implementasi pengelolaan modal intelektual …
TRANSCRIPT
105 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Abstrak
Era globalisasi ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang sangat pesat. Kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi
salah satu faktor daya saing yang sangat penting dewasa ini. Menyadari
akan persaingan global yang semakin ketat dan berat, maka perlu
perubahan paradigma dari semula mengandalkan pada resources-based
competitiveness menjadi knowledge-based competitiveness yang dapat
berwujud berupa teknik, metode, cara produksi, serta peralatan atau mesin
yang dipergunakan dalam suatu proses produksi. Modal Intelektual kini
disadari merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kemajuan sebuah
organisasi. Model yang dikembangkan Stewart (1997) membagi dan
mengklasifikasikan Modal Intelektual menjadi tiga bentuk dasar yaitu
pertama adalah modal manusia, kedua; modal struktural dan ketiga;
modal pelanggan. Keterampilan dan pengalaman UMKM sangat penting
dalam pengelolaan / penciptaan pengetahuan, dimana pengetahuan
merupakan sebagai unsur intellectual capital.
Abstract
The globalization era is characterized by the development of
science and technology rapidly. The ability of Micro, Small and Medium
Enterprises (SMEs) in the field of science and technology to be one of the
factors of competitiveness are very important nowadays. Recognizing the
increasingly fierce global competition and heavy , it is necessary to change
the paradigm of relying on previously - based resources into a knowledge-
based competitiveness competitiveness which can be either in the form of
techniques, methods, means of production, as well as equipment or
machinery used in the production process. Intellectual capital is now
recognized factors that affect the progress of an organization . The model
developed by Stewart (1997 ) Intellectual Capital divides and classifies into
three basic forms: first human capital, second; structural capital and third;
customer capital. Skills and experience are very important to management
of SMEs / creation of knowledge, where knowledge is as an element of
intellectual capital.
Kata kunci:
Modal Intelektual,
Modal Manusia,
Modal Struktural,
Modal Pelanggan
dan UMKM
Keywords:
Intellectual Capital,
Human Capital,
Structural Capital,
Customer Capital
and SMEs
IMPLEMENTASI PENGELOLAAN MODAL INTELEKTUAL
(INTELLECTUAL CAPITAL) UNTUK MENCIPTAKAN DAYA SAING
UMKM
Zuliyati
Fakultas Ekonomi, Universitas Muria Kudus
Email: [email protected]
106 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Pendahuluan
Modal intelektual kini banyak
dibicarakan dan dianggap penting oleh
banyak praktisi. Modal Intelektual atau
intellectual capital kini disadari merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap
kemajuan sebuah organisasi. Demikian
pula pada perusahaan Mikro, Kecil dan
Menengah modal intelektual dianggap
sangat penting bagi pengembangan usaha
dan pada akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan. Menurut Nonaka dan
Takeuchi (1995), alasan fundamental
mengapa perusahaan di Jepang menjadi
sukses karena keterampilan dan
pengalaman mereka terdapat pengelolaan/
penciptaan pengetahuan pada organisasi
dimana pengetahuan merupakan modal
intelektual yang dipunyai oleh manusia
sebagai unsur human capital.
Era globalisasi juga ditandai dengan
perkembangan iptek yang sangat pesat.
Kemampuan suatu negara di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi menjadi salah
satu faktor daya saing yang sangat penting
dewasa ini. Menyadari akan persaingan
global yang semakin ketat dan berat, maka
perlu perubahan paradigma dari semula
mengandalkan pada resources-based
competitiveness menjadi knowledge-based
competitiveness dapat berwujud berupa
teknik, metode, cara produksi, serta
peralatan atau mesin yang dipergunakan
dalam suatu proses produksi.
Dalam UMKM pada umumnya
keterampilan yang dimiliki pengusaha dan
karyawannya terutama dalam membuat
berbagai macam produk yang dapat
dikatakan baik. Namun bicara soal produk
keterampilan yang dimiliki secara
tradisional (pendidikan informal) belum
cukup, maka diperlukan keahlian khusus,
yang memenuhi standar, termasuk
pendidikan yang dilandasi oleh pendidikan
formal.
Sektor industri di Kabupaten Kudus
berkontribusi terhadap PDRB sangat
dominan dibandingkan dengan sektor
ekonomi lainnya. Berdasarkan data BPS
pada tahun 2007 jumlah industri sebanyak
10.448 unit usaha, jumlah nilai investasi
sebesar ± Rp. 6, 657 trilyun, mampu
menyerap tenaga kerja sekitar 213.411
orang, persebaran merata hampir di setiap
kecamatan. Kelompok industri besar dan
menengah sebanyak 88 unit usaha dengan
jumlah tenaga kerja sebanyak 142.569
orang, sedangkan jumlah industri kecil
sebanyak 10.360 unit usaha mampu
menyerap tenaga kerja tidak kurang
dari 70.842 orang. Pada tahun 2008 telah
memberikan warna yang sangat dominan
bagi pertumbuhan dan perkembangan
perekonomian di Kabupaten Kudus secara
umum, indikasi mengenai hal tersebut
ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sub
sektor industri terhadap PDRB Kabupaten
Kudus tahun 2008 mencapai 63%. Sampai
akhir tahun 2008 perusahaan Industri
Kabupaten Kudus berdasarkan hasil
pendataan sebanyak 10.542 unit usaha
dengan jumlah nilai investasi Rp
4.055.700.000.000,- dengan menyerap
tenaga kerja 213.850 orang,dari jumlah
tersebut kontribusi yang dominan adalah
sektor industri. Oleh karena itu
pemberdayaan industri diarahkan pada
industri kecil agar produk yang dihasilkan
UMKM mempunyai daya saing baik antar
sesama UMKM maupun dengan produk
Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk
Menciptakan Daya Saing UMKM
Zuliyati
107 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
dari luar negeri sehubungan dengan
diberlakukannya AFTA ( ASEAN Free
Trade Area) dan ASEAN Framework
Agreement on Services (AFAS) yang
diberlakukan pada 2015, begitu pula akan
semakin meningkatkan persaingan diantara
para pengusaha maupun tenaga kerja.
Modal Intelektual UMKM dapat
dibentuk dengan cepat karena salah satu
penyebabnya adalah faktor pengetahuan.
Pengetahuan organisasi yang baik dapat
mendorong terwujudnya percepatan
pencapaian kinerja yang diharapkan. Salah
satu penyebab kinerja UMKM di Indonesia
jauh lebih rendah dibandingkan kinerja
UMKM di Negara maju, adalah masih
rendahnya pengembangan atau penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang
merupakan modal intelektual yang dimiliki
oleh UMKM di Indonesia. Padahal, di era
perdagangan bebas dan globalisasi
perekonomian dunia, ilmu pengetahuan
dan teknologi bersama dengan SDM
merupakan dua faktor dominan dalam
menentukan tingkat daya saing dari suatu
produk atau perusahaan. UMKM yang bisa
bertahan baik di pasar domestik dan global
adalah UMKM yang efisien dan
menghasilkan produk-produk berkualitas
tinggi. SDM dan Iptek merupakan dua
komponen yang tidak bisa dipisahkan,
dimana SDM sangat dibutuhkan untuk
pengembangan pengetahuan atau
penyerapan teknologi artinya agar UMKM
bisa mengembangkan teknologi sendiri
dalam hal harus ada keterampilan dan
kemampuan tenaga kerja dan pengusaha
UKM untuk menyerap pengetahuan dan
teknologi.
Permasalahan dalam penerapan/
pengembangan iptek di UMKM di
Kabupaten Kudus pada Kelompok
Pengrajin Pigura dari hasil survey di
lapangan adalah sebagai berikut :
1. Kesadaran dan kemauan pengusaha
untuk menerapkan iptek tepat guna di
perusahaan masih sangat terbatas.
Ketidakberanian Kelompok Pengrajin
Pigura untuk mencoba inovasi yang
berkaitan dengan teknologi
menjadikan lemahnya kualitas
sumber daya manusia. Sebagian
besar usaha kecil tumbuh secara
konvensional dan merupakan usaha
keluarga yang turun temurun.
Keterbatasan kualitas SDM pada
UMKM baik dari segi pendidikan
formal maupun pengetahuan dan
keterampilannya sangat berpengaruh
terhadap manajemen pengelolaan
usahanya, sehingga usaha tersebut
sulit untuk berkembang dengan
optimal. UMKM juga relatif sulit
untuk mengadopsi perkembangan
teknologi baru untuk meningkatkan
daya saing dari produk yang
dihasilkannya.
2. Keterbatasan modal untuk melakukan
perbaikan atau peningkatan
teknologi, pembiayaan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi termasuk pembelian mesin-
mesin baru untuk UMKM masih
terbatas, misalnya sistem leasing dan
sewa beli mesin/peralatan di satu
pihak masih terbatas. Kurangnya
informasi yang berhubungan dengan
kemajuan iptek, mengakibatkan
sarana dan prasarana yang mereka
miliki terbatas dan juga masih secara
Zuliyati Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk
Menciptakan Daya Saing UMKM
108 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
manual/konvensional. Dengan
adanya keterbatasan sarana dan
prasarana menyebabkan produksi
kurang maksimal karena
membutuhkan banyak waktu dan
tenaga yang berakibat kurang
mendukung kemajuan usahanya.
3. Kurangnya pembimbingan dan
pengelolaan dari instansi yang terkait
seperti dari dinas perindustrian dan
UMKM sehingga pembimbingan
kepada UMKM kurang optimal,
meskipun sebenarnya produk UMKM
khususnya pengrajin pigura berupa
berbagai macam jenis pigura kaligrafi
dan lukisan sudah sampai ke luar
pulau Jawa seperti Aceh, Riau,
Makasar dan bahkan sampai ke
Malaysia, tentunya mempunyai
banyak peluang untuk menyerap
tenaga kerja akan membentuk
jaringan dengan UMKM yang lain
seperti pengrajin lukisan, kaligrafi,
pengrajin cinderamata dan lainnya.
Pembahasan
Intellectual Capital
Banyak penelitian mencoba untuk
menjelaskan atau mengklasifikasikan apa
yang dimaksud dengan konsep Modal
Intelektual. Model yang pertama
dikembangkan oleh Petrash (1996) dalam
Bambang Setiarso di sebut Value
Platform. Model yang dikembangkan
tersebut biasa disebut dengan model
klasifikasi. Petrash mencoba menjelaskan
bahwa modal intelektual adalah modal
manusia, modal organisasional dan modal
pelanggan. Model yang dikembangkan oleh
Lowendahl (1997) dalam Hong (2007)
mengembangkan model yang sebelumnya
dengan beberapa modifikasi dan membagi
kategori kompetensi dan hubungan menjadi
dua sub kelompok yaitu individual dan
kolektif. Model yang dikembangkan
Stewart (1997) membagi dan
mengelompokkan modal
intelektual menjadi tiga bentuk dasar yaitu,
pertama; adalah modal manusia, kedua;
modal struktural dan ketiga; modal
pelanggan. Hong (2007) mengungkapkan
The Danish Confederation of Trade Unions
(1999) yang melakukan pengelompokkan
Modal Intelektual menjadi Sumber daya
Orang, Sistem dan Pasar.
Modal Intelektual secara ringkas
digambarkan berikut ini:
a. Human Capital
Roos dkk (1997) berpendapat bahwa
karyawan/anggota menghasilkan
Intellectual Capital melalui kompetensi
mereka, sikap mereka di perusahaan dan
kelincahan dan kreatifitas intelektual
mereka. Kompetensi meliputi kemampuan
keterampilan dan tingkat pendidikan,
sementara sikap meliputi komponen
perilaku keseharian dan kerja karyawan.
Kelincahan intelektual membuatan
seseorang untuk mengubah praktik dan
memikirkan solusi inovatif untuk masalah.
Model Skandia juga memberikan
penekanan kepada pentingnya “human
capital” dalam konteks organisasi atau
komunitas, istilah ini bisa dipakai dalam
pengertiannya sebagai “intellectual
capital‖yang mengacu pada pengetahuan
dan kemampuan mengetahui (knowing
capability) dari sebuah kolektifitas sosial.
Intellectual capital ini paralel dengan
konsep human capital yang meliputi
Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk
Menciptakan Daya Saing UMKM
Zuliyati
109 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
pengetahuan, keterampilan dan kapabilitas
yang memungkinkan seseorang bertindak
dengan cara baru. Dengan demikian,
Intellectual capital merupakan sebuah
sumber daya penting dan sebuah
kapabilitas untuk bertindak berdasarkan
pengetahuan. Abdolmohammadi (2005)
menyatakan bahwa terdapat hubungan
positif antara pengungkapan modal
intelektual dengan market capitalization
pada 53 perusahaan Fortune
500. Penelitian tersebut memberikan
pemahaman kepada kita bahwa modal
intelektual merupakan faktor penting bagi
perkembangan organisasi maupun
perkembangan usaha.
Drucker (1993) menyatakan
bahwa sumber daya organisasi samping
faktor-faktor tradisional produksi - tenaga
kerja, modal, dan tanah. Namun sekarang
sumber daya modal intelektual juga
merupakan sumberdaya yang penting,
bahkan tanpa modal intelektual,
sumberdaya yang ada akan lebih bermakna.
Perubahan ekonomi yang berkarakteristik
ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dengan
penerapan manajemen pengetahuan
(knowledge management) mendorong
meningkatnya Modal Intelektual dan akan
mendorong sebuah organisasi mengubah
strateginya dari bisnis yang berdasar pada
tenaga kerja (laborbased business)
beralih menuju knowledge based business
(bisnis berdasarkan pengetahuan), sehingga
karakteristik utama perusahaannya menjadi
perusahaan berbasis ilmu pengetahuan.
Dalam konteks tulisan ini
kemampuan Pengrajin Pigura dalam
penguasaan Ilmu Pengetahuan dan
teknologi merupakan Human Capital yang
dimiliki sebagai untuk modal intelektual.
Kemampuan, ketrampilan dan kapabilitas
yang dimiliki oleh UMKM menjadikan
UMKM melakukan kegiatan produksi
dengan melakukan inovasi baik dalam
proses produksi maupun hasil produksi
sehingga efektif dan efisien.
b. Struktural Modal
Modal struktural mencakup semua
non-manusia gudang pengetahuan dalam
organisasi yang meliputi database, bagan
organisasi, proses manual, strategi, rutinitas
dan segala hal yang nilainya bagi
perusahaan lebih besar dari nilai
materialnya. Menurut Bontis (1998),
apabila suatu organisasi memiliki sistem
miskin dan prosedur dimana untuk melacak
tindakannya, modal intelektual secara
keseluruhan tidak akan mencapai potensi
sepenuhnya. Organisasi dengan modal
struktural yang kuat akan memiliki budaya
yang mendukung yang memungkinkan
individu untuk mencoba hal baru, belajar,
dan gagal. Modal struktural adalah link
penting yang memungkinkan modal
intelektual untuk diukur pada tingkat
analisis organisasi
Structural capital didefinisikan
sebagai pengetahuan yang akan tetap
berada dalam perusahaan (Starovic dan
Marr, 2004 dalam Astuti, 2005). Beberapa
diantara structural capital dilindungi
hukum dan menjadi intellectual property
right, yang secara legal dimiliki oleh
perusahaan (Starovic dan Marr, 2004 dalam
Astuti, 2005).
Berkaitan dengan hal tersebut,
structural capital memiliki dua tujuan yang
harus dicapai. Pertama, mengkodifikasi
pengetahuan yang dapat ditransfer. Hal ini
Zuliyati Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk
Menciptakan Daya Saing UMKM
110 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
di lakukan agar sistemnya tidak hilang.
Kedua, menghubungkan para karyawan
dengan data, ahli dan keahlian (Sugeng,
2000). Termasuk structural capital adalah
membangun sistem seperti database yang
memungkinkan orang-orang dapat saling
berhubungan dan belajar satu sama lain,
sehingga menumbuhkan sinergi karena
adanya kemudahan berbagi pengetahuan
dan bekerja sama antar individu dalam
organisasi dan semua hal selain manusia
yang berasal dari pengetahuan yang berada
di dalam suatu organisasi termasuk struktur
organisasi, petunjuk proses, strategi,
rutinitas, software, hardware dan semua hal
yang nilainya terhadap perusahaan lebih
tinggi dari pada nilai materinya.
c. Modal Pelanggan
Tema utama dari modal pelanggan
adalah pengetahuan tertanam dalam saluran
pemasaran dan hubungan pelanggan bahwa
organisasi berkembang melalui perjalanan
melakukan bisnis. Hubert Saint Onge-
mendefinisikan yang lebih baru telah
memperluas kategori untuk mencakup
modal relasional yang berlaku meliputi
pengetahuan tertanam dalam semua
hubungan organisasi berkembang baik itu
dari pelanggan, kompetitor, pemasok,
asosiasi perdagangan atau dari pemerintah
(Bontis, 1998). Salah satu manifestasi dari
modal relasional yang dapat dimanfaatkan
dari pelanggan sering disebut “orientasi
pasar”.
Dalam konteks ini pengelolaan
modal pelanggan pada UMKM pengrajin
pigura adalah terciptanya mata rantai yang
kuat antara UMKM pengrajin pigura
dengan agen yang ada di luar pulau Jawa
yang nantinya akan mendistribusikan
produk pigura ke pelanggan baik melalui
sistem grosir/partai maupun sistem eceran.
Implementasi Pengelolaan Intellectual
Capital dalam UMKM
UMKM perlu menggunakan strategi
pengelolaan pengetahuan untuk
meningkatkan daya saing dengan
Implementasi pengelolaan Intellectual
Capital yang dilakukan dengan beberapa
metode sebagai berikut:
a. Meningkatkan Sumber Daya Manusia
UMKM tentang pentingnya Ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Untuk meningkatkan pengetahuan
dapat dilakukan dengan cara
pelatihan serta Bintek (Bimbingan
Teknologi ) melalui pelatihan yang
berkaitan dengan pengenalan
teknologi tepat guna dan berhasil
guna. Meningkatkan kinerja
perusahaan perlu dibentuk dan dibuat
system berbasis pengetahuan
(knowledge based systems), kinerja
intangible assets terus ditingkatkan
dan disosialisasikan secara periodik,
dan adanya audit system knowledge –
performance.
b. Meningkatkan kualitas dan standar
produk
Peranan dukungan teknologi untuk
peningkatan kualitas dan
produktivitas serta introduksi desain
sangatlah penting. Guna dapat
memanfaatkan peluang dan potensi
pasar baik lokal, nasional dan pasar
global, maka produk yang dihasilkan
UMKM haruslah memenuhi kualitas
dan standar yang sesuai dengan
kesepakatan negara tujuan. Dalam
Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk
Menciptakan Daya Saing UMKM
Zuliyati
111 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
kerangka itu, maka UMKM harus
mulai difasilitasi dengan kebutuhan
kualitas dan standar produk yang
dipersyaratkan.
c. Meningkatkan akses finansial
Permasalahan finansial dalam
pengembangan bisnis UMKM
sangatlah klasik. Selama ini, belum
banyak UMKM yang bisa
memanfaatkan skema pembiayaan
yang diberikan oleh perbankan. Hasil
survey Regional Development
Institute (REDI, 2002) menyebutkan
bahwa ada 3 gap yang dihadapi
berkaitan dengan akses finansial bagi
UMKM, (1) aspek formalitas, karena
banyak UMKM yang tidak memiliki
legal status; (2) aspek skala usaha,
dimana sering sekali skema kredit
yang disiapkan perbankan
tidak sejalan dengan skala usaha
UKM; dan (3) aspek informasi,
dimana perbankan tidak mengetahui
UKM mana yang harus dibiayai,
sementara itu UKM juga tidak tahu
skema pembiayaan apa yang tersedia
di perbankan. Oleh sebab itu, maka
ketiga gap ini harus diatasi,
diantaranya dengan peningkatan
kemampuan bagi SDM yang dimiliki
UKM, perbankan, serta pendamping
UKM. Pada sisi lain, juga harus
diberikan informasi yang luas tentang
skema-skema pembiayaan yang
dimiliki perbankan.
c. Meningkatkan peranan pemerintah
terutama untuk mengantarkan mereka
agar mampu bersaing dengan pelaku
usaha lainnya. Beberapa upaya yang
perlu dilakukan pemerintah untuk
memperkuat daya saing UMKM
menghadapi pasar global adalah: (1)
Memperkuat dan meningkatkan akses
dan transfer teknologi bagi UMKM
untuk pengembangan UMKM
inovatif; Akses dan transfer teknologi
untuk UMKM masih merupakan
tantangan yang dihadapi di Indonesia.
Peran inkubator, lembaga riset, dan
kerjasama antara lembaga riset dan
perguruan tinggi serta dunia usaha
untuk alih teknologi perlu digalakkan.
Kerjasama atau kemitraan antara
perusahaan besar, baik dari dalam
dan luar negeri dengan UMKM harus
didorong untuk alih teknologi dari
perusahaan besar kepada UKM.
Praktek seperti ini telah banyak
berjalan di beberapa Negara maju,
seperti USA, Jerman, Inggris, Korea,
Jepang dan Taiwan. Model-model
pengembangan klaster juga harus
dikembangkan, dikarenakan melalui
model tersebut akan terjadi alih
teknologi kepada dan antar UKM. (2)
Memfasilitasi UKM berkaitan akses
informasi dan promosi di luar negeri;
Bagian terpenting dari proses
produksi adalah masalah pasar.
Sebaik apapun kualitas produk yang
dihasilkan, jika masyarakat atau pasar
tidak mengetahuinya, maka produk
tersebut akan sulit dipasarkan. Oleh
sebab itu, maka pemberian informasi
dan promosi produk-produk UMKM,
khususnya untuk memperkenalkan di
pasar ASEAN harus ditingkatkan.
Promosi produk, bisa dilakukan
melalui dunia maya/ internet atau
mengikuti kegiatan-kegiatan pameran
Zuliyati Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk
Menciptakan Daya Saing UMKM
112 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
di luar negeri.
Kesimpulan
UMKM dalam menghadapi era
globalisasi yang ditandai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangat pesat perlu
dipersiapkan agar tidak kalah bersaing,
baik dengan sesama UMKM tingkat
regional, nasional maupun internasional.
Kemampuan UMKM di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi menjadi salah
satu faktor daya saing yang sangat penting
dewasa ini. Menyadari akan persaingan
global yang semakin ketat dan berat, maka
perlu perubahan paradigma dari awalnya
mengandalkan pada resources-based
competitiveness menjadi knowledge-based
competitiveness dapat berwujud berupa
teknik, metode, cara produksi, serta
peralatan atau mesin yang dipergunakan
dalam suatu proses produksi.
Pada umumnya keterampilan yang
dimiliki pengusaha dan karyawan UMKM
terutama dalam membuat berbagai macam
produk yang dapat dikatakan baik. Tetapi
bicara soal produk keterampilan yang
dimiliki secara tradisional (pendidikan
informal) tidak cukup, maka diperlukan
keahlian khusus, memenuhi standar
internasional, termasuk dilandasi oleh
pendidikan formal. UMKM harus
mempunyai daya saing karena mereka
memahami bahwa Intellectual Capital
merupakan knowledge yang merupakan
sumber inovasi yang mendukung daya
saing, dimana knowledge ini harus dikelola
(managed), karena harus direncanakan dan
dimplementasikan.
Saran
1. UMKM harus mampu meningkatkan
kualitas SDM yang dimiliki agar bisa
menginterpretasikan informasi
tentang lingkungan untuk
mendapatkan arti tentang apa yang
terjadi dan apa yang dikerjakan
perusahaan tersebut, sehingga
UMKM mampu menciptakan
knowledge baru dengan
mengkonversikan dan
mengkombinasikan kepakaran dan
pengetahuan (know-how) dari
anggotanya agar dapat belajar dan
berinovasi baik melalui pendidikan
non formal maupun formal.
2. Pengelolaan Modal intelektual
ditingkatkan agar UMKM mampu
memproses dan menganalisis
informasi untuk memilih dan commit
melakukan kegiatan yang sesuai
dengan tindakannya. Model yang
diharapkan akan terbentuk adalah
integrasi dari sense making,
knowledge creating dan decision
making yang membentuk knowing
organization. Knowing organization
ini sangat efektif karena secara terus
menerus mengikuti perubahan
lingkungan, dan menyegarkan aset
dan kegiatan pemrosesan informasi
untuk pengambilan keputusan, agar
UMKM mempunyai kemampuan
untuk berdaya saing baik dari sisi
produk yang dihasilkan maupun
sistem kerja yang dipergunakan.
Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk
Menciptakan Daya Saing UMKM
Zuliyati
113 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Daftar Pustaka
Astuti, P.D. dan A. Sabeni, 2005,
Hubungan Intellectual Capital dan
Business Performance, Proceeding
SNA VII, Solo, pp. 694-707.
Abdolmohammadi, M.J., 2005,
“Intellectual capital disclosure and
market capitalization”, Journal of
Intellectual Capital, Vol. 6 No. 3. pp.
397-416.
Bontis, N. 1998. “Intellectual capital: an
exploratory study that develops
measures and models”. Management
Decision, Vol. 36 No. 2, p. 63.
Hong, Pew Tan, David Plowman dan Phil
Hancock. 2007. “Intellectual Capital
and Financial Returns of
Companies.” Journal of Intellectual
Capital. Vol 8, No. 1, 76-95.
Lowendahl,B..1997, Strategic
Managemement of Professional
Service Firms, Handelshojskolens
Forlag, Copenhagen.
Nonaka, Ikujiro & Takeuchi, Hirotaka,
1995, The Knowledge-Creating
Company : How Japanese
Companies Create the Dynamics of
Innovation. Oxford University Press,
Oxford.
Rooagonetts,J.,G.Roos,N.C.Dragonetti,and
L.Edvinson.1007. Intellectual
Capital: Navigating in The New
Business Landscape. Macmillan
Business, Houndsmills.
Setiarso, Bambang, Jusni Djatin dan Nazir
Harjanto, 2004, Strategi Peningkatan
Daya Saing Infrastruktur Iptek
Rekayasa dan Produksi menghadapi
persaingan Global: Knowledge
Management pada Industri Makanan,
Riset Kompetitif Pengembangan
Iptek, Sub Program “Otonomi
Daerah, Konflik dan Daya Saing”,
Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, 60 hal, Jakarta.
Setiarso, Bambang, 2005, Knowledge
Sharing in Indonesia Research
Centre: models and mechanism.
Proceedings on the 9Th World Multi
Conference on Systemics,
Cybernetics and Informatics, USA:
Orlando, Florida, July 10-13: pp.14.
dapat dilihat di: http://www.iiisci.org/
sci2005
_______________., 2006, “Pengelolaan
Pengetahuan (Knowledge
Management) dan Modal Intelektual
(Intellectual Capital) Untuk
Pemberdayaan UKM”, available
online at: www.ilmukomputer.com
diakses pada April 2007
Stewart, T.A. 1997. Intellectual Capital:
The Wealth of New Organisations,
Nicholas Brealey Publishing,
London.
Sugeng, Imam. 2000. “Mengukur dan
Mengelola Intellectual Capital.”
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia. Vol 15, No.2, 247-256.
Ulum, Ihyaul, 2009, Intellectual Capital:
Konsep dan Kajian Empiris, Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Zuliyati, Lie Liana, 2012, Desain produk
Pigura Suara bagi Kelompok
Pengrajin Pigura, Proceeding
Kewirausahaan dan Industri Kreatif,
ISBN : 978-979-3986-296.
Zuliyati Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk
Menciptakan Daya Saing UMKM
114 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Zuliyati, Ngurah Arya, 2011 “Intellectual
Capital dan Kinerja Keuangan”, Di-
namika Keuangan dan Perbankan,
ISSN 1979-4878,Vol 3 no 2 Hal 102-
197.
Implementasi Pengelolaan Modal Intelektual (Intellectual Capital) Untuk
Menciptakan Daya Saing UMKM
Zuliyati
115 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Kata Kunci :
Intensi Kewirausahaan,
Demografi,
Pengalaman Kerja
Keyword :
Entrepreneur Intention,
demografy, work
experience
Abstrak
Dunia pendidikan telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk
menumbuhkembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan
generasi muda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan intensi
kewirausahaan mahasiswa berdasarkan gender, latar belakang pendidikan dan
pengalaman kerja. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 64 orang mahasiswa
pada PTS ―X‘ di Semarang. Pengambilan sampel didasarkan pada judgement
atau purposive sampling, sampel dipilih dengan adanya kriteria tertentu yang
digunakan oleh peneliti yaitu pernah mengikuti mata kuliah pengantar bisnis.
Instrumen survey Entrepreneurial Attitudes Orientation (EAO) model yang
dikembangkan oleh Robinson at al digunakan untuk mengukur sikap
kewirausahaan. Model EAO menggunakan empat subskala sikap, dimana terdiri
dari empat konstrak, yaitu: Prestasi bisnis, Inovasi bisnis, Penerimaan kontrol
individu terhadap hasil bisnis, dan Penerimaan Penghargaan diri dalam bisnis.
Hasil uji independen sampel t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensi
kewirausahaan antara mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan,
terdapat perbedaan intensi kewirausahaan antara mahasiswa berlatarbelakang
pendidikan SMU dengan mahasiswa berlatarbelakang pendidikan SMK, dan
terdapat perbedaan intensi kewirausahaan antara mahasiswa yang punya
pengalaman kerja dengan mahasiswa yang belum punya pengalaman kerja.
Abstract
The education has been considered as one of the important factors to grow and
develop the passion, spirit and entrepreneurial behavior among the younger
generation. This study aims to determine the differences in entrepreneurial
intentions of students by gender, educational background and work experience.
The sample in this research were 64 students on the PTS 'X' in Semarang.
Sampling was based on a judgment or purposive sampling, the samples selected
with the specific criteria used by researchers that had attended an introductory
course of business. Entrepreneurial Attitudes Orientation (EAO) survey instrument
model developed by Robinson at al used to measure entrepreneurial attitudes.
EAO models using four subscales of attitude, which consists of four construct, they
are : Business achievement, business innovation, perceived personal control of
business outcome, and Perceived self esteem in business. The results of the
independent test sample t-test showed that there were differences in
entrepreneurial intentions among male students to female students, there were
differences in entrepreneurial intentions among high school students with the
educational background and students with vocational educational background,
and there were differences in entrepreneurial intentions among students who never
work experience with students who have experience work.
INTENSI KEWIRAUSAHAAN MAHASISWA
)STUDI KASUS PADA PTS X DI SEMARANG)
Widaryanti
STIE Pelita Nusantara
Email : [email protected]
116 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Pendahuluan
Pendidikan kewirausahaan selama ini
telah dipertimbangkan sebagai salah satu
faktor penting untuk menumbuhkan dan
mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku
berwirausaha di kalangan generasi muda
(Kourilsky dan Walstad, 1998). Terkait
dengan pengaruh pendidikan
kewirausahaan tersebut, diperlukan adanya
pemahaman tentang bagaimana
mengembangkan dan mendorong lahirnya
wirausaha-wirausaha muda yang potensial
sementara mereka berada di bangku
sekolah atau kuliah. Beberapa penelitian
sebelumnya menyebutkan bahwa keinginan
berwirausaha para mahasiswa merupakan
sumber bagi lahirnya wirausaha-wirausaha
muda masa depan (Gorman et al., 1997;
Kourilsky dan Walstad, 1998). Sikap,
perilaku dan pengetahuan mahasiswa
tentang kewirausahaan akan membentuk
kecenderungan mereka untuk membuka
usaha-usaha baru di masa mendatang.
Penelitian tentang intensi
kewirausahaan berfokus pada karakteristik
pribadi (McClelland, 1961; Wortman,
1987). Penelitian lain tentang proses
kewirausahaan termasuk didalamnya
penelitian peran perilaku, faktor-faktor
situasional (Gartner, 1985) dan variabel
demografik (Davidson, 1995) terhadap
intensi kewirausahaan. Secara garis besar
penelitian tentang intensi kewirausahaan
dilakukan dengan melihat tiga hal yaitu:
karakteristik kepribadian, karakteristik
demografis dan karakteristik lingkungan.
Beberapa peneliti terdahulu membuktikan
bahwa faktor kepribadian seperti kebutuhan
akan prestasi (McClelland, 1961; Sengupta
dan Debnath,1994) dan efikasi diri (Gilles
dan Rea, 1999; Indarti, 2004) merupakan
prediktor signifikan intensi kewirausahaan.
Faktor demografi responden seperti umur,
jenis kelamin, latarbelakang pendidikan
dan pengalaman bekerja seseorang
diperhitungkan sebagai penentu bagi
intensi kewirausahaan. Sinha (1996)
menemukan bahwa latar belakang
pendidikan seseorang menentukan tingkat
intensi kewirausahaan seseorang dan
kesuksesan suatu bisnis yang dijalankan.
Kristiansen (2001;2002a) menyebut bahwa
faktor lingkungan seperti hubungan sosial,
infrastruktur fisik dan institusional serta
faktor budaya dapat mempengaruhi intensi
kewirausahaan.Variabel demografik
meningkatkan kemampuan prediksi intensi
kewirausahaan mendatang (Gasse, 1985;
Hatten dan Ruhland, 1995).
Penelitian Robinson (1991)
menemukan bahwa sikap dan keahlian
kewirausahaan dapat dikembangkan dan
ditemukan kembali melalui program
pendidikan kewirausahaan. Pendidikan dan
keahlian yang berbeda dari setiap orang
dapat mempengaruhi aktivitas
kewirausahaan seseorang lebih sukses
daripada orang lain (Farmer, 1997;
Gatewood et al., 2002; Carter et al., 2003).
Mahasiswa bisnis sekarang merupakan
pemimpin bisnis di masa depan, sehingga
penting adanya pendidikan berkelanjutan
untuk menemukan profil kewirausahaan
mereka (Hatten dan Ruhland, 1995;
Hisrich, 2000; Steyaert, 2004). Penelitian
ini bertujuan untuk melihat sikap
kewirausahaan dari mahasiswa ekonomi di
PT “X” di Semarang, dan melihat dampak
variabel demografik dan pengalaman bisnis
terakhir mahasiswa terhadap sikap
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
Widaryanti
117 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
kewirausahaan.
Penelitian ini menggunakan
instrumen yang dikembangkan oleh
Robinson et al (1991) yaitu model
Entrepreneurial Attitudes Orientation
(EAO) untuk memprediksi intensi
kewirausahaan. Pengukuran sikap individu
model EAO mempunyai empat konstrak,
yaitu :
1. Prestasi bisnis (Achievement in
business)
2. Inovasi bisnis (Innovation in
business)
3. Penerimaan control individu
terhadap hasil bisnis (Perceived
personal control of business
outcome)
4. Penerimaan Penghargaan diri dalam
bisnis (Perceived self esteem in
business)
Kajian Pustaka dan Pengembangan
Hipotesis
Teori Atribusi dan Konsistensi Sikap
(Attitude Consistency and Attribution
Theory)
Sikap pertama kali atau attitude
pertama kali digunakan oleh Herbert
Spenser di tahun 1962 yang berarti status
mental seseorang (Azwar, 2005). Attitude is
a learned predisposition to be have an a
consistency favorable or unfavorable way
with respect to to a given object
(Schiffman, 2000). Severin dan Tankard
(2001) berpendapat bahwa sikap pada
dasarnya adalah tendensi manusia terhadap
sesuatu.
Sikap (attitude) adalah keyakinan
yang menempati posisi periferal/tepi atau
paling rendah sentralitasnya dalam BST.
Sikap merupakan suatu organisasi dari
keyakinan-keyakinan sehari-hari tentang
obyek atau situasi. Jumlah sikap yang
dimiliki individu dapat berhubungan
dengan banyak obyek atau situasi yang
berbeda-beda. Karenanya seseorang dapat
memiliki sikap yang ribuan jumlahnya.
Mengingat sikap adalah keyakinan yang
periferal, maka perubahan sikap hanya
memiliki pengaruh yang terbatas pada
tingkah laku.
Fritz Heider (1946, 1958), seorang
psikolog bangsa Jerman mengatakan bahwa
kita cenderung mengorganisasikan sikap
kita, sehingga tidak menimbulkan konflik.
Contohnya, jika kita setuju pada hak
seseorang untuk melakukan aborsi, seperti
juga orang-orang lain, maka sikap kita
tersebut konsisten atau seimbang (balance).
Namun jika kita setuju aborsi tetapi
ternyata teman-teman dekat kita dan juga
orang-orang di sekeliling kita tidak setuju
pada aborsi maka kita dalam kondisi tidak
seimbang (imbalance). Akibatnya kita
merasa tertekan (stress), kurang nyaman,
dan kemudian kita akan mencoba
mengubah sikap kita, menyesuaikan
dengan orang-orang di sekitar kita,
misalnya dengan bersikap bahwa kita
sekarang tidak sepenuhnya setuju pada
aborsi. Melalui pengubahan sikap tersebut,
kita menjadi lebih nyaman. Intinya sikap
kita senantiasa kita sesuaikan dengan sikap
orang lain agar terjadi keseimbangan
karena dalam situasi itu, kita menjadi lebih
nyaman.
