implementasi pengelolaan pajak bumi dan...

26
Bunga Rampai Administrasi Publik Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 73 IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DI DAERAH UNTUK MEMPERKUAT DESENTRALISASI FISKAL Suryanto Peneliti Madya Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara email : [email protected] PENGANTAR Era reformasi yang erlangsung sejak tahun 1998 masih saja menarik untuk dibahas dan didiskusikan, terutama reformasi di level pemerintahan daerah. Hal ini tidak lain karena sejak pencanangan reformasi tersebut, pemerintah daerah telah diberikan kewenangan yang sangat besar dibandingkan pada masa-masa sebelumnya, sebagaimana telah tertuang dalam UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan terbitnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah menempatkan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota sebagai titik berat penyelenggaraan pemerintahan daerah, berupa kewenangan yang besar di bidang politik, administrasi pemerintahan, maupun fiscal. Hal mana sejalan dengan pandangan Rondinelli, bahwa desentralisasi dibedakan menjadi empat yakni desentralisasi politik, administratif, dan fiskal. Desentralisasi politik merupakan pelimpahan kewenangan pengambilan keputusan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah, mendorong masyarakat dan perwakilan mereka untuk berpartisipasi di dalam proses pengambilan keputusan. Political decentralization bertujuan untuk memberikan kekuasaan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan kepada

Upload: vutram

Post on 31-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 73

IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN

BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2)

DI DAERAH UNTUK MEMPERKUAT DESENTRALISASI FISKAL

Suryanto Peneliti Madya Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara

email : [email protected]

PENGANTAR

Era reformasi yang erlangsung sejak tahun 1998 masih saja menarik

untuk dibahas dan didiskusikan, terutama reformasi di level pemerintahan

daerah. Hal ini tidak lain karena sejak pencanangan reformasi tersebut,

pemerintah daerah telah diberikan kewenangan yang sangat besar

dibandingkan pada masa-masa sebelumnya, sebagaimana telah tertuang

dalam UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan terbitnya UU

No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah menempatkan

pemerintah provinsi, kabupaten dan kota sebagai titik berat

penyelenggaraan pemerintahan daerah, berupa kewenangan yang besar di

bidang politik, administrasi pemerintahan, maupun fiscal. Hal mana sejalan

dengan pandangan Rondinelli, bahwa desentralisasi dibedakan menjadi

empat yakni desentralisasi politik, administratif, dan fiskal. Desentralisasi

politik merupakan pelimpahan kewenangan pengambilan keputusan

kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah, mendorong masyarakat

dan perwakilan mereka untuk berpartisipasi di dalam proses pengambilan

keputusan. Political decentralization bertujuan untuk memberikan

kekuasaan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan kepada

Page 2: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

74 | Lembaga Administrasi Negara, 2014

masyarakat melalui perwakilan yang dipilih oleh masyarakat sehingga

dengan demikian masyarakat dapat terlibat dalam penyusunan dan

implementasi kebijakan.

Sementara itu, desentralisasi administratif menggambarkan hierarki

dan distribusi kewenangan serta fungsi-fungsi di antara unit pemerintah

pusat dengan unit pemerintah non pusat (sub-national government).

Administratif decentralization sendiri memiliki tiga bentuk yaitu

dekonsentrasi, delegasi dan devolusi. Sedangkan desentralisasi pasar

disebut juga desentralisasi ekonomi yaitu digunakan untuk memberikan

tanggung jawab dari sektor publik ke sektor swasta, baik dalam hal

pelayanan maupun promosi barang dan jasa.

Adapun desentralisasi fiskal bertujuan memberikan kesempatan

kepada daerah untuk menggali berbagai sumber dana, meliputi pembiayaan

mandiri dan pemulihan biaya dalam pelayanan publik, peningkatan

Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak secara

lebih tepat, transfer dana ke daerah, utamanya melalui Dana Alokasi Umum

(DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) secara lebih adil, kewenangan daerah

untuk melakukan pinjaman berdasar kebutuhan daerah. Secara khusus,

desentralisasi fiskal diatur dalam undang-undang tentang perimbangan

keuangan antara pusat dan daerah (UU 25/1999 jo UU 33/2004).

Terkait desentralisasi fiscal, pemerintah pusat dinilai belum

sepenuhnya memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk

mengelola keuangan daerah secara lebih otonom/mandiri. Hal ini terbukti

makin besarnya celah fiscal di daerah sehingga makin besar dana transfer

yang “digelontorkan” pemerintah pusat guna menutup celak fiscal tersebut.

Fakta ini menunjukkan bahwa sesungguhnya pemerintah daerah belumlah

otonom dalam mengelola keuangan daerahnya. Akibatnya, ketergantungan

pemerintah daerah kepada pusat masih tinggi.

Page 3: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 75

Jika dirunut lebih mendalam, kondisi ini disebabkan lemahnya system

pengelolaan keuangan yang memberikan kesempatan kepada pemerintah

pusat untuk mengelola sumber-sumber pendapatan yang strategis. Sebagai

contoh, pajak-pajak yang berpotensi besar dalam menyumbang PAD justru

dikelola oleh pemerintah pusat, bagian pajak daerah cenderung berupa

pajak-pajak yang berpotensi kecil atau sedang.

Oleh karena itu, dengan terbitnya Undang-undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang PDRD, Pemerintah Daerah kini mempunyai tambahan sumber

pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari pajak daerah, sehingga saat

ini jenis pajak kabupaten/kota terdiri dari sebelas jenis pajak, yaitu Pajak

Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan

Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah,

dan Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Jika dibandingkan dengan jenis pajak yang tertuang dalam UU

34/2000, maka jenis pajak kabupaten/kota saat ini dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 1.

