus, ia bukanlah orang yang memiliki kekayaan atau orang yang
memiliki fisik yang baik dan kedudukan tinggi, dengan tanpa memberi
pertolongan dengan memberikan anugrah dan unsur yang baik.
15 Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga (Pedoman Berkeluarga dalam Islam),(Jakarta:AMZAH, 2010) h. 37
29
Dalam suatu perjalanan rumah tangga tidak slalu berisikan senyum
dan tawa, karena pasti ada masalah-masalah yang akan datang,
keluarga yang sakinah bukan keluarga tanpa masalah, melainkan
keluarga yang mampu menghadapi dan menyelesaikan masalah
dengan baik dan kepala dingin. Karena itulah ketika hendak
melakukan perkawinan dianjurkan untuk memilih jodoh yang baik
(sholeh atau sholehah), hal ini tidak lain hanya untuk bertujuan dalam
menjadikan perkawinan yang bahagia, sakinah dan harmonis. Untuk
itu dalam upaya membina keluarga sakinah perlu diperhatikan
berbagai aspek secara menyeluruh, diantaranya peranan masing-
masing suami dan istri, baik yang individual maupun yang dimiliki
bersama.16Islam memberikan tuntunan pada setiap manusia untuk
menuntun menuju keluarga sakinah yaitu dengan cara;17
1. Di landasi oleh cinta dan kasih sayang
2. Hubungan saling membutuhkan satu sama lain sebagaimana
suami istri disimbolkan dalam al-Quran dengan pakaian, saling
setia.
3. Suami istri dalam bergaul memperhatikan yang secara wajar di
anggap patut.
Selain itu hal yang dapat mewujudkan keluarga sakinah juga
harus disertai dengan kesungguhan, kesabaran, dari keuletan suami
16 Dedi Junaedi, Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut Alquran danAssunnah (Jakarta: Akademika Pressindo, 2003) Cet. 1, h. 220
17 Ahmad Mubarok, Psikologi Keluarga Dari Keluarga Sakinah Hingga KeluargaBangsa, (Jakarta: Bina Reka Pariwara, 2005), h. 49
30
istri. Islam memberikan rambu-rambu dalam sejumlah ayat al-Quran
sebagai legitimasi yang dapat digunakan untuk pegang bagi suami
istridalam upaya membangun dan melestarikan perkawinannya antara
lain;
a) Selalu bersyukur saat mendapat nikmat, baik berupa harta, ilmu,
anak, dan lain-lain, bersyukurlah hanya kepada-Nya atas segala
nikmat yang telah diberikan tersebut supaya apa yang ada dalam
genggaman kita barakah.
b) Senantiasa bersabar dan tawakkal saat tertimpa musibah, karna
semua orang pasti mengharapkan bahwa jalan kehidupannya
selalu lancar dan bahagia, namun kenyataannya tidak demikian.
Sangat mungkin dalam kehidupan berkeluarga menghadapi
sejumlah kesulitan dan ujian, pondasi yang harus kita bangun agar
keluarga tetap bahagia walaupun sedang ditimpa musibah,
senantiasa bersabar.
c) Senantiasa memenuhi janji, karena sebuah janji merupakan bukti
kemuliaan seseorang, setinggi apapun kedudukannya, tapi kalau
sering mengingkari janji tentu tidak akan dipercaya lagi.
d) Suami istri yang selalu berprasangka baik akan lebih
menentramkan hati, sehingga konflik dalam keluarga bisa lebih
diminimalisir.
e) Mencintai keluarga istri sebagaimana keluarga sendiri, berlaku
adil atau tidak berat sebelah adalah hal yang mesti dijalankan oleh
31
masing-masing pasangan agar tercipta suasana saling
menghormati dalam rumah tangga.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
keluarga sakinah adalah keluarga hidup yang tentram dan bahagia,
selalu saling berkasih sayang, saling menghargai, saling memberi,
saling membantu, saling mengerti dan memahami, saling berupaya
menyempurnakan tugas dan tanggung jawabnya terhadap Allah,
keluarga maupun masyarakat.18
Bahwa dalam rangka penguatan ketahanan keluarga sebagai upaya
mewujudkan keluarga sakinah melalui penyelenggaraan pendidikan pra
nikah telah dibuat nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian Agama
dengan BP4 nomor 18 tahun 2014 dan nomor 035/7P/BP4/X/2014 tentang
penguatan ketahanan keluarga dalam upaya mewujudkan keluarga sakinah.
Dengan tujuan membawa masyarakat yang sejahtera dan bahagia dimulai
dari sebuah keluarga yang sakinah maka Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam membuat suatu aturan tentang pedoman pendidikan pra
nikah yang berisikan mekanisme serta prosedur pendidikan yang terarah
sehingga diharapkan sesuai dengan tujuan ditetapkannya peraturan ini,
yaitu menjadikan keluarga bahagia yang sakinah mawaddah warahmah.
18 Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang: UIN MalangPress, 2008), Cet. 1, hal. 42-47
32
BAB III
KAJIAN UMUM TENTANG PERATURAN DIRJEN BIMAS ISLAM,
BADAN PENASIHATAN, PEMBINAAN DAN PELESTARIAN
PERKAWINAN (BP4) DAN ARRAHMAN PRE WEDDING ACADEMY
A. Peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
No:DJ.II/542 Tahun 2013
1. Latar Belakang Lahirnya Peraturan
Secara sosiologis pernikahan adalah suatu ikatan diantara dua
orang manusia antara laki-laki dan perempuan diikuti percampuran dua
keluarga yang berlatar belakang baik dari segi ekonomi, kebudayaan dan
yang lainnya, secara psikologis pernikahan diharuskan penyatuan
sepasang manusia secara emosional dengan karakteristik yang berbeda
dimana dalam penyatuan tersebut begitu banyak memerlukan perjuangan
karena secara fitrah manusia memiliki kepribadian yang berbeda, untuk
menyatukan dua kepribadian itu sungguh berat, maka dengan adanya
pendidikan pra nikah dapat pembekalan bagaimana cara mereka harus
saling terbuka dalam setiap permasalahan yang timbul dalam keluarga.1
Ketidaksiapan pengantin, baru bisa dilihat bagaimana mereka
berperilaku setelah menikah. Jika masih melakukan kebiasaan seperti
sebelum menikah, hal itu menandakan bahwa mereka tidak sadar kalau
dirinya telah berubah fungsi. Seharusnya mereka telah berpikir tentang
1 Hasniah Hasan, Mencegah Perceraian Masalah Sepele Saja Menghancurkan RumahTangga, artikel diakses pada 22 Januari 2015 darihttp://jatim1kemenag.go.id/file/dokumen/304lensut4pdf.
33
bagaimana menyikapi faktor-faktor yang mungkin timbul saat berumah
tangga, seperti ketidakcocokan keluarga, perbedaan pandangan, maupun
bagaimana cara menyikapi kebiasaan buruk pasangan.2 Data statistik
perkawinan di Indonesia pertahun rata-rata mencapai 2 (dua) juta pasang.
Suatu angka fantastis dan sangat berpengaruh terhadap kemungkinan
adanya perubahan sosial masyarakat. Baik buruknya kualitas sebuah
keluarga turut menentukan baik buruknya sebuah masyarakat. Jika
karakter yang dihasilkan sebuah keluarga itu baik, akan berpengaruh baik
kepada lingkungan sekitarnya, tetapi sebaliknya jika karakter yang
dihasilkan jelek, maka akan berpengaruh kuat kepada lingkungannya dan
juga terhadap lingkungan yang besar bahkan tidak mustahil akan
mewarnai karakter sebuah bangsa.
Kualitas sebuah perkawinan sangat ditentukan oleh kesiapan dan
kematangan dari kedua calon pasangan nikah dalam menyongsong
kehidupan berumah tangga. Perkawinan sebagai peristiwa sakral dalam
perjalanan hidup dua individu. Agar dapat membentuk keluarga bahagia
dapat terwujud, maka diperlukan pengenalan tentang kehidupan baru
yang akan dialaminya nanti. Diberi informasi singkat tentang
kemungkinan yang akan terjadi dalam berusaha wanti-wanti jauh hari
agar masalah yang timbul kemudian dapat diminimalisir dengan baik,
untuk itu bagi remaja usia nikah atau calon pengantin sangat perlu
mengikuti pembekalan dalam bentuk kursus pra nikah dan parenting
2 Hasniah Hasan, Mencegah Perceraian Masalah Sepele Saja Menghancurkan RumahTangga, artikel diakses pada 22 Januari 2015 darihttp://jatim1kemenag.go.id/file/dokumen/304lensut4pdf
34
yang merupakan salah satu upaya penting dan strategis. Untuk itulah
akhir-akhir ini marak tumbuh lembaga dari Ormas Islam dan LSM yang
menyelenggarakan kursus pra nikah, sebagai dasar penyelenggaraan
kursus pra nikah ini maka diterbitkan peraturan Dirjen Masyarakat Islam
tentang kursus pra nikah ini. Dalam rangka tertib administrasi dan
implementasinya, bagi lembaga/badan/organisasi keagamaan Islam yang
akan menjadi penyelenggara kursus pra nikah harus sudah mendapat
akreditasi dari Kementerian agama.
2. Kurikulum dan Silabus Kursus Pranikah
a. Kelompok Dasar
1. Kebijakan Kementerian Agama tentang Pembinaan Keluarga
Sakinah.
2. Kebijakan Ditjen Bimas Islam tentang Pelaksanaan Kursus Pra
Nikah.
3. Hukum Munakahat.
4. Prosedur pernikahan.
5. Peraturan Perundangan tentang perkawinan dan pembinaan
keluarga.
1) UU Perkawinan dan KHI (konsep perkawinan, azas
perkawinan, pembatasan poligami, batasan usia nikah,
pembatalan perkawinan, perjanjian perkawinan, harta
bersama, hak dan kewajiban, masalah status anak,
perkawinan campuran)
35
2) UU Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Pengertian
KDRT, bentuk-bentuk KDRT, faktor-faktor Penyebab
KDRT, dampak KDRT, aturan hukum, tanggung jawab
Pemerintah dan keluarga.
3) Undang-undang perlindungan anak.
b. Kelompok Inti
a. Pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga.
1) Fungsi Agama (fungsi nilai-nilai ajaran agama Islam dalam
kehidupan rumah tangga, Fungsi pemeliharaan fitrah
manusia, Penguatan tauhid dengan pengembangkan akhlakul
karimah).
2) Fungsi reproduksi (Fungsi reproduksi yang didasarkan
akad perkawinan yang suci).
3) Fungsi kasih sayang dan afeksi (kasih sayang dan afeksi
sebagai kebutuhan dasar manusia, Kedekatan dan kelekatan
fisik dan batiniah anak dan orang tua, ketertarikan kepada
lawan jenis sebagai sunatullah, kasih sayang sebagai
landasan amal sholeh yang memberi manfaat bagi sesama)
4) Fungsi Perlindungan (hak dan kewajiban suami isteri
memiliki fungsi perlindungan, perlindungan terhadap
anggota keluarga dari kekerasan dan pengabaian,
perlindungan terhadap hak tumbuh kembang anak)
36
5) Fungsi pendidikan dan sosialisasi (Fungsi keluarga bagi
pembentukan karakter, Fungsi sosialisasi dan transmisi
nilai, Fungsi keteladanan dan modeling, Fungsi membangun
benteng moralitas)
6) Fungsi ekonomi (Fungsi produksi untuk memperoleh
penghasilan, fungsi pembelanjaan untuk memenuhi
kebutuhan bagi kelangsungan keluarga, keseimbangan
antara income dan pengeluaran, diperlukan tata kelola
keuangan keluarga)
7) Fungsi sosial budaya (Keluarga sebagai unit terkecil dan inti
dari masyarakat, keluarga sebagai lingkungan sosial budaya
terkecil, nilai-nilai keluarga mencerminkan nilai-nilai dalam
masyarakat, pengejawantahan nilai-nilai agama)
b. Merawat cinta kasih dalam keluarga
1) Nilai-nilai dalam keluarga untuk mewujudkan mu’asyarah bil
ma’ruf (larangan menyia-nyiakan suami/isteri, menahan diri
dan mencari solusi positif).
2) Formula sukses dalam mengelola kehidupan perkawinan
dan keluarga (saling memahami dan saling menghargai)
3) Komunikasi efektif dalam pengelolaan hubungan keluarga.
(Diskripsi komunikasi yang efektif, Komunikasi dalam
keluarga, Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, Macam-
macam komunikasi dalam keluarga)
37
c. Manajemen Konflik dalam Keluarga
1) Faktor penyebab konflik (perbedaan kepentingan dan
kebutuhan, komunikasi tidak efektif, hambatan penyesuaian
diri)
2) Tanda-tanda perkawinan dalam bahaya (cekcok terus menerus,
cara komunikasi yang merusak hubungan).
3) Solusi atau cara mengatasi konflik (pasangan, keluarga besar
masing-masing pihak, institusi konseling).
c. Kelompok Penunjang
1) Buku saku membina keluarga Bahagia.
2) Majalah perkawinan dan keluarga BP4.
3) penugasan/rencana aksi.3
B. Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4)
1. Tugas dan Fungsi BP4
Badan penasihatan, pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP4)
pusat berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Badan
penasihatan, pembinaan dan pelestarian perkawinan merupakan
organisasi profesional yang bersifat sosial keagamaan sebagai mitra kerja
Departemen Agama dalam mewujudkan keluarga sakinah mawaddah
warahmah, berdasarkan Islam dan pancasila. Tujuan Bp4 untuk
mempertinggi mutu perkawinan guna mewujudkan keluarga sakinah
3Peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: DJ.II/542 Tahun2013
38
menurut ajaran Islam untuk mencapai masyarakat dan bangsa Indonesia
yang maju, mandiri, bahagia, sejahtera, materil, dan spiritual.