Heider juga menyatakan bahwa kita
mengorganisir pikiran-pikiran kita dalam
kerangka "sebab dan akibat". Agar supaya
bisa meneruskan kegiatan kita dan
Widaryanti
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
118 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
mencocokannya dengan orang-orang di
sekitar kita, kita mentafsirkan informasi
untuk memutuskan penyebab perilaku kita
dan orang lain. Heider memperkenalkan
konsep "causal attribution" - proses
penjelasan tentang penyebab suatu
perilaku. Mengapa Tono pindah ke kota
lain ?, Mengapa Ari keluar dari sekolah ?.
Kita bisa menjelaskan perilaku sosial dari
Tono dan Ari jika kita mengetahui
penyebabnya. Dalam kehidupan sehari-
hari, kita bedakan dua jenis penyebab, yaitu
internal dan eksternal. Penyebab internal
(internal causality) merupakan atribut yang
melekat pada sifat dan kualitas pribadi atau
personal, dan penyebab external (external
causality) terdapat dalam lingkungan atau
situasi.
Entrepreneurial Attitudes Orientation
(EAO) Model
Untuk mengetahui sikap
kewirausahaan digunakan instrumen survey
EAO model yang dikembangkan oleh
Robinson at al (1991). Model EAO
menggunakan empat subskala sikap,
dimana terdiri dari empat konstrak, yaitu :
1. Prestasi bisnis (Achievement in
business)
2. Inovasi bisnis (Innovation in
business)
3. Penerimaan control individu
terhadap hasil bisnis (Perceived
personal control of business
outcome)
4. Penerimaan Penghargaan diri dalam
bisnis (Perceived self esteem in
business)
Model EAO menggunakan sepuluh
point skala likert, dimana 1 menunjukkan
sangat tidak setuju dan 10 menunjukkan
sangat setuju. Robinson et al (1991)
menemukan bahwa empat subskala dapat
secara akurat memprediksi klasifikasi
kewirausahaan sebesar 77 persen.
Faktor Demografis: Gender, Pendidikan
dan Pengalaman Kerja
Penelitian-penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa faktor-faktor
demografis seperti jender, umur,
pendidikan dan pengalaman bekerja
seseorang berpengaruh terhadap
keinginannya untuk menjadi seorang
wirausaha (Mazzarol et al., 1999; Tkachev
dan Kolvereid, 1999).
Gender
Pengaruh gender atau jenis kelamin
terhadap intensi seseorang menjadi
wirausaha telah banyak diteliti (Mazzarol et
al., 1999; Kolvereid, 1996; Matthews dan
Moser, 1996; Schiller dan Crewson, 1997).
Seperti yang sudah diduga, bahwa
mahasiswa laki-laki memiliki intensi yang
lebih kuat dibandingkan mahasiswa
perempuan. Secara umum, sektor
wiraswasta adalah sektor yang didominasi
oleh kaum laki-laki. Mazzarol et al., (1999)
membuktikan bahwa perempuan cenderung
kurang menyukai untuk membuka usaha
baru dibandingkan kaum laki-laki. Temuan
serupa juga disampaikan oleh Kolvereid
(1996), laki-laki terbukti mempunyai
intensi kewirausahaan yang lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Penelitian yang
dilakukan oleh Matthews dan Moser (1996)
pada lulusan master di Amerika dengan
menggunakan studi longitudinal
menemukan bahwa minat laki-laki untuk
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
Widaryanti
119 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
berwirausaha konsisten dibandingkan minat
perempuan yang berubah menurut waktu.
Schiller dan Crawson (1997) menemukan
adanya perbedaan yang signifikan dalam
hal kesuksesan usaha dan kesuksesan
dalam berwirausaha antara perempuan dan
laki-laki.
Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang
akan dijawab dalam penelitian ini
dirumuskan:
Hipotesis 1 :Mahasiswa bisnis laki-laki
mempunyai sikap
kewirausahaan lebih tinggi
dibandingkan mahasiswa bisnis
perempuan
Latar Belakang Pendidikan
Latar belakang pendidikan seseorang
terutama yang terkait dengan bidang usaha,
seperti bisnis dan manajemen atau ekonomi
dipercaya akan mempengaruhi keinginan
dan minatnya untuk memulai usaha baru di
masa mendatang. Sebuah studi dari India
membuktikan bahwa latar belakang
pendidikan menjadi salah satu penentu
penting intensi kewirausahaan dan
kesuksesan usaha yang dijalankan (Sinha,
1996). Penelitian lain, Lee (1997) yang
mengkaji perempuan wirausaha
menemukan bahwa perempuan
berpendidikan universitas mempunyai
kebutuhan akan prestasi yang tinggi untuk
menjadi wirausaha.
Hipotesis 2: Mahasiswa yang berlatar
belakang pendidikan ekonomi
dan bisnis memiliki sikap
kewirausahaan yang lebih
tinggi dibandingkan mereka
yang berlatar belakang
pendidikan non-ekonomi dan
bisnis.
Pengalaman Kerja
Kolvereid (1996) menemukan bahwa
seseorang yang memiliki pengalaman
bekerja mempunyai intensi kewirausahaan
yang lebih tinggi dibandingkan mereka
yang tidak pernah bekerja sebelumnya.
Sebaliknya, secara lebih spesifik, penelitian
yang dilakukan oleh Mazzarol et al., (1999)
membuktikan bahwa seseorang yang
pernah bekerja di sektor pemerintahan
cenderung kurang sukses untuk memulai
usaha. Namun, Mazzarol et al., (1999)
tidak menganalisis hubungan antara
pengalaman kerja di sektor swasta terhadap
intensi kewirausahaan. Scott dan Twomey
(1988) meneliti beberapa faktor seperti
pengaruh orang tua dan pengalaman kerja
yang akan mempengaruhi persepsi
seseorang terhadap suatu usaha dan sikap
orang tersebut terhadap keinginannya untuk
menjadi karyawan atau wirausaha. Lebih
lanjut, mereka menyebutkan bahwa jika
kondisi lingkungan sosial seseorang pada
saat dia berusia muda kondusif untuk
kewirausahaan dan seseorang tersebut
memiliki pengalaman yang positif terhadap
sebuah usaha, maka dapat dipastikan orang
tersebut mempunyai gambaran yang baik
tentang kewirausahaan.
Dengan demikian, maka dapat
dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 3 : Mahasiswa yang memiliki
pengalaman kerja memiliki
sikap kewirausahaan yang
lebih tinggi dibandingkan
dengan mereka yang belum
pernah bekerja sebelumnya.
Widaryanti
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
120 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Metode Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah
mahasiswa ekonomi PTS “X‟ Semarang.
Pengambilan sampel didasarkan pada
judgement atau purposive sampling, sampel
dipilih dengan adanya beberapa kriteria
tertentu yang digunakan oleh peneliti
(Remenyi, 2000). Kriteria yang ditetapkan
adalah sampel pernah mengikuti mata
kuliah pengantar bisnis. Kuesioner
penelitian didistribusikan secara langsung
dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat
pengembalian yang tinggi. Pengumpulan
data dilakukan di sekitar kampus, terutama
di area publik seperti kantin, perpustakaan,
dan ruang tunggu mahasiswa. Teknik ini
digunakan agar peneliti dapat memperoleh
responden dari latar belakang demografi
yang berbeda-beda. Pengumpulan data
dilakukan pada tahun 2013.
Penelitian ini menggunakan
instrumen survey EAO model yang
dikembangkan oleh Robinson at al (1991)
untuk mengukur sikap kewirausahaan.
Model EAO menggunakan empat subskala
sikap, dimana terdiri dari empat konstrak,
yaitu :
1. Prestasi bisnis (Achievement in
business)
2. Inovasi bisnis (Innovation in
business)
3. Penerimaan control individu
terhadap hasil bisnis (Perceived
personal control of business
outcome)
4. Penerimaan Penghargaan diri dalam
bisnis (Perceived self esteem in
business)
Model EAO menggunakan sepuluh point
skala likert, dimana 1 menunjukkan sangat
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
Widaryanti
tidak setuju dan 10 menunjukkan sangat
setuju. Robinson et al (1991) menemukan
bahwa empat subskala dapat secara akurat
memprediksi klasifikasi kewirausahaan
sebesar 77 persen. Untuk melengkapi
model EAO, responden disediakan
pertanyaan mengenai variabel demografik
termasuk didalamnya latar belakang
pendidikan (lulusan SMEA, STM atau
SMA), gender, dan umur.
Untuk mengukur pengalaman bisnis,
terdapat tiga pertanyaan yang harus
dijawab :
1. Apakah anda pernah bekerja pada
sebuah usaha kecil ?
2. Apakah keluarga anda pernah
memiliki sebuah usaha kecil ?
3. Apakah anda pernah memiliki usaha
kecil sendiri ?
Pengolahan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan teknik
statistik yang berupa uji beda dua rata-rata
(independent sample t-test). Tujuan dari uji
hipotesis yang berupa uji beda dua rata-rata
pada penelitian ini adalah untuk
menentukan, menerima atau menolak
hipotesis yang telah dibuat.
Hasil dan Pembahasan
Profil Responden
Responden dalam penelitian ini
adalah mahasiswa yang telah mengikuti
mata kuliah pengantar bisnis di PTS “X”
Semarang. Jumlah kuesioner yang disebar
sebanyak 75 buah, namun yang kembali
sebesar 64 responden. Berikut statistik
deskriptif dari 64 responden tersebut :
121 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Tabel 1
Profil Responden
Sumber : Data primer yang diolah
Dari tabel diatas dapat diketahui
bahwa responden yang berjenis kelamin
wanita dan berpendidikan SMK sebanyak
32 orang, namun yang berpendidikan SMU
sebanyak 14 orang. Responden yang
berjenis kelamin laki-laki dan
berpendidikan SMK sebanyak 8 orang,
namun yang berpendidikan SMU sebanyak
10 orang.
Tabel 2
Profil Responden
Sumber: Data primer yang diolah
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa
responden yang berjenis kelamin wanita
dan pernah berpengalaman sebanyak 18
orang, namun yang tidak pernah
berpengalaman sebanyak 28 orang.
Responden yang berjenis kelamin laki-laki
dan pernah berpengalaman sebanyak 6
orang, namun yang tidak pernah
berpengalaman sebanyak 12 orang.
PENDIDIKAN
SMK SMU Total
Wanita 32 14 46
Laki-laki 8 10 18
Total 40 24 64
PENGALAMAN
Pernah Tidak
pernah
Total
Wanita 18 28 46
Laki-laki 6 12 18
Total 24 40 64
Tabel 3
Profil Responden
Sumber: Data primer yang diolah
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa
responden yang berpendidikan SMK dan
pernah berpengalaman sebanyak 16 orang,
namun yang tidak pernah berpengalaman
sebanyak 24 orang. Responden yang
berpendidikan SMU dan pernah
berpengalaman sebanyak 8 orang, namun
yang tidak pernah berpengalaman sebanyak
16 orang.
Hasil Uji Reliabilitas
Suatu kuesioner dikatakan reliabel
atau handal jika jawaban seseorang
terhadap pertanyaan adalah konsisten atau
stabil dari waktu ke waktu.
Tabel 5
Hasil uji Reliabilitas
konstrak
Sumber : Data primer yang diolah
Dari data diatas, hasil Cronbach
Alpha sebesar 0,634 diatas 0,60. Jadi dapat
disimpulkan bahwa reliabilitas dari
konstrak atau variabel tinggi.
Hasil Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk
mengukur sah atau valid tidaknya suatu
PENGALAMAN
Pernah Tidak
pernah
Total
SMK 16 24 40
SMU 8 16 24
Total 24 40 64
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.634 64
Widaryanti
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
122 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Tabel 6 Hasil uji Validitas konstrak
Sumber : Data primer yang diolah
Butir Rtabel Rhitung Ket Butir Rtabel Rhitung Ket Butir Rtabel Rhitung Ket
1 0,208 .287 Valid 26 0,208 .234 Valid 51 0,208 .547 Valid
2 0,208 .249 Valid 27 0,208 .364 Valid 52 0,208 .255 Valid
3 0,208 .296 Valid 28 0,208 .253 Valid 53 0,208 .259 Valid
4 0,208 .278 Valid 29 0,208 .272 Valid 54 0,208 .296 Valid
5 0,208 .224 Valid 30 0,208 .221 Valid 55 0,208 .229 Valid
6 0,208 .355 Valid 31 0,208 .423 Valid 56 0,208 .434 Valid
7 0,208 .272 Valid 32 0,208 .254 Valid 57 0,208 .352 Valid
8 0,208 .282 Valid 33 0,208 .244 Valid 58 0,208 .502 Valid
9 0,208 .424 Valid 34 0,208 .224 Valid 59 0,208 .379 Valid
10 0,208 .275 Valid 35 0,208 .244 Valid 60 0,208 .595 Valid
11 0,208 .231 Valid 36 0,208 .275 Valid 61 0,208 .330 Valid
12 0,208 .355 Valid 37 0,208 .441 Valid 62 0,208 .397 Valid
13 0,208 .234 Valid 38 0,208 .320 Valid 63 0,208 .365 Valid
14 0,208 .301 Valid 39 0,208 .346 Valid 64 0,208 .386 Valid
15 0,208 .253 Valid 40 0,208 .216 Valid 65 0,208 .469 Valid
16 0,208 .400 Valid 41 0,208 .326 Valid 66 0,208 .297 Valid
17 0,208 .459 Valid 42 0,208 .222 Valid 67 0,208 .406 Valid
18 0,208 .459 Valid 43 0,208 .500 Valid 68 0,208 .258 Valid
19 0,208 .273 Valid 44 0,208 .370 Valid 69 0,208 .424 Valid
20 0,208 .323 Valid 45 0,208 .217 Valid 70 0,208 .416 Valid
21 0,208 .274 Valid 46 0,208 .464 Valid 71 0,208 .379 Valid
22 0,208 .381
Valid 47 0,208 .304
Valid 72 0,208 .366
Valid
23 0,208 .338 Valid 48 0,208 .205 Valid 73 0,208 .263 Valid
24 0,208 .227 Valid 49 0,208 .428 Valid 74 0,208 .243 Valid
25 0,208 .366 Valid 50 0,208 .228 Valid 75 0,208 Valid
2. Penentuan nilai kritis.
Dalam penentuan ini, tingkat
signifikasi () yang digunakan
adalah 5 persen dengan nilai kritis
diperoleh r tabel (64 ; 0,05) = 0,208.
3. Mencari r hitung.
Untuk r hitung masing-masing item dapat
dilihat pada kolom corrected item-total
correlation dari hasil perhitungan SPSS 16.0
for windows.
4. Kriteria pengujian.
Menerima H0 jika r hitung< r tabel.
Menolak H0 dan menerima H1 jika r hitung> r
tabel.
Hasil pengujian validitas konstrak kuesioner
yang valid dapat dilihat pada tabel 6 di bawah
ini:
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid
jika pertanyaan pada kuesioner mampu
untuk mengungkapkan sesuatu yang akan
diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi
validitas ingin mengukur apakah
pertanyaan dalam kuesioner yang sudah
kita buat betul-betul dapat mengukur apa
yang hendak kita ukur.
Uji validitas kuesioner dapat
dilakukan dengan langkah-langkah
pengujian sebagai berikut:
1. Perumusan hipotesis.
H0 = Skor butir berkorelasi positif
dengan skor faktor.
H1 = Skor butir tidak berkorelasi positif
dengan skor faktor.
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
Widaryanti
123 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Hasil Uji Beda
Tabel 7
Hasil Uji Independen Sample t-test Intensi
Kewirausahaan berdasarkan Gender
Sumber : Data primer yang diolah
Output SPSS memberikan nilai t hitung
sebesar 2,849 dengan probabilitas signifikansi
0,000. Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata
intense kewirausahaan berbeda secara signifikan
antara mahasiswa yang berjenis kelamin wanita dan
laki-laki. Berdasarkan nilai mean intense
kewirausahaan wanita lebih tinggi dari laki-laki.
Temuan ini memperkuat hasil penelitian Brush and
Chaganti (1999) yang menunjukkan bahwa
mahasiswa wanita memiliki sikap kewirausahaan
yang lebih tinggi dari laki-laki, namun tidak
mendukung penelitian Harris (2008) yang
menyatakan bahwa mahasiswa laki-laki memiliki
sikap kewirausahaan yang lebih tinggi dari wanita.
Hal ini dikarenakan mahasiswa wanita lebih
memiliki kemampuan inovasi dan mau mencoba hal
baru terutama untuk bisnis retail dan sektor jasa
(Bosma dan Harding, 2006).
Tabel 8
Hasil Uji Independen Sample t-test
Intensi Kewirausahaan berdasarkan Pendidikan
Sumber : Data primer diolah
Output SPSS memberikan nilai t hitung
sebesar 2,696 dengan probabilitas signifikansi
0,010. Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata
intense kewirausahaan berbeda secara signifikan
antara mahasiswa yang berpendidikan SMK dan
SMU. Berdasarkan nilai mean intense
kewirausahaan mahasiswa yang berpendidikan
SMK lebih tinggi dari mahasiswa yang
berpendidikan SMU. Temuan ini memperkuat hasil
penelitian Harris (2008) yang menunjukkan bahwa
intensi kewirausahaan mahasiswa yang berlatar
belakang bisnis lebih tinggi dari mahasiswa yang
berlatar belakang non bisnis, namun temuan ini
tidak mendukung penelitian Hatten and Ruhland
(1995). Hal ini karena mahasiswa dari SMK dalam
kurikulumnya terdapat mata pelajaran magang.
mean T df Sig.
Gender 2,
849
26 0,0
00
Wanita 586,07
Laki-
laki 573,52
Mean T df Sig.
Pendidi
kan
2,696 63 0,010
SMK 610,83
SMU 582,19
Pengalaman magang ini tidak hanya mengenalkan
mahasiswa pada dunia kerja, namun juga
melengkapi mahasiswa dengan pengalaman
pengembangan suatu bisnis.
Tabel 9
Hasil Uji Independen Sample t-test
Intensi Kewirausahaan berdasarkan
Pengalaman
Sumber : Data primer yang diolah
Output SPSS memberikan nilai t hitung
sebesar 2,373 dengan probabilitas signifikansi
0,000. Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata
intense kewirausahaan berbeda secara signifikan
antara mahasiswa yang pernah punya pengalaman
dan yang tidak pernah punya pengalaman.
Berdasarkan nilai mean intense kewirausahaan
mahasiswa yang pernah punya pengalaman lebih
tinggi dari yang tidak pernah punya pengalaman.
Temuan ini memperkuat hasil penelitian Harris
(2008) yang menunjukkan bahwa mahasiswa yang
pernah punya pengalaman ikut bisnis berbeda
intensi kewirausahaannya dengan mahasiswa yang
tidak pernah punya pengalaman. Hal ini
memperlihatkan bahwa mahasiswa yang pernah ikut
suatu usaha, lebih tertarik sisi lain dari bisnis yaitu
kepuasan memiliki bisnis sendiri karena dapat
mempunyai kompensasi keuangan yang besar dan
jadwal kerja yang bisa diatur sendiri.
Daftar Pustaka
Aldrich, H., dan C. Zimmer, 1986.
„Entrepreneurship Through Social
Network‟, in D. L. Sexton and R. W.
Smilor (eds.) The Art and Science of
Entrepreneurship, Cambridge: Ballinger
Publishing.
Bandura, A., 1977. Social Learning Theory,
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice
Hall.
Bandura, A., 1986. The Social Foundation of
Tought and Action, Englewood Cliffs, NJ:
Prentice-Hall.
Choo, S., dan M. Wong, 2006. “Entrepreneurial
Intention: Triggers and Barriers to New
Venture Creations in Singapore”.
Singapore Management Review Vol. 28
No. 2, 47-64.
Cromie, S., 2000. “Assessing Entrepreneurial
Mean T df Sig.
PENGA
LAMAN 2,373 63 0
Pernah 617,78
Tidak
pernah 572,75
Widaryanti
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
124 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
No. 3, 283-304
Kristiansen, S, 2002b. “Competition and Knowledge
in Javanese Rural Business‟. Singapore
Journal of Tropical Geography Vol. 23
No. 1, 52-70.
Kristiansen, S., B. Furuholt, dan F. Wahid, 2003.
“Internet Cafe Entrepreneurs: Pioneers in
Information Dissemination in Indonesia”.
The International Journal of
Entrepreneurship and Innovation Vol. 4
No. 4, 251-263.
Krueger, N. F. dan A. L. Carsrud, 1993.
“Entrepreneurial Intentions: Applying The
Theory of Planned Behavior”.
Entrepreneurship & Regional Development
Vol. 5 No. 4, 315-330.
Lee, J., 1997. “The Motivation of Women
Entrepreneurs in Singapore”. International
Journal of Entrepreneurial Behaviour and
Research Vol. 3 No. 2, 93-110.
Marsden, K., 1992. “African Entrepreneurs –
Pioneer of Development”. Small Enterprise
Development Vol. 3 No. 2, 15-25.
Mazzarol, T., T. Volery, N. Doss, dan V. Thein,
1999. “Factors Influencing Small Business
Start-Ups”. International Journal of
Entrepreneurial Behaviour and Research
Vol. 5 No. 2, 48-63.
McClelland, D., 1961. The Achieving Society,
Princeton, New Jersey: Nostrand.
McClelland, D., 1971. The Achievement Motive in
Economic Growth, in: P. Kilby (ed.)
Entrepreneurship and Economic
Development, New York The Free Press
Mathews, C. H. dan S. B. Moser, 1996. “A
longitudinal Investigation of The Impact of
Family Background and Gender on Interest
in Small Firm Ownership”. Journal of
Small Business Management Vol, 34 No. 2,
29-43.
Mead, D. C. dan C. Liedholm, 1998. “The
Dynamics of Micro and Small Enterprise in
Developing Countries”. World
Development Vol. 26 No. 1, 61-74.
Meier, R. dan M. Pilgrim, 1994. “Policy-Induced
Constraints on Small Enterprise
Development in Asian Developing
Countries”. Small Enterprise Development
Vol. 5 No. 2, 66-78.
Nunally, J. C., 1978. Psychometric Theory. New
York: McGraw-Hill.
Remenyi, D., B. Williams, A. Money, dan E.
Swartz, 2000. Doing Research in Business
and Management: An Introduction to
Process and Method. London: Sage
Publications.
Reynolds, P. D., M. Hay, W. D. Bygrave, S. M.
Camp, dan E. Aution, 2000. “Global
Entrepreneurship Monitor: Executive
Inclinations: Some Approaches and
Empirical Evidence”. European Journal of
Work and Organizational Psychology Vol.
9 No1, 7-30.
Dalton, dan Holloway, 1989. “Preliminary Findings:
Entrepreneur Study”. Working Paper,
Brigham Young University.
Duh, M., 2003. “Family Enterprises as an Important
Factor of The Economic Development: The
Case of Slovenia”. Journal of Enterprising
Culture Vol. 11 No 2, 111-130.
Global Entrepreneurship Monitor (GEM) Report,
2006. London Business School.
Giles, M., dan A. Rea, 1970. “Career Self-Efficacy:
An Application of The Theory of Planned
Behavior”. Journal of Occupational &
Organizational Psychology Vol. 73 No. 3,
393-399.
Gorman, G., D. Hanlon, dan W. King, 1997.
“Entrepreneurship Education: The
Australian Perspective for The Nineties”.
Journal of Small Business Education Vol.
No. 9, 1-14.
Gujarati, D., 1995. Basic Econometrics, New York:
McGraw-Hill.
Hacket, G. dan N. E. Betz, 1986. “Application of
Self-Efficacy Theory to Understanding
Career Choice Behavior”. Journal of Social
Clinical and Phsycology Vol. 4 No 3, 279-
289.
Helms, Marilyn M., 2003. “Japanese Managers:
Their Candid Views on Entrepreneurship”.
CR Vol. 13 No.1, 24-34.
Indarti, N., 2004. “Factors Affecting Entrepreneurial
Intentions among Indonesian Students”.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 19 No. 1,
57-70.
Katz, J., dan W. Gartner, 1988. “Properties of
Emerging Organizations”. Academy of
Management Review Vol. 13 No. 3, 429-
441.
Kolvereid, L., 1996. “Prediction of Employment
Status Choice Intentions”.
Entrepreneurship Theory and Practice
Vol. 21 No. 1, 47-57.
Kourilsky, M. L. dan W. B. Walstad, 1998.
“Entrepreneurship and Female Youth:
Knowledge, Attitude, Gender Differences,
and Educational Practices”. Journal of
Business Venturing Vol. 13 No. 1, 77-88.
Kristiansen, S., 2001. “Promoting African Pioneers
in Business: What Makes a Context
Conducive to Small-Scale
Entrepreneurship?”. Journal of
Entrepreneurship Vol. 10 No. 1, 43-69.
Kristiansen, S, 2002a. “Individual Perception of
Business Contexts: The Case of Small-
Scale Entrepreneurs in Tanzania”. Journal
of Developmental Entrepreneurship Vol. 7
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
Widaryanti
125 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Report”. A Research Report from Babson
College, Kauffman Center for
Entrepreneurial Leadership, and London
Business School.
Sabbarwal, 1994. “Determinants of Entrepreneurial
Start-Ups: A Study of Industrial Units in
India”. Journal of Entrepreneurship Vol. 3
No. 1, 69-80.
Scapinello, K. F., 1989. “Enhancing Differences in
The Achievement Attributions of High and
Low Motivation Groups”. Journal of
Social Psychology Vol. 129 No. 3, 357-
363.
Schiller, B.R., dan P. E. Crewson, 1997.
“Entrepreneurial Origins: A Longitudinal
Inquiry”. Economic Inquiry Vol. 35 No. 3,
523–531.
Scott, M. dan D. Twomey, 1988. “The Long-Term
Supply of Entrepreneurs: Students` Career
Aspirations in Relation to
Entrepreneurship”. Journal of Small
Business Management Vol. 26 No 4, 5-13.
Sengupta, S. K. dan S. K. Debnath, 1994. “Need for
Achievement and Entrepreneurial Success:
A Study of Entrepreneurs in Two Rural
Industries in West Bengal”. The Journal of
Entrepreneurship Vol. 3 No 2, 191-204.
Sinha, T. N., 1996. “Human Factors in
Entrepreneurship Effectiveness”. Journal
of Entrepreneurship Vol. 5 No. 1, 23-29.
Singh, K.A., dan K. V. S. M. Krishna, 1994.
“Agricultural Entrepreneurship: The
Concept and Evidence”. Journal of
Entrepreneurship Vol. 3 No. 1, 97-111.
Steel, D., 1994. “Changing The Institutional and
Policy Environment for Small Enterprise
Development in Africa”. Small Enterprise
Development Vol. 5 No. 2, 4-9.
Swierczek, F. W., dan T. T. Ha, 2003.
“Entrepreneurial Orientation, Uncertainty
Avoidance and Firm Performance: An
Analysis of Thai and Vietnamese
SMEs”.International Journal of Entrepreneurship and Innovation Vol. 4
No. 1, 46-58.
Tkachev, A., dan L. Kolvereid, 1999. “Self-
Employment Intentions among Russian
Students”. Entrepreneurship & Regional
Development Vol. 11, No. 3, 269-280.
Widaryanti
Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Kasus Pada Pts X Di Semarang)
126 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Kata Kunci: Faktor internal,
faktor eksternal,
penghentian
premature prosedur
audit
Keywords: Internal factors,
eksternal factors,
premature sign-off
audit procedures.
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh faktor internal dan
eksternal auditor terhadap penghentian prematur atas prosedur audit.
Faktor internal auditor yang diuji dalam penelitian ini adalah lokus
kendali, self esteem, equity sensitivity, keahlian dan pengalaman auditor.
Sedangkan faktor eksternal auditor yang diuji dalam penelitian ini adalah
tekanan waktu, tekanan ketaatan, risiko deteksi, materialitas, serta
prosedur review dan kontrol kualitas. Responden dalam penelitian ini
adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jawa
Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Data primer yang digunakan
dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang
disampaikan langsung kepada responden. Penentuan sampel dilakukan
dengan metode purposive sampling, dimana dari 100 kuesioner yang
disebarkan, hanya 85 kuesioner yang dapat dianalisis. Pengujian hipotesis
dilakukan dengan Perfect Statistics Proffesionally Presented (PSPP). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku penghentian prematur atas
prosedur audit dipengaruhi oleh lokus kendali, keahlian auditor,
pengalaman auditor, tekanan waktu, tekanan ketaatan, risiko deteksi,
materialitas, serta prosedur review dan kontrol kualitas. Sedangkan self
esteem dan equity sensitivity tidak berpengaruh terhadap penghentian
prematur atas prosedur audit.
Abstract The purpose of this study is to examine the influence of internal factors and
external auditors to premature sign-off audit procedures. Auditor internal
factors tested in this study is the locus of control, self esteem, equity
sensitivity, audit skill, and audit experience. While external factors tested
in this study were time pressure, obedience pressure, detection risk,
materiality, and review procedures and quality control. Respondents in this
research are the auditor who works at public accounting firm in Central
Java and Yogyakarta. The primary data used in this study were collected
through a questionnaire submitted directly to the respondents.
Determination of the samples were done by purposive sampling method,
where the 100 questionnaires distributed, only 85 questionnaires could be
used for analysis. Hypothesis testing was performed using Perfect
Statistics Professionally Presented (PSPP). The results of this study
indicate that the behavior of premature sign-off audit procedures is
affected by the locus of control, audit skill, audit experience, time pressure,
obedience pressure, detection risk, materiality, and review procedures and
quality control. Variables of self esteem and equity sensitivity did not have
any significant impact to the behavior of premature sign-off audit
procedures.
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL AUDITOR
TERHADAP PENGHENTIAN PREMATUR ATAS PROSEDUR AUDIT
(STUDI EMPIRIS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI JAWA
TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)
Nita Andriyani Budiman
Universitas Muria Kudus
Email : [email protected]
127 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Pendahuluan
Bankir, analis laporan keuangan dan
pemegang saham akan membuat keputusan
mengenai suatu pinjaman dan investasi
yang akan dilakukannya berdasarkan
laporan keuangan. Oleh karena itu, laporan
keuangan harus menyediakan informasi
yang obyektif tentang kondisi keuangan
sebuah perusahaan. Agar laporan keuangan
teruji secara independen dan dapat
diandalkan oleh para pengambil keputusan,
laporan keuangan harus diaudit oleh
akuntan publik.
Audit atas laporan keuangan
merupakan bagian dari jasa penjaminan
yang diberikan Kantor Akuntan Publik
(KAP) kepada sebuah perusahaan. Jasa
penjaminan ini memiliki nilai karena
pemberi jaminan bersifat independen dan
tidak bias dengan informasi yang
diperiksanya. Perusahaan diwajibkan untuk
meminta pendapat audit dari auditor
terhadap laporan keuangan yang akan
dipublikasikan kepada masyarakat luas. Hal
tersebut dilakukan sebagai bentuk
penjaminan atas kepercayaan publik
kepada perusahaan. Dengan adanya
pelaksanaan jasa penjaminan diharapkan
auditor dapat meningkatkan kualitas
informasi melalui peningkatan kepercayaan
dalam hal keandalan dan relevansi
informasi yang digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan.
Pelaksanaan audit yang baik harus
berdasarkan pada prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum. Agar laporan audit
yang dihasilkan dapat berkualitas dalam
pengambilan keputusan, auditor harus
benar-benar melaksanakan prosedur audit
sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP). Akan tetapi,
fenomena perilaku yang dapat mengurangi
kualitas audit yang dilakukan oleh auditor
pada saat melakukan audit semakin banyak
terjadi (Alderman dan Deitrick, 1982;
Margheim dan Pany, 1986; Raghunathan,
1991; Malone dan Roberts, 1996; Reckers
et al., 1997; Coram et al., 2000;
Heriningsih, 2001; Donnelly et al., 2003;
Radtke dan Tervo, 2004; Soobaroyen dan
Chengabroyan, 2006; Weningtyas dkk,
2006).
Pengurangan kualitas dalam audit
diartikan oleh Coram et al. (2004) sebagai
pengurangan mutu yang dilakukan dengan
sengaja oleh auditor dalam suatu proses
audit. Pengurangan mutu tersebut dapat
dilakukan auditor melalui tindakan seperti
auditor yang mengurangi jumlah sampel
audit, melakukan review yang kurang
mendalam terhadap dokumen klien, tidak
memperluas pemeriksaan ketika terdapat
item yang kurang jelas, atau auditor
memberikan pendapat audit saat semua
prosedur audit yang disyaratkan belum
dilakukan secara lengkap.
Penelitian yang dilakukan oleh
Malone dan Roberts (1996) dan Coram et
al. (2004) mengemukakan bahwa salah satu
bentuk perilaku auditor yang dapat
mengurangi kualitas audit adalah
penghentian prematur atas prosedur audit
(premature sign-off audit procedures).
Praktik penghentian prematur atas prosedur
audit ini terjadi ketika auditor
mendokumentasikan prosedur audit secara
lengkap tanpa benar-benar melakukannya
atau mengabaikan atau bahkan tidak
melakukan beberapa prosedur audit yang
Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
128 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
disyaratkan akan tetapi auditor dapat
memberikan pendapat audit atas suatu
laporan keuangan (Shapeero et al., 2003).
Praktik penghentian prematur atas
prosedur audit ini akan berdampak terhadap
kualitas audit yang akan dihasilkan oleh
auditor. Praktik tersebut juga dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan
tuntutan hukum terhadap auditor. Jika salah
satu atau beberapa langkah dalam prosedur
audit dihilangkan, maka probabilitas
auditor dalam membuat keputusan dan
pendapat audit yang salah akan semakin
tinggi. Praktik penghentian prematur atas
prosedur audit ini juga dapat
mengakibatkan informasi yang telah
dikumpulkan oleh auditor menjadi tidak
valid, tidak akurat, dan secara langsung
dapat mengancam reliabilitas laporan
keuangan yang telah diaudit. Selain itu,
praktik tersebut cenderung dapat
menurunkan kepercayaan publik terhadap
profesi auditor dan akhirnya dapat
mematikan profesi auditor itu sendiri
(Otley dan Pierce, 1995).
Kualitas audit diartikan oleh
DeAngelo (1981) sebagai kemungkinan
seorang auditor untuk dapat menemukan
dan melaporkan pelanggaran yang terjadi
dalam sistem akuntansi klien.
Kemungkinan untuk dapat menemukan
pelanggaran tergantung pada keahlian dan
independensi diri seorang auditor.
Penemuan-penemuan terhadap pelanggaran
harus didukung oleh bukti kompeten yang
cukup agar laporan yang disampaikan atau
pendapat audit yang dihasilkan dapat
dipertanggungjawabkan kepada klien. Jika
auditor ingin memperoleh bukti kompeten
yang cukup, maka auditor harus
melaksanakan prosedur audit yang
diperlukan dengan benar dan lengkap
(Heriningsih, 2001).
Perkembangan terakhir dalam
bidang pengauditan memperlihatkan
adanya sinyal ketidakpuasan para pengguna
laporan keuangan terhadap kualitas audit.
Kondisi tersebut merupakan masalah yang
memerlukan perhatian yang berkelanjutan
dari para praktisi maupun organisasi profesi
agar auditor dapat mempertahankan
kualitas pekerjaan auditnya. Menurut
Malone dan Roberts (1996), perilaku
penghentian prematur atas prosedur audit
yang dilakukan oleh auditor dapat
disebabkan oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal merupakan
kepribadian dan kepercayaan diri yang
terdapat dalam diri seorang auditor,
sedangkan faktor eksternal diartikan
sebagai salah satu komponen etika yang
harus dijaga dan ditaati oleh auditor pada
saat melakukan audit.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui apakah faktor internal
seperti lokus kendali, self esteem, equity
sensitivity, keahlian auditor, dan
pengalaman auditor serta faktor eksternal
seperti tekanan waktu, tekanan ketaatan,
risiko deteksi, materialitas serta prosedur
review dan kontrol kualitas dapat
mempengaruhi penghentian prematur atas
prosedur audit dengan sampel penelitian
adalah auditor yang bekerja pada KAP di
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta yang umumnya masih berskala
kecil dan memiliki keterbatasan dalam hal
penerimaan klien. Penelitian ini juga ingin
mengetahui seberapa besar pengaruh
auditor yang bekerja di KAP berskala kecil
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Nita Andriyani Budiman
129 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
yang memiliki keterbatasan sumber daya
terhadap praktik penghentian prematur atas
prosedur audit.
Tinjauan Pustaka
Penghentian Prematur atas Prosedur
Audit
Dalam melaksanakan pekerjaan
auditnya, auditor diwajibkan untuk
menggunakan kemahiran profesionalnya
secara cermat dan seksama. Menurut
Malone dan Robert (1996), kualitas kerja
auditor dapat ditunjukkan dari seberapa
jauh seorang auditor untuk dapat
melaksanakan prosedur-prosedur audit
yang tercantum dalam audit program.
Prosedur audit tersebut meliputi langkah-
langkah yang harus dilakukan oleh auditor
pada saat melakukan audit atas suatu
laporan keuangan.
Perilaku penghentian prematur atas
prosedur audit sangat berpengaruh secara
langsung terhadap laporan audit yang akan
dihasilkan oleh auditor. Jika salah satu
langkah dalam prosedur audit dihilangkan,
maka auditor berkemungkinan akan
membuat keputusan audit yang salah. Hal
tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Malone dan Robert (1996)
yang mengemukakan bahwa penghentian
prematur atas prosedur audit adalah sebagai
salah satu perilaku yang dapat mengurangi
kualitas audit.