Perbedaan Jenis Pajak Kabupaten/Kota

pada UU No.34/2000 dengan UU No. 28/2009

UU 34/2000 UU 28/2009

1. Pajak Hotel

2. Pajak Restoran

3. Pajak hiburan

4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan Jalan (PPJ)

6. Pajak Parkir

7. Pajak Pengambilan Bahan

Galian C

1. Pajak Hotel

2. Pajak Restoran

3. Pajak Hiburan

4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan Jalan

6. Pajak Parkir

7. Pajak Mineral Bukan Logam dan

Baatuan

8. Pajak Air Tahan (pengalihan

Provinsi)

9. Pajak Sarang Burung Walet

Page 4: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

76 | Lembaga Administrasi Negara, 2014

(baru)

10. PBB Pedesaan dan Perkotaan

11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah

dan Bangunan(baru)

Sumber: Materi Presentasi “PengalihanPBB-P2 dan BPHTB sebagai Pajak

Daerah,” Direktorat Jenderal Pajak. Agustus 2011

Dari tabel di atas dapat diketahui perbedaan pajak kabupaten/kota

sebelum dan saat berlakunya UU 28/2009, yakni terdapat penambahan 4

jenis pajak baru baik berupa perubahan nomenklatur (sebelumnya pajak

pengambilan bahan galian golongan C menjadi pajak mineral bukan logam

dan batuan), pengalihan dari provinsi (pajak air tanah), dan pajak baru

(pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan perdesaan &

perkotaan/PBB-P2, dan bea perolehan hak atas tanah &

bangunan).Pengalihan pengelolaan PBB-P2 dilaksanakan mulai per 1

Januari 2014.

Berkaca dari beberapa kabupaten/kota yang sudah melaksanakan

pengelolaan PBB-P2 pada tahun 2011 dan 2012 ternyata banyak

permasalahan yang timbul di dalamnya. Hal ini disebabkan karena

ketidaksiapan Pemda akan beberapa hal di antaranya belum siapnya

kebijakan/peraturan, sarana dan prasarana, serta SDM yang ada. Sebagai

contoh, Pemerintah Kota Surabaya yang telah mengelola PBB-P2 sejak

tahun 2011 yang lalu ternyata banyak menghadapi masalah yang

berkenaan dengan pelayanan terhadap Wajib Pajak (WP). Banyak keluhan

dari masyarakat WP yang mengajukan pelayanan PBB baik berupa

keberatan, pembetulan, balik nama, dan pelayanan yang lain yang tidak

bisa terlayani dengan baik. Hal ini dikarenakan tidak tidak siapnya Pemkot

Surabaya akan basis data dan aplikasi untuk mengadministrasikan PBB-P2,

dan tentunya menyangkut kondisi kesiapan SDM-nya.

Page 5: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 77

KONSEP DESENTRALISASI FISKAL

Desentralisasi fiskal dapat didefinisikan sebagai devolusi

(penyerahan) tanggung jawab fiskal dari pemerintah pusat kepada tingkatan

pemerintah yang ada di bawahnya (Rahayu, 2010, dalam Rusdianto, 2011).

Desentralisasi fiskal juga dapat didefinisikan sebagai penyerahan urusan

fiskal ke bawah, dimana jenjang pemerintahan yang lebih tinggi

menyerahkan sebagian kewenangannya mengenai anggaran dan

keputusan-keputusan finansial kepada jenjang yang lebih rendah (Yustika,

2008, dalam Rusdianto, 2011).

Menurut Ebel (2000) dalam Kumorotomo (2008), desentralisasi fiskal

terkait dengan masalah: 1) pembagian peran dan tanggung jawab

antarjenjang pemerintahan, 2) transfer antarjenjang pemerintahan, 3)

penguatan system pendapatan daerah atau perumusan system pelayanan

publik di daerah, 4) swastanisasi perusahaan milik pemerintah (terkadang

menyangkut tanggung jawab pemerintah daerah), dan 5) penyediaan jaring

pengaman social.

Pelaksanaan desentralisasi fiskal akan berjalan dengan baik kalau

didukung faktor-faktor berikut: a) Pemerintah Pusat yang mampu melakukan

pengawasan dan enforcement; b) SDM yang kuat pada Pemda guna

menggantikan peran Pemerintah Pusat; c) Keseimbangan dan kejelasan

dalam pembagian tanggung jawab dan kewenangan dalam melakukan

pungutan pajak dan retribusi daerah (Elfianti, 2011). Jelas bahwa

kemampuan SDM merupakan salah satu factor penting yang harus dipenuhi

dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal, dalam hal ini pengelolaan PBB-P2.

KOMPETENSI

Pengertian kompetensi yang dimaksud di sini adalah perilaku dan

ketrampilan yang dituntut agar seseorang dapat memenuhi tuntutan

pekerjaan atau secara umum dapat dianggap sebagai persyaratan agar

Page 6: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

78 | Lembaga Administrasi Negara, 2014

seseorang dapat melaksanakan pekerjaannya dalam organisasi tertentu.

Berdasar pada definisi tersebut, SDM yang kompeten adalah SDM yang bisa

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Dalam hal ini,

SDM Aparatur Daerah dituntut untuk mengerti dan bertanggung jawab

terhadap pekerjaannya (Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah-LAN, 2008).

Selanjutnya Rothwell mengidentifikasikan kompetensi ke dalam

empat kelompok atau kriteria, yaitu :

1. Technical competence, yaitu kemampuan teknis mengenai bidang yang

menjadi tugas pokok organisasi;

2. Business competence atau sering juga disebut managerial competence,

yaitu kemampuan manajerial yang dibutuhkan dalam organisasi;

3. Interpersonal competence atau disebut juga social competence, yaitu

kemampuan untuk bersosialisasi atau berkomunikasi dengan orang lain;

4. Intelectual competence atau sering juga disebut strategic competence,

yaitu kemampuan berpikir secara strategis untuk pencapaian tujuan

organisasi.