Untuk mencapai tujuan sebagaimana tersebut pada pasal 4 dan 5,
BP4 mempunyai upaya dan usaha sebagai berikut:
1) Memberikan bimbingan, penasihatan dan penerangan mengenai
nikah, talak, cerai, rujuk kepada masyarakat baik perorangan
maupun kelompok;
2) Memberikan bimbingan tentang peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan keluarga;
3) Memberikan bantuan mediasi kepada para pihak yang berperkara di
Pengadilan Agama.
4) Memberikan bantuan advokasi dalam mengatasi masalah
perkawinan, keluarga dan perselisihan rumah tangga di Peradilan
agama;
5) Menurunkan terjadinya perselisihan serta perceraian, poligami yang
tidak bertanggung jawab, pernikahan dibawah umur dan pernikahan
tidak tercatat;
6) Bekerja sama dengan instansi, lembaga dan organisasi yang
memiliki kesamaan tujuan baik di dalam maupun di luar negeri;
7) Menerbitkan dan menyebarluaskan majalah perkawinan dan
keluarga, buku, brosur, dan media elektronik yang dianggap perlu;
39
8) Menyelenggarakan kursus calon pengantin, penataran/pelatihan,
diskusi, seminar dan kegiatan-kegiatan sejenis yang berkaitan
dengan perkawinan dan keluarga;
9) Menyelenggarakan pendidikan keluarga untuk meningkatkan
penghayatan dan pengemalan nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan
akhlakul karimah dalam rangka membina keluarga sakinah;
10) Berperan aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan
membina keluarga sakinah;
11) Meningkatkan upaya pemberdayaan ekonomi keluarga;
12) Upaya dan usaha lain yang dipandang bermanfaat untuk kepentingan
organisasi serta bagi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga.4
2. Tugas Pokok dan Fungsi KUA Ciputat
Berdasarkan keputusan Mentri Agama nomor 517 tahun 2001
tentang penataan organisasi Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan
Ciputat adalah melaksanakan sebagian tugas Kementerian Agama kantor
kabupaten Tangerang dibidang urusan agama Islam dan wilayah
kecamatan Ciputat dan kecamatan Ciputat timur. Kantor Urusan Agama
(KUA) kecamatan Ciputat dipimpin oleh seorang kepala yang
mempunyai tugas dan fungsi sebagaimana termaktub dalam keputusan
Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004 tentang pencatatan nikah pasal 2
ayat 1 sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan statistik dan dokumentasi.
4 Hasil MUNAS BP4 ke XIV/2009 Jakarta, 1-3 Juni 2009.
40
b. Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, dan
rumah tangga KUA.
c. Melakukan pembinaan kepenghuluan, keluarga sakinah, ibadah sosial,
pangan halal, kemitraan zakat, wakaf, ibadah haji, dan kesejahteraan
keluarga sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarkat Islam sesuai perundang-undangan yang
berlaku.
d. Mengatur pola kerja para penghulu yang berada dilingkungan wilayah
kerjanya.
Kepala KUA kecamatan Ciputat dalam pelaksanan tugasnya
memimpin dan mengkoordinasikan semua kegiatan kantor dalam bentuk
bimbingan serta petunjuk pelaksanaan (juklak) masing-masing staff, dengan
mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan bertanggung
jawab kepada kepala Kementerian Agama kantor kabupaten Tangerang.
C. Lembaga Arrahman pre Wedding Academy
Minimnya lembaga pendidikan yang fokus pada pembentukan
keluarga Islami, mendorong Arrahman Qur’anic Learning Center (AQL)
mendirikan lembaga pendidikan yang fokus pada pendidikan rumah tangga
Islami. Dengan sasaran membangun komunitas pembinaan keluarga Islami.
Arrahman Pre Wedding Academy (APWA) merupakan sebuah
lembaga non formal yang memberikan semacam les menuju rumah tangga
yang Islami. Akademi ini digagas Ust Bachtiar Nasir,Lc.MM yang menjadi
41
pendiri dan pembina Arrahman Pre Wedding Academy (APWA) dan ar-
Rahman Quranic Learning Center (AQL).
Program Kegiatan Arrahman Pre Wedding Academy (APWA) antara lain :
1) Kursus Pra Nikah Islami
Kursus pra nikah Islami (KPNI) telah di selenggarakan sejak tahun
2010. Sampai saat ini telah diselenggarakan sebanyak 6 (enam) angkatan
dengan jumlah alumni sebanyak 390 (tiga ratus sembilan puluh) orang.
Kelas untuk angkatan berikutnya akan segera dibuka dengan maksimal
jumlah peserta sebanyak 85 (delapan puluh lima) orang.
Materi Pengajar
Fiqih Nikah dan Proses Pernikahan
dalam Islam
Ust. Bachtiar Nasir, Lc. MM
Akhlak dan Etika Pra Nikah dan
Pernikahan Islami
Ust. Salim Sholeh Muhdar, Lc.
Manajemen Rumah Tangga Islami Ust. Khalid Z.A. Basalamah, Lc.
Hukum Perkawinan Bagi Orang Islam
di Indonesia
Neng Djubaedah, S.H., M.H.
Kesehatan Pra Nikah dan Keluarga Prof.dr.Wahyuning Ramelan, Sp.And.
Parenting (Pola Asuh) Islami Ust.Bendry Jaisyurrahman, S.Ikom.
Psikologi Keluarga Islami Dr. Sitaresmi S. Soekanto M.Psi.T
Keuangan Keluarga Ahmad Gozali
outbond Tim Outbond
Setiap Ahad (Minggu) waktu Pertemuan:
1. Selama 12 (dua belas) pekan @ 2 (dua) sessi
2. Sessi 1 : 08.00 – 09.50 WIB (110 menit)
42
3. Sessi 2 : 10.10 – 12.00 WIB (110 menit)
Fasilitas yang diperoleh Peserta:
a. Training kit
b. Sertifikat
c. Snack
2) Seminar Pra Nikah Islami (SPNI)
Seminar pra nikah Islami (SPNI) merupakan salah satu kegiatan yang
memberikan pengetahuan singkat dan penambahan wawasan kepada umat
Islam tentang persiapan pernikahan yang sesuai syariat Islam. Selain itu
menjadi sarana syiar ilmu bagi umat Islam, tentang persiapan pernikahan
yang sesuai syariat Islam.5 SPNI telah sukses diselenggarakan sejak tahun
2010 dan akan menjadi agenda tahunan. Tema SPNI dikemas dengan menarik
dan berbeda tiap tahunnya sehingga para peserta mendapatkan wawasan yang
segar dan bermanfaat untuk bekal pernikahan. Pembicara seminar merupakan
orang-orang yang profesional dibidangnya sehingga suasana menjadi hidup
dan menarik6. Allah berfirman dalam surat An-Nuur (24) ayat 32 :
Artinya:” Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, danorang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
5 Situs Mizan Amanah, Lajang Mizan Amanah Ikut Seminar Pra Nikah, diakses padatanggal 04 Maret 2015 http://mizanamanah.org/kabar/berita/169-lajang-mizan-amanah-ikut-seminar-pra-nikah.html
6 Situs resmi Arrahman Prewedding Academy, di akses pada tanggal 04 Maret 2015https://apwa.wordpress.com/about/
43
lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskinAllah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah MahaLuas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.(QS.An-Nuur 24 : 32)
Serta anjuran menikah dijelaskan pada hadits Rasulullah sebagai berikut:
ـباب مـن اسـتطاع مـنكم : قـال رسـول اهللا ص: ل عن ابن مسعود قـا يـا معشـر الش
و مــــن مل يســـتطع فـعليــــه . البـــاءة فـليتـــــزوج، فانـــه اغــــض للبصـــر و احصــــن للفـــرج
)اجلماعة(.بالصوم فانه له وجاء
Artinya: Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Hai parapemuda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu menikah, makanikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkanpandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yangbelum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itubaginya (menjadi) pengekang syahwat”. (HR. Jamaah)
44
BAB IV
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BIMAS ISLAM DI BP4 DAN LEMBAGA
ARRAHMAN PRE WEDDING ACADEMY
A. Pelaksanaan pendidikan pra nikah di BP4 dan lembaga Arrahman Pre
Wedding Academy
Sesuai ketentuan pasal 3 ayat 1 peraturan Dirjen bimbingan masyarakat
Islam tahun 2013 tentang penyelenggaraan kursus pra nikah: bahwa
penyelenggaraan kursus pra nikah adalah badan penasihatan, pembinaan, dan
pelestarian perkawinan (BP4) atau lembaga/organisasi keagmaan Islam
lainnya sebagai penyelenggara kursus pra nikah yang telah mendapat
akreditasi dari Kementerian Agama.
Dengan ketentuan ini maka penyelenggaraan kursus pra nikah dapat
dilaksanakan oleh badan atau lembaga di luar instansi pemerintah dalam hal
ini KUA kecamatan, tetapi pelaksanaannya dilakukan oleh
badan/lembaga/organisasi keagamaan Islam yang telah memenuhi ketentuan
yang ditetapkan oleh pemerintah. Pemerintah dalam hal ini adalah
Kementerian Agama berfungsi sebagai regulator, pembina, dan pengawas.
Berbeda pelaksanaannya dengan kursus calon pengantin yang dilakukan pada
waktu yang lalu dilaksanakan langsung oleh KUA/BP4 kecamatan.
Penyelenggaraan kursus pra nikah sebagaimana diatur dalam pedoman ini
memberi kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk ikut serta
berpartisipasi dalam pembinaan dan pembangunan keluarga serta membantu
45
mengurangi perceraian dan kekerasan dalam keluarga. Kementerian Agama
sebagai regulator dan pengawas bertanggung jawab untuk memberikan
bimbingan pembinaan kepada badan/lembaga/organisasi keagamaan Islam
penyelenggara kursus pra nikah agar pembekalan dapat terarah, tepat sasaran
dan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, selain itu pembinaan dan
pembangunan keluarga tidak lagi tertumpuk pada tanggung jawab bersama
masyarakat untuk bahu membahu meningkatkan kualitas keluarga dalam
upaya menurunkan angka perceraian, dan kekerasan dalam rumah tangga
yang selama ini marak dimasyarakat.1
1. Pelaksanaan Pendidikan pra nikah di KUA Ciputat
Berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
No:DJ.II/542 Tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan pra nikah
menginstruksikan agar para calon pengantin melaksanakan kursus calon
pengantin 10 hari setelah mendaftar di KUA yang berwenang dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebelum melaksanakan
program kursus pra nikah, calon pengantin terlebih dahulu mendaftarkan
pernikahannya ke KUA melalui PPN lalu dilakukan pemeriksaan
kesehatan oleh calon pengantin sebagai syarat melakukan sebuah
pernikahan. Setelah semua syarat dilengkapi maka calon pengantin dapat
mengikuti kursus calon pengantin mengikuti bimbingan dari pihak KUA.
Pelaksanaan kursus calon pengantin di KUA kecamatan Ciputat
dilaksanakan setiap satu minggu sekali pada hari kerja yaitu setiap hari
1 Peraturan Dirjen Bimas Islam Nomor:DJ.II/542 Tahun 2013
46
Kamis, selama kurang lebih antara 3 sampai 4 jam, dimulai dari pukul
08.00 WIB dan selesai 12.00 WIB, pelaksanaan kursus calon pengantin
yang berbarengan dengan hari aktif untuk bekerja dan sifat dalam aturan
hukum tersebut yang berupa anjuran dan tidak ada hukuman jika tidak
melaksanakannya membuat para calon pengantin belum keseluruhan
mengikuti kursus calon pengantin tersebut. 2
Metode yang digunakan dalam kursus calon pengantin yaitu dengan
menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan disertai dengan latihan
seperti latihan ijab qabul perkawinan. Pemateri atau narasumber
merupakan orang yang ahli/profesional dibidangnya, yakni konsultan
keluarga, tokoh agama, psikolog yang dapat memberikan pengetahuan
dan pemahaman upaya membentuk keluarga sakinah. Materi yang
disampaikan dalam kursus calon pengantin ini meliputi fikih munakahat,
kewajiban suami istri, pengetahuan seputar psikologi keluarga, kesehatan
keluarga, serta undang-undang perkawinan namun dikarenakan faktor
waktu yang amat singkat maka pemberian materi belum dapat dilakukan
secara maksimal sehingga pemateri atau narasumber belum menjelaskan
secara menyeluruh. Setelah mengikuti kursus calon pengantin, peserta
mendapatkan sertifikat kursus calon pengantin yang nantinya sertifikat
tersebut digunakan untuk mendaftarkan kehendak nikah di KUA
setempat.
2 Wawancara dengan bapak Abung Hanifah SHI, pada tanggal 09 Maret 2015 di KUACiputat
47
Metode yang digunakan dalam pemberian materi pada pendidikan
pra nikah di KUA Ciputat telah sesuai dengan apa yang ada dalam
silabus, hanya saja dalam pelaksanaannya belum terealisasi dengan baik
karena faktor singkatnya waktu pembelajaran, sehingga tidak maksimal
dalam penyerapan ilmu tentang pendidian pra nikah tersebut.
2. Pelaksanaan Pendidikan Pra nikah di Arrahman Pre Wedding
Academy
Kursus pra nikah Islami (KPNI) memberikan bekal pengetahuan
yang memadai kepada umat Islam tentang pra nikah dan pernikahan yang
sesuai syariat Islami dalam rangka membentuk keluarga Islami dan
membangun tatanan sosial Ilahiyah. Kursus Pra Nikah Islami (KPNI)
merupakan kursus yang rutin dilakukan sejak tahun 2010 dan hingga saat
ini telah meluluskan sebanyak 6 (enam) angkatan dengan jumlah alumni
sebanyak 390 orang. Jumlah peserta dibatasi maksimal 85 (delapan puluh
lima )orang 30 orang laki-laki dan 55 perempuan.
Jumlah pertemuan dilakukan sebanyak 12 (dua belas) pekan total
25 sesi pada setiap hari Minggu, sesi pertama dimulai pada jam 08.00 –
09.50 menit (110) menit , sesi kedua dimulai pada jam 10.10 – 12.00
WIB (110) menit. Tempat belajar di Arrahman Quranic Learning Center
(AQL) di Jl. Tebet Utara 1 No.40, Jakarta Selatan. Para peserta kursus
mendapatkan berbagai macam fasilitas seperti training kit (ordner
Hardcopy Modul, notepad, ballpoint), sertifikat (menyerahkan pasfoto
berwarna 40 X 6 2 lembar), serta mendapatkan snack.