Menurut Marxen (1990) dalam
Sososutikno (2003), penghentian prematur
atas prosedur audit merupakan suatu
keadaan dimana auditor menghentikan satu
atau beberapa langkah yang diperlukan
dalam proses audit tanpa menggantinya
dengan langkah lain. Sedangkan dalam
penelitian Shapeero et al. (2003)
menyimpulkan bahwa kegagalan audit
sering disebabkan karena penghapusan
prosedur audit yang penting daripada
prosedur audit yang tidak dilakukan secara
memadai pada saat melakukan pekerjaan
audit.
Serangkaian prosedur audit yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah
beberapa prosedur audit yang telah
ditetapkan dalam SPAP yang mudah untuk
dilakukan praktik penghentian prematur.
Prosedur audit tersebut antara lain:
pemahaman bisnis dan industri klien (PSA
No. 67), pertimbangan pengendalian
internal (PSA No. 69), review kinerja
internal auditor klien (PSA No. 33),
pengujian substantif (PSA No. 05),
prosedur analitik (PSA No. 22), proses
konfirmasi (PSA No. 07), representasi
manajemen (PSA No. 17), pengujian
pengendalian teknik audit berbantuan
komputer (PSA No. 59), sampling audit
(PSA No. 26), dan perhitungan fisik
sediaan dan kas (PSA No. 07).
Penelitian Alderman dan Deitrick
(1982) dalam studinya pada auditor yang
bekerja di KAP delapan besar
menunjukkan bahwa 31% dari
respondennya berpersepsi bahwa
penghentian prematur atas prosedur audit
telah terjadi dan merupakan akibat dari
supervisi yang tidak mencukupi, adanya
tekanan waktu dan masalah auditor yang
tidak menanyakan representasi klien.
Praktik tersebut lebih banyak dilakukan
pada level partner dan lebih sering terjadi
pada tahap review dan pengujian sistem
pengendalian internal klien.
Penelitian Raghunathan (1991)
Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
130 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
mengungkapkan bahwa 55% dari auditor
yang bekerja di KAP delapan besar pernah
melakukan praktik penghentian prematur
atas prosedur audit yang paling umum
terjadi pada tahap prosedur analitik.
Sedangkan menurut penelitian Heriningsih
(2001) mengungkapkan bahwa lebih dari
50% dari respondennya telah melakukan
praktik penghentian prematur atas prosedur
audit dan prosedur yang paling sering
dihentikan adalah mengurangi jumlah
sampel yang telah direncanakan, sedangkan
yang paling jarang dihentikan secara
prematur adalah konfirmasi kepada pihak
ketiga.
Lokus Kendali (Locus of Control)
Lokus kendali adalah suatu konsep
yang menunjuk pada keyakinan individu
mengenai sumber kendali akan peristiwa-
peristiwa yang terjadi dalam hidupnya
(Larsen dan Buss, 2002). Sedangkan
menurut Greenhalgh dan Rosenblatt
(1984), lokus kendali didefinisikan sebagai
keyakinan masing-masing pegawai tentang
kemampuannya untuk dapat mempengaruhi
semua kejadian yang berkaitan dengan diri
dan pekerjaannya.
Teori lokus kendali menggolongkan
individu apakah termasuk dalam lokus
kendali internal atau eksternal. Individu
yang memiliki lokus kendali internal
percaya bahwa kejadian-kejadian yang ada
pada diri mereka adalah dibawah
pengendalian mereka sendiri dan mereka
memiliki komitmen terhadap tujuan
organisasi yang lebih besar dibandingkan
dengan individu yang memiliki lokus
kendali eksternal. Individu yang memiliki
lokus kendali eksternal adalah individu
yang percaya bahwa mereka tidak dapat
mengontrol kejadian-kejadian dan hasil
yang ada pada diri mereka (Donnelly et al.,
2003).
Penelitian-penelitian terdahulu telah
menunjukkan suatu hubungan yang kuat
dan positif diantara individu yang termasuk
dalam lokus kendali eksternal dengan suatu
keinginan untuk menggunakan penipuan
atau manipulasi guna memperoleh tujuan-
tujuan pribadinya (Donnelly et al., 2003).
Hasil dari penelitian Mudrack (1989) dalam
Donnelly et al. (2003) menyimpulkan
bahwa penggunaan manipulasi, penipuan
atau taktik menjilat atau mencari muka
dapat menggambarkan suatu usaha dari
lokus kendali eksternal untuk
mempertahankan pengaruh mereka
terhadap lingkungan yang kurang ramah.
Dalam konteks auditing, auditor
yang melakukan tindakan manipulasi atau
penipuan akan terwujud dalam bentuk
perilaku penyimpangan dalam audit, seperti
perilaku penghentian prematur atas
prosedur audit. Perilaku tersebut dilakukan
auditor sebagai bentuk pertahanan mereka
agar dapat bertahan di lingkungan auditnya.
Formulasi hipotesis yang digunakan untuk
membuktikan pengaruh lokus kendali
terhadap penghentian prematur atas
prosedur audit adalah sebagai berikut:
H1: Lokus kendali berpengaruh terhadap
penghentian prematur atas prosedur
audit.
Self Esteem
Self esteem adalah suatu keyakinan
nilai diri sendiri berdasarkan evaluasi diri
secara keseluruhan (Robert dan Angelo,
2000). Menurut Robbin (1996), self esteem
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Nita Andriyani Budiman
131 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
merupakan suatu variabel kepribadian yang
mengukur derajat suka atau tidak suka
seorang individu terhadap dirinya sendiri.
Setiap individu memiliki self esteem yang
berbeda-beda dimana mereka melihat diri
mereka sendiri apakah berharga, mampu
dan dapat diterima di lingkungan sekitar
atau tidak.
Individu yang memiliki self esteem
rendah memandang diri mereka sendiri
dalam pemahaman yang negatif. Mereka
tidak merasa baik dengan diri mereka
sendiri dan dipenuhi rasa tidak percaya
akan kemampuan yang dimilikinya.
Individu yang memiliki self esteem rendah
adalah individu yang mudah terpengaruh
oleh orang lain dan hanya bergantung pada
orang lain, sehingga mereka melakukan
sesuatu hanya dengan meniru orang yang
dihormati dan dianggap benar meskipun
orang yang diikuti tersebut belum tentu
benar.
Individu yang memiliki self esteem
tinggi adalah individu yang memiliki
komitmen atau prinsip hidup yang lebih
baik dalam melakukan segala hal untuk
mencapai tujuannya (Malone dan Robert,
1996). Individu tersebut dapat mengatasi
kegagalan dengan lebih baik karena mereka
mempunyai sifat optimis dan tingkat
kecemasan yang rendah daripada individu
yang memiliki self esteem rendah.
Self esteem berhubungan dengan
depresi, kecemasan dan motivasi yang
terjadi pada setiap individu. Lusch dan
Serpkenci (1990) menyatakan bahwa self
esteem berhubungan dengan tekanan kerja.
Seseorang yang mempunyai self esteem
rendah berkemungkinan akan mengalami
tekanan dalam lingkungan kerjanya.
Sedangkan Sager (1991) mengungkapkan
bahwa seseorang dengan self esteem tinggi
merasa yakin akan kemampuan dan
keahlian yang dimilikinya dan diharapkan
memiliki tekanan kerja yang rendah.
Seorang auditor yang memiliki self
esteem rendah cenderung tidak
berkomitmen lebih baik dalam melakukan
pekerjaan auditnya. Auditor tersebut
merasa mengalami tekanan kerja yang
tinggi, sehingga ada kecenderungan bagi
auditor yang memiliki self esteem rendah
untuk melakukan penghentian prematur
atas prosedur audit. Berdasarkan uraian di
atas, maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H2: Self esteem berpengaruh terhadap
penghentian prematur atas prosedur
audit.
Equity Sensitivity
Karakteristik-karakteristik
individual yang berbeda dapat
menyebabkan perilaku yang berbeda pula
dalam memandang suatu keadilan yang
dirasakan seseorang dibandingkan dengan
orang lain. Equity sensitivity mencoba
menjelaskan perbedaan perilaku etis dan
tidak etis yang disebabkan oleh
karakteristik individual (Fauzi, 2001).
Menurut Adams (1963) dalam Fauzi
(2001), teori keadilan menjelaskan
seseorang akan menilai hubungannya
dengan menganalisa apa yang ia berikan
dan apa yang ia terima dari hubungan
tersebut untuk dibandingkan dengan apa
yang diberikan dan apa yang diterima
orang lain dari hubungan tersebut.
Berdasarkan perspektif teori
keadilan yang dikemukakan oleh Adams
Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
132 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
(1963) dalam Fauzi (2001) menunjukkan
bahwa seorang individu berusaha untuk
menemukan keseimbangan antara apa yang
ia dapat dari organisasi dengan kontribusi
apa yang ia berikan kepada organisasi.
Terdapat tiga tipe individu tentang teori
keadilan yang dikembangkan oleh Adams
(1963) dalam Fauzi (2001), yaitu: a)
benevolents: individu yang merasa adil
ketika apa yang ia berikan kepada
organisasi lebih besar daripada apa yang ia
terima dari organisasi, b) equity sensitives:
individu yang merasa adil ketika apa yang
ia berikan kepada organisasi sama dengan
apa yang ia terima dari organisasi, dan c)
entitleds: individu yang merasa adil ketika
apa yang ia terima dari organisasi lebih
besar daripada apa yang ia berikan kepada
organisasi.
Individu yang berada ditengah-
tengah benevolents dan entitleds adalah
equity sensitives yang sama-sama
menitikberatkan pada pekerjaan yang
maksimal dan mencapai penghargaan yang
diinginkannya. Individu yang termasuk
kategori benevolents akan merasa puas
ketika ia dapat memberikan sumbangan
kepada organisasi lebih besar dibandingkan
dengan apa yang ia dapatkan dari
organisasi. Dengan demikian, individu
benevolents tidak terlalu mengejar
penghargaan seperti kecenderungan yang
dilakukan oleh individu entitleds yang lebih
mementingkan apa yang ia dapat dari
organisasi daripada apa yang ia berikan
kepada organisasi.
Seorang auditor dengan tipe entitleds
cenderung melakukan hal-hal yang kurang
etis untuk mencapai apa yang
diinginkannya dibandingkan auditor
dengan tipe benevolents. Auditor yang
termasuk tipe entitleds cenderung
mengabaikan salah satu prosedur audit atau
menghentikan prosedur audit yang sudah
ditetapkan hanya untuk mencapai apa yang
diinginkannya tersebut. Berdasarkan
penjelasan di atas, maka formulasi
hipotesis yang diajukan adalah sebagai
berikut:
H3: Equity sensitivity berpengaruh terhadap
penghentian prematur atas prosedur
audit.
Keahlian Auditor
Keahlian auditor dalam melakukan
audit menunjukkan tingkat kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki oleh auditor.
Auditor harus memiliki keahlian yang
diperlukan dalam tugasnya, keahlian ini
meliputi keahlian mengenai audit yang
mencakup antara lain: merencanakan,
menyusun, dan melaksanakan program
kerja pemeriksaan, menyusun kertas kerja
pemeriksaan, menyusun berita
pemeriksaan, dan laporan hasil
pemeriksaan (Praptomo, 2002).
Keahlian merupakan unsur penting
yang harus dimiliki oleh seorang auditor
independen untuk bekerja sebagai tenaga
yang profesional. Sifat-sifat profesional
adalah kondisi kesempurnaan teknik yang
dimiliki seseorang melalui latihan dan
belajar selama bertahun-tahun yang
berguna untuk mengembangkan teknik
tersebut serta keinginan untuk mencapai
kesempurnaan dan keunggulan
dibandingkan rekan sejawatnya. Jasa yang
diberikan kepada klien harus diperoleh
dengan cara-cara profesional yang didapat
dengan belajar, latihan, pengalaman, dan
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Nita Andriyani Budiman
133 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
penyempurnaan keahlian audit.
Waspodo (2007) menyatakan
auditor yang berpendidikan tinggi akan
mempunyai pandangan yang lebih luas
mengenai berbagai hal selama melakukan
audit. Mayangsari (2003) menjelaskan
bahwa auditor yang mempunyai
pemahaman dan pengetahuan yang lebih
baik atas laporan keuangan akan lebih
mampu memberi penjelasan yang masuk
akal atas kesalahan-kesalahan dalam
laporan keuangan. Dengan semakin banyak
keahlian yang dimiliki oleh auditor, maka
auditor akan semakin mengetahui berbagai
masalah audit secara lebih mendalam dan
berkecenderungan melakukan penghentian
prematur atas prosedur audit yang sudah
ditetapkan. Hipotesis yang diajukan adalah
sebagai berikut:
H4: Keahlian auditor berpengaruh terhadap
penghentian prematur atas prosedur
audit.
Pengalaman Auditor
Gusnardi (2003) mengemukakan
bahwa pengalaman auditor dapat diukur
dari jenjang jabatan dalam struktur tempat
auditor bekerja, tahun pengalaman,
keahlian yang dimiliki auditor yang
berhubungan dengan audit, serta pelatihan-
pelatihan yang pernah diikuti auditor
tentang audit. Masalah penting yang
berhubungan dengan pengalaman auditor
akan berkaitan dengan tingkat ketelitian
auditor. Auditor yang berpengalaman
biasanya lebih dapat mengingat kesalahan
atau kekeliruan yang tidak wajar dan lebih
selektif terhadap informasi yang relevan
dibandingkan dengan auditor yang kurang
berpengalaman (Meidawati, 2001, dalam
Hartono, 2014).
Praktik-praktik dalam bidang
auditing dapat menjadi sarana
pembelajaran dan pengalaman bagi auditor.
Auditor yang berpengalaman dapat
memperhatikan tingkat perhatian selektif
yang lebih tinggi terhadap prosedur audit
jika dibandingkan dengan auditor yang
tidak berpengalaman. Berdasarkan uraian
di atas dapat dihipotesiskan sebagai
berikut:
H5: Pengalaman auditor berpengaruh
terhadap penghentian prematur atas
prosedur audit.
Tekanan Waktu (Time Pressure)
Auditor dituntut untuk melakukan
efisiensi waktu dan biaya dalam
melaksanakan audit dan hal ini dapat
menimbulkan tekanan waktu bagi auditor.
Heriningsih (2001) membagi tekanan
waktu menjadi dua dimensi antara lain:
tekanan menyelesaikan audit tepat waktu
(time deadline pressure) dan tekanan
anggaran waktu (time budget pressure).
Fungsi anggaran dalam KAP adalah
sebagai dasar estimasi biaya audit, alokasi
staf ke masing-masing pekerjaan, dan
evaluasi kinerja staf auditor dalam
menyelesaikan audit (Waggoner dan
Chasell, 1991). Tekanan waktu yang
diberikan oleh KAP kepada auditornya
bertujuan untuk mengurangi biaya audit.
Semakin cepat waktu pengerjaan audit,
maka biaya pelaksanaan audit akan
semakin kecil. Keberadaan tekanan waktu
ini akan memaksa auditor untuk
menyelesaikan pekerjaan audit secepat
mungkin atau sesuai dengan anggaran
waktu yang telah ditetapkan.
Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
134 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Efek samping yang dapat
merugikan publik akibat dari alokasi waktu
audit yang sangat ketat adalah
memunculkan perilaku yang dilakukan oleh
auditor yang akan berdampak terhadap
kualitas audit yang dihasilkannya seperti
penurunan tingkat pendeteksian dan
penyelidikan aspek kualitatif salah saji,
auditor gagal meneliti prinsip-prinsip
akuntansi, auditor melakukan review yang
kurang mendalam terhadap dokumen,
auditor kurang jelas dalam menerima
penjelasan dari klien, dan auditor
mengurangi pekerjaan pada salah satu
langkah audit di bawah tingkat yang
diterima (Kelley dan Margheim, 1990).
Perilaku auditor tersebut secara langsung
dapat mengancam reliabilitas laporan audit
yang membentuk dasar pendapat audit.
Pelaksanaan prosedur audit dengan
kondisi tekanan waktu tentu tidak akan
sama hasilnya apabila dibandingkan
dengan pelaksanaan prosedur audit yang
dilakukan tanpa tekanan waktu. Penelitian
Waggoner dan Cashell (1991)
menunjukkan bahwa tekanan waktu yang
berlebihan akan membuat auditor
menghentikan prosedur audit. Sebaliknya
Margheim dan Pany (1986) serta Malone
dan Roberts (1996) mengungkapkan bahwa
tekanan waktu tidak memberi dampak
terhadap terjadinya penghentian prematur
atas prosedur audit.
Auditor yang harus menepati
anggaran waktu yang telah ditetapkan oleh
KAP memiliki kecenderungan untuk
melakukan pengabaian terhadap prosedur
audit atau bahkan penghentian terhadap
prosedur audit. Penelitian ini ingin
mengetahui apakah auditor yang merasa
mengalami tekanan waktu pengerjaan audit
berpengaruh terhadap kecenderungan
auditor untuk melakukan praktik
penghentian prematur atas prosedur audit.
Hipotesisnya dirumuskan sebagai berikut:
H6: Tekanan waktu berpengaruh terhadap
penghentian prematur atas prosedur
audit.
Tekanan Ketaatan
Tekanan ketaatan diartikan sebagai
tekanan yang diterima oleh auditor junior
dari auditor senior atau atasan dan entitas
yang diperiksa untuk melakukan tindakan
yang menyimpang dari standar etika dan
profesionalisme. Dalam melaksanakan
tugas audit, auditor secara terus-menerus
berhadapan dengan dilema etika yang
melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang
bertentangan (Jamilah dkk, 2007). Entitas
yang diperiksa dapat mempengaruhi proses
pemeriksaan yang dilakukan auditor dan
menekan auditor untuk mengambil
tindakan yang melanggar standar pekerjaan
lapangan seperti penghentian prematur atas
prosedur audit.
Tekanan ketaatan seorang auditor
akan berdampak pada etos kerja atau hasil
audit. Penelitian ini ingin mengetahui
apakah tekanan ketaatan berpengaruh
terhadap kecenderungan auditor untuk
melakukan praktik penghentian prematur
atas prosedur audit dan hipotesis yang
dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
H7: Tekanan ketaatan berpengaruh
terhadap penghentian prematur atas
prosedur audit.
Risiko Deteksi
Risiko deteksi adalah risiko bahwa
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Nita Andriyani Budiman
135 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
auditor tidak dapat mendeteksi adanya
salah saji material yang terdapat dalam
suatu asersi. Risiko deteksi merupakan
fungsi keefektifan prosedur audit dan
penerapannya oleh auditor. Risiko tersebut
menyatakan suatu ketidakpastian yang
dihadapi auditor dimana kemungkinan
bahan bukti yang telah dikumpulkan oleh
auditor tidak mampu untuk mendeteksi
adanya salah saji yang material.
Ketidakpastian tersebut dapat dikurangi
melalui perencanaan dan supervisi yang
memadai serta pelaksaaan pekerjaan audit
yang sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
Ketika auditor menerapkan risiko
deteksi yang rendah berarti semua bahan
bukti yang dikumpulkan oleh auditor harus
dapat mendeteksi adanya salah saji yang
material. Agar bahan bukti tersebut dapat
mendeteksi adanya salah saji yang material,
maka diperlukan jumlah bahan bukti yang
lebih banyak dan prosedur audit yang benar
dan lengkap sesuai dengan audit program
sehingga kemungkinan auditor untuk
melakukan penghentian prematur atas
prosedur audit juga akan semakin rendah.
Sebaliknya, jika auditor menetapkan risiko
deteksi yang tinggi, maka semakin tinggi
kecenderungan untuk melakukan
penghentian prematur atas prosedur audit.
Hasil penelitian Weningtyas dkk
(2006) menyatakan risiko deteksi
berpengaruh positif terhadap penghentian
prematur atas prosedur audit. Sebaliknya,
penelitian Heriningsih (2001) menyatakan
risiko deteksi berpengaruh negatif terhadap
penghentian prematur atas prosedur audit.
Berdasarkan dari perbedaan hasil penelitian
-penelitian sebelumnya, maka formulasi
hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
H8: Risiko deteksi berpengaruh terhadap
penghentian prematur atas prosedur
audit.
Materialitas
Materialitas adalah besarnya nilai
yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang
melingkupinya, dapat mengakibatkan
perubahan atas atau pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi tersebut,
karena adanya penghilangan atau salah saji
itu (Mulyadi, 2011:158). Pertimbangan
auditor mengenai materialitas merupakan
pertimbangan profesional dan dipengaruhi
oleh persepsi dari auditor sendiri. Saat
auditor menetapkan bahwa materialitas
yang melekat pada suatu prosedur audit
rendah, maka terdapat kecenderungan bagi
auditor untuk menghentikan prematur atas
prosedur audit. Penghentian prematur atas
prosedur audit ini dilakukan karena auditor
beranggapan jika ditemukan salah saji dari
pelaksanaan suatu prosedur audit, nilainya
tidaklah material sehingga tidak
berpengaruh terhadap pendapat audit.
Terdapat perbedaan hasil dari
penelitian Weningtyas dkk (2006) yang
menghasilkan kesimpulan bahwa
materialitas berpengaruh terhadap
penghentian prematur atas prosedur audit,
sedangkan Wahyudi (2011) tidak
memperoleh bukti bahwa materialitas
berpengaruh terhadap penghentian
prematur atas prosedur audit. Penelitian ini
mencoba untuk meneliti pengaruh
materialitas terhadap praktik penghentian
Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
136 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
prematur atas prosedur audit. Hipotesis
yang diajukan adalah sebagai berikut:
H9: Materialitas berpengaruh terhadap
penghentian prematur atas prosedur
audit.
Prosedur Review dan Kontrol Kualitas
KAP perlu melakukan prosedur
review atau prosedur pemeriksaan untuk
mengontrol kemungkinan terjadinya
penghentian prematur atas prosedur audit
yang dilakukan oleh auditornya (Waggoner
dan Cashell, 1991). Prosedur review
merupakan proses memeriksa atau
meninjau ulang hal atau pekerjaan untuk
mengatasi terjadinya indikasi ketika staf
auditor telah menyelesaikan tugasnya,
padahal tugas yang disyaratkan tersebut
gagal dilakukan. Prosedur review berperan
dalam memastikan bahwa auditor telah
mengumpulkan bukti audit yang lengkap
dan melakukan pemeriksaan ketika terdapat
auditor yang telah melakukan penghentian
prematur.
Berbeda dengan prosedur review
yang berfokus pada pemberian pendapat
audit, kontrol kualitas lebih berfokus pada
pelaksanaan prosedur audit sesuai dengan
standar auditing. KAP harus memiliki
kebijakan yang dapat memonitor praktik
yang berjalan di KAP itu sendiri (Messier,
2000). Keberadaan suatu sistem kontrol
kualitas akan membantu sebuah KAP untuk
memastikan bahwa standar profesional
telah dijalankan dengan semestinya di
dalam praktik audit.
Pelaksanaan prosedur review dan
kontrol kualitas yang baik akan
meningkatkan kemungkinan terdeteksinya
perilaku penyimpangan dalam audit seperti
praktik penghentian prematur atas prosedur
audit. Kemudahan pendeteksian ini akan
membuat auditor berpikir dua kali ketika
akan melakukan tindakan semacam
penghentian prematur atas prosedur audit.
Apabila KAP menerapkan prosedur
review dan kontrol kualitas secara efektif,
maka semakin kecil kemungkinan auditor
untuk melakukan penyimpangan dalam
pelaksanaan audit seperti penghentian
prematur atas prosedur audit. Semakin
tinggi kemungkinan terdeteksinya praktik
penghentian prematur atas prosedur audit
melalui prosedur review dan kontrol
kualitas, maka semakin rendah
kemungkinan auditor untuk melakukan
praktik ini.
Penelitian Malone dan Roberts
(1996) serta Weningtyas dkk (2006)
mendukung pernyataan tentang prosedur
review dan kontrol kualitas yang
berpengaruh negatif terhadap penghentian
prematur atas prosedur audit. Hal ini
dikarenakan apabila prosedur review dan
kontrol kualitas yang diterapkan KAP
sudah efektif, maka apabila terdapat auditor
yang melakukan praktik penghentian
prematur atas prosedur audit dapat
terdeteksi oleh KAP. Oleh karena itu,
penelitian ini mencoba untuk menguji
apakah prosedur review dan kontrol
kualitas berpengaruh terhadap penghentian
prematur atas prosedur audit dengan
formulasi hipotesis sebagai berikut:
H10: Prosedur review dan kontrol kualitas
berpengaruh terhadap penghentian
prematur atas prosedur audit.
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Nita Andriyani Budiman
137 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Metode Penelitian
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah
para auditor yang bekerja pada KAP di
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Sampel dari penelitian ini
diambil dengan teknik purposive sampling.
Auditor sebagai responden tidak dibatasi
oleh jabatan auditor pada KAP (partner,
manajer, senior, atau junior auditor),
sehingga semua auditor yang bekerja di
KAP dapat diikutsertakan sebagai
responden. Kuesioner yang dikirim
langsung kepada auditor sebanyak 100
kuesioner. Dari 100 kuesioner yang
dikirim, kuesioner yang kembali sebanyak
87 dan kuesioner yang dapat diolah hanya
85, sedangkan 2 kuesioner datanya tidak
lengkap.
Pengukuran Variabel
Kuesioner dibagi dalam sebelas
bagian, bagian pertama merupakan
instrumen yang digunakan untuk mengukur
variabel lokus kendali, yaitu Work Locus of
Control Scale (WLCS) yang telah
dikembangkan oleh Spector (1988) dan
skala yang digunakan adalah skala likert 4
poin. Bagian kedua, yaitu self esteem yang
juga diukur dengan skala likert 4 poin dan
instrumen yang digunakan adalah
instrumen sikap dari Self Esteem Scale
(SES) yang dikembangkan oleh Robbin
(1996).
Bagian ketiga adalah Equity
Sensitivity Instrument (ESI) yang
dikembangkan oleh Huseman, et al. (1987)
dengan nilai ESI berkisar 0-10 untuk setiap
pertanyaan. Bagian keempat, yaitu keahlian
auditor yang diukur dengan menggunakan
indikator dari Suraida (2003) dalam
Hartono (2014)dan diukur dengan skala
likert 5 poin. Bagian kelima merupakan
variabel pengalaman auditor dengan
mengggunakan indikator yang
dikembangkan oleh Suraida (2003) dalam
Hartono (2014) dengan skala likert 5 poin.
Bagian keenam, tekanan waktu yang
diukur dengan menggunakan instrumen
yang dikembangkan oleh Kelley dan
Margheim (1990) dengan dengan skala
likert 4 poin. Bagian ketujuh digunakan
untuk mengukur variabel tekanan ketaatan
yang diadopsi dari penelitian Jamilah dkk
(2007) dengan skala likert 5 poin. Bagian
kedelapan adalah instrumen dari penelitian
Heriningsih (2001) yang digunakan untuk
mengukur variabel risiko deteksi dengan
skala likert 4 poin.
Bagian kesembilan, yaitu materialitas
yang diukur dengan menggunakan
indikator dari Heriningsih (2001) dan
diukur dengan skala likert 4 poin. Bagian
kesepuluh, variabel prosedur review dan
kontrol kualitas diukur dengan
menggunakan instrumen dalam penelitian
Malone dan Roberts (1996) dengan skala
likert 4 poin. Bagian kesebelas adalah
instrumen untuk mengukur penghentian
prematur atas prosedur audit dari penelitian
Alderman dan Deitrick (1982) dengan skala
likert 4 poin.
Metode Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini hipotesis
dianalisis dengan menggunakan uji asumsi
regresi linier berganda dengan program
Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
138 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Perfect Statistics Proffesionally Presented
(PSPP). Model regresi yang digunakan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
PP = a + b1LK + b2SE + b3ES + b4KA +
b5PA + b6TW + b7TK + b8RD + b9M
+b10PR + e
Dimana :
PP = Penghentian prematur atas
prosedur audit
a = Konstanta
b1-b10 = Koefisien regresi
LK = Lokus kendali
SE = Self esteem
ES = Equity sensitivity
KA = Keahlian auditor
PA = Pengalaman auditor
TW = Tekanan waktu
TK = Tekanan ketaatan
RD = Risiko deteksi
M = Materialitas
PR = Prosedur review dan kotrol
kualitas
E = Variabel di luar penelitian
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan dari data hasil
penelitian diketahui bahwa 23 responden
(27,06%) kadang-kadang sampai dengan
selalu melakukan tindakan penghentian
prematur atas prosedur audit dan
selebihnya 62 responden (72,94%)
berusaha untuk melakukan prosedur audit
sesuai dengan audit program yang telah
ditetapkan. Hasil penelitian ini
mendapatkan persentase lebih kecil
dibandingkan temuan Alderman dan
Deitrick (1982), Raghunathan (1991),
Heriningsih (2001), dan Wahyudi (2011).
Tabel 1
Deskriptif Responden
Sumber: Data primer yang diolah
Tabel 1 menunjukkan auditor yang
mempunyai lokus kendali eksternal, self
esteem rendah, individu entitleds, dan
keahlian auditor yang tinggi cenderung
untuk melakukan tindakan penghentian
prematur atas prosedur audit. Sedangkan
semakin auditor berpengalaman, tidak
mendapat tekanan waktu, tekanan ketaatan
rendah, risiko deteksi rendah, tingkat
materialitas yang ditetapkan rendah, dan
KAP sudah menetapkan prosedur review
dan kontrol kualitas yang sudah efektif,
maka terdapat kecenderungan bagi auditor
untuk tidak menghentikan prematur atas
prosedur audit. Hasil statistik deskriptif
tersebut belum cukup untuk
mengungkapkan pengaruh antara variabel
independen dan variabel dependen,
sehingga perlu dilihat pula hasil regresinya.
Menghentikan
Prosedur
Audit
Tidak
Menghentikan
Prosedur
Audit
Lokus Kendali 60 25
Self Esteem 46 39
Equity Sensitivity 46 39
Keahlian Auditor 43 42
Pengalaman Auditor 34 51
Tekanan Waktu 39 46
Tekanan Ketaatan 36 49
Risiko Deteksi 33 52
Materialitas 36 49
Prosedur Review dan
Kontrol Kualitas
42 43
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Nita Andriyani Budiman
139 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Tabel 2
Hasil Pengujian Hipotesis
Sumber: Data primer diolah
Berdasarkan tabel 2, hasil pengujian
hipotesis pertama menunjukkan variabel
lokus kendali berpengaruh terhadap
penghentian prematur atas prosedur audit.
Hubungan antara lokus kendali dan
penghentian prematur atas prosedur audit
bersifat positif. Hasil ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh
Donnelly et al. (2003) yang menyatakan
bahwa auditor yang memiliki lokus kendali
eksternal berhubungan positif dengan
tingkat penerimaan perilaku penyimpangan
dalam audit. Dalam penelitian ini salah satu
bentuk dari perilaku penyimpangan dalam
audit adalah penghentian prematur atas
prosedur audit. Semakin tinggi auditor
melakukan tindakan manipulasi atau
penipuan dalam pekerjaan auditnya, maka
semakin tinggi pula auditor tersebut
melakukan penghentian prematur atas
prosedur audit.
Berdasarkan dari hasil analisis
diketahui bahwa self esteem tidak
berpengaruh terhadap penghentian
prematur atas prosedur audit, sehingga
hipotesis kedua dalam penelitian ini tidak
dapat didukung. Auditor dengan self esteem
tinggi kemungkinan dapat mengatasi
kegagalan dengan baik daripada auditor
dengan self esteem rendah. Auditor dengan
self esteem rendah dalam penelitian ini
ternyata tidak begitu mempengaruhi kinerja
dan tidak mempengaruhi penghentian
prematur atas prosedur audit. Walaupun
seorang auditor memiliki self esteem
rendah, akan tetapi tetap saja auditor
tersebut melakukan prosedur audit sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan
tanpa mengabaikan salah satu prosedur
audit.
Hipotesis alternatif ketiga dalam
penelitian ini menyatakan bahwa equity
sensitivity berpengaruh terhadap
penghentian prematur atas prosedur audit.
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa
equity sensitivity tidak berpengaruh
terhadap penghentian prematur atas
prosedur audit, sehingga untuk hipotesis
ketiga dalam penelitian ini tidak dapat
didukung. Auditor dengan tipe benevolents
cenderung tidak melakukan hal-hal yang
kurang etis untuk mencapai apa yang
diinginkannya dibandingkan auditor
dengan tipe entitleds. Auditor dengan tipe
entitleds dalam penelitian ini ternyata
masih tetap berperilaku etis untuk
mencapai apa yang diinginkannya dan tetap
melakukan prosedur audit sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan tanpa
mengabaikan salah satu prosedur audit.
Hasil analisis untuk hipotesis
keempat menyatakan bahwa keahlian
Variabel p value β Keterangan
Lokus Kendali 0,021 0,241 Signifikan
Self Esteem 0,074 0,344 Tidak Signifikan
Equity
Sensitivity
0,262 0,787 Tidak Signifikan
Keahlian
Auditor
0,019 0,241 Signifikan
Pengalaman
Auditor
0,016 0,375 Signifikan
Tekanan Waktu 0 0,675 Signifikan
Tekanan
Ketaatan
0,021 0,205 Signifikan
Risiko Deteksi 0,043 0,783 Signifikan
Materialitas 0,012 0,202 Signifikan
Prosedur Review
dan Kontrol
Kualitas
0,047 -0,181 Signifikan
Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
140 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
auditor berpengaruh terhadap penghentian
prematur atas prosedur audit. Dengan
demikian, hipotesis keempat dalam
penelitian ini dapat didukung. Auditor
dengan keahlian yang tinggi yakin dapat
mengendalikan tujuan mereka daripada
auditor dengan keahlian yang rendah.
Dalam penelitian ini, auditor dengan
keahlian yang tinggi diyakini mengetahui
berbagai masalah audit secara lebih
mendalam dan cenderung melakukan
penghentian prematur atas prosedur audit
yang sudah ditetapkan.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengalaman auditor berpengaruh
terhadap penghentian prematur atas
prosedur audit, sehingga hipotesis kelima
dalam penelitian ini dapat didukung.
Praktik-praktik dalam bidang auditing
dapat menjadi sarana pembelajaran dan
pengalaman bagi auditor. Auditor yang
berpengalaman merasa percaya diri dengan
kemampuan yang mereka miliki dan tetap
saja berusaha untuk memperhatikan
prosedur audit yang ditetapkan jika
dibandingkan dengan auditor yang tidak
berpengalaman.
Hipotesis keenam menyatakan bahwa
tekanan waktu berpengaruh terhadap
penghentian prematur atas prosedur audit.
Hasil analisis penelitian menunjukkan
bahwa tekanan waktu berpengaruh
terhadap penghentian prematur atas
prosedur audit dan hipotesis keenam dalam
penelitian ini dapat didukung. Berdasarkan
dari hasil analisis penelitian dapat
disimpulkan bahwa tekanan waktu
mempunyai pengaruh positif terhadap
penghentian prematur atas prosedur audit.
Semakin besar tekanan terhadap waktu
pengerjaan audit, semakin besar pula
kecenderungan auditor untuk melakukan
penghentian prematur. Hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian terdahulu oleh
Alderman dan Dietrick (1982), Coram et
al. (2000), Heriningsih (2001), Soobaroyen
dan Chengabroyan (2006), serta
Weningtyas dkk (2006). Berbeda dengan
hasil penelitian Raghunathan (1991),
Malone dan Robert (1996), serta Wahyudi
(2011) menyatakan bahwa tekanan waktu
tidak berpengaruh terhadap penghentian
prematur atas prosedur audit.
Hipotesis alternatif ketujuh
menyatakan bahwa tekanan ketaatan
berpengaruh terhadap penghentian
prematur atas prosedur audit. Dengan
demikian hipotesis ketujuh dalam
penelitian ini dapat didukung.
Semakin rendah tekanan ketaatan saat
melakukan audit, maka auditor akan
cenderung untuk tidak mengambil tindakan
yang melanggar standar pekerjaan lapangan
seperti penghentian prematur atas prosedur
audit.
Hipotesis kedelapan dalam
penelitian ini menyatakan bahwa risiko
deteksi berpengaruh terhadap penghentian
prematur atas prosedur audit. Berdasarkan
dari hasil analisis penelitian didapatkan
bahwa risiko deteksi berpengaruh terhadap
penghentian prematur atas prosedur audit.
Dengan demikian hipotesis kedelapan
dalam penelitian ini dapat didukung. Ketika
auditor menginginkan risiko deteksi
rendah, auditor harus lebih banyak
melakukan prosedur audit, sehingga
kemungkinan melakukan penghentian
prematur atas prosedur audit akan semakin
rendah. Hasil penelitian ini mendukung
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Nita Andriyani Budiman
141 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
hasil penelitian terdahulu oleh
Raghunathan (1991) dan Weningtyas dkk
(2006).