Dalam pembahasan sumber daya manusia aparatur atau Pegawai

Negeri Sipil, Dr. Djamaluddin Antjok menambahkan satu kriteria lagi, yaitu

kompetensi etika atau ethical competence. Dalam UU No. 28 Tahun 2009,

terdapat 4 hal yang menjadi perbedaan dengan pengaturan sebelumnya (UU

No. 34 Tahun 2000), yaitu: (1) penerapan „Closed-List’ system, (2)

penguatan local taxing power, (3) perubahan sistem pengawasan, dan (4)

perbaikan pengelolaan penerimaan pajak daerah.

Pertama, Closed-List System, Kebijakan perpajakan daerah yang baru

menganut prinsip „closed-list’ system, yakni daerah hanya boleh menganut

jenis pajak daerah yang ditetapkan dalam undang-undang. Hal ini berbeda

dengan kebijakan perpajakan daerah yang lama yang menganut sistem

„open-list‟ dimana daerah dapat memungut berbagai jenis pajak daerah

(meskipun jenis pajak tersebut tidak tercantum dalam undang-undang)

Page 7: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 79

sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Tujuan dari perubahan

kebijakan tersebut adalah untuk menigkatkan efisiensi pemungutan pajak

daerah dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat mengenai jenis-

jenis pajak daerah yang menjadi kewajibannya. Hal ini juga dimaksudkan

unutk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif di daerah sehingga

dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional.

Kedua, Local Taxing Power, bahwa dalam rangka meningkatkan

pendapatan asli daerah (PAD), kepada daerah diberikan kewenangan yang

lebih besar untuk mengoptimalkan pemungutan jenis pajak daerah yang

ada. Peningkatan kewenangan tersebut dilakukan dengan memperluas

objek beberapa jenis pajak, menambah jenis pajak daerah, meningkatkan

tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah, dan memberikan kewenangan

sepenuhnya kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah.

Perluasan objek pajak antara lain dilakukan dengan memperluas objek

pajak restoran sehingga mencakup juga katering/jasa boga, memperluas

objek pajak hotel sehingga mencakup keseluruhan persewaan ruangan di

hotel, dan memperluas objek pajak hiburan sehingga mencakup juga

permainan golf dan bowling. Penambahan jenis pajak daerah dilakukan

dengan memperkenalkan jenis pajak daerah yang baru (pajak rokok untuk

provinsi dan pajak sarang burung walet untk kabupaten/kota), mengalihkan

jenis pajak provinsi tertentu menjadi pajak kabupaten/kota (pajak air tanah),

dan mengalihkan beberapa pajak pusat menjadi pajak kabupaten/kota

(PBB-P2 dan BPHTB).

Pajak Bumi dan Banguan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)

merupakan pengalihan dari pajak pusat menjadi pajak kabupaten/kota.

Beberapa pertimbangan yang mendasari penalihan jenis pajak ini adalah:

Asas lokalitas, dimana objek pajak, yaitu tanah dan bangunan, berada

pada satu kabupaten/kota dan tidak berpindah-pindah (im-mobile);

Page 8: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

80 | Lembaga Administrasi Negara, 2014

Asas tax-benefit link, dimana pembayar pajak dan pihak yang

memperoleh manfaat pajak berada pada satu kabupaten/kota;

Prinsip akuntabilitas, dimana daerah mempertanggungjawabkan

pengelolaan hasil pajak daerah kepada masyarakat di daerahnya;

Best-practice secara internasional, dimana hampir semua negara di

dunia menempatkan property tax sebagai pajak daerah.

Kenaikan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah akan

memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi daerah untuk meningkatkan

pendapatan. Namun demikian, dalam memanfaatkan ruang gerak tersebut,

daerah harus memperhitungkan dampak dari setiap kenaikan tarif pajak

daerah, baik dari sisi pendapatan daerah, daya pikul masyarakat, kondisi

perekonomian daerah, dan lain-lain. Beberapa jenis pajak daerah yang

mengalami kenaikan tarif maksimum adalah:

a. Pajak Kendaraan Bermotor, tarif maksimum naik dari 5% menjadi 10%.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, tarif maksimum naik dari 10%

menjadi 20%.

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, tarif maksimum naik dari 5%

menjadi 10%.

d. Pajak Parkir, tarif maksimum naik dari 20% menjadi 30%.

e. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, tarif maksimum naik dari 20%

menjadi 25%.

f. Pajak Hiburan, tarif maksimum naik dari 35% menjadi 75%.

Tarif efektif pajak daerah ditetapkan dalam peraturan daerah dan

tidak boleh melampaui tarif maksimum. Penguatan local taxing power ini

ditujukan untuk memberikan kompensasi kepada daerah atas dibatasinya

ruang gerak dalam menciptakan jenis pajak daerah baru di luar yang

ditetapkan undang-undang. Dengan kompensasi ini diharapkan daerah

dapat berkonsentrasi untuk mengupayakan optimalisasi pemungutan pajak

daerah yang ada dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah

Page 9: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 81

tanpa perlu memikirkan kemungkinan pemungutan jenis pajak daerah baru.

Melalui kebijakan ini, timbulnya perda-perda pungutan bermasalah (tidak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan) dapat dikurangi bahkan

dihilangkan.

Ketiga, Sistem Pengawasan, pajak daerah hanya dapat dipungut oleh

daerah dengan menetapkan peraturan daerah. Oleh karena itu,

pengawasan pajak daerah dapat dilakukan melalui mekanisme evaluasi

atas rancangan peraturan daerah (raperda) dan peraturan daerah (perda)

yang mengatur pajak daerah. Untuk meningkatkan efektivitas pengawasan,

masyarakat (individu dan lembaga) dan dunia usaha dapat menyampaikan

informasi kepada pemerintah mengenai praktik pemungutan pajak daerah

yang dipandang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan

dengan melampirkan perda yang digunakan sebagai dasar pemungutan.