48
Kursus pra nikah Islami dilaksanakan dengan metode ceramah,
diskusi, tanya jawab dengan berbagai materi-materi sebagai berikut, niat
dan fikih nikah (2 sesi), manajemen rumah tangga (3 sesi), akhlak, etika
pra nikah dan pernikahan Islami (3 sesi), hukum perkawinan bagi orang
Islam di Indonesia (4 sesi), kesehatan pra nikah dan keluarga (3 sesi),
parenting (pola asuh) Islami (3 sesi), psikologi keluarga Islami (3 sesi),
keuangan keluarga ( sesi), outbond pada hari libur. Biaya kursus sekitar
800.000 (delapan ratus ribu rupiah) dan kursus pra nikah ini terbuka
untuk umum, baik bagi yang mempersiapkan pernikahan, yang hendak
akan menikah, maupun yang baru saja menikah.3 Pelaksanaan pendidikan
di Arrahman tersebut telah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh
Dirjen Bimas Islam, baik dalam proses pendidikan maupun silabus
(materi) yang disampaikan hanya saja karena ketidaktahuan, dan
kurangnya sosialisasi peraturan kepada masyarakat maka lembaga
Arrahman tidak mendaftarkan lembaganya untuk diakreditasi oleh
Kementerian Agama.
B. Hambatan dan Tantangan dalam Proses Pendidikan Pra Nikah
1. Hambatan dan Tantangan Dalam Proses Pendidikan Pra Nikah di
KUA Ciputat
Pembiayaan kursus pra nikah sesuai peraturan Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam pada pasal 5 (lima) dapat bersumber dari
dana APBN, dan APBD. Dana pemerintah berupa APBN dan APBD bisa
3 Arsip Arrahman Pre Wedding Academy
49
diberikan kepada penyelenggara dalam bentuk bantuan. Bantuan kepada
lembaga/badan penyelenggara dapat dibenarkan sepanjang untuk
peningkatan kesejahteraan dan pembinaan umat sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku, pemerintah dapat membantu badan/lembaga
swasta dari dana APBN/APBD.4
Pernyataan dalam peraturan belum efektif karena kenyataan yang
terjadi belum sesuai dengan KUA Ciputat. Dana/anggaran yang masuk
ke dalam kas KUA Ciputat tidak ada sama sekali, bahkan ditemukan hak
pegawai dalam hal gaji bulanan yang belum terpenuhi karena minimnya
anggaran. Hal ini merupakan penghambat atas terlaksananya program
kursus bagi calon pengantin, karena dari para calon pengantin tidak
dipungut biaya untuk mengikuti kursus jadi pihak KUA merasa sangat
kesulitan untuk mengatur dana yang serba terbatas tersebut.5 Pendapat ini
sejalan dengan pernyataan narasumber yang telah diwawancarai oleh
penulis selaku penghulu di Kecamatan Ciputat yang menyatakan bahwa
pelaksanaan kursus calon pengantin belum optimal dikarenakan waktu
yang singkat, kesadaran masyarakat yang kurang akan pentingnya
pendidikan pra nikah, serta minimnya dana operasional sehingga
pihaknya kesulitan mengundang pemateri maupun narasumber dari
instansi lain. Karena dalam mengundang pemateri memerlukan biaya.
4 Peraturan Dirjen Bimas Islam No:DJ.II/542 Tahun 20135 Wawancara dengan bapak Abung Hanifah selaku penghulu di KUA Ciputat pada
Tanggal 09 Maret 2015
50
2. Hambatan dan Tantangan Dalam proses pendidikan Pra Nikah di
Arrahman Pre Wedding Academy
Kelayakan dan kinerja penyelenggara dilihat dari berbagai unsur
yang terkait, mengacu pada baku kualitas yang dikembangkan
berdasarkan indikator-indikator program kegiatan yang dilaksanakan oleh
organisasi keagamaan Islam penyelenggara kursus pra nikah;
Proses pendidikan pra nikah di Arrahman Pre Wedding Academy
telah berjalan dengan baik, dengan para narasumber atau pembicara yang
mahir dibidangnya, serta cara pemberian materi yang tidak sulit dipahami,
tapi tidak lepas dari hambatan yaitu berupa kurangnya fasilitas tempat
belajar. Karena terbatasnya ruangan yang menjadi pusat pembelajaran
seluruh kegiatan di Arrohman Quranic Learning Center (AQL).
Kegiatan seminar akbar Pra Nikah Islami (SPNI) yang diadakan
oleh Arrahman pada setiap tahun sekali sangat disambut antusias oleh
masyarakat terbukti dengan banyaknya peserta yang mengikuti seminar
tersebut, dengan banyaknya antusias para peserta tidak efektif jika seminar
dilakukan di Arrahman Quranic Learning Center (pusat Lembaga
Arrahman Pre Wedding Academy) maka gedung SMESCO UKM di
Pancoran Jakarta Selatan menjadi pilihan untuk mengadakan seminar
tersebut.
a) Kurangnya sosialisasi dari Kementerian Agama menjadi hambatan dalam
akrediasi lembaga Arrahman Pre Wedding Academy, sehingga
Ketidaktahuan pihak Arrahman Pre Wedding Academy akan peraturan
51
dan berbagai mekanisme bagi penyelenggara pra nikah. Padahal dalam
akreditasi sangat bermanfaat agar organisasi keagamaan Islam
penyelenggara kursus pra nikah dapat melakukan peningkatan kualitas
atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil akreditasi, serta
organisasi keagamaan Islam penyelenggara kursus pra nikah dapat
mempertanggung jawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi
harapan atau keinginan masyarakat.
C. Analisis Penulis
Menurut pengamatan yang penulis lakukan di Kantor Urusan Agama
Ciputat dan di Lembaga Arrahman Pre wedding Academy Tebet Jakarta
Selatan pelaksanaan pendidikan pra nikah belum dilakukan secara optimal,
karena proses pendidikan dilaksanakan selama 3 sampai 4 jam pelajaran saja.
Tentu hal ini tidak sesuai dengan apa yang telah diatur dalam peraturan
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 542 Tahun 2013
tentang pedoman penyelenggaraan pendidikan pra nikah yang disebut dalam
BAB II bahwa pendidikan yang dimaksud adalah sebagai pembekalan singkat
(short cource) yang diberikan kepada remaja usia nikah atau calon pengantin
dengan waktu tertentu yaitu selama 24 jam pelajaran (JPL) selama 3 (tiga)
hari atau dibuat beberapa kali pertemuan dengan JPL yang sama, sekurang-
kurangnya 16 jam pelajaran. Seharusnya pendidikan pra nikah dilaksanakan
tidak sesingkat hanya sekedar 3 sampai 4 jam, karena itu menurut penulis
tidak akan maksimal pemahaman serta penyerapan ilmu peserta pendidikan
pra nikah. Alangkah lebih baik apabila pendidikan pra nikah menjadi program
52
yang unggul, solusi sedini mungkin dalam meminimalisir perceraian dan
menjadikan keluarga yang bahagia, sakinah mawaddah warahmah, sesuai
dengan tujuan ditetapkannya peraturan ini.
Dalam peraturan Dirjen Bimas Islam nomor 542 tahun 2013 penulis
tidak menemukan adanya pasal yang mengatur secara jelas sanksi bagi calon
pengantin yang tidak mengikuti pendidikan pra nikah, sehingga penafsiran
tentang pendidikan pra nikah ini banyak maknanya, serta peraturan
pendidikan pra nikah dianggap hanya bersifat anjuran. Padahal peraturan
yang sudah disahkan akan mengikat kepada subyek hukum tersebut, yaitu
para remaja usia nikah, khususnya para calon pengantin yang akan
mendaftarkan kehendak nikah.
Pada bagian ketiga pasal (5) dalam hal pembiayaan, ketentuan
pembiayaan penyelenggara pendidikan pra nikah dapat bersumber dari APBN
dan APBD, Bapak Abung Hanifah selaku narasumber yang telah
diwawancarai oleh penulis menyatakan bahwa tidak ada anggaran yang
masuk kedalam kas KUA Ciputat, tentu hal ini menjadi hambatan terhadap
pelaksanaan pendidikan pra nikah, karena dalam teknisnya membutuhkan
konsumsi, proyektor sebagai sarana penyampain materi, biaya pemanggilan
narasumber yang kompeten, sarana memadai dalam proses pendidikan dan
sebagainya. kalau komponen tersebut tidak terpenuhi maka mustahil
penegakan hukum akan tercapai sesuai dengan peraturan Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam Nomor:DJ.II/542 Tahun 2013 tentang pedoman
penyelenggaraan pra nikah. Menurut Soerjono Soekanto, inti dalam penelitian
53
hukum secara sosiologis atau empiris adalah efektifitas hukum. Efektifitas
hukum adalah pengaruh hukum terhadap masyarakat, sedangkan inti dari
pengaruh hukum terhadap masyarakat adalah prilaku warga masyarakat yang
sesuai dengan hukum yang berlaku. Jika masyarakat berprilaku sesuai dengan
yang diharapkan atau yang dikehendaki oleh hukum, maka dapat dikatakan
bahwa hukum yang bersangkutan adalah efektif.
Sesuai ketentuan pasal 3 ayat 1 dalam peraturan Dirjen Bimas Islam
tahun 2013 penyelenggara kursus yaitu badan penasihatan, pembinaan, dan
pelestarian perkawinan (BP4) atau lembaga/organisasi keagamaan Islam
lainnya sebagai penyelenggara kursus pra nikah yang telah mendapat
akreditasi dari Kementerian Agama, Dengan ketentuan ini maka
penyelenggara kursus pra nikah dapat dilaksanakan oleh
badan/lembaga/organisasi keagamaan Islam yang telah memenuhi ketentuan
yang ditetapkan oleh pemerintah. Penyelenggara kursus pra nikah
sebagaimana diatur dalam pedoman memberi kesempatan yang luas kepada
masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam pembinaan dan
pembangunan keluarga serta mengurangi angka perceraian dan kekerasan
dalam keluarga. Kementerian Agama sebagai regulator dan pengawas
bertanggung jawab memberikan bimbingan pembinaan kepada badan
penyelenggara kursus pra nikah agar dapat pembekalan yang terarah, tepat
sasaran dan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, selain itu pembinaan dan
pembangunan keluarga tidak lagi tertumpuk pada tanggung jawab pemerintah
secara sepihak tapi menjadi tanggung jawab bersama masyarakat untuk bahu-
54
membahu meningkatkan kualitas keluarga dalam upaya menurunkan angka
perceraian, dan kekerasan dalam rumah tangga yang selama ini marak di
masyarakat.
Akreditasi merupakan pengakuan terhadap badan atau lembaga yang
menyelenggarakan kursus pra nikah setelah dinilai memenuhi kriteria dan
persyaratan yang ditetapkan oleh Kementerian Agama. Tujuan akreditasi bagi
penyelenggara kursus pra nikah adalah untuk:
b) Pengetahuan, yakni untuk mengetahui bagaimana kelayakan dan kinerja
badan/lembaga/organisasi penyelenggara dilihat dari berbagai unsur yang
terkait, mengacu pada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan
indikator-indikator program kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi
keagamaan Islam penyelenggara kursus pra nikah;
c) Akuntabilitas; yakni agar organisasi keagamaan Islam penyelenggara
kursus pra nikah dapat mempertanggung jawabkan apakah layanan yang
diberikan memenuhi harapan atau keinginan masyarakat;
d) Kepentingan pengembangan; yakni agar organisasi keagamaan Islam
penyelenggara kursus pra nikah dapat melakukan peningkatan kualitas
atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil akreditasi.
Beberapa komponen penilaian akreditasi penyelenggara pendidikan pra
nikah yang terdiri dari enam komponen yaitu:
1) Kurikulum dan proses belajar mengajar;
2) Administrasi dan manajemen;
3) Organisasi dan kelembagan;
55
4) Sarana dan prasarana
5) Ketenagaan;
6) Pembiayaan;
7) Peserta didik;
Masing-masing komponen dijabarkan kedalam beberapa aspek yang
dituangkan dalam beberapa indikator instrumen visitasi.
Menurut pengamatan yang penulis lakukan selama penelitian di
lembaga Arrahman Pre Wedding Academy, pelaksanaan dari peraturan
Direktorat Jenderal Bimbingan masyarakat Islam tidak efektif, karena
ketidaktahuan pihak mengenai adanya peraturan tersebut, bahkan tidak ada
satupun organisasi masyarakat penyelenggara pendidikan pra nikah yang
telah mendapat akreditasi dari Kementerian Agama selain Bp4, padahal
telah ditemui beberapa lembaga penyelenggara kursus/pendidikan pra
nikah, yang menurut penulis dengan berdasarkan pedoman penyelenggaraan
pendidikan pra nikah No: 542 tahun 2013 telah sesuai dan layak
mendapatkan akreditasi dari pemerintah. Beberapa persyaratan bagi
penyelenggara pendidikan pra nikah yang hendak mengajukan akreditasi ke
Kementerian Agama sebagai berikut:
a) Memiliki surat keputusan/surat izin kelembagaan;
b) Memiliki tenaga pengajar/tutor yang memiliki kompetensi akademis
maupun teknis yang dibuktikan dengan ijazah;
c) Memiliki kurikulum/silabi serta bahan ajar kursus pra nikah sesuai
standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Kementerian Agama);
56
d) Memiliki sarana dan prasarana yang memadai (ruang kantor/ruang
belajar, media atau alat bantu pembelajaran, komputer/mesin tik, daftar
registrasi peserta pendidikan pra nikah, papan blank lembaga dn
pengumuman, buku pengelolaan keuangan, jadwal penyelenggaraan
pendidikan pra nikah, file kepegawaian/tenaga pengajar;
e) Profil badan atau lembaga.