Pengujian hipotesis kesembilan
menunjukkan bahwa materialitas
berpengaruh terhadap penghentian
prematur atas prosedur audit. Dengan
demikian hipotesis kesembilan dalam
penelitian ini dapat didukung. Hasil ini
konsisten dengan temuan Weningtyas dkk
(2006) dan Wahyudi (2011). Auditor yang
menilai materialitas yang melekat pada
prosedur audit rendah, maka auditor
cenderung tidak menghentikan prematur
atas prosedur audit.
Hasil analisis penelitian ini
menunjukkan bahwa prosedur review dan
kontrol kualitas berpengaruh terhadap
penghentian prematur atas prosedur audit.
Penelitian ini mendukung hipotesis yang
menyatakan bahwa prosedur review dan
kontrol kualitas berpengaruh terhadap
penghentian prematur atas prosedur audit.
Dalam penelitian ini dapat dinyatakan
bahwa prosedur review dan kontrol kualitas
mempunyai pengaruh negatif terhadap
penghentian prematur atas prosedur audit.
Semakin efektif penerapan prosedur review
dan kontrol kualitas dalam suatu KAP,
maka semakin kecil kemungkinan auditor
untuk melakukan penyimpangan dalam
pelaksanaan audit seperti penghentian
prematur, begitu pula sebaliknya. Temuan
ini mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Malone dan Roberts (1996)
serta Weningtyas dkk (2006).
Kesimpulan, Keterbatasan dan Saran
Berdasarkan analisis deskriptif,
penelitian ini dapat menunjukkan bahwa
telah terjadi penghentian prematur atas
prosedur audit yang sering dilakukan oleh
auditor yang bekerja pada KAP di Jawa
Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
sebesar 27,06%. Auditor yang mempunyai
lokus kendali eksternal, self esteem rendah,
individu entitleds, dan keahlian auditor
yang tinggi cenderung untuk melakukan
tindakan penghentian prematur atas
prosedur audit. Sedangkan auditor yang
berpengalaman, tekanan waktu rendah,
tekanan ketaatan rendah, risiko deteksi
rendah, tingkat materialitas yang ditetapkan
rendah, dan KAP sudah menetapkan
prosedur review dan kontrol kualitas yang
sudah efektif cenderung tidak
menghentikan prematur atas prosedur audit.
Hasil pengujian hipotesis membuktikan
bahwa perilaku penghentian prematur atas
prosedur audit dipengaruhi oleh lokus
kendali, keahlian auditor, pengalaman
auditor, tekanan waktu, tekanan ketaatan,
risiko deteksi, materialitas, serta prosedur
review dan kontrol kualitas. Sedangkan self
esteem dan equity sensitivity tidak
mempunyai pengaruh terhadap penghentian
prematur atas prosedur audit.
Penelitan ini memiliki keterbatasan
yang perlu untuk diperbaiki di penelitian-
penelitian selanjutnya. Keterbatasan itu
berupa prosedur audit yang digunakan
sebagai alat ukur untuk menguji terjadinya
penghentian prematur atas prosedur audit
hanya terbatas pada prosedur perencanaan
audit dan prosedur pekerjaan lapangan,
sehingga kurang membuktikan prosedur
audit yang digunakan dalam proses audit
secara menyeluruh. Keterbatasan lain
adalah masih sedikitnya penelitian yang
membahas tentang pengaruh faktor internal
Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
142 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
auditor terhadap penghentian prematur atas
prosedur audit.
Penelitian selanjutnya dapat
dilakukan dengan menggunakan variabel
lain yang dapat mempengaruhi terjadinya
penghentian prematur atas prosedur audit.
Misalnya dengan menguji faktor-faktor dari
segi internal karakteristik auditor yang lain
seperti komitmen organisasi, kinerja
pegawai, atau keinginan untuk berhenti
bekerja serta faktor-faktor eksternal auditor
yang lain seperti gaya kepemimpinan,
budaya organisasi, dan audit program yang
berkemungkinan dapat menyebabkan
terjadinya praktik penghentian prematur
atas prosedur audit. Selain itu, jumlah
responden yang dijadikan sampel untuk
meneliti perilaku penghentian prematur
atas prosedur audit perlu ditambah
sebanyak mungkin, sehingga menghasilkan
penelitian yang lebih baik dan hasil yang
diperoleh lebih memadai. Untuk penelitian
selanjutnya dapat memfokuskan penelitian
pada kelompok responden tertentu,
misalnya untuk junior auditor atau senior
auditor saja.
Daftar Pustaka
Alderman, C. Wayne dan James W.
Deitrick, 1982, “Auditor‟s
Perceptions of Time Budget
Pressures and Premature Sign
Offs: A Replication and
Extension”, Auditing: A Journal of
Practice and Theory.
Arens, A. Alvin dan James K. Loebbecke,
2000, Auditing: An Integrated
Approach, New Jersey: Prentice-
Hall, Inc.
Baron, R. A. dan J. Greenberg, 1993,
Behaviour in Organizations:
Understanding and Managing The
Human Side of Work, Allyn and
Bacon, Inc.
Buss, Arnold H, 1995, Personality:
Temperament, Social Behavior
and The Self, Boston: Allyn and
Bacon.
Coram, Paul, Juliana Ng dan David
Woodliff, 2000, “The Effect of
Time Budget Pressure and Risk of
Error on Auditor Performance”,
Working paper, The University of
Melbourne.
_______, 2004, ―The Moral Intensity of
Reduced Audit Quality Acts‖,
Working paper, The University of
Melbourne.
DeAngelo, L. E, 1981, “Auditor Size and
Audit Quality‖, Journal of
Accounting & Economics Vol. 3.
No.3, hal. 183-199
Donnelly David P., Jeffrey J. Quirin dan
David O' Bryan, 2003, “Auditor
Acceptance of Dysfunctional
Audit Behavior: An Explanatory
Model Using Auditors' Personal
Characteristics”, Behavioral
Research in Accounting Vol. 15,
no.1, hal. 87-110
Fauzi, Achmad, 2001, ―Pengaruh
Perbedaan Faktor-Faktor
Individual Terhadap Perilaku Etis
Mahasiswa Akuntansi”, Tesis
Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Greenhalgh, L. dan Z. Rosenblatt, 1984,
“Job Insecurity: Toward
Conceptual Clarity‖, Academy of
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Nita Andriyani Budiman
143 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Management Review, Vol. 9, no.3,
hal. 438-448
Gusnardi, 2003, “Analisis Perbandingan
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Judgment
Penetapan Risiko Audit oleh
Auditor yang Berpengalaman dan
Auditor yang Belum
Berpengalaman”, Tesis
Universitas Padjadjaran, Bandung.
Hartono, Fany Amalia, 2014, ―Analisis
Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Audit Judgment (Studi
pada Kantor Akuntan Publik Se-
Kodya Semarang)‖, Skripsi
Universitas Muria Kudus, Kudus.
Heriningsih, Sucahyo, 2001, “Penghentian
Prematur atas Prosedur Audit:
Studi Empiris pada Kantor
Akuntan Publik”, Tesis
Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Hyatt, Troy A. dan Douglas F. Prawitt,
2001, “Does Congruence Between
Audit Structure and Auditors‟
Locus of Control Affect Job
Performance?”, The Accounting
Review Vol. 76, no.2, hal. 263-274
IAI Kompartemen Akuntan Publik, 2011,
Standar Profesional Akuntan
Publik, Jakarta: Salemba Empat.
Irawati, Yuke dan Thio Anastasia Petronila
Mukhlasin, 2005, Hubungan
Karakteristik Personal Auditor
terhadap Tingkat Penerimaan
Penyimpangan Perilaku dalam
Audit, “Simposium Nasional
Akuntansi VIII”.
Jamilah, Siti, Zaenal Fanani, dan Granita
Chandrarin, 2007, Pengaruh
Gender, Tekanan Ketaatan, dan
Kompleksitas Tugas Terhadap
Audit Judgment, “Simposium
Nasional Akuntansi X”.
Kaplan, Steven E, 1995, “An Examination
of Auditors‟ Reporting Intentions
Upon Discovery of Procedures
Prematurely Signed-Off”,
Auditing: A Journal of Practice
and Theory. (http://
www.ebscohost.com)
Kelley, Tim dan Loren Margheim, 1990,
“The Impact of Time Budget
Pressure, Personality, and
Leadership Variables on
Dysfunctional Auditor Behavior”,
A Journal of Practice & Theory
Vol. 9 No. 2 (http://
www.ebscohost.com)
Larsen, R. J., Buss D. M., 2002,
Personality Psychology: Domains
of Knowledge about Human
Nature, New York: McGraw-
Hall, Inc.
Lusch, R. F dan Serpkenci, 1990,
―Personal Differences, Job
Tension, Job Outcomes and Store
Performance: A Study of Retail
Store Manager‖, Journal of
Marketing Vol. 54. no.1, hal. 85-
101
Malone, Charles F dan Robin W. Roberts,
1996, “Factors Associated with
The Incidence of Reduced Audit
Quality Behaviors”, Auditing: A
Journal of Practice and Theory.
Vol.15, no.2
Mayangsari, S., 2003, “Pengaruh Keahlian
Audit dan Independensi Terhadap
Pendapat Audit: Sebuah
Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
144 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Kuasieksperimen”, Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia Vol. 6 No. 1.
Margheim, Loren dan Kurt Pany, 1986,
“Quality Control, Premature Sign
Off and Underreporting of Time:
Some Empirical Findings”,
Auditing: A Journal of Practice
and Theory.
Messier, William F, 2000, “Auditing and
Assurance Services: A Systematic
Approach”, United States of
America: McGraw-Hill
Companies.
Mulyadi, 2011, Auditing, Jakarta: Salemba
Empat.
Nataline, 2007, “Pengaruh Batasan Waktu
Audit, Pengetahuan Akuntansi dan
Auditing, Bonus serta Pengalaman
Terhadap Kualitas Audit Pada
Kantor Akuntan Publik di
Semarang”, Skripsi Universitas
Negeri Semarang, Semarang.
Otley, D. dan B. Pierce, 1995, “The
Control Problem in Public
Accounting Firms: An Empirical
Study of The Impact of Leadership
Style”, Accounting, Organizations
and Society Vol. 20. No.5, hal.405
-420
Praptomo, 2002, Aturan Perilaku Auditor,
Pusdiklat BPKP.
Prasetyo, Priyono P., 2002, ―Pengaruh
Locus of Control Terhadap
Hubungan antara Ketidakpastian
Lingkungan dengan Karakteristik
Informasi Sistem Akuntansi
Manajemen”, Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia Vol. 5 no.1.
Radtke, Robin R. dan Wayne A. Tervo,
2004, ―An Examination of Factors
Associated with Dysfunctional
Audit Behavior‖, Working paper,
The University of Texas at San
Antonio.
Raghunathan, Bhanu, 1991, ―Premature
Signing-Off of Audit procedures:
An Analysis‖, Accounting
Horizons. Vol.5, no.2, hal.71-79
Reckers, Philip M. J., 1997, ―A
Comparative Examination of
Auditor Premature Sign-Offs
Using The Direct and The
Randomized Response Methods‖,
Auditing: A Journal of Practice
and Theory. Vol.16, no.1
Reiss, Michelle C. dan Kaushik Mitra,
1998, “The Effect of Individual
Difference Factors on The
Acceptability of Ethical and
Unethical Workplace Behaviors‖,
Journal of Business Ethics Vol.
17, no.14, hal.1581-1593
Robbin, P. Stephen, 1996, Organizational
Behavior: Concept, Controversies,
New Jersey: Prentice-Hall, Inc
Robert dan Angelo, 2000, Organizational
Behavior, New York: McGraw Hill.
Sager, J. K, 1991, ―Reducing Sales
Manager Job Stress‖, The Journal
of Business and Industrial
Marketing Vol. 7, no.4, hal.5-14
Shapeero, Mike, Hian Chye Koh dan Larry
N. Killough, 2003,
“Underreporting and Premature
Sign-Off in Public Accounting”,
Managerial Auditing Journal.
Vol.8, no.6/7, hal.478-489
Solar, D. dan D. Bruehl, 1971,
―Machiavellianism and Locus of
Control: Two Conceptions of
Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
Nita Andriyani Budiman
145 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Interpersonal Power‖,
Psychological Reports Vol. 29.,
hal 1079-1082
Soobaroyen, Teerooven dan Chelven
Chengabroyan, 2006, “Auditors'
Perceptions of Time Budget
Pressure, Premature Sign Offs and
Under-Reporting of Chargeable
Time: Evidence from a
Developing Country”,
International Journal of Auditing.
Vol.10, no.3, hal 201-218
Sososutikno, Christina, 2003, Hubungan
Tekanan Anggaran Waktu dengan
Perilaku Disfungsional serta
Pengaruhnya terhadap Kualitas
Audit, “Simposium Nasional
Akuntansi VI”.
Spector, P, E, 1988, "Development of The
Work Locus of Control Scale‖,
Journal of Occupational
Psychology, Vol. 61, no.4, hal.
335-340
Waggoner, Jeri B. dan James D. Cashell,
1991, ―The Impact of Time
Pressure on Auditors‟
Performance‖, The Ohio CPA
Journal.
Wahyudi, Imam, Jurica Lucyanda, dan
Loekman H. Suhud, 2011,
“Praktik Penghentian Prematur
atas Prosedur Audit”, Media Riset
Akuntansi, Vol.1 No.2.
Waspodo, Lego, 2007, ―Pengaruh
Independensi Auditor Eksternal
dan Kualitas Audit Terhadap
Hasil Negosiasi antara Auditor
dengan Manajemen Klien
Mengenai Permasalahan Laporan
Keuangan‖, Tesis Universitas
Diponegoro, Semarang.
Weningtyas, Suryanita, Doddy Setiawan
dan Hanung Triatmoko, 2006,
Penghentian Prematur atas
Prosedur Audit, “Simposium
Nasional Akuntansi IX”.
Nita Andriyani Budiman Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penghentian Prematur
Atas Prosedur Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa
Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
146 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Kata kunci:
auditor, komitmen
afektif, keterlibatan
kerja, persepsi
ketergantungan tugas,
sharing pengetahuan
Keywords:
auditors, affective
commitment, job
involvement,
perceptions of task
dependency, sharing
knowledge.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variabel persepsi saling
ketergantungan tugas dan keterlibatan kerja sebagai anteseden dari tiga dimansi
komitmen afektif, yaitu komitmen afektif organisasi, tim dan profesi terhadap
aktivitas sharing pengetahuan yang dilakukan oleh auditor. Obyek penelitian
adalah auditor yang bekerja di KAP di Indonesia. Teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data adalah simple random sampling. Data diperoleh dengan
menyebarkan 300 kuesioner di KAP-KAP di Jawa, Sumatera, Bali, dan
Kalimantan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Structural Equation
Model (SEM) dengan program AMOS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
komitmen afektif tidak terbukti memiliki pengaruh terhadap aktivitas sharing
pengetahuan pada auditor, sementara keterlibatan kerja dan persepsi keterlibatan
tugas memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap komitmen afektif dan
juga berhubungan positif dengan sharing pengetahuan pada auditor.
Abstract
This study aimed to analyze the variable perceptions of task interdependence and
job involvement as an antecedent of three dimansi affective commitment, namely
affective organizational commitment, and professional teams on knowledge
sharing activities were carried out by the auditors. The object of study is the
auditor who works in the KAP of Indonesia. Data collection technique used is
simple random sampling. Data obtained by distributing 300 questionnaires to
some KAP in Java, Sumatra, Bali, and Borneo. Data analysis were performed
using Structural Equation Model (SEM) with the AMOS program. The results
showed that affective commitment was not shown to have an influence on the
auditor's knowledge sharing activities, while job involvement and perceptions of
task involvement has a positive and significant relationship to affective
commitment and positively related to the sharing of knowledge on auditors.
PENGARUH KOMITMEN AFEKTIF, PERSEPSI SALING
KETERGANTUNGAN TUGAS DAN KETERLIBATAN KERJA
TERHADAP SHARING PENGETAHUAN
PADA AUDITOR
Ika Indriasari
STIE Cendekia Karya Utama Semarang
Email: [email protected]
147 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Pendahuluan
Aktivitas yang terkait dengan
manajemen pengetahuan dipandang lebih
penting bagi perusahaan, seiring dengan
meningkatnya persepsi hubungan antara
keuntungan kompetitif dengan pengetahuan
(Andreu dkk, 2008). Kinerja dan
kemampuan untuk terus bertahan suatu
organisasi juga dipengaruhi oleh
kemampuan dan kecepatan organisasi
dalam mengembangkan kompetensi
berbasis pengetahuan. Kantor Akuntan
Publik (KAP) sebagai salah satu
perusahaan yang berbasis sumber daya
manusia, sangat bergantung pada
kemampuan dan pengetahuan para
auditornya dalam pelaksanaan
pekerjaannya. Manajemen pengetahuan
yang efektif menjadi salah satu tantangan
paling penting yang dihadapi Kantor
Akuntan Publik saat ini, agar pengetahuan
yang dimiliki auditor-auditornya terus
meningkat. Peningkatan pengetahuan
auditor ini sangat penting, agar auditor
dapat terus menyesuaikan dengan
perkembangan yang terjadi seiring dengan
kemajuan teknologi dan terus munculnya
pesaing-pesaing baik lokal maupun auditor
asing.
Hambatan dan tantangan yang
dihadapi auditor terkait dengan tuntutan
kapabilitasnya diharapkan dapat diperkecil,
salah satunya dengan menggiatkan sharing
pengetahuan. Menurut Setiarso (2006),
berbagi pengetahuan merupakan salah satu
metode dalam knowledge management
yang digunakan untuk memberikan
kesempatan kepada anggota suatu
organisasi, instansi atau perusahaan untuk
berbagi ilmu pengetahuan, teknik,
pengalaman dan ide yang mereka miliki
kepada anggota lainnya. Berbagi
pengetahuan hanya dapat dilakukan apabila
setiap anggota memiliki kesempatan yang
luas dalam menyampaikan pendapat, ide,
kritikan, dan komentarnya kepada anggota
lainnya. Selanjutnya, Setiarso (2006)
menyatakan pula bahwa peran sharing
pengetahuan dikalangan karyawan menjadi
amat penting untuk meningkatkan
kemampuan karyawan agar mampu
berpikir secara logika yang diharapkan
akan menghasilkan suatu bentuk inovasi.
Praktik sharing pengetahuan ini
memberikan manfaat yang sangat besar
bagi upaya peningkatan produktivitas
organisasi (Setiarso, 2006). Pengetahuan
yang terdistribusi dengan baik dalam suatu
organisasi dapat mempengaruhi setiap
tahapan dari proses pembuatan keputusan
(Lessard dan Zaheer, 1996), meskipun
demikian pada umumnya sharing
pengetahuan ini tidak dapat dipaksakan,
hanya dapat didorong dan difasilitasi
(Gibbert dan Krause, 2002 dalam Bock,
2005). Mempertimbangkan manfaat yang
besar tersebut, maka perlu diteliti faktor-
faktor yang dapat mendorong praktik
sharing pengetahuan, khususnya pada
auditor Indonesia yang menghadapi
perubahan dan tantangan sebagai
konsekuensi era globalisasi.
Nilai pengetahuan organisasional
individu meningkat ketika pengetahuan
yang dimilikinya dibagikan (Styhre, 2002).
Beerli (2002) dalam Norris dkk (2003)
menyatakan bahwa pengetahuan dapat
dianggap sebagai sumber daya unik yang
akan tumbuh ketika dibagikan, ditransfer
dan dikelola dengan terampil. Kurangnya
Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
148 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
sharing pengetahuan dalam suatu
kelompok akan berakibat pada
ketidakefektifan, bahkan dapat berakibat
pada gagalnya suatu kelompok kerja (Yu
dan Khalifa, 2007), oleh karena itu
penentuan faktor-faktor yang dapat
meningkatkan proses sharing pengetahuan
dalam suatu kelompok atau organisasi
menjadi hal penting yang mendasari
penelitian ini. Berbagai faktor telah
diidentifikasi sebagai hal yang
mempengaruhi aktivitas sharing
pengetahuan, seperti: komitmen,
keterlibatan kerja, persepsi saling
ketergantungan tugas, struktur organisasi,
kondisi sosial dan lain sebagainya (Zheng
dan Bao, 2006 dalam Andreu dkk 2008).
Hlupic dkk (2002) menyatakan
bahwa faktor pendorong sharing
pengetahuan terbagi menjadi hard issue
yang berupa teknologi dan peralatan dan
soft issue seperti komitmen, motivasi, iklim
perusahaan dan budaya. Saat ini, isu yang
lebih banyak dibahas telah bergeser dari
hard issue menuju pada soft issue.
Komitmen sebagai salah satu soft issue
telah banyak diteliti sebagai variabel yang
berpengaruh pada pekerjaan auditor.
Ketchand dan Strawser, (2001); Smith,
Hall, dan Langfield-Smith, (2005); Smith
dan Hall, (2008) dan beberapa peneliti
lainnya telah meneliti komitmen akuntan
publik pada dasar profesi dan organisasi.
Zheng dan Bao (2006) menambahkan
komitmen akuntan publik terhadap tim
kerja, mengingat bahwa pekerjaan audit
biasa dilakukan dalam suatu tim.
Komitmen terhadap profesi menunjukkan
keterikatan individu terhadap profesi yang
dijalaninya. Komitmen terhadap organisasi
menunjukkan kekuatan identifikasi
individu terhadap organisasi tempat
bekerjanya, sedangkan komitmen terhadap
tim menunjukkan adanya keterikatan
individu dengan tim kerjanya.
Peneliti-peneliti tersebut di atas
membahas mengenai komitmen profesi,
komitmen organisasi dan komitmen tim
auditor menjadi tiga dimensi komitmen
seperti yang dikemukakan oleh Meyer dan
Allen (1991), yaitu komitmen afektif,
komitmen continuance dan komitmen
normatif. Dimensi-dimensi tersebut
merefleksikan suatu keterkaitan antara
pekerja dengan organisasi, namun sifat dari
masing-masing keterkaitannya memiliki
perbedaan (Meyer, Allen dan Gellatly,
1990). Ulasan yang dilakukan oleh Meyer
dan Allen (1991) mengenai literatur
komitmen organisasional menyebutkan
bahwa pekerja dengan komitmen afektif
yang kuat akan tetap bertahan pada
organisasinya karena mereka memang
menginginkannya (want to), sedangkan
mereka yang memiliki komitmen
continuance yang kuat, bertahan dalam
organisasinya karena adanya suatu
kebutuhan (need to) dan yang memiliki
komitmen normatif yang kuat, bertahan
karena merasa bahwa sudah semestinya
mereka melakukan hal itu (ought to). Baik
anteseden maupun konsekuensi dari masing
-masing komitmen tersebut juga berbeda
(Meyer dkk. 1990).
Terkait dengan sifat sharing
pengetahuan yang tidak dapat dipaksakan
(Gibbert dan Krause, 2002 dalam Bock,
2005), dan untuk melakukannya diperlukan
adanya kepercayaan dan pengalaman
(Davenport and Prusak, 1998), maka
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Ika Indriasari
149 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
dimensi komitmen yang diduga paling
memberikan dorongan dan memiliki
hubungan yang paling kuat dengan sharing
pengetahuan adalah komitmen afektif. Hal
ini diketahui dari penelitian sebelumnya
bahwa sifat dan pola perilaku individu
dipengaruhi oleh kekuatan hubungan antar
individu seperti halnya komitmen pekerja
kepada organisasinya di tempatnya bekerja
(O’Reilly dan Chatman, 1986).
Persepsi saling ketergantungan tugas
merupakan salah satu anteseden bagi
komitmen organisasi dalam suatu
hubungan kelompok (Ketchand dan
Strawser, 2001). Tingkat saling
ketergantungan tugas dalam pekerjaan
audit ditentukan oleh cara para auditor
bekerja sama, dalam hal ini ditentukan
sebagian oleh teknologi dan sebagian oleh
bagaimana cara pekerjaan dikelola (Van
Vijfeijken dkk, 2002). Pada saat tugas yang
dilaksanakan sangat berhubungan satu
sama lain, atau paling tidak saat auditor
memiliki persepsi bahwa tugas-tugas
mereka saling berhubungan, beberapa
persepsi menciptakan ketergantungan yang
bersifat timbal balik. Tingginya persepsi
saling ketergantungan tugas akan
menyebabkan auditor dalam satu kelompok
menjadi lebih peduli akan pentingnya
kontribusi mereka terhadap profesinya
sebagaimana juga terhadap organisasi dan
tim kerjanya. Kepedulian yang meningkat
ini semestinya meningkatkan pula ego
auditor untuk terlibat dalam hal-hal yang
terkait dengan pekerjaannya dan kemudian
meningkatkan komitmennya terhadap
perusahaan, profesi dan tim kerjanya.
Monge dkk (1998) menyatakan
bahwa keuntungan timbal balik dari
berkomunikasi dan sharing dengan pihak
lain akan meningkat ketika pekerjaan
perorangan auditor tergantung pada usaha
auditor lain dari dalam ataupun dari luar
departemen mereka. Tingkat saling
ketergantungan tugas ditentukan oleh cara
individu dalam suatu kelompok
(profesi,organisasi atau tim kerja) bekerja
sama dan bagaimana cara suatu pekerjaan
dikelola (Van Vijveiken dkk, 2002). Monge
dkk (1998) menemukan bahwa
ketergantungan tugas/ kerja berpengaruh
positif pada keyakinan pekerja untuk
melakukan sharing pengetahuan internal.
Seseorang bisa terlibat dalam
pekerjaannya sebagai respon terhadap
atribut tertentu dari situasi pekerjaannya
(Mudrack, 2004). Jika seorang auditor
memiliki perasaan positif terhadap
pekerjaannya, mereka akan selalu
memandang tujuan dan persyaratan yang
ditetapkan oleh organisasi secara lebih
positif. Beberapa teori telah menyatakan
bahwa pekerja dengan keterlibatan kerja
yang tinggi akan mengusahakan upaya
yang lebih baik dalam pencapaian tujuan
organisasi, dan kemungkinan tidak akan
meninggalkan tempatnya bekerja ( Zheng
dan Bao, 2006; Kanungo, 1979; Lawler,
1986). Adanya rasa puas pada auditor
tersebut diharapkan berhubungan positif
dengan komitmen terhadap perusahaan.
Komitmen yang tinggi, kepercayaan dan
motivasi karyawan ini selanjutnya menjadi
isu kunci yang akan mendorong sharing
pengetahuan karyawan (Storey dan
Quintas, 2001).
Zheng dan Bao (2006) telah
melakukan studi empiris mengenai
hubungan antara komitmen afektif
Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
150 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
organisasi, komitmen afektif tim dan
komitmen afektif profesional, keterlibatan
kerja, persepsi saling ketergantungan tugas
dan sharing pengetahuan auditor.
Penelitian Zheng dan Bao (2006) yang
dilakukan pada akuntan publik di Cina
tersebut telah menemukan bukti empiris
adanya hubungan positif komitmen afektif
organisasi dan komitmen afektif tim
dengan sharing pengetahuan, namun tidak
berhasil membuktikan bahwa komitmen
afektif profesional memiliki hubungan
yang signifikan dengan sharing
pengetahuan auditor. Menurut Zheng dan
Bao (2006), hasil penelitian di atas masih
memerlukan konfirmasi empiris lebih
lanjut, meskipun secara rasional telah dapat
mencerminkan kondisi profesi akuntan
publik di Cina.
Indonesia merupakan negara yang
memiliki beberapa persamaan kultur
dengan Cina, khususnya dalam hal
kolektivisme, jarak kekuasaan dan orientasi
kinerja (Javidan dan House, 2001 dalam
Robbins, 2006). Kultur tersebut dapat
berpengaruh terhadap tingkat komitmen,
keterlibatan kerja dan persepsi saling
ketergantungan tugas. Replikasi penelitian
Zheng dan Bao (2006) dilakukan pada
penelitian ini memiliki beberapa alasan,
yang pertama adalah sebagai konfirmasi
atas bukti empiris yang telah ditemukan di
Cina. Kedua, pembahasan mengenai
hubungan komitmen, keterlibatan kerja dan
persepsi saling ketergantungan tugas
dengan aktivitas sharing pengetahuan di
Indonesia ini juga dirasa penting mengingat
akan dilaksanakannya perubahan dalam
bidang akuntansi di Indonesia, yaitu
konvergesi standar akuntansi Indonesia ke
standar internasional. Indonesia sebagai
satu-satunya anggota negara G-20 dari
Asia Tenggara, harus berkomitmen untuk
melaksanakan kesepakatan mengenai perlu
adanya satu standar tunggal akuntansi
global yang berkualitas tinggi (Auditor
internal, 2010).
Standar acuan akuntansi yang pada
saat ini diakui secara global adalah
International Financial Reporting
Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh
International Accounting Standard Board
(IASB). Konvergensi IFRS sebagai standar
akuntansi di Indonesia yang ditargetkan
berlaku secara keseluruhan mulai tanggal 1
Januari 2012 yang akan datang, tentu
membawa dampak yang cukup besar (IAI,
2008). Implementasi perubahan ini
menuntut kesiapan praktisi akuntan
manajemen, akuntan publik, akademisi,
regulator serta profesi pendukung lainnya
seperti aktuaris dan penilai. Akuntan publik
diharapkan dapat segera melakukan up-
date pengetahuannya sehubungan dengan
perubahan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK), membuat revisi Standar Profesi
Akuntan Publik (SPAP) dan menyesuaikan
pendekatan audit yang berbasis IFRS
(Auditor internal, 2010).
Permasalahan yang akan dianalisis
pada penelitian ini adalah :1) Apakah
komitmen afektif memiliki pengaruh positif
terhadap sharing pengetahuan. 2) Apakah
keterlibatan kerja memilki pengaruh positif
terhadap komitmen afektif auditor dan
sharing pengetahuan, dan 3) Apakah
persepsi saling ketergantungan tugas
berpengaruh positif terhadap komitmen
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Ika Indriasari
151 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
afektif auditor dan sharing pengetahuan.
Telaah Pustaka dan Pengembangan
Hipotesis
Teori Integrasi Manajemen
Pengetahuan sebagai model pencipta
pengetahuan dikemukakan oleh Toumi
(1999). Gagasan diciptakannya teori ini
berdasarkan pada karya Nonaka (1995)
yang memperkenalkan konsep “perusahaan
pencipta pengetahuan” (knowledge-
creating-company) (Djajadiningrat, 2005).
Toumi dan Nonaka dalam Djajadiningrat
(2005), menyatakan bahwa pengetahuan
yang selalu diciptakan oleh individu-
individu dapat dimunculkan dan diperluas
oleh organisasi melalui interaksi sosial,
yang pada saat interaksi tersebut
pengetahuan yang tersirat (tacit knowledge)
diubah menjadi pengetahuan yang tersurat
(explicit knowledge).
Sharing Pengetahuan
Sharing pengetahuan adalah perilaku
penyebaran dan penerimaan pengetahuan
yang dimiliki seseorang dengan anggota
lain dalam suatu organisasi. Aktivitas ini
merupakan proses orang-per-orang.
Aktivitas ini juga merupakan tindakan
sosial yang melibatkan perilaku kolektif
pada suatu kelompok (Yu dan Khalifa,
2007) yang tidak dapat dipaksakan
pelaksanaannya, hanya dapat didorong atau
difasilitasi (Gibbert dan Krause, 2002
dalam Bock, 2005). Sharing pengetahuan,
mengacu pada penelitian van den Hoof dan
van Weenen (2004) terbagi menjadi dua
bentuk, yaitu donating
(mengkomunikasikan modal intelektual
yang dimiliki kepada rekannya) dan
collecting knowledge (berkonsultasi kepada
rekan/ kolega supaya mereka bersedia
membagikan kekayaan intelektualnya).
Sharing pengetahuan dianggap sebagai
suatu dimensi dan fokus pada hubungan
antara faktor-faktor yang mempengaruhi
sharing pengetahuan tersebut.
Sharing pengetahuan sendiri adalah
suatu proses yang tidak hanya mengacu
pada informasi, namun juga kepercayaan,
pengalaman, dan praktik kontekstual yang
terkadang sulit untuk disampaikan
(Davenport and Prusak, 1998). Hal inilah
yang seringkali tidak diperhatikan oleh
sebagian besar proses sharing pengetahuan
dalam suatu organisasi dan menganggap
bahwa sharing lebih sebagai suatu proses
transfer pengetahuan, ketika satu unit
(misalnya individu, kelompok, departemen,
divisi) terpengaruh oleh pengalaman unit
lainnya (Argote dkk, 2000).
Komitmen Afektif
Komitmen afektif berhubungan
positif dengan kemauan individu untuk
melakukan upaya yang lebih baik bagi
pekerjaannya, sehingga komitmen tersebut
mendorong individu untuk mau
memberikan atau menerima pengetahuan
kepada/ dari pihak lain. Kemauan untuk
menyebarkan atau membagikan modal
intelektual yang dimiliki oleh seseorang
juga berhubungan dengan adanya
kepercayaan antara pemberi dan penerima
Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
152 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
pengetahuan, pengalaman, dan praktik
kontekstual yang sulit untuk disampaikan
(Davenport dan Prusak, 1998).
Kepercayaan dan kemauan berbagi tersebut
dimungkinkan jika seseorang memiliki
hubungan emosi dengan obyek tertentu,
diantaranya adalah dengan organisasi
tempat bekerjanya, profesinya dan tim
kerjanya. Hasil penelitian Jarvenpaa dan
Staples (2001) menyatakan, bahwa
meskipun pengetahuan adalah hasil kerja
keras seorang pekerja, ketika pekerja
tersebut bersedia untuk membagikan
pengetahuannya, maka hal itu dilakukan
bukan untuk kepentingan mereka sendiri,
melainkan untuk kemanfaatan yang lebih
besar bagi organisasi. Komitmen afektif
pada auditor menunjukkan adanya ikatan
emosional individu terhadap organisasinya
karena auditor tersebut memiliki
identifikasi terhadap tujuan organisasi dan
memiliki keinginan untuk membantu
pencapaian tujuan tersebut (Ketchand dan
Strawser, 2001).
Terkait dengan sifat sharing
pengetahuan yang tidak dapat dipaksakan
(Gibbert dan Krause, 2002 dalam Bock dkk
2005), maka uraian tersebut di atas
menjelaskan mengapa komitmen afektif
yang berhubungan dengan adanya
keterikatan emosi, adalah dimensi
komitmen yang paling sesuai untuk
menjelaskan hubungan antara komitmen
individu dengan kemauan untuk melakukan
sharing pengetahuan.
Keterlibatan Kerja
Keterlibatan kerja (job involvement)
didefinisikan sebagai tingkat identifikasi
psikologis individual terhadap tugas dan
pentingnya pekerjaannya dalam gambaran
dirinya secara total (Lodhal and Kejner,
1965). Keterlibatan kerja juga dianggap
sebagai komponen penting dari lingkungan
kerja dan terkait dengan tingkat penyerapan
harian dari pengalaman individu dalam
aktivitas kerjanya (Lawler & Hall, 1970).
Robbins (2006) menyatakan bahwa
keterlibatan kerja merupakan proses
partisipatif yang menggunakan seluruh
kapasitas karyawan, dan dirancang untuk
mendorong peningkatan komitmen bagi
suksesnya suatu organisasi. Logika yang
mendasari adalah: dengan melibatkan para
karyawan dalam keputusan-keputusan yang
menyangkut kepentingan mereka dan
dengan meningkatkan otonomi serta
kendali mengenai kehidupan kerja mereka,
karyawan dapat menjadi lebih produktif
dan lebih puas dengan pekerjaannya.
Persepsi Saling Ketergantungan Tugas
Saling ketergantungan tugas adalah
komponen yang sangat proksimal bagi
lingkungan kerja dan dialami oleh pekerja
secara langsung serta dilaksanakan dengan
cara yang penuh arti (Bishop dan Scott,
2000). Saling ketergantungan tugas juga
dapat diartikan sebagai suatu fitur
struktural dari suatu hubungan antar
anggota kelompok yang berasal dari tugas-
tugas dalam kelompok. Saling
ketergantungan tugas ini menjadi lebih
nampak ketika anggota kelompok harus
berbagi material, informasi dan saran
dalam rangka mencapai hasil atau kinerja
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Ika Indriasari
153 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
(van der Vegt dkk,1999 dalam Taggar dan
Haines, 2006).
Tingkat saling ketergantungan tugas
ditentukan oleh bagaimana cara orang-
orang bekerja sama, dan mungkin juga
ditentukan sebagian oleh teknologi dan
sebagian oleh bagaimana cara pekerjaan
dikelola (van Vijfeijken dkk, 2002). Saling
ketergantungan tugas ini merupakan
karakteristik yang penting bagi banyak
pekerjaan, termasuk didalamnya tim kerja
audit dan tim kerja lainnya yang diarahakan
sendiri (Bishop dan Scott, 2000). Meskipun
saling ketergantungan tugas ini merupakan
karakteristik yang penting bagi banyak
pekerjaan, namun beda individu bisa jadi
memiliki persepsi yang berbeda mengenai
tingkatan ketergantungan tugas. Dalam
pelaksanaan tugas pemeriksaan, auditor
selalu melakukannya dalam tim kerja. Pada
lingkungan kerja profesi yang hampir
sama, tingginya persepsi saling
ketergantungan tugas akan menyebabkan
rekan satu kelompok lebih peduli akan
pentingnya kontribusi mereka terhadap
profesinya sebagaimana terhadap
organisasi dan kelompok. Kepedulian yang
meningkat ini semestinya meningkatkan
pula ego pekerja untuk terlibat dan
kemudian meningkatkan pengaruh
positifnya terhadap perusahaan dan tim
kerjanya.