Sistem pengawasan pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009 menganut pendekatan yang tedapat dalam Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004, yakni preventif dan korektif. Suatu raperda

tentang pajak daerah yang telah disetujui bersama oleh pemerintah daerah

dan dewan perwakilan rakyat daerah, sebelum ditetapkan menjadi perda

harus dievaluasi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri yang berkoordinasi

dengan Menteri Keuangan. Sedangkan untuk raperda kabupaten/kota,

evaluasi dilakukan oleh Gubernur yang berkoordinasi dengan Menteri

Keuangan.

Keempat, Pengelolaan Penerimaan Pajak Daerah, untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak daerah dan dalam

rangka optimalisasi pemungutan pajak daerah, Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 mengatur beberapa hal terkait degnan pengelolaan

pendapatan pajak daerah, yaitu bagi hasil pajak provinsi, earmarking, dan

insentif pemungutan.

1) Bagi hasil pajak provinsi

Page 10: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

82 | Lembaga Administrasi Negara, 2014

Seluruh pendapatan pajak provinsi dibagihasilkan kepada

kabupaten/kota yang berada di wilayah provinsi tersebut. Pembagian

hasil pajak provinsi adalah sebagai berikut:

No. Jenis Pajak Provinsi Provinsi Kabupaten/

Kota

1. Pajak Kendaraan Bermotor 70% 30%

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 70% 30%

3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor

30% 70%

4. Pajak Air Permukaan 50% 50%

5. Pajak Rokok 30% 70%

2) Earmarking

Pendapatan dari jenis pajak tertentu dialokasikan untuk membiayai

kegiatan yang secara langsung dirasakan manfaatnya oleh pembayar

pajak tersebut (earmarking). Terdapat 3 (tiga) jenis pajak yang secara

eksplisit di-earmark, yaitu:

a) 10% dari pendapatan pajak kendaraan bermotor harus dialokasikan

untuk pembangunan/perbaikan jalan dan transportasi umum,

b) sebagian pendapatan pajak penerangan jalan harus digunakan

untuk menyediakan penerangan jalan umum, dan

c) 50% dari pendapatan pajak rokok harus dialokasikan untuk

peningkatan pelayanan kesehatan.

Dengan kebijakan „earmarking‟ ini, para pembayar pajak akan dapat

merasakan manfaat dari pajak yang dibayar.

3) Insentif Pemungutan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang pajak

daerah, diatur pemberian biaya pemungutan paling tinggi 5% dari

pendapatan pajak daerah. Dalam implementasinya, alokasi biaya

pemungutan tersebut dipandang kurang mencapai sasaran, sehingga

Page 11: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 83

dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dilakukan perbaikan. Di

dalam kebijakan pajak daerah yang baru, pemberian insentif

pemungutan didasarkan atas pencapaian kinerja tertentu dan diberikan

sebagai tambahan penghasilan bagi aparatur pemungutan pajak daerah.

Hal ini ditujukan untuk memotivasi petugas guna mengoptimalkan

pemungutan pajak daerah. Untuk provinsi, besarnya insentif pemungutan

ditetapkan paling tinggi 3% dan untuk kabupaten/kota paling tinggi 5%.

Untuk menghindari pemberian insentif pemungutan yang berlebihan,

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang tatacara

pemberian dan pemanfaatan insentif pemungutan pajak daerah diatur

batasan besarnya insentif pemungutan berdasarkan kluster tertentu

dengan batas paling tinggi 10 kali gaji pokok ditambah tunjangan yang

mengikat untuk setiap bulannya.

PETA KOMPETENSI SDM PENGELOLA PBB-P2 SAAT INI

Pencapaian kinerja pengelolaan PBB-P2 ditentukan oleh banyak

factor, salah satunya ketersediaan dan kompetensi SDM. Kompetensi

pegawai yang dimaksud dalam hal ini adalah kompetensi teknis yakni

kemampuan kerja setiap PNS yang mencakup aspek pengetahuan,

keterampilan, dan sikap kerja yang mutlak diperlukan dalam melaksanakan

tugas-tugas jabatannya (Perka BKN No. 8 Tahun 2013). Pengetahuan kerja

adalah pengetahuan yang dimiliki PNS berupa fakta, informasi, keahlian

yang diperoleh seseorang melalui pendidikan dan pengalaman, baik teoritik

maupun pemahaman praktis, dan berbagai hal yang diketahui oleh PNS

terkait dengan pekerjaannya serta kesadaran yang diperoleh PNS melalui

pengalaman suatu fakta atau situasi dalam konteks pekerjaan.

Banyak kendala yang dihadapi dalam pengelolaan pajak daerah, di

antaranya: (a) Berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang yang

sering kali tidak konsisten dengan undang-undangnya, (b)

Page 12: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

84 | Lembaga Administrasi Negara, 2014

Melaksanakan tax reform lebih pelik dan makan waktu dibandingkan

dengan ketika merancang tax reform dalam undang-undang, apabila

peraturan pelaksanaan yang dijadikan dasar dalam melaksanakan aturan

hukum pajak tidak konsisten dengan undang-undang, tentu akan

mengakibatkan kendala yang fatal dalam pemungutan pajak, (c) Kurangnya

pembinaan antara pajak daerah dengan pajak nasional/pajak pusat. Pajak

daerah dan pajak nasional/pajak pusat merupakan satu sistem

perpajakan Indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat

sehingga perlu dijaga agar kebijaksanaan perpajakan tersebut dapat

memberikan beban yang adil. Sejalan dengan perpajakan nasional, maka

pembinaan pajak daerah harus dilakukan secara terpadu dengan pajak

nasional. Pembinaan harus dilakukan secara terus menerus, terutama

mengenai objek dan tarif pajaknya supaya antara pajak pusat dan pajak

daerah saling melengkapi.