Lembaga pendidikan pra nikah Arrahman Pre wedding Academy
(APWA) yang berdiri atas kepedulian terhadap nasib bangsa dan secara
proses pendidikan telah layak mendapatkan akreditasi dari Kementerian
Agama, dikarenakan kurangnya sosialisasi terhadap peraturan tersebut,
maka pihak penyelenggara pendidikan pra nikah swasta (Arrahman Pre
Wedding Acdemy) tidak mendaftarkan lembaganya, padahal jika lembaga
Arrahman Pre Wedding Academy telah terakreditasi maka lebih tersebar
keberadaannya dan para remaja dapat mengikuti program tersebut, hingga
mendapatkan ilmu tentang keluarga sedini mungkin. Menanamkan
pemahaman kehidupan berkeluarga sedari awal sehingga telah siap dalam
berumah tangga nantinya, dan tujuan pernikahanpun akan tercapai yaitu
menjadikan keluarga yang sakinah mawaddah warohmah, sesuai dalam Al-
Quran maupun Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Suatu contoh perihal komunikasi hukum, kiranya sudah jelas supaya
hukum benar-benar dapat mempengaruhi perikelakuan warga masyarakat,
maka hukum tadi harus disebarkan seluas mungkin sehingga melembaga
dalam masyarakat. Adanya alat-alat komunikasi tertentu merupakan salah
57
satu syarat penyebaran serta pelembagaan hukum. Komunikasi hukum
tersebut dapat dilakukan secara formal, yaitu suatu tata cara yang
terorganisasikan dengan resmi.
Hemat penulis peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam No:DJ.II/542 tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan pra nikah
dengan tujuan membentuk keluarga yang sakinah perlu sebuah pola
pembentukan pembelajaran yang matang. Pembentukan sebuah keluarga
diperlukan adanya sebuah program pendidikan yang terpadu dan terarah.
Program pendidikan dalam keluarga ini harus pula mampu memberikan
deskripsi kerja yang jelas bagi tiap individu dalam keluarga sehingga masing-
masing dapat melakukan peran yang berkesinambungan demi terciptanya
sebuah lingkungan keluarga yang kondusif untuk mendidik anak secara
maksimal.
Upaya mewujudkan keluarga sakinah dalam rangka penguatan
ketahanan keluarga sebagai upaya mewujudkan keluarga sakinah melalui
penyelenggaraan pendidikan pra nikah telah dibuat nota kesepahaman
antara Kementerian Agama dengan BP4 nomor 18 tahun 2014 dan nomor
035/7P/BP4/X/2014 tentang penguatan ketahanan keluarga dalam upaya
mewujudkan keluarga sakinah, dengan tujuan membawa masyarakat yang
sejahtera dan bahagia dimulai dari sebuah keluarga yang sakinah, maka
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam membuat suatu aturan
tentang pedoman pendidikan pra nikah yang berisikan mekanisme serta
prosedur pendidikan yang terarah sehingga diharapkan sesuai dengan tujuan
58
ditetapkannya peraturan ini, yaitu menjadikan keluarga bahagia yang
sakinah mawaddah warahmah.
Pelaksanaannya merujuk kepada faktor-faktor yang mempengaruhi
efektifitas hukum. Menurut Soerjono Soekanto salah satunya adalah faktor
hukum itu mempengaruhi efektifitas pelaksanaan atau penegakan hukum itu
juga. Hukum sebagai sarana yang ditujukan untuk mengubah perikelakuan
warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Salah satu masalah yang dihadapi dalam bidang ini adalah
apabila hukum-hukum tertentu yang dibentuk dan diterapkan, ternyata tidak
efektif. Gejala-gejala semacam itu akan timbul, apabila ada faktor-faktor
tertentu yang menjadi penghalang. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari
pembentuk hukum, penegak hukum, maupun golongan lain didalam
masyarakat. Peraturan Nomor 542 tahun 2013 ini belum efektif dalam
masyarakat karena masih terdapat bebarapa pasal-pasal yang belum
terlaksana, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum,
serta sosialisasi peraturan tersebut terhadap masyarakat luas khususnya
kepada lembaga-lembaga/organisasi masyarakat penyelenggara pendidikan
pra nikah dan kepada BP4 yang telah mendapatkan akreditasi atau
pengakuan dari Kementerian Agama.
Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat.
Sosialisasi hukum yang terarah maka akan tercipta budaya hukum yang baik
dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai makna hukum selama
ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum
59
merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum. Kurangnya kesadaran
serta partisipasi masyarakat terhadap peraturan dikarenakan dalam produk
hukum tidak dijelaskan secara rinci sanksi bagi yang tidak mengikuti
pendidikan pra nikah bagi remaja usia nikah bahkan yang hendak menikah.
Para calon pengantin yang hendak menikah tanpa sertifikat boleh
melakukan pernikahan. Peraturan ini hanya bersifat anjuran yang
mengakibatkan masyarakat tidak mematuhi peraturan tersebut. Memaknai
hukum sebagai perangkat peraturan yang mengatur masyarakat, barulah
berarti apabila senyatanya didukung oleh sistem sanksi yang tegas dan jelas.
Dalam pelaksanaannya harus tercipta hubungan yang saling
mendukung agar tercipta keselarasan dan tujuan dari ditetapkannya
peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 542
Tahun 2013. Hukum harus dikomunikasikan dengan baik, tujuannya
menciptakan pengertian bersama, supaya hukum benar-benar dapat
mempengaruhi prilaku warga masyarakat, maka hukum harus disebarkan
seluas mungkin sehingga melembaga dalam masyarakat.
Hukum yang hidup itu merupakan bagian dari sistem hukum yang
diterapkan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Kehidupan rumah tangga
yang bahagia, sejahtera dan damai akan menghasilkan masyarakat yang
rukun, damai, adil dan makmur. Karena masyarakat terdiri dari keluarga-
keluarga, dan keluarga merupakan pusat dari semua kegiatan masyarakat.
Kehidupan keluarga sakinah mawaddah warahmah ini harus
tertanam sejak usia remaja, supaya kelak bersemangat dalam menciptakan
60
ketenangan dalam diri dan tidak hanya menjadi keinginan individu dalam
keluarga melainkan sudah menjadi cita-cita dan tujuan pembangunan
nasional di Indonesia.
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang implementasi peraturan
Direktorat Jenderal Bimbingan masyarakat Islam Nomor: DJ.II/542 Tahun
2013 tentang pedoman penyelenggaraan kursus pra nikah terhadap BP4
Ciputat yang telah mendapat akreditasi sebagai penyelenggara pendidikan pra
nikah dan lembaga Arrahman Pre Wedding Academy yang merupakan
lembaga swasta (independent) maka penulis menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pelaksanaan pendidikan pra nikah terhadap lembaga penyelenggara
belum optimal sesuai dengan peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam tentang pedoman penyelenggaraan pra nikah,
dikarenakan faktor hukum itu sendiri yang kurang tersosialisasi sehingga
tidak berjalan sesuai dengan kenyataan di masyarakat, mengakibatkan
banyaknya faktor yang menghambat dalam implementasi pelaksanaan
pendidikan pra nikah .
2. Beberapa hal yang menjadi hambatan terhadap pelaksanaan pendidikan
pra nikah di Bp4 Ciputat dan lembaga Arrahman Pre Wedding Academy:
a. Minimnya anggaran dalam pelaksanaan program pendidikan pra
nikah ini, tidak turunnya anggaran dari pemerintah, yang sesuai
62
dalam peraturan bahwa biaya pelaksanaan program ini berasal dari
APBN/APBD.
b. Pelaksanaan program pendidikan pra nikah yang dilakukan di BP4
Ciputat dilakukan pada hari Kamis, hari efektif bekerja sehingga
banyak calon pengantin yang tidak bisa mengikuti pendidikan pra
nikah dengan alasan tersebut.
c. Waktu yang terbatas dalam proses pendidikan pra nikah membuat
materi yang didapat tidak maksimal.
d. Kesadaran masyarakat atas pendidikan pra nikah sangat kurang,
mereka tidak menganggap pendidikan pra nikah merupakan suatu hal
yang penting, serta tidak disertakan sanksi yang tegas dalam
peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam bagi
calon pengantin yang tidak mengikutinya.
e. Kurangnya sosialisasi atas peraturan Dirjen Bimas Islam membuat
lembaga masyarakat/Organisasi Islam yang mendirikan kursus pra
nikah khususnya Arrahman Pre Wedding Academy, belum
terakreditasi dari Kementerian agama, karena minimnya pengetahuan
pihak penyelenggara akan peraturan tersebut.
B. Saran-Saran
Setelah penulis melakukan pengamatan dan penelitian secara langsung
dan telah melakukan wawancara dengan pihak yang bersangkutan, maka
berikut ini adalah saran-saran dari penulis untuk kemajuan dan perkembangan
BP4 dan Lembaga Arrahman Pre wedding Academy:
63
1. Sosialisasi program pendidikan pra nikah secara langsung kepada
masyarakat perlu ditingkatkan dan diperluas lagi cakupannya agar seluruh
lapisan masyarakat mengetahui dan lebih memahami sehingga timbul
kesadaran masyarakat dan lebih antusias terhadap program pendidikan pra
nikah ini.
2. Sanksi tegas dari pemerintah apabila calon pengantin tidak mengikuti
pendidikan pra nikah atau calon pengantin tidak memiliki
sertifikat/keterangan telah mengikuti pendidikan pra nikah.
3. Kepada pihak KUA harus menjadikan sertifikat atau keterangan telah
mengikuti pendidikan pra nikah sebagai salah satu persyaratan kebolehan
untuk menikah.
4. Pengadaan kursus pra nikah telah tersedia dana dari pemerintah,
diharapkan pihak KUA tidak mengambil dana dari peserta kursus.
5. Kepada pemerintah harus mensosialisasikan peraturan yang mengatur
tentang penyelenggaraan kursus pra nikah, melihat telah banyak lembaga
masyarakat yang peduli dan telah mendirikan lembaga pra nikah yang
harusnya sudah mendapat akreditasi, tapi karena ketidaktahuan akan
peraturan tersebut maka mereka tidak mengurus akreditasinya ke
Kementerian Agama.
64
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman dan Syahrani. Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia.
Bandung: Alumni. 2001. cet. Ke-IV.
Arsip Arrahman Pre Wedding Academy
Ch. Mufidah Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Malang: UIN
Malang Press, 2008, Cet. 1.
Darmo. Diharjo. Darji, Pokok-pokok filsafat hukum. Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama, 2002.
Dedi Junaedi. Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut Alquran dan
Assunnah . Jakarta: Akademika Pressindo, 2003. Cet. 1.
Departemen Agama RI, Modul Pelatihan Motivator Keluarga Sakinah, Jakarta:
Departemen Agama RI Dirjen Bimas Islam Direktorat Urusan Agama
Islam dan Pembinaan Syariah, 2005.
Departemen Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan Keluarga
Sakinah. Bandung: Departemen Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa
Barat Bidang Urusan Agama Islam, 2001.
Farihah. Ipah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press , 2006.
Hakam, Abdul. Menuju Keluarga Sakinah. cet. Ke-1. Jakarta: PT. Akbar Media
Eka Sarana. . 2004
Hasan Basri, Keluarga Sakinah “Membina Keluarga Sakinah”. Jakarta: Pustaka
Antara, 1996. Cet. 4
65
Hasil MUNAS BP4 ke XIV/2009 Jakarta, 1-3 Juni 2009.
Hasniah Hasan, Mencegah Perceraian Masalah Sepele Saja Menghancurkan
Rumah Tangga,artikel diakses pada 22 Januari 2015 dari
http://jatim1kemenag.go.id/file/dokumen/304lensut4pdf
Maelong Lexi J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remaja Karya, 2002.
Mubarok. Ahmad Psikologi Keluarga Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga
Bangsa. Jakarta: Bina Reka Pariwara.2005.
Peraturan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam No: DJ.II/542 Tahun
2013
Rahardjo Satjipto, Penegakan Hukum Progresif. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara, 2009.
Rianto Adi, Sosiologi Hukum (Kajian Hukum Secara Sosiologis). Jakarta: Pustaka
Obor Indonesia.
Sabian Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, (makna dialog antara hukum dan
masyarakat). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Shalih. Fuad Untukmu Yang Akan Menikah Dan Telah Menikah. Jakarta: Al-
Kautsar, 2009.
Situs Mizan Amanah, Lajang Mizan Amanah Ikut Seminar Pra Nikah, diakses
pada tanggal 04 Maret 2015 http://mizanamanah.org/kabar/berita/169-
lajang-mizan-amanah-ikut-seminar-pra-nikah.html
Situs resmi Arrahman Prewedding Academy, di akses pada tanggal 04 Maret 2015
https://apwa.wordpress.com/about/
66
Soehartono, Metode Penelitian Sosial, Suatu Tekhnik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Budaya Sosial Lainnya, Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 2000.
Soekanto. Soerjono, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah
Masalah Sosial. Bandung: Alumni, 1982.
Soekanto. Soerjono, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT raja Grafindo
Peserta, 2006
Sudirman, Ahmad Abbas. Problematika Pernikahan dan Solusinya. Jakarta: PT
Pima Heza Lestari. 2006. Cet. 1.
Sutarmadi, A. dan Mesraini. Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga.
Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2006.
Ulfatmi, Keluarga Sakinah Dalam Persfektif Islam, (Studi Terhadap Pasangan
yang Berhasil Mempertahankan Keutuhan Perkawinan Di kota Padang),
Kementrian Agama RI, 2011.
Undang-Undang No 1 tahun 1974 bab 11 pasal 2 dan 3 tentang perkawinan
Wawancara dengan bapak Abung Hanifah selaku penghulu di KUA Ciputat pada
Tanggal 09 Maret 2015
Yusuf. Ali As-Subki, Fiqh Keluarga (Pedoman Berkeluarga dalam Islam).
Jakarta:AMZAH, 2010.