Penelitian Terdahulu
Naquin dan Holton (2002) meneliti
tingkatan dimensi dari lima faktor model
personalitas, afektivitas dan komitmen
kerja (termasuk di dalamnya etika kerja,
Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
keterlibatan kerja, komitmen afektif dan
komitmen continuance) yang diduga
mempengaruhi motivasi untuk
meningkatkan hasil kerja melalui proses
belajar. Penelitian Naquin dan Holton
(2002) tersebut menemukan bahwa
pengaruh disposisional merupakan
anteseden yang signifikan dari motivasi
untuk meningkatkan kinerja melalui proses
belajar.
Penelitian yang menghubungkan
antara lingkungan kerja dan komitmen
telah dilakukan oleh Leong dkk (2003).
Penelitian tersebut bertujuan untuk
menginvestigasi hubungan antara
komitmen organisasi dan komitmen profesi
auditor eksternal di Kantor Akuntan Publik.
Penelitian tersebut juga bertujuan untuk
menguji hubungan antara keterlibatan kerja
dan komitmen profesi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa komitmen profesi
pada auditor di Kantor Akuntan Publik
dipengaruhi oleh komitmen organisasi dan
keterlibatan kerja.
Cabrera dan Cabrera (2005)
menyatakan dalam penelitiannya bahwa
untuk membantu terjadinya penyebaran
pengetahuan dengan baik dalam suatu
organisasi diperlukan beberapa hal,
diantaranya adalah adanya tingkat interaksi
yang lebih tinggi, yang berarti memerlukan
adanya ketergantungan antara anggota
suatu kelompok, partisipasi anggota,
budaya perusahaan yang mendukung,
komunikasi yang baik, egaliterisme dan
keadilan dalam perusahaan, serta yang
terakhir adalah adanya persepsi dukungan
dari organisasi tempat bekerja. Karyawan
154 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
yang bekerja pada organisasi yang
memiliki tipe lingkungan tersebut diatas
dan mengakui serta menilai kontribusi
pekerjanya, semestinya memiliki kemauan
secara alami untuk berbagi pengetahuan
dan bekerja sama (Cabrera dan Cabrera,
2005).
Penelitian yang menghubungkan
antara komitmen, keterlibatan kerja dan
persepsi saling ketergantungan tugas
terhadap sharing pengetahuan telah
dilakukan oleh Zheng dan Bao (2006).
Penelitian tersebut memberikan bukti
empiris adanya hubungan positif yang
signifikan antara lingkungan kerja (dalam
penelitian ini keterlibatan kerja dan
persepsi saling ketergantungan tugas),
komitmen afektif profesi, komitmen afektif
kelompok dan sharing pengetahuan dalam
Kantor Akuntan Publik di Cina. Hasil
lainnya, hubungan antara persepsi saling
ketergantungan tugas dan komitmen afektif
profesi, komitmen afektif profesi dan
sharing pengetahuan ditemukan tidak
signifikan. Keterlibatan kerja yang diduga
memiliki hubungan positif, ditemukan
memiliki hubungan negatif dengan sharing
pengetahuan. Hal ini bertolak belakang
dengan prediksi peneliti sebelumnya,
bahwa komitmen dan lingkungan kerja
secara keseluruhan memiliki hubungan
yang positif dan signifikan terhadap proses
sharing pengetahuan.
Hislop (2003) dalam Zheng dan Bao
(2006) menunjukkan bahwa ada hubungan
yang menarik antara tingkat komitmen
yang dirasakan karyawan terhadap
organisasinya dengan sikap serta tingkah
laku karyawan dalam berinisiatif untuk
melakukan sharing pengetahuan, sehingga
tingkat komitmen karyawan bertentangan
dengan keseganan karyawan untuk
melakukan sharing pengetahuan.
Komitmen karyawan yang diharapkan
dapat mendukung sharing pengetahuan ini
tidak dapat muncul begitu saja. Sebelum
muncul komitmen yang kuat, ditemukan
ada beberapa hal yang mempengaruhi
munculnya komitmen tersebut, misalnya
pengalaman kerja, keterlibatan kerja, saling
ketergantungan dalam pelaksanaan tugas,
masa kerja dan sebagainya (Allen dan
Meyer,1990; Naquin dan Holton, 2002;
Leong dkk, 2003; Clayton dkk, 2007).
Faktor lainnya yang memiliki
hubungan dengan komitmen yaitu tingkat
saling ketergantungan tugas, yang
menunjukkan bagaimana cara orang-orang
bekerja sama, yang mungkin juga
ditentukan sebagian oleh teknologi dan
sebagian oleh bagaimana cara pekerjaan
dikelola (van Vijfeijken dkk, 2002).
Diantara berbagai faktor yang diduga
memiliki hubungan positif dengan
komitmen tersebut, hanya keterlibatan kerja
dan persepsi saling ketergantungan tugas
yang akan diteliti lebih lanjut dan diduga
memiliki hubungan positif secara langsung
dengan sharing pengetahuan. Berdasarkan
uraian di atas, maka hubungan antar
variabel yang akan dianalisis pada
penelitian ini digambarkan dalam kerangka
berikut ini:
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Ika Indriasari
155 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Dari uraian diatas maka dibentuk hipotesis-
hipotesis berikut:
H1a : terdapat hubungan positif antara
komitmen afektif organisasi auditor
terhadap peningkatan perilaku
sharing pengetahuan
H1b : terdapat hubungan positif antara
komitmen afektif tim kerja auditor
terhadap peningkatan perilaku
sharing pengetahuan
H1c : terdapat hubungan positif
antara komitmen afektif pada profesi
akuntan publik auditor terhadap
peningkatan perilaku sharing
pengetahuan
H2a : terdapat hubungan positif antara
keterlibatan kerja dengan komitmen
afektif organisasi auditor
H2c : terdapat hubungan positif antara
keterlibatan kerja dengan komitmen
afektif profesi auditor
H2b : terdapat hubungan positif antara
keterlibatan kerja dengan komitmen
afektif tim auditor
H2d : terdapat hubungan positif antara
tingkat keterlibatan kerja auditor dan
peningkatan sharing pengetahuan
H3a : Terdapat hubungan positif
antara persepsi saling ketergantungan
tugas dengan komitmen afektif
organisasional.
H3b : Terdapat hubungan positif antara
persepsi saling ketergantungan tugas
dengan komitmen afektif tim kerja.
H3c : Terdapat hubungan positif
antara persepsi saling ketergantungan
Gambar 1
Kerangka Pemikiran Teoritis
Sumber: Data diolah 2010
H2d
H1a
H2b
H2c H3a H1b
H3b
H1c
H3c
H3d
H2a
keterlibatan kerja
persepsi saling
ketergantungan
tugas
Sharing Pengetahuan
Komitmen Afektif
Professional
Komitmen Afektif
Kelompok
Komitmen afektif
organisasi
Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
156 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
tugas dengan komitmen afektif
profesi.
H3d : terdapat hubungan positif antara
tingkat persepsi saling
ketergantungan tugas auditor dan
peningkatan perilaku sharing
pengetahuan
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian lapangan yang bertujuan untuk
menganalisis faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi komitmen afektif dan
pengaruh komitmen afektif terhadap
aktivitas sharing pengetahuan auditor pada
Kantor Akuntan Publik di Indonesia.
Penelitian dilakukan secara cross-
sectional. Pada bagian pembahasan, diuji
hipotesis yang telah ditetapkan untuk
membuktikan hubungan-hubungan yang
ada antar variabel.
Penentuan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah
akuntan profesional yang bekerja sebagai
auditor eksternal di Kantor Akuntan Publik
di Indonesia. Unit analisis dalam penelitian
ini meliputi auditor yang bekerja pada KAP
di Indonesia dengan masa kerja di atas satu
tahun. Pengambilan sampel dilakukan
secara random sampling pada KAP-KAP
yang ada di Indonesia. Metode penentuan
sampel ini digunakan untuk memenuhi
asumsi dasar agar model persamaan
struktural yang diajukan layak. Kesediaan
mengisi kuesioner pada KAP adalah 300
kuesioner, sedangkan kuesioner yang
kembali dan dapat diolah lebih lanjut
sebanyak 145, sehingga sampel yang
diperoleh pada penelitian ini adalah 145
sampel. Ukuran sampel tersebut memenuhi
kriteria jumlah sampel dengan
menggunakan SEM.
Variabel Penelitian dan Definisi
Operasional Variabel
Variabel Independen
Komitmen yang diduga memiliki
hubungan yang kuat dengan aktivitas
sharing pengetahuan adalah komitmen
afektif, baik komitmen afektif organisasi,
kelompok (tim) maupun komitmen
profesional. Untuk mengukur masing-
masing komitmen afektif ini, akan
digunakan skala Likert dari sangat tidak
setuju (1) hingga sangat setuju (5).
Pengukuran ini akan dilakukan dengan
menggunakan kuesioner Affective
Commitment Scales (ACS) yang disusun
oleh Meyer, Allen dan Gellatly (1990);
Meyer, Allen dan Smith (1993).
Variabel independen selanjutnya
adalah Keterlibatan Kerja. Keterlibatan
kerja akan diukur dengan Job Involvement
Questionnaries (JIQ) yang digunakan
secara luas dalam literatur-literatur
mengenai keterlibatan kerja yang disusun
oleh Kanungo (1982). Pada pengukuran
variabel ini terdapat 5 item pertanyaan
dengan skala Likert. Variabel independen
ketiga adalah Persepsi Saling
Ketergantungan Tugas. Variabel ini adalah
variabel yang digunakan untuk mengukur
tingkat saling keterkaitan pelaksanaan
tugas antara anggota team-work, diiukur
dengan menggunakan kuesioner yang
disusun oleh Bishop dan Scott (2000). Pada
variabel ini ada 4 item pertanyaan dan
seperti dua variabel independen lainnya,
digunakan pula Skala Likert 1 sampai 5.
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Ika Indriasari
157 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah sharing pengetahuan. Sharing
pengetahuan diukur dengan mengacu pada
kuesioner yang disusun oleh Van den Hoff
dan Van Weenen (2004). Ada 7 item
pertanyaan yang diukur menggunakan
Skala Likert mulai dari sangat tidak setuju
(1) hingga sangat setuju (5).
Teknik Analisis
Uji hipotesis pada penelitian ini
menggunakan model persamaan struktural
(Structural Equation Modelling/ SEM)
dengan menggunakan AMOS 16.0. Model
persamaan struktural didasarkan pada
hubungan kausalitas, dimana perubahan
pada satu variabel diasumsikan akan
berakibat pada perubahan variabel lainnya.
Kuatnya hubungan kausalitas antara dua
variabel yang diasumsikan bukan terletak
pada metoda analisis yang dipilih, namun
terletak pada justifikasi (pembenaran)
secara teoritis untuk mendukung
Gambar 2
Diagram Jalur
Sumber: data diolah 2010
Keterangan gambar :
PKT : Persepsi saling ketergantungan
tugas
KK : Keterlibatan Kerja
KAO : Komitmen Afektif Organisasi
KAK : Komitmen Afektif Kelompok
KAPro : Komitmen Afektif Profesi
SP : Sharing Pengetahuan
Measurement Model penelitian ini
disajikan dalam tabel 1 berikut ini:
Tabel 1
Measurement Model Penelitian
Sumber: data diolah 2010
Konstruk Model Pengukuran
Konstruk Persepsi
Saling Ketergantungan
Tugas
X1 = λ1PKT+ε1
X2 = λ2PKT+ε2
X3 = λ3PKT+ε3
X4 = λ4PKT+ε4
Konstruk Keterlibatan
Kerja
X5 = λ5KK+ε5
X6 = λ6KK+ε6
X7 = λ7KK+ε7
X8 = λ8KK+ε8
X9 = λ9KK+ε9
Konstruk Komitmen
Afektif Organisasi
X10 = λ10KAO+ε10
X11 = λ11KAO+ε11
X12 = λ12KAO+ε12
X13 = λ13KAO+ε13
X14 = λ14KAO+ε14
X15 = λ15KAO+ε15
Konstruk eksogen
Sharing Pengetahuan
X28 = λ28KAPro+ε28
X29 = λ29KAPro+ε29
X30 = λ30KAPro+ε30
X31 = λ31KAPro+ε31
X32 = λ32KAPro+ε32
X33 = λ33KAPro+ε33
X34 = λ34KAPro+ε34
Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
158 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Sumber: data diolah 2010
Persamaan struktural yang terbentuk
dari diagram alur adalah :
SP = β1KAO+ Z1
SP = β2KAK+ Z2
SP = β3KAPr+ Z3
KAO = β4KK+ Z4
KAPr = β5KK+ Z5
KAK = β6KK+ Z6
SP = β7KK+ Z7
KAO = β8PKT+ Z8
KAPr = β9PKT+ Z9
KAK = β10PKT+ Z10
SP = β11PKT+ Z11
Langkah berikutnya adalah menilai
identifikasi model struktural. Selama proses
identifikasi berlangsung dengan program
komputer, sering terdapat hasil estimasi
yang tidak logis atau meaningless dan hal
ini terkait dengan masalah identifikasi
model struktural, dan selanjutnya dinilai
goodness of fit dari masing-masing variabel
Structural Equation Model Analisys
Setelah melakukan analisis faktor
konfirmatori dengan cara menguji
indikator dari masing-masing konstruk,
dengan demikian proses tersebut telah
menguji model per-konstruk hingga
diperoleh model yang baik, maka diperolah
model persamaan struktural atau full model
penelitian dapat dilihat pada gambar 3.
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Ika Indriasari
Gambar 3
Full Model Persamaan Struktural
Sumber: data diolah 2010
159 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Penilaian Kriteria Goodness of Fit Indices
Model
Setelah melakukan pengujian asumsi
struktural equation model, maka langkah
selanjutnya adalah menilai kriteria
goodness-of-fit-indices full structural
model. Ringkasan hasil model yang
dibangun dengan cut of goodness-of-fit
indices yang ditetapkan, disajikan dalam
tabel 2. Berdasarkan tabel 2 tersebut, nilai
chi-square 638,307. Nilai tersebut jauh
lebih tinggi dibandingkan nilai df=264,
sehingga masuk pada kriteria marginal.
Ghozali (2008) menyatakan bahwa nilai chi
-square sangat sensitif terhadap besarnya
sampel, sehingga ada kecenderungan nilai
chi-square akan selalu signifikan. Nilai
probabilitas p=0,000, sehingga tidak
memenuhi syarat >0,05 dan menunjukkan
bahwa model diterima pada tingkat
marginal.
Tabel 2
Goodness-of-fit Structural Equation
Model- Full Model
Sumber: data diolah 2010 (output AMOS
16.0)
Nilai goodness of fit indices lainnya
juga menunjukkan angka hasil dibawah
kriteria penerimaan model fit, sehingga
model secara keseluruhan berada pada
tingkat marginal karena tidak mencapai cut
-off value yang ditetapkan.
Selain kriteria model fit yang
disajikan seperti pada confirmatory factor
analisys, pada structural full model
dipertimbangkan pula nilai Parsimonious
Fit Measures (PNFI) dan nilai
Parsimonious Goodness of fit Index
(PGFI). PNFI merupakan modifikasi dari
NFI, yang memasukkan jumlah degree of
freedom yang digunakan untuk mencapai
level fit. Kegunaan utama PNFI adalah
untuk membandingkan model dengan
degree of freedom yang berbeda. Tidak ada
nilai yang direkomendasikan sebagai nilai
fit yang diterima, namun untuk
membedakan model nilai > 0,60 dapat
dianggap sebagai nilai yang fit (Ghozali,
2008). Kriteria PGFI memodifikasi GFI
atas dasar parsimony estimated model.
Nilai PGFI berkisar 0 sampai 1.0 dengan
nilai yang semakin tinggi menunjukkan
bahwa model lebih parsimony. Nilai >0,5
masuk pada kriteria fit. Hasil model secara
keseluruhan menunjukkan bahwa model
dapat diterima secara marginal.
Uji Normalitas
Structural Equation Model (SEM),
terutama bila diestimasi dengan
menggunakan Maximum Likelihood
Estimation Technique, mempersyaratkan
dipenuhinya asumsi normalitas. Uji
normalitas dilakukan kembali terhadap
data yang digunakan dalam analisis model
secara keseluruhan, dengan menggunakan
AMOS versi 16.0. Dari uji normalitas,
Items Cut-off Value Hasil Model Keterangan
Chi-square Diharapkan
kecil
638,307 Marginal
CMIN/DF 2< 2,418 Marginal
Significance
Probability
05,0> 0 Marginal
GFI 90,0> 0,725 Marginal
AGFI 90,0> 0,661 Marginal
TLI 90,0> 0,754 Marginal
RMSEA 08,0< 0,101 Marginal
CFI 95,0> 0,774 Marginal
PNFI 60,0> 0,603 Fit
PGFI 50,0> 0,589 Fit
Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
160 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
diketahui bahwa masih terdapat beberapa
data dengan sebaran tidak normal. Dengan
melakukan bootstraping untuk melakukan
resampling. Jika hasil etimasi parameternya
masih konsisten dengan hasil estimasi
tanpa bootstraping maka model masih
layak untuk digunakan. Berdasarkan hasil
bootstraping, estimasi parameter konsisten
antara model original dengan model
setelah bootstrapping. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa model penelitian ini
layak digunakan untuk menguji hipotesis 1
hingga 11.
Tabel 3
Output regression Weights
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Sumber: data diolah 2010 (output AMOS 16.0)
Estimate S.E. C.R. P Label
KAPro <--- KK 0,947 0,124 7,649 *** par_1
KAO <--- PKT 0,889 0,392 2,268 0,023 par_2
KAO <--- KK 1,018 0,182 5,607 *** par_27
KAT <--- KK 0,759 0,153 4,974 *** par_28
KAT <--- PKT 1,393 0,540 2,580 0,010 par_29
KAPro <--- PKT 0,622 0,275 2,267 0,023 par_30
SP <--- KAO -0,205 0,154 -1,329 0,184 par_3
SP <--- KAPro -0,237 0,222 -1,068 0,285 par_4
SP <--- PKT 1,927 0,799 2,411 0,016 par_5
SP <--- KAT -0,237 0,180 -1,314 0,189 par_20
SP <--- KK 0,760 0,365 2,081 0,037 par_21
Berdasarkan data dari tabel di atas, maka
hasil penelitian diringkas dalam tabel di
bawah ini.
Tabel 4
Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis
Sumber: Data diolah, 2010
Hipotesis Keputusan
H1a terdapat hubungan positif antara komitmen afektif organisasi dengan sharing pengetahuan auditor
Ditolak
H1b terdapat hubungan positif antara komitmen afektif tim dengan sharing pengetahuan auditor
Ditolak
H1c terdapat hubungan positif antara komitmen afektif profesional dengan sharing pengetahuan auditor
Ditolak
H2a terdapat hubungan positif antara keterlibatan kerja dengan komitmen afektif organisasi auditor
Diterima
H2b terdapat hubungan positif antara keterlibatan kerja dengan komitmen afektif tim auditor
Diterima
H2c terdapat hubungan positif antara keterlibatan kerja dengan komitmen afektif profesional auditor
Diterima
H2d
terdapat hubungan positif antara tingkat keterlibatan kerja auditor dan peningkatan sharing
pengetahuan Diterima
H3a
terdapat hubungan positif antara antara persepsi saling ketergantungan tugas dengan komitmen afektif
organisasional auditor diterima
H3b
terdapat hubungan positif antara antara persepsi saling ketergantungan tugas dengan komitmen afektif
tim auditor Diterima
H3c
terdapat hubungan positif antara antara persepsi saling ketergantungan tugas dengan komitmen afektif
profesional auditor Diterima
H3d
terdapat hubungan positif antara antara persepsi saling ketergantungan tugas dengan sharing
pengetahuan Diterima
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Ika Indriasari
161 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Pembahasan Hipotesis
Hubungan Komitmen Afektif Organisasi dengan
Sharing Pengetahuan Auditor (H1a)
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa pada hubungan antara komitmen afektif
organisasional (KAO) dengan sharing pengetahuan
(SP) terdapat pengaruh negatif . Adanya pengaruh
negatif yang tidak signifikan pada hubungan antara
komitmen afektif organisasi dengan sharing
pengetahuan mengindikasikan bahwa komitmen
afektif organisasi tidak berpengaruh sharing
pengetahuan. Hasil pengujian ini tidak konsisten
dengan penelitian Zheng dan Bao (2006).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
tanpa adanya komitmen afektif organisasi ternyata
aktivitas sharing pengetahuan auditor masih
berjalan dengan baik. Hal ini diduga karena sifat
pekerjaan audit yang memang membutuhkan
sharing yang cukup intensif. Latar belakang budaya
masyarakat Indonesia juga diduga turut
mempengaruhi kondisi ini, karena menurut
penelitian Hoffstede (1980) dalam Robbins (2006)
Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat
individualisme rendah dan kolektivisme yang cukup
tinggi. Kolektivisme menunjukkan kerangka kerja
sosial yang ketat yang di dalamnya orang
mengharapkan orang lain yang berada dalam
kelompoknya mau saling membantu satu sama lain.
Hubungan Komitmen Afektif Tim dengan
Sharing Pengetahuan Auditor (H1b)
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa komitmen afektif tim (KAT) dengan sharing
pengetahuan (SP) terdapat pengaruh -0,174 dengan
nilai critical ratio (CR) sebesar -1,344 dan p-value
0,179. Nilai CR tersebut berada dibawah nilai kritis
+1,96 dengan tingkat signifikansi 0,05. Hasil
pengujian mengindikasikan bahwa komitmen afektif
tim yang rendah tidak memiliki pengaruh terhadap
turunnya sharing pengetahuan. Hal ini berarti
bahwa meskipun komitmen afektif tim pada auditor
rendah, namun aktivitas sharing pengetahuan masih
terus berjalan dengan baik. Pekerjaan audit adalah
pekerjaan yang selalu dilaksanakan dalam satu tim
kerja. Kondisi KAP di Indonesia menunjukkan
bahwa cukup banyak auditor yang bekerja secara
freelance. Keadaan tersebut membuat auditor tidak
selalu berada di KAP, dan hanya bekerja pada saat
harus melaksanakan pekerjaan audit. Kelompok atau
tim audit yang ditemui dalam tiap-tiap pekerjaan
audit belum tentu selalu sama. Auditor yang
merupakan pegawai tetap pada suatu KAP di
Indonesia juga seringkali mengalami rolling
anggota tim kerja. Keadaan-keadaan tersebut diatas
sangat mungkin untuk mempengaruhi komitmen
afektif auditor terhadap tim kerjanya. Kondisi
tersebut ternyata tidak mempengaruhi tingginya
aktivitas sharing pengetahuan yang dilakukan. Hal
ini diduga karena tingkat saling ketergantungan
tugas antara auditor dalam satu tim tinggi, sehingga
auditor tetap melakukan sharing pengetahuan
meskipun komitmen afektif tim yang dirasakan
mungkin tergantung pada kondisi tim kerjanya.
Keadaan ini diduga juga tidak terlepas dari latar
belakang budaya Indonesia yang memiliki tingkat
kolektivitas tinggi.
Hubungan Komitmen Afektif Profesional dengan
Sharing Pengetahuan Auditor (H1c)
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa komitmen afektif tim (KAPro) dengan
sharing pengetahuan (SP) terdapat pengaruh -0,379
dengan nilai critical ratio (CR) sebesar -1,651 dan
p-value 0,099. Nilai CR tersebut berada dibawah
nilai kritis +1,96 dengan tingkat signifikansi 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa komitmen
afektif tim yang rendah tidak berpengaruh terhadap
aktivitas sharing pengetahuan auditor.
Hubungan negatif yang tidak signifikan
antara komitmen afektif profesional dengan sharing
pengetahuan mengindikasikan bahwa komitmen
afektif profesional yang rendah tidak berpengaruh
pada aktivitas sharing pengetahuan. Aktivitas
sharing pengetahuan tetap berjalan dengan baik
meskipun auditor belum/ tidak memiliki komitmen
afektif yang tinggi. Hal ini dapat dikaitkan dengan
keterikatan auditor dengan Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) yang telah mengatur
bagaimana seharusnya seorang auditor menjalankan
profesinya. Standar tersebut mengarahkan para
auditor agar melaksanakan atau menyelesaikan
pekerjaan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Sharing pengetahuan merupakan
aktivitas yang sangat terkait dengan pelaksanaan
standar profesional tersebut, sehingga begitu auditor
menjalankan profesinya sesuai dengan standar,
maka auditor tersebut juga didorong untuk
melaksanakan sharing pengetahuan. Kondisi
tersebut diduga membuat komitmen afektif
profesional bukan lagi menjadi faktor utama yang
mendorong dilakukannya sharing pengetahuan di
antara auditor, namun bisa jadi lebih terdorong
karena adanya standar yang telah ditetapkan.
Hubungan Keterlibatan Kerja dengan
Komitmen Afektif Organisasi Auditor (H2a)
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan
Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
162 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
komitmen afektif organisasi (KAO) terdapat
pengaruh 0,978 dengan nilai critical ratio (CR)
sebesar 5,684 dan p-value 0,000 yang berarti
signifikan pada level 0,01. Nilai CR tersebut berada
diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat disimpulkan
bahwa keterlibatan kerja yang tinggi akan
meningkatkan komitmen afektif organisasi secara
signifikan. Adanya hubungan positif dan signifikan
antara keterlibatan kerja dan komitmen afektif
organisasi mengindikasikan bahwa keterlibatan
kerja yang rendah dapat berpengaruh pada turunnya
komitmen afektif organisasi secara signifikan. Hasil
pengujian ini mendukung hasil penelitian Zheng dan
Bao (2006) yang menyatakan bahwa keterlibatan
kerja berhubungan positif dengan tingkat komitmen
afektif organisasi.
Hubungan Keterlibatan Kerja dengan
Komitmen Afektif Tim Auditor (H2b)
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan
komitmen afektif tim (KAT) terdapat pengaruh
0,817 dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 5,417
dan p-value 0,000 (signifikan pada level 0,01). Nilai
CR tersebut berada diatas nilai kritis +1,96,
sehingga dapat disimpulkan bahwa keterlibatan
kerja yang tinggi akan meningkatkan komitmen
afektif tim secara signifikan. Hasil tersebut
selanjutnya mengindikasikan bahwa keterlibatan
kerja yang rendah dapat berpengaruh pada turunnya
komitmen afektif tim secara signifikan.
Hubungan Keterlibatan Kerja dengan
Komitmen Afektif Profesional Auditor (H2c)
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan
komitmen afektif profesional (KAPro) terdapat
pengaruh 0,861 dengan nilai critical ratio (CR)
sebesar 7,946 dan p-value 0,000 (signifikan pada
level 0,01). Nilai CR tersebut berada jauh diatas
nilai kritis +1,96, sehingga dapat disimpulkan
bahwa komitmen afektif profesional yang tinggi
akan meningkatkan sharing pengetahuan secara
signifikan.
Hubungan Keterlibatan Kerja dengan Sharing
Pengetahuan (H2d)
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan sharing
pengetahuan (SP) terdapat pengaruh 0,755 dengan
nilai critical ratio (CR) sebesar 2,349 dan p-value
0,019. Nilai CR tersebut berada diatas nilai kritis
+1,96, sehingga dapat disimpulkan bahwa
keterlibatan kerja yang rendah akan menurunkan
tingkat sharing pengetahuan. Hubungan antara
keterlibatan kerja dan sharing pengetahuan yang
positif dan signifikan selanjutnya mengindikasikan
bahwa keterlibatan kerja yang rendah dapat
berpengaruh pada turunnya sharing pengetahuan.
Hasil pengujian ini bertolak belakang dengan hasil
penelitian Zheng dan Bao (2006) yang menemukan
bahwa keterlibatan kerja berhubungan negatif
dengan tingkat sharing pengetahuan, namun
mendukung dan memperkuat hasil temuan dari Leon
dkk. (2003) serta Cabrera dan Cabrera (2005),
bahwa tingkat identifikasi auditor terhadap
pekerjaannya dapat berpengaruh positif terhadap
kemauannya untuk melakukan sharing pengetahuan
di lingkungan kerjanya.
Hubungan Persepsi Saling Ketergantungan
Tugas dengan Komitmen Afektif Organisasi
Auditor (H3a)
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan
komitmen afektif organisasi (KAO) terdapat
pengaruh 0,889 dengan nilai critical ratio (CR)
sebesar 2,268 dan p-value 0,023. Nilai CR tersebut
berada diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat
disimpulkan bahwa persepsi saling ketergantungan
tugas yang rendah akan menurunkan komitmen
afektif organisasi secara signifikan.
Hubungan kedua variabel tersebut
selanjutnya mengindikasikan bahwa persepsi
ketergantungan tugas yang rendah akan berpengaruh
secara signifikan pada turunnya komitmen afektif
organisasi, dengan demikian hipotesis 3a ini
diterima. Hasil ini mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh Zheng dan Bao (2006).
Hubungan Persepsi Saling Ketergantungan
Tugas Dengan Komitmen Afektif Tim Auditor
(H3b)
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa hubungan keterlibatan kerja dengan
komitmen afektif tim (KAT) terdapat pengaruh
sebesar 1,393 dengan nilai critical ratio (CR)
sebesar 2,580 dan p-value 0,010. Nilai CR tersebut
berada diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat
disimpulkan bahwa persepsi saling ketergantungan
tugas yang tinggi akan meningkatkan komitmen
afektif tim secara signifikan, atau hipotesis 3b
diterima. Hasil ini serupa dan mendukung hasil
penelitian yang dilakukan oleh Zheng dan Bao
(2006).
Hubungan Persepsi Saling Ketergantungan
Tugas dengan Komitmen Afektif Profesional
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Ika Indriasari
163 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Auditor (H3c)
Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa hubungan persepsi saling
ketergantungan tugas (PKT) dengan komitmen
afektif profesional (KAPro) terdapat pengaruh 0,622
dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 2,267 dan p-
value 0,023. Nilai CR tersebut berada diatas nilai
kritis +1,96, sehingga persepsi saling
ketergantungan tugas yang tinggi akan memberikan
pengaruh positif terhadap komitmen afektif
profesional, dengan demikian hasil ini mendukung
hipotesis 3c. Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa adanya persepsi saling ketergantungan tugas
pada auditor tidak hanya memperkuat komitmen
auditor terhadap organisasi (KAP) atau rekan dalam
tim kerjanya, namun juga dapat memperkuat
komitmen terhadap profesinya sebagai akuntan
publik.
Hubungan Persepsi Saling Ketergantungan
Tugas Dengan Sharing Pengetahuan Auditor
(H3d)
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa hubungan persepsi saling ketergantungan
tugas dengan sharing pengetahuan terdapat
pengaruh 1,927 dengan nilai critical ratio (CR)
sebesar 2,411 dan p-value 0,016 . Nilai CR tersebut
berada diatas nilai kritis +1,96, sehingga dapat
disimpulkan bahwa persepsi saling ketergantungan
tugas yang tinggi akan meningkatkan aktivitas
sharing pengetahuan diantara auditor secara
signifikan. Hubungan antara kedua variabel tersebut
mengindikasikan bahwa turunnya persepsi saling
ketergantungan tugas akan menurunkan pula tingkat
sharing pengetahuan diantara para auditor, atau
hipotesis 3d diterima. Hasil ini mendukung dan
memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh
Zheng dan Bao (2006).
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pengujian
hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Komitmen afektif organisasi , tim dan profesi
tidak terbukti berhubungan positif dengan
sharing pengetahuan. Penelitian ini
menunjukkan bahwa sharing pengetahuan
lebih dilakukan karena adanya faktor latar
belakang budaya untuk berbagi, bukan
dipengaruhi oleh komitmen.
2. Keterlibatan kerja terbukti berhubungan
positif dan signifikan dengan komitmen
afektif organisasi, tim maupun profesi
auditor. Hal ini mengindikasikan bahwa
auditor sebaiknya menjaga supaya faktor
keterlibatan kerja terjaga, sehingga aktivitas
sharing pengetahuan dapat berlangsung
dengan baik.
3. Persepsi saling ketergantungan tugas terbukti
berhubungan positif signifikan dengan
komitmen afektif auditor.
4. Persepsi saling ketergantungan tugas terbukti
berhubungan positif dengan sharing
pengetahuan auditor. Adanya persepsi saling
ketergantungan tugas yang tinggi akan
meningkatkan komitmen afektif profesional
auditor secara signifika
Keterbatasan
Evaluasi atas hasil penelitian ini harus
mempertimbangkan beberapa keterbatasan yang
mungkin mempengaruhi hasil penelitian, antara lain
variabel-variabel keterlibatan kerja, persepsi saling
ketergantungan tugas, komitmen afektif dan sharing
pengetahuan terkait dengan filosofi organisasi yang
terbentuk melalui jangka waktu yang lama, sehingga
penelitian secara cross-sectional bisa jadi tidak
dapat memberikan hasil yang sangat akurat dalam
penelitian ini.Variabel yang diteliti dalam penelitian
ini terkait dengan aktivitas sharing pengetahuan
adalah keterlibatan kerja, persepsi saling
ketergantungan tugas dan komitmen afektif yang
dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu komitmen afektif
organisasi, komitmen afektif tim dan komitmen
afektif profesional. Komponen komitmen lainnya,
yaitu komitmen continuance dan komitmen
normatif tidak diteliti, karena komitmen afektif
dianggap sebagai komitmen yang paling mendorong
dilakukannya sharing pengetahuan auditor.
Disamping variabel-variabel yang telah diteliti
disini, sebenarnya masih banyak variabel yang dapat
mempengaruhi intensitas sharing pengetahuan pada
auditor.
Penelitian secara kuantitatif dalam akuntansi
perilaku berpotensi menimbulkan keterbatasan hasil,
karena adanya kemungkinan jawaban responden
yang kurang sesuai dan hal ini di luar kendali
peneliti. Faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh
terhadap sharing pengetahuan juga tidak dapat
digali lebih jauh, sehingga penelitian terbatas pada
variabel yang telah ditetapkan.
Saran
Berdasarkan evaluasi keterbatasan dalam
penelitian ini, maka penelitian selanjutnya
disarankan : Menggunakan studi longitudinal untuk
meneliti penelitian serupa ini. Studi longitudinal
Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
164 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
memungkinkan penelitian dapat memperoleh bukti
yang lebih kuat dan berkesinambungan mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan komitmen
afektif maupun aktivitas sharing pengetahuan
auditor. Penelitian berikutnya diteliti variabel
anteseden lainnya yang dapat memberikan pengaruh
positif terhadap aktivitas sharing pengetahuan,
seperti peran dukungan organisasi, komunikasi,
teknologi, peran konflik dan sebagainya, serta
meneliti komponen komitmen selain komitmen
afektif, yaitu komitmen continuance maupun
komitmen normatif yang mungkin juga memiliki
pengaruh terhadap aktivitas sharing pengetahuan.
Daftar Pustaka
Andreu, Rafael,. Baiget, Joan., Canals, Agustı,
2008, “Firm-Specific Knowledge and
Competitive Advantage:Evidence and KM
Practices”,.Knowledge and Process
Management, Vol. 15 No. 2, hal. 96-106.
Bishop, James.W., Scott, K. Dow, 2000, “An
Examination of Organizational and Team
Commitment in a Self-Directed Team
Environment”, Journal of Applied Psychology, Vol. 85, No. 3, hal. 439-450.
Bock, Gee-Woo., Zmud, Robert W., Kim, Young-
Gul., Lee, Jae-Nam, 2005, “Behavioral
Intention Formation In Knowledge Sharing:
Examining The Roles Of Extrinsic
Motivators, Social-Psychological Forces,
And Organizational Climate”, MIS Quarterly, Vol. 29 No. 1. hal. 87-111.
Cabrera, Elizabeth F., Cabrera, Angel, 2005,
“Fostering Knowledge Sharing Through
People Management Practices”,
International Journal of Human
Resource Management, Vol.16, No.5,
hal. 270-735.
Chugtai, Aamir Ali, 2008, “Impact of Job
Involvement on In-Role Job performance and
Organizational Citizenship Behaviour”, Institute of Behavioral and Applied
Management.
Clayton, Bruce., Petzall, Stanley., Lynch, Barbara.,
Margret, Julie, 2007, “An Examination Of
The Organisational Commitment Of
Financial Planners”, International Review of Business Research Papers, Vol.3 No.1, hal.
63-71.
Davenport, Thomas H., Prusak, Laurece, 1998,
Working Knowledge: How Organizations
Manage what They Know, Harvard Business
School Press, Boston.
Djajadiningrat, Surna Tjahja, 2005, Mengelola
Pengetahuan dan Modal Intelektual
dengan Pembelajaran Organisasi: Suatu
Gagasan untuk Institut Teknologi
Bandung, “Orasi Ilmiah pada Sidang
Terbuka ITB Peringatan Dies Natalis
Institut Teknologi Bandung ke-46”
Gibbert, M. and Krause, H., 2002, “Practice
Exchange in a Best Practice
Marketplace, in Knowledge Management
Case Book: Siemens Best Practices, T.