Kendala lainnya adalah meliputi : (d) Database yang masih jauh dari

standar nasional dan internasional. Kendala lain yang dihadapi aparatur

pajak adalah database yang masih jauh dari standar internasional. Padahal

database sangat menentukan untuk menguji kebenaran pembayaran pajak

dengan sistem self-assessment. Persepsi masyarakat, bahwa banyak dana

yang dikumpulkan oleh pemerintah digunakan secara boros atau dikorup,

juga menimbulkan kendala untuk meningkatkan kepatuhan pembayar

pajak. Berbagai pungutan resmi dan tidak resmi, baik di pusat maupun di

daerah, yang membebani masyarakat juga menimbulkan hambatan untuk

menaikkan penerimaan pajak, dan (e) Lemahnya penegakan hukum (law

enforcement) terhadap kepatuhan membayar pajak bagi penyelenggara

negara. Law enforcement merupakan pelaksanaan hukum oleh pejabat

yang berwenang di bidang hukum, misalnya pelaksanaan hukum oleh polisi,

jaksa, hakim dan sebagainya. Tidak kalah penting untuk disoroti

pelaksanaan hukum di lingkungan birokrasi, khususnya badan

Page 13: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 85

pemerintahan di bidang perpajakan) dalam melakukan pemeriksaan

terhadap para penyelenggara negara, ternyata belum ada gebrakan yang

berarti. Seharusnya bila dilakukan tentu akan membantu dalam

mewujudkan good governance dalam bentuk pemerintahan yang bersih.

Penegakan hukum pajak dilakukan dalam bentuk penjatuhan sanksi

terhadap pelanggar hukum pajak untuk melindungi kepentingan negara

untuk memperoleh pembiayaan dari sector pajak mengingat hukum pajak

tidak melindungi kepentingan wajib pajak tetapi bahkan melindungi sumber

pendapatan negara yang terfokus pada pemenuhan kewajiban wajib pajak

untuk membayar lunas pajak yang terutang. Penegakan hukum di bidang

perpajakan dapat dikatakan masih lemah, hal ini dapat dilihat dari

banyaknya wajib pajak yang tidak membayar pajak, maraknya kejahatan

korupsi di bidang perpajakan dan para penegak hukum yang tidak becus

dalam menegakkan hukum. Kasus korupsi „Gayus Tambunan‟ merupakan

salah satu contoh lemahnya penegakan hukum di Indonesia, dengan

adanya kasus korupsi tersebut berdampak negatif bagi pemungutan pajak

di Indonesia, timbul anggapan bahwa membayar pajak nantinya tidak

sampai ke negara tetapi hanya akan dikorupsi oleh orang-orang yang tidak

bertanggung jawab seperti Gayus Tambunan.

Terhadap berbagai kendala/kelemahan tersebut, Pemerintah dan

pemerintah daerah telah melakukan atau mengeluarkan berbagai peraturan

dan memberikan beberapa hukuman (punishment) kepada pejabat yang

melakukan penyelewengan. Beberapa langkah yang telah ditempuh oleh

DPPKAD Kabupaten Semarang terkait kesiapan SDM aparatur antara lain:

a. Menyusun analisis jabatan (anjab) yang memuat tugas pokok, fungsi, dan

rincian tugas;

b. Meminta tambahan pegawai/staf (kepada BKD) untuk mengisi posisi

yang dibutuhkan dalam mendukung pelaksanaan tugas pengelolaan

pajak daerah – meski hal ini belum terpenuhi;

Page 14: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

86 | Lembaga Administrasi Negara, 2014

c. Mengirimkan pegawai/staf untuk mengikuti pelatihan-pelatihan

perpajakan, walau pun masih dalam jumlah terbatas;

d. Melakukan perkonsultasian dengan pemerintah pusat, instansi vertikal di

daerah (KPP Pratama – Kemenkeu), maupun pemerintah daerah lain

yang juga telah menerapkan UU No. 28/2009;

e. Melibatkan tenaga ahli sebagai narasumber dalam memperkuat

pengelolaan PBB-P2 yang semakin baik.

Berbagai upaya tersebut, diakui hanya dilaksanakan sebatas business

as usual, seperti biasanya dan hanya sekedar memenuhi permintaan.

Turunnya angka realisasi PBB-P2 dari Rp. 31 miliar (2012) menjadi Rp. 18

miliar (2013) tentu dapat menjadi indikasi kelemahan perangkat-perangkat

(termasuk SDM) yang terkait dalam pengelolaan PBB-P2 tersebut. Oleh

karena itu, upaya-upaya peningkatan kompetensi SDM yang lebih sistematis

menjadi solusi yang dapat ditawarkan guna meningkatkan pencapaian/

realisasi PBB-P2 di masa mendatang.

KOMPETENSI TEKNIS YANG DIBUTUHKAN DALAM PENGELOLAAN PBB-P2

Upaya penyusunan tingkat dan ragam kompetensi teknis dilakukan

dengan mendasarkan pada ketentuan PP No. 101 tahun 2000 tentang

Diklat Jabatan PNS, Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Pedoman

Perumusan Standar Kompetensi Teknis PNS, serta Permendagri No. 2

Tahun 2013 tentang Pedoman Pengembangan Sistem Pendidikan dan

Pelatihan Berbasis Kompetensi di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri

dan Pemerintahan Daerah.

Meskipun diklat bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan

kompetensi PNS, namun keikutsertaan dalam suatu diklat diyakini dapat

meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap PNS yang

diikutsertakan dalam diklat dimaksud. Diklat itu sendiri terdiri atas diklat

structural, teknis dan fungsional. Dalam konteks pengelolaan PBB-P2 maka

Page 15: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 87

yang dibutuhkan saat ini lebih mengarah kepada diklat teknis. Di dalam

Pasal 12 ayat (1) PP No. 101 Tahun 2000 disebutkan bahwa “Diklat Teknis

dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang

diperlukan untuk melaksanakan tugas PNS”. Selanjutnya dalam penjelasan

disebutkan, kompetensi teknis adalah kemampuan PNS dalam bidang-

bidang teknis tertentu untuk pelaksanaan tugas masing-masing. Bagi PNS

yang belum memenuhi persyaratan kompetensi jabatan perlu mengikuti

Diklat Teknis yang berkaitan dengan persyaratan kompetensi jabatan

masing-masing. PNS yang perlu mengikuti Diklat Teknis adalah PNS yang

telah dievaluasi oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan

memperhatikan pertimbangan Baperjakat dan Tim Seleksi Diklat Instansi

(penjelasan pasal 12 ayat 1 PP 101 tahun 2000).