HASIL WAWANCARA
Narasumber: Abung Hanifah, SH.I
Jabatan: Penghulu Muda
Nip : 19740609 200212 1003
Tempat: KUA Ciputat
Tanggal: 9 Maret 2015
1. Apa tujuan pendidikan pra nikah bagi calon pengantin ?
Memberikan pemahaman dan ilmu tentang kehidupan keluarga mengenai hal hukum
agama, munakahat, hak dan kewajiban suami istri, kesehatan reproduksi, psikologi
anak dan lain-lain yang menuju kebahagiaan dalam rumah tangga, agar jika sudah
memasuki perkawinan nanti pasangan suami istri telah siap dengan masalah-
masalah yang ada, dan dapat menyelesaikannya dengan baik.
2. Apakah calon pengantin harus mengikuti proses pendidikan pra nikah ?
Seharusnya para calon pengantin wajib mengikuti, agar mereka lebih memahami
tentang kehidupan berumah tangga. Tapi karena tidak ada aturan yang tegas/sanksi
jika tidak mengikuti pendidikan pra nikah, maka masih ada para calon pengantin
yang tidak mengikuti.
3. Bagaimana proses pelaksanaan pendidikan pra nikah di KUA Ciputat?
setelah mendaftarkan kehendak Menikah di KUA dan telah menyelesaikan berbagai
persyaratan, maka para calon pengantin diberi bimbingan materi-materi yang
mencakup kehidupan berumah tangga, pendidikan pra nikah ini dilaksanakan 1
bulan 4 kali pada setiap hari kamis dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul
12.00
4. Apa faktor yang menghambat atas pelaksanaan program pendidikan pra nikah?
Faktor yang menghambat yaitu, karena kurangnya kesadaran dari calon pengantin
yang merasa pendidikan pra nikah bukan merupakan hal yang wajib bagi yang ingin
menikah, sebagaimana tujuan dari pendidikan pra nikah tersebut yaitu
meminimalisir terjadinya percekcokan rumah tangga, kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT), perceraian, dan sebagainya.
5. Apakah faktor lain yang menjadi penghambat program pendidikan pra nikah ?
Faktor penghambat lain yaitu dana atau uang, karena sesuai dengan peraturan
Dirjen dana operasional itu berasal dari APBN/APBD tapi tidak ada sama sekali
dana yang masuk untuk melaksanakan program pendidikan pra nikah ini. Kita tidak
bisa menjalankan suatu kegiatan tanpa dana operasional, biaya konsumsi,
transportasi para narasumber, dan lain-lain yang mendukung berjalannya program
pendidikan pra nikah ini.
6. Apakah setelah mengikuti kursus pendidikan pra nikah perceraian, perselisihan
rumah tangga dan KDRT berkurang ?
Kami tidak bisa menjamin setelah mengikuti pendidikan pra nikah pasangan suami
istri akan kekal selamanya, tapi setidaknya diharapka dengan adanya bekal ilmu
pemahaman tentang rumah tangga dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan
bijak dalam kehidupan pernikahan nanti, sehingga meminimalisir terjadinya
perceraian, yang sebagaian orang menganggap sebagai penyelesaian
permasalahan.
7. Apakah setelah mengikuti kursus berhasil membentuk keluarga sakinah ?
Dengan adanya pendidikan pra nikah ini, diharapkan para calon pengantin dapat
membentuk keluarga sakinah tapi indikator keberhasilan tidak bisa dijamin, yang
penting berusaha semaksimal mungkin memberikan arahan agar nantinya para
calon pengantin bisa menjadi keluarga sakinah mawaddah warohmah .
8. Bagaimana mensosialisasikan pendidikan pra nikah ini kepada masyarakat ?
Mensosialisasikan pendidikan pra nikah ini pada saat calon pengantin
mendaftarkan kehendak akan menikah di KUA maka akan langsung di beri info
dengan memberi undangan untuk mengikuti pendidikan pra nikah.
Narasumber: Dr. H. Muchtar Ali, M.Hum
Jabatan: Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah
Tempat: kementerian Agama Pusat
Tanggal: 25 Februari 2015
1. Apakah latar belakang lahirnya peraturan Dirjen Bimas Islam
Nomor: DJ.II/542 Tahun 2013?
Jawab:
Pedoman peraturan ini timbul karena didorong oleh semakin
meningkatnya jumlah perceraian di Indonesia baik karena cerai talak
atau cerai gugat karena sampai tahun 2010 (data dari Ditjen Badilag
Mahkamah Agung) jumlah perceraian mencapai 251.208 pasang atau 9%
dari jumlah peristiwa nikah dan rujuk sebanyak 2.207.300 pasang sejak
lima tahun sebelumnya angka perceraian dari tahun ke tahun terus
eningkat cukup tajam. Contoh:
a. Provinsi DKI Jakarta
Dari sumber data Pengadilan Agama Tinggi DKI merekap:
1) Tahun 2010 kasus perceraian diputus sebanyak 6451 kasus
2) Tahun 2011 kasus perceraian diputus sebanyak 8784 kasus
3) Tahun 2012 sebanyak 8199 kasus perceraian pasangan suami istri
telah diputus di lima pengadilan agama Jakarta, dari data tersebut
kurang lebih 745 warga DKI berstatus janda. Data itu terdiri dari
kasus talak, gugatan, dan putusan permohonan poligami.
b. Provinsi Jawa Barat
Dari 400.000 (empat ratus ribu) pasangan yang menikah dalam
setahun, tercatat 10% atau 40.000 pasangan suami isteri menggugat
cerai. Sebagian besar perceraian terjadi pada pasangan usia
pernikahannya kurang dari lima tahun. Hal tersebut mendorong
pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama untuk melakukan
pembinaan agar kursus pra nikah yang dilaksanakan BP4
bekerjasama dengan KUA terus digalakkan dalam rangka
meningkatkan mutu perkawinan dan menekan angka perceraian.
2. Apakah materi dalam kursus pra nikah?
a. Kelompok Dasar
1) Kebijakan Kementerian Agama tentang Pembinaan Keluarga
Sakinah.
2) Kebijakan Ditjen Bimas Islam tentang Pelaksanaan Kursus Pra
Nikah.
3) Hukum Munakahat.
4) Prosedur pernikahan.
5) Peraturan Perundangan tentang perkawinan dan pembinaan
keluarga.
6) UU Perkawinan dan KHI (konsep perkawinan, azas perkawinan,
pembatasan poligami, batasan usia nikah, pembatalan
perkawinan, perjanjian perkawinan, harta bersama, hak dan
kewajiban, masalah status anak, perkawinan campuran).
7) UU Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Pengertian KDRT,
bentuk-bentuk KDRT, faktor-faktor Penyebab KDRT, dampak
KDRT, aturan hukum, tanggung jawab Pemerintah dan keluarga.
8) Undang-undang perlindungan anak.
b. Kelompok Inti
1)Pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga.
a) Fungsi Agama (fungsi nilai-nilai ajaran agama Islam dalam
kehidupan rumah tangga, Fungsi pemeliharaan fitrah manusia,
Penguatan tauhid dengan pengembangkan akhlakul karimah).
b) Fungsi reproduksi (Fungsi reproduksi yang didasarkan akad
perkawinan yang suci).
c) Fungsi kasih sayang dan afeksi (kasih sayang dan afeksi sebagai
kebutuhan dasar manusia, Kedekatan dan kelekatan fisik dan
batiniah anak dan orang tua, ketertarikan kepada lawan jenis
sebagai sunatullah, kasih sayang sebagai landasan amal sholeh
yang memberi manfaat bagi sesama)
d) Fungsi Perlindungan (hak dan kewajiban suami isteri memiliki
fungsi perlindungan, perlindungan terhadap anggota keluarga
dari kekerasan dan pengabaian, perlindungan terhadap hak
tumbuh kembang anak)
e) Fungsi pendidikan dan sosialisasi (Fungsi keluarga bagi pemben-
tukan karakter, Fungsi sosialisasi dan transmisi nilai,
Fungsi keteladanan dan modeling, Fungsi membangun benteng
moralitas)
f) Fungsi ekonomi (Fungsi produksi untuk memperoleh
penghasilan, fungsi pembelanjaan untuk memenuhi kebutuhan
bagi kelangsungan keluarga, keseimbangan antara income dan
pengeluaran, diperlukan tata kelola keuangan keluarga)
g) Fungsi sosial budaya (Keluarga sebagai unit terkecil dan inti
dari masyarakat, keluarga sebagai lingkungan sosial budaya
terkecil, nilai-nilai keluarga mencerminkan nilai-nilai dalam
masyarakat, pengejewantahan nilai-nilai agama)
2)Merawat cinta kasih dalam keluarga
a) Nilai-nilai dalam keluarga untuk mewujudkan mu’asyarah bil
ma’ruf (larangan menyia-nyiakan suami/isteri, cooling down
menahan diri dan mencari solusi positif).
b) Formula sukses dalam mengelola kehidupan perkawinan dan
keluarga (saling memahami dan saling menghargai)
c) Komunikasi efektif dalam pengelolaan hubungan keluarga.
(Diskripsi komunikasi yang efektif, Komunikasi dalam keluarga,
Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, Macam-macam
komunikasi dalam keluarga)
3)Manajemen Konflik dalam Keluarga
a) Faktor penyebab konflik (perbedaan kepentingan dan
kebutuhan, komunikasi tidak efektif, hambatan penyesuaian
diri)
b) Tanda-tanda perkawinan dalam bahaya (cekcok terus menerus,
cara komunikasi yang merusak hubungan).
c) Solusi atau cara mengatasi konflik (pasangan, keluarga besar
masing-masing pihak, institusi konseling.
c. Kelompok Penunjang
1) Buku saku membina keluarga Bahagia.
2) Majalah perkawinan dan keluarga BP4.
3) penugasan/rencana aksi.
3. Apakah dalam pelaksanaan peraturan menjalin kerja sama dengan
lembaga atau instansi lain?
Jawab:
Sesuai dengan peraturan Dirjen Bimas Islam Nomor 542 Tahun 2013
dalam Pasal 3:
a. Ayat (1) penyelenggara kursus pra nikah adalah BP4 dan Ormas
Islam yang telah memiliki akreditasi dari Kementerian Agama
b. Ayat (2) Kementerian Agama dapat menyelnggarakan kursus pra
nikah yang pelaksanaannya bekerja sama dengan BP4 dan Ormas
Islam lainnya.
c. Dalam pelaksanannya BP4 atau Ormas Islam penyelenggara kursus
nikah dapat bekerja sama dengan instansi atau kementerian lain atau
lembaga lainnya.
Bahwa dalam rangka penguatan ketahanan keluarga sebagai upaya
mewujudkan keluarga sakinah melalui penyelenggaraan kursus pra
nikah telah dibuat nota kesepahaman antara kementerian Agama
dengan BP4 Nomor 18 Tahun 2014 tentang Penguatan Ketahanan
keluarga dalam upaya mewujudkan keluarga sakinah
4. Apakah faktor pendukung atas pelaksanaan program pendidikan pra
nikah?
Jawab:
Kursus pra nikah dapat dilaksanakan di KUA atau ditempat lain / gedung
BP4 setempat dengan didukung sarana prasarana yang memadai dan
tenaga pengajar profesional dibidangnya.
5. Apa faktor yang menghambat atas pelaksanaan program pendidikan
pra nikah?
Jawab:
Ada beberapa penyebab yang menghambat pelaksanaan program kursus
pra nikah antara lain:
a. Ketidakatahuan masyarakat, remaja usia nikah, dan calon pengantin
akan pentingnya kursus ini.
b. Dukungan anggaran untuk penyelenggaraan kursus pra nikah oleh
BP4 belum memadai.
6. Bagaimana pihak Kementrian Agama mensosialisasikan peraturan
ini kepada masyarakat?
Jawab:
Beberapa upaya yang dilakukan Kementrian Agama untuk
mensosialisasikan Peraturan Dirjen tentang kursus pra nikah ini, melalui:
a. Surat edaran Dirjen Bimas Islam Nomor: Dt.II.I/2/Pw.00/094/2015
tanggal 25 Januari perihal pembinaan keluarga sakinah melalui
pelaksanaan kursus pra nikah kepada 33 Kanwil Kemenag Provinsi
seluruh Indonesia;
b. Surat edaran ketua umum BP4 Pusat Nomor:059/13-P/BP4/XII/14
tanggal 16 Desember 2014 perihal kursus pra nikah kepada ketua BP4
Kab/Kota seluruh Indonesia
c. Perjanjian kerjasama BKKBN dann BP4 Nomor:77/KSM/G2/2014 dan
Nomor:056/7-P/BP4/III/2014 tanggal 25 Maret 2014 tentang
pelaksanaan program kependudukan, keluarga berencana dan
pembangunan keluarga melalui program pembinaan dan penasihatan
bagi calon pengantin
d. Website: www.bimasislam.kemenag.go.id yang dapat diakses
masyarakat tentang perdirjen Nomor:DJ.II/542 Tahun 2013 tentang
pedoman penyelenggaraan pra nikah.
7. Bagaimana minat masyarakat dalam mengikuti program pendidikan
pra nikah?
Jawab:
Program kursus pra nikah yang utamanya ditujukan bagi remaja usia
nikah belum berjalan maksimal disebabkan dukungan anggaran yang
tidak memadai dan sosialisasi penyelenggaraan dan pelaksanaanny belum
terintegrasi dengan baik.
8. Apakah setelah mengikuti pendidikan pra nikah perceraian,
perselisihan rumah tangga dan KDRT berkurang ?
Jawab:
Melihat data perceraian yang cenderung meningkat setiap tahun
menunjukkan belum maksimalnya pelaksanaan kursus pra nikah telah
dilakukan kerjasama dengan instansi atau lembaga terkait. Untuk
penguatan kursus pra nikah telah dilakukan kerjasama yang disponsori
oleh PT. Reckitt benckiser indonesia dengan BKKBN dan BP4 Pusat telah
menerbitkan buku saku panduan untuk petugas BP4 dan buku saku untuk
catin tahun 2015.