H. Davenport and G. J. B. Probst (Eds.)”,
Publicis Corporate Publishing,
Erlangen, Germany, hal. 89-105.
Ghozali, Imam, 2006, Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Ghozali, Imam, 2008, Model Persamaan Struktural.Konsep Aplikasi dengan
Program AMOS16.0, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Hackman, J. Richard., Lawler, III Edward E.,
1971, “Employee Reactions To Job
Characteristics”, Journal Of Applied
Psychology,Monograph Vol. 55, No. 3,
hal. 259-286.
Hall, Matthew., Smith, David, Langfield-
Smith, Kim, 2005, “Accountants‟
Commitment to Their Profession:
Multiple Dimensions of Professional
Commitment and Opportunities for
Future Research”, Behavioral Research
in Accounting, vol 17, no. 1, hal 89-109.
Hlupic, Vlatka., Pouloudi, Athanasia., Rzevski,
George, 2002, “Towards An Integrated
Approach to Knowledge Management:
'Hard', 'Soft' and 'Abstract’ Issues”,
Knowledge and Process Management, Vol.
9, No.2, hal. 90-102.
http://auditorinternal.wordpress.com, 2010,
Konvergensi Standar Akuntansi, Sampai
di Mana? Blog Auditor Internal, diakses pada
28 Maret 2010.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2008, Siaran Pers
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Ika Indriasari
165 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Konvergensi Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) Indonesia ke International Financial
Reporting Standards (IFRS), Diunduh dari
http://www.iaiglobal.or.id, 29 Nov 2009 :
jam 10.05.
Jarvenpaa, Sirkka L. Staples, D. Sandy, 2001,
Exploring Perceptions of Organizational
Ownership of Information and Expertise, Journal of Management Infnnnation Systems/
Summer 2001. Vol. 18. No. I. hal. 151-183.
Kanungo, Rabindra N, 1982, “Measurement of Job
and Work Involvement”, Journal of Applied Psychology, Vol. 67, No. 3, hal. 341-349.
Ketchand, Alice A., Strawser, Jerry R., 2001,
“Multiple Dimensions of Organizational
Commitment: Implications for Future
Accounting Research”, Behavioral Research
In Accounting, Vol.13, 2001.
Lawler, Edward E., Douglas, T. Hall, 1970,
“Relationship Of Job Characteristics To Job
Involvement, Satisfaction, And Intrinsic
Motivation”, Journal of Applied Psychology,
Vol. 54, No. 4, hal. 305-312.
Leong, Leslie., Huang, Shaio-Yan., Hsu, Jovan,
2003, “An Empirical Study on Professional
Commitment,Organizational Commitment
and Job Involvement in Canadian
Accounting Firms”, Journal of American
Academy of Business, Vol. 2, No.2, hal.360-
370.
Lessard, Donald R., Zaheer, Srilata, 1996,
“Breaking The Silos: Distributed Knowledge
And Strategic Responses To Volatile
Exchange Rates”, Strategic Management Joumal, Vol. 17, hal. 513-533.
Meyer, John P., Allen, Natalie J., 1991, A Three-
Component Conceptualization of
Organizational commitment, Human
Resource Management review, Vol 1, No. 1,
hal. 61-89.
_____________________________, Gellatly,Ian
R., 1990, “Affective and Continuance
Commitment to the Organization: Evaluation
of Measures and Analysis of Concurrent and
Time-Lagged Relations”, Journal of Applied
Psychology, Vol. 75, No. 6, hal. 710-720.
___________, Smith, Catherine, 1993,
“Commitment to Organizations and
Occupations: Extension and Test of a Three-
Component Conceptualization”, Journal of
Applied Psychology, Vol.78, No. 4, hal. 538-
551.
Monge, Peter R., Fulk, Janet., Kalman, Michael E.,
Flanagin, Andrew J., Pamassa, Claire.,
Rumsey, Suzanne, 1998, “Production of
Collective Action in Alliance- Based
Interorganizational Communication and
Information Systems”, Organization Science,
Vol. 9, No. 3, hal. 411-433.
Naquin, Sharon S. Holton III, Elwood F., 2002, “The Effects of Personality, Affectivity, and
Work Commitment on Motivation to
Improve Work Through Learning”, Human
Resource Development Quarterly, Vol. 13,
No. 4, ha. 357-376.
Norris, M. Donald., Mason, Jon., Robson, Robby.,
Lefrere, Paul., Collier, Geoff, 2003, A
Revolution in Knowledge Sharing,
EDUCAUSE review, September/ October
2003.
O'Reilly, Charles III., Chatman, Jennifer, 1986,
“Organizational Commitment and
Psychological Attachment: The Effects of
Compliance, Identification, and
Internalization on Prosocial Behavior”
Journal of Applied Psychology, Vol. 71, No.
3, hal. 492-499.
Ouyang, Yenhui, 2009, The Mediating Effects of
Job Stress and Job Involvement Under Job
Instability : Banking ServicePersonnel of
Taiwan as an Example”, Journal of Money,
Investment and Banking ISSN 1450-288X,
No. 11, hal. 16-26.
Porter, Lyman W., Steers, Richard M., Mowday,
Richard T., Boulian, Paul V. 1974,
“Organizational Commitment, Job
Satisfaction, And Turnover Among
Psychiatric Technicians”, Journal Of Applied
Psychology Vol. 59, No. 5, hal. 603-609.
Rabinowitz, Samuel., Hall, Douglas T., 1977,
“Organizational Research on Job
Involvement”, Psychological Bulletin, Vol.
84, No. 2,hal. 265-288.
Rahayu, Dyah Sih., Januarti, Indira, 2003,
Tekanan Peran (Pola Stress) Pada
Auditor : Studi Empiris Pada Kap Di
Indonesia, Lembaga Penelitian
Universitas Diponegoro, Semarang.
Reichers Arnon E., 1985, “A Review and
reconceptualization of organizational
Ika Indriasari Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
166 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Commitment” Academy of Management
Journal, Vol. 34, hal.597-616.
Robbins, Stephen P., 2006, Organizational
Behavior, Prentice Hall, Pearson Education
International.
Setiarso, Bambang, 2006, Berbagi Pengetahuan:
Siapa Yang Mengelola Pengetahuan? Komunitas eLearning IlmuKomputer.com,
diakses pada 01 April 2010.
Smith, David., Hall, Matthew, 2008, “An Empirical
Examination of a Three- Components Model
of Professional Commitment among Public
Accountants”, Behavioral Research in
Accounting, Vol. 20 No. 1, hal. 75-92.
Styhre, A., 2002, “Non-linear change in
organizations: organization change
management informed by complexity
theory”, Leadership & Organization
Development Journal, Vol. 23, No. 6, hal.
343-351.
Yu, Angela Yan., Khalifa, Mohamed, 2007, “A
Conceptual Model for Enhancing Intra-
GroupKnowledge Sharing, City University
of Hong Kong, China”, Sprouts: Working
Papers on Information Systems.
Zheng, Meilian., Bao, Gongmin, 2006, An
Empirical Study on Knowledge Sharing,
Affectif Commitment,Perceived Task
Interdependence and Job Involvment in
Chinese Accounting Firms, PICMET, IEEE,
Istanbu
l.
Pengaruh Komitmen Afektif, Persepsi Saling Ketergantungan Tugas Dan
Keterlibatan Kerja Terhadap Sharing Pengetahuan Pada Auditor
Ika Indriasari
167 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Kata Kunci :
Lembaga
Keuangan
Syari‘ah, PSAK
Syari‘ah.
Keywords :
Sharia Financial
Institution, Sharia
Statement of Finan-
cial Accounting
Standards
Abstrak
Lembaga Keuangan syariah atau biasa disebut dengan Bank
Tanpa Bunga adalah lembaga keuangan/perbankan yang
operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada
Alqura‘an dan Hadist Nabi SAW. Lembaga keuangan syari‘ah
adalah bank yang mekanisme kerjanya menggunakan sistem bagi
hasil. Saat ini IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) telah mengeluarkan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur tentang
Akuntansi Keuangan Syariah. Penelitian ini merupakan kajian
deskriptif yang dilakukan atas penerapan akuntansi syariah di di
BMT Lisa Sejahtera. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder dan data primer yang bersumber dari BMT
Lisa Sejahtera. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun BMT
Lisa Sejahtera sudah berpola syari‘ah akan tetapi produk atau jenis –
jenis usahanya tidak sesuai dengan PSAK Syari‘ah. Dengan demikian
pencatatan transaksi keuangannya berbeda dengan ketentuan yang ada
pada PSAK Syari‘ah 101 yang meliputi Neraca, Laba Rugi, Arus Kas,
Laporan Perubahan Equitas, Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat,
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebijakan dan Catatan atas
Laporan Keuangan.
Abstract
Shariah Financial Institution or commonly called the Non Interest
Bank is a financial institution / bank operations and products devel-
oped based on Alqura'an and Hadith of the Prophet SAW. Shari'ah
financial institution is a bank that its mechanism uses the results sys-
tem. Currently IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) has issued Statement
of Financial Accounting Standards (SFAS) which regulates the Is-
lamic Financial Accounting. This study is a descriptive study con-
ducted on the application of accounting shariah at BMT Lisa Se-
jahtera. The data used in this study are secondary data and primary
data sourced from BMT Lisa Sejahtera. The results of this study in-
dicate that although BMT Lisa Sejahtera already used Shari'ah pat-
tern but the product or the kinds of its business are not in according
with SFAS Shariah. Thus the recording of financial transactions is
different from the existing provisions in SFAS 101 that includes
Shariah Balance Sheet, Profit and Loss, Cash Flow, Statement of
Changes in Equity, Statement of Sources and Uses of Zakat, Reports
Sources and Use of Funds Policies and Notes to Financial State-
ments.
PENERAPAN AKUNTANSI SYARIAH PADA
BMT LISA SEJAHTERA JEPARA
Solikhul Hidayat
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNISNU Jepara
Email : [email protected]
168 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Pendahuluan
Berkembangnya perbankan dengan
menerapkan prinsip syariah atau lebih
dikenal dengan nama bank syariah di
Indonesia bukan merupakan hal baru lagi.
Mulai diawal tahun 1990 telah terwujud ide
tentang adanya bank Islam di Indonesia,
yang merupakan wujud ketidak setujuan
terhadap sistem riba yang bertentangan
dengan hukum Islam.
Pengelolaan bank syariah maupun
lembaga keuangan hampir sama dengan
pengelolaan bank konvesional. Semenjak
adanya landasan syariah serta sesuai
dengan Peraturan Pemerintah yang
menyangkut Bank Syariah, diantarannya
Undang-Undang No.7 th 1992 perihal
perbankan diganti dengan Undang-Undang
No.10 th 1998. Selain Undang-Undang
tersebut, ketentuan pelaksanaan bank
berdasarkan prinsip syariah ditetapkan
dengan peraturan pemerintah No.30 tahun
1999, kita bisa melihat adanya perbedaan
antara bank/lembaga keuangan syariah
dengan bank konvensional, dari segi
operasional, pendanaan, penyaluran
maupun jasa keuangan yang ada. Prinsip
syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk menyimpan dana dan atau
pembiayaan untuk usaha, atau kegiatan
usaha lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah.
Bank Islam atau selanjutnya disebut
dengan bank syariah adalah bank yang
dalam menjalankan usahanya dengan tidak
mendasarkan pada bunga. Bank syariah
atau biasa disebut dengan Bank Tanpa
Bunga adalah lembaga keuangan/
perbankan yang dalam usahanya serta
produknya dikembangkan berlandaskan
pada Alqura‟an dan Hadis Nabi SAW.
Bank syariah adalah bank yang sistem
kerjanya menggunakan sistem bagi hasil.
Lembaga keuangan tersebut dalam
menjalankan usahanya harus secara ketat
berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang
tentunya sangat berbeda dengan prinsip
yang dianut oleh lembaga keuangan non
syariah.
Adapun prinsip-prinsip sebagai
rujukan adalah :
1. Larangan timbulnya bunga pada
semua bentuk dan jenis transaksi
2. Aktifitas bisnis dan perdagangan
dijalankan didasarkan pada tingkat
kewajaran dan laba yang diperoleh
secara halal
3. Ada zakat yang dikeluarkan dari hasil
kegiatan usahanya
4. Terlarang menjalankan system
monopoli
5. Saling bekerjasama dalam
membangun masyarakat, melalui
kegiatan bisnis dan perdagangan yang
sesuai dengan ajaran Islam.
Keberadaan lembaga syariah
diharapkan dapat dimanfaatkan secara
optimal oleh masyarakat, dikandung
maksud agar dapat meningkatkan taraf
hidup melalui produk perbankan yang
disediakan. Sebagaimana lazimnya suatu
bank, lembaga keuangan syariah juga siap
menerima penitipan uang dan pembiayaan
kapada semua sektor usaha yang
membutuhkan dana. Sesuai dengan fungsi
dan jenis dana yang dapat dikelola oleh
lembaga Islam yang mengembangkan
konsep tanpa bunga, berikutnya
menghasilkan berbagai macam jenis
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Solikhul Hidayat
169 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
produk pengumpulan dan penyaluran dana
oleh lembaga syariah.
Lembaga keuangan syariah dengan
sistem bagi hasil dirancang untuk
terbinanya kebersamaan dalam
menanggung resiko usaha dan berbagi hasil
usaha antara: pemilik dana (rabbul maal)
yang menyimpan uangnya dilembaga,
lembaga selaku pengelola dana (mudharib),
dan masyarakat yang membutuhkan
pembiayaan dengan status peminjam dana
atau yang menjalankan usaha.
Disisi yang lain, ketika lembaga
keuangan syariah telah beroperasi untuk
pencatatan transaksi keuangannya
diperlukan Standar akuntansi yang
berdasarkan dengan prinsip – prinsip
syariah. Dengan menerapkan prinsip
standar akuntansi syariah merupakan kunci
sukses bagi bank/lembaga keuangan
syariah untuk menjalankan sistemnya
dalam rangka melayani masyarakat.
Standar akuntansi tersebut akan terlihat
dalam sistem akuntansi yang digunakan
sebagai dasar dalam pembuatan sistem
laporan keuangan. Saat IAI (Ikatan
Akuntan Indonesia) mengeluarkan PSAK
Akuntansi Keuangan Syariah No. 59 dan
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan Bank Syariah pada
tanggal 1 Juni 2001 yang berisi perihal
Tujuan Akuntansi Keuangan, Tujuan
Laporan Keuangan, Asumsi Dasar atas
Sistem Pencatatan dasar Akrual,
Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
dan Unsur Laporan Keuangan. PSAK No.
59 berisi tentang Pengakuan dan
Pengukuran, juga berisi penyajian
komponen-komponen laporan keuangan
bank syariah dan juga sistem
pengungkapan secara umum laporan
keuangan, serta tanggal efektif untuk
penyusunan dan penyajian laporan
keuangan lembaga keuangan syariah.
Pada perkembangan berikutnya,
karakteristik produk-produk bank syariah
seperti; Mudhorobah, Musyarokah,
Murabahah, Salam, Istishna, Ijarah,
Wadiah, Qardh, Sharf serta pengakuan dan
pengukuran zakat, infaq dan shodaqoh
diatur pada dari PSAK 101 sampai PSAK
109.
Landasan Teori
Pengertian Akuntansi Syariah :
Kaidah Akuntansi dalam konsep
Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai
kumpulan dasar-dasar hukum yang baku
dan permanen, yang disimpulkan dari
sumber-sumber Syariah Islam dan dipakai
sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam
menjalankan profesinya, baik dalam
pembukuan, analisis, pengukuran,
pemaparan, maupun penjelasan, dan
menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu
kejadian atau peristiwa.
Dasar hukum dalam Akuntansi
Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah
Nabwiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama),
Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu,
dan ‗Uruf (adat kebiasaan) yang tidak
bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah
-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki ciri
khusus yang membedakan dari kaidah
Akuntansi Konvensional. Ketentuan
Akuntansi Syariah berdasarkan norma-
norma masyarakat islami, dan bagian dari
disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai
pelayan masyarakat pada tempat penerapan
Akuntansi tersebut.
Solikhul Hidayat
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
170 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Adapun persamaan kaidah antara
Akuntansi Syariah dengan Akuntansi
Konvensional ada pada hal-hal sebagai
berikut:
1. Prinsip, antara jaminan keuangan
dengan prinsip unit ekonomi harus
ada dipisahkan;
2. Prinsip masa satu tahunan (hauliyah)
dengan prinsip periode waktu atau
tahun pembukuan keuangan;
3. Prinsip pencatatan pembukuan
langsung dengan pencatatan
bertanggal;
4. Prinsip kesaksian dalam system
pembukuan disertai prinsip penentuan
barang;
5. Prinsip perbandingan (muqabalah)
dengan prinsip perbandingan
pendapatan dengan biaya;
6. Prinsip kontinuitas (istimrariah)
dengan kesinambungan (going
consent) perusahaan;
7. Prinsip keterangan (idhah) dengan
penjelas atau dengan pemberitahuan.
Adapun perbedaannya, menurut
Husein Syahatah, dalam buku Pokok-
Pokok Pikiran Akuntansi Islam,
diantaranya, terdapat pada hal-hal sebagai
berikut:
1. Para ahli akuntansi modern berbeda
pendapat dalam cara menentukan
nilai atau harga untuk melindungi
modal pokok, hingga kini apa yang
dimaksud dengan modal pokok
(kapital) belum dapat ditentukan.
Sedangkan konsep Islam
menerapkan konsep penilaian
berdasarkan nilai tukar yang berlaku,
dengan tujuan melindungi modal
pokok dari sisi kemampuan produksi
di masa yang akan datang dalam
lingkup perusahaan yang
berkontinuitas;
2. Modal dalam konsep akuntansi
konvensional terbagi menjadi dua
bagian, yaitu modal tetap (aktiva
tetap) dan modal yang beredar
(aktiva lancar), sedangkan di dalam
konsep Islam barang-barang pokok
dibagi menjadi harta berupa uang
(cash) dan harta berupa barang
(stock), berikutnya barang dibagi
menjadi barang milik dan barang
dagang;
3. Dalam konsep Islam, mata uang
seperti emas, perak, dan barang lain
yang sama kedudukannya, bukanlah
tujuan dari segalanya, melainkan
diposisikan sebagai perantara untuk
pengukuran dan penentuan suatu
nilai atau harga, atau sebagai sumber
harga atau nilai;
4. Konsep konvensional mempraktekan
teori pencadangan dan ketelitian dari
menanggung semua kerugian dalam
perhitungan, serta
mengenyampingkan laba yang
bersifat mungkin, sedangkan konsep
Islam sangat memperhatikan hal itu
dengan cara penentuan nilai atau
harga dengan mendasarkan nilai
tukar yang berlaku serta membentuk
cadangan untuk mengantisipasi
bahaya dan resiko;
5. Konsep konvensional menerapkan
prinsip laba universal, mencakup
laba dagang, modal pokok, transaksi,
dan juga uang dari sumber yang
haram, sedangkan dalam konsep
Islam dibedakan antara laba dari
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Solikhul Hidayat
171 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
aktivitas pokok dan laba yang
berasal dari kapital (modal pokok)
dengan yang berasal dari transaksi,
juga wajib menjelaskan pendapatan
dari sumber yang haram jika ada,
dan sedapat mungkin menghindari
serta menyalurkan pada tempat-
tempat yang telah ditentukan oleh
para ulama fiqih. Laba dari sumber
yang haram tidak boleh dibagi untuk
mitra usaha atau ditambahkan atau
dicampurkan pada pokok modal;
6. Konsep konvensional menerapkan
prinsip bahwa laba itu hanya ada
ketika adanya jual-beli, sedangkan
konsep Islam menggunakan kaidah
bahwa laba itu akan ada ketika
adanya perkembangan dan
pertambahan pada nilai barang, baik
yang telah terjual maupun yang
belum. Akan tetapi, ketika
menyatakan laba, maka harus ada
kegiatan jual beli, dan laba tidak
boleh dibagi sebelum nyata laba itu
diperoleh.
Dari uraian diatas dapat diketahui,
bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi
Syariah dengan sistem Akuntansi
Konvensional adalah menyentuh soal-soal
inti dan pokok, sedangkan segi
persamaannya hanya bersifat aksiomatis.
Menurut, Toshikabu Hayashi dalam
tesisnya yang berjudul ―On Islamic
Accounting‖, Akuntansi Barat
(Konvensional) memiliki sifat yang dibuat
sendiri oleh kaum kapital dengan
berpedoman pada filsafat kapitalisme,
sedangkan dalam Akuntansi Islam ada
―meta rule‖ yang berasal diluar konsep
akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum
Syariah yang berasal dari Tuhan yang
bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi
Islam sesuai dengan kecenderungan
manusia yaitu ―hanief‖ yang menuntut
agar perusahaan juga memiliki etika dan
tanggung jawab sosial, bahkan ada
pertanggungjawaban di akhirat, dimana
setiap orang akan
mempertanggungjawabkan tindakannya di
hadapan Tuhan yang memiliki sistem
pencatatan sendiri (Rakib dan Atid) yang
mencatat semua tindakan manusia bukan
saja pada bidang ekonomi, tetapi juga
masalah sosial dan pelaksanaan hukum
Syariah lainnya.
Jadi, dapat kita simpulkan dari
uraian di atas, bahwa konsep Akuntansi
Islam jauh lebih awal dari konsep
Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam
telah membuat serangkaian kaidah yang
belum terpikirkan oleh pakar-pakar
Akuntansi Konvensional. Sebagaimana
yang terjadi juga pada berbagai ilmu
pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah
termaktub dalam wahyu Allah dalam Al
Qur‟an. “…Dan Kami turunkan kepadamu
Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri.‖ (Al Qur’an Surat An Nahl
16:89).
Pengertian BMT (Baitul Mal wa Tamwil)
BMT singkatan dari Baitul māl
wattamwil. BMT terdiri dari dua istilah
yaitu baitul māl dan baitul
tamwil. Apabila diartikan dalam bahasa
Indonesia berarti rumah uang dan rumah
pembiayaan. Baitul māl aktivitasnya lebih
pada usaha-usaha pengumpulan dan
Solikhul Hidayat
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
172 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
penyaluran dana yang non profit, semisal
zakat, infaq, dan shodaqoh serta
menjalankan sesuai dengan peraturan dan
amanahnya. (Republika, 2001).
Menurut Makhalul „Ilmi, secara
istilah pengertian baitul māl adalah
lembaga keuangan berorientasi sosial
keagamaan yang kegiatan utamanya
menampung serta menyalurkan harta
masyarakat berupa zakat, infak, shodaqoh
(ZIS) berdasarkan ketentuan yang telah
ditetapkan Al Qur‟an dan sunnah Rasul
Nya, adapun pengertian baitul tamwil
adalah lembaga keuangan yang
kegiatannya menghimpun dana masyarakat
dalam bentuk tabungan (simpanan) maupun
deposito dan menyalurkan kembali ke
masyarakat dalam bentuk kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
melalui cara – cara yang biasa dalam dunia
perbankan. (Makhalul, 2002).
Sedangkan menurut Muhammad,
pengertian baitul māl adalah suatu badan
yang bertugas mengumpulkan, mengelola
serta menyalurkan zakat, infak, dan
shodaqoh yang bersifat social oriented, dan
baitut tamwil adalah suatu lembaga yang
bertugas menghimpun, mengelola serta
menyalurkan dana untuk suatu motif
mencari keuntungan (profit oriented)
dengan sistem bagi hasil (qiradh /
mudharabah, syirkah / musyarakah), jual
beli (bai‘u bitsaman ajil/angsur,
murabahah /tunda) maupun sewa (al-al-
ijarah). (Muhammad Ridwan, 2004).
Secara konsepsi BMT mempunyai
dua fungsi yaitu :
1. Baitul Maal ( Bait = rumah, Mall =
Harta) yang merupakan fungsi amal
zakat yang menerima dan
menyalurkan ZIS.
2. Baitul Tanwil (Bait = rumah, Tanwil
= pengembangan Harta) merupakan
fungsi untuk melakukan
pengembangan usaha- usaha
produktif dan investasi dalam rangka
meningkatkan kualitas ekonomi
pengusaha mikro dan menengah,
terutama dengan mendorong dan
menunjang pembiayaan kegiatan
ekonominya.
BMT sesungguhnya adalah lembaga
yang bersifat sosial keagamaan, disisi yang
lain sekaligus bersifat komersial. BMT
menjalankan tugas sosialnya dengan cara
menghimpun dan menyalurkan dana
kepada masyarakat dalam bentuk zakat,
infaq, dan shodaqoh (ZIS) tanpa
mengambil keuntungan. Diposisi yang lain
BMT dalam menjalankan usahanya adalah
mencari dan memperoleh keuntungan
melalui kegiatan kemitraan dengan nasabah
baik dalam bentuk penghimpunan,
pembiayaan, maupun layanan-layanan
pelengkapnya sebagai suatu lembaga
keuangan Islam.
Dilihat dari struktur pada suatu
kelompok, maka BMT sama dengan
organisasi kemasyarakatan Islam lainnya,
kecuali yang membedakan ialah pada
bidang geraknya yaitu pada bidang
ekonomis dan bisnis keuangan. Mulai dari
tujuan, asas dan landasan, visi dan misi
BMT, semuanya terlihat sebagaimana
organisasi keuangan syariah Islam pada
umumnya.
Metode Penelitian
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Solikhul Hidayat
173 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Solikhul Hidayat
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Penelitian ini merupakan kajian
deskriptif yang dilakukan atas penerapan
akuntansi syariah di di BMT Lisa
Sejahtera, Jl. Pemuda No. 51
Jepara.Menurut Sugiyono (2004) metode
deskriptif adalah suatu metode dalam
meneliti status kelompok manusia, objek,
kondisi sistem pemikiran ataupun suatu
kelas peristiwa dimasa sekarang.Tujuannya
adalah membuat deskripsi, gambaran atau
lukisan secara sistematis, aktual dan akurat
mengenai fakta fakta, hubungan antara
fenomena yang diselidiki serta menguji
hipotesa-hipotesa, membuat prediksi serta
mendapatkan makna dan implikasi dari
suatu masalah yang ingin dipecahkan.
Dalam penelitian menggunakan data
sekunder dan data primer. Data sekunder
berupa data catatan-catatan tertulis, laporan
keuangan dengan disertai bukti-bukti
pendukung lainnya. Sedangkan data primer
berupa hasil wawancara atas penerapan
akuntansi syariah di BMT Lisa Sejahtera.
Teknik pengumpulan data yang
digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data adalah sebagai
berikut :
Interview (wawancara)
Merupakan sebuah dialog yang
dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh
beberapa informasi dari subjek (responden)
ditinjau dari pelaksanaannya, peneliti
menggunakan wawancara. Peneliti
menggunakan teknik ini untuk
mendapatkan informasi penerapan
akuntansi syariah
Dokumentasi
Merupakan sebuah metode
pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mempelajari dokumen, catatan dan
laporan yang ada di BMT Lisa Sejahtera.
Teknik Analisis data yang digunakan
adalah teknik analisis data deskriptif yaitu
memberikan gambaran atas kegiatan
akuntansi di BMT Lisa Sejahtera yang
meliputi :
1. Pengukuran tentang Simpanan dan
Pembiayaan
2. Simpanan - simpanan Anggota
3. Pencatatan Simpanan dan
Pembiayaan
4. Penyajian Laporan Keuangan
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di BMT Lisa
Sejahtera, terletak di Gedung NU Jl.
Pemuda No. 51 Jepara.BMT Lisa Sejahtera
adalah BMT yang mayoritas anggotanya
warga Nahdliyin dan secara struktur
organiasi masih dibawah Pengurus Cabang
NU Kabupaten Jepara.Operasionalnya
berbasis syariah yang sesuai dengan hukum
Islam, dengan penelitian ini diharapkan
dapat diketahui sejauhmana penerapan
akuntansi syariah pada BMT tersebut.
Sumber Data
Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder dan data
primer. Data sekunder berupa data catatan-
catatan pembukuan, laporan keuangan
serta bukti-bukti pendukung lainnya yang
ada di BMT Lisa Sejahtera. Sedangkan data
primer berupa hasil wawancara atas
penerapan akuntansi syariah di BMT Lisa
Sejahtera.
174 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Solikhul Hidayat
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data adalah sebagai
berikut:
1. Mengadakan Interview (wawancara)
Merupakan sebuah dialog yang
dilakukan oleh peneliti untuk
memperoleh beberapa informasi dari
subjek (responden) ditinjau dari
pelaksanaannya, peneliti
menggunakan wawancara. Peneliti
menggunakan teknik ini untuk
mendapatkan informasi penerapan
akuntansi syariah di BMT Lisa
Sejahtera Jepara.
2. Dokumentasi
Merupakan sebuah metode
pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mempelajari dokumen,
catatan dan laporan yang ada di BMT
Lisa Sejahtera, Jepara.
Teknik Analisis
Teknik Analisis data yang digunakan
adalah teknik analisis data deskriptif yaitu
memberikan gambaran atas kegiatan
akuntansi di BMT Lisa Sejahtera, Jepara,
yang meliputi: jenis data, sumber data,
teknik penjaringan data dengan keterangan
yang memadai. Uraian tersebut meliputi
data apa saja yang dikumpulkan,
bagaimana karakteristiknya, siapa yang
dijadikan subjek dan informan penelitian,
bagaimana ciri-ciri subjek dan informan
itu, dan dengan cara bagaimana data
dijaring, sehingga kredibilitasnya dapat
dijamin.
Hasil dan Pembahasaan
Gambaran Umum Perusahaan
BMT Lisa Sejahtera adalah bagian
Unit Jasa Keuangan Syariah dari KSU
Lima Satu, terletak di Gedung NU Jl.
Pemuda No. 51 Jepara. BMT Lisa
Sejahtera adalah BMT yang mayoritas
anggotanya adalah warga Nahdliyin dan
secara struktur organiasi masih dibawah
Kepengurus NU Cabang Kabupaten Jepara,
pada Lembaga Perekonomian NU (LPNU),
dimana operasionalnya berbasis syariah
yang sesuai dengan hukum Islam, hal ini
sudah dikonsultasikan dan mohon do‟a
restu pada Rois Aam PBNU NU Bapak
KH. Sahal Mahfud pada awal berdirinya
BMT ini.
BMT Lisa Sejahtera sudah
mempunyai 3 kantor cabang, yaitu Kantor
Cabang 1 yang terletak di Jl. Pemuda No.
51 Jepara, Kantor Cabang 2 terletak di
Kecamatan Bangsri dan Kantor Cabang 3
terletak di Kecamatan Kedung, dengan
jumlah Karyawan 16 orang.
Jasa / Produk di BMT Lisa Sejahtera
Jepara
Produk atau Jasa layanan yang ada
pada BMT Lisa Sejahtera adalah sebagai
berikut :
Tabungan
1. Si Rima (Simpanan Syari‟ah
Masyarakat Jepara)
Simpanan fleksibel sehingga sewaktu
– waktu dapat diambil sesuai
kebutuhan dan nasabah akan
memperoleh bonus dari saldo rata –
rata harian simpanan tersebut setiap
bulan.
2. Si Mada (Simpanan Masa Depan)
Simpanan yang dirancang untuk
membantu merealisasikan rencana
175 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Solikhul Hidayat
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
yang telah ditetapkan, untuk membeli
rumah, mobil dan studi anak-anak.
3. Si Hara (Simpanan Hari Raya)
Simpanan yang diperuntukkan bagi
angota digunakan untuk memenuhi
kebutuhan menjelang hari raya Idul
Fitri, dengan nisbah bonus yang
menguntungkan.
4. Si Liwa (Simpanan Lembaga Peduli
Siswa)
Produk layanan pengelolaan dana
yang diperuntukkan bagi lembaga
pendidikan dalam menghimpun dana
tabungan siswa, dengan fasilitas
beasiswa dan bonus akhir tahun
untuk lembaga.
5. Si Kasya (Simpanan Berjangka
Syari‟ah)
Simpanan Deposito atau berjangka,
yang hanya bisa diambil untuk jangka
waktu tertentu, dengan nisbah bonus
yang menguntungkan.
6. Si Darma (Simpanan Dermawan
Jepara)
Simpanan yang fleksibel, sewaktu –
waktu dapat diambil sesuai
kebutuhan, bonus simpanan ini akan
dialokasikan ke Baitul Maal yang
selanjutnya akan disalurkan kepada
yang berhak.
Pembiayaan
1. Qordlu Syar’i
Pembiayaan multi guna dengan
menggunakan akad Qordlu Syar‘i bi
Syarti Rohni, yaitu akad hutang
dengan syarat gadai yang dibenarkan
dengan syari‟at dan mempunyai
landasan kuat dalam kutubus salaf.
2. Bi’saman Ajil
Pembiayaan atas jual beli yang
kemudian diangsur / ditangguhkan,
dalam hal ini BMT sebagai penjual
dan anggota sebagai pembeli
(Mustari), barang sudah dibeli dan
diterima oleh koperasi, dijual kepada
anggota berdasarkan harga yang
disepakati.
BMT Lisa Sejahtera dalam
pencatatan transaksi dan administrasi
keuangan sudah menggunakan program
komputerisasi. BMT hanya menginput
transaksi harian, maka sistem akan
memproses data untuk menjadi sebuah
Laporan Keuangan.
Produk atau Jasa Layanan yang
sesuai dengan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) Syari’ah :
1. PSAK 102, yaitu tentang Akuntansi
Murabahah
2. PSAK 103, yaitu tentang Akuntansi
Salam
3. PSAK 104, yaitu tentang Akuntansi
Istishna‟
4. PSAK 105, yaitu tentang Akuntansi
Mudharabah
5. PSAK 106, yaitu tentang Akuntansi
Musyarakah
6. PSAK 107, yaitu tentang Akuntansi
Ijarah
7. PSAK 108, yaitu tentang Akuntansi
Transaksi Syari‟ah
8. PSAK 109, yaitu tentang Akuntansi
Zakat dan Infak/ Sadakah
Meskipun BMT Lisa Sejahtera sudah
berpola syari‟ah akan tetapi produk atau
jenis – jenis usahanya tidak sesuai dengan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) Syari’ah.
176 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Pencatatan Transaksi Keuangan
BMT Lisa Sejahtera Jepara
BMT Lisa Sejahtera meskipun sudah
berpola syari‟ah dalam operasionalnya,
namun karena Produk atau Jasa belum
sesuai dengan ketentuan PSAK Syari‟ah,
sehingga dalam pencatatan transaksi
keuangannya berbeda dengan ketentuan
yang ada pada PSAK Syari‟ah.
Laporan Keuangan
Laporan Keuangan BMT Lisa Sejahtera
Jepara
BMT Lisa Sejahtera sebagai sebuah
entitas syari‟ah dalam menyusun laporan
Keuangan terdiri Neraca dan Laba Rugi,
meskipun sudah menyajikan laporan
keuangan, akan tetapi dalam penyajiannya
belum sesuai dengan ketentuan PSAK
Syari‟ah, yaitu PSAK 101, yang mana
dalam laporan keuangan entitas syari‟ah
meliputi hal – hal sebagai berikut :
1. Aset
2. Kewajiban
3. Dana Syirkah Temporer
4. Equitas
5. Pendapatan dan beban termasuk
kerugian dan keuntungan
6. Arus Kas
7. Dana Zakat, dan
8. Dana Kebajikan
Informasi tersebut diatas beserta
informasi lainnya yang terdapat dalam
catatan atas laporan keuangan yang
membantu pengguna laporan dalam
memprediksi arus kas pada masa depan.