Untuk mengetahui kompetensi teknis yang diperlukan dalam

pengelolaan PBB-P2 maka dalam laporan ini akan disampaikan tingkat dan

ragam kompetensi teknis yang diperlukan. Tingkat kompetensi teknis terkait

dengan jenjang yang dipersyaratkan, dimana dalam ketentuan Perka BKN

8/2013 disebut dengan istilah kualifikasi kompetensi teknis, meliputi

kompetensi umum, kompetensi inti, dan kompetensi pilihan. Sedangkan

ragam kompetensi teknis meliputi jenis/macam-macam kompetensi yang

diperlukan dalam dalam rangka pengelolaan PBB-P2.

Penyusunan kompetensi teknis (tingkat dan ragam) dilakukan dengan

mengikuti tahapan yang tertuang dalam Perka BKN No. 8 Tahun 2013.

Pertama, mengidentifikasi informasi unit organisasi, dalam hal ini Dinas

Pendapatan dan Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah, yang memiliki

tugas pokok melaksanakan urusan pemerintah Daerah di bidang

pendapatan pengelolaan keuangan dan aset daerah. Sedangkan fungsi-

fungsinya adalah meliputi: a) Perumusan kebijakan teknis dibidang

pendapatan, pengelolaan, keuangan, dan aset daerah, b) Penyelenggaraan

urusan pemerintahan bidang pendapatan, pengelolaan keuangan, dan aset

Page 16: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

88 | Lembaga Administrasi Negara, 2014

daerah, dan c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang pendapatan,

pengelolaan keuangan, dan aset daerah.

Kedua, mengidentifikasi peta jabatan, terutama yang kerkait dengan

pengelolaan pajak daerah, meliputi: Kepala Dinas, Kepala Bidang Pajak

Daerah, Seksi Pendaftaran dan Pendataan, Seksi Perhitungan dan

Penetapan, Seksi Pembayaran, penagihan, dan penyelesaian pelanggaran,

dan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).

Ketiga, mengidentifikasi fungsi-fungsi jabatan yang ada di DPPKAD,

fungsi jabatan diperoleh dari dokumen analisis jabatan (anjab) yang

tersedia. Fungsi-fungsi jabatan dalam organisasi ini selanjutnya dapat

ditelusuri menjadi unit-unit kompetensi yang diperlukan baik kompetensi

manajerial (bagi pejabat struktural) maupun kompetensi teknis

(pelaksana/pejabat fungsional umum). Dalam konteks organisasi, pejabat

structural maupun pejabat fungsional dituntut memiliki kompetensi

manajerial maupun kompetensi teknis, namun tentu terdapat batas-batas

Gambar 1.

Peta Jabatan Bidang Pajak Daerah

Page 17: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 89

yang membedakan di antara keduanya. Bagi pejabat structural, dituntut

memiliki kompetensi manajerial yang makin tinggi, sedangkan untuk

kompetensi teknis semakin rendah. Sebaliknya, untuk pelaksana/pejabat

fungsional umum/fungsional tertentu maka semakin kecil kompetensi

manajerial dan semakin besar/tinggi kompetensi teknis.

Gambar 2.

Tingkat Kompetensi Manajerial Vs

Kompetensi Teknis

Gambar di atas menunjukkan bahwa setiap pejabat/pegawai

sebenarnya memiliki tuntutan kompetensi sesuai dengan jenjang dan

jenisnya. Sebagai contoh, seorang kepala bidang (kabid) tentu harus

menguasai tingkat kompetensi manajerial lebih tinggi dibandingkan dengan

pelaksana/staf. Namun demikian, seorang kabid diharuskan memiliki

kompetensi teknis walaupun dalam tingkatan yang lebih rendah. Dalam hal

kompetensi teknis, pelaksana/staf harus menguasai lebih tinggi

dibandingkan seorang kepala bidang (kabid).

Berkenaan dengan perlunya peningkatan tingkat dan ragam

kompetensi teknis pengelolaan PBB-P2, penulis telah mencoba menyusun

standar kompetensi teknis pegawai negeri sipil (SKTPNS) dengan tahapan

Page 18: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

90 | Lembaga Administrasi Negara, 2014

sebagai berikut: (a) mengidentifikasi tusi setiap PNS sesuai jabatannya, (b)

mengidentifikasi unit kompetensi per jabatan, (c) menyusun ikhtisar

kompetensi, (d) menyusun tingkat dan ragam kompetensi yang dibutuhkan.

Tabel berikut menginformasikan tingkat dan ragam kompetensi teknis

pengelolaan PBB-P2.

Tabel 2.

Tingkat dan Ragam Kompetensi Teknis

Dalam Pengelolaan PBB-P2

No. Tahapan Ragam Kompetensi Tingkat Kompetensi

1. Pendataan

dan penilaian

Mengumpulkan

bahan kebijakan

teknis

S1/Planologi

Diharapkan memiliki

kompetensi tinggi

dalam hal ilmu ukur

dan penilai

(appraiser)

Merumuskan

kebijakan teknis

bidang pendaftaran

dan pendataan

Merumuskan

estimasi pendapatan

pajak daerah

Menginventarisasi

jenis dan sumber

pendapatan pajak

daerah

Memahami substansi

peraturan

perundangan

Menginventarisasi

obyek dan subyek

pajak daerah (tanah

dan bangunan)