9. Apakah setelah mengikuti kursus berhasil membentuk keluarga
sakinah ?
Jawab:
Sesuai amanat UU RI nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga yang bertujuan meningkatkan
kualitas keluara agar dapat timbul rasa aman, tentram, dan harapan masa
depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan
kebahagiaan batin, sedangkan misi Ditjen Bimas Islam Kementrian
Agama adalah mengoptimalkan ketahanan keluarga sakinah.
10. Adakah lembaga masyarakat atau organisasi penyelenggara kursus
pra nikah yang telah terakreditasi selain BP4 dan KUA?
Jawab:
Sampai saat ini hanya BP4 satu-satunya yang telah terakreditasi oleh
Kementrian Agama, sedangkan lembaga penyelenggara lain belum
terakreditasi oleh Kementrian Agama, walaupun pada prakteknya sudah
ada lembaga yang menyelenggarakan kursus pra nikah.
11. Apakah syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah lembaga atau
organisasi keagamaan Islam penyelenggara kursus untuk dapat
diakreditasi oleh Kementrian Agama?
Jawab:
a. Memiliki surat keputusan (SK) atau surat izin kelembagaan
b. Memiliki tenaga pengajar yang memiliki kompetensi akademis maupun
teknis yang dibuktikan dengan ijazah
c. Memiliki kurikulum dan bahan ajar kursus pra nikah sesuai standar
yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Kementrian Agama)
d. Memiliki sarana dan prasarana yang memadai (ruang kantor, ruang
belajar, ruang kursus, media atau lembaga dan pengumuman, buku
pengelolaan keuangan, jadwal penyelenggaraan kursus pra nikah,
file/arsip kepegawaian dan tenaga pengajar
e. Profil dan lembaga
12. Bagaimana tanggapan bapak, fenomena beberapa rumah tangga yang
berakhir dengan perceraian padahal latar belakang pendidikan yang
baik sangat memahami tentang keluarga/rumah tangga?
Jawab:
Ada beberapa penyebab tidak harmonisnya hubungan suami istri dan
berakhir pada perceraian, antara lain: KDRT, faktor ekonomi, selingkuh
dan lain-lain, tingginya angka perceraian ini juga disebabkan karena
persoalan lain yaitu ketika suami atau istri menggugat cerai tanpa melalui
proses mediasi BP4 tapi langsung diproses dan diputus oleh pengadilan.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM
NOMOR : DJ.II/542 TAHUN 2013
TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN KURSUS PRA NIKAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah
warahmah perlu dilakukan kursus pra nikah bagi remaja usia nikah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2019);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) ;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3050);
5. Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara;
6. Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan
Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi
Eselon I Kemnterian Negara ;
7. Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Agama;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM
TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KURSUS PRA NIKAH
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
(1) kursus Pra Nikah adalah pemberian bekal pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan
penumbuhan kesadaran kepada remaja usia nikah tentang kehidupan rumah tangga dan
keluarga.
(2) Remaja usia nikah adalah laki-laki muslim berumur sekurang-kurangnya 19 tahun dan
perempuan muslimah 16 tahun.
(3) Keluarga sakinah adalah keluarga yang didasarkan atas perkawinan yang sah, mampu
memenuhi hajat spiritual dan material secara serasi dan seimbang, diliputi suasana
kasih sayang antara internal keluarga dan lingkungannya, mampu memahami,
mengamalkan dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlaqul
karimah.
(4) Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan yang selanjutnya disebut BP4
adalah organisasi profesional yang bersifat sosial keagamaan sebagai mitra kerja
Kementerian Agama dalam mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah.
(5) Lembaga penyelenggara kursus pra nikah adalah organisasi keagamaan Islam yang telah
memiliki akreditasi dari Kementerian Agama.
(6) Sertifikat adalah bukti otentik keikutsertaan/kelulusan dalam mengikuti Kursus pra nikah.
(7) Akreditasi adalah pengakuan terhadap badan atau lembaga yang menyelenggarakan kursus
pra nikah setelah dinilai memenuhi kriteria/persyaratan yang ditetapkan oleh Kementerian
Agama.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Peraturan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang kehidupan
rumah tangga/keluarga dalam mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah warahmah serta
mengurangi angka perselisihan, perceraian, dan kekerasan dalam rumah tangga.
BAB III
PENYELENGGARA KURSUS
Bagian Kesatu
Penyelenggara
Pasal 3
(1) Penyelenggara Kursus pra nikah adalah BP4 dan organisasi keagamaan Islam yang telah
memiliki Akreditasi dari Kementerian Agama;
(2) Kementerian Agama dapat menyelenggarakan kursus pra nikah yang pelaksanaannya bekerja
sama dengan Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) atau
organisasi keagamaan Islam lainnya.
(3) Dalam pelaksanaannya BP4 dan organisasi keagamaan Islam penyelenggara kursus pra nikah
dapat bekerja sama dengan instansi atau kementerian lain atau lembaga lainnya.
(4) Akreditasi yang diberikan kepada BP4 dan organisasi keagamaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berlaku selama 2 tahun dan selanjutnya dapat diperpanjang dengan permohonan
baru.
Bagian Kedua
Sarana
Pasal 4
Kementerian Agama menyediakan sarana pembelajaran dalam bentuk silabus dan modul;
Bagian Ketiga
Pembiayaan
Pasal 5
Pembiayaan penyelenggaraan Kursus Pranikah dapat bersumber dari APBN dan APBD;
Bagian Keempat
Sertifikasi
Pasal 6
1. Remaja usia nikah yang telah mengikuti Kursus Pra Nikah diberikan sertifikat sebagai tanda
bukti kelulusan;
2. Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh BP4 atau organisasi
keagamaan Islam penyelenggara kursus;
3. Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi syarat kelengkapan pencatatan
perkawinan;
BAB IV
PESERTA KURSUS
Pasal 7
Peserta kursus pra nikah adalah remaja usia nikah dan calon pengantin yang akan melangsungkan
perkawinan.
BAB V
MATERI DAN NARASUMBER
Pasal 8
(1) Materi Kursus Pra Nikah dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Kelompok dasar
b. Kelompok Inti
c. Kelompok Penunjang
(2) Kursus pra nikah dilakukan dengan metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan penugasan
yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di lapangan.
(3) Narasumber terdiri dari konsultan perkawinan dan keluarga, tokoh agama, dan tokoh
masyarakat yang memiliki kompetensi sesuai dengan keahlian yang dimaksud pada ayat (1).
(4) Materi Kursus Pra Nikah diberikan sekurang- kurangnya 16 jam pelajaran.
BAB VI
PENUTUP
Pasal 9
(1) Hal-hal teknis yang belum diatur dalam peratuan ini, akan diatur dalam Lampiran Peraturan
ini;
(2) Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal, 05 Juni 2013 10 Juni 2011
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM
KEMENTERIAN AGAMA
NOMOR DJ.II/542 TAHUN 2013
TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN KURSUS PRA NIKAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data statistik perkawinan di Indonesia per tahun rata-rata mencapai 2 (dua) juta
pasang. Suatu angka yang sangat fantastis dan sangat berpengaruh terhadap kemungkinan
adanya perubahan-perubahan sosial masyarakat. Baik buruknya kualitas sebuah keluarga
turut menentukan baik buruknya sebuah masyarakat. Jika karakter yang dihasilkan sebuah
keluarga itu baik, akan berpengaruh baik kepada lingkungan sekitarnya, tetapi sebaliknya
jika karakter yang dihasilkan tersebut jelek, maka akan berpengaruh kuat kepada
lingkungannya dan juga terhadap lingkungan yang lebih besar bahkan tidak mustahil akan
mewarnai karakter sebuah bangsa.
Suatu masyarakat besar tentu tersusun dari masyarakat-masyarakat kecil yang disebut
keluarga. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak, memiliki peran penting dalam
mewujudkan harmonisasi dalam keluarga. Sebuah keluarga dapat disebut harmonis apabila
memiliki indikasi menguatnya hubungan komunikasi yang baik antara sesama anggota
keluarga dan terpenuhinya standar kebutuhan material dan spiritual serta teraplikasinya
nilai-nilai moral dan agama dalam keluarga. Inilah keluarga yang kita kenal dengan sebutan
keluarga sakinah.
Kualitas sebuah perkawinan sangat ditentukan oleh kesiapan dan kematangan kedua
calon pasangan nikah dalam menyongsong kehidupan berumah tangga. Perkawinan sebagai
peristiwa sakral dalam perjalanan hidup dua individu. Banyak sekali harapan untuk
kelanggengan suatu pernikahan namun di tengah perjalanan kandas yang berujung dengan
perceraian karena kurangnya kesiapan kedua belah pihak suami-isteri dalam mengarungi
rumah tangga. Agar harapan membentuk keluarga bahagia dapat terwujud, maka diperlukan
pengenalan terlebih dahulu tentang kehidupan baru yang akan dialaminya nanti. Sepasang
calon suami isteri diberi informasi singkat tentang kemungkinan yang akan terjadi dalam
rumahtangga, sehingga pada saatnya nanti dapat mengantisipasi dengan baik paling tidak
berusaha wanti-wanti jauh-jauh hari agar masalah yang timbul kemudian dapat diminimalisir
dengan baik, untuk itu bagi remaja usia nikah atau catin sangat perlu mengikuti pembekalan
singkat (short course) dalam bentuk kursus pra nikah dan parenting yang merupakan salah
satu upaya penting dan strategis.
Kursus pra nikah menjadi sangat penting dan vital sebagai bekal bagi kedua calon
pasangan untuk memahami secara subtansial tentang seluk beluk kehidupan keluarga dan
rumah tangga.
Di indonesia angka perceraian rata-rata secara nasional mencapai +200 ribu pasang per
tahun atau sekitar 10 persen dari peristiwa pernikahan yang terjadi setiap tahun. Oleh sebab
Kursus Pra Nikah bagi remaja usia nikah dan calon pengantin merupakan salah satu solusi
dan kebutuhan bagi masyarakat untuk mengatasi atau pun mengurangi terjadinya krisis
perkawinan yang berakhir pada perceraian.
Kursus Pra Nikah merupakan proses pendidikan yang memiliki cakupan sangat luas
dan memiliki makna yang sangat strategis dalam rangka pembangunan masyarakat dan
bangsa Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk itulah akhir-akhir ini marak tumbuh badan/lembaga dari Ormas Islam dan LSM
yang menyelenggarakan kursus pra nikah, tentunya hal ini sangat menggembirakan karena
badan/lembaga/ organisasi penyelenggara tersebut ikut membantu pemerintah dalam
menyiapkan pasangan keluarga dan sekaligus ikut menghantarkan pasangan keluarga
tersebut kepada kehidupan keluarga yang diidamkan yaitu keluarga sakinah mawaddah
warahmah.
Sebagai dasar penyelenggaraan kursus pra nikah maka diterbitkan Peraturan Dirjen
Masyarakat Islam tentang Kursus Pra Nikah ini. Dalam rangka tertib administrasi dan
implementasinya, bagi lembaga/badan/organisasi keagamaan Islam yang akan menjadi
penyelenggara kursus pranikah harus sudah mendapatkan akreditasi dari Kementerian
Agama. dan untuk penjelasan lebih lanjut mengenai penyelenggaran kursus pra nikah
dijabarkan melalui pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah ini.
Penyelenggaraan Kursus pra nikah sebagaimana diatur dalam pedoman ini berbeda
dengan kursus calon pengantin yang telah dilaksanakan pada waktu yang lalu, kursus calon
pengantin biasanya dilakukan oleh KUA/BP4 kecamatan pada waktu tertentu yaitu
memanfaatkan 10 hari setelah mendaftar di KUA kecamatan sedangkan Kursus pra nikah
lingkup dan waktunya lebih luas dengan memberi peluang kepada seluruh remaja atau
pemuda usia nikah untuk melakukan kursus tanpa dibatasi oleh waktu 10 hari setelah
pendaftaran di KUA kecamatan sehingga para peserta kursus mempunyai kesempatan yang
luas untuk dapat mengikuti kursus pra nikah kapan pun mereka bisa melakukan sampai
saatnya mendaftar di KUA kecamatan.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2019);
2. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahterah ;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4235);
4. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419);
5. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional;
6. Keputusan Presiden RI Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak;
7. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat Atas Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;
8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2006 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara;
9. Keputusan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1999 tentang Gerakan Keluarga Sakinah;
10. Keputusan Menteri Agama Nomor 480 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Keputusan
Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota;
11. Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Agama;
12. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 400/54/III/Bangda perihal Pelaksanaan
Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah.
C. Tujuan
Tujuan Umum :
Mewujudkan Keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah melalui pemberian bekal
pengetahuan, peningkatan pemahaman dan ketrampilan tentang kehidupan rumah tangga
dan keluarga.
Tujuan khusus :
1. Untuk menyamakan persepsi badan/lembaga penyelenggara tentang substansi dan
mekanisme penyelenggaraan kursus pra nikah bagi remaja usia nikah dan calon
pengantin;
2. Terwujudnya pedoman penyelenggaran kursus pra nikah bagi remaja usia nikah dan
calon pengantin;
D. Pengertian Umum
1. Kursus Pra Nikah adalah pemberian bekal pengetahuan, pemahaman, keterampilan
dan penumbuhan kesadaran kepada remaja usia nikah dan calon pengantin tentang
kehidupan rumah tangga dan keluarga
2. Keluarga Sakinah adalah Keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana
kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi serta
mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketakwaan
dan akhlak mulia dalam kehidupan bermasayarakat
3. Akreditasi Kursus Pra Nikah adalah pengakuan dari Kementerian Agama C.q
Direktorat Jenderal Bimbingan masyarakat Islam terhadap badan/lembaga
penyelenggara kursus pra nikah melalui upaya penilaian, visitasi dan pengawasan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku tentang penyelenggaraan kursus pra nikah yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
4. Pedoman penyelenggaraan Kursus Pra nikah adalah Pedoman tentang mekanisme
pelayanan penyelenggaraan kursus pra nikah, terkait dengan standarnisasi materi,
narasumber, badan/lembaga penyelenggara, sarana dan pembiayaan, sertifikasi dan
kurikulum / silabus yang telah ditetapkan.