Berikut contoh Laporan Keuangan BMT
Lisa Sejahtera Jepara
Tabel 1
Neraca UJKS BMT LISA SEJAHTERA
Sumber : Laporan Keuangan BMT. Lisa Sejahtera, Jepara
Per -
JUMLAH (Rp) JUMLAH (Rp)
AKTIVA KEWAJIBAN
Aktiva Lancar 3.629.746.780,63 Kewajiban Lancar 2.312.204.468,17
Kas 353.390.000,00 Simpanan Jk. Pendek 2.312.204.468,17
Simpanan di Bank 427.902.384,00
Penempatan pada Koperasi Lain 296.020.261,10 Kewajiban Jangka Panjang 1.800.300.618,12
Penyertaan pada Entitas lain 5.620.000,00 Simpanan berjangka 1.669.732.906,71
Materai 795.000,00 Simpanan Lainnya 2.314.928,94
Pembiayaan Qordlu Syar'i 2.519.735.349,53 Pembiayaan yang diterima 116.666.665,00
Piutang Bai'I Bi'saman Ajil 11.921.686,00 Dana Cadangan 2.776.966,32
Piutang Lain-lain 14.362.100,00 Dana ZIS 8.689.151,15
Utang Lain-lain 120.000,00
Aktiva Tetap 688.596.922,12
Aktiva Tetap 707.724.500,00
Akm. Py. Aktiva Tetap (19.127.577,88) EKUITAS 311.524.293,81
Simpanan Pokok 187.128.000,00
Aktiva lain-lain 150.783.157,77 Simpanan Wajib 50.325.000,00
Beban ditangguhkan 42.412.500,00 Simpanan Penyertaan Modal 7.677.422,00
Amor. Beban yang ditangguhkan (11.338.472,01) Simpanan Penyertaan Khusus 28.750.000,00
Beban dibayar dimuka 61.918.800,00 Cadangan Koperasi 17.643.871,81
Amor.Beban dibayar dimuka (4.518.591,55) Dana Hibah 20.000.000,00
Peralatan Kantor 4.070.000,00 SHU 45.097.480,42
Amor.Peralatan Kantor (2.384.165,67) Laba/SHU Ditahan -
Cadangan Resiko pembiayaan 166.665,00 Laba/SHU Berjalan 45.097.480,42
Rupa-rupa Aktiva Waserda Lisa 57.180.422,00
Rupa-rupa Lisa PPOB 3.276.000,00
4.469.126.860,52 4.469.126.860,52
PERKIRAAN PERKIRAAN
31-Dec-2012
Total Aktiva Total Pasiva
NERACAUJKS BMT LISA SEJAHTERA
AKTIVA PASIVA
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Solikhul Hidayat
177 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
3. Arus Kas
4. Laporan Perubahan Modal
5. Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat
6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana
Kebajikan dan,
6. Catatan atas Laporan Keuangan
Laporan Laba / Rugi BMT Lisa Sejahtera
Sumber : Laporan Keuangan BMT. Lisa Sejahtera, Jepara
Laporan Keuangan Syari’ah berdasarkan
PSAK 101
Sedangkan komponen laporan
keuangan sesuai dengan PSAK 101 yang
lengkap terdiri dari komponen – komponen
berikut ini :
1. Neraca
2. Laba Rugi
Periode 01 Jan - 31-Des-12
Rp. 397.907.693,52
Rp. 305.105.355,60
1 Pendp. Bisyaroh Rp. 304.345.480,60
2 Pendp. Ujroh Rp. 759.875,00
3 Pendp. Jasa Lain-lain Rp. -
Rp. 92.802.337,92
4 Pendp. Adm. Pembiayaan Rp. 74.155.000,00
5 Pendp. Pengbgn lembaga Rp. 1.325.389,91
6 Pendp. Lain Lain Rp. 7.298.640,29
7 Pendp. Jasa bank Rp. 10.023.307,72
Rp. 352.810.213,10
Rp. 182.013.143,55
1 Biaya Bagi Hasil Simpanan Rp. 75.841.403,72
2 Biaya Bahas Simpanan berjangka Rp. 87.521.739,83
3 Biaya Bahas Pinjaman Rp. 18.000.000,00
4 Biaya Bonus Pihak ke III Rp. 650.000,00
Rp. 163.881.307,11
5 Biaya Listrik & Telekomunikasi Rp. 10.085.300,00
6 Biaya Rumah tangga dan Perlengkapan Rp. 17.402.633,00
7 Biaya Peny.Aktiva Tetap Rp. 14.540.077,88
8 Biaya Amor Beban-beban Rp. 16.022.396,23
9 Biaya SDM Rp. 6.713.400,00
10 Biaya Kepegawaian Rp. 79.476.000,00
11 Biaya Kepengurusan Rp. 14.503.500,00
12 Biaya Promosi Rp. 5.138.000,00
Rp. 6.915.762,44
13 Biaya Adm. Bank Rp. 1.037.562,44
14 Biaya Kegiatan Koperasi Rp. 2.720.000,00
15 Biaya Pajak Rp. 900.000,00
16 Biaya lain-lain Rp. 2.258.200,00
Laba/ SHU Berjalan Rp. 45.097.480,42
Biaya Operasional
Pendapatan Operasional
Pendapatan Non Operasional
LABA RUGI
UJKS BMT LISA SEJAHTERA
Biaya Non Operasional
BIAYA
PENDAPATAN
Biaya Bagi Hasil
Solikhul Hidayat
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
178 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Dalam memilih kebijakan
akuntansi, manajemen harus menetapkan
kebijakan untuk memastikan bahwa
laporan keuangan menyajikan informasi :
Hal yang perlu dan penting, terkait
terhadap kebutuhan para pemakai laporan
untuk pengambilan keputusan; dan handal,
dengan pengertian :
1. Menggambarkan akuntabilitas
penyajian hasil dan posisi keuangan
entitas syariah;
2. Mencerminkan substansi ekonomi
dari suatu kejadian atau transaksi
dan tidak semata-mata dalam
bentuk sisi hukumnya;
3. Netral yaitu bebas dari unsur
keberpihakan;
4. Mencerminkan kehati-hatian; dan
Meliputi semua hal yang material.
(PSAK 101)
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. BMT Lisa Sejahtera meskipun
sudah berpola syari‟ah, namun
produk atau jasanya tidak sesuai
dengan yang ada di PSAK Syari‟ah
2. Karena produk atau jasa yang ada di
BMT Lisa Sejahtera tidak sesuai
dengan produk atau jasa yang ada di
PSAK Syari‟ah, maka transaksi di
BMT Lisa Sejahtera tidak sesuai
dengan PSAK Syari‟ah
3. Penyajian Laporan Keuangan BMT
Lisa Sejahtera meskipun sudah
berpola syari‟ah, namun belum
sesuai dengan yang ada di PSAK
Syari‟ah
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas
maka dapat disarankan sebagai berikut :
1. BMT Lisa Sejahtera yang sudah
berpola syari‟ah, sebaiknya produk
atau jasanya disesuaikan dengan
yang ada di PSAK Syari‟ah,
sehingga produk atau jasa yang
ditawarkan pada masyarakat lebih
banyak macamnya dan lebih
bervariasi.
2. Jika Produk atau jasa di BMT Lisa
Sejahtera telah disesuai dengan
PSAK Syari‟ah yang ada, maka
pencataan transaksinya sebaiknya
juga menyesuaikan dengan PSAK
Syari‟ah, agar ada standar yang
sama.
3. Agar Laporan Keuangan BMT Lisa
Sejahtera di sesuaikan dengan yang
ada di PSAK Syari‟ah, dalam hal
ini sesuai dengan PSAK 101.
Daftar Pustaka
Dwi Suwiknyo, 2010, PengantarAkuntansi
Syariah, Penerbit Pustaka
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
Solikhul Hidayat
179 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Pelajar, Yogyakarta.
Harahap, S. S. 2001, Akuntansi Islam,
Bumi Aksara, Jakarta, Salemba
Empat, Jakarta.
Haris Herdiansyah, 2010, Metodologi
Penelitian Kualitatif, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 1999. Media
Akuntansi, IAI, Jakarta, Ikatan
Akuntan Indonesia. 2007,
Standar Akuntansi Keuangan,
Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, PSAK No.
101 Pen ya j i an Laporan
Keuangan Syari‘ah, Ikatan
Akuntan Indonesia, Jakarta.
Jonathan Sarwono, 2006, Metodologi
Penelitian Kuantitatif &
Kualitatif, Penerbit Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga
Mikro Keuangan Syariah,
C e t . 1 , Y o g y a k a r t a , U I I
Press,2002).
Muhammad Ridwan, Manajemen
Baitul Maal Watamwil,
Yogyakarta, UII Press, 2004).
Republika Online tanggal 14 Desember
2001
Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja,
Ahim Abdurahim, 2009,
Akuntansi Perbankan Syariah,
Teori dan Praktik Kotemporer,
Penerbit Salemba Empat,
Jakarta.
Sri Nurhayati – Wasilah, 2010, Akuntansi
Syariah di Indonesia, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta.
Syafii, M. A, 2002. Bank Syariah dari
Teori ke Praktik, Gema Insani,
Jakarta
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis.
Alfabeta: Bandung.
Yaya, R., M. A. Erlangga, dan A.
Abdurahim, 2009. Akuntansi
Perbankan Syariah Teori dan
Praktik Kontemporer, Salemba
Empat. Jakarta.
Solikhul Hidayat
Penerapan Akuntansi Syariah Pada Bmt Lisa Sejahtera Jepara
180 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Kata Kunci :
kebijakan tingkat
bunga, arus modal, risk
premium, exchange
rate dan VECM
Keywords:
nterest rate policy,
capital flow, risk pre-
mium, exchange rate
and VECM
Abstrak
Kebijakan suku bunga merupakan instrumen yang telah banyak
digunakan oleh bank-bank sentral di dunia untuk mencerminkan arah kebijakan
moneter. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak dari Fed target
rate kebijakan moneter Bank Indonesia (BI rate) melalui saluran transmisi
keuangan selama periode 2005: 07-2013: 12. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Vector Error Correction Model (VECM). Variabel yang
digunakan meliputi BI rate, tingkat sasaran Fed, arus modal (proksi Investment
Portfolio Asing), premi risiko (proksi oleh tingkat suku bunga antar bank
overnight) dan kurs tengah IRD / USD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
1) tidak ada kausalitas antara variabel dalam transmising dampak Fed tarif target
kebijakan moneter Bank Indonesia (BI tarif); 2) The Fed tarif sasaran, arus
modal, nilai tukar rupiah / USD dan premi risiko mempengaruhi tingkat BI; 3)
pergerakan harga sasaran Fed ditransmisikan melalui sektor keuangan telah
direspon secara positif oleh tingkat BI, dan 4) dampak tarif sasaran Fed
ditularkan melalui sektor keuangan untuk dinamika suku bunga BI sebagian besar
dijelaskan oleh target Fed rate, BI rate, dan nilai tukar rupiah / USD.
Abstract
Interest rate policy is an instrument that has been widely used by central
banks in the world to reflect the direction of monetary policy. The purpose of the
study was to analyze the impact of the Fed target rates to Bank Indonesia‘s mone-
tary policy (BI rates) through the financial transmission channel over the period
2005:07-2013:12. The method used in this study is the Vector Error Correction
Model (VECM). The variables used including BI rate, Fed target rate, capital
flows (proxied by the Foreign Portfolio Investment), risk premium (proxied by the
interest rate interbank overnight) and middle rate IRD/USD. The results of this
study showed that: 1) there is no causality among the variables in the transmising
the impact of the Fed target rates to the Bank Indonesia‘s monetary policy (BI
rates); 2) the Fed target rates,capital flows, exchange rate IDR/USD and risk pre-
miums affect the BI rates; 3) the movements of the Fed target rates transmitted
through the financial sector have been responded positively by BI rates;and 4) the
impact of the Fed target rates transmitted through the financial sector to dynamics
of BI rates are largely explained by Fed target rate, BI rate, and IDR/USD ex-
change rate.
ANALISIS DAMPAK TARGET THE FED RATE TERHADAP
KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA
(PERIODE 2005: 07-2013:12)
Thomas Andrian1)
Tetik Puji Lestari2)
Universitas Lampung
Email : [email protected])
Email : [email protected])
181 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Pendahuluan
Kebijakan moneter Amerika Serikat
(A.S) merupakan kebijakan moneter yang
menjadi perhatian para pelaku ekonomi di
dunia termasuk bank sentral negara lain.
Arah kebijakan moneter A.S. turut
menentukan arah perkembangan ekonomi
global karena beberapa alasan antara lain :
pertama, A.S. merupakan salah negara
penyumbang Gross Domestic Bruto (GDB)
dunia terbesar dengan nilai $16 triliun
dolar. Kedua, mata uang A.S. yaitu Dollar
A.S (USD) merupakan mata uang global
dan digunakan dalam cadangan devisa
diberbagai Negara (Bisnis Indonesia,
2014). Ketiga, bank sentral A.S. merupakan
bank sentral paling berpengaruh di dalam
perumusan kebijakan moneter di forum
internasional seperti forum Bank for
International Settlements (BIS),
Internasional Monetary Fund (IMF),
Forum Stability Finance (FSF), Asia-
Pacific Economic Coorporation (APEC),
dan Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD).
Keempat, di Indonesia A.S. berperan
sebagai negara tujuan ekspor ketiga dengan
presentase 31.34% (Bank Indonesia, 2009).
Secara konseptual, kebijakan
moneter didefinisikan sebagai tindakan
yang dilakukan oleh penguasa moneter
(biasanya bank sentral) untuk
mempengaruhi jumlah uang beredar dan
kredit yang pada gilirannya akan
mempengaruhi kegiatan ekonomi
masyarakat (Nopirin, 1992). Pada
hakekatnya, kebijakan moneter adalah
kebijakan yang ditetapkan dan dilakukan
oleh bank sentral untuk mencapai tujuan
monter di suatu negara. Kebijakan moneter
A.S dikendalikan oleh bank sentral A.S
yaitu the Federal Reserve System (Fed)
yang terbagi ke dalam 12 distrik yang
disebut the Federal Reserve Bank.
Kebijakan moneter the Fed dilakukan
melalui pengendalian suku bunga Dana
Pemerintah Federal A.S. (Federal Fund
Rate). Federal Fund Rate (Fed rate)
adalah suku bunga yang terjadi dari
aktivitas perdagangan Dana Pemerintah
Federal A.S.di pasar uang. The Fed
melalui Federal Open Market Committee
(FOMC) hanya menentukan target dari the
Fed Rate. Kebijakan moneter the Fed
dilakukan dengan cara menaikkan dan
menurunkan target the Fund Rate. Target
the Fed rate digunakan sebagai indikator
untuk mencerminkan arah kebijakan
moneter the Fed (the Federal Reserve
System, 2005).
Di Indonesia kebijakan moneter
dikendalikan oleh bank sentral Republik
Indonesia yaitu Bank Indonesia (BI). Sejak
Juli 2005, kebijakan moneter yang
ditetapkan dan dilaksanakan BI dilakukan
dengan cara pengendalian suku bunga (BI
rate). BI rate adalah suku bunga yang
mencerminkan sikap atau stance kebijakan
moneter yang ditetapkan oleh BI dan
diumumkan kepada publik.
The Fed dan BI memiliki kemiripan
dalam mencerminkan sikap atau stance
kebijakan moneter, yaitu melalui
pengendalian suku bunga kebijakan
(interest rate policy). The Fed
menggunakan target the Fed rate sebagai
sejak tahun 1982. Oleh karena itu, suku
bunga di dalam kebijakan moneter dikenal
sebagai instrumen tradisional. Dengan
perkataan lain kebijakan moneter the Fed
dan BI melalui suku bunga dikenal sebagai
kebijakan moneter konvensional.
Thomas Andrian
Tetik Puji Lestari
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank
Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
182 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Penentuan arah kebijakan moneter
diantaranya untuk menentukan tingkat BI
rate, BI mempertimbangkan berbagai
faktor, termasuk faktor eksternal. Hal ini
karena karakteristik sistem perekonomian
Indonesia yang menganut sistem
perekonomian terbuka kecil (small open
economy) dan sistem nilai tukar
mengambang bebas (free floating exchange
rate), tidak akan lepas dari prinsip
perekonomian global, dan prinsip
liberasilasi perdagangan, dimana semakin
besar transaksi perdagangan dan keuangan
internasional akan berpengaruh pada
besaran aliran dana dari luar negeri yang
masuk (capital inflow) dan keluar (capital
outflow) (Setiawan, 2010). Sebagai contoh,
kebijakan moneter the Fed yang diawali
dari krisis Suprime Mortage di tahun 2005.
Selama krisis tersebut yaitu pada Juli 2005
sampai Juni 2006, the Fed melakukan
kebijakan moneter kontraktif dengan cara
menaikkan target dari the Fed rate sebesar
25bps sebanyak 14 kali menjadi 5.25%.
Kemudian, pada Juli 2006 sampai Agustus
2007, the Fed menetapkan target the Fed
rate konstans pada level 5.25%. Pada
September 2007 the Fed merubah arah
kebijakan moneter menjadi longgar yang
ditandai dengan penurunan target the Fed
rate sebesar 50bps menjadi 4.75%.
Penurunan target the Fed rate menyebabkan
terjadinya krisis likuiditas di pasar uang
A.S. yang pada gilirannya menyebar luas
menjadi krisis finansial global di tahun
2008.
Krisis Subprime Mortage dan krisis
finansial global masuk ke Indonesia
disalurkan melalui pasar finansial
domestik. Studi empiris yang dilakukan
oleh BI menunjukkan bahwa pasar
keuangan domestik cukup terintegrasi
dengan pasar global. Oleh karena itu, pasar
keuangan domestik secara umum
menunjukkan pergerakan yang searah
dengan pasar keuangan global (Bank
Indonesia, 2005). Pada krisis finansial
global tahun 2008, menyebabkan
ketidakstabilan di pasar finansial domestik
karena terjadinya penarikan dana
(develarging) keluar Indonesia. Puncak
dampak krisis terjadi pada September 2009,
dimana capital inflow di Indonesia
Gambar 1
Pergerakan BI Rate dan Target the Fed rate Periode 2005:07-2013:12
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI-BI)
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank
Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
Thomas Andrian
Tetik Puji Lestari
183 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
menurun drastis menjadi
$540.380.000.000,00 setelah sebelumnya
sebesar $1.446.380.000.000,00.
Gambar 2
Capital Flow di Indonesia Periode
2005:3 2013:4
Sumber : Statistik Ekonomi Dan Keuangan
Indonesia-BI
Penurunan capital inflow pada
krisis finansial global tahun 2008 lebih
besar dibandingkan pada krisis Subprime
Mortage di tahun 2005-2006, karena saat
krisis Subprime Mortage, capital inflow
Indonesia mengalami penurunan paling
rendah terjadi pada Juli 2006 hanya sebesar
$1.089.300.000.000,00. Penurunan capital
inflow atau kenaikkan capital outflow
memberikan tekanan pada fundamental
nilai tukar Rupiah terhadap Dolar A.S.
(kurs IDR/USD). Tekanan kurs IDR/USD
pada puncak krisis finansial global terjadi
di bulan November 2008 dimana Kurs
IDR/USD terdepresiasi cukup dalam
mencapai Rp12.151/USD.
Pada tahun 2007 the Fed
memberlakukan kebijakan moneter yang
cenderung longgar, kebijakan moneter BI
dilakukan dengan hati-hati tercermin dari
penurunan BI rate yang sebesar 25bps
setiap 2 sampai 4 bulan. Tindakan BI
dimaksudkan untuk memperkecil
perbedaan suku bunga atau interest rate
differential (IRD) karena sangat
berpengaruh bagi investor asing (Prastowo,
2008). Tindakan BI tersebut, mampu
menjaga kstabilan fundamental kurs IDR/
USD yang berada pada kisaran Rp9.000/
USD.
Gambar 3
Pergerakan Kurs IDR/USD
Periode 2005:07-2013:12
Sumber : Statistik Ekonomi Dan Keuangan
Indonesia-BI
Selama krisis finansial 2008, target
the Fed rate tidak efektif dalam mencapai
tujuan kebijakan moneter yang ditargetkan
oleh the Fed tercermin dari penurunan
pertumbuhan output menjadi 2.2% yang
sebelumnya mencapai 2.29% (Bank
Indonesia, 2007). Pada bulan November
2008, the Fed mengumumkan untuk
menggunakan instrumen kebijakan moneter
baru. Sejak pengumuman tersebut, the
Fed tidak menetapkan target the Fed rate
secara eksplisit melainkan hanya
menetapkan batas atas dan batas bawah
dari the Fed rate. Batas atas the Fed rate
ditetapkan sebasar 0.25%, sedangkan batas
Thomas Andrian
Tetik Puji Lestari
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank
Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
184 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
bawahnya sebesar 0% (Fawley and
Juvenal, 2012).
Instrumen kebijakan moneter the
Fed yang baru adalah Credit Easing.
Tujuan dari credit easing adalah untuk
menambah stimulus moneter guna
menstimulasi perekonomian A.S. agar
mencapai tujuan kebijakan moneter, karena
target the Fed rate telah mendekati nol
(Blanchard et.al., 2010). Meskipun the Fed
menggunakan credit easing, akan tetapi the
Fed tetap menggunakan target the Fed rate
untuk mencerminkan arah kebijakan
moneter the Fed.
Memasuki triwulan ketiga tahun
2013, the Fed mengumumkan untuk
mengurangi stimulus moneter (tappering)
jika tujuan kebijakan moneter the Fed
dapat tercapai dan kondisi perekonomian
mulai stabil. Pernyataan the Fed kembali
mendorong sentimen para investor untuk
melakukan penarikan dana keluar dari
Indonesia. Sentimen investor
menyebabkan ketidakstabilan pasar
finansial domestik. Hal ini ditunjukkan
dari premi risiko dalam negeri yang
cenderung meningkat.
Gambar 4
Perkembangan Premi Risiko Periode
2005:07-2013:12
Sumber : Statistik Ekonomi Dan Keuangan
Indonesia-BI
Berdasarkan pergerakan runtun
waktu dari variabel premi risiko pada
Gambar 4, tampak bahwa adanya isu
tappering the Fed menyebabkan premi
risiko meningkat dari 4.95% menjadi
5.55%. Selama triwulan ke-IV tahun 2013
premi risiko masih relatif tinggi berada
pada kisaran 5% dan ditutup sebesar 5.92%
di tahun 2013. Hal yang serupa terjadi
pada puncak krisis finansial pada
November 2008, premi risiko meningkat
dari periode sebelumnya 7.46% menjadi
9.62%. Berdasarkan uraian pada latar
belakang, maka permasalahan yang akan
diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah hubungan antar
variabel BI rate, target the Fed rate,
capital flow, kurs IDR/USD dan
premi risiko ?
2. Bagaimanakah pengaruh target the
Fed rate, capital flow, kurs IDR/USD
dan premi risiko terhadap BI rate ?
3. Bagaimanakah dampak kebijakan
moneter the Fed (target the Fed rate)
terhadap kebijakan moneter BI (BI
rate) ?
4. Berapa besar kontribusi dampak
kebijakan moneter konvensional the
Fed (target the Fed rate) dalam
menjelaskan dinamika kebijakan
moneter BI (BI rate) ?
Metode Penelitian
Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Vector Auto
Regression (VAR) dengan model alternatif
Vector Error Correction Model (VECM).
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank
Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
Thomas Andrian
Tetik Puji Lestari
185 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Penentuan variabel diadopsi dari beberapa
penelitian terdahulu yang dicantumkan
dalam tinjauan empirik. Sedangkan
pembentukan model merupakan modifikasi
model dari alat analisis yang digunakan.
Model ekonometrika yang digunakan untuk
menjelaskan dampak kebijakan moneter the
Fed terhadap kebijakan moneter BI adalah
sebagai berikut :
Dimana :
zt = semua variabel penelitian
meliputrBI, rFED, CF, Risk dan ER.
rBI = suku bunga kebijakan BI (BI
Rate)
rFED = suku bunga kebijakan the Fed
(target the Fed rate)
CF = Capital flows
Risk = Premi risiko
ER = kurs IDR/USD
γ dan λ = parameter dalam bentuk
matrikspolinomial dengan lag operator
p.
ɛit = error term
p = panjang lag VAR
Impulse Responses
Impulse responses melacak respon
dari variabel endogen di dalam sistem VAR
karena adanya goncangan (shock) atau
perubahan di dalam variabel gangguan
(Widarjono,2007). Impulse responses
digunakan untuk melihat efek gejolak
(shock) suatu standar deviasi dari variabel
inovasi terhadap nilai sekarang (current
time values) dan nilai yang akan datang
(future values) dari variabel-variabel
endogen yang terdapat dalam model yang
diamati (Gujarati,2003).
Variance Decomposition
Analisis variance decomposition
menggambarkan relatif pentingnya setiap
variabel di dalam sistem VAR karena
adanya shock. Variance decomposition
berguna untuk memprediksi kontribusi
persentase varian setiap variabel karena
adanya perubahan variabel tertentu dalam
sistem VAR (Widarjono,2007). Pada
dasarnya hal ini merupakan metode lain
untuk menggambarkan sistem dinamis
yang terdapat dalam VAR. Hal ini
digunakan untuk menyusun perkiraan error
variance suatu variabel, yaitu seberapa
besar perbedaan antara variance sebelum
dan sesudah shock, baik shock yang
bersumber dari diri sendiri maupun shock
dari variabel lain (Gujarati,2003).
Hasil dan Pembahasan
Data penelitian sudah melalui
berbagai prosedur pengujian awal dan
menjadi data yang telah stasioner dan
terkointegrasi maka dapat dipastikan
adanya hubungan jangka panjang dan
pendek antar variabel. Oleh karena itu
model VECM dapat digunakan untuk
penelitian ini. Hasil estimasi VECM
ditampilkan pada tabel 1.
Thomas Andrian
Tetik Puji Lestari
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank
Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
186 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Berdasarkan tabel tersebut,
diperoleh F-statistik sebesar 6.46 dimana
lebih besar dengan F-tabel sebesar 2.32,
maka dapat ditarik simpulan semua
variabel (taret the Fed rate, capital flow,
kurs IDR/USD dan premi risiko) secara
bersama-sama berpengaruh terhadap BI
rate.
Analisis Hasil Impulse Response
Mekanisme transmisi dampak
kebijakan moneter the Fed (target the Fed
rate) terhadap kebijakan moneter BI (BI
rate) secara ringkas ditunjukkan oleh
skema berikut :
Target the Fed rate ↑ → capital outflow↑
→ Kurs IDR/USD↓ → BI Rate ↑
Target the Fed rate ↓ → capital inflow↑ →
Kurs IDR/USD↑ → BI Rate↓
Disimpulkan bahwa pada periode
kebijakan moneter konvensional, suku
bunga target the Fed rate berpengaruh
positif terhadap dinamika suku bunga BI
rate. Mekanisme transmisi dampak
kebijakan moneter konvensional the Fed
dijabarkan pada uraian berikut. Guncangan
target the Fed rate sebesar satu standar
deviasi akan menyebabkan perubahan
capital outflow sebesar 41.82% pada
periode pertama dengan arah positif.
Artinya, suku bunga target the Fed rate
berpengaruh positif terhadap capital
outflow. Ketika suku bunga target the Fed
rate meningkat, maka menyebabkan arus
modal keluar (capital outflow) semakin
meningkat. Hal ini sesuai dengan Setiawan
(2010) dan Yahya (2007) yang juga
mendapatkan hasil impulse response bahwa
perubahan tingkat suku bunga target the
Tabel 1
Variabel rBI Rfed Risk CF ER
Jangka panjang
1.000.000 -0.649878 -0.109133 -3.09E-06 -0.000379
[-7.33330] [-0.97976] [-0.00573] [-1.70444]
Jangka pendek
(-1) 0.342752 -0.013901 0.016908 -5.78E-07 1.31E-05
[ 2.87945] [-0.14576] [ 0.63330] [-0.00646] [ 0.23751]
(-2) 0.115937 0.275273 0.021422 2.23E-05 9.39E-05
[ 0.95078] [ 2.79604] [ 0.79843] [ 0.25545] [ 1.70650]
(-3) 0.122313 -0.074058 -0.037972 4.66E-05 -0.000266
[ 1.21772] [-0.70827] [-1.40893] [ 0.54541] [-4.10862]
(-4) 0.060378 -0.043450 0.015672 0.000105 -7.21E-05
[ 0.65854] [-0.43042] [ 0.56054] [ 1.20444] [-0.87460]
(-5) 0.062445 -0.386858 -0.046522 -7.26E-05 -7.84E-05
[ 0.76002] [-4.32858] [-1.74484] [-0.83111] [-1.01057]
(-6) 0.183132 -0.046227 0.013104 -4.84E-05 -5.89E-05
[ 2.46082] [-0.48194] [ 0.52622] [-0.53653] [-0.82823]
R2 = 0.760717
F-Stat = 6.460863
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank
Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
Thomas Andrian
Tetik Puji Lestari
187 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Fed rate akan mempengaruhi aliran modal
keluar.
Gambar 5
Respon Capital Flow Terhadap
Guncangan Target the Fed Rate
Sumber: Lampiran G.1
Seberapa besar respon capital
outflow terhadap guncangan suku bunga
target the Fed rate dapat dilihat pada
Gambar 5. Capital outflow akan terus
berfluktuasi sampai akhir periode. Secara
akumulatif, respon capital outflow terhadap
guncangan suku bunga target the Fed rate
tetap positif. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 6 di bawah ini. Dapat dilihat pada
gambar, respon capital outflows mengalami
peningkatan signifikan mulai periode ke-15
hingga akhir periode yang ditetapkan yaitu
periode ke-36.
Gambar 6
Akumulasi Respon Capital Flow
Terhadap Guncangan Target the Fed
Rate
Sumber: Lampiran G.2
Selain itu, guncangan premi risiko
(diproksi dengan suku bunga PUAB
overnight) sebesar satu standar deviasi akan
direspon oleh capital inflow sebesar
11.24% pada periode pertama dengan arah
positif. Pada periode ke-2 sampai dengan
periode ke-5 terjadi fluktuasi dimana
guncangan premi risiko direspon negatif
oleh capita inflow. Pada periode ke-6
sampai dengan periode ke10 respon
kembali positif dan terus berfluktuasi
sampai periode ke-24. Namun, sampai
dengan periode ke-24 respon capital inflow
menjadi positif sampai akhir periode seperti
yang terlihat pada Gambar 16 dan hanya
pada periode ke-32 mengalamirespon
negatif.
Gambar 7
Respon Capital Flow Terhadap
Guncangan Premi Risiko
Sumber: Lampiran G.1
Respon capital inflow yang positif
terhadap premi risiko sesuai dengan teori
yang ada, sedangkan respon capital inflow
yang negatif juga didapat dalam penelitian
Indawan, dkk (2013) yang menunjukkan
bahwa ketika terjadi peningkatan suku
bunga PUAB o/n, menyebabkan investor
melakukan net jual atas aset portofolio
yang dimiliki. Oleh karena itu, secara
akumulatif, respon capital inflow terhadap
Thomas Andrian
Tetik Puji Lestari
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank
Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
188 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
premi risiko dalam penelitian ini manalami
fluktuasi positif dan negatif.
Gambar 8
Akumulasi Respon Capital Flow
Terhadap Guncangan Premi Risiko
Sumber: Lampiran G.2
Selanjutnya, guncangan capital
outflow sebesar satu standar deviasi
menyebabkan perubahan kurs IDR/USD
sebesar 16% pada periode pertama dengan
arah negatif (kurs IDR/USD terapresiasi)
sampai dengan akhir periode yaitu periode
ke-36.
Gambar 9
Respon Kurs IDR/USD terhadap
Guncangan Capital Flow
Sumber : Lampiran G.1
Secara akumulasi, guncangan
capital outflow direspon negatif oleh kurs
IDR/USD. Guncangan capital outflow
terhadap kurs IDR/USD direspon paling
besar pada periode ke-4 sebesar 113% dan
terus meningkat rata-rata 80%. Setiawan
(2010) menyimpulkan bahwa variabel nilai
tukar memiliki respon tercepat dan terbesar
dalam merespon guncangan faktor
eksternal. Hal ini merepresentasikan
bahwa dampak guncangan faktor eksternal
disalurkan melalui saluran nilai tukar.
Gambar 10
Akumulasi Respon Kurs IDR/USD
terhadap Guncangan Capital Flow
Sumber : Lampiran G.2
Perubahan nilai tukar IDR/USD
selanjutnya akan direspon oleh tingkat suku
bunga BI rateyang ditampilkan pada
Gambar 20. Guncangan nilai tukar IDR/
USD sebesar satu standar deviasi akan
menyebabkan perubahan BI rate sebesar
0.016% pada periode ke-2 dengan arah
positif, sedangkan pada periode pertama
tidak direspon. Hal ini sesuai dengan
penetapan suku bunga BI rate yang bersifat
forward looking dan antisipatif. Pada
periode ke-4 sampai periode ke-12
guncangan kurs IDR/USD direspon negatif
oleh BI rate. Namun pada perode
selanjutnya, respon kembali positif.
Perubahan BI rate akibat guncangan nilai
tukar IDR/USD meningkat ksaran 0.02%.
Peningkatan tingkat suku bunga BI rate
yang relatif kecil mencerminkan sikap BI
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank
Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
Thomas Andrian
Tetik Puji Lestari
189 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
yang berlandaskan prinsip kehati-hatian
(prudential) dalam menetapkan arah
kebijakan moneter.
Gambar 11
Respon BI rate terhadap Guncangan
Kurs IDR/USD
Sumber : Lampiran G.1
Secara akumulasi, guncangan kurs IDR/
USD terhadap suku bunga BI rate direspon
positif.
Gambar 12
Akumulasi Respon BI Rate terhadap
Guncangan Kurs IDR/USD
Sumber : Lampiran G.4
Berdasarkan hasil impulse response
bahwa dampak target the Fed rate terhadap
kebijakan moneter BI (BI rate) melalui
transmisi capital flow direspon positif oleh
BI rate. Hasil tersebut sesuai dengan
penelitian Juoro (2013), dimana kenaikan
target the Fed rate akan diikuti oleh
kenaikan BI rate. Hal ini menunjukkan
kebijakan moneter yang diterapkan BI akan
menyesuaikan dengan tingkat suku bunga
dunia (r* dalam hal ini suku bunga target
the Fed rate) dan sesuai dengan asumsi
teori Mundell-Flemming. Maka dapat
disimpulkan, terdapat kesesuaian dengan
hipotesis ketiga dimana dampak kebijakan
moneter konvensional the Fed (target the
Fed rate) direspon positif oleh BI rate.
Analisis Hasil Variance Decomposition
Hasil analisis variance
decomposition disajikan pada sebagai
berikut.
Tabel 2
Hasil Variance Decomposition
Sumber : Data sekunder yang diolah
Berdasarkan hasil variance
decomposition yang ditunjukkan pada
Tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa
dinamika kebijakan moneter BI (dinamika
BI rate) pada periode pertama paling besar
dijelaskan oleh BI rate itu sendiri yaitu
sebesar 100%. Pada periode ke-4 sampai
dengan periode ke-24 dinamika BI rate
sebagian besar masih dijelaskan oleh
variabel BI rate itu sendiri meskipun
mengalami penuruan jika dibandingkan
Horizon
waktu
Persentase kontribusi
BI rate Target the
Fedrate
Premi
Risiko
Capital
Flow
Kurs IDR/
USD
1 00.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
4 9.093.830 5.597.623 1.276.207 0.023237 2.164.634
8 7.493.503 1.958.176 2.231.945 0.805357 2.445.902
12 6.821.586 2.476.052 3.261.569 1.153.403 2.608.642
18 5.578.142 3.304.394 3.291.536 1.735.562 6.147.546
24 4.205.692 3.981.515 2.546.882 3.685.286 1.189.577
36 3.646.124 4.416.295 1.692.237 4.624.358 1.305.922
Thomas Andrian
Tetik Puji Lestari
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank
Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
190 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
dengan besaran kontribusi di periode
pertama. Pada periode terakhir, dinamika
BI rate paling besar dijelaskan oleh target
the Fedrate. Sedangkan variabel lain yang
juga cukup besar dalam menjelaskan
dinamika BI rate yaitu kurs IDR/USD yaitu
sebesar 2.16% pada periode ke-2 dan terus
meningkat hingga sebesar 13% pada akhir
periode.
Gambar 13
Persentase Besaran Kontribusi Variance
Decomposition
Sumber : Data sekunder yang diolah
Variabel capital flow menjelaskan
dinamika BI rate sebesar 0.2% pada
periode ke-2 dan mengalami peningkatan
paling besar pada periode ke-8 sebesar
4.62%. Untuk variabel premi risiko
memberikan kontribusi paling kecil dalam
menjelaskan dinamika BI rate yaitu sebesar
1.2% pada periode ke-2 dan terus
mengalami peningkatan sampai periode ke-
18. Pada periode ke-36 besaran kontribusi
premi risiko mengamali penuruan menjadi
sebesar 1.67%. Berdasarkan uraian hasil
analisis variance decomposition, bahwa
variabel target the Fed rate memiliki
kontribusi paling besar dalam menjelaskan
dinamika BI rate.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan dapat ditarik kesimpulan :
1. Semua variabel penelitian terdapat
kausalitas satu arah kecuali variabel
capital flows. Variabel target the Fed
rate memiliki kausalitas satu arah ke
BI rate; kurs IDR/USD memiliki
kausalitas satu arah ke BI rate; dan
BI rate memiliki kausalitas satu arah
ke premi risiko.
2. Secara bersama-sama variabel target
the Fed rate, capital flow, kurs IDR/
USD dan premi risiko berpengaruh
terhadap variabel BI rate
3. Dampak kebijakan moneter the Fed
(target the Fed rate) terhadap
kebijakan moneter BI yang
ditransmisikan melalui saluran
capital flow direspon positif oleh BI
rate.
4. Dampak kebijakan moneter the Fed
terhadap BI rate sebagian besar
dijelaskan oleh target the Fed rate
dengan persentase sebesar 44%.
Saran
Penelitian selanjutnya dapat
menggunakan variabel makroekonomi
untuk dapat menjelaskan dampak kebijakan
moneter the Fed terhadap kebijakan
moneter BI yang ditransmisikan melalui
sektor riil.
Daftar Pustaka
Awaluddin, Imam, 2004,” Nilai Tukar
Rupiah Riil Equilibrium Sebelum
dan Selama Masa Krisis”, Jurnal
Ekonomi dan Pembangunan
Indonesia. vol.4, no. 2
Bank Indonesia. 2007. Laporan
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank
Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
Thomas Andrian
Tetik Puji Lestari
191 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Perekonomian Indonesia. tahun
2007 : Bab 11 Perekonomian Dunia
dan Kerja Sama Internasional.