Menghimpun data

obyek dan subyek

pajak daerah

Mengelola data

obyek dan subyek

pajak daerah

Mencatat data obyek

dan subyek pajak

daerah

Merumuskan

Page 19: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 91

No. Tahapan Ragam Kompetensi Tingkat Kompetensi

kebijakan teknis

pemungutan pajak

daerah

Mengoreksi data

Menganalisa data

Monitoring dan

evaluasi

Menyusun laporan

pertanggungjawaban

Menyampaikan

saran dan

pertimbangan

2. Penetapan

dan

pelayanan

Merumuskan bahan

kebijakan teknis

S1/Administrasi Negara

Menghitung pajak

daerah

Membuat SKPD

Menyampaikan

SKPD

Melakukan

perhitungan dan

verifikasi

Menyampaikan

laporan

perkembangan data,

penambahan dan

pengurangan

Menyusun konsep

penetapan NPWP

Merumuskan

kebijakan teknis

operasional

Menginventarisasi

jenis dan sumber

penerimaan pajak

daerah

Monitoring dan

evaluasi

pelaksanaan

kegiatan

Menyusun laporan

pertanggungjawaban

Menyampaikan

Page 20: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

92 | Lembaga Administrasi Negara, 2014

No. Tahapan Ragam Kompetensi Tingkat Kompetensi

saran dan

pertimbangan

3. Penerimaan

dan

manajemen

IT

Menciptakan program

yang berkenaan dengan

pengelolaan pajak

(programmer)

S1 / Teknik Informatika

Mengoperasikan

peangkat komputer

(Operator Komputer)

D3 Komputer

4. Penagihan Melakukan penyitaan

kekayaan dan aset WP

(Jurusita pajak)

Berijazah serendah-

rendahnya SMU

atau yang setingkat

Berpangkat

serendah-rendahnya

pengatur muda (II-c)

Bebadan sehat

Lulus diklat jurusita

pajak

Jujur, bertanggung

jawab dan penuh

pengabdian.

(KMK No.

562/KKM.04/2000)

5. Keberatan

dan

pengurangan

Menganalisis argument

yang diajukan dalam

rangka pengurangan

pajak yang harus dibayar

oleh WP

S1/ Hukum Perdata

Sumber: Peneliti, 2014 (Data diolah).

PENUTUP: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Desentralisasi fiskal bertujuan memberikan kesempatan kepada

daerah untuk menggali berbagai sumber dana, meliputi pembiayaan mandiri

dan pemulihan biaya dalam pelayanan publik, peningkatan Pendapatan Asli

Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak secara lebih tepat, transfer

dana ke daerah, utamanya melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana

Alokasi Khusus (DAK) secara lebih adil, kewenangan daerah untuk

Page 21: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 93

melakukan pinjaman berdasar kebutuhan daerah. Secara khusus,

desentralisasi fiskal diatur dalam undang-undang tentang perimbangan

keuangan antara pusat dan daerah.

Manifestasi dari desentralisasi fiskal tersebut adalah terbitnya UU No.

28 Tahun 2009. Menurut Undang-undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Restribusi Daerah, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut

adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Implementasi

Undang-undang tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membawa

konsekuensi pada kemandirian daerah dalam mengoptimalkan penerimaan

daerahnya. Optimalisasi penerimaan daerah ini sangat penting bagi daerah

dalam rangka menunjang pembiayaan pembangunan secara mandiri dan

berkelanjutan. Sumber penerimaan daerah yang dapat menjamin

keberlangsungan pembangunan di daerah dapat diwujudkan dalam bentuk

Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Pengelolaan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan

(PBB-P2) – satu dari lima sektor PBB – yang diserahkan kepada pemerintah

kabupaten dan kota memerlukan persiapan yang matang dari pemda agar

dapat memberikan efek yang maksimal dalam peningkatan PAD. Di antara

kesiapan pemda adalah tekait dengan SDM pengelola yang bertugas pada

satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pendapatan dan pengelolaan

keuangan dan aset daerah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal penting sebagai

berikut : (1) Pemberian kewenangan pengelolaan PBB-P2 dari pajak pusat

menjadi pajak daerah belum dapat dilaksanakan secara maksimal,

sekalipun dari aspek regulasi, yang berupa PERDA Pajak dan Retribusi

Daerah, PERDA SOTK dan Peraturan Bupati yang terkait dengan

Page 22: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

94 | Lembaga Administrasi Negara, 2014

kesanggupan untuk mengelola PBB-P2 telah diterbitkan oleh Pemerintah

Kabupaten Semarang, (2) Sumber Daya Manusia (SDM) Pengelolaan PBB-

P2, belum disiapkan secara memadai, baik dari sisi kualitas maupun

kuantitas. Hal ini berdampak pada menurunnya capaian target pemungutan

PBB-P2 pada tahun 2012 yang lalu. Usulan penambahan sumber daya

manusia pengelolaan PBB-P2 yang telah direkomendasikan Badan

Anggaran DPRD, selama hampir 1 tahun belum ada direalisaikan oleh

pemerintah daerah. Hal ini menyebabkan peta kompetensi sumber daya

manusia pengelola PBB-P2 di DPPKAD belum sesuai dengan standar

kompetensi yang diatur dalam Peraturan Kepala BKN No. 8 tahun 2013, (3)

Langkah-langkah untuk mengatasi kendala dalam upaya peningkatan

kompetensi sumber daya manusia telah dilakukan, namun belum sebanding

dengan banyaknya kewenangan yang diserahkan kepada DPPKAD untuk

mengelola PBB-P2. Hal ini menyebabkan pelaksanaan tugas belum dapat

berjalan maksimal di berbagai tahapan kegiatan, yakni pendataan, penilaian,

penetapan, penagihan, pengawasan, dan lain-lain, karena tidak sebanding

dengan jumlah dan kualitas sumber daya manusia, sarana kerja yang

dimiliki dengan beban kerja yang harus dilaksanakan, dan (4) Penyusunan

kompetensi teknis (tingkat dan ragam) di DPPKAD belum dilakukan sesuai

ketentuan Peraturan Kepala BKN No: 8 tahun 2013. Selama ini, kompetensi

teknis masih dipahami sebagai „pelengkap‟ dari kompetensi lainnya seperti

kompetensi manajerial, kompetensi stratejik dan kompetensi moral serta

komptrnsi sosial. Dalam banyak hal, kompetensi manajerial dianggap lebih

„unggul‟ dibandingkan kompetensi teknis dan sebagainya.