BAB II
PEDOMAN PENYELENGGARAAN
KURSUS PRA NIKAH
Pedoman penyelenggaraan kursus pra nikah dimaksudkan sebagai pedoman untuk para
pejabat teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam c.q Direktorat
Urusan Agama Islam di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan KUA Kecamatan serta
badan/lembaga yang menyelenggarakan kegiatan Kursus Pra nikah.
Kursus dimaksudkan adalah sebagai pembekalan singkat (shot cource) yang diberikan
kepada remaja usia nikah atau calon pengantin dengan waktu tertentu yaitu selama 24 jam
pelajaran (JPL) selama 3 (tiga) hari atau dibuat beberapa kali pertemuan dengan JPL yang sama.
Waktunya pelaksanaan dapat disesuaikan dengan kesempatan yang dimiliki oleh peserta.
Pelaksanaan Kursus Pra Nikah di beberapa negara ASEAN seperti Malaysia dan Singapura
dilaksanakan oleh badan atau lembaga masyarakat dengan dukungan regulasi dari pemerintah.
Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS) merupakan contoh negara yang menyelenggarakan
kursus pra nikah selama satu sampai tiga bulan dengan 8 kali pertemuan, sedangkan Jabatan
Kemajuan Agama Islam Malaysia (JAKIM) melaksanakan kursus pra nikah selama 3 bulan
dengan 8 sampai 10 kali pertemuan. Adapun Waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan waktu
libur yang dimiliki oleh peserta kursus yang umumnya pegawai atau buruh.
Penyelenggaraan Kursus pra nikah sebagaimana diatur dalam pedoman ini berbeda dengan
kursus calon pengantin yang telah dilaksanakan pada waktu yang lalu, kursus calon pengantin
biasanya dilakukan oleh KUA/BP4 kecamatan pada waktu tertentu yaitu memanfaatkan 10 hari
setelah mendaftar di KUA kecamatan sedangkan Kursus pra nikah lingkup dan waktunya lebih
luas dengan memberi peluang kepada seluruh remaja atau pemuda usia nikah untuk melakukan
kursus tanpa dibatasi oleh waktu 10 hari setelah pendaftaran di KUA kecamatan sehingga para
peserta kursus mempunyai kesempatan yang luas untuk dapat mengikuti kursus pra nikah kapan
pun mereka bisa melakukan sampai saatnya mendaftar di KUA kecamatan.
BAB III
PENYELENGGARA KURSUS PRA NIKAH
Sesuai ketentuan pasal 3 ayat (1) Peraturan Dirjen Masyarakat Islam Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah: bahwa penyelenggara kursus pra nikah adalah Badan
Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) atau lembaga/organisasi keagamaan
Islam lainnya sebagai penyelenggara kursus pra nikah yang telah mendapat Akreditasi dari
Kementerian Agama.
Dengan ketentuan ini maka penyelenggaraan kursus pra nikah dapat dilaksanakan oleh
badan/lembaga di luar instansi pemerintah dalam hal ini KUA kecamatan, tetapi pelaksanaannya
dilakukan oleh badan/lembaga/organisasi keagamaan Islam yang telah memenuhi ketentuan yang
di tetapkan oleh Pemerintah. Pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Agama berfungsi
sebagai regulator, pembina, dan pengawas. Berbeda pelaksanaannya dengan kursus calon
pengantin yang dilakukan pada waktu yang lalu dilaksanakan langsung oleh KUA/BP4
kecamatan. Penyelenggaraan kursus pra nikah sebagaimana diatur dalam pedoman ini memberi
kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam pembinaan dan
pembangunan keluarga serta mengurangi angka perceraian dan kekerasan dalam keluarga.
Kementerian Agama sebagai regulator dan pengawas bertanggung jawab untuk memberikan
bimbingan pembinaan kepada badan/lembaga/organisasi keagamaan Islam penyelenggara kursus
pranikah agar pembekalan dapat terarah, tepat sasaran dan berhasil sesuai dengan yang
diharapkan, selain itu pembinaan dan pembangunan keluarga tidak lagi tertumpuk pada
tanggungjawab pemerintah secara sepihak tapi menjadi tanggungjawab bersama masyarakat
untuk bahu-membahu meningkatkan kualitas keluarga dalam upaya menurunkan angka
perceraian, dan kekerasan dalam rumah tangga yang selama ini marak di masyarakat.
Dalam upaya meningkatkan peran serta masyarakat, BP4 dapat berfungsi sebagai
penyelenggara sebagaimana halnya badan/lembaga swasta lainnya karena BP4 sesuai keputusan
Munas Ke XIV tahun 1999 menjadi organisasi yang mandiri, profesional dan mitra kerja
Kementerian Agama, sehingga BP4 sama kedudukan dan fungsinya seperti organisasi lainnya,
BP4 tidak lagi menjadi lembaga semi resmi pemerintah yang berbasis pada dua kaki yaitu
pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu badan/lembaga penyelenggara kursus termasuk BP4
harus mendapatkan akreditasi dari Kementerian Agama.
BAB IV
AKREDITASI BAGI PENYELENGGARA KURSUS PRANIKAH
a. Akreditasi
1. Pengertian Akreditasi
Akreditasi Kursus Pra Nikah adalah pengakuan dari Kementerian Agama C.q
Direktorat Jenderal Bimbingan masyarakat Islam terhadap organisasi keagamaan Islam
penyelenggara kursus pranikah kursus pra nikah melalui upaya penilaian, visitasi dan
pengawasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang penyelenggaraan kursus pra
nikah yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
2. Wewenang Akreditasi
a) Akreditasi di tingkat pusat merupakan kewenangan Ditjen Bimbingan Masyarakat
Islam Cq. Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah;
b) Akreditasi di tingkat Provinsi merupakan kewenangan Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Cq. Bidang Urusan Agama Islam;
c) Akreditasi di tingkat Kabupaten/Kota merupakan kewenangan Kantor kementerian
Agama Kabupaten/Kota Cq. Kasi Urusan Agama Islam dengan melibatkan kantor
Urusan Agama Kecamatan.
3. Tujuan Akreditasi
Akreditasi bagi penyelenggara kursus pranikah bertujuan untuk :
a. Menentukan tingkat kelayakan suatu organisasi keagamaan Islam penyelenggara
kursus pranikah dalam menyelenggarakan kursus pranikah;
b. Memperoleh gambaran tentang kinerja organisasi keagamaan Islam penyelenggara
kursus pranikah;
c. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan kursus pranikah yang dilaksanakan oleh
badan/lembaga/organisasi keagamaan Islam.
4. Fungsi Akreditasi penyelenggara kursus pranikah
Fungsi akreditasi penyelenggara kursus pranikah adalah untuk:
a) Pengetahuan; yakni untuk mengetahui bagaimana kelayakan & kinerja
badan/lembaga/organisasi penyelenggara kursus dilihat dari berbagai unsur yang
terkait, mengacu kepada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-
indikator program kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi keagamaan Islam
penyelenggara kursus pranikah kursus pranikah;
b) Akuntabilitas; yakni agar organisasi keagamaan Islam penyelenggara kursus pranikah
dapat mempertanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi harapan
atau keinginan masyarakat;
c) Kepentingan pengembangan; yakni agar organisasi keagamaan Islam penyelenggara
kursus pranikah dapat melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan
berdasarkan masukan dari hasil akreditasi.
5. Karakteristik Sistem Akreditasi bagi Penyelenggara Kursus Pranikah
Sistem akreditasi Penyelenggara kursus pranikah memiliki karakteristik :
a) Keseimbangan fokus antara kelayakan dan kinerja badan/lembaga/organisasi
keagamaan Islam penyelenggara kursus pranikah;
b) Keseimbangan antara penilaian internal dan eksternal;
c) Keseimbangan antara penetapan formal penyelenggaraan kursus pranikah dan umpan
balik perbaikan.
6. Komponen Penilaian Akreditasi
Komponen penilaian Akreditasi penyelenggara kursus pranikah mencakup enam
komponen yaitu:
a) kurikulum dan proses belajar mengajar;
b) administrasi dan manajemen;
c) organisasi dan kelembagaan;
d) sarana prasarana;
e) ketenagaan;
f) pembiayaan;
g) peserta didik;
Masing-masing komponen dijabarkan ke dalam beberapa aspek yang dituangkan dalam
beberapa indikator Instrumen Visitasi.
7. Prosedur Akreditasi Penyelenggara Kursus Pranikah
Akreditasi bagi penyelenggara kursus pranikah akan dilaksanakan dengan melalui
prosedur/langkah-langkah sebagai berikut :
a) organisasi keagamaan Islam penyelenggara kursus pranikah mengajukan permohonan
akreditasi kepada Kementerian Agama RI;
b) visitasi oleh asesor;
a) penetapan hasil akreditasi;
b) penerbitan sertifikat dan laporan akreditasi.
8. Persyaratan Akreditasi Bagi Penyelenggara Kursus Pranikah
Penyelenggara kursus pranikah dapat mengajukan permohonan akreditasi dengan
memenuhi persyaratan sebagai berikut;
a) memiliki surat keputusan/surat izin kelembagaan;
b) memiliki tenaga pengajar/tutor yang memiliki kompetensi akademis maupun teknis
yang dibuktikan dengan ijazah;
c) memiliki kurikulum/silabi serta bahan ajar kursus pranikah sesuai standar yang telah
ditetapkan oleh pemerintah (Kementerian Agama);
d) memiliki sarana dan prasarana yang memadai ( ruang kantor/ruang belajar/ruang
kursus, media/alat bantu pembelajaran, komputer/mesin tik, daftar registrasi peserta
kursus pranikah, papan plank lembaga dan pengumuman, buku pengelolaan
keuangan, jadwal penyelenggaraan kursus pranikah, file kepegawaian/tenaga
pengajar;
e) profil badan/lembaga.
9. Hasil Akreditasi
Hasil akreditasi berupa sertifikat akreditasi penyelenggara kursus pranikah.
10. Mekanisme Penetapan Akreditasi
Laporan tim visitasi (asesor) yang memuat hasil visitasi, catatan verifikasi, dan rumusan
saran bersama dengan hasil evaluasi diri akan diolah oleh pelaksana akreditasi untuk
menetapkan nilai akhir badan/lembaga/organisasi keagamaan Islam sesuai dengan
kondisi nyata. Nilai akhir akreditasi juga dilengkapi dengan penjelasan tentang kekuatan
dan kelemahan masing-masing komponen dan aspek akreditasi, termasuk saran-saran
tindak lanjut bagi organisasi keagamaan Islam penyelenggara kursus pranikah dalam
rangka peningkatan kelayakan dan kinerja organisasi keagamaan Islam penyelenggara
kursus pranikah di masa mendatang.
11. Masa Berlaku Akreditasi
Masa berlaku akreditasi selama 2 tahun. Permohonan pengajuan akreditasi ulang dapat
dilakukan 6 bulan sebelum masa berlaku habis. Akreditasi ulang untuk perbaikan
diajukan sekurang-kurangnya 2 tahun sejak ditetapkan.
12. Mekanisme Pengawasan Akreditasi
Pemerintah berkewajiban melakukan pengawasan secara periodik terhadap jalannya
kegiatan kursus pranikah yang diselenggarakan oleh organisasi keagamaan Islam
penyelenggara kursus pranikah. Apabila dalam perjalanan 2 tahun didapati
penyimpangan dari peraturan yang berlaku, pemerintah berhak memberikan sanksi
berupa peringatan/ teguran terhadap penyelenggara kursus pranikah.
13. Kewenganan Pengawasan
a) Pengawasan di tingkat pusat dilakukan oleh Ditjen Bimbingan masyarakat Islam Cq.
Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah
b) Pengawasan di tingkat Provinsi dilakukan oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi
Cq. Bidang Urusan Agama Islam
c) Pengawasan ditingkat Kabupaten/kota dilakukan oleh Kantor Kementrian Agama
Kabupaten/Kota Cq. Kasi Urusan Agama Islam dengan melibatkan Kantor Urusan
Agama Kecamatan.
b. Visitasi
Visitasi merupakan rangkaian pelaksanaan akreditasi yang melekat dengan fungsi akreditasi
dan penyelenggara kursus pranikah sebagai bahan/materi kelengkapan dan ketepatan data
dan informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan akreditasi. Visitasi dilaksanakan oleh
Tim. Visitasi dilaksanakan jika suatu badan/lembaga/organisasi keagamaan Islam
penyelenggara kursus pranikah telah mengajukan permohonan akreditasi dengan dilengkapi
persyaratannya. Visitasi dilaksanakan segera (maksimal 1 bulan) setelah badan/lembaga
mengajukan permohonan akreditasi.
1. Pengertian Visitasi
Visitasi adalah kunjungan tim ( asesor ) ke badan/lembaga/organisasi keagamaan Islam
penyelenggara kursus pranikah dalam rangka pengamatan lapangan, wawancara,
verifikasi data pendukung, serta pendalaman hal-hal khusus yang berkaitan dengan
komponen dan aspek akreditasi.
2. Tujuan Visitasi
a. Tujuan visitasi adalah sebagai berikut:
b. meningkatkan keabsahan dan kesesuaian data/informasi;
c. memperoleh data/informasi yang akurat dan valid untuk menetapkan peringkat
akreditasi;
d. memperoleh informasi tambahan (pengamatan, wawancara, dan pencermatan data
pendukung);
e. mendukung pengambilan keputusan yang tepat dan tidak merugikan pihak manapun,
dengan berpegang pada prinsip-prinsip: obyektif, efektif, efisien, dan mandiri.