Jakarta
____________. 2009. Krisis Finansial
Global dan Dampaknya terhadap
Perekonomian Indonesia 2009-
2014. Jakarta
____________. 2005. Laporan Tahunan
Perekonoman Indonesia. Jakarta
Bernanke, Ben S. 2009.‖The Crisis and the
Policy Response‖. Federal Reserve
System
Bisnis Indonesia. 2014. Setelah Pimpin The
Fed Apa yang Dilakukan Janet
Yellen. Diakses dari http://
m.bisnis.com/quick-news pada
tanggal 18 Maret 2014
Board of Governors of the Federal Reserve
System, 2014 Purpose and
Functions of the Federal Reserve
System. http://
www.ferederalreserve.gov
Blanchard et.al., 2010. Rethinking
Macroeconomic policy.IMF
Carlson,et.al., 2009. Credit Easing: A
Policy for a Time of Financial
Crisis. FRB of Cleveland.
Cheng, Jen-Chi and Virjverberg, Cgu-Ping.
2012. ―Economic Shocks and The
Fed‘s Policy—The Transmission
Conduit and Its International
Linkage‖. Barton School of
Business, Wichita State University,
USA.
Edward, S. dan M.S. Khan. 1985. Interest
Rate Determination in Developing
Countries. IMF Staff Paper No. 32.
Fawley, Brett W., and Juvenal, Luciana.
2012. Quantitative Easing:Lessons
We‘ve Learned. The Regional
Economist of Federal Reserve Bank
of St. Louis.
Federal Reserve System. 2005. Purpose
and Functions.Washington
DC:Board of Governor of the
Federal Reserve System. Diakses
dari www.federalreservegov.gov
pada 18 Maret 2014
Ho,Corrinne. 2008.―Implementing
Monetary Policy in the 2000s :
Operating Procedures in Asia and
Beyond‖, Monetary and Economic
Department, BIS Working Papers
No.253. Diakses dari http://
ssrn.com/abstract=1165178 pada 18
Maret 2014
Indawan, dkk.2013.Capital Flows di
Indonesia : Perilaku, Peran, dan
Optimalitas Penggunaannya bagi
Perekonomian. Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan. Diakses
dari www.bi.go.id pada 18 Maret
2014
Joyce, M., Miles, D., Scott, A., & Vayanos,
D,.2012. “Quantitative Easing and
Unconventional Monetary Policy-
An Introduction”. The Economic
Journal. Vol.122 no.564, hal.271-
288
Juoro, Umar. 2013. Model Kebijakan
Moneter Dalam Perekonomian
Terbuka Untuk Indonesia. Bank
Indonesia. Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan. Diunduh
dari www.bi.go.id pada 18 Maret
2014
Kamin, B Steven. 2010. Financial
Globalization and Monetary Policy.
Thomas Andrian
Tetik Puji Lestari
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank
Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
192 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Federal Reserves. Diakses dari
www.federalreservegov.gov pada
18 Maret 2014
Mankiw, N. Gregory. Teori Makro
Ekonomi Edisi Kelima. Harvard
Univesity.
McCharthy, Jonathan. 2011. The Federal
Reserve and Monetary Policy. The
Federal Reserve Bank of New York.
Diakses dari www.newyorkfed.org
pada 18 Maret 2014
Mishkin, Federic S. 2009. Ekonomi Uang,
Perbankan, dan Pasar Keuangan,
Buku 2 Edisi 8. Jakarta : Salemba
Empat
Muelgini, et,al. 2005. Domestic and
International Transmission Effect
on Inflation in Indonesia. “Makalah
Disajikan pada Seminar Akademik
Tahunan Ekonomi II Indonesian
Economy under Gobal Changes :
Strengthening Monetary-Fiscal
Stability and Real Sector to
Accelerate Economic Growth”
Kerjasama FEUI-BI. Jakarta
Nanga, Muana. 2005. Makro Ekonomi
Teori, Masalah, dan Kebijakan. PT
Raja Grafindo Persada. Jakarta
Nobili, Andrea, and Stefano Neri. 2006.
The Transmission of Monetary
Policy Shocks From US to the Euro
Area. Bank of Italy.
Nopirin.1992. Ekonomi Moneter, Buku I
Edisi 4. BPFE.Yogyakarta
Pratama, Indra. 2012.”Analisis Penerapan
Friedman Rule, Mccullum Rule, dan
Taylor Rule Pada Kebijakan
Moneter Indonesia Periode 2000:01
-2005:06 dan 2005:07-
2011:12”.Universitas Lampung
Prastowo, Nugroho Joko. 2008. Dampak BI
Rate terhadap Pasar Keuangan :
Mengukur Signifikansi Respon
Instrumen Pasar Keuangan
Terhadap Kebijakan Moneter. Bank
Indonesia. Working Paper/21/2007.
Diakses di www.bi.go.id pada 18
Maret 2014
Richard et al. 2002. ―A Simple Framwork
for International Monetary Policy
Analysis.” National Beurau of
Economic Research. Cambrige
Sasmita, TyasDwi. 2011. “Analisis
Dampak Langsung (Pass-Through
Effect) Nilai Tukar Rupiah per
Dolar Amerika Serikat Terhadap
Inflasi di Indonesia (Periode 200.01
-2010.12)‖.Universitas Lampung
Setiawan, Wawan. 2010. “Analisis Dampak
Fluktuasi Perekonomian Global
Terhadap Kebijakan Moneter‖.
Universitas Indonesia
Senbet, Dawit, 2008, “Measuring the
Impact and International
Transmssion of Monetary Policy: A
Factor-Augmented Vector
Autoregressive (FAVAR)
Approach”. European Journal of
Economics, Finance and
Administrative Science.
Sukirno, Sadono. 1994. Pengantar Teori
Makro Ekonomi. Edisi Kedua.
Jakarta : PT. Raja Grafiindo
Persada. Jakarta
Undang-Undang No. 29 Tahun 1999
Tentang Bank Indonesia
Undang-Undang No. 3 Tahun 2004
Tentang Perubahan Undang-
Undang No. 29 Tahun 1999
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank
Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
Thomas Andrian
Tetik Puji Lestari
193 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Tentang Bank Indonesia
Widarjono, Agus. Ekonometrika Pengantar
dan Aplikasinya. Ekonisia,
Yogyakarta
Yahya, Ibnu. 2007. ”Efektivitas Kebijakan
Moneter dalam Menangani Dampak
Variabel Shock Eksternal pada
Rezim Nilai Tukar Mengambang
Bebas (Model Structural VAR :
Periode 1997:8-2006:12)‖. Skripsi.
Universitas Indonesia Jakarta
Thomas Andrian
Tetik Puji Lestari
Analisis Dampak Target The Fed Rate Terhadap Kebijakan Moneter Bank
Indonesia (Periode 2005: 07-2013:12)
194 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi
Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
Subadriyah
Abstrak
Penelitian ini bertujuan meneliti pengaruh moderasi tax mo-
rale antara hubungan variabel sosiodemografi (umur, jenis kelamin
dan tingkat pendidikan) terhadap upaya penghindaran pajak (tax
avoidance) di wilayah KPP Pratama Jepara. Penelitian ini meru-
pakan penelitian explanatory research dengan menggunakan anal-
isis jalur (path analysis). Metode pengambilan sampling dengan
menggunakan metode random sampling. Hasil penelitian menunjuk-
kan bahwa variabel sosio demografi yaitu : umur, jenis kelamin, dan
tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax
moral. Variabel sosio demografi juga memiliki pengaruh yang signi-
fikan terhadap tax avoidance. Pengaruh tidak langsung yang paling
memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak (tax avoidance)
pajak penghasilan di wilayah kerja KPP Pratama Jepara adalah
jalur tiga yaitu dimulai dari tingkat pendidikan-tax moral-tax avoid-
ance.
Abstract
This study aimed to examine the moderating influence tax mo-
rale variable relationship between the demographic characteristics
(age, gender and education level) to potential Tax Avoidance in the
KPP Pratama Jepara. This study is a Explanatory research using
path analysis by using random sampling method. The results showed
that socio-demographic variables (age, gender, and level of educa-
tion) have a significant influence on tax morale. Socio-demographic
variables also have a significant influence on the tax Avoidance. The
highest indirectly influences on Tax Avoidance in the KPP Pratama
Jepara is in the line three that is starting from education tax morale
- tax Avoidance.
Kata kunci :
Sosio Demografi,
Tax Morale, Tax
Avoidance
Keywords :
Sosio Demograph-
ics, Tax Morale,
Tax Avoidance
PENGARUH MODERASI TAX MORALE TERHADAP HUBUNGAN
VARIABEL SOSIO DEMOGRAFI DAN TAX AVOIDANCE PAJAK
PENGHASILAN DI KPP PRATAMA JEPARA
Subadriyah
Universitas Islam Nahdlatul Ulama‟ Jepara
Email : [email protected]
195 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Pendahuluan
Wakil Menteri Keuangan Mahendra
Siregar, mengungkapkan bahwa pada tahun
2012 dari sekitar 24,8 juta wajib pajak,
hanya 30 % atau delapan juta wajib pajak
yang aktif membayar pajak. Angka tersebut
belum termasuk perusahaan yang berusaha
melakukan penghindaran pajak (tax avoid-
ance) dan penyelundupan pajak (tax eva-
sion).
Pajak merupakan kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan peraturan perundangan dengan
tidak mendapatkan imbalan secara lang-
sung dan digunakan untuk keperluan ne-
gara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Definisi pajak tersebut didukung
dengan sistem pemungutan pajak penghasi-
lan self assesment yang memungkinkan wa-
jib pajak untuk berusaha menyajikan lapo-
ran yang memungkinkan pembayaran pa-
jaknya sekecil mungkin sepanjang tidak
menyimpang dari peraturan perundangan
yang berlaku (loopholes).
Salah satu strategi yang dapat dila-
kukan wajib pajak dalam menekan pem-
bayaran pajak yang legal menurut hukum
adalah tax avoidance. Dilihat dari sisi etika
moral, tindakan tersebut merupakan tinda-
kan oportunis yang bertujuan meningkat-
kan keuntungan pribadi. Variabel-variabel
seperti moral-etika, sosio demografi (umur,
jenis kelamin dan tingkat pendidikan) me-
rupakan variabel-variabel penting yang ter-
kait dengan masalah-masalah perpajakan
seperti kesadaran membayar pajak, perilaku
membayar pajak dan ketaatan dalam pem-
bayaran pajak. Namun demikian dilihat
dari temuan-temuan empiris diketahui
bahwa model hubungan antar variabel-
variabel tersebut sangat tidak konsisten dan
fluktuatif.
Tinjauan Pustaka
Tax Avoidance
Tax avoidance merupakan bagian
dari tax planning yang sama sekali bukan
dalam pengertian dilakukan dengan cara-
cara yang melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang ber-
laku atau mencuri pajak, walaupun tidak
bisa dihindari tentang adanya strategi tax
planning yang berusaha mengeksplorasi
kelonggaran peraturan (loopholes) yang
tidak diniatkan oleh pembuat undang-
undangan.
Lyons sebagaimana dikutip oleh Su-
andy (2008) mendefinisikan tax avoidance
sebagai berikut:
―Tax avoidance is a term used to de-
scribe the legal arrangements of tax
payer‘s affairs so as to reduce his tax li-
ability. It‘s often to pejorative overtones,
for example it is use to describe avoidance
achieved by artificial arrangements of per-
sonal or business affair to take advantage
of loopholes, ambiguities, anomalies‘or
other deficiencies of tax law. Legislation
designed to counter avoidance has become
more common place and often involves
highly complex provision.‖
Tax Morale
Moral pajak merupakan motivasi
intrinsik untuk membayar pajak yang tim-
Subadriyah Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi
Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
196 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
bul dari kewajiban moral untuk membayar
pajak atau kepercayaan dalam memberikan
kontribusi kepada masyarakat dengan
membayar pajak (Cummings et al., 2005
dalam Lasmana dan Tjaraka, 2011). Etika
pajak (tax ethics) menurut Song dan
Yarbrough (1978) dalam Lasmana dan
Tjaraka (2011) dapat diartikan norma pri-
laku yang mengatur warga negara sebagai
wajib pajak dalam berhubungan dengan
pemerintah yang mempunyai dampak yang
besar terhadap perilaku kepatuhan. Peneli-
tian yang dilakukan melihat etika pajak dari
dua sudut pandang yaitu sudut pandang si-
kap dan sudut pandang prilaku. Sudut pan-
dang sikap melihat etika pajak sebagai si-
kap normatif wajib pajak terhadap kewaji-
ban pajaknya, sedangkan sudut pandang
perilaku melihat etika pajak dalam kegiatan
kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan
perpajakan. Bukti empiris menyatakan
bahwa etika pajak digambarkan sebagai
salah satu kepercayaan yang timbul dari
moral imperative seseorang yang harus ju-
jur ketika berhadapan dengan pajak, ber-
hubungan dengan perilaku membayar pa-
jak.
Sosio Demografi
Menurut Multilingual Demographic
Dictionary, demografi adalah:
―…… the scientific study of human
populations in primarily with the respect to
their size, their structure (composition) and
their development (change)‖.
Sosiodemografi berasal dari
dua kata utama, yaitu sosio dan demografi.
Anderson dan McFarlene (2000) dalam
Suardana (2011) menyatakan bahwa demo-
grafi sebagai ilmu yang mempelajari ten-
tang ukuran, karekteristik serta peruba-
hannya. Komponen demografi digunakan
dalam penelitian sosial dengan variabel
seperti komposisi rumah, umur, jenis ke-
lamin, etnis, status perkawinan, penghasi-
lan, status ekonomi, pekerjaan, status
pekerjaan dan agama (Vaus, 2002 dalam
Suardana 2011).
Metode Penelitian
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian pen-
jelasan (explanatory research), untuk men-
jelaskan hubungan melalui pengujian hi-
potesis (Singarimbun, 1995). Metode yang
digunakan adalah metode survey dengan
menyebarkan kuesioner pada responden.
Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini populasinya
adalah seluruh Wajib pajak badan yang ada
di wilayah KPP Pratama Jepara dengan
berbagai jenis usaha dan tingkat penda-
patan per tahun sebagai subjek penelitian.
Wajib Pajak Badan terdaftar sampai akhir
tahun 2013 secara keseluruhan adalah
2.580 WP badan. Sedangkan sampel dalam
penelitian ini diambil dengan menggunakan
rumus penarikan sampel Taro Yamane
(Bungin, 2005: 105). Yaitu:
Dimana
n = jumlah sampel
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi
Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
Subadriyah
197 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
N = jumlah populasi
d = Presesi (10%)
Berdasarkan rumus di atas, akan
diketahui berapa banyak sampel yang akan
diambil yang mewakili populasi wajib pa-
jak badan adalah sebanyak 96, 27 respon-
den yang dibulatkan menjadi 100 respon-
den.
Teknik pengambilan sample yang
digunakan adalah dengan teknik simple
random sampling (sampel acak sederhana).
Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika
analisis penelitiannya cenderung deskriptif
dan bersifat umum (Hasan, 2011). Pengam-
bilan sampel dilakukan dengan datang
langsung ke lokasi responden.
Definisi Operasional Variabel
Definisi variabel, indikator variabel
dan skala yang digunakan dapat digambar-
kan sebagai berikut:
Tabel 1
Definisi Operasional
Sumber : Data sekunder yang diolah
Variabel Definisi Indikator Skala
Sosio Demografi
(X)
Perkembangan struktur pen-
duduk menurut umur, jenis
kelamin dan tingkat pendidi-
kan menarik untuk dijadikan
model dalam penelitian
dalam bidang perpajakan
(Multilingual Demographic
Dictionary)
1. Umur Nominal
2. jenis kelamin
3. tingkat pendidikan
Tax Avoidance (Y) ―Tax avoidance is a term
used to describe the legal
arrangements of tax payer‘s
affairs so as to reduce his tax
liability.. (Lyons dalam Su-
andy , 2008)
1. Pembebanan biaya sumbangan interval
2. menggunakan karyawan lepas
3. perusahaan memberikan tunjan-
gan dan fasilitas kepada pegawai
4. perusahaan membayar asuransi
kesehatan, kecelakaan,asuransi jiwa
5. kompensasi kerugian
Tax Morale (Z) Moral pajak merupakan moti-
vasi intrinsik untuk mem-
bayar pajak yang timbul dari
kewajiban moral untuk mem-
bayar pajak atau kepercayaan
dalam memberikan kontri-
busi kepada masyarakat den-
gan membayar pajak
(Cummings et al., 2005).
1. Pemahaman kewajiban perpajakan interval
2. Pemahaman peraturan perpajakan
Subadriyah Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi
Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
198 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, penulis melaku-
kan analisis data dengan analisis jalur (path
analysis) dengan mengolah data yang
diperoleh dari responden. Langkah-langkah
Path Analysis yang digunakan adalah seba-
gai berikut:
1. Menghitung koefisien korelasi (r)
Koefisien korelasi ini akan menen-
tukan tingkat keeratan hubungan
antara variabel yang di teliti. Men-
ghitung koefisien korelasi antara X1
dan X2 menggunakan rumus koe-
fisien sederhana yaitu :
(Kusnaedi, 2005: 16)
Koefisien korelasi ini akan besar
jika tingkat hubungan antara varia-
bel kuat. Demikian sebaliknya, jika
hubungan antara variabel tidak kuat
maka nilai r akan kecil.
2. Pengujian secara simultan meng-
gunakan rumus sebagai berikut:
Kusnaedi (2005 : 17)
Keterangan:
Pyxi = koefisien jalur dari variabel
Xi terhadap Y
bYxi = koefisien regresi dari varia-
bel Xi terhadap Y
3. Pengujian faktor residu / sisa
Kusnaedi (2005 : 18)
Dimana
Sedangkan meru-
pakan koefisien yang menyatakan
determinan total dari semua variabel
penyebab terhadap variabel akibat.
4. Menghitung pengaruh langsung dan
tidak langsung
Pengaruh langsung dapat dicari
dengan mengkuadratkan koefisien
korelasi dikalikan 100%, sedangkan
pengaruh tidak langsung dapat dihi-
tung dengan cara mengalikan koe-
fisien-koefisien regresi (beta-β) dari
variabel pemberi efek.
Pembahasan
Deskripsi Responden
Data Profil Responden dalam peneli-
tian ini dideskripsikan berdasarkan karak-
teristik demografis menurut: usia, pendidi-
kan, dan jenis kelamin daripada responden.
Berdasarkan dari kuesioner yang disebar
menampilkan hasil sebagai berikut:
1. Usia Responden
Tabel 1
Usia Responden
Sumber : data sekunder yang diolah
Usia Jml responden Persentase
21 - 30 tahun 60 60%
31 - 40 tahun 24 24%
41 - 50 tahun 12 12%
51 - 60 tahun 4 4%
Jumlah 100 100%
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi
Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
Subadriyah
199 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
2. Pendidikan Responden
Tabel 2
Pendidikan Responden
Sumber : data sekunder yang diolah
3. Identitas Responden
Responden dalam penelitian ini ter-
diri dari 100 responden yang terdiri dari 50
laki-laki dan 50 responden perempuan.
Analisis Korelasi antara Umur, Jenis ke-
lamin, Pendidikan, Tax Morale dan Tax
Avoidance
Berdasarkan output statistik diketahui
bahwa besarnya koefisien korelasi (r)
antara Umur dan Jenis kelamin adalah se-
besar 0.693. Korelasi antara umur dan Pen-
didikan sebesar 0.345, korelasi antara umur
dengan Tax Morale sebesar 0.506. Sedang-
kan korelasi antara Jenis kelamin dan Pen-
didikan sebesar 0.446, korelasi antara Jenis
Kelamin dengan Tax Morale sebesar 0.549.
Korelasi antara Pendidikan dan Tax morale
sebesar 0.477. Korelasi antara Tax Avoid-
ance dan Umur 0.575, dengan Jenis ke-
lamin 0.590, denganPendidikan 0.463, den-
gan Tax Morale 0.533. Dari hubungan
antara variabel tersebut diatas nilai p-value
korelasi yang didapatkan lebih kecil dari (<
0.00) yang menunjukkaan bahwa korelasi
tersebut adalah signifikan. Tingkat keeratan
hubungan korelasi antara Umur dan Jenis
kelamin yang memiliki keeratan hubungan
kuat. Sedangkan kategori hubungan rendah
pada korelasi antara Umur dengan Pendidi-
kan.
Analisis Jalur
Struktur hubungan untuk path analy-
sis akan dibagi menjadi 2 model yaitu:
Struktur 1
Pada sub-struktur 1 menghubung-
kan antara variabel Umur, Jenis Kelamin,
Pendidikan dan Tax Morale. Jalur hubun-
gan keempat variabel tersebut dilakukan
dengan analisis regresi. Variabel Umur,
Jenis kelamin dan Pendidikan sebagai vari-
abel independen dan variabel Tax Morale
sebagai variabel dependen.
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai
koefisien regresi variabel Umur sebesar
0.223 dan p-value 0.046. Nilai koefisien
regresi variabel Jenis Kelamin sebesar
0.269 dan p-value 0.022 sedangkan koe-
fisien regresi variabel Pendidikan sebesar
0.279 dan p-value 0.002. Karena nilai p-
value yang didapatkan masing-masing vari-
abel lebih kecil (< 0.05) maka dapat ter-
bukti bahwa variabel Umur, Jenis kelamin
dan Pendidikan berpengaruh signifikan se-
cara parsial terhadap variabel Tax Morale.
Besarnya pengaruh keempat varia-
bel tersebut dapat dilihat dari R Square
yang menunjukkan 0,394. Jadi variabel
Umur, Jenis kelamin dan Pendidikan
mampu mempengaruhi variabel Tax Mo-
rale sebesar 39,4% dan sisanya sebesar
60.6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar
penelitian.
Struktur 2
Struktur 2 menghubungkan antara
variabel Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan,
Pendidikan Jml responden
SMP 4
SMA sederajat 43
D III 8
S1 41
S2 4
Jumlah 100
Subadriyah Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi
Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
200 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Tax Morale dan Tax Avoidance. Jalur
hubungan kelima variabel tersebut dilaku-
kan dengan analisis regresi. Variabel Umur,
Jenis kelamin, Pendidikan dan Tax Morale
sebagai variabel independen dan variabel
Tax Avoidance sebagai variabel dependen
menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi
variabel Umur sebesar 0.260 dan p-value
0.016. Nilai koefisien regresi variabel Jenis
Kelamin sebesar 0.224 dan p-value 0.049.
Variabel Pendidikan nilai koefisien regresi
sebesar 0.181 dan p-value 0.042. Sedang-
kan koefisien regresi variabel Tax Morale
sebesar 0.193 dan p-value 0.048. Karena
nilai p-value yang didapatkan masing-
masing variabel lebih kecil (< 0.05) maka
dapat terbukti bahwa variabel Umur, Jenis
kelamin, Pendidikan dan Tax Morale ber-
pengaruh signifikan secara parsial terhadap
variabel Tax Avoidance. Besarnya penga-
ruh kelima variabel tersebut adalah 46,8 %.
Adapun model jalur secara keseluruhan da-
pat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1
Model jalur
Sumber : data sekunder yang diolah
Berdasarkan seluruh koefisien
jalur dari hubungan kausalitas yang ada,
dapat diketahui Pengaruh Kausal Langsung
(PKL) dan Pengaruh Kausal Tidak Lang-
sung dari setiap variabel yang diteliti.
Berikut ini hasil tersebut yang ditampilkan
dalam bentuk tabel:
Tabel 3
Pengaruh Langsung dan Tidak Lang-
sung
Sumber : data sekunder yang diolah
Hubungan langsung antara variabel
dapat dilihat berdasarkan persamaan struk-
tural yang dibentuk oleh pengaruh atau
efek yang diberikan oleh masing-masing
variabel independen terhadap variabel de-
penden. Hasil diagram jalur diatas dapat
dilihat bahwa variabel sosio demografi
yaitu: umur, jenis kelamin, dan tingkat pen-
didikan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap tax morale (R Square = 0,394).
Variabel sosio demografi juga memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap tax
Pengaruh
Variabel
Koefisien
Jalur
Pengaruh
Langsung
Tidak
Langsung Total
X1
terhadap
Y1 0.223 0.223 - 0.223
X2
terhadap
Y1 0.269 0.269 - 0.269
X3
terhadap
Y1 0.279 0.279 - 0.279
X1
terhadap
Y2 0.260 0.260
0.223 x
0.193 =
0.043 0.303
X2
terhadap
Y2 0.224 0.224
0.269 x
0.193 =
0.052 0.276
X3
terhadap
Y2 0.181 0.181
0.279 x
0.193 =
0.053 0.235
Y1
terhadap
Y2 0.193 0.193 - 0.193
ε1 0.778 0.778 - 0.778
ε2 0.729 0.729 - 0.729
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi
Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
Subadriyah
201 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
avoidance (R Square= 0,468). Pengaruh
langsung dari masing-masing variabel
adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh langsung varibel sosio de-
mografi umur (X1) terhadap tax mo-
rale (Y1) adalah sebesar 5%
2. Pengaruh langsung varibel sosio de-
mografi jenis kelamin (X2) terhadap
tax morale (Y1) adalah: 7,2%
3. Pengaruh langsung varibel sosio de-
mografi tingkat pendidikan (X3) ter-
hadap tax morale (Y1) adalah: 7,8%
4. Pengaruh langsung varibel sosio de-
mografi umur (X1) dapat berpengaruh
langsung terhadap tax avoidance (Y2)
adalah 6,8%
5. Pengaruh langsung varibel sosio de-
mografi jenis kelamin (X2) dapat
berpengaruh langsung terhadap tax
avoidance (Y2) adalah 5%
6. Pengaruh langsung varibel sosio de-
mografi tingkat pendidikan (X3)
dapat berpengaruh langsung terhadap
tax avoidance (Y2) adalah 3,3%
7. Pengaruh langsung tax morale (Y1)
dapat berpengaruh langsung terhadap
tax avoidance (Y2) adalah 3,3%
Sedangkan besarnya pengaruh tidak
langsung suatu variabel terhadap variabel
tertentu dapat dihitung dengan cara men-
galikan koefisien-koefisien regresi (beta-β)
dari variabel pemberi efek. Dibawah ini
akan ditunjukkan pengaruh tidak langsung
berdasarkan diagram analisis jalur dan tabel
pengaruh langsung dan tidak langsung
diatas.
1. Besarnya pengaruh tidak langsung
oleh variabel sosio demografi umur
(X1) dan tax morale (Y1) terhadap
tax avoidance (Y2) adalah 0,043
2. Besarnya pengaruh tidak langsung
oleh variabel sosio demografi jenis
kelamin (X2) dan tax morale (Y1)
terhadap tax avoidance (Y2) adalah
0,052
3. Besarnya pengaruh tidak langsung
oleh variabel sosio demografi tingkat
pendidikan (X3) dan tax morale (Y1)
terhadap tax avoidance (Y2) adalah
0,054
Dari pembahasan diatas dapat
diketahui bahwa pengaruh tidak langsung
yang paling memili ki pengaruh terha-
dap penghindaran pajak (tax avoidance)
pajak penghasilan di wilayah kerja KPP
Pratama Jepara adalah jalur 3 yaitu dimulai
dari tingkat pendidikan (X3)- tax morale
(Y1)-tax avoidance (Y2). Selain variabel
sosio demografi, tax morale dipengaruhi
oleh variabel-variabel lain sebesar 0,778
(nilai residu (ε1)). Nilai residu (ε2) sebesar
0,729 menunjukkan koefisien pengaruh
Subadriyah Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi
Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
202 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
variabel lain diluar penelitian ini yang da-
pat mempengaruhi Tax Avoidance.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pem-
bahasan mengenai pengaruh moderasi tax
morale terhadap hubungan variabel sosio
demografi dan tax avoidance pajak
penghasilan, maka dapat diperoleh be-
berapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Hipotesis sub-struktur 1, yaitu Umur,
Jenis Kelamin dan Pendidikan
berkontribusi secara signifikan terha-
dap Tax Morale. Diperoleh hasil
bahwa, secara simultan
(keseluruhan) variabel Umur, Jenis
kelamin dan Pendidikan berkontri-
busi secara signifikan terhadap varia-
bel Tax Morale. Secara individual
kontribusi variabel Umur, Jenis ke-
lamin dan Pendidikan dinyatakan
signifikan terhadap Tax Morale.
2. Hipotesis sub-struktur 2, yaitu Umur,
Jenis kelamin, Pendidikan dan Tax
Morale berkontribusi secara signifi-
kan terhadap Tax Avoidance.
Diperoleh hasil bahwa, secara simul-
tan (keseluruhan) variabel Umur,
Jneis kelamin, Pendidikan dan Tax
Morale berkontribusi secara signifi-
kan terhadap variabel Tax Avoid-
ance. Secara individual kontribusi
variabel Umur, Jenis Kelamin, Pen-
didikan dan variabel Tax Morale
dinyatakan signifikan terhadap Tax
Avoidance.
3. Pengaruh tidak langsung dapat di-
uraikan sebagai berikut:
a. Pengaruh tidak langsung varia-
bel Umur terhadap Tax Avoid-
ance sebesar 0.043.
b. Pengaruh tidak langsung varia-
bel jenis kelamin terhadap Tax
Avoidance sebesar 0.052
c. Pengaruh tidak langsung varia-
bel tingkat pendidikan terhadap
Tax Avoidance sebesar 0.054
d. Nilai residu (ε1) sebesar 0,778
menunjukkan koefisien penga-
ruh variabel lain diluar peneli-
tian ini yang dapat mempenga-
ruhi Tax Morale.
4. Nilai residu (ε2) sebesar 0,729
menunjukkan koefisien pengaruh
variabel lain diluar penelitian ini yang
dapat mempengaruhi Tax Avoidance.
Saran
Berdasarkan analisis dan pemba-
hasan, penulis memberikan beberapa saran
diantaranya
1. Bagi pihak fiskus sebaiknya melaku-
kan pendekatan mengenai etika pa-
jak dan manfaat pajak bagi Negara di
tingkat pendidikan sehingga wajib
pajak yang memiliki pendidikan
tinggi tidak hanya memiliki pengeta-
huan dan pemahaman pajak tetapi
secara sukarela melakukan kewaji-
ban perpajakan sesuai dengan pera-
turan dan tidak berupaya melakukan
penghindaran pajak.
2. Bagi peneliti selanjutnya dapat dila-
kukan penelitian variabel sosio de-
mografi yang lain diantaranya be-
sarnya omset perusahaan, besarnya
aset perusahaan dan lain-lain.
Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi
Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
Subadriyah
203 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Daftar Pustaka
Bayu Sarjono, Pengaruh Variabel Sosio
Demografi Terhadap Tax Evasion
Pajak Penghasilan Melalui Tax
Morale di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Surabaya Sukomanunggal,
Abstraksi, ADLN Perpustakaan
UNAIR, Surabaya, 2009.
Dany Darussalam., 2013, Kantor Pajak
Mengincar 3 Juta Wajib Pajak Baru,
diakses dari www.pajak online.com,
pada 21 Agustus 2013.
Direktorat Jenderal Pajak. 2007. Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan. Jakarta:
Penerbit Buku Berita Pajak.
Duff, David G, Tax Avoidance in the 21st
Century, diakses dari
www.ssrn.com , pada tanggal 1
Agustus 2013.
Suandy, Erly, Hukum Pajak, Edisi 4,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta,
2008.
Ghozali, Imam, Aplikasi Analisis Multi-
variate dengan Program IBM SPSS
20, BPFE UNDIP, Semarang, 2012.
Hasan, Erliana, 2011, Filsafat Ilmu dan
Metodologi Penelitian Ilmu Pemerin-
tahan, Ghalia Indonesia, Bogor.
Kusnaedi, Analisis Jalur dan Aplikasi den-
gan Program SPSS dan LISREL 8,
PFIPS Universitas Pendidikan Indo-
nesia, Bandung, 2005
Lasmana, Mienati Somya dan Tjaraka,
Heru, 2011, ―Pengaruh Moderasi
Sosio Demografi Terhadap Hubun-
gan Antara Moral-Etika Pajak Dan
Tax Avoidance Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Badan Di KPP Sura-
baya‖, Majalah Ekonomi Tahun
XXI, Universitas Airlangga.
Ning Rahayu, 2008, ―Praktik
Penghindaran Pajak (Tax
Avoidance) Pada Foreign Direct
Investment Yang Berbentuk
Subsidiary Company (PT. PMA) Di
Indonesia (Suatu Kajian Tentang
Kebijakan Anti Tax Avoidance)‖,
Disertasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Indonesia
Sekaran Uma, 2006, Research Methods for
Business, Penerbit Salemba Empat,
Jakarta
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian,
1995, Metode Penelitian Survai, Pen-
erbit LP3ES, Jakarta.
Siti Resmi, 2009, Perpajakan: Teori dan
Kasus Buku 1, Edisi 5, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta
Suardana, Wayan, 2011,
Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Bisnis,
Penerbit Alfabeta, Bandung.
Suharsimi Arikunto, 2006, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Penerbit : Rineka Cipta, Jakarta
Yuliana, 2012, ―Analisis Pengaruh Per-
sepsi Pentingnya Etika Dan Tang-
gung Jawab Sosial, Sifat Machiavel-
lian, Dan Keputusan Etis Terhadap
Niat Berpartisipasi Dalam Penghin-
daran Pajak‖, Skripsi, Universitas
Diponegoro Semarang.
Subadriyah Pengaruh Moderasi Tax Morale Terhadap Hubungan Variabel Sosio Demografi
Dan Tax Avoidance Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Jepara
204 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Indeks Penulis
Ika Indriasari 105
Nita Andriyani Budiman 126
Sholikul Hidayat 167
Sugiarto 146
Tetik Puji Lestari 180
Thomas Andrian 180
Widaryanti 115
Zuliyati 105
Subadriyah 194
205 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
Indeks Keywords
Arus modal 180, 186
Auditor 147, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 155, 156
Demografi 115, 116, 118, 120
Estimasi harga
Exchange rate 180
Faktor eksternal 126, 128, 142
Faktor internal 126, 128, 141
Gender
Intensi kewirausahaan 115, 116, 117, 118, 119
Kebijakan tingkat bunga 180
Keterlibatan kerja 146, 148, 149, 150, 152, 153, 154, 155, 156, 157
Komitmen afektif 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 157
Lembaga Keuangan Syariah 167, 168, 169
Modal intelektual 105, 106, 107, 108, 109,112
Modal manusia 105, 108
Modal pelanggan 105, 108, 110
Modal struktural 105, 108, 109
Pengalaman kerja 115, 118, 119
Penghentian prematur prosedur audit 126
Persepsi ketergantungan tugas 146, 162
Risk premium 180
Sharing pengetahuan 146
Sosio Demografi194, 195, 196, 200, 201, 202
Tax Aviodance 194 195 198, 200, 201, 202
Tax Morale 194, 195, 199, 200, 201, 202
UMKM 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112
VECM 182, 184
Lembaga keuangan syari‟ah
PSAK syari‟ah 166
206 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Penulis Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis
Vol. 10 No 2 Tahun 2013
Zuliyati
Dosen tetap di Universitas Muria Kudus. Alumnus Magister Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Dharma Putera Semarang
Widaryanti
Dosen PNS dpk di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita Nusantara Semarang. Alumnus
Magister Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang
Nita Andriyani Budiman
Dosen tetap di Universitas Muria Kudus. Alumnus Magister Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN Yogyakarta
Ika Indriasari
Dosen PNS dpk di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Cendekia Karya Utama Semarang.
Alumnus Magister Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang
Sugiarto
Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Cendekia Karya Utama Semarang. Alumnus
Magister Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang
Sholikul Hidayat
Dosen tetap fakultas ekonomi dan bisnis Universitas Islam Nahdlatul Ulama‟ Jepara
Thomas Andrian
Dosen di Universitas Lampung
Tetik Puji Lestari
Dosen di Universitas Lampung
Subadriyah
Dosen tetap fakultas ekonomi dan bisnis Universitas Islam Nahdlatul Ulama‟ Jepara
207 Vol. 10 No. 2 Oktober 2013
UCAPAN TERIMAKASIH KEPADA MITRA BESTARI
Dewan Redaksi Jurnal JDEB mengucapkan terimakasih kepada
mitra bestari berikut ini yang telah memberikan pertimbangan
dalam penerbitan Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis
volume 10 nomor 2 tahun 2013.
Prof. DR. H. Purbayu Budi Santosa, M.S
(Universitas Diponegoro, Semarang)
Anis Chariri, M.Kom, Ph.D, Akt
(Universitas Diponegoro, Semarang)
Dr. H.M. Zainuri, MM
(Universitas Muria, Kudus)
Cholil Nafis, Lc,, M.A, Ph.D
(Universitas Indonesia, Jakarta)
Hormat Kami,
Dewan Redaksi
208 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis
Ketentuan Berlangganan
Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara menerima
permintaan berlangganan baik berupa jurnal fisik maupun e-jurnal dalam bentuk
PDF. Untuk berlangganan silahkan kirimkan email permohonan anda meliputi :
1.Nama Lengkap
2.Asal dan Jabatan Institusi
3.Alamat Institusi
4. Nomor Hp
Data dikirim ke email: [email protected]