Selanjutnya, dari kesimpulan tersebut direkomendasikan hal-hal

sebagai berikut: (1) Terkait dasar hukum pengelolaan PBB-P2 di lingkup

Kabupaten Semarang, perlu penyempurnaan pengaturan tata hubungan

kerja (SOTK) dan peraturan bupati yang dianggap kurang relevan atau

memang memerlukan pengaturan tambahan, (2) Untuk mengatasi

Page 23: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 95

kurangnya jumlah dan kualitas SDM pengelola PBB-P2 perlu dilakukan

koordinasi yang lebih intens dengan BKD. Selain itu, perlu dilakukan

koordinasi pula dengan kepala UPTD, para camat, kepala desa/lurah dan

perangkat desa/kelurahan yang ada, (3) Untuk mengoptimalkan

pendapatan PBB-P2 perlu dilakukan pendataan dan penilaian ulang yang

sebelumnya diawali dengan pelatihan para petugas di DPPKAD, (4) Perlu

disusun tingkat dan ragam kompetensi teknis dengan berpedoman pada

Peraturan Kepala BKN No.8 Tahun 2013 tentang SKTPNS – standar

kompetensi teknis pegawai negeri sipil.

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, J.W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative

Approaches. London: Sage Publications.

Creswell, J. W. 1998. Qualitatif Inquiry and Research Design. California:

Sage Publications, Inc.

Denzin & Lincoln. 1998. Handbook of Qualitative Research. London: Sage

Publications.

Kumorotomo, Wahyudi. 2008, Desentralisasi Fiskal: Politik dan Perubahan

Kebijakan 1974-2004, Jakarta: Kencana.

Kuhn, Thomas. 2005. The Structure of Scientific Revolutions. (terjemahan).

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Huberman, A. Michael dan Mathew B.Miles, 1984, Analisis Data Kualitatif

Model Miles dan Huberman, terj. Tjetjep Rohindi Rohidi, Jakarta: UI

Press.

Lincoln, Y. S. & Guba, E. G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills, CA:

Sage.

Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:

Paradigma Baru Ilmu.

Moleong, Lexy J. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Page 24: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

96 | Lembaga Administrasi Negara, 2014

Rahayu, Ani Sri, 2010, Pengantar Kebijakan Fiskal, PT. Bumi Aksara, dalam

Rusdianto, TT, makalah Desentralisais Fiskal dalam Negara Kesatuan

(Unitary State).

Rondinelli, D & Nellis, J, 1986, „Assessing Decentralisation Policies: A Case

for Cautious Optimism‟, Development Policy Review IV, I, p.5.

Smith, B.C, 1985, Decentralisation, The territorial Dimension of The State,

London, Allen and Unwin.

Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT Tiara Wacana

Lembaga Administrasi Negara, 2008, Manajemen Pemerintahan Daerah,

Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah LAN, Jakarta.

Yustika, Ahmad Erani ed., 2008, Desentralisasi Ekonomi di Indonesia, Kajian

Teoritis dan Realitas Empiris, PT. Bayumedia dalam Rusdianto, TT,

makalah Desentralisais Fiskal dalam Negara Kesatuan (Unitary State).

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian di

Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

Peraturan Kepala BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan

Standar Kompetensi Teknis Pegawai Negeri Sipil

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 2013 tentang Pedoman

Pengembangan Sistem Pendidikan dan Pelatihan Berbasis

Kompetensi di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan

Pemerintahan Daerah

http://www.pajak.go.id/content/pengalihan-pbb-perdesaan-dan-

perkotaan,diakses pada 19 November 2013

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/12/25/bisakah-berharap-

pengelolaan-pbb-p2-akan-lebih-baik-ditangan-pemda-513779.html,

diakses pada 20 Desember 2013.

http://tolengadekdewe.wordpress.com/about/metode-penelitian-kualitatif-

grounded-theory-approach/ diakses pada tanggal 27 Desember 2013.

Page 25: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 97

http://jofipasi.wordpress.com/2013/01/23/research-design-qualitative-

quantitative-approaches- by-john-w-creswell/ diakses pada tanggal 27

Desember 2013.

http://www.menulisproposalpenelitian.com/2011/12/pendekatan-

fenomenologi-dalam.html, diakses pada tanggal 27 Desember 2013.

http://rorophei.blogspot.com/2013/07/metodologi-case-study-review-

singkat.html, diakses pada tanggal 27 Desember 2013.

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/54788/BAB%20II

%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=5, diakses pada tanggal 27

Desember 2013.

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1732/BAB%2

0III%20%282%29.pdf?sequence=3, diakses pada tanggal 27

Desember 2013.

http://pusdiklatwas.bpkp.go.id/files/post/20131202_165852/KTI%20PBB-

P2%20biasa.pdf-evaluasi kesiapan pemerintah daerah dalam

mengelola PBB P2”, diakses pada tanggal 27 Desember 2013.

http://imammukhlis.files.wordpress.com/2012/01/peran-pajak-daerah-

dalam-meningkatkan-pendapatan-asli-daerah.pdf, diakses pada

tanggal 17 Maret 2013.

http://dycandewi15.blogspot.com/2012/12/pengaruh-pajak-daerah-

terhadap.html, diakses pada tanggal 17 Maret 2013.

http://www.semarangkab.go.id/skpd/bappeda/images/stories/dok_perenc

anaan/RKPD2012/06.%20rkpd%202012%20bab%20iii.pdf, diakses

pada tanggal 17 Maret 2013.

Page 26: IMPLEMENTASI PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN …inovasi.lan.go.id/uploads/download/1424446530_Bunga-Rampai_6...No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dan

Bunga Rampai Administrasi Publik

98 | Lembaga Administrasi Negara, 2014