3. Pelaksana Visitasi
Pelaksana Visitasi adalah asesor yang memiliki persyaratan dan kewenangan, sebagai
berikut :
a) Pegawai/Pejabat dilingkungan Kementerian Agama dalam hal ini unit yang terkait
secara berjenjang yang memiliki kompetensi, integritas diri dan komitmen untuk
melaksanakan tugasnya;
b) memahami dan menguasai konsep/prinsip akreditasi termasuk mekanisme visitasi;
c) bertanggung-jawab untuk melaksanakan tugasnya sesuai prosedur dan norma;
d) bertanggung-jawab terhadap kerahasiaan hasil visitasi, dan melaporkannya secara
obyektif ke pimpinan;
e) memiliki wewenang untuk menggali data/-informasi dari berbagai sumber organisasi
keagamaan Islam penyelenggara kursus pranikah;
f) diangkat sesuai surat tugas.
4. Tata Cara Visitasi
a) Persiapan
Untuk pelaksanaan visitasi, pelaksana akreditasi sebagaimana tersebut diatas
menunjuk dan mengirimkan asesor. Asesor diangkat berdasarkan keputusan pimpinan
tertinggi pada tingkatan pelaksana akreditasi untuk melaksanakan tugasnya sesuai
dengan mekanisme, prosedur, norma, dan waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan;
b) Verifikasi data dan informasi
Asesor datang ke sekolah menemui pimpinan badan/lembaga/organisasi keagamaan
Islam penyelenggara kursus pranikah menyampaikan tujuan dari visitasi, melakukan
klarifikasi, verifikasi dan validasi atau cek-ulang terhadap data dan informasi
kuantitatif maupun kualitatif. Kegiatan klarifikasi, verifikasi dan validasi dilakukan
dengan cara membandingkan data dan informasi tersebut dengan kondisi nyata
organisasi keagamaan Islam penyelenggara kursus pranikah melalui pengamatan
lapangan, observasi lokasi, wawancara.
c) Klarifikasi Temuan
Tim asesor melakukan pertemuan dengan pengurus badan/lembaga/organisasi
keagamaan Islam penyelenggara kursus pranikah untuk mengklarifikasi berbagai
temuan penting atau ketidak sesuaian yang sangat signifikan antara fakta lapangan
dengan data/informasi yang terjaring dalam instrument visitasi.
d) Penyusunan dan Penyerahan Laporan
Asesor menyusun perangkat laporan, baik individual maupun tim yang terdiri dari:
1. tabel pengolahan data;
2. instrumen visitasi,
3. rekomendasi atas temuan,
4. berita acara visitasi untuk selanjutnya diserahkan kepada Kementerian Agama.
5. Larangan Bagi Penyelenggara Kursus Pranikah
Larangan bagi penyelenggara kursus pranikah yang akan divisitasi adalah sebagai
berikut:
a) penyelenggara kursus pranikah dilarang keras melakukan kegiatan yang menghambat
visitasi.
b) penyelenggara kursus pranikah dilarang keras memanipulasi data dan memberikan
keterangan yang tidak sesuai dengan kondisi nyata.
c) penyelenggara kursus pranikah dilarang keras memberikan apapun kepada asesor
yang akan mengurangi objektifitas hasil visitasi
6. Pembiayaan Visitasi
a) Pembiayaan visitasi bersumber dari Dipa Ditjen Bimas Islam;
b) Besarnya biaya visitasi ditentukan berdasarkan Surat Keputusan pimpinan pelaksana
akreditasi;
c) Komponen pembiayaan antara lain; honor, transportasi dan akomodasi yang memadai
dan layak bagi tim asesor;
d) Badan atau lembaga penyelenggara yang divisitasi tidak dikenakan biaya.
7. Instrumen Visitasi
Instrumen visitasi adalah beberapa form isian yang harus diisi oleh
lembaga/badan/organisasi keagamaan Islam yang akan diakreditasi. Formulir isian
tersebut terdiri dari; form pernyataan, form identitas, dan questioner, sebagaimana
terlampir.
BAB V
PENYELENGGARAAN KURSUS PRA NIKAH
I. Sarana Pembelajaran
Sarana penyelenggara kursus pra nikah meliputi sarana belajar mengajar: silabus,
modul, dan bahan ajar lainnya yang dibutuhkan untuk pembelajaran. Silabus dan modul
disiapkan oleh kementerian agama untuk dijadikan acuan oleh penyelenggara kursus pra
nikah.
II. Materi dan Metode Pembelajaran
Materi kursus pra nikah terdiri dari kelompok dasar, kelompok inti dan kelompok
penunjang. Materi ini dapat diberikan dengan metode ceramah, diskusi, tanya jawab, study
kasus (simulasi) dan penugasan yang pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan di lapangan.
III. Narasumber/pengajar
a. konsultan keluarga,
b. tokoh agama,
c. psikolog, dan
d. profesional dibidangnya.
IV. Pembiayaan
Pembiayaan kursus pra nikah sesuai ketentuan pasal 5 dapat bersumber dari dana
APBN, dan APBD.
Dana pemerintah berupa APBN atau APBD bisa diberikan kepada penyelenggara
dalam bentuk bantuan, bantuan kepada badan/lembaga penyelenggara dapat dibenarkan
sepanjang untuk peningkatan kesejahteraan dan pembinaan umat sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku, pemerintah dapat membantu badan/lembaga swasta dari dana
APBN/APBD.
V. Sertifikasi
Sertifikat adalah pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh lembaga yang berkompeten
yang telah diakreditasi oleh Kementerian Agama bahwa yang bersangkutan telah mengikuti
kegiatan kursus pra nikah.
Sertifikat disiapkan oleh organisasi lembaga, atau badan yang penyelenggarakan
kursus pra nikah (pasal 6 ayat 1, 2, dan 3)
Sertifikat tersebut diberikan kepada peserta kursus sebagai tanda kelulusan atau
sebagai bukti yang bersangkutan telah mengikuti kursus pra nikah.
Calon pengantin yang telah mengikuti kursus pra nikah diberikan sertifikat sebagai
tanda bukti kelulusan. Sertifikat tersebut akan menjadi syarat kelengkapan pencatatan
perkawinan yaitu pada saat mendaftar di KUA Kecamatan, sekalipun dokumen sertifikat ini
sifatnya tidak wajib tetapi sangat dianjurkan memilikinya, karena dengan memiliki sertifikat
berarti pasangan pengantin sudah mempunyai bekal pengetahuan tentang kerumahtanggaaan
dan berupaya mempersiapkan diri secara matang untuk mengarungi kehidupan baru rumah
tangga yaitu dengan membekali dirinya pengetahuan dan pemahaman tentang seluk beluk
kerumahtanggaan, sehingga apapun goncangan yang mereka hadapi nantinya akan
diantisipasi secara baik karena sudah dibekali rambu-rambunya.
Sertifikat dimaksud dikeluarkan oleh penyelenggara setelah peserta kursus dinyatakan
lulus secara meyakinkan mengikuti kursus. Sertifikat yang dimaksud merupakan syarat
pelengkap pencatatan perkawinan pada saat pendaftaran nikah di KUA Kecamatan. Bentuk
sertifikat (model, warna, dan ukuran) diserahkan kepada Badan/Lembaga penyelenggara
dengan berkewajiban mencantumkan nomor akreditasi badan/ kelembagaan yang
dikeluarkan oleh Kementerian Agama.
Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggal, 05 Juni 2013
Rujukan:
1. PMA No. 11 tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah
2. UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak
3. PMA No. 3 Tahun 1999 tentang Pembinaan GKS
4. Surat edaran Mendagri No. 400/564/III/Bangda Tahun
1999 tentang Pelaksanaan Pembinaan GKS
5. Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No.
D/71/1999 tentang Juklak pembinaan gerakan keluarga
sakinah
6. Peraturan Dirjen tentang Kursus Pra Nikah
7. Tata Cara Perkawinan
8. Tata Cara Perceraian
9. Tata Cara Rujuk
KURIKULUM DAN SILABUS
KURSUS PRA NIKAH
NO. MATA DIKLAT KOMPETENSI INDIKATOR MATERI POKOK URAIAN MATERI
JUMLAH
JPL Perte
muan
A. KELOMPOK DASAR
1. Kebijakan Kementerian Agama
tentang Pembinaan Keluarga Sakinah
1
2. Kebijakan Ditjen Bimas Islam
tentang Pelaksanaan Kursus Pra
Nikah
1
3. Peraturan Perundangan tentang
perkawinan dan pembinaan keluarga
1. UU Perkawinan & KHI
2. UU KDRT
3. UU Perlindungan Anak
- Konsep perkawinan
- Azas perkawinan
- Pembatasan poligami
- Batasan usia nikah
- Pembatalan perkawinan
- Perjanjian perkawinan
- Harta bersama
- Hak dan kewajiban
- Masalah status anak
- Perkawinan campuran
- Pengertian KDRT
- Bentuk-bentuk KDRT
- Faktor-faktor Penyebab
KDRT
- Dampak KDRT
- Aturan Hukum
- Tanggungjawab
Pemerintah dan
keluarga
- Pengertian anak
- Hak anak
- Kedudukan anak dalam
Islam
1
1
1
4. Hukum Munakahat Memahami ketentuan-
ketentuan syariah tentang
fikih munakahat
1. Menjelaskan
Konsep dasar
perkawinan
2. Menjelaskan tujuan
dan hikmah
perkawinan
3. Menjelaskan syarat
dan rukun nikah
4. Menjelaskan akad
nikah dan Ijab kabul
5. Menjelaskan Hak
dan kewajiban
suami isteri
6. Menjelaskan
mu’asarah bil
ma’ruf
7. Menjelaskan adab
nikah
8. Menjelaskan Hak
dan kewajiban
orang tua terhadap
anak
2
5. Prosedur Pernikahan 1
B. KELOMPOK INTI
1. Pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga - Mampu memahami
fungsi-fungsi keluarga
- Mampu menjelaskan
secara kontekstual
fungsi-fungsi keluarga
dengan pengalaman
kehidupan perkawinan
dan keluarga
- Mampu
mengimplementasikan
dalam kehidupan
keluarga melalui action
plan
1. Fungsi Agama.
2. Fungsi Reproduksi.
1.a. Memfungsikan nilai-
nilai ajaran Islam
dalam kehidupan
rumahtangga
b. Fungsi pemeliharaan
fitrah manusia
c. Penguatan tauhid
dengan
pengembangkan
akhlakulkarimah
Fungsi reproduksi yang
didasarkan akad pertawinan
2
3. Fungsi kasih sayang
dan afeksi.
4. Fungsi Perlindungan.
5. Fungsi Pendidikan dan
Sosialisasi Nilai.
6. Fungsi Ekonomi.
yang suci
3.a. Kasih sayang dan efeksi
sebagai kebutuhan
dasar manusia
b. Kedekatan dan
kelekatan fisik dan
batiniah anak dan
orang tua
c. Ketertarikan kepada
lawan jenis sebagai
sunatullah
d. Kasihsayang sebagai
landasan amal sholeh
yang memberi manfaat
bagi sesama
4.a. hak dan kewajiban
suami isteri memiliki
fungsi perlindungan
b. perlindungan terhadap
anggota keluarga dari
kekerasan dan
pengabaian
c. perlindungan terhadap
hak tumbuh kembang
anak
5.a. Fungsi keluarga bagi
pembentukan karakter
b. Fungsi sosialisasi dan
transmisi nilai
c. Fungsi keteladanan dan
modeling
d. Fungsi membangun
benteng moralitas
6.a. Fungsi produksi untuk
memperoleh penghasilan
7. Fungsi Sosial Budaya.
b. Fungsi pembelanjaan
untuk memenuhi
kebutuhan bagi
kelangsungan keluarga
c. Keseimbangan antara
income dan pengeluaran
d. Diperlukan tata kelola
keuangan keluarga
7.a. Keluarga sebagai unit
terkecil dan inti dari
masyarakat
b. keluarga sebagai
lingkungan sosial budaya
terkecil
c. nilai-nilai keluarga
mencerminkan nilai-nilai
dalam masyarakat
d. pengejewantahan nilai-
nilai agama
2. Merawat Cinta Kasih dalam
Keluarga
1. Nilai-nilai dalam
keluarga untuk me-
wujudkan mu’asyarah
bil ma’ruf :
2. Formula sukses dalam
mengelola kehidupan
perkawinan dan
keluarga
3. Komunikasi efektif
dalam pengelolaan
hubungan keluarga
1.a. larangan menyia-
nyiakan suami/isteri
b. Coolingdown
c. menahan diri dan
mencari solusi positif
2.a. Saling memahami
b. Saling menghargai
3.a. Diskripsi komunikasi
yang efektif
b. Komunikasi dalam
keluarga
c. Komunikasi dalam
kehidupan sehari-hari
d. Macam-macam
komunikasi dalam
keluarga
2
3. Manajemen Konflik dalam Keluarga 1. Faktor penyebab
konflik
2. Tanda-tanda perkawinan
dalam bahaya
3. Solusi atau cara
mengatasi konflik
1.a. perbedaan kepentingan
dan kebutuhan
b. komunikasi tidak
efektif
c. hambatan penyesuaian
diri
2.a. Cekcok terus menerus
b. Cara komunikasi yang
merusak hubungan
3.a. Pasangan
b. Keluarga besar masing-
masing pihak
c. Institusi konseling
2
4. Psikologi perkawinan dan keluarga 1. Pengertian/Deskripsi
2. Upaya mencapai
keluarga sakinah
3. Membina hubungan
dalam keluarga
1.a. Pengertian psikologi
perkawinan
b. Pengertian keluarga
c. Ruang lingkup
psikologi keluarga
2.a. membentuk akhlak
luhur
b. menegakan
rumahtangga Islami
c. meningkatkan ibadah
3.a. Harmonisasi suami-
isteri
b. Orangtua dan anak
c. Anak dengan anak
d. anak dan anggota
keluarga lain
e. kebersamaan dalam
keluarga
2
C. KELOMPOK PENUNJANG
1. Pendekatan Andragogi - Konsepsi 1
2. Penyusunan SAP (Satuan Acara
Pembelajaran) dan Micro Teaching
- 1
3. Pre Test dan Post Test 1
4. Penugasan/Rencana Aksi 1
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Juni 2011